Menelusur Kedigdayaan Jakarta sebagai The Next Luxurious
Shopping Destination & Market Leading di Asia
Oleh: Mgs. Eka Wijoyo Arifin, S.H.
Siapa yang tidak mengenal brand-brand luxurious fashion kelas gaek seperti Prada, Gucci, Versace, Hermes, Louis Vuitton, Dior atau Chanel ? Brand-brand fashion yang harga produk-produknya bisa membuat orang bergidik mendengarnya ini, kini semakin digandrungi oleh kaum borjuis, jetset dan kelas atas di Indonesia khususnya Jakarta. Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menyentuh kisaran angka 6% hingga 7% beberapa tahun kebelakang menumbuhkan banyak kelas menengah dan juga melahirkan beberapa miliarder serta jutawan-jutawan baru. Dari 240 juta penduduk Indonesia setidaknya Indonesia saat ini memiliki 25 miliarder dan 112.000 jutawan. Fakta ini pula yang menyebabkan kesadaran akan barang mewah di Indonesia semakin meningkat diiringi oleh pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan tumbuhnya beberapa segmentasi pasar khususnya barang mewah. Pasar barang mewah di Indonesia khususnya Jakarta memang masih tergolong kecil namun Indonesia dikategorikan sebagai hot market dengan potensi tumbuh yang stabil hal ini dikarenakan masyarakat Indonesia sangat konsumtif dan memiliki potensi daya beli yang sangat luar biasa, hal ini juga didukung oleh trend di kalangan kelas atas bahwa produk-produk dari merk fashion dengan nilai selangit ini sekarang kerap kali dijadikan sebagai suatu identitas sosial bagi mereka yang membutuhkan pengakuan di dalam pergaulan masyarakat. Destinasi belanja ke barang mewah ke negara tetangga di sekitar Indonesia pun semakin tumbuh subur dengan tujuan-tujuan populer seperti Hong Kong, Singapura, Bangkok, dan Kuala Lumpur untuk menangkap miliarder-miliarder asal Indonesia agar menghabiskan uangnya untuk berbelanja disana. Hal ini berkat keberadaan operator penerbangan murah yang memungkinkan perjalanan ke Hong Kong, Singapura, Bangkok dan Kuala Lumpur, di mana konsumen Indonesia dapat merasakan trend fashion yang terjadi di negara itu. Internet dan media sosial juga booming di seluruh negeri membuat mereka selalu up-to-date dengan tren terbaru dunia. Namun beberapa tahun terakhir Jakarta seakan tidak ingin kalah dan mulai berbenah. Melihat pertumbuhan market segment yang semakin menjanjikan dan seakan tidak rela pasarnya direbut oleh Singapura dan Hongkong, Maka dengan masuknya era informasi ini datang lah pendekatan global baru yang menetapkan harga barang-barang mewah secara lokal. Seperti yang dilaporkan Oxford Business Group, sudah menjadi praktik umum di mana barang-barang mewah yang dijual di Jakarta dibanderol dengan harga tinggi, dengan asumsi konsumen Indonesia tidak mengenal produk dengan baik atau mereka tidak mempermasalahkan harga jual yang mahal. Namun kini, untuk meraih konsumen high-end yang lebih besar, merek global sudah mulai membanderol harga produk sesuai dengan harga internasional, sehingga mengurangi kebutuhan warga Indonesia untuk melakukan perjalanan ke negara tetangga. Keberadaan butik monobrand juga memungkinkan suatu merek untuk meningkatkan jangkauan ketersedian produk mereka di Indonesia. Hal inilah yang saat ini menjadikan Jakarta sebagai kekuatan baru destinasi belanja mewah di Asia, para pemilik butik-butik mahal ini harus pintar memutar otak agar konsumen tidak lari keluar negeri untuk menghabiskan uang mereka di butik yang sama. Menjamurnya orang kaya di Indonesia memikat lebih banyak label mewah dunia untuk melebarkan pasarnya ke tanah air. Nyatanya aura Singapura dan Hongkong sebagai kiblat pusat barang barang fashion mewah di Asia mulai tergerus oleh kehadiran Jakarta sebagai kuda hitam yang sangat mengancam. Dengan bermitrakan pengusaha lokal, butik-butik mewah asal Eropa mulai menunjukkan taringnya di Jakarta sebut saja Herms International yang membuka butik arloji menterengnya di salah satu mall paling mewah di Jakarta. Sederet pemegang merek mewah lainnya pun terus berekspansi. LVMH Mot Hennessy Louis Vuitton Fendi tahun 2012 lalu saja sudah meresmikan dua cabang, sementara Gucci, label asal Italia, tengah membangun toko utama mereka yang juga akan bermitra dengan perusahaan lokal. Operator toko serba ada di sektor barang mewah seperti Central Retail Corp. dari Thailand dan SA des Galeries Lafayette dari Perancis pun telah bersiap dan muncul mencari peruntungan dengan cabang baru di Indonesia. Tergerusnya pasar barang mewah di beberapa bagian dunia memancing ekspansi merek-merek raksasa ke Jakarta. Angka penjualan sejumlah label besar ini di negara Barat terus menurun. Sementara pelambatan ekonomi Cina membuat konsumen barang mewah di negeri itu kini kehilangan hasrat membeli. Ekonomi Indonesia tidak bias dibilang kebal dengan tren pelambatan ekonomi. Namun, membengkaknya jumlah kelas menengah tetap memicu konsumsi barang mewah dalam jangka panjang, setidaknya itulah fakta yang sedang dihadapi oleh Negara ini sekarang. Jumlah penduduk Indonesia dengan investable asset senilai lebih dari $1 juta, di luar hunian utama, naik hingga 25% setahun. Menurut perusahaan broker CLSA Asia-Pacific Markets, pertumbuhan itu tercatat paling pesat di Asia. Penjualan barang mewah pun diharapkan bisa terkerek hingga $742,3 juta (Rp7,1 triliun) tahun ini. Perusahaan riset pasar, Euromarket menyatakan nilai itu naik nyaris dua kali lipat dibandingkan 2007. Jika dibandingkan dengan Cina dan Jepang ($17,9 miliar dan $31,7 miliar, berturut-turut), namun seperti yang sudah disebutkan diatas bahwa sebenarnya angka penjualan barang mewah di Indonesia masih sungguh kecil. Belum terjadi penetrasi pasar yang besar terhadap segmen barang-barang fashion mewah ini. Di sisi lain, penyebab utama mengapa brand mewah tumbuh sangat lamban di tanah air disebabkan oleh mekanisme bea & cukai yang sangat rumit serta didukung tingginya pajak barang mewah yang ditetapkan pemerintah. Untuk setiap pembelian, persentase yang dipatok sekitar 100% 200%. Pajak yang tinggi mendorong konsumen kelas atas Indonesia lebih suka berbelanja di Singapura atau Hongkong. Ini tentu berdampak buruk juga terhadap Indonesia, karena masyarakatnya memilih membelanjakan uangnya di luar negeri. Pengenaan pajak yang tidak proporsional dapat menghambat pertumbuhan industri dan menurunkan motivasi para pebisnis untuk meningkatkan kegiatan industri lokal. Hal ini harus segera dicarikan jalan keluarnya agar penetrasi bisnis di sektor barang mewah ini dapat menjadikan sumber devisa primadona bagi dunia bisnis di Indonesia, selain itu potensi pasar harus terus digali guna menjadikan Jakarta dan Indonesia sebagai The Next Luxurious Brand Destination & Market Leading di wilayah Asia.
Referensi-Referensi: Fortune Indonesia, Edisi 2, tahun 2010 http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1626298&page=36 http://www.farragoindonesia.com/read/1225/pride-price http://indo.wsj.com/posts/2012/10/11/lebih-banyak-hermes-dan-gucci-di-indonesia/ http://www.the-marketeers.com/archives/barang-mewah-di-indonesia-akan-gunakan- harga-internasional.html#.Uzr6j14RsVU http://industri.bisnis.com/read/20130327/100/5441/pasar-barang-mewah-makin- dilirik-pelaku-industri-dunia