Anda di halaman 1dari 2

BRONKITIS KRONIS

Bronkitis kronis sering terjadi pada perokok dan dikota-kota yang dipenuhi oleh
kabut asap; beberapa penelitian menunjukan bahwa 20%-25% laki-laki berusia 40-65
tahun mengidap penyakit ini. Diagnosis bronkitis kronis berdasarkan data klinis;
penyakit ini didefinisikan sebagai batuk produktif persisten selama paling 3 bulan
berturut-turut, paling sedikit 2 tahun berturut-turut.
Penyakit ini dapat memiliki beberapa bentuk:
1. Sebagian besar pasien menderita bronkitis kronis sederhana yaitu, batuk
produktif meningkatkan sputum mukoid, tetapi jalan napas tidak terhambat.
2. Jika stupum mengandung pus, mungkin karena infeksi sekunder, maka pasien
dikatakan mengidap bronkitis mukopurulen kronis.
3. Beberapa pasien bronkitis kronis mungkin memperlihatkan hiperresponsivitas
jalan napas dan asma intermiten, maka keadaan ini disebut bronkitis asmatik
kronis, sering sulit dibedakan dengan asma atopik
4. Pasien bronkitis mengalami obstruksi aliran keluar udara yang kronis berdasarkan
uji fungsi paru, maka dikatakan mengidap bronkitis obstruksi kronis.
Dasar morfologik obstruksi aliran udara pada bronkitis kronis terletak lebih perifer
dan terjadi akibat (1) peradangan, fibrosis dan penyempitan bronkiolus (small
airway disease) dan (2) adanya emfisema secara bersamaan.
Antara 5%-15% perokok memperlihatakan tanda-tanda fisiologik PPOK, dan banyak
dari mereka memperlihatkan gejala bronkitis kronis. Banyak upaya untuk yang
dilakukan untuk mengetahui polimorfisme pada beberapa gen yang berkaitan dengan
PPOK.

PATOGENESIS
Gambaran khas bronkitis kronis adalah hipersekresi mukus, dimulai di saluran napas
besar. Faktor penyebab terpenting adalah meroko, polutan udara lain, seperti sulfur
dioksida dan nitrogen dioksida juga berperan. Selain itu, zat tersebut juga
menyebabkan peradangan dengan infiltrasi sel T CD8+, makrofag dan neutrofil. Pada
bronkitis kronis eosinofil jarang ditemukan, kecuali jika pasien mengidap bronkitis
asmatik. Sebagai contoh, transkripsi gen musin MUC5AC meningkat akibat terpajan
asap tembakau, baik in vitro maupun in vivo pada eksperimental, sebagian
diperantarai oleh faktor pertumbuhan epidermis. Infeksi mikroba sering terjadi, tetapi
hanya berperan sekunder, terutama mempertahankan peradangan dan memperparah
gejala.

MORFOLOGI
Secara makroskopis, lapisan mukosa saluran napas besar biasanya hiperemik dan
membegkak oleh cairan edema. Mukosa ini sering tertutup oleh lapisan sekresi
musinosa atau mukopurulen. Bronkus yang lebih kecil dan bronkiolus juga mungkin
terisi oleh sekresi serupa. Secara histologi, gambaran diagnostik pada brokitis kronis
di trakea dan bronkus besar adalah membesarnya kelenjar penghasil mukus (gmbr
13-10 ). Besarnya pertambahan ukuran dinilai dengan rasio ketebalan lapisan
kelenjar mukosa terhadap ketebalan dinding bronkus. Sering ditemukan penambahan
jumlah sel goblet di epitel, disertai hilangnya sel epitel bersilia. Sering juga terjadi
metaplasia skuamosa diikuti oleh perubahan displastik di lapisan sel epitel, suatu
kejadian yang akhirnya dapat menyebabkan timbulnya karsinoma bronkogenik.
Biasanya juga terdapat sel radang denagn kepadatan bervariasi, terdiri atas sel
mononukleus yang kadang-kadang bercampur dengan neutrofil. Neutrofilia jaringan
sangat meninkat saat eksaserbasi bronkitik.
Pada bronkiolitis kronis, ditandai dengan metaplasia sel goblet (dalam keadaan
normal jumlah sel goblet di saluran napas perifer sedikit), juga ditemukan
peradangan, fibrosis di dinding, dan hiperplasia otot polos. Fibrosis peribronkus dan
penyempitan lumenlah yang menyebabkan obstruksi jalan napas.

PERJALANAN PENYAKIT
Pasien dengan bronkitis kronis, batuk dan pembentukan sputum berlangsung terus-
menerus tanpa disfungsi ventilasi. Namun, beberapa pasien menderita PPOK disertai
obstruksi aliran keluar udara. Hal ini disertai hiperkapnia, hipoksemia, dan (pada
kasus berat) sianosis. Seiring dengan perkembangannya, bronkitis kronis dipersulit
oleh hipertensi pulmonal dan gagal jantung.

Anda mungkin juga menyukai