Anda di halaman 1dari 813

H

H
H
I
I
I
M
M
M
P
P
P
U
U
U
N
N
N
A
A
A
N
N
N




P
P
P
E
E
E
R
R
R
A
A
A
T
T
T
U
U
U
R
R
R
A
A
A
N
N
N


P
P
P
E
E
E
R
R
R
U
U
U
N
N
N
D
D
D
A
A
A
N
N
N
G
G
G


-
-
-


U
U
U
N
N
N
D
D
D
A
A
A
N
N
N
G
G
G
A
A
A
N
N
N


D
D
D
I
I
I
B
B
B
I
I
I
D
D
D
A
A
A
N
N
N
G
G
G


L
L
L
I
I
I
N
N
N
G
G
G
K
K
K
U
U
U
N
N
N
G
G
G
A
A
A
N
N
N


H
H
H
I
I
I
D
D
D
U
U
U
P
P
P




T
T
T
A
A
A
H
H
H
U
U
U
N
N
N


2
2
2
0
0
0
1
1
1
1
1
1
-
-
-
2
2
2
0
0
0
1
1
1
2
2
2
























































































































































































































P
P
P
E
E
E
R
R
R
P
P
P
U
U
U
S
S
S
T
T
T
A
A
A
K
K
K
A
A
A
A
A
A
N
N
N


E
E
E
M
M
M
I
I
I
L
L
L


S
S
S
A
A
A
L
L
L
I
I
I
M
M
M


K
K
K
E
E
E
M
M
M
E
E
E
N
N
N
T
T
T
E
E
E
R
R
R
I
I
I
A
AA
N
N
N


L
L
L
I
I
I
N
N
N
G
G
G
K
K
K
U
U
U
N
N
N
G
G
G
A
A
A
N
N
N


H
H
H
I
I
I
D
D
D
U
U
U
P
P
P


EDISI 2012
i

Daftar Isi

Halaman


1 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 01 Tahun 2011 tentang
Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/ atau Kegiatan Eksplorasi dan
Eksploitasi Metana Batubara

1
2 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 03 Tahun 2011 tentang
Pemberian Beasiswa Program Pasca Sarjana

14
3 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 04 Tahun 2011 tentang
Standar Kompetensi dan Sertifikasi Kompetensi Penanggung J awab
Pengendalian Pencemaran Udara

18
4 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2011 tentang
Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup

33
5 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 06 Tahun 2011 tentang
Pelayanan Informasi Publik

104
6 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 07 Tahun 2011 tentang
Pedoman Pelaksanaan Program Adipura

118
7 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 08 Tahun 2011 tentang
Pedoman Tata Naskah Dinas Kementerian Lingkungan Hidup

286
8 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 09 Tahun 2011 tentang
Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis

352
9 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 10 tahun 2011
tentangPerubahan Atas Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 11 tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian
Lingkungan Hidup 2010-2014

390
10 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.11 Tahun 2011 tentang
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Dekonsentrasi Bidang Lingkungan
Hidup tahun 2012

439
11 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 12 tahun 2011 tentang
Tata Cara Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan di Kementerian
Lingkungan Hidup

517
12 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 13 tahun 2011 tentang
Ganti Kerugian Akibat Pencemaran dan/ atau Kerusakan Lingkungan
Hidup

529
ii

13 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 14 tahun 2011 tentang
Pedoman Perumusan Materi Muatan Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dalam Peraturan Perundang-Undangan

611
14 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 15 tahun 2011 tentang
Pedoman Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah di Bidang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

658
15 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 16 tahun 2011 tentang
Pedoman Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah
Rumah Tangga

678
16 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 tahun 2011 tentang
Petunjuk Teknis Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus Bidang Lingkungan
Hidup Tahun Anggaran 2012

686
17 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 1 tahun 2012 tentang
Program Menuju Indonesia Hijau

750
18 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 2 tahun 2012 tentang
Tata Laksana J abatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup

778
19 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3 tahun 2012 tentang
Taman Kehati
794
20 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 4 tahun 2012 tentang
Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha dan / atau Kegiatan
Penambangan Terbuka Batubara

803



SALINAN



PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
NOMOR 02 TAHUN 2011
TENTANG
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN
EKSPLORASI DAN EKSPLOITASI GAS METANA BATUBARA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (5)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Gas Metana
Batubara;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
5. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan. Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara
Serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara;


6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
13 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Pengelolaan Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Serta Panas Bumi
dengan Cara Injeksi;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA
DAN/ATAU KEGIATAN EKSPLORASI DAN EKSPLOITASI
GAS METANA BATUBARA.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Gas metana batubara (coalbed methane) yang selanjutnya disebut gas
metana batubara adalah gas bumi (hidrokarbon) dimana gas metana
merupakan komponen utamanya yang terjadi secara alamiah dalam
proses pembentukan batubara (coalification) dalam kondisi
terperangkap dan terserap (terabsorbsi) di dalam batubara dan/atau
lapisan batubara.
2. Usaha dan/atau kegiatan eksplorasi dan eksploitasi gas metana
batubara adalah usaha dan/atau kegiatan yang melakukan eksplorasi
(penyelidikan) cadangan gas metana batubara dan eksploitasi
(menghasilkan) gas metana batubara dari wilayah kerja gas metana
batubara.
3. Eksplorasi gas metana batubara adalah kegiatan yang bertujuan
memperoleh informasi rnengenai kondisi geologi untuk menemukan
dan memperoleh perkiraan cadangan gas metana batubara di wilayah
kerja gas metana batubara.
4. Eksploitasi gas metana batubara adalah rangkaian kegiatan yang
bertujuan untuk menghasilkan gas metana batubara dari wilayah kerja
gas metana batubara, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian
sumur, pembangunan sarana pengangkutan pengolahan untuk
pemisahan dan pemurnian gas metana batubara di lapangan, serta
kegiatan lain yang mendukungnya.
5. Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi gas metana batubara adalah batas kadar dan jumlah unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan
dibuang ke lingkungan dari usaha dan/atau kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi metana batubara.
6. Baku mutu pemanfaatan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan
eksplorasi dan eksploitasi gas metana batubara adalah batas kadar
dan jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air
limbah dari usaha dan/atau kegiatan Eksplorasi dan eksploitasi gas
metana batubara yang akan dimanfaatkan untuk kepentingan lain
seperti perikanan, pertanian, pencucian batubara, penyiraman debu,
air proses industri, irigasi, peternakan, dan keperluan air baku air
bersih.


7. Kepentingan sendiri adalah pemanfaatan air limbah untuk kegiatan di
lingkup industri itu sendiri.
8. Debit maksimum air limbah adalah debit tertinggi yang masih
diperbolehkan dibuang ke lingkungan.
9. Kadar maksimum air limbah adalah kadar tertinggi yang masih
diperbolehkan dibuang ke lingkungan.
10. Beban pencemaran maksimum adalah beban tertinggi yang masih
diperbolehkan dibuang ke lingkungan.
11. Air terproduksi adalah air yang dibawa ke atas dari strata batubara
selama kegiatan eksplorasi dan eksploitasi gas metana batubara
termasuk didalamnya air formasi, dan bahan kimia yang ditambahkan
untuk proses penyelesaian sumur (completion) dan atau untuk proses
produksi gas metana batubara.
12. Air sisa pengeboran adalah air yang dihasilkan dari kegiatan
pengeboran yang diperoleh dari pemisahan limbah lumpur berbahan
dasar air yang tidak digunakan lagi dan akan dibuang ke lingkungan.
13. Air limbah drainase mengandung minyak adalah semua limbah yang
berasal dari pencucian, tumpahan, selokan dan tetesan-tetesan minyak
yang berasal dari tangki dan area kerja, dan air hujan yang
bersinggungan langsung dengan semua bahan yang mengandung
minyak.
14. Badan air tawar adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah
permukaan tanah termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air,
sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara yang mengandung
kadar residu terlarut (total disolved solid) kurang dari 1.000 mg/L.
15. Badan air payau adalah wadah air yang terdapat di atas atau dibawah
permukaan tanah dimana terjadi percampuran air tawar dengan air
laut atau air berasal dari sumber air fosil yang mengandung kadar
residu terlarut (total disolved solid) lebih dari 1.000 mg/L sampai
dengan kurang dari 10.000 mg/L.
16. Badan air asin adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah
permukaan tanah termasuk dalam pengertian ini laut dan akuifer yang
mengandung kadar residu terlarut (Total Disolved Solid) lebih dari
10.000 mg/L.
17. Titik penaatan adalah satu lokasi atau lebih yang dijadikan acuan
untuk pemantauan dalam rangka penaatan baku mutu air limbah.
18. Kondisi darurat adalah keadaan tidak berfungsinya peralatan dan/atau
tidak beroperasinya peralatan pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi
gas metana batubara karena adanya bencana alam, kebakaran,
dan/atau huru hara sehingga mengakibatkan terlampauinya baku
mutu air limbah sampai dimulainya kembali kegiatan operasi.
19. Kondisi tidak normal (abnormal) adalah keadaan dimana peralatan
pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi gas metana batubara tidak
beroperasi sebagaimana mestinya karena adanya kerusakan dan/atau
tidak berfungsinya peralatan tersebut sehingga mengakibatkan
terlampauinya baku mutu air limbah.
20. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.



Pasal 2
(1) Air limbah usaha dan/atau kegiatan eksplorasi dan eksploitasi gas
metana batubara meliputi:
a. air terproduksi;
b. air limbah drainase mengandung minyak; dan
c. air sisa pengeboran.
(2) Air terproduksi dari usaha dan/atau kegiatan eksplorasi dan eksploitasi
gas metana batubara wajib dikelola dengan salah satu atau kombinasi
dari upaya pengelolaan dengan cara:
a. dibuang ke lingkungan, antara lain:
1. pembuangan ke badan air;
2. diinjeksikan ke dalam formasi; dan/atau
3. diuapkan.
b. dimanfaatkan untuk kepentingan lain, antara lain:
1. perikanan atau produksi kebutuhan manusia dari produk
pertanian;
2. pencucian batubara;
3. penyiraman debu:
4. air proses industri:
5. irigasi:
6. peternakan; dan/atau
7. air baku air bersih.

Pasal 3
(1) Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan
pengelolaan air limbah sehingga pada saat dibuang ke badan air dan
atau diserahkan untuk pemanfaatan pihak lain tidak melampaui baku
mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan
Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
(2) Dalam kondisi normal, baku mutu air limbah sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Peraturan Menteri ini setiap saat tidak boleh
dilampaui.
(3) Semua air limbah yang dibuang ke lingkungan dan/atau dimanfaatkan
harus melewati titik penaatan.
(4) Titik penaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus berada pada
saluran air limbah yang keluar dari:
a. sistem pengolahan air limpasan (run off) sebelum dibuang ke badan
air yang tidak terkena pengaruh dari kegiatan lain dan/atau sumber
lain selain dari kegiatan eksplorasi dan produksi gas metana
batubara tersebut; atau
b. sistem pengolahan air limbah dari kegiatan pendukung sebelum
dibuang ke badan air dan atau dimanfaatkan yang tidak terkena
pengaruh dari kegiatan lain dan/atau sumber air lain selain dari
kegiatan pendukung tersebut.
(5) Sisa pengelolaan air terproduksi seperti lumpur atau padatan
akumulasi garam-garaman harus dikelola sebelum dibuang ke
lingkungan.


(6) Sistem perpipaan yang digunakan untuk mentransportasikan air
terproduksi dibangun sedemikian rupa sehingga dapat dipastikan tidak
terjadi kebocoran dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga apabila
terjadi kebocoran dapat segera dihentikan.
(7) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam melakukan
pengelolaan air limbah wajib:
a. melaksanakan prosedur penghentian kebocoran pipa air terproduksi
dan penanganan pasca kebocoran;
b. menangani kondisi abnormal dan/atau darurat dengan menjalankan
prosedur penanganan yang telah ditetapkan; dan
c. melaporkan terjadinya kondisi abnormal dalam jangka waktu 2 x 24
jam dan kondisi darurat dalam jangka waktu 1 x 24 jam kepada
Menteri, kepala instansi lingkungan hidup propinsi, dan kepala
instansi lingkungan hidup kabupaten/kota.

Pasal 4
Pembuangan air limbah dengan cara injeksi dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
persyaratan dan tata cara pengelolaan air limbah bagi usaha dan/atau
kegiatan hulu minyak dan gas serta panas bumi dengan cara injeksi.

Pasal 5
Pembuangan air terproduksi dengan cara diuapkan wajib memenuhi
persyaratan teknis kolam penampungan air terproduksi.

Pasal 6
(1) Kolam penampung air terproduksi wajib memenuhi persyaratan:
a. dilapisi dengan bahan yang kedap air, jika dasar kolam terdapat
lapisan tanah yang berpori, tembus air, batuan-batuan, atau material
yang lancip atau tajam, dasar kolam harus di lapisi dengan lapisan
tanah lempung yang dipadatkan setebal paling rendah 8 sentimeter
sebelum dilapisi dengan bahan sintetis yang kedap air;
b. lokasi kolam berada:
1. di daerah yang bebas banjir;
2. bukan daerah genangan air sepanjang tahun;
3. bukan aliran sungai intermittent;
4. bukan daerah resapan atau sumber mata air;
5. bukan daerah yang dilindungi;
6. jauh dari lokasi pemukiman berjarak paling rendah 300 meter; dan
7. sesuai dengan tata ruang yang ditentukan;
c. kondisi hidrogeologi lokasi kolam memenuhi ketentuan:
1. struktur geologi bersifat stabil;
2. terletak di lahan datar atau dengan kemiringan maksimum 12%;
3. kedalaman air tanah paling rendah 4 meter dari lapisan terbawah
kolam; dan
4. teksture tanah tidak memiliki porositas yang tinggi.
d. tanggul memiliki tinggi bebas (free board) paling rendah 10 sentimeter
dari muka air tertinggi di dalam kolam;


e. pagar pengaman atau pembatas di sekeliling lokasi unit pengolahan
dipasang untuk menghindari masuknya pihak yang tidak
berkepentingan;
f. tanda peringatan dipasang untuk menjaga aspek keselamatan dan
keamanan yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. lokasi koordinat kolam dan kedalaman kolam;
2. dilarang masuk bagi yang tidak berkepentingan;
3. pemakaian alat pelindung yang sesuai dengan standar keselamatan
kerja; atau
4. tanda lain yang dianggap perlu;
g. tidak digunakan sebagai tempat pembuangan limbah B3 atau bahan
lain yang dapat menimbulkan pencemaran.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. konstruksi kolam yang digunakan dalam keadaan darurat; dan
b. kolam sementara untuk kegiatan pengeboran yang waktu
penyelesaian sumurnya tidak lebih dari 3 (tiga) bulan.

Pasal 7
(1) Air terproduksi tidak dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lain jika
air yang akan dimanfaatkan tidak memenuhi baku mutu pemanfaatan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Keputusan Menteri ini.
(2) Pemanfaatan air terproduksi untuk kegiatan penyiraman debu yang
dilakukan terus-menerus lebih dari 6 (enam) bulan di satu tempat
tertentu wajib mendapat izin pemanfaatan air terproduksi dari
bupati/walikota.
(3) Air limbah yang berasal dari pemanfaatan air terproduksi untuk proses
industri dan pencucian batubara wajib memenuhi:
a. baku mutu air terproduksi; dan
b. baku mutu proses pencucian batubara atau baku mutu sesuai jenis
industri.
(4) Pemanfaatan air terproduksi untuk irigasi harus memenuhi
persyaratan:
a. air terproduksi tidak digunakan untuk tanah pertanian yang
memiliki irigasi teknis;
b. air terproduksi tidak dapat dimanfaatkan sebagai air irigasi di
daerah yang ketinggian muka air tanah kurang dari 10 meter dari
permukaan tanah, dimana air tanah di daerah tersebut
dimanfaatkan sebagai sumber air bersih;
c. teknik irigasi yang digunakan hanya boleh menggunakan metode
drip, centre pivot or lateral move irrigation machines, yang dipasang
dengan sistem aplikasi irigasi yang memiliki energi rendah;
d. tidak diperbolehkan melakukan teknik irigasi dengan cara
penggenangan atau dialirkan secara langsung ke tanah secara terus
menerus;
e. perhitungan keseimbangan air dan air terproduksi yang
diaplikasikan ke tanah tidak boleh melebihi defisit air harian;
f. aliran air di dalam tanah yang disebabkan oleh pengaliran air
terproduksi tidak boleh melebihi 15 % dari kecepatan aliran irigasi
di permukaan;


g. tidak boleh dilakukan jika berpotensi menimbulkan terjadinya erosi;
dan
h. tidak boleh dilakukan jika akibat pengaliran tersebut terbentuk
aliran air yang langsung menuju ke badan air.
(5) Pemanfaatan air terproduksi untuk air baku air bersih sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
baku mutu air baku air bersih.
(6) Pemanfaatan air terproduksi untuk kepentingan sendiri wajib
memenuhi baku mutu sebagaimana tercantum dalam Lampiran II
Peraturan Menteri ini.
(7) Pemanfaatan air terproduksi bukan untuk kepentingan sendiri wajib
mendapat izin pemanfaatan air terproduksi dari bupati/walikota.

Pasal 8
(1) Pemerintahan daerah provinsi dapat menetapkan:
a. baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi gas metana batubara dengan ketentuan sama atau lebih
ketat dari baku mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1);
dan/atau
b. parameter tambahan di luar parameter sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Peraturan Menteri ini setelah mendapat persetujuan
dari Menteri.
(2) Menteri dapat menyetujui atau menolak parameter tambahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling lama 90 (sembilan
puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan tersebut dengan
memperhatikan saran dan pertimbangan instansi teknis terkait.
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
Menteri tidak memberikan keputusan terhadap permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, permohonan dianggap
disetujui.
(4) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai
dengan alasan penolakan.
(5) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan peraturan daerah provinsi.
Pasal 9
Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup (Amdal) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan dan
Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dari usaha dan/atau kegiatan
eksplorasi dan eksploitasi gas metana batubara mensyaratkan baku mutu
air limbah lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1), diberlakukan baku mutu air limbah sebagaimana
yang dipersyaratkan oleh Amdal atau UKL-UPL.



Pasal 10
Dalam hal hasil kajian untuk izin bagi usaha dan/atau kegiatan eksplorasi
dan eksploitasi gas metana batubara mensyaratkan baku mutu air limbah
lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 ayat (1), diberlakukan baku mutu air limbah berdasarkan hasil kajian.

Pasal 11
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi gas metana batubara wajib:
a. melakukan pengolahan air limbah sehingga mutu air limbah yang
dibuang tidak melampaui baku mutu air limbah sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Peraturan Menteri ini;
b. menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh uji;
c. memasang alat ukur debit atau laju alir air terproduksi dan melakukan
pencatatan debit air terproduksi harian pada setiap titik penaatan dari
pengelolaan air terproduksi;
d. memeriksakan kadar parameter air limbah sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Peraturan Menteri ini secara berkala paling sedikit 1
(satu) kali dalam 1 (satu) bulan di laboratorium terakreditasi atau
mendapat rekomendasi gubernur; dan
e. melaporkan kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada Menteri,
gubernur, dan instansi terkait mengenai debit air terproduksi harian dan
kadar parameter air limbah sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan
huruf d secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan.

Pasal 12
Bupati/walikota wajib mencantumkan:
a. baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1);
dan
b. kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (7), Pasal 4, Pasal
6, dan Pasal 11
ke dalam persyaratan izin pembuangan air limbah dan pemanfaatan air
terproduksi bukan untuk kepentingan sendiri.








Pasal 13
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.



Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal: 26 April 2011
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

GUSTI MUHAMMAD HATTA



Diundangkan di Jakarta
pada tanggal: 6 Mei 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 261

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,


Inar Ichsana Ishak
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,



Inar Ichsana Ishak


Lampiran I
Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup
Nomor : 02 Tahun 2011
Tanggal : 26 April 2011

BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN
EKSPLORASI DAN EKSPLOITASI GAS METANA BATUBARA


A. Air terproduksi


NO. PARAMETER KADAR METODA PENGUKURAN
COD < 300 mg/l SNI 06-6989:2-2004
atau
SNI 06-6989:15-2004
Ba (Barium) 3 mg/l
Fe (Besi) 10 mg/l SNI 06-2470-1991
SAR (Sodium
Adsoption Ratio)
< 35 SNI 06-6989.30-2005
pH 6 9 SNI 06-6989.11-2004
TDS 4000 mg/l -
Suspended
Solids
100 mg/l
1
Temperature 40
0
C
Florida 1 mg/L

Keterangan :
SAR (Sodium Adsoption Ratio) dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan:

Sodium adsorption ratio (SAR) = [Na+]meq/L
0.5 ([Ca++]meq/L + [Mg++]meq/L)



B. Air limbah drainase mengandung minyak


NO. PARAMETER KADAR SATUAN
1 Minyak dan Lemak
(1)
15 mg/l
2 Karbon Organik Total
(2)
110 mg/l

Keterangan :
(1) Metode Pengukuran menggunakan SNI 19-1660-1989 atau SNI 06-6989.10-2004
(2) Metode Pengukuran menggunakan SNI 06-6989.28-2005 atau APHA 5310








C. Air sisa pengeboran


NO. PARAMETER KADAR METODE PENGUKURAN
1 COD 200 mg/l SNI 06-6989:2-2004 atau
SNI 06-6989:15-2004
2 Minyak dan Lemak 25 mg/l SNI 19-1660-1989 atau
SNI 06-6989.10-2004
3 Sulfida (sebagai H2S) 0,5 mg/l SNI 06-2470-1991
4 Amonia (sebagai
NH3-N)
5 mg/l SNI 06-6989.30-2005
5 Phenol Total 2 mg/l SNI 06-6989.21-2005
6 Temperatur 40
0
C SNI 06-6989.23-2005
7 pH 6 9 SNI 06-6989.11-2004
8 TDS 4000 mg/l -
9 TSS 100 mg/l



MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP,

ttd

GUSTI MUHAMMAD HATTA

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,


Inar Ichsana Ishak




Lampiran II
Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup
Nomor : 02 Tahun 2011
Tanggal : 26 April 2011



BAKU MUTU PEMANFAATAN AIR TERPRODUKSI BAGI USAHA DAN/ATAU
KEGIATAN EKSPLORASI DAN EKSPLOITASI GAS METANA BATUBARA
UNTUK KEPENTINGAN LAIN

A. Pemanfaatan Air Terproduksi Untuk Perikanan atau Produksi bahan
kebutuhan manusia dari produk perikanan


KADAR (mg/l)
PARAMETER Badan Air
Tawar
Badan Air
Payau
Badan Air
Asin
Satuan
Alkalinitas 20 > 20 > 20
Chemical Oxygen
Demand (COD)
<300 < 300 -
Warna 30-40 30-40 30-40
pt-Co
units
Oksigen terlarut >5 >5 >5 mg/l
Gas supersaturation <100% <100% <100%
Kesadahan (CaCO3) 20-100
pH 6.0-9.0 6.0-9.0 6.0-9.0
Residu Terlarut <3,000 3,000-35,000 33.000-37.000
Residu Tersuspensi <40 <75 <10 mg/l
Temperature
< 2
0
C dari
badan air
< 2
0
C dari
badan air
< 2
0
C dari
badan air



B. Pemanfaatan Air Terproduksi Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Eksplorasi
dan Eksploitasi Gas Metana Batubara untuk Pencucian Batubara.

PARAMETER KADAR SATUAN
pH 6 9
Dissolved oxygen > 2 (mg/l)

C. Pemanfaatan Air Terproduksi Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Eksplorasi
dan Eksploitasi Gas Metana Batubara untuk Penyiraman Debu.

PARAMETER KADAR SATUAN
Residu Terlarut (Total Disolved Solid) 3000 mg/l
sodium adsorpsiun ratio (SAR) < 8
Ion Bicabornat (HCO3
-
) 100 mg/l







D. Pemanfaatan Air Terproduksi Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Eksplorasi
dan Eksploitasi Gas Metana Batubara untuk Air Proses Industri.

PARAMETER KADAR SATUAN
pH 6 9
Oksigen Terlarut di dalam kolam 2 mg/l

E. Pemanfaatan Air Terproduksi Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Eksplorasi
dan Eksploitasi Gas Metana Batubara untuk Irigasi.

PARAMETER KADAR SATUAN
Residu Terlarut (Total Disolved Solid) <3000 mg/l
Sodium Adsorpsiun Ratio (SAR) <8
Ion Bicabornat (HCO3
-
) <100 mg/l
Flouride < 1 mg/l

F. Pemanfaatan Air Terproduksi Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Eksplorasi
dan Eksploitasi Gas Metana Batubara untuk Peternakan.

PARAMETER TOTAL METAL (MG/L)
TDS < 3000
Aluminium 5
Arsenic 0.02
Berylium 3000 ppm
Boron 5
Cadmium 0.01
Calcium 1,000
Chloride 2,000
Chromium 1
Cobalt 1
Copper 0.4
Fluoride 2
Lead 0.05
Mercury 0.002
Molybdenum 0.15
Nickel 1
Nitrate 100
Nitrite 10
Oxygen >3
Selenium 0.02
Sulphate 1,000
Uranium 0.2
Vanadium 0.1
Zinc 2.5


MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP,
ttd
GUSTI MUHAMMAD HATTA
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,

Inar Ichsana Ishak
1



SALINAN


PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
NOMOR 03 TAHUN 2011
TENTANG
PEMBERIAN BEASISWA PROGRAM PASCA SARJANA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kapasitas sumber
daya manusia di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, dipandang perlu
memberikan beasiswa bagi Pegawai Negeri Sipil yang
mengikuti pendidikan program pasca sarjana S2 dan
S3 di dalam dan di luar negeri serta memenuhi
kriteria yang ditentukan untuk mengikuti program
beasiswa Kementerian Lingkungan Hidup;
b. bahwa Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 03 tahun 2005 tentang Perubahan atas
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
05 Tahun 2001 tentang Pemberian Beasiswa, sudah
tidak sesuai dengan perkembangan saat ini, sehingga
perlu diperbaharui;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup tentang Pemberian Beasiswa Program Pasca
sarjana;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1961 tentang
Pemberian Tugas Belajar (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1961 Nomor 234, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2278);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
2

Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian
Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi
Eselon I Kementerian Negara;
5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
16 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
TENTANG PEMBERIAN BEASISWA PROGRAM PASCA
SARJANA.

Pasal 1
Pemberian beasiswa bidang lingkungan hidup bertujuan untuk
meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 2
(1) Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diberikan kepada
Pegawai Negeri Sipil yang menerima beasiswa dari Kementerian
Lingkungan Hidup dan dibiayai melalui anggaran Kementerian
Lingkungan Hidup.

(2) Penerima beasiswa, terdiri atas:
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat; dan
b. Pegawai Negeri Sipil Daerah.

Pasal 3
Persyaratan yang harus dipenuhi para pemohon beasiswa meliputi:
a. mengajukan surat permohonan beasiswa pasca sarjana di bidang ilmu
lingkungan atau bidang keilmuan lainnya kepada Menteri Negara
Lingkungan Hidup setelah diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil paling
sedikit 1 (satu) tahun;
b. melampirkan fotocopy surat keputusan sebagai pegawai negeri sipil;
c. melampirkan tanda lulus diterima sebagai mahasiswa pasca sarjana
dari universitas negeri atau swasta yang terakreditasi;
d. melampirkan surat pernyataan tidak menerima beasiswa dari instansi
pemerintah/swasta, baik dari dalam negeri maupun luar negeri;
e. melampirkan surat izin dari atasannya, yang menyatakan tidak
keberatan untuk mengikuti pendidikan; dan
f. melampirkan surat pernyataan kesiapan untuk membantu kantor
Kementerian Lingkungan Hidup, apabila sewaktu-waktu diperlukan.

3

Pasal 4
(1) Berkas pemohon beasiswa yang memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3, akan diseleksi oleh Tim yang dibentuk oleh
Menteri Negara Lingkungan Hidup;
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Pasal 5
Beasiswa pasca sarjana, terdiri atas, beasiswa:
a. dalam negeri; dan
b. luar negeri.

Pasal 6
(1) Beasiswa pasca sarjana dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf a diberikan dengan besaran sesuai Standard Biaya Umum
(SBU) yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan pada tahun berjalan;
(2) Beasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lama diberikan
untuk:
a. pasca sarjana (S2), selama 2 (dua) tahun; dan
b. pasca sarjana (S3), selama 3 (tiga) tahun.

Pasal 7
Beasiswa pasca sarjana luar negeri sebagaimana dimaksud pada Pasal 5
huruf b, diberikan dengan besaran sesuai kebutuhan biaya kuliah dan
biaya hidup selama mengikuti pendidikan pasca sarjana di luar negeri.

Pasal 8
(1) Pemohon beasiswa yang dinyatakan lulus dan mendapat beasiswa,
harus melaporkan perkembangan pendidikan yang diikutinya setiap
akhir semester kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup.
(2) Apabila laporan perkembangan pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), tidak dilaporkan beasiswa untuk tahun berikutnya tidak
dibayarkan kepada penerima beasiswa.

Pasal 9
Penerima beasiswa yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 wajib mengembalikan beasiswa sebesar yang telah
diterimanya.

Pasal 10
Penerima beasiswa yang telah menyelesaikan pendidikannya wajib untuk:
a. menyampaikan laporan akhir kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup
dengan melampirkan tugas akhir; dan
b. bekerja di lingkungan instansi pemerintah paling sedikit 2 (dua) kali
masa pendidikan ditambah satu tahun.

Pasal 11
Penerima beasiswa yang tidak menyelesaikan pendidikannya atau berhenti
bukan karena alasan akademis, wajib mengembalikan beasiswa yang telah
diterimanya.
4

Pasal 12
Penerima beasiswa S2 yang telah menyelesaikan pendidikannya dengan
hasil baik, dapat dipertimbangkan untuk menerima beasiswa S3.

Pasal 13
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. penerima beasiswa sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini wajib
menyesuaikan dengan ketentuan yang tercantum dalam Peraturan
Menteri ini; dan
b. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2005
tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 05 Tahun 2001 tentang Pemberian Beasiswa dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 14
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dengan Penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal: 7 September 2011

MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP,

ttd.

GUSTI MUHAMMAD HATTA

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal: 8 September 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 561


Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,



Inar Ichsana Ishak

1

SALINAN




PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
NOMOR 04 TAHUN 2011
TENTANG
STANDAR KOMPETENSI DAN SERTIFIKASI KOMPETENSI PENANGGUNG
JAWAB PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, pengendalian pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan,
peran, dan tanggung jawab masing-masing;
b. bahwa sebagai upaya peningkatan kinerja dalam
pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup, diperlukan penanggung jawab
pengendalian pencemaran udara yang kompeten;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Standar
Kompetensi dan Sertifikasi Kompetensi Penanggung Jawab
Pengendalian Pencemaran Udara;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2008 tentang Tarif
Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku
Pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 81,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4304);
3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
4. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 06
Tahun 2006 tentang Pedoman Umum Standarisasi
Kompetensi Personil dan Lembaga Jasa Lingkungan;
2
5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 22
Tahun 2009 tentang Tata Laksana Registrasi Kompetensi
Bidang Lingkungan Hidup;
6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16
Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Lingkungan Hidup;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
TENTANG STANDAR KOMPETENSI DAN SERTIFIKASI
KOMPETENSI PENANGGUNG JAWAB PENGENDALIAN
PENCEMARAN UDARA.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Standar kompetensi nasional adalah suatu ukuran atau kriteria yang
berisi rumusan mengenai kemampuan personil lingkungan yang dilandasi
oleh pengetahuan, keterampilan, dan didukung sikap serta penerapannya
di tempat kerja yang mengacu pada unjuk kerja yang dipersyaratkan, yang
berlaku secara nasional.
2. Sertifikasi kompetensi adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat
sebagai bentuk pengakuan atas kemampuan kompetensi personil yang
disahkan oleh lembaga sertifikasi kompetensi yang ditunjuk oleh Menteri
Negara Lingkungan Hidup.
3. Penanggung jawab Pengendalian Pencemaran Udara yang selanjutnya
disingkat PPPU adalah personil di pihak penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan yang memiliki peran dan tanggung jawab teknis
terhadap pencegahan dan penanggulangan pencemaran udara yang
disebabkan oleh usaha dan/atau kegiatan tersebut.
4. Lembaga Pelatihan Kompetensi yang selanjutnya disingkat LPK adalah
lembaga yang memiliki sarana dan prasarana bagi pelatihan dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri.
5. Lembaga Sertifikasi Kompetensi yang selanjutnya disingkat LSK adalah
lembaga pelaksana uji kompetensi dan sertifikasi kompetensi yang
memenuhi persyaratan.
6. Registrasi kompetensi adalah rangkaian kegiatan pendaftaran dan
dokumentasi terhadap LPK yang telah memenuhi persyaratan/standar
kompetensi tertentu.
7. Sistem manajemen mutu adalah suatu sistem yang dilaksanakan untuk
menjaga kualitas dari suatu pelaksanaan kegiatan yang meliputi
perencanaan, seleksi dan penugasan tenaga pelaksana, penerapan
prosedur operasi standar, dokumentasi, evaluasi, dan pelaporan.
8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 2
(1) Pengendalian pencemaran udara dilakukan oleh PPPU yang memiliki
sertifikat kompetensi.
(2) PPPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
3
a. D3 teknik atau sains dengan pengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun
pada kegiatan/bidang pengendalian pencemaran udara atau S1, S2,
dan/atau S3 teknik atau sains dengan pengalaman paling sedikit 2
(dua) tahun pada kegiatan/bidang pengendalian pencemaran udara;
dan
b. menguasai bahasa Indonesia secara lisan dan tulisan.
(3) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh
melalui:
a. pelatihan kompetensi; dan
b. uji kompetensi.
(4) Pelatihan kompetensi dan uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilakukan sesuai dengan standar kompetensi PPPU dalam
Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.

Pasal 3
(1) Pelatihan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf
a dilaksanakan oleh LPK yang diregistrasi oleh Kementerian Lingkungan
Hidup.
(2) LPK dalam melakukan registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi persyaratan:
a. berbadan hukum, badan usaha, atau instansi pemerintah;
b. memiliki sistem manajemen mutu;
c. memiliki sarana dan prasarana pelatihan untuk mendukung
pelaksanaan pelatihan kompetensi; dan
d. menyediakan informasi publik yang berkenaan dengan
penyelenggaraan pelatihan kompetensi.
(3) LPK yang teregistrasi, mendapatkan tanda registrasi berbentuk sertifikat,
yang memuat:
a. nomor dan tanggal registrasi;
b. nama LPK;
c. lingkup registrasi;
d. masa berlaku registrasi; dan
e. tata tertib registrasi.
(4) LPK yang sudah diregistrasi wajib melaporkan pelaksanaan pelatihan
kompetensi paling sedikit 1 (satu) tahun sekali kepada unit kerja eselon I
yang membidangi standardisasi.

Pasal 4
(1) Unit kerja eselon I yang membidangi standardisasi mengumumkan daftar
LPK yang sudah diregistrasi.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi informasi:
a. nomor dan tanggal registrasi;
b. identitas LPK termasuk kantor cabang;
c. penanggung jawab LPK;
d. penanggung jawab pelatihan; dan
e. daftar pengajar tetap dan tidak tetap.
(3) Apabila terjadi perubahan terhadap informasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), LPK harus menyampaikan pemberitahuan perubahan dalam
waktu 7 (tujuh) hari kerja kepada unit kerja eselon I yang membidangi
standardisasi.
4

Pasal 5
(1) Uji kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b
diikuti oleh PPPU yang telah lulus pelatihan kompetensi.
(2) Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
LSK yang memenuhi persyaratan:
a. berbadan hukum;
b. memiliki sistem manajemen mutu;
c. menyediakan penguji/penilai yang memiliki pengalaman paling sedikit
5 (lima) tahun di bidang pengendalian pencemaran udara pada usaha
dan/atau kegiatan;
d. menyediakan informasi publik yang berkenaan dengan pelaksanaan
uji kompetensi; dan
e. memiliki mekanisme penanganan pengaduan.
(3) LSK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinilai dan ditetapkan oleh
Menteri.

Pasal 6
(1) PPPU yang telah lulus uji kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 ayat (1) diberikan sertifikat kompetensi.
(2) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama
3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang.
(3) Perpanjangan sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan oleh LSK sesuai dengan sistem manajemen mutu.

Pasal 7
Menteri melakukan pembinaan terhadap LPK dan LSK melalui:
a. pemberian informasi yang terkait dengan substansi dalam standar
kompetensi PPPU; dan/atau
b. peningkatan kapasitas pelaksanaan pelatihan dan sertifikasi kompetensi
PPPU.

Pasal 8
Menteri melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan LPK dan LSK
melalui:
a. pemantauan dan evaluasi paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun;
dan
b. tindak lanjut pengaduan masyarakat.

Pasal 9
(1) Biaya untuk pelatihan kompetensi, uji kompetensi, dan perpanjangan
sertifikat kompetensi dibebankan kepada PPPU sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Biaya untuk registrasi kompetensi dibebankan kepada LPK sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Biaya pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
dan Pasal 8 dibebankan pada APBN.


5

Pasal 10
(1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, sertifikat kompetensi PPPU
yang telah ada sebelum Peraturan Menteri ini ditetapkan, dinyatakan
tetap berlaku sampai berakhir masa berlakunya.
(2) Semua pengaturan mengenai PPPU wajib disesuaikan paling lama 1 (satu)
tahun sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku.

Pasal 11
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 September 2011

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

GUSTI MUHAMMAD HATTA

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 September 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 584

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,



Inar Ichsana Ishak
1

Lampiran
Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup
Nomor : 04 Tahun 2011
Tanggal : 14 September 2011

STANDAR KOMPETENSI PENANGGUNGJAWAB PENGENDALIAN
PENCEMARAN UDARA

1. Kualifikasi : Penanggung Jawab Pengendalian Pencemaran
Lingkungan
Sub - Kualifikasi : Penanggung Jawab Pengendalian Pencemaran
Udara
2. Definisi Sub - Kualifikasi : Personil di pihak penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan yang memiliki tanggung
jawab internal terhadap pencegahan dan
penanggulangan pencemaran udara yang
disebabkan oleh usaha dan/atau kegiatan
tersebut, khususnya yang berasal dari emisi
udara sumber tidak bergerak.
Personil Penanggung jawab Pengendalian
Pencemaran Udara akan melaksanakan tugas
antara lain:
a. menilai potensi pencemaran udara dari
usaha dan atau kegiatan;
b. menyusun strategi dan rencana kegiatan
pemantauan dan operasional alat
pengendali pencemaran udara;
c. mengkoordinasi kegiatan pemantauan
pencemaran udara, operasional
pemeliharaan alat, dan pengendali
pencemaran udara.

3.
Unit Kompetensi Kerja : 001. Penilaian potensi pencemaran udara dari
usaha dan/atau kegiatan
002. Perencanaan dan koordinasi pelaksanaan
kegiatan pemantauan emisi udara dari
sumber tidak bergerak dan udara ambien
003. Perencanaan dan koordinasi pelaksanaan
kegiatan operasional pengendali
pencemaran udara


2

Kode unit : PPPU. 001
Judul unit :
Penilaian potensi pencemaran udara dari usaha
dan/atau kegiatan
Deskripsi unit : Unit ini berhubungan dengan pengetahuan dan
kemampuan tentang Dasar Pengelolaan Kualitas Udara,
Peraturan Pengendalian Pencemaran Emisi Udara dari
sumber tidak bergerak dan Udara Ambien, serta
Penilaian Potensi Pencemaran Udara.

Elemen kompetensi
Kriteria unjuk kerja Pengetahuan/kemampuan
1. Pengetahuan dasar
pengelolaan
kualitas udara,
mekanisme
terjadinya
pencemaran udara,
dan dampak
pencemaran udara
Mampu menjelaskan
mengenai dasar
pengelolaan kualitas
udara, mekanisme
terjadinya pencemaran
udara dan dampak
pencemaran udara,
kepada pihak manajemen
dan kepada tim kerja
pengendali pencemar
udara serta pihak terkait

a. memahami definisi
tentang pencemaran;
b. mengetahui jenis
pencemar udara;
c. mengetahui morfologi
sumber (titik, garis dan
area);
d. memahami sumber emisi
udara tidak bergerak dan
sumber emisi fugitives;
e. memahami keterkaitan
antara emisi udara dari
sumbernya dengan status
kualitas udara;
f. mengetahui sistem
pengelolaan kualitas
udara;
g. mengetahui pengaruh
meteorologi, kecepatan
angin dan stabilitas;
h. mengetahui pengaruh
reaksi kimia (smog
fotokimia, hujan asam,
perubahan iklim);
i. mengetahui dampak
pencemaran udara
terhadap kesehatan;
j. mengetahui dampak
pencemaran udara
terhadap lingkungan dan
ekosistem;
k. mengetahui dampak
pencemaran udara
terhadap material;
3

Elemen kompetensi
Kriteria unjuk kerja Pengetahuan/kemampuan
l. mengetahui dampak
pencemaran udara
terhadap lingkungan
global (perubahan iklim).

2. Peraturan tentang
pengendalian
pencemaran udara
dari sumber emisi
tidak bergerak dan
ambien
Mampu menjelaskan
mengenai peraturan
pengendalian pencemaran
udara, kepada pihak
manajemen dan kepada
tim kerja pengendali
pencemar udara serta
pihak terkait


a. memahami ketentuan UU
Nomor 32 tahun 2009
yang terkait dengan peran
pihak penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan
dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan
hidup
Catatan:
Kewajiban usaha
dan/atau kegiatan: upaya
pencegahan,
penanggulangan, upaya
pemulihan, kewajiban
menyampaikan informasi,
kewajiban pelaporan
b. memahami pokok isi
dokumen lingkungan
terkait pengendalian
pencemaran udara:
AMDAL, UKL/UPL;
c. memahami PP Nomor 41
Tahun 1999 dan
peraturan teknis
pelaksanaanya yang
terkait dengan
pengendalian pencemaran
udara di pihak
penanggung jawab usaha
dan atau kegiatan.
Catatan:
1. PP Nomor 41 Tahun
1999 tentang
Pengendalian
Pencemaran Udara
(Baku Mutu Udara
Ambien);
2. Kep.13/MENLH/3/199
5, Tentang Baku Mutu
4

Elemen kompetensi
Kriteria unjuk kerja Pengetahuan/kemampuan
Emisi Sumber Tidak
Bergerak (Besi dan
Baja, Pulp dan Kertas,
Semen, Kegiatan Lain);
3. Kep-03
/Bapedal/09/1995
Tentang Persyaratan
Teknis Pengolahan
Limbah Bahan
Berbahaya Beracun
(Baku Mutu Emisi
Insinerator);
4. KEPMENLH No. 133
Tahun 2004, tentang
Baku Mutu Emisi Bagi
Kegiatan Industri
Pupuk;
5. PERMENLH No. 07
Tahun 2007 Tentang
Baku Mutu Emisi
Sumber Tidak Bergerak
Bagi Ketel Uap;
6. PERMENLH No. 17
Tahun 2008 Tentang
baku Mutu Emisi
Sumber Tidak Bergerak
Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Industri
Keramik;
7. PERMENLH No. 18
Tahun 2008 Tentang
baku Mutu Emisi
Sumber Tidak Bergerak
Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Industri
Carbon Black;
8. KepDal 205/1996
tentang petunjuk
teknis pengendalian
pencemaran udara
sumber tidak bergerak.
d. memahami peraturan
perundangan lingkungan
hidup di daerah yang
5

Elemen kompetensi
Kriteria unjuk kerja Pengetahuan/kemampuan
terkait dengan
Pengendalian Pencemaran
Udara.
3. Penilaian potensi /
parameter
pencemaran udara
Mampu menilai potensi
pencemaran udara yang
diakibatkan dari sumber
emisi tidak bergerak
a. mampu mengidentifikasi
sumber emisi / kegiatan
yang berpotensi
mengeluarkan emisi
pencemar udara;
b. memahami jenis emisi,
metode estimasi emisi,
faktor emisi, pengendalian
emisi;
c. mengetahui akses
informasi tentang faktor
alamiah yang
berpengaruh, yaitu arah
dan kecepatan angin,
temperatur udara,
stabilitas atmosfer;
d. melakukan inventarisasi
data teknis yang
berpengaruh yaitu tinggi
cerobong, diameter,
kecepatan gas, temperatur
gas;
e. mengetahui model
perhitungan difusi dan
dispersi emisi dan asumsi-
asumsi yang digunakan;
f. mengetahui data dan
informasi yang diperlukan
untuk prediksi sebaran
difusi dan dispersi emisi;
g. memahami hasil
perhitungan estimasi
konsentrasi pencemar
udara;
h. mengevaluasi hasil
prediksi dibandingkan
dengan baku mutu udara
ambien.

6

Kode unit : PPPU. 002
Judul unit : Perencanaan dan koordinasi pelaksanaan kegiatan
pemantauan emisi udara dari sumber tidak bergerak dan
udara ambien
Deskripsi unit : Unit ini berhubungan dengan pengetahuan dan
kemampuan dalam menyusun perencanaan dan
melakukan koordinasi pemantauan emisi udara dari
sumber tidak bergerak dan udara ambien dan
penggunaan data meteorologi yang diperlukan, serta
mengevaluasi data.


Elemen kompetensi Kriteria unjuk kerja Pengetahuan/kemampuan
1. Perencanaan
pemantauan
udara ambien
dan emisi
cerobong
Mampu menyusun
dokumen
perencanaan untuk
pemantauan udara
ambien dan emisi
cerobong tersusun
a. mampu menentukan komponen
pelaksanaan pemantauan udara
ambien, yaitu jenis parameter,
metode pengukuran lama
pengukuran dan tujuan
pengukuran udara ambien,
pedoman penentuan lokasi
pemantauan;
b. mengetahui teknik sampling
udara ambien meliputi : susunan
peralatan untuk sampling udara
ambien . Teknik sampling gas
dengan metode adsorpsi dan
absorpsi, Teknik pengukuran
TSP, PM10,PM 2.5 dan dustfall,
Metode pengukuran NOx dan SO2
dan CO
c. mengetahui data pemantauan
parameter meteorology dan
penggunaannya untuk evaluasi
kualitas udara ambien termasuk
: peralatan yang digunakan dan
teknik pengukurannya untuk
parameter
d. temperatur, tekanan,
kelembaban, kecepatan dan arah
angin serta radiasi matahari);

7

e. mengetahui persyaratan
cerobong lubang sampling dan
titik lintas (traverse point) yaitu
persyaratan fisik cerobong,
penentuan lokasi lubang
sampling , jumlah lubang
sampling , diameter dan
persyaratan lainnya, penentuan
titik lintasan dan menghitung ,
jaraknya masingmasing dari
dinding cerobong;
f. mengetahui prinsip pengukuran
dan parameter yang diukur
dalam pemantauan yaitu
peralatan dan teknik pengukuran
dan metode perhitungannya
untuk masing-masing parameter
temperatur, tekanan, kecepatan,
komposisi, kadar air, berat
molekul , berat jenis;
g. mengetahui syarat dan cara
perhitungan konsentrasi, yaitu
satuan %, ppm, mg/m3, konversi
satuan pada kondisi standar 25
C, 1 atm, dan pada kondisi
konsentrasi O2 tertentu;
h. mengetahui teknik pengukuran
debu, meliputi teknik sampling
isokinetik, pengaruh sampling
non isokinetik terhadap hasil
pengukuran, susunan peralatan
untuk sampling debu;
i. mengetahui teknik pengukuran
SO2 dan NO2 meliputi metode,
teknik sampling , susunan
peralatan untuk parameter SO2
dan NO2;
j. memahami tatacara pengukuran
parameter swapantau.
2. Pelaksanaan
pemantauan,
pelaporan dan
evaluasi
Mampu membuat
dokumentasi
pelaksanaan
pemantauan
termasuk pelaporan
a. memahami pelaksanaan
pemantauan secara manual;
b. memahami sistem pemantauan
otomatis dan mampu
menganalisis data, antara lain
8

dan evaluasinya Continuous Emission Monitoring
(CEM);
c. mampu menyusun pelaporan
sesuai peraturan/persyaratan
dokumen lingkungan, serta
membandingkan hasil
pengukuran dengan baku mutu;
d. mampu mengevaluasi data
pemantauan udara dan
korelasinya dengan penilaian
potensi dampak pencemaran
udara dan pelaksanaan kegiatan
operasional.



Kode unit : PPPU. 003
Judul unit :
Perencanaan dan koordinasi pelaksanaan kegiatan
operasional pengendalian pencemaran udara
Deskripsi unit :
Unit ini berhubungan dengan pengetahuan dan
kemampuan dalam menerapkan teknologi pengendalian
emisi mencakup pengelolaan bahan bakar, pelaksanaan
pengendalian emisi udara, serta prosedur kondisi
abnormal dan prosedur tanggap darurat.


Elemen
kompetensi
Kriteria unjuk kerja Pengetahuan/kemampuan
1. Pengetahuan
tentang jenis
bahan bakar dan
karakteristiknya,
serta pengendalian
proses dan
teknologi
pembakaran
Mampu menyusun
dokumen perencanaan
untuk pengelolaan
bahan bakar, dan
Pengendalian proses dan
teknologi pembakaran
tersusun
a. memahami jenis bahan
bakar dan karakteristiknya,
termasuk sumber energy
terbarukan dan kombinasi
bahan bakar;
b. memahami pengaruh
unsur-unsur kimia dalam
bahan bakar terhadap gas
hasil pembakaran;
c. memahami tentang LHV dan
HHV;
d. mengetahui perhitungan
kebutuhan udara untuk
proses pembakaran;
9

e. mengetahui perhitungan
gas-gas hasil proses
pembakaran;
f. mengetahui perhitungan
efisiensi proses
pembakaran;
g. mengetahui metode dan
pengaturan pembakaran;
h. mengetahui tipe-tipe
peralatan unit konversi
energy dan kelebihan serta
kekurangannya;
i. mengetahui teknologi
pembakaran rendah emisi
(antara lain : NOx, COx);
j. memahami proses produksi
yang menimbulkan emisi
udara;
k. memahami teknik dan atau
teknologi untuk minimisasi
emisi udara dari proses
produksi.
2. teknologi
pengendalian
emisi udara

Mampu membuat
dokumentasi
pelaksanaan
pengendalian emisi
udara tersusun
a. mengetahui jenis proses
desulfurisasi dan prinsip
dari desulfurisasi, meliputi
proses desulfurisasi metode
kering dan basah;
absorbent, reaksi, by
product;
b. memahami kelebihan dan
kekurangan dari proses
desulfurisasi dan
pengoperasiannya;
c. mengetahui jenis teknologi
dan prinsip pengolahan
emisi NOx atau denitrifikasi;
d. memahami prinsip teknik
pengendali debu;
e. memahami faktor-faktor
yang mempengaruhi
pemilihan unit pengendali
10

debu;
f. mengetahui tipe fasilitas
alat pengendali debu,
meliputi prinsip pemilahan
debu, penjelasan peralatan,
kelebihan dan kekurangan
dari peralatan, aplikasi,
desain dan
pengoperasiannya;
g. memahami prinsip dan
teknik pengendalian emisi
fugitive.
3. Prosedur kondisi
abnormal dan
prosedur tanggap
darurat
Mampu menyusun
dokumen SOP kondisi
abnormal dan SOP
tanggap darurat

a. memahami prosedur kondisi
abnormal dan tanggap
darurat;
b. mengenali sumber penyebab
kondisi abnormal dan
tanggap darurat;
c. mampu melakukan
prosedur kondisi abnormal
dan tanggap darurat.
4. Pelaporan
pelaksanaan
pengendalian
pencemaran
udara
Mampu menyusun
Dokumen laporan
pengendalian
pencemaran udara dari
sumber tidak bergerak
Memahami pedoman
penyusunan laporan
pelaksanaan pengendalian
pencemaran udara dari sumber
tidak bergerak



MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP,

ttd

GUSTI MUHAMAD HATTA

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,



Inar Ichsana Ishak
1


SALINAN


PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 05 TAHUN 2011
TENTANG
PROGRAM PENILAIAN PERINGKAT KINERJA PERUSAHAAN DALAM
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 43 ayat (3)
huruf h Undang-Undang Nomor 32 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu diberikan
penghargaan kepada penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan atas pencapaian kinerja dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-udangan di bidang pengendalian
pencemaran dan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
beracun;
b. bahwa Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 127 Tahun 2002 tentang Program Penilaian
Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan
Lingkungan yang telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 18 Tahun 2010 tentang Program Penilaian
Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan
Lingkungan sudah tidak sesuai dengan perkembangan
keadaan, sehingga perlu dilakukan perubahan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Program
Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
2. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta
Susnan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara.
3. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16
Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Lingkungan Hidup;
2

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
TENTANG PROGRAM PENILAIAN PERINGKAT KINERJA
PERUSAHAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Program penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan
lingkungan hidup yang selanjutnya disebut Proper adalah program
penilaian terhadap upaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
dalam mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
serta pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun.
2. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 2
(1) Proper merupakan kegiatan pengawasan dan program pemberian insentif
dan/atau disinsentif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
(2) Pemberian insentif sebagaiamana dimaksud pada ayat (1) berupa
penghargaan Proper.
(3) Pemberian Proper sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
berdasarkan penilaian kinerja penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
dalam:
a. pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
b. penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
dan
c. pemulihan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Pasal 3
(1) Penilaian kinerja penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) berdasarkan pada kriteria penilaian
Proper.
(2) Kriteria Penilaian Proper sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. kriteria ketaatan yang digunakan untuk pemeringkatan biru, merah,
dan hitam sebagaimana tercantum dalam lampiran I;
b. kriteria penilaian aspek lebih dari yang dipersyaratkan (beyond
compliance) untuk pemeringkatan hijau dan emas sebagaimana
tercantum dalam lampiran II.
(3) Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 4
Peringkat kinerja usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2) terdiri atas:
a. emas, diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
telah secara konsisten menunjukkan keunggulan lingkungan
(environmental excellency) dalam proses produksi dan/atau jasa,
3

melaksanakan bisnis yang beretika dan bertanggung jawab terhadap
masyarakat;
b. hijau, diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan
dalam peraturan (beyond compliance) melalui pelaksanaan sistem
pengelolaan lingkungan, pemanfaatan sumberdaya secara efisien melalui
upaya 4R (Reduce, Reuse, Recycle dan Recovery), dan melakukan upaya
tanggung jawab sosial (CSR/Comdev) dengan baik;
c. biru, diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan sesuai
dengan ketentuan dan/atau peraturan perundang-undangan;
d. merah, diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
upaya pengelolaan lingkungan hidup dilakukannya tidak sesuai dengan
persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan;
dan
e. hitam, diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
sengaja melakukan perbuatan atau melakukan kelalaian yang
mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan serta
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan atau tidak
melaksanakan sanksi administrasi.

Pasal 5
(1) Dalam rangka penilaian Proper, Menteri membentuk:
a. dewan pertimbangan Proper; dan
b. tim teknis Proper.
(2) Dewan pertimbangan Proper sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a
harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki kredibilitas, berwawasan luas, dan independen;
b. tidak mempunyai hubungan financial dengan usaha dan/atau kegiatan
yang dinilai peringkat kinerjanya, termasuk sebagai pemilik saham atau
kreditor;
c. tidak mempunyai hubungan kekerabatan dengan pemilik usaha
dan/atau kegiatan yang dinilai peringkat kinerjanya;
d. bukan merupakan konsultan, penyusun dokumen Amdal, rekan bisnis
signifikan dari usaha dan/atau kegiatan yang dinilai peringkat
kinerjanya; dan
e. tidak ada bagian dari kegiatan yang dibiayai oleh perusahaan peserta
Proper.
(3) Tim Teknis Proper sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b terdiri
atas unsur:
a. Unit kerja eselon I Kementerian Lingkungan Hidup yang membidangi
pengendalian pencemaran; dan
b. Unit kerja eselon I Kementerian Lingkungan Hidup yang membidangi
pengelolaan bahan berbahaya dan beracun dan limbah bahan
berbahaya dan beracun.
(4) Susunan keanggotaan serta tugas dan fungsi Dewan pertimbangan Proper
dan tim teknis Proper sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri.
4

Pasal 6
(1) Penilaian Proper dilaksanakan sesuai tahapan:
a. penetapan daftar usaha dan/atau kegiatan oleh tim teknis Proper;
b. pelaksanaan inspeksi lapangan;
c. penyusunan rapor sementara;
d. pelaksanaan evaluasi peringkat sementara;
e. pemberitahuan hasil peringkat sementara;
f. pembahasan sanggahan;
g. penetapan peringkat sementara;
h. penetapan kandidat hijau;
i. pelaksanaan evaluasi peringkat hijau; dan
j. penyampaian usulan penetapan peringkat akhir.
(2) Pelaksanaan penilaian Proper sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai Pedoman dan tata cara penilaian kinerja usaha
danatau kegiatan sebagaimana tercantum dalam lampiran III yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 7
Berdasarkan usulan penetapan peringkat akhir sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (1) huruf j, Menteri menetapkan dan mengumumkan peringkat
Proper.
Pasal 8
(1) Menteri dapat mendelegasikan pelaksanaan penilaian Proper kepada
gubernur.
(2) Gubernur yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
menggunakan kriteria dan tata cara penilaian Proper sebagaimana
tercantum dalam lampiran I.
Pasal 9
Bagi usaha dan/atau kegiatan yang sedang:
a. melaksanakan audit lingkungan hidup yang diwajibkan; dan/atau
b. dalam proses penegakan hukum
tidak dilakukan penilaian Proper.

Pasal 10
(1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang meraih peringkat emas
dan hijau diberikan trophy dan sertifikat penghargaan.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang meraih peringkat biru
diberikan sertifikat penghargaan.
Pasal 11
Segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan penilaian Proper dibebankan
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pasal 12
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2010 tentang Program Penilaian Peringkat
Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 519 Tahun 2009 tentang Pedoman
5

dan Kriteria Penentuan Peringkat Hijau dan Emas pada Penilaian Peringkat
Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 13
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Oktober 2011

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

GUSTI MUHAMMAD HATTA

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

AMIR SYAMSUDDIN


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,



Inar Ichsana Ishak


6

Lampiran I
Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup
Nomor : 05 Tahun 2011
Tanggal : 11 Oktober 2011

KRITERIA PENILAIAN
PERINGKAT KINERJA PERUSAHAAN (PROPER)
BIRU, MERAH, DAN HITAM

A. PELAKSANAAN AMDAL ATAU UKL/UPL
PERINGKAT
No. ASPEK
BIRU MERAH HITAM
1. Pelaksanaan
Amdal/UKL-
UPL
1. Memiliki
Amdal/UKL-UPL
2. Melaksanakan
ketentuan dalam:
a. SK Kelayakan
Lingkugan
b. ANDAL, RKL-
RPL
c. UKL UPL
3. Melaporkan
pelaksanaan RKL-
RPL/ UKL -UPL
1. Tidak
Melaksanakan
ketentuan dalam:
a. SK Kelayakan
Lingkungan
b. ANDAL, RKL-
RPL
c. UKL-UPL
2. Tidak Melaporkan
pelaksanaan RKL-
RPL/ UKL-UPL
Tidak
Memiliki
Amdal/ UKL-
UPL



B. KRITERIA PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
PERINGKAT
No. ASPEK
BIRU MERAH HITAM
1. Ketaatan Terhadap
Titik Penaatan
Memantau seluruh
titik penaatan
dan/atau air
buangan yang harus
dikelola sesuai
dengan peraturan.
Memantau
seluruh titik
penaatan
Terdapat titik
penaatan
dan/atau air
buangan yang
tidak dipantau
2. Ketaatan Terhadap
Parameter
1. Memantau
seluruh
parameter yang
dipersyaratkan
sesuai dengan:
a. IPLC (Izin
Pembuangan
Limbah Cair)
b. Izin
Pemanfaatan
Air Limbah
untuk
aplikasi pada
tanah
c. Baku Mutu
Nasional atau
Provinsi
2. Ketaatan diukur
berdasarkan
Terdapat
parameter yang
tidak diukur
sesuai
persyaratan baku
mutu yang
dipersyaratkan
sesuai dengan:
a. IPLC
b. Izin
Pemanfaatan
(land
aplication)
c. Baku Mutu
Nasional atau
Provinsi

Semua parameter
tidak di pantau
sesuai dengan:
a. IPLC
b. Izin
Pemanfaatan
(land
aplication)
c. Baku Mutu
Nasional atau
Provinsi

7

PERINGKAT
No. ASPEK
BIRU MERAH HITAM
peraturan/persy
aratan yang lebih
ketat.
3. Khusus Rumah
Sakit untuk
periode 2010-
2011 jumlah
parameter yang
dipersyaratkan
sebanyak 5
parameter: pH,
BOD, COD, TSS,
E-Coli
3. Ketaatan Terhadap
Pelaporan
Melaporkan data
secara lengkap dan
periodik setiap 3
(tiga) bulan sesuai
dengan yang
dipersyaratkan
sebagai berikut:
1. Pemantauan
kualitas air
limbah bulanan
2. Data
pemantauan
harian
parameter COD
dan pH untuk
Industri
petrokimia
3. Data
pemantauan
harian
parameter pH
dan TSS atau
debit untuk
Industri
pertambangan
4. Produksi
bulanan (riil)
atau bahan
baku
5. Catatan debit
harian air
limbah yang
dibuang

Khusus Rumah
Sakit dan Hotel
untuk periode 2010-
2011 pemantauan
kualitas air limbah
diperbolehkan
dilakukan per 3
bulan.
Melaporkan data
sesuai dengan
yang
dipersyaratkan
antara 80%< n <
100% sebagai
berikut:
1. Pemantauan
kualitas air
limbah yang
dilakukan
setiap bulan
2. Produksi
bulanan (riil)
atau bahan
baku;
3. Catatan debit
harian air
limbah yang
dibuang
4. Data
pemantauan
harian
parameter
COD dan pH
untuk jenis
industri
tertentu
(khusus
industri
petrokimia)
5. Data
pemantauan
harian
parameter
pH dan
debit/TSS
untuk jenis
industri
pertambanga
n
A. Melaporkan
data sesuai
dengan yang
dipersyaratka
n < 80%
sebagai
berikut:
1. Pemantaua
n kualitas
air limbah
yang
dilakukan
setiap
bulan
2. Produksi
bulanan
(riil)
3. Catatan
debit
harian air
limbah
yang
dibuang
4. Data
pemantaua
n harian
parameter
COD dan
pH untuk
jenis
industri
tertentu
(khusus
industri
petrokimia)
5. Data
pemantaua
n harian
parameter
pH dan
debit/TSS
untuk jenis
industri
pertamban
8

PERINGKAT
No. ASPEK
BIRU MERAH HITAM
gan
B. Melaporkan
data palsu.
4. Ketaatan Terhadap
Baku Mutu
1. Tidak boleh
melebihi Debit
maksimum (yang
mempersyaratka
n debit
maksimum)
2. Memenuhi 100
% Konsentrasi
dalam satu
periode penilaian
tiap titik
penaatan tiap
parameter;
3. Memenuhi 100
% Beban
Pencemaran
dalam satu
periode penilaian
tiap titik
penaatan tiap
parameter.
4. Untuk data hasil
pemantauan
KLH memenuhi
100% debit,
konsentrasi dan
beban.
1. Jumlah data
yang
memenuhi
Debit
maksimum
dalam satu
periode
penilaian
setiap titik
penaatan
untuk setiap
parameter 50%
< n <100 %;
2. Jumlah data
yang
memenuhi
baku mutu
Konsentrasi
dalam satu
periode
penilaian
setiap titik
penaatan
untuk setiap
parameter 50%
< n <100 %.
3. Jumlah data
yang
memenuhi
baku mutu
beban
pencemaran
dalam satu
periode
penilaian
setiap titik
penaatan
untuk setiap
parameter 50%
< n <100%
4. Tidak ada
parameter
yang melebihi
baku mutu
lebih dari
500%
5. Untuk data
hasil
pemantauan
KLH tidak
memenuhi
baku mutu,
tetapi tidak
1. Jumlah data
yang
memenuhi
Debit
maksimum
dalam satu
periode
penilaian
setiap titik
penaatan
untuk setiap
parameter
<50%;
2. Jumlah data
yang
memenuhi
baku mutu
Konsentrasi
dalam satu
periode
penilaian tiap
titik
penaatan tiap
parameter
<50%
3. Jumlah data
yang
memenuhi
baku mutu
beban
pencemaran
dalam satu
periode
penilaian tiap
titik
penaatan tiap
parameter
<50%
4. Terdapat
parameter
yang melebihi
baku mutu
lebih dari
500% baik
data
swapantau
maupun data
KLH.

9

PERINGKAT
No. ASPEK
BIRU MERAH HITAM
melebihi 500%.
5. Ketaatan Terhadap
Izin
1. Mempunyai izin
pembuangan
limbah cair
(IPLC) ke badan
air / Laut /
Land
Application;
2. Izin dalam
proses akhir
(persyaratan
izin sudah
lengkap)
Tidak
mempunyai
izin
pembuangan
air limbah
(IPLC) ke
badan air /
Laut / LA ;

6. Ketaatan Terhadap
Ketentuan Teknis
1. Menggunakan
jasa
laboratorium
eksternal/inter
nal yang sudah;
terakreditasi
atau yang
ditunjuk oleh
Gubernur;
2. Memisahkan
saluran air
limbah dengan
limpasan air
hujan;
3. Membuat
saluran air
limbah yang
kedap air ;
4. Memasang alat
pengukur debit
(flowmeter);
5. Tidak
melakukan
pengenceran;
6. Tidak
melakukan by
pass air limbah;
7. Memenuhi
seluruh
ketentuan yang
dipersyaratkan
dalam sanksi
administrasi.

A. Tidak
memenuhi
salah satu
persyaratan
teknis dibawah
ini:
1. Mengguna
kan jasa
laboratoriu
m
eksternal/i
nternal
yang
sudah;
terakredita
si atau
yang
ditunjuk
oleh
Gubernur;
2. Memisahka
n saluran
air limbah
dengan
limpasan
air hujan;
3. Membuat
saluran air
limbah
yang kedap
air ;
4. Memasang
alat
pengukur
debit
(flowmeter)
;
5. Tidak
melakukan
pengencera
n.
B. Memenuhi
seluruh
ketentuan
1. Tidak
memenuhi
seluruh
ketentuan
teknis yang
dipersyaratka
n dalam
sanksi
administrasi;
2. Melakukan
pengenceran;
3. Melakukan
by pass.

10

PERINGKAT
No. ASPEK
BIRU MERAH HITAM
yang
dipersyaratkan
dalam sanksi
administrasi;


C. KRITERIA PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA
PERINGKAT
No. ASPEK
BIRU MERAH HITAM
1. Ketaatan
Terhadap
Sumber Emisi
Memantau semua
sumber emisi,
kecuali:
1. Internal
Combustion
Engine (Genset,
Transfer Pump
Engine) :
kapasitas < 100
HP (76,5 KVA);
beroperasi <
1000 jam/tahun;
2. Internal
Combustion
Engine (Genset,
Transfer Pump
Engine) yang
digunakan
untuk
kepentingan
darurat, kegiatan
perbaikan,
kegiatan
pemeliharaan <
200 jam/tahun;
3. Internal
Combustion
Engine (Genset,
Transfer Pump
Engine) yang
digunakan
untuk penggerak
derek dan
peralatan las
4. Exhaust
Laboratorium
Fire Assay
5. Khusus Rumah
Sakit dan Hotel
tidak diwajibkan
memantau
sumber emisi yg
beroperasi <
1000 jam/tahun
Memantau
semua sumber
emisi, kecuali:
1. Internal
Combustion
Engine
(Genset,
Transfer
Pump Engine)
: kapasitas <
100 HP (76,5
KVA);
beroperasi <
1000
jam/tahun;
2. Internal
Combustion
Engine
(Genset,
Transfer
Pump Engine)
yang
digunakan
untuk
kepentingan
darurat,
kegiatan
perbaikan,
kegiatan
pemeliharaan
< 200
jam/tahun;
3. Internal
Combustion
Engine
(Genset,
Transfer
Pump Engine)
yang
digunakan
untuk
penggerak
derek dan
peralatan las
4. Exhaust
Laboratorium
Tidak melakukan
pemantauan
seluruh sumber
emisi

11

PERINGKAT
No. ASPEK
BIRU MERAH HITAM
Fire Assay

2. Ketaatan
Terhadap
Parameter
1. Memantau
seluruh
parameter yang
dipersyaratkan :
a. Untuk sektor
yang
mempunyai
Baku Mutu
Spesifik
mengacu
kepada Baku
Mutu Emisi
Spesifik.
b. Untuk sektor
yang belum
mempunyai
Baku Mutu
Spesifik
mengacu
kepada baku
mutu
Lampiran VB
Kepmen
13/1995,
kecuali
Genset
mengacu
kepada
PerMenLH
21 Tahun
2008
Lampiran
IVA
2. Bagi emisi yang
bersumber dari
proses
pembakaran
dengan
kapasitas < 25
MW atau satuan
lain yang setara
yang
menggunakan
bahan bakar
gas, tidak wajib
mengukur
parameter sulfur
dioksida jika
kandungan
sulfur dalam
bahan bakar
kurang dari atau
sama dengan
0,5% berat dan
tidak mengukur
Terdapat
parameter yang
tidak diukur
sesuai
persyaratan
baku mutu
Lampiran VB
Kepmen
13/1995 atau
Baku Mutu
Spesifik
Tidak pernah
memantau
parameter yang
dipersyaratkan
sesuai dengan baku
mutu


12

PERINGKAT
No. ASPEK
BIRU MERAH HITAM
parameter total
partikulat.

3. Ketaatan
Terhadap
Pelaporan
1. Melaporkan
secara periodik
kepada Menteri,
Gubernur dan
Bupati/Walikota:
a. Pemantauan
CEMS, setiap
3 bulan
tersedia data
minimal 75%
dari seluruh
data
pemantauan
rata-rata
harian. (data
dianggap valid
apabila dalam
sehari
minimal
tersedia 18
jam
pengukuran)
b. Pemantauan
Manual,
setiap 6 bulan
minimal 1
data, kecuali :
1. Proses
pembakar
an dengan
kapasitas
desain <
570 KW
pemantau
an
dilakukan
paling
sedikit 1
(satu) kali
dalam 3
(tiga)
tahun.
2. Proses
pembakar
an dengan
kapasitas
desain
570 KW <
n < 3 MW
pemantau
an
dilakukan
paling
sedikit 1
1. Pelaporan
tidak lengkap
sesuai
dengan
peraturan
baik data
pemantauan
manual
maupun CEM
2. Cerobong
emisi yang
bukan
sumber
utama( tidak
masuk dalam
BMEU
spesifik)
dengan
kapasitas
sama, bahan
bakar sama,
jumLah
cerobong > 5
dilakukan
pengujian <
50% dari
jumlah
cerobong dan
pengujian
dilakukan
minimal 1
(satu) kali
dalam 1
(satu) tahun;


1. Tidak ada data
pemantauan
manual atau
CEMS.
2. Melaporkan data
pemantauan
palsu

13

PERINGKAT
No. ASPEK
BIRU MERAH HITAM
(satu) kali
dalam 1
(satu)
tahun.
3. Proses
pembakar
an dengan
kapasitas
desain > 3
MW
pemantau
an
dilakukan
paling
sedikit 1
(satu) kali
dalam 6
(enam)
bulan.
4. Pelaporan
unit Ketel
uap yang
beroperasi
< 6 bulan
pengujian
minimal 1
kali dalam
1 tahun.
2. Cerobong emisi
yang bukan
sumber utama(
tidak masuk
dalam BMEU
spesifik) dengan
kapasitas sama,
bahan bakar
sama, dan
jumLah cerobong
> 5 dilakukan
pengujian
sebanyak 50%
dari jumlah
cerobong dan
pengujian
dilakukan
minimal 1 (satu)
kali dalam 1
(satu) tahun;
3. Khusus Rumah
Sakit dan Hotel
pada periode
2010-2011 boleh
melakukan
pemantauan
sumber emisi 1
kali/setahun

14

PERINGKAT
No. ASPEK
BIRU MERAH HITAM
4. Ketaatan
Terhadap Baku
Mutu
1. Memenuhi
BMEU 100%
untuk
pemantauan
manual;
2. Bagi
pemantauan
yang wajib
CEMS, Data
hasil
pemantauan
dapat dilampaui
sampai batas 5%
dari data rata-
rata harian yang
dilaporkan
dalam kurun
waktu 3 bulan
waktu operasi;

1. Pemantauan
manual :
Tidak
memenuhi
baku mutu
2. Pemantauan
CEMS :
a. data hasil
pemantau
an
melebihi
5% dari
data rata-
rata
harian
selama 3
bulan
waktu
operasi
b. jumlah
data rata-
rata
harian
kurang
dari 75%
(data
dianggap
valid
apabila
dalam
sehari
minimal
tersedia
18 jam
pengukura
n)
1. Dalam satu
periode
penilaian semua
data
pemantauan
manual dan
data CEMS tidak
memenuhi baku
mutu;
2. Melebihi Baku
Mutu > 500%


5. Ketaatan
Terhadap
Ketentuan Teknis
1. Memasang dan
mengoperasikan
CEM bagi
industri :
a. Unit
Regenerator
Katalis (unit
Perengkahan
katalitik alir)
b. Unit
Pentawaran
Sulfur
c. Proses
pembakaran
dengan
kapasitas >
25 MW dan
apabila
kandungan
sulfur > dari
2% untuk
1. Tidak menaati
semua
persyaratan
teknis
cerobong
2. Tidak
memenuhi
sanksi
administrasi
sampai batas
waktu yang
ditentukan
1. Membuang emisi
gas buang tidak
melalui cerobong;
2. Tidak
melaksanakan
sanksi
administrasi
3. Tidak memasang
CEMS

15

PERINGKAT
No. ASPEK
BIRU MERAH HITAM
seluruh
kapasitas
d. Peleburan
Baja
e. Pulp & Kertas
f. Pupuk
g. Semen
2. Peralatan CEM
beroperasi
normal;
3. Menaati semua
persyaratan
teknis cerobong
4. Semua sumber
emisi non fugitive
emisi harus
dibuang melalui
Cerobong
5. Menggunakan
jasa laboratorium
eksternal yang
ditunjuk oleh
Gubernur;
6. Memenuhi
sanksi
administrasi
sampai batas
waktu yang
ditentukan

D. KRITERIA PENGELOLAAN LIMBAH B3
PERINGKAT
No. ASPEK
BIRU MERAH HITAM
1. Pendataan Jenis
dan Volume
Limbah yang
dihasilkan :
- Identifikasi jenis
Limbah B3
- Pencatatan
Jenis Limbah
B3 yang
dihasilkan
- Melakukan
Pengelolaan
Lanjutan
(pengelolaan
setelah
penyimpanan)
Semua terpenuhi

1. Tidak seluruh
limbah
teridentifikasi
2. Tidak rutin
melakukan
Pencatatan
jenis LB3 yang
dihasilkan
3. Tidak seluruh
LB3 dilakukan
Pengelolaan
lanjutan
1. Tidak
melakukan
identifikasi
LB3
2. Tidak
melakukan
pencatatan
jenis LB3 yang
dihasilkan
3. Tidak
melakukan
pengelolaan
lanjutan
terhadap
seluruh limbah
B3 yang
dihasilkan
4. Tidak memiliki
manifest yang
sesuai dengan
limbah B3
yang dikelola
16

PERINGKAT
No. ASPEK
BIRU MERAH HITAM
2. Perizinan :
- Izin pengelolaan
Limbah B3
- Masa berlaku
izin (kadaluarsa)
1. Memiliki izin PLB3
yang
dipersyaratkan
dan izin tersebut
masih berlaku
2. Telah mengajukan
izin PLB3 dan
secara teknis telah
memenuhi
ketentuan
(berdasarkan hasil
verifikasi tim
Proper)
1. Izin telah
habis masa
berlaku dan
tidak
mengajukan
perpanjangan
izin
2. Telah
mengajukan
izin, namun
belum
menyelesaikan
persyaratan
teknis dan
ditemukan
penyimpangan
dalam
pelaksanaan
kegiatannya.
Tidak memiliki
salah satu izin
pengelolaan
limbah B3.

Pelaksanaan
Ketentuan Izin:
Pemenuhan
terhadap
ketentuan teknis
dalam izin selain
Baku
Mutu(kecuali
Baku Mutu
Lingkungan
seperti Emisi,
Effluent dan
standard mutu)
Memenuhi > 90%
dari ketentuan izin.
(10% hanya
diperuntukkan bagi
kesalahan-kesalahan
minor misalnya
simbol/label, lampu
penerangan, APAR
(alat pemadam
kebakaran) dalam
penyimpanan
Limbah B3.)
Memenuhi 90% >
x > 50% dari
ketentuan izin
PLB3
Memenuhi < 50%
dari ketentuan
izin PLB3
3.
a. Emisi
(Insinerator dan
atau bahan
bakar
pembantu)
1. Pemenuhan
terhadap
BME
2. Jumlah
parameter
yang diukur
dan
dianalisa
1. Seluruh parameter
memenuhi BME,
dan
2. Mengukur seluruh
parameter, dan
3. Frekuensi
pengukuran
sesuai dengan
ketentuan
izin/peraturan
yang berlaku
1. Tidak semua
parameter
memenuhi
BME, atau
2. Tidak
mengukur
seluruh
parameter yang
dipersyaratkan,
atau
3. Frekuensi
pengukuran
tidak sesuai
dengan izin
1. Tidak pernah
melakukan
pengukuran
emisi
2. Dalam satu
periode
penilaian
semua data
pemantauan
tidak memenuhi
baku mutu
3. Melebihi baku
mutu untuk
parameter yang
sama selama 3
kali berturut-
turut

17

PERINGKAT
No. ASPEK
BIRU MERAH HITAM
b. Effluent
(Pengolahan air
limbah B3,
Pengolahan air
lindi, sumur
pantau)
1. Pemenuhan
terhadal
BMAL
2. Jumlah
parameter
yang diukur
dan dianalisa
1. Seluruh parameter
memenuhi BMAL,
dan
2. Mengukur seluruh
parameter, dan
3. Frekuensi
pengukuran
sesuai dengan
ketentuan
izin/peraturan
yang berlaku
1. Tidak semua
parameter
memenuhi
BMAL, atau
2. Tidak
mengukur
seluruh
parameter yang
dipersyaratkan,
atau
3. Frekuensi
pengukuran
tidak sesuai
dengan izin
1. Tidak pernah
melakukan
pengukuran
kualitas air
limbah
2. Dalam satu
periode
penilaian
semua data
pemantauan
tidak
memenuhi
baku mutu
3. Melebihi baku
mutu untuk
parameter yang
sama selama 3
kali berturut-
turut
c. Standar Mutu
produk atau
material limbah
B3 yang akan
dimanfaatkan
Frekuensi
pengukuran
1. Parameter
yang diukur
(contoh kuat
tekan,
kualitas
pelumas
bekas yang
akan
dibakar, dll)
1. Seluruh
persyaratan
standar mutu
memenuhi
ketentuan izin,
dan
2. Frekuensi
pengukuran
sesuai dengan
ketentuan
izin/peraturan
yang berlaku
Tidak memenuhi
salah satu
persyaratan
standar mutu

Tidak melakukan
pengukuran
standar mutu
sesuai dengan
ketentuan
izin/peraturan
yang berlaku.


4. Open dumping
dan Pengelolaan
tumpahan dan
tanah
terkontaminasi
limbah B3
1. Rencana
Pengelolaan
2. Pengelolaan
ceceran
3. Jumlah
ceceran

1. Memiliki rencana
pengelolaan
penanganan
tanah
terkontaminasi
dan tumpahan
(spill).
2. Pengelolaan tanah
terkontaminasi
akibat operasi
dilakukan sesuai
dengan rencana
pengelolaan.
3. Clean up
tumpahan (spill)
diselesaikan
dalam waktu satu
bulan.
4. Jumlah/volume
tumpahan (spill)
tercatat dengan
1. Memiliki
rencana
pengelolaan
penanganan
tanah
terkontaminasi
dan tumpahan
(spill).
2. Pengelolaan
tanah
terkontaminasi
hasil clean
tidak sesuai
dengan
rencana
pengelolaan.
3. Clean up
tumpahan
(spill)
diselesaikan
lebih dari satu
Tidak melakukan
clean up
18

PERINGKAT
No. ASPEK
BIRU MERAH HITAM
baik.

bulan.
4. Jumlah/volum
e tanah
terkontaminasi
tidak tercatat
dengan baik.

5. Jumlah Limbah
B3 yang dikelola
sesuai dengan
peraturan (%)
1. Jumlah/volume
limbah B3 yang
dikelola 100 %
dengan
pengelolaan
lanjutan sesuai
dengan ketentuan
2. Seluruh jenis
limbah B3
dilakukan
pengelolaan
1. Jumlah/volum
e limbah B3
yang dikelola
100% > x >
50%, atau
2. Tidak seluruh
jenis limbah
B3 dilakukan
pengelolaan

1. Jumlah/volu
me limbah B3
yang dikelola
< 50%, atau
2. seluruh
limbah B3
tidak
dilakukan
pengelolaan
6. Pengelolaan
limbah B3 oleh
pihak ke-3 dan
pengangkutan
limbah B3
1. Pihak ke-3
(pengumpul) yang
ditunjuk :
a. mempunyai
izin yang
masih berlaku
b. Jenis limbah
yang dikumpul
sesuai dengan
izin yang
berlaku
c. memiliki
kontrak
kerjasama
yang sah
antara
pengumpul
dengan pihak
pemanfaat
atau pengolah
d. tidak dalam
masalah
pencemaran
lingkungan
2. Pihak ke-3 Jasa
Pengangkutan
limbah B3
memiliki izin dari
Kementerian
Perhubungan dan
sesuai dengan
jenis limbah B3
yang diizinkan.
(Izin yang
dimaksud juga
terkait dengan
pemindahan/peng
angkutan limbah
1. Pihak ke-3
(pengumpul)
yang ditunjuk :
a. Izin habis
masa
berlaku
b. Tidak
memiliki
kontrak
kerjasama
yang sah
dengan
pihak
pemanfaat
atau
pengolah
c. sedang
dalam
masalah
pencemaran
lingkungan
2. Tidak memiliki
izin untuk
Pengangkutan
internal limbah
B3 untuk
pemindahan
limbah B3 yang
melintasi
sarana publik
3. Dokumen
limbah B3
(manifest) yang
dimiliki oleh
penghasil tidak
sesuai dengan
ketentuan
Kepdal
1. Pihak ke-3
Pengumpul
Limbah B3
tidak memiliki
izin.
2. Jasa
Pengangkutan
limbah B3 tidak
memiliki izin
dari
Kementerian
Perhubungan

19

PERINGKAT
No. ASPEK
BIRU MERAH HITAM
B3 internal
perusahaan yang
melintasi
wilayah/sarana
publik)
3. Dokumen limbah
B3 (manifest)
yang dimiliki oleh
penghasil sesuai
dengan ketentuan
Kepdal 02/1995
02/1995
7. Dumping, open
burning dan
pengelolaan
limbah B3 dengan
cara tertentu:
1. Izin dumping
2. Jumlah/volume
LB3 yang di
dumping

1. Memiliki izin
dengan cara
tertentu dari
instansi yang
berwenang
2. Tidak melakukan
kegiatan open
burning
3. Telah
menghentikan
kegiatan open
burning dan
mengolah limbah
tersebut sesuai
dengan rencana
detil penyelesaian
dalam kurun
waktu tertentu
serta melakukan
sesuai dengan
rencana tersebut

1. Telah
mengajukan
izin, namun
belum
menyelesaikan
persyaratan
teknis dan
ditemukan
penyimpangan
dalam
pelaksanaan
kegiatannya
2. Telah
menghentikan
kegiatan open
burning dan
mengolah
limbah
tersebut
namun tidak
sesuai dengan
rencana detil
penyelesaian
dalam kurun
waktu tertentu

1. Melakukan
Dumping
tanpa izin
2. Dengan
sengaja
melakukan
kegiatan open
burning



E. KRITERIA PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN
Kriteria Proper Aspek Pengendalian kerusakan lingkungan didasarkan
pada hasil penilaian semua tahapan/lokasi tambang dengan
menggunakan kriteria potensi kerusakan lahan pada kegiatan
pertambangan. Nilai Total yang didapat untuk masing-masing tahapan
memberikan kesimpulan dan status pengelolaan lingkungan untuk
aspek pengendalian kerusakan lahan.







20

PERINGKAT
No. ASPEK
BIRU MERAH HITAM
1. Pengendalia
n
Kerusakan
Lingkungan
Semua tahapan/lokasi
tambang atau 100%
dengan Nilai Total dari
Penilaian Aspek Potensi
kerusakan lingkungan
adalah lebih besar atau
sama dengan 80.

Tidak semua
tahapan/ lokasi
tambang dengan Nilai
Total dari Penilaian
Aspek Potensi
kerusakan lingkungan
untuk lebih besar atau
sama dengan 80.

Lebih dari 50% dari
semua tahapan/lokasi
tambang mendapatkan
Nilai Total lebih kecil
55

Kurang dari 50%
dari semua
tahapan/lokasi
tambang
mendapatkan Nilai
Total lebih kecil 55



Status aktivitas: Pembersihan Lahan/Pengupasan Tanah Pucuk/Penggalian Tanah
Penutup/Penambangan/Penimbunan/Reklamasi

Kriteria Parameter Standar Evaluasi Nilai Ket
>= Skala 1 : 2.000 10 a. Peta untuk lokasi yang dinilai
(masing-masing lokasi atau peta
keseluruhan)
b. Ada peta minimal skala 1: 2000,
Peta ini biasanya merupakan peta
kerja 1: 5000 di lapangan. Jika
diperlukan 1: 2000 bisa dalam
bentuk digital.
c. Peta menggambarkan: Interval
kontur, Pola drainase, dapat
digunakan untuk melihat kemajuan
tambang)
d. Tanggal pengesahan peta sebelum
penilaian dilakukan
A

S

P

E

K


M

A

N

A

J

E

M

E

N

K1
< Skala 1 : 2.000 5 a. Peta untuk lokasi yang dinilai
(masing-masing lokasi atau peta
keseluruhan)
b. Ada peta dengan skala diatas 1:
2000.
c. Peta menggambarkan: Interval
kontur, Pola drainase, dapat
digunakan untuk melihat kemajuan
tambang)
d. Tanggal pengesahan peta sebelum
penilaian dilakukan

1. Peta
Rencana
tidak tersedia peta 0 Tidak ada peta perencanaan
Ada 6 a. Ada persetujuan oleh instansi
teknis atau paling tidak Kepala
Teknik Tambang (KTT)
b. Untuk peta kerja /sequent (1 :
2000), dapat disetujui oleh
manager/kepala lapangan yang
bertanggungjawab dibidang
perencanaan, engineering dan/atau
produksi

2. Persetujuan
Tidak Ada 0 a. Tidak ada persetujuan oleh instansi
21

Kriteria Parameter Standar Evaluasi Nilai Ket
teknis atau paling tidak Kepala
Teknik Tambang (KTT)
b. Untuk peta kerja /sequent (1 :
2000), tidak ada persetujuan oleh
manager/kepala lapangan yang
bertanggungjawab dibidang
perencanaan, engineering dan/atau
produksi
sesuai rencana 2 a. realisasi sama atau lebih kecil dari
luasan rencana, dilihat dari
realisasi Triwulanan.
b. Pada kondisi tertentu terjadi
perubahan, maka diperlukan
persetujuan instansi teknis
c. Membandingkan laporan realisasi
kemajuan tahapan pertambangan
(laporan lapangan, laporan
triwulanan) dan prakiraan lapangan
dengan rencana dalam dokumen
RKTTL

3. Kemajuan
luasan
>luas rencana 0

4. Jadwal
sesuai rencana 2 a. Realisasi sesuai jadwal rencana
b. Ada kondisi tertentu terjadi
perubahan, maka diperlukan
persetujuan instansi teknis
c. Jadwal pelaksanaan realisasi
tahapan pertambangan
dibandingkan dengan jadwal
rencana pertambangan dalam
dokumen RKTTL


tidak sesuai a. Realisasi tidak sesuai jadwal
rencana
b. Tidak ada persetujuan perubahan
rencana dari instansi teknis
ada
aktifitas/kontinu
10 a. Ada aktifitas dilapangan
b. Aktifitas termasuk pemompaan di
Pit atau perawatan kolam
tidak ada aktifitas
3 bulan s/d 1
tahun
5 a. Terlihat tidak ada aktifitas
dilapangan
b. Lamanya ditinggal 3 bulan s/d 1
tahun, dilihat dari data rencana
kerja dan realisasi Triwulanan
c. Lahan ditinggal > 1 Tahun, tetapi
ada persetujuan dari instansi
terkait

Aktifitas
tidak ada aktifitas
> 1 tahun
0 a. Tidak ada aktifitas lebih dari 1
tahun
b. tidak ada persetujuan instansi
terkait terhadap lahan tersebut
ditinggalkan sementaras

K3
Potensi
Longsor
Besar 0 a. Lebih besar dari sudut kemiringan
lereng jenjang atau overall > 5
0
dari
rekomendasi kajian geoteknik yang
disetujui Pemerintah (tercantum
dalam FS atau dalam kajian
tersendiri)
b. Kemiringan atau tinggi Lereng
22

Kriteria Parameter Standar Evaluasi Nilai Ket
dibuat berdasarkan rekomendasi
kajian geoteknik namun tidak
dimintakan persetujuan Pemerintah
c. Ada longsoran atau guguran batuan
diarea tambang, meskipun
kemiringan lereng sesuai
rekomendasi kajian geoteknik
d. Ada retakan pada lereng maupun
pada puncak lereng dengan area
lebih dari sepertiga bagian lereng;
atau
e. Ada gejala pergerakan tanah yang
terlihat di lapangan dengan luas
zona lebih dari seperempat bagian
lereng
Sedang 5 a. Lebih besar dari sudut kemiringan
lereng jenjang/overall sampai
dengan 5
0
dari rekomendasi kajian
geoteknik yang disetujui
Pemerintah (tercantum dalam FS
atau dalam kajian tersendiri)
b. Ada retakan pada lereng maupun
pada puncak lereng dengan area
kurang dari sepertiga bagian lereng
c. Ada gejala pergerakan tanah yang
terlihat dilapangan dengan luas
zona kurang dari seperempat
bagian lereng


Kecil 10 a. Sudut kemiringan lereng jenjang
atau overall sama atau lebih kecil
dari rekomendasi kajian geoteknik
yang disetujui Pemerintah
(tercantum dalam FS atau dalam
kajian tersendiri)
b. Tidak ada retakan pada lereng
maupun pada puncak lereng
c. Tidak ada gejala pergerakan tanah
yang terlihat di lapangan
K4

Upaya
penanganan
batuan yang
berpotensi
pencemar

Ada 10 a. Dilakukan analisis geokimia
(pengkarakteristikan batuan
limbah) untuk memastikan ada
tidaknya batuan yang berpotensi
menimbulkan pencemaran (potensi
asam atau PAF atau yang lainnya).
Lampiran : dokumen studi
pengkajian batuan potensi dan
tidak potensi asam
b. Ada perlakuan terhadap batuan
potensi asam (SOP pemberlakuan
batuan potensi asam dan tidak
potensi asam)
c. Ada sistem pengumpul
leachate/seepage/rembesan dari
timbunan (AAT) dan melakukan
pengolahan AAT di IPAL
d. Ada perencanaan dan pengelolaan
terhadap batuan yang berpotensi
menimbulkan pencemaran (AAT
23

Kriteria Parameter Standar Evaluasi Nilai Ket
atau lainnya); dan
e. Adanya upaya pengelolaan terhadap
AAT dan upaya pengolahan AAT.
f. Pengukuran pH air pada genangan-
genangan yang dijumpai
dilapangan, nilai pH 6
Tidak 0 a. Tidak ada pengkarakteristikan
batuan limbah (Potensi dan tidak
potensi membentuk asam). Tidak
ada studi pengkajian batuan
potensi dan tidak potensi asam
b. Tidak ada perlakuan terhadap
batuan potensi asam (SOP
pemberlakuan batuan potensi asam
dan tidak potensi asam)
c. Tidak ada sistem pengumpul
leachate/seepage/rembesan dari
timbunan (AAT) dan melakukan
pengolahan AAT di IPAL
d. Tidak ada sistem drainase untuk
mengalirkan genangan-genangan
AAT
e. Tidak dilakukan analisis geokimia
untuk memastikan ada tidaknya
batuan yang berpotensi
menimbulkan pencemaran (potensi
asam atau PAF atau yang lainnya)
f. Pengukuran pH air pada genangan-
genangan yang dijumpai di
lapangan. Nilai pH 6
g. Tidak ada perencanaan dan
pengelolaan terhadap batuan yang
berpotensi menimbulkan
pencemaran (AAT atau yang
lainnya); atau
h. Tidak ada upaya pengelolaan
terhadap AAT dan upaya
pengolahan AAT
K5 1. Upaya
pengendalia
n erosi
Ada 10 a. Ada sarana pengendali erosi berupa
drainase, terasiring, guludan, rip
rap, drop structure, mulsa, jut net,
cover croping, gabion, kolam
sedimen (settling pond, sedimen
trap), atau yang lainnya;
b. Ada sarana pengendali erosi berupa
drainase, terasiring, guludan, rip
rap, drop structure, mulsa, jut net,
cover croping, gabion, kolam
sedimen (settling pond, sedimen
trap), atau yang lainnya;
c. Kolam sedimen berfungsi
sebagaimana mestinya (kekeruhan
air semakin berkurang pada tiap
kompartemen)
Tidak 0 a. Tidak ada sarana pengendali erosi
berupa drainase, terasiring,
guludan, rip rap, drop structure,
mulsa, jut net, cover croping,
24

Kriteria Parameter Standar Evaluasi Nilai Ket
gabion, kolam sedimen (settling
pond, sedimen trap), atau yang
lainnya;
b. Tidak ada sarana pengendali erosi
berupa drainase, terasiring,
guludan, rip rap, drop structure,
mulsa, jut net, cover croping,
gabion, kolam sedimen (settling
pond, sedimen trap), atau yang
lainnya;
c. Kolam sedimen tidak berfungsi
sebagaimana mestinya (kekeruhan
air semakin berkurang pada tiap
kompartemen)
2. Kondisi
sarana
pengendali
erosi
Memadai 8 a. sarana pengendali erosi dalam
bentuk drainase memenuhi kriteria
teknis untuk dapat menampung
semua air limpasan dan terarah ke
dalam IPAL/settling pond (Mintakan
Peta sistem pengelolaan air limbah)
b. Cover Cropping: menutupi lebih
besar dari 50%
c. Sedimen trap/sediemen pond efektif
menangkap sedimen dilihat dari
desain fisik lapangan (minta data
perawatan sedimen trap/sedimen
pond; jumlah sedimen yang
dipindahkan)
d. Ada perhitungan volume air larian
permukaan berdasarkan daerah
tangkapan hujan (catchment area)
e. Ada peta pengelolaan air larian
permukaan (peta water
management);
f. Drainase dibuat berdasarkan
perencanaan dan perhitungan
kapasitas air larian permukaan;
g. Kolam sedimen dibuat berdasarkan
perencanaan dan desain disetujui
oleh KTT atau pejabat berwenang di
perusahaan; dan
h. Kapasitas kolam sedimen sesuai
dengan volume air larian
permukaan (ada dasar perhitungan)
dan air dalam kolam terlihat
tergenang/tidak mengalir (aliran
hanya terlihat di saluran antar
kompartemen)

Tidak Memadai 0
3. Indikasi
terjadi erosi
Ada 0 a. Kekeruhan yang tinggi pada aliran
drainase dari kegiatan
pertambangan (lereng-lereng
aktifitas tambang), dibuktikan
dengan pengukuran Parameter TSS
atau turbidity yang sangat tinggi.
Ukuran Parameter TSS (TSS + ......
Mg/L) atau turbidity identik dengan
25

Kriteria Parameter Standar Evaluasi Nilai Ket
banyaknya sedimen yang tererosi.
b. Ditemukan banyak sedimen yang
ada di sedimen trap/ kolam
pengendap pertama. Dilihat dari
data jumlah sedimen hasil
pengerukan/perawatan kolam
pengendap oleh perusahaan.
c. Adanya galur (bekas aliran air
dilereng), lebar.......cm
kedalaman.... cm
d. Ukuran jumlah banyaknya sedimen
(....................ton/ha)
e. Ada erosi pada lereng mempunyai
dimensi lebar > 20 cm dan dalam >
5 cm
f. Sarana pengendali erosi tidak
berfungsi sebagaimana mestinya,
dibuktikan dengan bertambahnya
kekeruhan air larian permukaan
semakin ke arah hilir


Tidak 7 a. aliran drainase dari kegiatan
pertambangan (lereng-lereng
aktifitas tambang) cukup jernih,
dibuktikan dengan pengukuran
Parameter TSS atau turbidity yang
rendah.
b. Tidak ditemukan jumlah sedimen
yang banyak di sedimen trap/
kolam pengendap pertama. Dilihat
dari data jumlah sedimen hasil
pengerukan/perawatan kolam
pengendap oleh perusahaan.
c. Ukuran jumlah banyaknya sedimen
(....................ton/ha)
d. Tidak terdapat alur-alur erosi pada
lereng timbunan
e. Ada erosi pada lereng, namun
mempunyai dimensi kecil (lebar <
20 cm dan dalam < 5 cm)
f. Sarana pengendali erosi berfungsi
sebagaimana mestinya, dibuktikan
dengan berkurangnya kekeruhan
air larian permukaan semakin ke
arah hilir

4. Sistem
drainase
Menuju ke sistem
pengendali
kualitas air
10 a. Terdapat sistem drainase di
seluruh areal pertambangan
b. Drainase dapat memenuhi
mengalirkan semua air limpasan ke
kolam-kolam pengendap/settling
pond.
c. Tidak ditemukan aliran liar keluar
ke lingkungan tanpa melalui kolam
pengendap/settling pond
d. Ada peta manajemen pengelolaan
air tambang
26

Kriteria Parameter Standar Evaluasi Nilai Ket
e. Pada seluruh area kegiatan diluar
pit ada sarana drainase
f. Drainase terhubung dan mengarah
ke kolam sedimen (sedimen pond,
sedimen trap, atau settling pond);
g. Drainase dibuat sesuai dengan
kapasitas air larian permukaan
(dimensi semakin besar ke arah
hilir, tidak ada indikasi luapan air)
h. Tidak mencampur aliran air
permukaan dari tambang dengan
aliran alami

Langsung menuju
badan perairan
0 a. Ditemukan tidak ada sistem
drainase pada lokasi pertambangan
b. Terdapat aliran air run-off keluar ke
lingkungan/badan air tanpa
melalui kolam pengendap/settling
pond
c. Ada area kegiatan di luar Pit tanpa
sarana drainase
d. Ada drainase yang tidak mengarah
ke kolam sedimen (sedimen pond,
sedimen trap, atau settling pond);
e. Drainase dibuat tidak sesuai
dengan kapasitas air larian
permukaan (dimensi semakin besar
ke arah hilir, tidak ada indikasi
luapan air)
f. Mencampur aliran air permukaan
dari tambang dengan aliran alami
K6 5. Ada potensi
kebencanaa
n?
Ya 0 a. Lokasi kegiatan pertambangan yang
berbatasan dengan masyarakat
tidak dilengkapi dengan fasilitas
tanggap darurat
b. Apabila jarak batas terluar dengan
masyarakat lebih dekat dari jarak
yang direkomendasikan di dalam
kajian FS dan Dokumen AMDAL

Tidak 15 a. Lokasi kegiatan pertambangan yang
berbatasan dengan masyarakat
dilengkapi dengan fasilitas tanggap
darurat
b. Apabila jarak batas terluar dengan
masyarakat memenuhi ketentua
jarak yang direkomendasikan di
dalam kajian FS dan Dokumen
AMDAL

NILAI TOTAL 100

KETERANGAN :
Nilai Total yang didapat untuk masing-masing tahapan memberikan
kesimpulan dan status pengelolaan lingkungan untuk aspek pengendalian
kerusakan lahan pertambangan.

27

Kriteria dibedakan menjadi :
- Tidak Potensi Rusak ( X 8O )
- Potensi Rusak Ringan ( 55 X < 8O )
- Potensi Rusak Berat ( X < 55)


MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP,

ttd

GUSTI MUHAMMAD HATTA


Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,



Inar Ichsana Ishak
28

Lampiran II
Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup
Nomor : 05 Tahun 2011
Tanggal : 11 Oktber 2011


KRITERIA PENILAIAN
PERINGKAT KINERJA PERUSAHAAN (PROPER)
HIJAU DAN EMAS

A. KRITERIA PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN

1. Ketentuan Umum

Dalam penilaian PROPER ini, suatu unit bisnis dianggap memiliki
Sistem Manajemen Lingkungan (SML) jika:
a. Aspek-aspek lingkungan yang dikelola dalam sistem tersebut
diidentifikasi berdasarkan dampak dari kegiatan, produk atau juga
yang dihasilkan oleh unit bisnis yang bersangkutan. Jika unit
bisnis tersebut merupakan anak perusahaan dari suatu induk
korporasi, maka harus dibuktikan bahwa aspek-aspek lingkungan
yang dikelola memang spesifik untuk unit bisnis yang
bersangkutan.
b. Aspek-aspek lingkungan yang dikelola dalam sistem manajemen
lingkungan mencakup seluruh kegiatan utama dalam unit bisnis
yang bersangkutan. Jika cakupan sistem manajemen lingkungan
hanya sebagian kecil atau bukan kegiatan utama, maka unit bisnis
tersebut tidak dianggap memiliki sistem manajeman lingkungan.
2. Aspek Penilaian

ASPEK
PENILAIAN
DESKRIPSI KRITERIA NILAI
a. Kebijakan lingkungan
mempertimbangkan
karakteristik, skala dan dampak
dari kegiatan.


0-----1
b. Kebijakan lingkungan mencakup
komitmen untuk perbaikan
terus menerus dan pencegahan
pencemaran (pollution
prevention).



0-----1
c. Kebijakan Lingkungan
mencakup komitmen untuk taat
terhadap peraturan lingkungan


0-----1
1. Kebijakan
Lingkungan
d. Kebijakan lingkungan tercermin
dalam penetapan tujuan dan
sasaran lingkungan.


0-----1
29

ASPEK
PENILAIAN
DESKRIPSI KRITERIA NILAI
e. Terdapat bukti yang
menunjukkan bahwa kebijakan
lingkungan ditandatangani oleh
pucuk pimpinan,
dikomunikasikan kepada semua
orang yang bekerja pada atau
atas nama organisasi dan
tersedia bagi masyarakat luas.
0-----1
2. Perencanaan

a. Aspek Lingkungan
1) Dapat menunjukkan bahwa
aspek lingkungan telah
dilakukan secara terstruktur
dengan mempertimbangkan
dampak dari kegiatan, produk
atau jasa yang dihasilkan
organisasi.
2) Dapat menyebutkan aspek
lingkungan utama yang
sedang dikelola minimal
selama 2 tahun terakhir.
3) Dapat menunjukkan bahwa
proses penetapan aspek
lingkungan didokumentasikan
dandipelihara
kemutakhirannya.





0-----1





0-----1



0------2
b. Pemenuhan Peraturan
1) Perusahaan telah
menggunakan peraturan
terbaru untuk mengukur
ketaatannya dalam:
a) Pengendalian pencemaran
air
b) Pengendalian pencemaran
udara
c) Pengelolaan limbah B3
2) Perusahaan telah
memasukkan hasil temuan
Proper sebagai salah satu
penetapan aspek lingkungan
yang perlu dikelola.





0-----1

0-----1

0-----1



0-----1

c. Tujuan dan sasaran
1) Perusahaan telah menetapkan
tujuan dan sasaran
lingkungan secara kualitatif
terhadap aspek-aspek





30

ASPEK
PENILAIAN
DESKRIPSI KRITERIA NILAI
lingkungan utama
sebagaimana tercantum
dalam angka a. 2).
2) Memiliki rencana strategis
(jangka panjang) untuk
mencapai tujuan dan sasaran.
3) Dapat menunjukkan bukti
bahwa tujuan dan sasaran,
salah satunya, ditetapkan
berdasarkan masukan dari
masyarakat atau dari
pemerintah atau dari
konsumen perusahaan.
4) Tujuan dan sasaran yang
ditetapkan mencerminkan
penerapan prinsip
pencegahan pencemaran/
kerusakan lingkungan
(pollution prevention).


0-----1


0-----1






0-----1





0-----1
d. Program Manajemen Lingkungan
Telah menetapkan program yang
jelas untuk mencapai tujuan
dan sasaran lingkungan
mencakup:
1) Penunjukkan
penanggungjawab untuk
mencapai tujuan dan sasaran
yang ditetapkan (baik secara
fungsional maupun struktural
organisasi).
2) Metode dan jadual waktu
untuk mencapai tujuan dan
sasaran tersebut.
3) Dapat menunjukkan adanya
EMS Manual yang mengcover
seluruh dampak kegiatan.









0-----1



0-----1


0-----2
a. Struktur dan tanggung jawab
a. Memiliki struktur dengan
kewenangan, tanggung jawab
dan akuntabilitas yang jelas
untuk melaksanakan EMS.



0------1
3. Implementasi
b. Menyediakan sumber daya
yang memadai untuk
melaksanakan EMS:
a) Manusia (personil memiliki
latar belakang pendidikan
dan pelatihan yang relevan






31

ASPEK
PENILAIAN
DESKRIPSI KRITERIA NILAI
dengan pelaksanaan EMS).
b) Dapat menunjukkan
ketersediaan dana untuk
pelaksanaan EMS selama
minimal 2 tahun berturut-
turut.
0-------1




0-------1
c. Bagian manajemen yang
menangani EMS melapor
langsung ke puncak
pimpinan.



0-------1
b. Pelatihan, Kesadaran dan
Kompentensi
a. Dapat menunjukkan daftar
kebutuhan training yang
berkaitan dengan lingkungan
minimal selama 2 tahun
terakhir untuk seluruh
departemen.
b. Dapat menunjukkan nama
personel, jenis pelatihan dan
asal departemen yang telah
memperoleh pelatihan
lingkungan minimal selama 2
tahun terakhir.
c. Dapat menunjukkan prosedur
untuk meningkatkan
kesadaran lingkungan
karyawan dan atau
kontraktor.
d. Dapat menunjukkan bukti
bahwa karyawan atau
kontraktor yang
melaksanakan pengelolaan
lingkungan di bawah adalah
kompenten, dengan
menunjukkan bukti latar
belakang pendidikan,
pelatihan dan pengalaman
yang relevan.
a) Pengendalian pencemaran
air
b) Pengendalian Pencemaran
Udara
c) Pengelolaan Limbah B3
d) Sistem Manajemen
Lingkungan







0-------1





0-------1



0-------1











0-------2


0-------2
0-------2

0-------2
c. Komunikasi
32

ASPEK
PENILAIAN
DESKRIPSI KRITERIA NILAI
a. Dapat menunjukkan bukti
bahwa temuan PROPER telah
dikomunikasikan kepada
pihak-pihak yang terkait
untuk di tindak lanjuti.
b. Dapat menunjukkan bukti
bahwa temuan PROPER telah
dikomunikasikan kepada
pimpinan tertinggi di
perusahaan tersebut.




0-------1




0-------1
d. Dokumentasi EMS
Dapat menunjukkan bahwa
temuan dan tindak lanjut
PROPER selama minimal 2
tahun berturut-turut
terdokumentasi dengan baik dan
dapat dilacak dengan mudah.






0-------2
e. Kontrol Dokumen
Dapat menunjukkan bukti
bahwa laporan pengelolaan
lingkungan di bawah telah
dilaporkan kepada instansi yang
relevan dan disetujui oleh
manajemen yang mempunyai
wewenang, minimal selama 2
tahun berturut-turut:
a. Laporan Pemantauan Air
Limbah
b. Laporan Pemantauan Emisi
c. Laporan Pengelolaan Limbah
B3
d. Laporan Pelaksanaan
RKL/RPL atau UKL UPL









0-------1
0-------1

0-------1

0-------1
f. Kontrol Operasional
Dapat menunjukkan bukti
bahwaperusahaan telah
mempunyai prosedur untuk
memaksa kontraktor
melaksanakan pengelolaan
aspek lingkungan sesuai dengan
EMS yang dimiliki perusahaan.







0-------2
g. Sistem Tanggap Darurat
a. Dapat menunjukkan bahwa
perusahaan telah memiliki
prosedur untuk
mengidentifikasi potensi
bahaya dan mengembangkan






33

ASPEK
PENILAIAN
DESKRIPSI KRITERIA NILAI
sistem tanggap darurat untuk
mengatasinya.
b. Dapat menunjukkan bahwa
sistem tanggap darurat telah
di-review secara reguler dalam
kurun waktu 2 tahun
terakhir.
c. Dapat menunjukkan catatan
terjadinya kecelakaan atau
kondisi darurat selama dua
tahun terakhir.
d. Dapat menunjukkan bahwa
kejadian kecelakaan atau
kondisi darurat selama dua
tahun terakhir mengalami
penurunan.

0------2




0-------2



0-------2




0-------2
a. Pemantauan dan Pengukuran
a. Dapat menunjukkan
metodologi atau prosedur
untuk memantau atau
mengukur pencapaian target
dan sasaran yang ditetapkan
dalam EMS.
b. Dapat menunjukkan
metodologi atau prosedur
untuk memantau atau
mengukur ketaatan terhadap
peraturan:
a) Pemantauan Air Limbah
b) Laporan Pemantauan Emisi
c) Laporan Pengelolaan
Limbah B3
d) Laporan Pemantauan
Lingkungan sesuai dengan
RKL/RPL atau UKL-UPL
c. Pemantauan Air Limbah
dilakukan oleh Laboratorium
yang terakreditasi atau yang
ditunjuk Gubernur.






0-------1





0-------1
0-------1

0-------1


0-------1



0-------1
4. Checking and
Corrective
Action
b. Ketidaksesuaian, Upaya
perbaikan dan pencegahan
a. Dapat menunjukkan bukti
bahwa hasil pemantauan
dievaluasi secara reguler dan
jika ditemukan ketidak
sesuaian ditindaklanjuti
dengan upaya perbaikan.







0-------1
34

ASPEK
PENILAIAN
DESKRIPSI KRITERIA NILAI
b. Dapat menunjukkan bukti
bahwa temuan PROPER telah
ditindaklanjuti secara
paripurna.



0-------4
c. Catatan
a. Dapat menunjukkan bahwa
pendokumentasian hasil
pemantauan lingkungan telah
dilakukan dengan baik




0-------1
d. Audit EMS
a. Dapat menunjukkan bukti
bahwa Audit Internal
dilaksanakan secara reguler
dengan menunjukkan waktu,
pelaksana dan ringkasan hasil
audit yang telah
dilaksanakan minimal 1
tahun terakhir.
b. Dapat menunjukkan bukti
bahwa Audit eksternal telah
dilakukan sesuai dengan
jadual dan ringkasan temuan
hasil audit.








0-------3




0-------4
5. Review Oleh
Manajemer
5. Dapat menunjukkan bukti
bahwa pimpinan puncak telah
melakukan review pelaksanaan
EMS untuk memastikan
keberlanjutan suitability,
adequacy dan effectiveness





0------4
6. Rentang
Pengaruh
A. Aspek lingkungan yang dikelola
dalam sistem manajemen
lingkungan hanya dalam lingkup
perusahaan memiliki aspek
penting dalam sistem
manajemen lingkungan.
B. Aspek lingkungan yang dikelola
dalam sistem manajemen
lingkungan hanya dalam lingkup
perusahaan memiliki aspek
penting dalam sistem
manajemen lingkungan telah
mencakup pengaturan oleh
supplyer (input) dan/atau
konsumen (output).





1







7
7. Sertifikasi A. Sertifikasi dilakukan oleh:
1. pihak ketiga independen;

15
35

ASPEK
PENILAIAN
DESKRIPSI KRITERIA NILAI
2. sertifikasi oleh group
perusahaan induk;
3. masih dalam proses
sertifikasi;
4. belum tersertifikasi

10

5
0


B. KRITERIA PENILAIAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA

Efisiensi Energi

1. Ketentuan Umum

Kegiatan efisiensi energi yang dinilai dalam kriteria penilaian PROPER
ini adalah upaya perusahaan untuk meningkatkan efisiensi
pemakaian energi melalui kegiatan-kegiatan Peningkatan Efisiensi,
Retrofit (penggantian/perbaikan) peralatan yang ramah lingkungan,
Efisiensi di Bangunan, Efisiensi dalam Sistem Transportasi.

2. Aspek Penilaian

ASPEK
PENILAIAN
KRITERIA NILAI
1. Kebijakan
Energi
1. Memiliki kebijakan tertulis
tentang efisiensi energi

0--------2
2. Struktur dan
Tanggung
jawab
a. Memiliki manager energi yang
mempunyai tugas dan
tanggung jawab untuk
melaksanakan management
energi.
b. Memiliki tim yang bertugas
melakukan managemen energi



0--------2


0--------1
3. Perencanaan a. Perusahaan telah memiliki
rencana strategis efisiensi
energi (bersifat jangka
panjang) dengan menetapkan
tujuan dan sasaran efisiensi
energi yang relevan dengan
kebijakan lingkungan
b. Telah menetapkan program
yang jelas untuk mencapai
tujuan dan sasaran
lingkungan mencakup :
1) Pemberian tanggungjawab
untuk mencapai tujuan
dan sasaran pada fungsi





0--------2






0--------3

36

ASPEK
PENILAIAN
KRITERIA NILAI
dan tingkatan yang sesuai
dalam organisasi tersebut.
2) Cara dan jadual waktu
untuk mencapai tujuan
dan sasaran tersebut.

0--------5
4. Audit Energy a. Telah melaksanakan audit
energi, dengan menunjukkan
adanya laporan hasil audit
yang dilakukan paling lama 3
tahun terakhir.
b. Dapat menunjukkan Laporan
Audit Energi, yang di
dalamnya terdapat informasi
tentang :
1) Tujuan melakukan audit
2) Deskripsi fasilitas yang
diaudit
3) Deskripsi status energi saat
ini.
4) Potensi efisiensi energi
yang dapat dilakukan.
5) Rencana Kerja Energi
efisiensi.



0---------2





0----1
0----1

0----1


0----3

0----2
5. Pelatihan/
kompetensi
Di dalam tim management energi
terdapat staf yang memiliki
kualifikasi:
a. auditor energy
b. Training di bidang auditor
energi
c. Back ground pendidikan yang
berkaitan dengan auditor
energi




0----5

0----3


0----1
6. Pelaporan a. Data Efisiensi Energi
1) Menyampaikan data efisiensi
energy minimal 3 tahun
terakhir.
2) Data efisiensi energy
dilengkapi dengan bukti
perhitungan atau
pengukuran yang dapat
menunjukkan telah dicapai.
3) Data efisiensi telah
dinormalisasi dengan data
produksi.



0----1




0----2


0----3
37

ASPEK
PENILAIAN
KRITERIA NILAI
7. Benchmarking Dapat menunjukan bukti yang
valid dan relevan yang
menunjukan:
a. Telah dilakukan benchmarking
dengan industri sejenis, tingkat
pemanfaatan energi pada level
nasional, Asia dan
Dunia/global. Peringkat
Perusahaan dalam
Benchmarking:
1) Dunia
a) Masuk kedalam 10 Besar.
b) Berada di rata-rata
c) Berada di bawah rata-rata.
2) Asia
a) Masuk kedalam 5 Besar
b) Berada di rata-rata
c) Berada di bawah rata-rata
3) Nasional
a) Masuk kedalam 5 Besar.
b) Berada di rata-rata
c) Berada di bawah rata-rata
b. Benchmarking dilakukan
secara :
1) Internal
2) Eksternal











20
15
7

12
8
5

5
3
1


5
10
8. Implementasi
Program
a. Keberhasilan efisiensi energi:
1) Hasil efisiensi energi
masuk dalam 25 % terbaik
dari seluruh kandidat hijau
di Sektor masing-masing.
2) Hasil efisiensi energi
berada dalam interval 25
75 % percentile dari
seluruh kandidat hijau di
sector masing-masing.
3) Hasil efisiensi energi
berada di bawah percentile
25 % dari seluruh kandidat
hijau di sector masing-
masing.
b. Memperoleh penghargaan
dalam bidang efisiensi energi
minimal pada tingkat
nasional.
c. Menunjukkan bahwa kegiatan
efisiensi energi berkontribusi




15



10




5



5



38

ASPEK
PENILAIAN
KRITERIA NILAI
secara signifikan terhadap
pemberdayaan masyarakat.

10


a. Kriteria Pengurangan Dan Pemanfaatan Limbah B3

ASPEK
PENILAIAN
KRITERIA NILAI
1. Kebijakan
Pengurangan
dan
Pemanfaatan
LB3
Memiliki kebijakan tertulis tentang
pemanfaatan limbah B3

0------2

2. Struktur dan
Tanggung
jawab

a. Menyediakan sumber daya yang
memadai untuk melaksanakan
pemnafaatan limbah B3
1) Manusia (personil memiliki latar
belakang pendidikan dan
pelatihan yang relevan dengan
pelaksanaan pemanfaatan limbah
B3).
2) Dapat menunjukkan ketersediaan
dana untuk pelaksanaan
pemanfaatan limbah B3 selama
minimal 2 tahun berturut-turut.





0-------2


0------2

3. Perencanaan a. Perusahaan telah melakukan
inventarisasi Limbah B3 selama
minimal 2 tahun berturut turut.
b. Perusahaan telah memiliki program
pemanfaatan limbah B3 dengan
cara, jadual waktu dan indicator
untuk mencapai tujuan dan sasaran
tersebut.

0------2




0------2
4. Pelatihan/kom
petensi
Personil yang melakukan kegiatan
pemanfaatan limbah telah memperoleh
pelatihan yang relevan dengan kegiatan
pemanfaatan limbah paling lama dalam
3 tahun terakhir.


0------2


5. Pelaporan a. Menyampaikan data nerca limbah
B3 selama minimal 3 tahun
terakhir.
b. Menyampaikan data keberhasilan
pemanfaatan limbah B3 minimal 3
tahun terakhir.
c. Data pemanfaatan limbah B3 telah


0------4


0------4

39

ASPEK
PENILAIAN
KRITERIA NILAI
diverifikasi oleh pihak eksternal
yang memiliki kompentensi di
bidang tersebut.


0------5
6. Benchmarking a. Telah dilakukan benchmarking
dengan industri sejenis, dalam
pemanfaatan limbah B3.
Peringkat Perusahaan dalam
Benchmarking:
1) Dunia
a) Masuk kedalam 10 Besar
b) Berada di rata-rata
c) Berada di bawah rata-rata.
2) Asia
a) Masuk kedalam 5 Besar
b) Berada di rata-rata
c) Berada di bawah rata-rata
3) Nasional
a) Masuk kedalam 5 Besar
b) Berada di rata-rata
c) Berada di bawah rata-rata
b. Benchmarking dilakukan secara:
1) Internal
2) Eksternal






20
15
7

12
8
5

5
3
1

5
10
a. Melakukan pengurangan jumlah
salah satu LB3 dominan dari jumlah
yang dihasilkan. Basis waktu
perhitungan dari tahun sebelumnya




1) x <2% 0
2) 2 x < 5% 5
3) 5 x < 10% 10
4) x 10% 15
b. Melakukan pengurangan jumlah
LB3 non dominan dari jumlah yang
dihasilkan. Basis waktu perhitungan
dari tahun sebelumnya

1) x <2% 0
2) 2 x < 5% 4
3) 5 x 10 < % 6
4) x 10% 10
c. Melakukan kegiatan pemanfaatan
salah satu limbah B3 dominan dari
jumlah yang dihasilkan di lokasi
atau tempat lain akumulasi limbah 1
tahun

1) x < 5% 0
7. Implementasi
Program
2) 5 x < 25% 4
40

ASPEK
PENILAIAN
KRITERIA NILAI
3) 25 x < 50% 6
4) x 50% 10
d. Melakukan kegiatan pemanfaatan
salah satu limbah B3 non dominan
dari jumlah yang dihasilkan di lokasi
atau tempat lain akumulasi 1 tahun

1) x < 5% 0
2) 5 x < 25% 4
3) 25 x < 50% 6
4) x 50% 10


b. Kriteria 3R (Reuse, Reduse, Recycle) Limbah Padat Non B3
ASPEK
PENILAIAN
KRITERIA NILAI
1. Kebijakan
Pengelolan
Limbah Padat
Non B3
a. Memiliki kebijakan tertulis tentang
pemanfaatan sampah.

0------2
b. Struktur dan
Tanggung
jawab

a. Menyediakan sumber daya yang
memadai untuk melaksanakan
pemanfaatan sampah
1) Manusia (personil memiliki latar
belakang pendidikan dan
pelatihan yang relevan dengan
pelaksanaan pemanfaatan
sampah).
2) Dapat menunjukkan ketersediaan
dana untuk pelaksanaan
pemanfaatan sampah selama
minimal 2 tahun berturut-turut.





0-------2


0------2
c. Perencanaan a. Perusahaan telah melakukan
inventarisasi Sampah selama
minimal 2 tahun berturut turut.
b. Perusahaan telah memiliki program
pemanfaatan sampah dengan cara,
jadual waktu dan indicator untuk
mencapai tujuan dan sasaran
tersebut.

0------2



0------2
d. Pelatihan/
kompetensi
a. Personil yang melakukan kegiatan
pemanfaatan limbah telah
memperoleh pelatihan yang relevan
dengan kegiatan pemanfaatan
limbah paling lama dalam 3 tahun
terakhir.




0------4
41

ASPEK
PENILAIAN
KRITERIA NILAI
e. Pelaporan a. Menyampaikan data neraca sampah
selama minimal 2 tahun terakhir.
b. Menyampaikan data keberhasilan
pemanfaatan sampah minimal 3
tahun terakhir.
c. Data pemanfaatan sampah telah
diverifikasi oleh pihak eksternal yang
memiliki kompentensi di bidang
tersebut.

0------4

0------4


0------5
6. Benchmarking a. Telah dilakukan benchmarking
dengan industri sejenis, dalam
pemanfaatan sampah.
Peringkat Perusahaan dalam
Benchmarking:
1) Dunia
a) Masuk kedalam 10 Besar.
b) Berada di rata-rata
c) Berada di bawah rata-rata.
2) Asia
a) Masuk kedalam 5 Besar.
b) Berada di rata-rata
c) Berada di bawah rata-rata
3) Nasional
a) Masuk kedalam 5 Besar.
b) Berada di rata-rata
c) Berada di bawah rata-rata
b. Benchmarking dilakukan secara :
1) Internal
2) Eksternal






20
15
7

12
8
5

5
3
1

5
10
a. Melakukan pengurangan sampah
dari jumlah yang dihasilkan. Basis
waktu perhitungan dari tahun
sebelumnya




1) x <2% 0
2) 2 x < 5% 5
3) 5 x < 10% 10
4) x 10% 15
b. Melakukan kegiatan pemanfaatan
sampah

1) x < 5% 0
2) 5 x < 25% 4
3) 25 x < 50% 6
4) x 50% 10
7. Implementasi
Program
c. Kegiatan Pemanfaatan sampah
berkontribusi secara siginifikan
terhadap upaya pemberdayaan
masyarakat



10
42

ASPEK
PENILAIAN
KRITERIA NILAI
d. Memiliki dan mengimplementasikan
kebijakan Extended Producer
Responsible untuk pengelolaan
sampah dari hasil kegiatan yang
dihasilkannya.



13


c. Kriteria Pengurangan Pencemar Udara
1. Ketentuan Umum
a) Pengurangan pencemaran udara yang termasuk dalam
lingkup penilaian PROPER ini adalah seluruh kegiatan yang
dilakukan oleh perusahaan untuk mengurangi emisi bahan
pencemaran udara ke lingkungan dan upaya tersebut tidak
menyebabkan pencemaran ke media lain secara signifikan.
b) Pencemaran udara yang dimaksud dalam angka 1 adalah
parameter pencemaran udara konvensional yaitu Sulfur
Dioksida, Partikulat, Hidrokarbon, Hidrogen Sulfida dan
parameter Gas Rumah Kaca yaitu Karbon Dioksida, Methan,
Nitrogen Oksida dan Flouronated Gases (bahan perusak
Ozone).
2. Aspek Penilaian

ASPEK
PENILAIAN
KRITERIA NILAI
1. Kebijakan
Pengurangan
Pencemar
Udara
Memiliki kebijakan tertulis
tentang pengurangan pencemaran
udara
a. Bahan pencemar udara
konvensional.
b. Gas Rumah Kaca



0------1

0------1
2. Struktur dan
Tanggung
jawab

a. Memiliki tim dengan
kewenangan, tanggung jawab
dan akuntabilitas yang jelas
untuk melaksanakan
pengurangan pencemar udara.
b. Menyediakan sumber daya
yang memadai untuk
melaksanakan pengurangan
pencemar udara :
1) Manusia (personil memiliki
latar belakang pendidikan
dan pelatihan yang relevan
dengan pelaksanaan
pengurangan pencemar
udara).



0------1









0------1

43

ASPEK
PENILAIAN
KRITERIA NILAI
2) Dapat menunjukkan
ketersediaan dana untuk
pelaksanaan pengurangan
pencemar udara selama
minimal 2 tahun berturut-
turut.




0------1
3. Perencanaan a. Perusahaan telah memiliki
rencana strategis untuk
pengurangan pencemar udara
dengan menetapkan tujuan
dan sasaran pengurangan
pencemar udara yang relevan
dengan kebijakan lingkungan.
b. Telah menetapkan program
yang jelas untuk mencapai
tujuan dan sasaran lingkungan
mencakup :
1) Pemberian tanggungjawab
untuk mencapai tujuan dan
sasaran pada fungsi dan
tingkatan yang sesuai
dalam organisasi tersebut.
2) Cara dan jadual waktu
untuk mencapai tujuan dan
sasaran tersebut.





0------1








0------1



0------1
4. Iventarisasi
Emisi
a. Telah memiliki sistem
Inventarisasi Emisi yang
mencakup antara lain :
1) identifikasi sumber emisi
dan proses yang
menyebabkan terjadinya
emisi, termasuk nama atau
kode yang digunakan untuk
identitas sumber emisi,
titik koordinat dan
parameter emisi utama yang
dihasilkan dari sumber
emisi:
a) Bahan pencemar udara
konvensional.
b) Gas Rumah Kaca
2) Deskripsi metode yang
digunakan untuk
menghitung beban emisi:
a) Bahan pencemar udara
konvensional.
b) Gas Rumah Kaca.













0------1

0------1



0------1

0------1
44

ASPEK
PENILAIAN
KRITERIA NILAI
3) Pencatatan dan uraian data
aktifitas, faktor emisi, faktor
oksidasi dan konversi dari
masing-masing sumber
emisi yang dihitung beban
emisinya:
a) Bahan pencemar udara
konvensional.
b) Gas Rumah Kaca
4) Pendokumentasian bukti-
bukti yang dapat
menunjukkan kebenaran
perhitungan data aktifitas
yang digunakan sebagai
pendukung untuk
perhitungan beban emisi:
a) Bahan pencemar udara
konvensional.
b) Gas Rumah Kaca
5) Pendiskripsian pendekatan
yang digunakan untuk
mengambil contoh atau
analisa untuk menentukan
nilai kalori bersih (net
calorific value), kandungan
karbon (carbon content),
faktor emisi (emission
factors), faktor oksidasi, dan
konversi (oxidation and
conversion factor) untuk
masing masing sumber
emisi:
a) Bahan pencemar udara
konvensional.
b) Gas Rumah Kaca
6) Penghitungan beban emisi
dari seluruh sumber emisi
yang berada dalam area
kewenangan kegiatannya:
a) Bahan pencemar udara
konvensional.
b) Gas Rumah Kaca






0------1

0------1







0------1

0------1













0------1

0------1




0------1

0------1
5. Pelatihan/
kompetensi
Di dalam tim pengelolaan emisi
terdapat staf yang memiliki
kompentensi untuk melakukan
inventarisasi emisi berdasarkan
training , back ground pendidikan



0------1
45

ASPEK
PENILAIAN
KRITERIA NILAI
yang relevan.
6. Pelaporan a. Data Pengurangan Pencemar
Udara
1) Menyampaikan data
pengurangan pencemar
udara minimal 3 tahun
terakhir.
a) Bahan pencemar udara
konvensional.
b) Gas Rumah Kaca
c) Data telah di
normalisasi ke dalam
data intensitas emisi (
beban emisi per satuan
produk atau bahan
baku yang digunakan
dengan satuan yang
lazim untuk masing-
masing sektor industry )
b. Inventarisasi Emisi telah
diverifikasi oleh pihak
eksternal yang memiliki
kompentensi di bidang tersebut
maksimal dalam 3 tahun
terakhir.






0------2

0------2








0------2





0-------3
7.Benchmarking a. Telah dilakukan benchmarking
dengan industri sejenis, tingkat
pemanfaatan energy pada level
nasional, Asia dan
Dunia/global. Peringkat
Perusahaan dalam
Benchmarking:
1) Dunia
a) Masuk kedalam 10
Besar.
b) Berada di rata-rata
c) Berada di bawah rata-
rata.
2) Asia
a) Masuk kedalam 5 Besar.
b) Berada di rata-rata
c) Berada di bawah rata-
rata
3) Nasional
a) Masuk kedalam 5 Besar.
b) Berada di rata-rata








20

15

7

12
8
5


5
3
46

ASPEK
PENILAIAN
KRITERIA NILAI
c) Berada di bawah rata-
rata
b. Benchmarking dilakukan
secara:
1) Internal
2) Eksternal
1



5
10
8. Implementasi
Program
a. Keberhasilan Pengurangan
Pencemar Udara:
1) Hasil pengurangan
pencemar udara masuk
dalam 25 % terbaik dari
seluruh kandidat hijau di
Sektor masing-masing.
a) Bahan pencemar udara
konvensional.
b) Gas Rumah Kaca
2) Hasil pencemar
udaraberada dalam interval
25 75 % percentile dari
seluruh kandidat hijau di
sector masing-masing.
a) Bahan pencemar udara
konvensional.
b) Gas Rumah Kaca
3) Hasil pencemar
udaraberada di bawah
percentile 25 % dari seluruh
kandidat hijau di sector
masing-masing.
a) Bahan pencemar udara
konvensional.
b) Gas Rumah Kaca
b. Telah mengikuti Project CDM
atau perdagangan karbon:
1) Dalam tahap sudah
disetujui oleh DNA dengan
menunjukkan bukti
persetuan dari DNA.
2) Dalam Proses Persetujuan
Executive Board CDM
dengan menunjukkan
bukti-bukti yang relevan.
3) Telah Memperoleh Kredit
Karbon setelah disetujui
oleh Executive Board,
dengan menunjukkan bukti
persetujuan EB dan kredit







10

10





5

5





1

1





5


10




15

47

ASPEK
PENILAIAN
KRITERIA NILAI
karbon yang telah diperoleh.
c. Memperoleh penghargaan
minimal pada tingkat nasional
berkaitan dengan penurunan
emisi udara.
d. Program penurunan emisi
berkontribusi secara signifikan
terhadap program
pemberdayaan masyarakat.
e. Sudah melakukan pemantauan
emisi kendaraan bermotor
operasional > 90% dan semua
memenuhi baku mutu
f. Menggunakan bahan bakar
dapat diperbaharui (renewable)
untuk kegiatan utama:
1) 20% bahan bakar yang
digunakan berasal dari
bahan bakar dapat
diperbaharui
2) 10-20% bahan bakar yang
digunakan berasal dari
bahan bakar diperbaharui
3) 2.5-10% bahan bakar yang
digunakan berasal dari
bahan bakar diperbaharui
g. Pemakaian bahan perusak
ozon:
1) Tidak menggunakan bahan
perusak ozon
2) Memiliki program
pengurangan pemakaian
bahan perusak ozon
h. >50% bahan bakar yang
digunakan untuk kegiatan
utama menggunakan bahan
bakar gas



5


10




10






15



10


5



10


3


5


KRITERIA KONSERVASI AIR

1. Ketentuan Umum
Penilaian konservasi air dalam Peringkat Hijau dan Emas ini meliputi
aspek reklamasi air, daur ulang, pemanfaatan kembali dan
peningkatan kinerja sistem penyediaan air.
48

Reklamasi Air adalah pengolahan atau pemrosesan air limbah untuk
dapat digunakan kembali sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dan
memenuhi kriteria kualitas air sesuai peraturan yang berlaku.
Daur ulang air adalah pemanfaatan air limbah yang telah diolah dan
dikembalikan ke dalam proses produksi.
Pemanfaatan air adalah penggunaan air limbah yang telah di olah
untuk kegiatan yang lain seperti irigasi dan air pendingin, dengan
catatan kualitas air telah memenuhi baku mutu jika pemanfaatan
diaplikasikan ke lingkungan.
Peningkatan kinerja sistem penyediaan air dilakukan dengan
mencegah terjadinya kehilangan air akibat kebocoran, atau perbaikan
sistem sehingga jumlah air yang hilang mengalami penurunan.

2. Aspek Penilaian
ASPEK
PENILAIAN
KRITERIA NILAI
1. Kebijakan
Konservasi Air
Memiliki kebijakan tertulis tentang
konservasi air

0------2

2. Struktur dan
Tanggung
jawab

3. Menyediakan sumber daya yang
memadai untuk
melaksanakankonservasi air:
1) Manusia (personil memiliki latar
belakang pendidikan dan
pelatihan yang relevan dengan
pelaksanaan konservasi air).
2) Dapat menunjukkan
ketersediaan dana untuk
pelaksanaan pengurangan
pencemar udara selama minimal
2 tahun berturut-turut.






0------2




0------2
3. Perencanaan a. Perusahaan telah memiliki rencana
strategis untuk pengurangan
pencemar udara dengan
menetapkan tujuan dan sasaran
konservasi air yang relevan dengan
kebijakan lingkungan.
b. Telah menetapkan program yang
jelas untuk mencapai tujuan dan
sasaran lingkungan mencakup :
1) Pemberian tanggungjawab untuk
mencapai tujuan dan sasaran
pada fungsi dan tingkatan yang
sesuai dalam organisasi tersebut.
2) Cara dan jadual waktu untuk
mencapai tujuan dan sasaran
tersebut.





0------2





0------2


0------2
4. Pelatihan/kom a. Di dalam tim konservasi air terdapat
49

ASPEK
PENILAIAN
KRITERIA NILAI
petensi staf yang memiliki kompentensi
untuk melakukan pengelolaan air
b. Personel pengelolaan air Memiliki
Sertifikasi EPCM

0------2

0------7
5. Pelaporan a. Data konservasi air
1) Menyampaikan data keberhasilan
konservasi air minimal 3 tahun
terakhir.
2) Data telah di normalisasi ke
dalam data intensitas pemakaian
air ( jumlah air per satuan
produk atau bahan baku yang
digunakan dengan satuan yang
lazim untuk masing-masing
sektor industry)
3) Data konservasi air telah
diverifikasi oleh pihak eksternal
yang memiliki kompentensi di
bidang tersebut.



0------4





0------5




0------10
6. Benchmarking a. Telah dilakukan benchmarking
dengan industri sejenis, dalam
bidang konservasi air pada level
nasional, Asia dan Dunia/global.

Peringkat Perusahaan dalam
Benchmarking:
1) Dunia
a) Masuk kedalam 10 Besar.
b) Berada di rata-rata
c) Berada di bawah rata-rata.
2) Asia
a) Masuk kedalam 5 Besar.
b) Berada di rata-rata
c) Berada di bawah rata-rata
3) Nasional
a) Masuk kedalam 5 Besar.
b) Berada di rata-rata
c) Berada di bawah rata-rata
b. Benchmarking dilakukan secara :
1) Internal
2) Eksternal








20
15
7

12
8
5

5
3
1

5
10
7. Implementasi
Program
a. Keberhasilan Konservasi Air:
1) Kinerja termasuk dalam 25 %
terbaik dari seluruh kandidat
hijau di Sektor masing-masing.
2) Kinerja termasuk dalam interval
25 75 % percentile dari seluruh



15


50

ASPEK
PENILAIAN
KRITERIA NILAI
kandidat hijau di sector masing-
masing.
3) Kinerja termasuk dibawah
interval 25 percentile dari
seluruh kandidat hijau di sector
masing-masing
b. Memperoleh penghargaan minimal
dalam level nasional berkaitan
dengan upaya konservasi pemakaian
air.
c. Program konservasi air
berkontribusi secara signifikan
terhadap pemberdayaan masyarakat
8


0


5


10


a. Kriteria Penilaian Perlindungan Keanekaragaman Hayati

1. Ketentuan Umum
Penilaian perlindungan keanekaragaman hayati dalam Peringkat Hijau
dan Emas ini meliputi:
a) Konservasi insitu, meliputi metode dan alat untuk melindungi
spesies, variabilitas genetic dan habitat dalam ekosistem lainnya.
Pendekatan insitu meliputi pengelolaan kawasan lindung seperti:
cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata
alam, hutan lindung, sempadan sungai, sempadan pantai,
kawasan mangrove, terumbu karang, kawasan plasma nuftah dan
kawasan bergambut, termasuk pengelolaan satwa liar dan strategi
perlindungan sumberdaya di luar kawasan lindung.
b) Konservasi Eksitu, meliputi metode dan alat untuk melindungi
spesies tanaman, satwa liar dan organism mikro serta varietas
genetic di luar habitat/ekosistem aslinya. Kegiatan yang umum
dilakukan antara lain penangkaran, penyimpanan atau pengklonan
karena alasan: (1) habitat mengalami kerusakan akibat konversi;
(2) materi tersebut dapat digunakan untuk penelitian, percobaan,
pengembangan produk baru atau pendidikan lingkungan. Dalam
metode tersebut termasuk pembangunan kebun raya, koreksi
mikrologi, museum, bank bibit, koleksi kultur jaringan dan kebun
binatang.
c) Restorasi dan Rehabilitasi, meliputi metode, baik insitu maupun
eksitu, untuk memulihkan spesies, varietas genetic, komunitas,
populasi, habitat dan proses-proses ekologis. Restorasi ekologis
biasanya melibatkan upaya rekonstruksi ekosestim alami atau
semi alami di daerah-daerah yang mengalami degradasi, termasuk
reintoduksi species asli, sedangkan rehabilitasi melibatkan upaya
untuk memperbaiki proses-proses ekosistem, misalnya daerah
aliran sungai, tetapi tidak diikuti dengan pemulihan ekosistem dan
keberadaan spesies asli.
51


2. Aspek Penilaian
ASPEK
PENILAIAN
KRITERIA NILAI
1. Kebijakan
Perlindungan
Keanekaraga
man Hayati
Memiliki kebijakan Perlindungan
Keanekaragaman Hayati




0------2
2. Struktur dan
Tanggung
jawab

a. Memiliki unit yang menangani
perlindungan keanekaragaman
hayati:
1) Manusia (personil memiliki latar
belakang pendidikan dan
pelatihan yang relevan dengan
perlindungan keanekaragaman
hayati).
2) Dapat menunjukkan ketersediaan
dana untuk pelaksanaan
perlindungan keanekaragaman
hayati selama minimal 2 tahun
berturut-turut.
3) Memiliki kerjasama dengan
lembaga/organisasi yang
menangani perlindungan
keanekaragaman hayati







0-------2




0------2



0------3
3. Perencanaan a. Perusahaan telah memiliki rencana
strategis untuk perlindungan
keanekaragaman hayati.
b. Telah menetapkan program yang
jelas untuk mencapai tujuan dan
sasaran lingkungan mencakup :
1) Pemberian tanggungjawab untuk
mencapai tujuan dan sasaran
pada fungsi dan tingkatan yang
sesuai dalam organisasi tersebut.
2) Cara dan jadual waktu untuk
mencapai tujuan dan sasaran
tersebut.


0------4






0------2


0------2
4. Pelaporan a. Memiliki sistem informasi yang dapat
mengumpulkan dan mengevaluasi
status dan kecenderungan sumber
daya keanekaragaman hayati dan
sumber daya biologis yang dikelola
b. Memiliki data tentang status dan
kecenderungan sumber daya
keanekaragaman hayati dan sumber
daya biologis yang dikelola minimal
selama 2 tahun terakhir




0------10




0------10
52

ASPEK
PENILAIAN
KRITERIA NILAI
c. Memiliki publikasi yang disampaikan
kepada publik atau instansi
pemerintah yang relevan tentang
status dan kecenderungan sumber
daya keanekaragaman hayati dan
sumber daya biologis yang dikelola
minimal diterbitkan 2 tahun terakhir






0------20
5. Implementasi
Program
a. Keberhasilan perlindungan
keanekaragaman hayati:
1) Kinerja termasuk dalam 25 %
terbaik dari seluruh kandidat
hijau di Sektor masing-masing.
2) Kinerja termasuk dalam interval
25 75 % percentile dari seluruh
kandidat hijau di sector masing-
masing.
3) Kinerja termasuk dalam interval
25 75 % percentile dari seluruh
kandidat hijau di sektor masing-
masing
b. Memperoleh penghargaan minimal
dalam level nasional berkaitan
dengan upaya perlindungan
keanekaragaman hayati.
c. Program perlindungan keaneka
ragaman hayati berkontribusi secara
signifikan terhadap pemberdayaan
masyarakat




30



10



0



0-------3



0-------10


C. KRITERIA COMMUNITY DEVELOPMENT

ASPEK
PENILAIAN
KRITERIA NILAI
1. Kebijakan
Community
Development
a. Terdapat kebijakan tertulis
perusahaan mengenai CD


0------2
2. Struktur dan
Tanggung
jawab

a. Memiliki unit yang menangani
Community Development:
1) Manusia (personil memiliki latar
belakang pendidikan dan
pelatihan yang relevan dengan
Community Development).
2) Memiliki struktur yang secara
tertulis memiliki tugas dan fungsi
untuk melaksanakan Community
Development





0-------2



0-------2
53

ASPEK
PENILAIAN
KRITERIA NILAI
3) Ketersediaan dana untuk
pelaksanaan Community
Development selama minimal 3
tahun berturut-turut.



0------2
3. Perencanaan a. Perusahaan dapat menunjukkan
dokumen sosial mapping yang di
dalamnya terdapat:
1) Pemetaan jaringan social yang
memberikan gambaran tentang
garis-garis hubungan antar
kolompok/individu
2) Informasi mengenai siapa,
kepentingannya, jaringannya
dengan siapa, dan posisi sosial
3) Analisis jaringan sosial dan
derajat kepentingan masing-
masing stakeholder (contoh:
Kontraktor penyedia tenaga kerja,
penyedia sarana, pemasok makan
karyawan)
4) Identifikasi masalah sosial
5) Identifikasi potensi (modal sosial)
6) Perumusan kebutuhan
masyarakat yang akan ditangani
dalam program community
development
7) Identifikasi kelompok rentan
b. Dokumen sosial mapping yang
disampaikan merupakan update 3
tahun terakhir
c. Perusahaan dapat menunjukkan
dokumen rencana strategis
pengembangan masyarakat yang
didalamnya terdapat:
1) Program bersifat jangka panjang
dan dirinci dengan program
tahunan
2) Program menjawab kebutuhan
kelompok rentan
3) indicator untuk mengukur kinerja
capaian program yang terukur
4) proses perencanaan melibatkan
anggota masyarakat






0------5


0------5





0------5
0------5
0------5


0------5

0------5


0------2






0------4

0------4

0------4

0------4
4. Evaluasi dan
Pelaporan
a. Dapat menunjukkan dokumen
pelaporan dan evaluasi pelaksanaan
CD 3 tahun terakhir yang di
dalamnya terdapat:




54

ASPEK
PENILAIAN
KRITERIA NILAI
1) Kesesuaian program dengan
indikator kinerja capaian program
yang telah ditetapkan dalam
dokumen rencana strategis
2) Kesesuaian program dengan
perencanaan
3) Kesesuaian implementasi program
dengan waktu yang direncanakan
4) Kesesuaian program dengan
anggaran yang direncanakan
5) System evaluasi yang dilakukan
oleh manajemen dan diketahui
oleh pimpinan perusahaan.
6) Bukti-bukti upaya perbaikan
program berdasarkan hasil
evaluasi
7) Indeks Kepuasan Masyarakat
(IKM) yang menyangkut program
CD
8) Lahirnya institusi ekonomi lokal
baru, keberlanjutan institusi, dan
perkembangan institusi
b. Mampu menujukan bukti-bukti
keterlibatan masyarakat dalam
proses evaluasi
c. Dapat menunjukkan bahwa
perusahaan telah memiliki prosedur
untuk menangani konflik dengan
masyarakat.
d. Dapat menunjukkan catatan
kejadian keluhan masyarakat dan
penanganannya selama dua tahun
terakhir.
e. Dapat menunjukkan bukti bahwa
kejadian konflik dengan masyarakat
selama dua tahun terakhir
mengalami penurunan.



0------1

0------1

0------1

0------1


0------1


0------1


0------1


0------1


0------3



0------3



0------3



0------3
5. Implementasi
Program
a. Kesesuaian program dengan
perencanaan
1) 75% program yang
diimplementasikan sesuai dengan
perencanaan
2) 100% program yang
diimplementasikan sesuai dengan
waktu yang direncanakan
3) 75% program yang
dimplementasikan sesuai dengan




0------3


0------3


55

ASPEK
PENILAIAN
KRITERIA NILAI
anggaran yang direncanakan
b. Memiliki publikasi yang disampaikan
kepada publik atau instansi
pemerintah yang relevan tentang
status dan kecenderungan
Community Development yang
dikelola minimal diterbitkan 1 tahun
terakhir
c. Dapat menunjukkan bukti-bukti
dana CD (> 1% dari laba bersih)
d. Adanya pengakuan (sertifikat) dari
pemerintah dan pihak lain bahwa
perusahaan telah berpartisipasi
dalam pembangunan daerah dalam
waktu 1 tahun terakhir minimal
tingkat provinsi
0------3






0------5

0------5




0------10

D. KRITERIA PENILAIAN COMMUNITY DEVELOPMENT EMAS

No Kriteria Penilaian Nilai
1 Pelaksanaan program CD direncanakan
a. Seluruh program gagal dilaksanakan, terdapat
klaim dari pemangku dan penerima
0
b. Sebagian besar program dilaksanakan, karena
salah prosedur atau mekanisme umpan balik
tertutup
5
c. Seluruh program berhasil dilaksanakan,
karena melampaui/mencapai seluruh
indicator keberhasilan yang telah ditetapkan
dalam perencanaan
10
2 Berdasarkan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)
yang menyangkut program CD, >50% masyarakat
yang menerima program menyatakan puas
10
3 Kohesi sosial masyarakat
a. Terdapat konflik dalam masyarakat yang
terkait dengan perusahaan 1 tahun terakhir
-10
b. Terjadi konflik antara perusahan dengan
masyarakat selama 1 tahun terakhir (konflik
yang tercatat aparat pemerintah)
-10
4 Keterlibatan stakeholder dalam pengelolaan
program (bukan penerima)


a. Proses implementasi melibatkan masyarakat 0---4
b. Proses implementasi melibatkan lembaga
swadaya masyarakat
0---4

c. Proses implementasi melibatkan lembaga
pemerintah daerah (kabupaten/kota)
0---2
56

5 Keberhasilan mendorong ke arah kemandirian
a. Berhasil memandirikan masyarakat,
menunjukkan peningkatan pendapatan
masyarakat.
5
b. >25% Penerima program/kelompok sasaran
mampu memanfaatkan akses yang diberikan
perusahaan
5
c. Kelompok sasaran mampu mengembangkan
keterampilan kepada kelompok lain
5
d. Institusi ekonomi lokal baru karena program
community development (salah satu terpenuhi)
1) Lahirnya institusi baru
2) Keberlanjutan institusi
3) Perkembangan Institusi
5


MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP,

ttd

GUSTI MUHAMMAD HATTA


Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,



Inar Ichsana Ishak

57


Lampiran III
Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup
Nomor : 05 Tahun 2011
Tanggal : 11 Oktober 2011

MEKANISME PENILAIAN PROPER

A. TAHAP PERSIAPAN

Tahap persiapan pelaksanaan pada dasarnya adalah persiapan untuk
melaksanakan kegiatan PROPER selanjutnya. Kegiatan yang dilakukan
pada tahap ini antara lain mencakup:

1. Penyusunan Kriteria
a. Kriteria penilaian PROPER terdiri dari dua bagian yaitu kriteria
penilaian ketaatan dan kriteria penilaian lebih dari yang
dipersyaratkan dalam peraturan (beyond compliance).
b. Untuk penilaian ketaatan, aspek yang dinilai adalah ketaatan
terhadap :
1) persyaratan dokumen lingkungan dan pelaporannya;
2) pengendalian pencemaran air;
3) pengendalian pencemaran udara;
4) peraturan pengelolaan limbah B3; dan
5) potensi kerusakan lahan.
c. Kriteria penilaian ketaatan dilakukan pembaharuan setiap
tahunnya dengan memasukkan peraturan-peraturan terbaru ke
dalam kriteria.
d. Kriteria penilaian aspek lebih dari yang dipersyaratkan (beyond
compliance) lebih bersifat dinamis karena selalu disesuaikan
dengan perkembangan teknologi, penerapan praktek-praktek
pengelolaan lingkungan terbaik dan isu-isu lingkungan yang
bersifat global.
e. Kriteria penilaian aspek lebih dari yang dipersyaratkan (beyond
compliance) terdiri dari :
1) kriteria penilaian sistem manajemen lingkungan
2) kriteria penilaian pemanfaatan sumber daya
3) kriteria penilaian pemberdayaan masyarakat
f. Penyusunan kriteria yang terkait dengan pelaksanaan PROPER
dilakukan oleh tim teknis dengan mempertimbangkan masukan
dari berbagai pihak antara lain pemerintah provinsi,
kabupaten/kota, asosiasi industri, usaha dan/atau kegiatan yang
dinilai, LSM, perguruan tinggi, instansi terkait, dan Dewan
Pertimbangan Proper.
g. Menteri menetapkan Kriteria Penilaian Proper.
h. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dapat mengusulkan
kriteria penentuan proper yang spesifik untuk daerahnya masing-
masing dengan ketentuan:
58

1) usulan kriteria didasarkan atas peraturan daerah yang
berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup dan tidak
boleh longgar daripada peraturan nasional; dan
2) penerapan kriteria tersebut harus mendapatkan persetujuan
Kementerian Lingkungan Hidup.
2. Pemilihan usaha dan/atau kegiatan yang dinilai kinerjanya
a. Usaha dan/atau kegiatan yang dinilai kinerjanya melalui Proper
selanjutnya disebut sebagai Peserta Proper.
b. Kriteria Peserta Proper:
1) termasuk kegiatan wajib amdal;
2) produk yang dihasilkan untuk tujuan ekspor;
3) terdaftar dalam pasar bursa;
4) menjadi perhatian masyarakat, baik dalam lingkup regional
maupun nasional. Usaha dan atau kegiatan yang memperoleh
peliputan berita-berita di media massa skala regional maupun
nasional merupakan peserta potensial Proper. Selain itu,
perhatian dari pemangku kepentingan strategis seperti
lembaga legislatif, lembaga swadaya masyarakat juga menjadi
bahan pertimbangan penting untuk penapisan peserta Proper;
5) skala kegiatan cukup signifikan untuk menimbulkan dampak
terhadap lingkungan;
6) lokasi usaha dan/atau kegiatan berada di kawasan yang
mempunyai risiko tinggi terhadap terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan yang membahayakan
masyarakat; dan
7) mengajukan secara sukarela untuk menjadi Peserta PROPER.
c. Jumlah Peserta Proper ditetapkan dengan mengacu kepada:
1) kriteria peserta proper;
2) rencana strategis Kementerian Lingkungan Hidup atau
rencana strategis pelaksanaan Proper;
3) usulan dari unit-unit terkait yang didasarkan pada
kepentingan pelaksanaan kebijakan pengendalian
pencemaran;
4) usulan dari pemerintah provinsi dan Kabupaten/Kota.
d. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dapat mengusulkan
usaha dan/atau kegiatan dengan mengacu kepada Kriteria
Peserta Proper.
e. Pemerintah Provinsi mengkoordinasikan usulan Peserta Proper
yang disampaikan oleh Pemerintah kabupaten/kota.
f. Sekretariat Proper mengkoordinasikan usulan Peserta Proper dari
masing-masing unit Kementerian Lingkungan Hidup, usulan dari
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota serta usulan dari
industri secara sukarela.
g. Ketua tim teknis Proper menetapkan daftar peserta usaha
dan/atau kegiatan yang dinilai.
h. Pengawasan yang dilakukan oleh Proper adalah pengawasan yang
bersifat wajib, sehingga usaha dan atau kegiatan yang telah
ditetapkan sebagai peserta Proper tidak dapat menolak kecuali
usaha dan atau kegiatan tersebut sudah atau sedang tidak
59

beroperasi atau sedang dalam proses penegakan hukum
lingkungan.
i. Pemberitahuan kepada Peserta Proper dilakukan dengan jalan
mengundang perusahaan yang bersangkutan dalam kegiatan
sosialisasi Proper sebelum pelaksanaan inspeksi atau
pemberitahuan secara tertulis.

3. Dekonsentrasi PROPER
a. Dengan semakin bertambahnya target peserta Proper, maka
Kementerian Lingkungan Hidup memberikan kewenangan
pelaksanaan Proper kepada pemerintah provinsi yang ditunjuk.
b. Ketua tim teknis Proper menetapkan Pemerintah Provinsi yang
ditunjuk dengan mempertimbangkan kemampuan sumberdaya
manusia dan kemudahan dalam kerjasama.
c. Susunan tim pelaksana Proper provinsi adalah :
1) ketua tim pelaksana Proper;
2) sekretariat tim pelaksana Proper;
3) koordinator tim inspeksi;
4) tim inspeksi lapangan.
d. Ketua tim teknis Proper menetapkan industri yang diserahkan
pengawasannya kepada provinsi, tahapan dan jadual pelaksanaan
pengawasan dan penyusun laporan serta mekanisme pengawasan
dan pemeringkatan provinsi.

4. Penguatan Kapasitas
a. Tim teknis melakukan penguatan kapasitas sumberdaya manusia
baik kepada tim teknis Proper Kementerian Lingkungan Hidup
maupun kepada Tim Pelaksana Proper provinsi dan
kabupaten/kota. Peningkatan kapasitas dilakukan oleh tim teknis
sendiri atau mengundang pakar dari luar yang mempunyai
kompetansi tertentu sesuai dengan kebutuhan.
b. Kementerian Lingkungan Hidup melakukan peningkatan
kapasitas kepada tim pelaksana Proper provinsi.
c. Tim Pelaksana Proper provinsi melakukan peningkatan kapasitas
kepada Tim Pelaksana Proper kabupaten/kota dengan
menggunakan muatan materi dan narasumber yang ditetapkan
oleh tim teknis Proper.
d. Sekretariat Proper mengkoordinasikan pelaksanaan penguatan
kapasitas.

5. Sosialisasi
a. Tim Teknis Proper melakukan sosialisasi kegiatan Proper kepada
stakeholder terkait untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas
pelaksanaan Proper. Kegiatan sosialisasi Proper dilakukan melalui
berbagai metode seperti pencetakan dan penyebaran leaflet dan
booklet, seminar dan workshop, dan kegiatan dengan media
massa.
b. Dalam rangka sosialisasi kriteria penilaian Proper, maka:
60

1) Tim teknis Proper melakukan sosialisasi kepada usaha dan
atau kegiatan yang dinilai, asosiasi industri dan pemerintah
provinsi dan kabupaten/kota dalam skala nasional.
2) Tim pelaksana Proper provinsi melakukan sosialisasi kepada
usaha dan atau kegiatan yang dinilai/industri di wilayahnya
dengan narasumber dari Tim Teknis Proper Kementerian
Lingkungan Hidup.

B. PENILAIAN PERINGKAT BIRU, MERAH DAN HITAM

1. Pengumpulan data
a. Dalam rangka penilaian peringkat biru, merah dan hitam terdapat
dua jenis data yang menjadi acuan tim teknis dalam menentukan
peringkat Proper, yaitu data sekunder dan data primer. Data
sekunder merupakan data yang dihasilkan oleh pihak selain tim
teknis, dan data primer adalah data yang didapatkan secara
langsung oleh tim teknis dalam kegiatan inspeksi.
b. Pengumpulan data sekunder dilakukan secara langsung maupun
tidak langsung oleh tim teknis berdasarkan pelaporan dan
pemantauan berasal dari usaha dan atau kegiatan yang dinilai,
pemerintah daerah, dan pihak ke-3 yang dapat dipertanggung
jawabkan. Data sekunder tersebut dapat dikumpulkan oleh tim
teknis dalam bentuk hard copy maupun soft copy.
c. Pengumpulan data sekunder dari kuesioner dilakukan oleh Tim
teknis atau unit-unti teknis Kementerian Lingkungan Hidup
dengan dikoordinasi oleh Sekretariat Proper.
d. Tim Pelaksana Proper provinsi dapat mengumpulkan data dengan
kuisioner dan melaporkan hasil kusioner kepada sekretariat
Proper.
2. Pelaksanaan inspeksi
a. Inspeksi dalam rangka pengambilan data sekunder dan primer
dilakukan oleh tim inspeksi lapangan yang dengan ditetapkan
oleh Ketua/wakil ketua tim teknis.
b. Ketua Tim Teknis dapat mendelegasikan penetapan dan
penugasan Tim Pelaksana Proper provinsi kepada kepala instansi
lingkungan hidup provinsi yang ditunjuk untuk melaksanakan
Proper.
c. Pelaksanaan inspeksi yang dilakukan harus mengacu pada
panduan inspeksi.
d. Susunan tim inspeksi adalah sebagai berikut:

OBYEK PENGAWASAN SUSUNAN TIM
Industri yang diawasi
KLH
Petugas PROPER KLH
a. 1 orang pengawasan aspek air dan
udara;
b. 1 orang pengawasan aspek
Pengelolaan limbah B3;
c. 1 orang Pejabat Pengawas
Lingkungan Hidup kabupaten/kota.
61

Industri yang di awasi
oleh Provinsi
Petugas Proper Provinisi
a. 1 orang pengawasan aspek air dan
udara;
b. 1 orang pengawasan aspek
Pengelolaan limbah B3;
c. 1 orang Pejabat Pengawas
Lingkungan Hidup kabupaten/kota.

e. Seluruh biaya pelaksanaan inspeksi ditanggung oleh biaya APBN
Kementerian Lingkungan Hidup.
f. Pada akhir pengawasan harus disusun Berita Acara Pengawasan
Proper, yang didalamnya paling tidak memuat informasi :
1) informasi umum usaha dan atau kegiatan yang dinilai;
2) kinerja penaatan dalam pengendalian pencemaran air;
3) kinerja penaatan dalam pengendalian pencemaran udara;
4) kinerja penaatan pengelolaan limbah B3;
5) pelaksanaan Amdal atau UKL/UPL;
6) Perizinan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan.

3. Penyusunan laporan inspeksi
a. Penyusunan laporan inspeksi lapangan dilakukan oleh tim
inspeksi atau pejabat pengawas Lingkungan Hidup setelah
melaksanakan kunjungan lapangan. Laporan ini digunakan
sebagai dasar untuk melakukan penilaian terhadap penaatan
kinerja usaha dan atau kegiatan yang dinilai dalam pengelolaan
lingkungan.
b. Laporan inspeksi berupa memo yang berisi ringkasan dan hal-hal
yang perlu mendapat perhatian kepada atasan masing-masing
dengan dilampiri oleh:
1) berita acara pengawasan proper;
2) foto-foto hasil pengawasan lapangan;
3) data swapantau yang dilaporkan usaha dan atau kegiatan
yang dinilai;
4) data hasil pengambilan sampel oleh KLH;
5) hasil pengisian daftar isian penilaian pengelolaan limbah b3
6) hasil pengisian daftas isian penilaian kriteria potensi
kerusakan lahan.
c. Laporan inspeksi disampaikan kepada masing-masing Asisten
Deputi atau Kepala Instansi Pengelolaan Lingkungan provinsi dan
kabupaten/kota dengan tembusan kepada Sekretariat Proper.

4. Penyusunan Rapot Sementara
a. Petugas Proper menyusun rapot sementara berdasarkan Berita
Acara Pengawasan Proper, foto-foto hasil pengawasan lapangan,
data swa pantau yang dilaporkan usaha dan atau kegiatan yang
dinilai, Data hasil pengambilan sampel oleh KLH, hasil pengisian
daftar isian penilaian pengelolaan limbah B3, hasil pengisian
daftar isian penilaian kriteria potensi kerusakan lahan dan
62

progress perbaikan yang telah dilakukan usaha dan atau kegiatan
yang dinilai.
b. Rapot sementara adalah penilaian sementara kinerja pengelolaan
lingkungan aspek Amdal/UKL-UPL, pengendalian pencemaran
air, pengendalian pencemaran udara, pengelolaan limbah B3
sesuai dengan kriteria penilaian Proper yang telah di tetapkan.
c. Format rapot sementara mengacu kepada format yang ditetapkan
oleh tim teknis dan kinerja pegendalian pencemaran air, udara
dan limbah B3 dihitung dengan menggunakan spreadsheet
analisa kinerja yang telah ditetapkan.
d. Unit teknis (Asisten Deputi yang menangani masing-masing
sektor) melakukan peer review dalam penyusunan rapot
sementara untuk memastikan kesesuaian Rapot Sementara
dengan kriteria penilian Proper, validitas data dan menjamin
kredibilitas pelaksanaan Proper.
e. Unit Teknis kemudian menyusun status penaatan/peringkat awal
usaha dan atau kegiatan yang dinilai, yang merupakan hasil
rekapitulasi dari rapot sementara.
f. Unit Teknis selanjutnya melaporkan secara tertulis hasil status
penaatan / peringkat awal usaha dan atau kegiatan yang dinilai
kepada ketua tim teknis melalui Sekretariat Proper. Setelah
melakukan konsultasi dengan ketua tim teknis, sekretariat Proper
menentukan jadwal untuk review peringkat awal.
g. Tim Pelaksana Proper Provinsi melakukan peer review dalam
penyusunan rapot sementara.
h. Tim Teknis Proper Kementerian Lingkungan Hidup melakukan
supervisi kepada Tim Pelaksana Proper Provinsi untuk
memastikan kesesuaian Rapot Sementera dengan kriteria
penilaian Proper, validitas data dan menjamin kredibilitas
pelaksanaan Proper serta kesesuaian dengan jadual pelaksanaan
Proper yang ditelah ditetapkan.
i. Tim Pelaksana Proper Provinsi menyusun status
penaatan/peringkat awal usaha dan atau kegiatan yang dinilai,
yang merupakan hasil rekapitulasi dari rapot sementara.
j. Ketua Tim Pelaksana Proper Provinsi selanjutnya melaporkan
secara tertulis hasil status penaatan usaha dan atau kegiatan
yang dinilai dan peringkat awal usaha dan atau kegiatan yang
dinilai kepada Ketua Tim Teknis melalui Sekretariat Proper.
k. Sekretariat Proper mengkoordinasikan kegiatan supervisi.

5. Review peringkat tahap I
a. Review peringkat tahap I dilakukan oleh tim teknis terhadap
usulan peringkat awal yang disampaikan oleh tim inspeksi
masing-masing usaha dan atau kegiatan yang dinilai.
1) tim inspeksi mempresentasikan hasil kinerja penaatan masing-
masing usaha dan atau kegiatan yang dinilai kepada tim teknis
Proper.
2) Tim Teknis Proper yang melakukan supervisi terhadap Tim
Pelaksana Proper Provinsi mempresentasikan hasil kinerja
63

penaatan masing-masing usaha dan atau kegiatan yang dinilai
kepada tim teknis Proper.
b. Tim Teknis Proper memberikan klarifikasi dan tanggapan atas
usulan peringkat yang disampaikan oleh tim inspeksi dan Tim
Teknis Proper yang melakukan supervisi terhadap Tim Pelaksana
Proper Provinsi.
c. Tim Teknis Proper dapat meminta klarifikasi dan tanggapan
usulan status penaatan / peringkat awal Proper dari Tim
Pelaksana Proper Provinsi.
d. Tim Teknis Proper dapat menugaskan Tim Inspeksi untuk
melakukan inspeksi lapangan ulang jika terdapat hal-hal yang
dipandang perlu untuk menjaga validitas data dan kredibilitas
Proper.
e. Tim Teknis Proper memutuskan status penaatan/peringkat
Proper sementara.
f. Setiap anggota tim yang terlibat dalam penetapan peringkat awal
wajib menjaga kerahasiaan peringkat sementara.
g. Hasil review peringkat tahap I ini selanjutnya disampaikan oleh
ketua tim teknis kepada Dewan Pertimbangan Proper.

6. Penentuan peringkat sementara
a. Berdasarkan hasil review peringkat sementara, Dewan
Pertimbangan menentukan status penaatan / peringkat
sementara Proper.
b. Dewan Pertimbangan Proper dapat menugaskan Tim Teknis
untuk melakukan inspeksi lapangan ulang jika terdapat hal-hal
yang dipandang perlu untuk menjaga validitas data dan
kredibilitas Proper.
c. Tim Teknis menindaklanjuti Keputusan Dewan Pertimbangan
Proper dengan melakukan:
1) penetapan penetapan peringkat sementara;
2) penyusunan raport masing-masing usaha dan/atau kegiatan
yang dinilai; dan
3) penyampaian hasil peringkat kepada masing-masing usaha
dan atau kegiatan yang dinilai, tembusan kepada Pusat
Pengelolaan Ekoregion, Pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota.

7. Pemberitahuan hasil peringkat sementara
a. Pemberitahuan peringkat sementara secara tertulis ke usaha dan
atau kegiatan yang dinilai dilakukan agar usaha dan atau
kegiatan yang dinilai mengetahui tingkat kinerja Proper sebelum
diumumkan kepada masyarakat. Pemberitahuan ini dilakukan
melalui surat Ketua tim teknis tentang penetapan peringkat
sementara untuk masing-masing usaha dan atau kegiatan yang
dinilai Proper.
b. Informasi yang harus dicantumkan di dalam surat penetapan
peringkat sementara ini, antara lain: peringkat kinerja sementara
dan raport kinerja usaha dan atau kegiatan yang dinilai.
64

c. Tim Teknis Proper dan Tim Pelaksana Proper provinsi
bertanggung jawab untuk menyampaikan peringkat kinerja
sementara dan rapot kinerja sementara kepada usaha dan atau
kegiatan yang dinilai.
d. Tim teknis Proper dan Tim Pelaksana Proper Provinsi wajib
memiliki sistem untuk memastikan Peringkat Kinerja Sementara
dan Rapot Kinerja Sementara dapat diterima oleh usaha dan atau
kegiatan yang dinilai.

8. Sanggahan /Klarifikasi
a. Untuk menciptakan keadilan dalam pelaksanaan Proper, usaha
dan atau kegiatan yang dinilai diberi kesempatan untuk
menyampaikan sanggahan terhadap hasil penilaian peringkat
kinerja sementara.
b. Tim Teknis Proper menyelenggarakan Sanggahan/Klarifikasi
untuk usaha dan atau kegiatan yang pengawasannya menjadi
tugas Kementerian Lingkungan Hidup.
c. Tim Pelaksana Proper Provinsi menyelenggarakan
Sanggah/Klarifikasi untuk usaha dan atau kegiatan yang
pengawasannya menjadi tugas Provinsi.
d. Tim Teknis Proper melakukan Supervisi terhadap
Sanggahan/Klarifikasi yang dilakukan oleh Tim Pelaksana Proper
Provinsi.
e. Sanggahan ini harus dalam bentuk tertulis yang diantar sendiri
ataupun melalui fax dan pos. Batas waktu sanggahan ditetapkan
oleh Ketua Tim Teknis Proper atau Ketua Tim Pelaksana Proper
Provinsi. Apabila tidak ada sanggahan dalam jangka waktu
tersebut, maka dianggap menerima hasil Peringkat Kinerja
Sementara dan Rapot Kinerja Sementara.
f. Tim Teknis Proper dan Tim Pelaksana Proper Provinsi sesuai
dengan sanggahan tertulis yang disampaikan ke usaha dan atau
kegiatan yang dinilai akan melakukan proses klarifikasi dengan
pihak usaha dan atau kegiatan yang dinilai.
g. Tim Teknis Proper dan Tim Pelaksana Proper Provinsi
menuangkan hasil klarifikasi dari sanggahan tersebut ke dalam
suatu berita acara yang ditanda tangani oleh pihak usaha dan
atau kegiatan yang dinilai dan unit teknis terkait.
h. Tim Teknis Proper menyelenggarakan Sanggahan/Klarifikasi
Banding bagi usaha dan atau kegiatan yang tidak menerima hasil
sangggahan/klarifikasi yang dilakukan oleh Tim Pelaksana Proper
Provinsi.
i. Perwakilan Usaha dan atau Kegiatan wajib menulis secara jelas
akan melakukan Sanggahan/Klarifikasi Banding di dalam berita
acara sanggahan yang ditandatangani dengan Tim Pelaksana
Proper Provinsi. Jika tidak tercantum dalam berita acara, maka
perusahaan dianggap menerima hasil sanggahan dan klarifikasi
di tingkat Provinsi dan proses sanggahan/klarifikasi banding
tidak dapat dilanjutkan.
65

j. Tim Teknis Proper menuangkan hasil sanggahan/klarifikasi
banding tersebut ke dalam suatu berita acara yang ditanda
tangani oleh pihak usaha dan atau kegiatan yang dinilai dan unit
teknis terkait.
k. Tim Teknis akan melaporkan hasil klarifikasi sanggahan kepada
Dewan Pertimbangan Proper.

9. Review hasil sanggahan oleh Dewan Proper
a. Berdasarkan hasil verifikasi sanggahan yang dilakukan oleh tim
teknis bersama dengan tim inspeksi lapangan, Dewan
pertimbangan akan melakukan review terhadap verifikasi hasil
sanggahan usaha dan atau kegiatan yang dinilai. Review dari
Dewan Pertimbangan ini akan menentukan apakah sanggahan
tersebut dapat diterima atau perlu diverifikasi ulang.
b. Dalam melakukan review hasil terhadap sanggahan usaha dan
atau kegiatan yang dinilai, Dewan Pertimbangan dapat
melakukan verifikasi langsung kepada usaha dan atau kegiatan
yang dinilai atau melakukan verifikasi lapangan apabila
diperlukan. Verifikasi ini diperlukan untuk menjamin bahwa
informasi yang disampaikan oleh usaha dan atau kegiatan yang
dinilai tersebut dapat dipertimbangan.
c. Ketua Tim Teknis menetapkan daftar peringkat sementara Proper
dan daftar kandidat Hijau dan Emas Proper dari hasil review
Dewan Pertimbangan Proper.

10. Review peringkat tahap II
a. Review peringkat Tahap II adalah tindak lanjut dari kegiatan
pembahasan/evaluasi peringkat kinerja usaha dan atau kegiatan
oleh pejabat Eselon I Kementerian Lingkungan Hidup untuk
mendapatkan hasil penilaian yang lebih comprehensive dari
berbagai sudut pandang dan keahlian.
b. Review peringkat tahap II dipimpin oleh ketua tim teknis dan atau
wakil ketua tim teknis. Dalam tahap ini dapat dilakukan verifikasi
ulang apabila diperlukan.
c. Bahan bahasan penentuan peringkat tahap II disusun oleh
Sekretariat Proper dan unit teknis terkait berdasarkan penentuan
peringkat tahap I.
d. Review Tahap II (Eselon I) dapat meminta verifikasi lapangan
apabila masih diperlukan kelengkapan data (Usulan peringkat
masih diragukan).
11. Konsultasi Publik
a. Dewan Pertimbangan Proper dapat meminta Tim Teknis Proper
menyelenggarakan konsultasi kepada pemangku-pemangku
kepentingan seperti Lembaga Swadaya Masyarakat, Instansi
Teknis Sektoral, Asosiasi Industri dan pihak-pihak lain yang
dipandang perlu untuk menampung masukan berkaitan dengan
pemeringkatan Proper.
66

b. Ketua Tim Teknis Proper melakukan tindak lanjut dari hasil
konsultasi yang telah ditetapkan oleh Dewan Pertimbangan
Proper.

C. MEKANISME PENILAIAN HIJAU DAN EMAS

1. Penetapan Kandidat Hijau Dan Emas
a. Tim teknis mengusulkan kandidat hijau dan emas berdasarkan
hasil pemeringkatan sementara kepada Dewan Pertimbangan
Proper.
b. Dewan Pertimbangan Proper membahas dan memberikan
masukan atas Usulan Ketua Tim Teknis Proper.
c. Ketua Tim teknis akan menetapkan kandidat hijau dan emas
dengan memperhatikan masukan dari Dewan Pertimbangan
Proper.
d. Kandidat hijau dan emas ditentukan berdasarkan hasil penilaian
tingkat ketaatan usaha dan atau kegiatan yang dinilai dengan
ketentuan, tingkat ketaatan terhadap:
1) Persyaratan dokumen lingkungan dan pelaporannya adalah
100%;
2) Pengendalian pencemaran air adalah 100%;
3) Pengendalian pencemaran udara adalah 100%;
4) Peraturan pengelolaan limbah B3 adalah 100%;
5) Potensi kerusakan lahan dengan kategori Biru;
6) Kondisi house keeping di lokasi usaha dan/atau kegiatan, unit
pengendalian pencemaran air, unit pengendalian pencemaran
udara, dan pengelolaan limbah B3 bersih;
7) Kemudahan dalam akses data pengendalian pencemaran air,
pengendalian pencemaran udara, dan pengelolaan limbah B3;
dan
8) Pada saat verifikasi lapangan tidak ada temuan yang bersifat
major yang dituangkan dalam berita acara verifikasi lapangan.

2. Penetapan Tim Penilai Hijau dan Emas
a. Ketua Tim Teknis Proper menugaskan Tim Penilai Hijau dan
Emas dari unit terkait di Kementerian Lingkungan Hidup dan
dapat dibantu oleh tenaga ahli apabila diperlukan untuk
melakukan penilaian.
b. Tim Penilai Hijau dan Emas berkewajiban sebagai berikut :
1) Menilai setiap usaha dan atau kegiatan yang dinilai kandidat
dengan jujur, cermat, teliti, adil dan independen.
2) Menuangkan setiap angka penilaian per item ke dalam lembar
penilaian yang telah disediakan.
c. Ketua Tim Teknis Proper menetapkan pembagian sektor penilaian
dengan menggolongkan usaha dan atau kegiatan berdasarkan
persamaan karakteristik dampak dan jenis usahanya.
d. Sekretariat Proper bertugas untuk memfasilitasi seluruh proses
penilaian dalam mengkoordinasikan hasil penilaian

67

3. Pengiriman Isian Penilaian Hijau dan Emas
a. Unit Teknis dibantu oleh Sekretariat Proper mengirimkan Isian
Penilaian Hijau dan Emas kepada kandidat dan memastikan
setiap kandidat menerima formulir Isian tersebut.
b. Usaha dan atau kegiatan yang dinilai mengisi Isian tersebut dan
melampirkan bukti-bukti yang relevan dalam bentuk satu
dokumen hardcopy dan satu cakram softcopy pada batas waktu
yang ditetapkan dalam surat pengantar. Batas waktu yang
ditetapkan dalam surat pengantar adalah batas waktu
diterimanya dokumen oleh Sekretariat Proper.
c. Isian Penilaian Hijau dan Emas terdiri dari:
1) Surat pernyataan dari pimpinan usaha dan atau kegiatan yang
dinilai yang menyatakan bahwa data dan informasi yang
disampaikan adalah benar dan pimpinan bertanggungjawab
secara etika dan hukum terhadap kebenaran data yang
disampaikan.
2) Formulir isian penilaian hijau dan emas
a) formulir isian ini terdiri dari formulir isian untuk penilai
sistim manajemen lingkungan, penilai pemanfaatan sumber
daya, penilai program pemberdayaan masyarakat.
b) bukti-bukti yang relevan dapat berupa salinan sertifikat,
penghargaan, referensi yang mendukung data-data yang
digunakan dalam formulir isian, foto, hasil kajian,
peritungan-perhitungan yang mendukung angka ataupun
grafik yang digunakan formulir isian.
3) Dokumen ringkasan kinerja pengelolaan lingkungan usaha
dan atau kegiatan yang dinilai yang berupa makalah yang
paling banyak 20 lembar yang berisi deskripsi secara ringkas
dan jelas tentang keunggulan-keunggulan lingkungan yang
ingin ditonjolkan oleh usaha dan atau kegiatan yang dinilai
berdasarkan formulir isian dan bukti-bukti relevan tentang
Sistim Manajemen Lingkungan, Pemanfaatan Sumber Daya,
Program Pemberdayaan Masyarakat.
4) Format dokumen ringkasan kinerja pengelolaan usaha dan
atau kegiatan yang dinilai menggunakan kertas ukuran A4,
font Times New Roman, size 12 pt, spasi tunggal.
d. Jika tidak dilengkapi dengan surat pernyataan maka tidak akan
dilakukan penilaian terhadap data-data yang disampaikan.
e. Jika tidak dilengkapi dokumen ringkasan kinerja pengelolaan
lingkungan akan dilakukan pengurangan sebanyak 150 poin dari
total nilai.
f. Jika dokumen ringkasan kinerja pengelolaan usaha dan atau
kegiatan yang dinilai lebih dari 20 halaman, maka dikurangi
sebanyak 50 poin dari total nilai.

4. Evaluasi Dokumen
a. Kandidat Hijau dan Emas menyampaikan Isian Penilaian Hijau
dan Emas kepada Sekretariat Proper sebelum batas waktu yang
ditetapkan.
68

b. Sekretariat Proper akan memberikan tanda terima. Jika tanggal
tanda terima melebihi tanggal yang ditetapkan maka data yang
disampaikan tidak terima dan tidak digunakan sebagai bahan
penilaian selanjutnya, kecuali ada penetapan khusus dari Ketua
Tim Teknis Proper.
c. Sekretariat Proper memfasilitasi proses evaluasi dokumen dalam
rangka penilaian peringkat hijau dan emas.
d. Tim Penilai Hijau dan Emas melakukan penilaian peringkat hijau
dan emas dengan menggunakan formulir penilaian.
e. Penilaian Hijau dan Emas didasarkan atas penilaian terhadap 3
komponen utama yaitu:

No Komponen Penilaian Nilai
1 Sistem Manajeme Lingkungan 100
2 Pemanfatan Sumber Daya
a. Efisiensi energy.
b. Penurunan emisi dan GRK,
pemantauan emisi kendaraan
bermotor
c. Konservasi air
d. Penurunan dan Pemanfaatan
Limbah B3
e. 3R sampah
f. Keanekaragaman Hayati

100
150

100
100

100
100
3 Pengembangan Masyarakat
a. Tingkat Penilaian Hijau
b. Tingkat Penilian Emas

100
50

f. Tim Penilai Hijau dan Emas yang jumlahnya lebih dari satu orang
masing-masing melakukan penilaian. Hasil penilaian dari masing-
masing anggota tim dirata-ratakan.
g. Jika terjadi perbedaan nilai antara yang ekstrim (terendah atau
tertinggi) dengan nilai rata-rata lebih dari 30% maka akan
dilakukan koreksi dengan metode sabagai berikut:
1) dilakukan diskusi internal tim penilai sehingga dicapai suatu
koreksi dari nilai-nilai ekstrem; atau
2) dilakukan penghapusan hasil akhir bagi tim penilai yang
mempunyai nilai ekstrim (tertinggi atau terendah). jika ekstrim
tinggi yang ada maka data tersebut praktis dihilangkan, begitu
juga jika terjadi ekstrim rendah.
3) setelah diketahui nilai ekstrim dan telah dilakukan eliminasi
nilai tersebut maka dihitung nilai rata rata baru tanpa nilai
ekstrem.
4) jika tidak ada nilai ekstrim maka nilai rata-rata lama masih
berlaku.
h. Masing-masing Ketua Tim Penilai melakukan rekapitulasi hasil
penilaian dari kelompoknya dan mengumpulkan formulir
penilaian lengkap dengan data-data yang digunakan untuk
69

penilaian. Rekapitulasi dituangkan dalam Berita Acara Hasil
Penilaian.
i. Sekretariat Proper melakukan rekapitulasi hasil penilaian dari
Tim-Tim Penilai dan melaporkan hasil penilaian kepada Ketua
Tim Teknis Proper.

5. Penentuan Peringkat
a. Tim Teknis melakukan review hasil kerja Tim Penilai Peringkat
Hijau dan Emas. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip penilaian Proper yang valid dan kredible maka
Ketua Tim Teknis dapat memerintahkan untuk dilakukan
penilaian ulang.
b. Tim Teknis melakukan pemeringkatan berdasarkan hasil
penilaian yang direkap terakhir oleh Sekretariat Proper.
c. Pemeringkatan dilakukan dengan Kriteria :
1) Jika nilai total suatu usaha dan atau kegiatan berada sama
atau di bawah 25% percentile dari distribusi nilai total per
sektor, maka peringkat usaha dan atau kegiatan tersebut
kembali kepada peringkat BIRU.
2) Jika nilai total suatu usaha dan atau kegiatan berada dalam
interval di atas ( > 25% ) percentile sampai dengan (< 75 %)
dari distribusi nilai total per sektor, maka peringkat usaha dan
atau kegiatan tersebut memperoleh peringkat HIJAU.
3) Jika nilai total suatu usaha dan atau kegiatan lebih besar (>
75%) percentile dari distribusi nilai total per sektor, maka
peringkat usaha dan atau kegiatan tersebut memperoleh
menjadi kandidat emas.
d. Ketua Tim Teknis mengusulkan Kandidat Hijau dan Emas untuk
mendapat persetujuan dari Dewan Pertimbangan PROPER.

6. Kunjungan Lapangan
a. Ketua Tim Teknis dapat menugaskan Tim Penilai Hijau dan Emas
untuk melakukan verifikasi lapangan terhadap usaha dan atau
kegiatan Kandidat Hijau dan Emas.
b. Tim Penilai melakukan verifikasi terhadap kebenaran data-data
yang disampaikan oleh usaha dan atau kegiatan yang dinilai dan
informasi-informasi lain yang relevan.
c. Jika terdapat ketidaksesuaian antara dokumen dengan kenyataan
di lapangan, maka dilakukan pengurangan nilai terhadap aspek-
aspek penilaian yang relevan atau di lakukan pembatalan proses
penilaian jika ditemukan unsur-unsur penipuan data.
d. Tim Penilaian melaporkan hasil verifikasi lapangan kepada Ketua
Tim Teknis dengan tembusan kepada Sekretariat Proper.
e. Tim Teknis Proper membahas hasil kunjungan lapangan dengan
Dewan Pertimbangan Proper.
f. Ketua Tim Teknis menetapkan Peringkat Sementara berdasarkan
hasil pembahasan dengan Dewan Pertimbangan Proper.


70

7. Penentuan Peringkat Emas
a. Tim Teknis Proper dan Dewan Pertimbangan Proper melakukan
penilaian kandidat emas dengan menggunakan kriteria Penilaian
Program Pengembangan Masyarakat Emas.
b. Kriteria Kandidat Emas adalah usaha dan atau kegiatan yang
selama 2 tahun berturut-turut memperoleh peringkat Hijau dan
pada tahun ketiga telah melewati proses penilaian hijau dan
Emas, serta ditetapkan sebagai kandidat Emas.
c. Tim Teknis Proper melakukan rekapitulasi hasil penilaian dan
mengusulkan kandidat peringkat Emas kepada Dewan
Pertimbangan Proper.
d. Dewan Pertimbangan Proper dapat menggunakan informasi lain
yang berasal dari konsultasi publik atau sumber-sumber yang
dapat dipercaya untuk memberikan pertimbangan terhadap
usulan Tim Teknis Proper.
e. Dewan Pertimbangan Proper memutuskan kandidat Emas dan
Ketua Tim Teknis menetapkan Kandidat Emas untuk diusulkan
kepada Menteri.

8. Penentuan Peringkat Hijau dan Emas Proper
a. Berdasarkan hasil proses penilaian biru, merah dan hitam dan
proses penilaian hijau dan emas Dewan pertimbangan melakukan
rapat teknis lengkap untuk usulan penentuan hasil peringkat
akhir Proper. Penentuan hasil usulan peringkat akhir Proper
dilakukan melalui keputusan musyawarah anggota Dewan
Pertimbangan Proper.
b. Setelah ditanda-tangani oleh Ketua Dewan Pertimbangan, usulan
peringkat akhir Proper disampaikan kepada Menteri Negara
Lingkungan Hidup.
c. Menteri Lingkungan Hidup memiliki hak untuk melakukan
koreksi dan perbaikan atas usulan peringkat akhir yang
disampaikan Dewan Pertimbangan Proper.
d. Menteri Negara Lingkungan Hidup menetapkan Peringkat Proper.

D. PENGUMUMAN

1. Pembuatan laporan Menteri kepada Presiden
Berdasarkan usulan peringkat akhir yang disampaikan oleh Dewan
Pertimbangan Proper kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup,
sekretariat Proper membuat laporan Menteri kepada Presiden
tentang Hasil Penilaian Proper dan rencana pengumuman hasil
Proper kepada masyarakat.

2. Penyusunan Surat Keputusan Menteri
Setelah mendapatkan persetujuan Presiden RI terhadap hasil
peringkat dan pengumuman Proper, sekretariat Proper menyusun
rancangan Keputusan Menteri tentang Peringkat Kinerja Perusahaan
(Proper). Rancangan tersebut diajukan oleh Ketua/wakil ketua tim
teknis kepada Menteri untuk ditetapkan.
71

3. Penyampaian Surat Keputusan MENLH kepada Perusahaan
Hasil peringkat masing-masing perusahaan setelah ditanda-tangani
oleh MENLH dalam bentuk Keputusan Menteri disampaikan kepada
masing-masing perusahaan dengan tembusan Pemerintah Provinsi
dan Kabupaten/Kota.

4. Penyusunan bahan pengumuman Proper
a. Untuk memudahkan masyarakat mengetahui peringkat kinerja
dan hasil pelaksanaan Proper secara keseluruhan, tim teknis
melalui sekretariat menyusunan bahan publikasi. Bentuk dan
jenis bahan publikasi disusun berdasarkan target.
b. Bahan publikasi ini akan dikomunikasikan kepada publik
misalnya media massa, website www.menlh.go.id, sektor
pemerintah pusat terkait, pemerintah daerah, perbankan,
lembaga terkait di tingkat nasional dan internasional.

5. Pengumuman Proper
a. Pengumuman Proper kepada publik dilakukan oleh MENLH dan
Dewan Pertimbangan Proper melalui Konferensi Pers dengan
mengundang media massa cetak, dan elektronik skala nasional
dan internasional.
b. Tim Teknis Proper dibantu oleh Sekretariat Proper berkoordinasi
dengan pihak-pihak yang terkait untuk menyelenggarakan
pengumuman Proper.

E. TAHAP TINDAK LANJUT

1. Tindak lanjut terhadap industri berperingkat merah adalah
memberikan sanksi administrasi kepada perusahaan merah untuk
memperbaiki pengelolaan lingkungan.

2. Usaha dan atau kegiatan yang memperoleh peringkat Proper hitam
diserahkan kepada proses penegakan hukum lingkungan.


MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP,

ttd

GUSTI MUHAMMAD HATTA

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas


Inar Ichsana Ishak
1




SALINAN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 06 TAHUN 2011
TENTANG
PELAYANAN INFORMASI PUBLIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 62 ayat (1) dan ayat (2) Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, dalam rangka mendukung
pelaksanaan dan pengembangan kebijakan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup perlu dikembangkan sistem
informasi lingkungan yang terpadu, terkoordinasi, dan wajib
dipublikasikan kepada masyarakat;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup tentang Pelayanan Informasi Publik;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5149);
3. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun
2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara
Lingkungan Hidup Republik Indonesia;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG
PELAYANAN INFORMASI PUBLIK.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang
mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta, maupun
penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam
2

berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik.
2. Data adalah keterangan objektif tentang suatu fakta yang mempresentasikan
keadaan yang sebenarnya yang didapat dari pengukuran, pencatatan,
dan/atau pencacahan langsung serta pencitraaan terhadap suatu unsur ke
ruangan yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi.
3. Informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola,
dikirim, dan/atau diterima oleh Kementerian yang berkaitan dengan
penyelenggara dan penyelenggaraan negara sesuai dengan Undang-Undang
Pelayanan Informasi Publik serta informasi lain yang berkaitan dengan
kepentingan publik.
4. Penyelenggara Pelayanan Informasi Publik adalah pejabat dan/atau satuan
kerja yang bertanggung jawab dalam penyimpanan, pendokumentasian,
penyediaan, dan/atau pelayanan informasi publik.
5. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi yang selanjutnya disingkat
PPID adalah pejabat Kementerian yang bertanggung jawab di bidang
penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan pelayanan informasi.
6. Penanggung Jawab Pelayanan Informasi Publik yang selanjutnya disebut
Penanggung Jawab adalah pejabat Kementerian selaku atasan PPID yang
bertugas dan bertanggung jawab dalam menjalankan Peraturan Menteri ini.
7. Petugas meja informasi publik adalah pejabat Kementerian yang ditunjuk
PPID untuk bertugas menyelenggarakan pelayanan informasi publik pada
meja informasi baik melalui pengumuman maupun pemberian informasi
publik berdasarkan permohonan.
8. Juru bicara adalah pejabat Kementerian yang bertugas memberikan
informasi yang bersifat serta merta berkaitan dengan materi yang sesuai
dengan tugas dan tanggung jawabnya.
9. Daftar informasi publik adalah catatan yang berisi keterangan secara
sistematis tentang seluruh informasi publik yang berada di bawah
penguasaan Kementerian, tidak termasuk informasi yang dikecualikan.
10. Pemohon informasi publik adalah warga negara dan/atau badan hukum
Indonesia yang mengajukan permohonan informasi publik kepada
Kementerian.
11. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, badan hukum, atau
badan publik.

12. Kementerian adalah Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
13. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 2
Peraturan Menteri ini bertujuan memberikan pedoman bagi Kementerian dalam
melaksanakan pelayanan informasi publik.

BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 3
Ruang lingkup pelayanan informasi publik di lingkungan Kementerian meliputi:
a. kategorisasi informasi publik;
b. pelayanan informasi publik;
3

c. penyelenggara pelayanan informasi publik; dan
d. prosedur permohonan memperoleh informasi publik.

BAB III
KATEGORISASI INFORMASI PUBLIK

Pasal 4
Informasi publik dibagi dalam empat kategori meliputi:
a. informasi yang disediakan dan diumumkan secara berkala;
b. informasi yang diumumkan secara serta merta;
c. informasi yang tersedia setiap saat; dan
d. informasi yang dikecualikan.

Bagian Kesatu
Informasi yang Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala

Pasal 5
Informasi publik yang disediakan dan diumumkan secara berkala sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, paling sedikit meliputi:
a. informasi tentang profil Kementerian yang meliputi:
1. informasi tentang kedudukan atau domisili beserta alamat lengkap, ruang
lingkup kegiatan, maksud dan tujuan, tugas dan fungsi Kementerian
beserta unit-unit di bawahnya;
2. struktur organisasi, gambaran umum setiap satuan kerja, profil singkat
pejabat struktural;
3. laporan harta kekayaan bagi pejabat negara yang wajib melakukannya
yang telah diperiksa, diverifikasi, dan telah dikirimkan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi ke Kementerian untuk diumumkan;
b. rencana strategis Kementerian;
c. laporan tahunan program Kementerian;
d. informasi tentang program dan/atau kegiatan yang sedang dijalankan dalam
lingkup Kementerian, yang paling sedikit memuat:
1. nama program dan kegiatan;
2. penanggung jawab, pelaksana program dan kegiatan, serta nomor telepon
dan/atau alamat yang dapat dihubungi;
3. target dan/atau capaian program dan kegiatan;
4. jadwal pelaksanaan program dan kegiatan;
5. anggaran program dan kegiatan yang meliputi sumber dan jumlah;
6. agenda penting terkait pelaksanaan tugas Kementerian;
e. informasi khusus lainnya yang berkaitan langsung dengan hak-hak
masyarakat;
f. informasi tentang penerimaan calon pegawai dan/atau pejabat Kementerian;
g. informasi tentang kinerja unit/satuan kerja berupa narasi tentang realisasi
kegiatan yang telah maupun sedang dijalankan beserta capaiannya;
h. laporan keuangan yang sudah di audit Badan Pemeriksa Keuangan, paling
sedikit terdiri atas:
1. rencana dan laporan realisasi anggaran;
2. neraca;
3. laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai
dengan standar akuntansi yang berlaku; dan
4. daftar aset dan investasi;
4

i. ringkasan laporan akses informasi publik paling sedikit memuat:
1. jumlah permohonan informasi publik yang diterima;
2. waktu yang diperlukan dalam memenuhi setiap permohonan informasi
publik;
3. jumlah permohonan informasi publik yang dikabulkan baik sebagian atau
seluruhnya dan permohonan informasi publik yang ditolak; dan
4. alasan penolakan permohonan informasi publik;
j. informasi tentang hak dan tata cara memperoleh informasi publik, serta tata
cara pengajuan keberatan dan proses penyelesaian sengketa informasi publik
berikut pihak-pihak yang bertanggung jawab yang dapat dihubungi;
k. informasi tentang tata cara pengaduan:
1. penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat Kementerian;
2. pelanggaran oleh pihak yang mendapatkan izin lingkungan dari
Kementerian;
3. pelanggaran perjanjian kerja dengan Kementerian; dan
4. pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
l. informasi tentang pengumuman:
1. pengadaan barang dan jasa sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
2. informasi tentang permohonan dan keputusan izin lingkungan; dan
3. informasi tentang rekomendasi untuk memperoleh izin pengangkutan
limbah bahan berbahaya dan beracun;
m. jumlah, jenis, dan gambaran umum pelanggaran yang ditemukan dalam
pengawasan internal serta laporan penindakannya;
n. jumlah, jenis, dan gambaran umum pelanggaran yang dilaporkan oleh
masyarakat serta tindak lanjutnya;
o. daftar hasil kajian dan pemantauan lingkungan hidup;
p. informasi mengenai hasil pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan; dan
q. informasi publik lain yang telah dinyatakan terbuka bagi masyarakat
berdasarkan mekanisme keberatan dan/atau penyelesaian sengketa.

Pasal 6
Informasi publik yang disediakan dan diumumkan secara berkala sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5, setelah diumumkan dapat dikategorikan sebagai
infomasi publik yang tersedia setiap saat.

Bagian Kedua
Informasi Yang Diumumkan Secara Serta Merta

Pasal 7
(1) Informasi publik yang diumumkan secara serta merta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, berisi informasi dampak lingkungan hidup
yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum.
(2) Informasi publik yang diumumkan secara serta merta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:
a. informasi tentang bencana alam yang mengakibatkan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
b. informasi tentang pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
yang berdampak signifikan terhadap lingkungan hidup akibat perbuatan
5

manusia; dan
c. pengumuman yang berkaitan dengan kerangka acuan Amdal;
(3) Informasi yang diumumkan secara serta merta sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) paling sedikit memuat:
a. informasi tentang jenis, persebaran dan daerah yang mengalami
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
b. potensi bahaya dan/atau besaran dampak yang dapat ditimbulkan;
c. pihak-pihak yang berpotensi terkena dampak;
d. prosedur dan tempat evakuasi apabila keadaan darurat terjadi;
e. cara menghindari bahaya dan/atau dampak yang ditimbulkan;
f. cara mendapatkan bantuan dari pihak yang berwenang;
g. pihak yang dapat dihubungi terkait informasi pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang mengancam hajat hidup orang banyak
dan ketertiban umum;
h. upaya-upaya yang dilakukan oleh Kementerian dan/atau pihak-pihak
yang berwenang dalam penanggulangan bahaya dan/atau dampak yang
ditimbulkan.

Bagian Ketiga
Informasi Yang Tersedia Setiap Saat

Pasal 8
Informasi publik yang tersedia setiap saat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf c, diantaranya meliputi:
a. daftar informasi publik;
b. peraturan, keputusan dan/atau atau kebijakan Kementerian paling sedikit
terdiri atas:
1. dokumen pendukung seperti naskah akademis, kajian, atau pertimbangan
yang mendasari terbitnya peraturan, keputusan, atau kebijakan;
2. masukan dari berbagai pihak atas peraturan, keputusan, atau kebijakan;
3. rancangan peraturan, keputusan, atau kebijakan; dan
4. peraturan, keputusan, dan/atau kebijakan yang telah diterbitkan;
c. organisasi, administrasi, kepegawaian, dan keuangan yang antara lain
meliputi:
1. pedoman pengelolaan organisasi, administrasi, personil, dan keuangan;
2. profil lengkap pimpinan dan pegawai yang meliputi nama, sejarah karir
atau posisi, sejarah pendidikan, penghargaan, dan sanksi berat yang
pernah diterima; dan
3. anggaran Kementerian secara umum serta laporan keuangannya;
d. surat perjanjian dengan pihak ketiga berikut dokumen pendukungnya;
e. syarat dan tata cara perizinan, izin yang diterbitkan dan/atau dikeluarkan
berikut dokumen pendukungnya, dan laporan penaatan izin yang diberikan;
f. kegiatan pelayanan informasi publik yang dilaksanakan, sarana dan
prasarana layanan informasi publik yang dimiliki beserta kondisinya, sumber
daya manusia yang menangani layanan informasi publik beserta
kualifikasinya, anggaran layanan informasi publik serta laporan
penggunaannya;
g. kebijakan yang disampaikan pejabat Kementerian dalam pertemuan yang
terbuka untuk umum; dan
h. informasi tentang prosedur peringatan dini dan prosedur evakuasi keadaan
6

darurat di Kementerian.

Bagian Keempat
Informasi Yang Dikecualikan

Pasal 9
(1) Informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d,
ditetapkan oleh PPID berdasarkan pengujian konsekuensi secara seksama
dan penuh ketelitian.
(2) Penetapan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas
persetujuan Menteri.
(3) informasi yang dikecualikan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

BAB IV
PELAYANAN INFORMASI PUBLIK

Pasal 10
(1) Pelayanan informasi publik dilakukan melalui kegiatan:
a. penyediaan; dan
b. pengumuman.
(2) Pelayanan informasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
bagian dari pelayanan publik terpadu di Kementerian.

Pasal 11
(1) Penyediaan informasi publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a
berasal dari:
a. sumber utama unit kerja di Kementerian;
b. sumber penunjang dari lembaga pemerintah dan lembaga nonpemerintah
lain:
1. instansi pemerintah lainnya;
2. instansi yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup di
provinsi atau kabupaten/kota;
3. lembaga donor;
4. perusahaan;
5. lembaga negara non struktural;
6. perguruan tinggi; dan/atau
7. kelompok masyarakat peduli lingkungan hidup dan lembaga swadaya
masyarakat.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan dan diolah oleh
pejabat informasi.

Pasal 12
Mekanisme penyediaan informasi publik tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 13
(1) Pengumuman informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan
paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Pengumuman informasi serta merta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
dilakukan seketika setelah adanya kejadian tertentu.
7

(3) Pengumuman informasi publik dilakukan melalui antara lain:
a. situs resmi Kementerian; dan/atau
b. papan pengumuman.
(4) Pengumuman disampaikan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar serta dapat mempertimbangkan bahasa yang digunakan penduduk
setempat.

Pasal 14
Pelayanan informasi publik berkala, serta merta, dan setiap saat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 selain diumumkan, dapat
diberikan dengan melalui prosedur permohonan.

BAB V
PENYELENGGARA PELAYANAN INFORMASI PUBLIK

Pasal 15
(1) Penyelenggaraan informasi publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
dilakukan oleh penyelenggara pelayanan informasi publik.
(2) Penyelenggara pelayanan informasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mempunyai tugas melakukan penyediaan informasi publik serta
menjamin berfungsinya sistem informasi dan dokumentasi, aksesibilitas
publik, dan keakuratan serta kebenaran informasi yang disampaikan kepada
publik.
(3) Penyelenggara pelayanan informasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) terdiri atas:
a. penanggung jawab;
b. PPID;
c. pejabat informasi;
d. petugas meja informasi; dan
e. juru bicara.
(4) PPID dan pejabat informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan
huruf c dapat dibantu oleh pejabat fungsional.
(5) Petugas meja informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d dapat
dijabat oleh pejabat fungsional.
(6) Juru bicara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e dapat dilakukan
oleh pejabat eselon I yang tugas dan tanggungjawabnya berkaitan dengan
materi yang diinformasikan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan keanggotaan, tugas, dan fungsi
penyelenggara pelayanan informasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

BAB VI
PROSEDUR PERMOHONAN MEMPEROLEH INFORMASI PUBLIK

Pasal 16
(1) Setiap orang berhak memperoleh informasi publik.
(2) Untuk memperoleh informasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan melalui permohonan.
(3) Permohonan informasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
kepada PPID, dengan cara:
a. mengisi formulir permohonan informasi publik; dan
8

b. menandatangani surat pernyataan bahwa informasi yang dimohon tidak
untuk tujuan yang melanggar hukum.
(4) Dalam hal informasi publik digunakan untuk keperluan publikasi, pemohon
informasi publik harus mencantumkan sumber informasi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Permohonan informasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
dilakukan dengan mengisi formulir permohonan sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

Pasal 17
Pemohon informasi publik berhak untuk:
a. memperoleh informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
b. memperoleh klarifikasi apabila terjadi perbedaan data dan informasi yang
diberikan oleh penyedia data dan informasi; dan/atau
c. menerima penjelasan jika permohonan ditolak.

Bagian Kesatu
Penanganan Permohonan dan Hak Penyedia Informasi

Pasal 18
(1) Penyelenggara penyedia informasi publik bertanggungjawab untuk
menangani permohonan informasi publik dengan cara:
a. mencatat setiap permohonan dan membuat rekapitulasinya secara
berkala;
b. memberikan jawaban atas permohonan informasi;
c. memberikan klarifikasi kepada pemohon jika terjadi perbedaan informasi
yang diberikan; dan
d. meningkatkan kualitas pelayanan melalui pengembangan sistem
pengelolaan informasi dan dokumentasi.
(2) Penyelenggara penyedia informasi publik berhak untuk:
a. menolak memberikan informasi apabila tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. menolak permohonan informasi yang termasuk informasi publik yang
dikecualikan;
c. meminta penjelasan kepada pemohon informasi mengenai tujuan
penggunaan informasi yang diminta oleh pemohon; dan/atau
d. melakukan tuntutan secara hukum apabila pemohon menyalahgunakan
informasi yang diberikan.

Pasal 19
(1) Permohonan informasi publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
(1) harus dijawab oleh PPID.
(2) Jawaban atas permohonan informasi publik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal
diterimanya surat permohonan.
(3) Jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
a. pemenuhan informasi yang diminta;
b. penjelasan bahwa informasi masih dalam proses penyediaan; dan/atau
9

c. penolakan, apabila informasi yang dimohon tidak tersedia atau termasuk
informasi yang dikecualikan.
(4) PPID mencatat setiap permohonan, penyediaan, dan penolakan permohonan
informasi publik.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 20
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Oktober 2011
MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK
INDONESIA,

ttd.

BALTHASAR KAMBUAYA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 November 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 726.

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,



Inar Ichsana Ishak

1

LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI
NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 06 TAHUN 2011
TENTANG
PELAYANAN INFORMASI PUBLIK

MEKANISME PENYEDIAAN INFORMASI PUBLIK

Kegiatan Pemohon
Petugas Meja
Informasi
PPID
Asdep Data &
Informasi
Asdep Terkait
1.
Pengajuan
permohonan
data/informasi

2.
Penerimaan
permohonan
data/informasi

3.
Pencatatan/registrasi
permohonan
data/informasi

4.
Pemeriksaan apakah
data/informasi yang
diminta berada di
bawah kekuasaan KLH

5.
Pemeriksaan apakah
data/informasi yang
diminta termasuk yang
dikecualikan

6.
Penyusunan surat
penolakan permohonan
data/informasi

7.
Persetujuan isi surat
penolakan permohonan
data/informasi

8.
Penyampaian surat
penolakan
permohonan data/
informasi kepada
pemohon

9.
Pemeriksaan apakah
data/informasi yang
diminta ada di dalam
database

10.
Penyusunan surat
pengantar
penyampaian
data/informasi


1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
ya
tidak
ya
tidak
ya
tidak
8
13
2

Kegiatan Pemohon
Petugas Meja
Informasi
PPID
Asdep Data &
Informasi
Asdep Terkait
11.
Persetujuan
pemenuhan
permintaan
data/informasi

12.
Penyampaian
data/informasi kepada
pemohon

13.
Penyusunan
memorandum
permintaan
data/informasi yang
tidak tersedia dalam
data base kepada
Asdep Data &
Informasi

14.
Penyampaian
memorandum
permintaan
data/informasi kepada
Asdep Data &
Informasi

15.
Proses pengumpulan
data/informasi oleh
Asdep Data & Informasi

16.
Penyampaian surat
kepada pemohon
bahwa data/ informasi
yang diminta tidak
tersedia

17.
Penelaahan
data/informasi yang
diminta oleh pemohon

18.
Pencarian apakah
data/informasi yang
diminta ada di dalam
database internal
Asdep Datin

19.
Pengolahan data jika
data/informasi tersedia
dalam database
internal Asdep Datin

20.
Update database
pelayanan
data/informasi

21.
Pemberitahuan
kepada PPID bahwa
data/informasi yang
diminta sudah tersedia

11
12 12
13
14
17
15
16
18
19
20
21
tidak
ya
9
26
9
11
3

Kegiatan Pemohon
Petugas Meja
Informasi
PPID
Asdep Data &
Informasi
Asdep Terkait
22.
Permintaan data/
informasi kepada unit
kerja terkait

23.
Pencarian
data/informasi oleh
unit kerja terkait

24.
Pengiriman
data/informasi kepada
Asdep Datin

25.
Pengiriman memo
bahwa data/informasi
yang diminta tidak
tersedia

26.
Pengiriman memo
kepada PPID bahwa
data/informasi yang
diminta tidak tersedia



MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BALTHASAR KAMBUAYA

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,


Inar Ichsana Ishak

22
23
25
24
19
26
tidak
ya
16
13

LAMPIRAN II
PERATURAN MENTERI
NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 06 TAHUN 2011
TENTANG
PELAYANAN INFORMASI PUBLIK

FORMULIR PERMOHONAN INFORMASI PUBLIK
(RANGKAP DUA)


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
Jl. D.I. Panjaitan Kebon Nanas, Jakarta 13410, Indonesia Kotak Pos/PO Box 7777 JAT 13000
Telepon: 021-8517148 (hunting), 8580067-69 Faks 021-8517147 Website: www.menlh.go.id

FORMULIR PERMOHONAN INFORMASI
No. Pendaftaran (diisi petugas)*: .................................


Nama :..
Alamat : ..
Pekerjaan : ..
Nomor Telepon/E-mail : ..
Rincian Informasi yang dibutuhkan : .....
(tambahkan kertas bila perlu) .
.
Tujuan Penggunaan Informasi : .
(tambahkan kertas bila perlu) .
.
.

Cara Memperoleh Informasi** : 1. Melihat/membaca/mendengarkan/Mencatat***

2. Mendapatkan salinan informasi (hardcopy/softcopy)***


Cara Mendapatkan Salinan Informasi** : 1. Mengambil Langsung

2. Kurir

3. Pos

4. Faksimili

5. E-mail


......................(tempat), ............................... (tanggal/bulan/tahun)

Petugas Meja Informasi Pemohon Informasi
(Penerima Permohonan)



(.) (.)
Nama dan Tanda Tangan Nama dan Tanda Tangan

Keterangan:
* Diisi oleh petugas berdasarkan nomor registrasi permohonan Informasi Publik
** Pilih salah satu dengan memberi tanda ()
*** Coret yang tidak perlu
14

Di Balik Formulir Permohonan Informasi dicetak informasi berikut:

Hak-hak Pemohon Informasi
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik

I. Pemohon Informasi berhak untuk meminta seluruh informasi yang berada di
Kementerian Lingkungan Hidup kecuali (a) informasi yang apabila dibuka dan
diberikan kepada pemohon informasi dapat: menghambat proses penegakan
hukum; menganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan
perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat; membahayakan pertahanan dan
keamanan Negara; mengungkap kekayaan alam Indonesia; merugikan ketahanan
ekonomi nasional; merugikan kepentingan hubungan luar negeri; mengungkap isi
akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang;
mengungkap rahasia pribadi; memorandum atau surat-suat antar Kementerian
Lingkungan Hidup atau intra Kementerian Lingkungan Hidup yang menurut
sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau Pengadilan;
Informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-undang. (b)
Kementerian Lingkungan Hidup juga dapat tidak memberikan informasi yang belum
dikuasai atau didokumentasikan.
II. Pastikan anda mendapat tanda bukti permohonan informasi berupa nomor
pendaftaran ke Petugas Meja Informasi/PPID. Bila tanda bukti permohonan
informasi tidak diberikan, tanyakan kepada petugas informasi alasannya, mungkin
permintaan informasi anda kurang lengkap.
III. Pemohon Informasi berhak mendapatkan pemberitahuan tertulis tentang diterima
atau tidaknya permohonan informasi dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja
sejak diterimanya permohonan informasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup.
Kementerian Lingkungan Hidup dapat memperpanjang waktu untuk memberi
jawaban tertulis 1 x 7 hari kerja, dalam hal informasi yang diminta belum dikuasai/
didokumentasikan/belum dapat diputuskan apakah informasi yang diminta
termasuk informasi yang dikecualikan atau tidak.
IV. Biaya yang dikenakan bagi permintaan atas salinan informasi berdasarkan surat
keputusan PPID adalah (diisi sesuai dengan surat keputusan PPID
..



MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BALTHASAR KAMBUAYA

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,


Inar Ichsana Ishak



PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 07 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM ADIPURA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan masyarakat yang
sehat, lingkungan hidup yang lestari, serta menjadikan
sampah sebagai sumber daya perlu dilaksanakan
program adipura di kabupaten/ kota;
b. bahwa Pasal 63 huruf w Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Pasal 21 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah, Pemerintah dapat memberikan
insentif berupa penghargaan kepada pemerintah
daerah;
c. bahwa Peraturan Menteri Nomor 01 Tahun 2009
tentang Program ADIPURA sudah tidak sesuai dengan
perkembangan keadaan, sehingga perlu dilakukan
penyempurnaan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu
menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup tentang Program Pedoman Pelaksanaan Program
Adipura;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
www.djpp.depkumham.go.id
3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 tahun
2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi
Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas,
dan Fungsi Eselon I Kementerian negara;
4. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16
Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Lingkungan Hidup;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM ADIPURA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Program Adipura adalah program kerja Kementerian Lingkungan Hidup,
yang berlingkup nasional dalam rangka mewujudkan kabupaten/ kota
yang berwawasan lingkungan menuju pembangunan yang
berkelanjutan.
2. Kabupaten/ kota berwawasan lingkungan adalah kabupaten/ kota yang
pembangunannya memperhatikan dan mempertimbangkan keselarasan
antara fungsi lingkungan hidup, sosial dan ekonomi yang mendukung
pembangunan yang berkelanjutan.
3. Periode pemantauan adalah rentang waktu pemantauan Program
Adipura yang dimulai dari bulan J uni tahun berjalan sampai dengan
bulan J uni tahun berikutnya.
4. Tempat pemrosesan akhir, yang selanjutnya disingkat TPA adalah
tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media
lingkungan sehingga aman bagi manusia dan lingkungan.
5. Pengendalian pencemaran udara adalah upaya pencegahan dan/ atau
penanggulangan pencemaran udara serta pemulihan mutu udara.
6. Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan
penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk
menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air.
7. Evaluasi kualitas udara kota adalah pengujian dan monitoring terhadap
pelaksanaan upaya pengendalian pencemaran udara, baik upaya
pencegahan maupun upaya penanggulangan pencemaran udara dari
emisi dan kebisingan kendaraan bermotor di suatu perkotaan.
8. Evaluasi kualitas air adalah pengujian dan monitoring terhadap
pelaksanaan upaya pengendalian pencemaran air, baik upaya
pencegahan maupun upaya penanggulangan pencemaran air.
9. Mitigasi adalah usaha mengurangi emisi gas rumah kaca akibat
kegiatan manusia dan/ atau penanggulangan untuk mencegah
terjadinya perubahan iklim yang semakin buruk.

www.djpp.depkumham.go.id
10. Adaptasi perubahan iklim adalah upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan dalam menyesuaian diri terhadap
perubahan iklim, termasuk keragaman iklim dan kejadian iklim ekstrem
sehingga potensi kerusakan akibat perubahan iklim berkurang, peluang
yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan, dan
konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklim dapat diatasi.
11. Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan, dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
12. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan
sampah.
13. Deputi adalah deputi yang bertanggungjawab terhadap Program
Adipura.
14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 2
Program Adipura bertujuan untuk mendorong pemerintah kabupaten/ kota
dan membangun partisipasi aktif masyarakat melalui penghargaan Adipura
untuk mewujudkan kota-kota yang berkelanjutan, baik secara ekologis,
sosial, dan ekonomi melalui penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan
yang baik di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
berkelanjutan demi terciptanya lingkungan yang baik dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat.

Pasal 3
(1) Program Adipura diberlakukan bagi kota-kota dengan jumlah penduduk
sama dengan atau lebih dari 20.000 jiwa di wilayah kabupaten/ kota.
(2) Kota peserta Program Adipura dikelompokkan berdasarkan kategori:
a. kota metropolitan dengan jumlah penduduk >1.000.000 jiwa;
b. kota besar dengan jumlah penduduk 500.001-1.000.000 jiwa;
c. kota sedang dengan jumlah penduduk 100.001-500.000 jiwa; dan
d. kota kecil dengan jumlah penduduk 20.000-100.000 jiwa.

Pasal 4
Penghargaan Adipura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan
dalam bentuk:
a. anugerah adipura yang terdiri atas:
1. adipura kencana; dan
2. adipura;
b. piagam adipura; dan
c. plakat adipura.





www.djpp.depkumham.go.id
BAB II
PENYELENGGARAAN PROGRAM ADIPURA

Pasal 5
(1) Menteri bertanggung jawab atas penyelenggaraan program Adipura.
(2) Penyelenggara program Adipura terdiri atas:
a. Menteri;
b. Dewan Pertimbangan Adipura;
c. Tim Teknis;
d. Tim Pemantau; dan
e. Sekretariat Adipura.

Pasal6
(1) Dewan Pertimbangan Adipura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (2) huruf b ditetapkan oleh Menteri.
(2) Dewan Pertimbangan Adipura terdiri atas pemangku kepentingan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan seluruh pejabat
eselon I Kementerian Lingkungan Hidup.
(3) Tugas dan wewenang Dewan Pertimbangan Adipura meliputi:
a. memberikan telaahan dan rekomendasi terhadap hasil penilaian,
evaluasi dan pemeringkatan kabupaten/ kota kepada Menteri; dan
b. melakukan evaluasi bersama dengan Tim Teknis dan Tim Pemantau
untuk kabupaten/ kota yang dinominasikan menerima penghargaan
Adipura kencana.

Pasal 7
(1) Tim Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c
ditetapkan oleh Menteri.
(2) Tim Teknis Adipura terdiri atas pejabat eselon II Kementerian
Lingkungan Hidup yang beranggotakan bidang terkait.
(3) Tugas dan wewenang Tim Teknis meliputi:
a. pengembangan kriteria, indikator, dan mekanisme pelaksanaan
program Adipura;
b. menyusun pemeringkatan kabupaten/ kota dan melaporkannya
kepada Deputi; dan
c. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Deputi dan/ atau
Menteri.

Pasal 8
(1) Tim pemantau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf d
terdiri atas:
a. tim pemantau untuk pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau;
b. tim pemantau untuk pengendalian pencemaran air; dan
c. tim pemantau untuk evaluasi kualitas udara kota.





www.djpp.depkumham.go.id
(2) Tim pemantau harus memenuhi syarat:
a. sehat jasmani dan rohani;
b. bersifat netral dan obyektif;
c. mempunyai kompetensi dan telah mengikuti pelatihan pemantauan
Adipura;
d. memahami kriteria, indikator, dan mekanisme pemantauan yang
telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini; dan
e. Ketua Tim merupakan Pegawai Negeri Sipil di Kementerian
Lingkungan Hidup yang berkompeten.
(3) Anggota tim pemantau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri atas:
a. Kementerian Lingkungan Hidup;
b. pemerintah provinsi yang berasal dari unsur instansi lingkungan
hidup provinsi, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi,
media massa, organisasi lingkungan, atau lembaga/ dewan yang
ditetapkan oleh gubernur untuk mengevaluasi lingkungan
perkotaan.
(4) Anggota tim pemantau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdiri atas:
a. Kementerian Lingkungan Hidup;
b. pemerintah provinsi yang ditunjuk oleh gubernur;
c. laboratorium yang terakreditasi;
d. pemerintah kabupaten/ kota yang ditunjuk oleh bupati/ walikota; dan
e. asosiasi di bidang sanitasi dan pengelolaan air limbah.
(5) Anggota tim pemantau sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c,
terdiri atas:
a. Kementerian Lingkungan Hidup;
b. pemerintah provinsi yang ditunjuk oleh gubernur;
c. pemerintah kabupaten/ kota yang ditunjuk oleh bupati/ walikota;
d. laboratorium terakreditasi;
e. bengkel kendaraan bermotor;
f. gabungan industri kendaraan bermotor;
g. polisi resort kota;
h. perguruan tinggi;
i. PT. Pertamina;
j. lembaga swadaya masyarakat;
k. Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP);
l. PT. Kereta Api Indonesia;
m. PT. Angkasa Pura; dan
n. petugas pengambil sampel.

Pasal 9
(1) Tim pemantau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a
ditetapkan oleh:
a. Menteri bagi tim pemantau dari Kementerian Lingkungan Hidup;
b. gubernur untuk tim pemantau daerah provinsi.


www.djpp.depkumham.go.id
(2) Tim pemantau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b
dan huruf c ditetapkan oleh:
a. Menteri bagi tim pemantau dari Kementerian Lingkungan Hidup;
b. gubernur untuk tim pemantau dari daerah provinsi;
c. walikota bagi tim pemantau dari kota.

Pasal 10
(1) Tugas dan wewenang tim pemantau sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) huruf a, meliputi:
a. menilai kota dengan kategori kota metropolitan, besar, sedang, dan
kecil;
b. melakukan pemantauan terhadap indikator kondisi fisik
kabupaten/ kota dari awal sampai akhir penilaian;
c. melakukan penilaian indikator non fisik;
d. mendapatkan informasi yang berkaitan dengan pengelolaan
kebersihan dan ruang terbuka hijau perkotaan;
e. mempelajari daftar isian non fisik yang dikirimkan oleh
bupati/ walikota dan/ atau profil kabupaten/ kota, serta menyusun
ringkasan informasi awal;
f. mengisi, menandatangani, dan menyerahkan formulir isian nilai fisik
kepada ketua tim;
g. menyerahkan foto kondisi lapangan kepada ketua tim; dan
h. ketua tim pemantau wajib membuat dan menyampaikan berita acara
hasil penilaian yang dilengkapi:
1. formulir isian nilai fisik;
2. aplikasi penilaian fisik;
3. foto kondisi lapangan;
4. penilaian; dan
5. daftar kehadiran anggota tim pemantau;
kepada Tim Teknis;
(2) Tugas dan wewenang Tim pemantau sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) huruf b, meliputi:
a. menilai kota dengan kategori kota metropolitan, besar, sedang, dan
kecil;
b. melakukan pemantauan langsung kualitas sumber air permukaan
yang dinilai dengan pengambilan contoh uji kualitas air pada sumber
air permukaan yang dinilai;
c. melakukan verifikasi terhadap informasi ketersediaan sarana
pengelolaan air limbah domestik dan usaha skala kecil secara
komunal atau terpusat;
d. mendapatkan informasi yang berkaitan dengan pengendalian
pencemaran air perkotaan; dan
e. ketua tim membuat dan menyampaikan berita acara hasil
pengukuran yang dilengkapi:
1. dengan formulir isian dari setiap kegiatan;
2. daftar kehadiran anggota Tim Pemantau;
kepada Tim Teknis.


www.djpp.depkumham.go.id
(3) Tugas dan wewenang Tim Pemantau sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) huruf c meliputi:
a. menilai kota dengan kategori kota metropolitan dan besar;
b. melakukan pemantauan langsung terhadap kegiatan pengukuran
kualitas udara jalan raya, pengukuran kinerja lalu lintas,
pengukuran kualitas bahan bakar, pengujian emisi kendaraan
pribadi roda empat, kinerja fasilitas pengujian kendaraan bermotor,
manajemen transportasi, pengujian kawasan pelabuhan, dan
pemantauan kualitas udara kawasan;
c. mendapatkan informasi yang berkaitan dengan pengendalian
pencemaran udara perkotaan;
d. ketua tim membuat dan menyampaikan berita acara hasil
pengukuran yang dilengkapi:
1. formulir isian dari setiap kegiatan; dan
2. daftar kehadiran anggota tim pemantau;
kepada Tim Teknis.
(4) Tim pemantau melakukan pemantauan secara bersama-sama.
(5) Dalam hal terdapat anggota tim pemantau berhalangan, pemantauan
dilaksanakan berdasarkan arahan dan persetujuan ketua tim teknis.

Pasal 11
(1) Dalam pelaksanaan pemantauan, tim pemantau:
a. mengikuti seluruh kegiatan penilaian sesuai jumlah kabupaten/ kota
dan hari yang telah ditetapkan dan melaporkan hasilnya kepada Tim
Teknis;
b. meminta izin terlebih dahulu baik secara lisan ataupun tertulis,
kepada penanggungjawab lokasi rumah sakit, pelabuhan laut,
pelabuhan sungai, dan/ atau pelabuhan udara;
c. membawa kartu tanda pengenal dan surat tugas dari:
1. Deputi Kementerian Lingkungan Hidup atau Kepala Pusat
Pengelolaan Ekoregion (PPE) Kementerian Lingkungan Hidup;
2. Instansi yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup di
pemerintah provinsi; dan
3. Instansi yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup di
pemerintah kota.
(2) Dalam hal tim pemantau tidak mendapatkan izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, tim pemantau harus meminta bukti
penolakan secara tertulis.

Pasal 12
(1) Sekretariat Adipura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf
e ditetapkan oleh Menteri dan berkedudukan di Deputi.
(2) Sekretariat Adipura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas
untuk mengkoordinasi pelaksanaan Program Adipura dari aspek
administrasi, penjadualan, penganggaran, pelaporan, melakukan
pengelolaan data, dan pengembangan laman/ website Adipura.



www.djpp.depkumham.go.id
BAB III
PELAKSANAAN

Pasal 13
(1) Menteri dalam pelaksanaan penyelenggaraan Program Adipura
mendelegasikan kepada Deputi.
(2) Pelaksanaan penyelenggaraan Program Adipura meliputi:
a. penilaian non fisik; dan
b. pemantauan fisik.
(3) Pelaksanaan penyelenggaraan Program Adipura berkoordinasi dengan
instansi terkait lainnya.

Pasal 14
(1) Penilaian non fisik dan pemantauan fisik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (2) dilaksanakan oleh tim pemantau untuk
kabupaten/ kota peserta Program Adipura.
(2) Penilaian non fisik dan pemantauan fisik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan terhadap:
a. pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau;
b. pengendalian pencemaran air; dan
c. pengendalian pencemaran udara.

Pasal 15
(1) Pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. Penilaian non fisik yang meliputi:
1. data umum;
2. institusi:
a) kelembagaan,
b) produk hukum,
c) anggaran,
d) sarana dan prasarana/ fasilitas, dan
e) tingkat pelayanan,
3. manajemen;
4. partisipasi masyarakat; dan
5. peta.
b. Pemantauan fisik, meliputi:
1. pengelolaan sampah; dan
2. pengelolaan ruang terbuka hijau.
(2) Pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. penilaian non fisik, meliputi:
1. pelaksanaan pengendalian pencemaran air;
2. ketersediaan air bersih;
3. pemantauan kualitas air;
4. ketersediaan sarana pengelolaan air limbah domestik; dan
5. dukungan Sumber Daya Manusia, sarana, dan fasilitas dalam
pelaksanaan pengendalian pencemaran air.

www.djpp.depkumham.go.id
b. pemantauan fisik, meliputi:
1. Kualitas air permukaan;
2. Ketersediaan pengelolaan air limbah domestik dengan sistem
terpusat atau komunal; dan
3. Ketersediaan pengelolaan air limbah dari usaha skala kecil
dengan sistem terpusat atau komunal.
(3) Pengendalian pencemaran udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 ayat (2) huruf c terdiri atas:
a. penilaian non fisik, meliputi:
1. kegiatan pemantauan kualitas udara dari emisi sumber bergerak;
2. kegiatan mereduksi tingkat pencemaran udara dari emisi sumber
bergerak; dan
3. kegiatan terkait dengan awarness terhadap isu pencemaran
udara/ kualitas udara.
b. pemantauan fisik, meliputi:
1. pengukuran pencemaran udara jalan raya (roadside);
2. kinerja lalu lintas perkotaan;
3. uji emisi dan kebisingan kendaraan bermotor;
4. kualitas bahan bakar ramah lingkungan;
5. fasilitas pengujian kendaraan bermotor;
6. monitoring udara ambien;
7. manajemen transportasi (keberadaan transportasi umum,
fasilitas, intermoda, pelayanan);
8. pemantauan kebisingan kawasan (pelabuhan, bandara, stasiun,
terminal);
9. pemantauan kualitas udara kawasan (pelabuhan, bandara,
stasiun, terminal); dan
10. pengolahan dan tabulasi data.

Pasal 16
(1) Penilaian non fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
huruf a, ayat (2) huruf a, dan ayat (3) huruf a dilaksanakan 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) periode pelaksanaan Program Adipura.
(2) Penilaian non fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan
pada daftar isian non fisik Program Adipura sebagaimana tercantum
dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
(3) Berdasarkan daftar isian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Tim
Pemantau melakukan penilaian sesuai dengan indikator dan skala nilai
non fisik Program Adipura sebagaimana tercantum dalam Lampiran II
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini.

Pasal 17
Pemantauan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b,
ayat (2) huruf b, dan ayat (3) huruf b dilakukan berdasarkan:
a. kriteria, indikator, dan skala nilai fisik Program Adipura sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan
www.djpp.depkumham.go.id
b. mekanisme penilaian fisik kabupaten/ kota Program Adipura
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal18
(1) Pemantauan fisik terhadap pengelolaan sampah dan ruang terbuka
hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf a dilakukan
melalui:
a. pemantauan I;
b. pemantauan II; dan/ atau
c. pemantauan verifikasi.
(2) Pemantauan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
hanya dilakukan apabila dianggap perlu.
(3) Pemantauan fisik terhadap pengendalian pencemaran air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf b dilakukan pada musim hujan
dan kemarau.
(4) Pemantauan fisik terhadap pengendalian pencemaran udara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf c dilakukan 1
(satu) kali pada saat musim kemarau.
Pasal 19
(1) Pemantauan fisik sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 Ayat (2) huruf a
untuk:
a. kota metropolitan, dilakukan paling sedikit 7 (tujuh) hari;
b. kota besar, dilakukan paling sedikit 6 (enam) hari;
c. kota sedang, dilakukan paling sedikit 3 (tiga) hari; dan
d. kota kecil, dilakukan paling sedikit 2 (dua) hari.
(2) pemantauan fisik sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 Ayat (2) huruf
b, untuk:
a. kota metropolitan, dilakukan paling sedikit 5 (lima) hari;
b. kota besar, dilakukan paling sedikit 4 (empat) hari;
c. kota sedang, dilakukan paling sedikit 3 (tiga) hari; dan
d. kota kecil, dilakukan paling sedikit 2 (dua) hari.
(3) pemantauan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf
c, dilakukan melalui kegiatan pengukuran dan pengujian selama 10
(sepuluh) hari pada 3 (tiga) lokasi di setiap kota.

Pasal 20
(1) Lokasi pemantauan I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Ayat (1)
huruf a terdiri atas:
a. permukiman, meliputi:
1. permukiman menengah, sederhana; dan
2. permukiman pasang surut;
b. fasilitas kota, meliputi:
1. jalan arteri dan kolektor;
2. pasar;
3. pertokoan;
4. perkantoran,
5. sekolah;

www.djpp.depkumham.go.id
6. rumah sakit/ puskesmas;
7. hutan kota; dan
8. taman kota;
c. fasilitas transportasi, meliputi:
1. terminal;
2. stasiun kereta api; dan
3. pelabuhan laut/ sungai dan udara;
d. perairan terbuka:
1. sungai, danau, situ, dan/ atau kanal;
2. saluran terbuka antara lain primer, sekunder, dan tersier;
e. fasilitas kebersihan, meliputi:
1. TPA;
2. Pemilahan sampah, antara lain melalui bank sampah; dan
3. Pengolahan sampah (reduce, reuse, and recycle), antara lain
kompos, waste to energy, dan daur ulang lainnya;
f. pantai wisata;
g. evaluasi kualitas udara kota meliputi jalan arteri atau jalan kolektor
kota (bukan jalan nasional);
h. pengendalian pencemaran air:
1. Perairan terbuka dan/ atau sumber air permukaan; dan
2. Sarana pengelolaan limbah terpusat atau komunal baik untuk
industri
dan/ atau kegiatan usaha skala kecil, dan/ atau domestik.
(2) Lokasi pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang wajib
dinilai, terdiri atas:
a. permukiman menengah dan sederhana;
b. jalan arteri dan kolektor;
c. pasar;
d. perkantoran;
e. pertokoan;
f. sekolah;
g. rumah sakit/ puskesmas;
h. hutan kota;
i. taman kota;
j. perairan terbuka/ sumber air permukaan;
k. TPA;
l. pemilahan sampah;
m. pengolahan sampah; dan
n. pengelolaan air limbah oleh usaha dan/ atau kegiatan, usaha skala
kecil dan/ atau domestik.
(3) Lokasi pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak
wajib dinilai, terdiri atas:
a. permukiman pasang surut;
b. terminal bus/ angkot;
c. perairan terbuka (saluran terbuka);
d. pelabuhan laut/ sungai;
e. bandar udara;
f. stasiun kereta api; dan
g. pantai wisata.
www.djpp.depkumham.go.id
(4) Bagi kabupaten/ kota yang tidak memiliki lokasi yang wajib dinilai
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberi nilai 30 (tiga puluh).

Pasal 21
(1) Penentuan lokasi pemantauan pengelolaan sampah dan ruang terbuka
hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b harus
menyebar dan merata yang mewakili seluruh wilayah kabupaten/ kota
dan berlaku untuk seluruh kategori kabupaten/ kota.
(2) Penentuan lokasi pemantauan pengendalian pencemaran air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b dilakukan
bersama-sama dengan instansi pengelola lingkungan hidup
kabupaten/ kota.
(3) Penentuan lokasi pemantauan pengendalian pencemaran udara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf b dilakukan
bersama-sama dengan dinas perhubungan dan instansi pengelola
lingkungan hidup kabupaten/ kota.

Pasal 22
(1) Apabila terdapat perbedaan pendapat antara sesama anggota tim
pemantau dalam pemantauan fisik pengelolaan sampah dan ruang
terbuka hijau, keputusan pemantauan diserahkan kepada tim teknis.
(2) Keputusan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan cara:
a. membandingkan setiap komponen penilaian terhadap kondisi fisik
melalui hasil foto kondisi lapangan dalam kategori kabupaten/ kota
yang sama; dan/ atau
b. verifikasi ulang.

Pasal 23
(1) Hasil pemantauan fisik pada satu kabupaten/ kota dibahas oleh tim
pemantau dengan membandingkan penilaian terhadap komponen yang
sama dengan kabupaten/ kota sebelumnya.
(2) Hasil penilaian tim pemantau yang telah dibahas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam berita acara pemantauan
yang ditandatangani oleh seluruh anggota tim pemantau.
(3) Data hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diserahkan kepada Ketua Tim Teknis untuk diolah oleh Sekretariat
Adipura.
(4) Data yang sudah diolah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dituangkan dalam berita acara dan diserahkan kepada ketua tim teknis.

Pasal 24
Ketua tim teknis berdasarkan data dari sekretariat Adipura sebagaimana
dimaksud pada Pasal 23 ayat (4) membuat laporan hasil pemantauan fisik
dan penilaian non fisik untuk di serahkan kepada deputi.




www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 25
(1) Berdasarkan laporan hasil pemantauan fisik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24, Deputi menetapkan kabupaten/ kota yang akan
dilakukan pemantauan II.
(2) Penetapan pemantauan II kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan apabila nilai fisik hasil pemantauan I baik.

Pasal 26
(1) Dalam hal nilai pemantauan I berbeda secara signifikan dengan
pemantauan periode sebelumnya, dilakukan pemantauan verifikasi.
(2) Pemantauan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan cara cross team antar regional.
(3) Tim pemantau melaksanakan verifikasi dilengkapi surat tugas dari
Deputi.
(4) Tim pemantau yang melaksanakan verifikasi melaporkan hasil verifikasi
kepada Tim Teknis yang dituangkan dalam berita acara.
(5) Pemantauan Verifikasi dilaksanakan berdasarkan mekanisme verifikasi
Program Adipura sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 27
Penilaian Adipura kencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a
angka 1 didasarkan pada kriteria dan indikator sebagaimana tercantum
dalam Lampiran V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

BAB IV
PENGHARGAAN ADIPURA

Pasal 28
(1) Tim Teknis melakukan evaluasi dan menyusun peringkat
kabupaten/ kota berdasarkan:
a. data olahan hasil pemantauan fisik dan penilaian non fisik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4); dan
b. berita acara hasil pemantauan verifikasi yang disampaikan kepada
tim teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5).
(2) Hasil evaluasi dan susunan peringkat kabupaten/ kota dari Tim Teknis
disampaikan kepada Deputi untuk diteruskan kepada Menteri dan
Dewan Pertimbangan Adipura yang dituangkan dalam berita acara.
(3) Dewan Pertimbangan Adipura memberikan telaahan dan rekomendasi
terhadap hasil pemeringkatan kabupaten/ kota kepada Menteri.

Pasal 29
(1) Menteri menetapkan kabupaten/ kota dan lokasi yang mendapatkan
penghargaan Adipura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dengan
mempertimbangkan hasil rapat Dewan Pertimbangan Adipura bersama
Menteri.

www.djpp.depkumham.go.id
(2) Hasil rapat sebagaimana tercantum dalam ayat (1) dituangkan dalam
berita acara, yang ditandatangani oleh Menteri dan sekurang-
kurangnya 2/ 3 (dua per tiga) dari jumlah anggota Dewan Pertimbangan
Adipura yang hadir.

Pasal 30
(1) Gubernur mengusulkan 1 (satu) kabupaten/ kota yang memenuhi syarat
untuk dinominasikan mendapat piagam Adipura kepada Menteri.
(2) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri
menetapkan kabupaten/ kota yang mendapatkan piagam Adipura
dengan mempertimbangkan telaahan dan rekomendasi dari Dewan
Pertimbangan Adipura.

Pasal 31
(1) Plakat Adipura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c
merupakan penghargaan atas sarana dan prasarana kabupaten/ kota.
(2) Sarana dan prasarana kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diusulkan oleh Deputi kepada Menteri.
(3) Menteri berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menetapkan sarana dan prasarana kabupaten/ kota yang mendapatkan
Plakat Adipura dengan mempertimbangkan telaahan dan rekomendasi
dari Dewan Pertimbangan Adipura.

BAB V
KODE ETIK

Pasal 32
Kode etik penyelenggaraan Program Adipura:
a. melakukan penyelenggaraan secara obyektif, netral, dan independen
berdasarkan fakta di lapangan;
b. menaati semua ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
ini;
c. tidak meminta dan/ atau menerima sesuatu dalam bentuk apapun, yang
berhubungan dengan pelaksanaan penyelenggaraan Program Adipura;
d. tim pemantau pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau, tidak
menginformasikan waktu dan lokasi pelaksanaan penilaian/ lokasi yang
akan dikunjungi, kepada aparat pemerintah kabupaten/ kota terkait;
e. tidak menginformasikan hasil penilaian dan pemantauan kepada pihak
manapun; dan
f. dalam melaksanakan penyelenggaraan Adipura, tim pemantau
diharuskan berperilaku santun.

BAB VI
PEMBINAAN

Pasal 33
Menteri dan/ atau gubernur melakukan pembinaan kepada pemerintah
kabupaten/ kota dalam rangka pelaksanaan Program Adipura.

www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 34
(1) Untuk meningkatkan kinerja pemerintah daerah dalam perlindungan
dan pengelolaan lingkungan perkotaannya, Menteri memberikan
insentif kepada kabupaten/ kota yang meraih Anugerah Adipura
Kencana dan Anugerah Adipura.
(2) Insentif untuk kabupaten/ kota peraih Anugerah Adipura Kencana
berupa sarana dan prasarana pengolahan sampah, ruang terbuka hijau,
alat pengendalian pencemaran air dan udara, serta kegiatan yang
terkait dengan perubahan iklim.
(3) Insentif untuk kabupaten/ kota peraih Anugerah Adipura berupa sarana
dan prasarana pengolahan sampah dan ruang terbuka hijau.

Pasal 35
Dalam hal penerima Penghargaan Adipura tidak dapat menjaga kualitas
lingkungan perkotaan secara berkelanjutan dalam kurun waktu 1 (satu)
periode pelaksanaan Program Adipura, Anugerah Adipura Kencana atau
Anugerah Adipura dicabut oleh Menteri.

BAB VII
PENDANAAN

Pasal 36
Pendanaan pelaksanaan Program Adipura, dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Provinsi, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) Kabupaten/ Kota dan/ atau sumber lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 37
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan Program
Adipura dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 38
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.










www.djpp.depkumham.go.id
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.

Ditetapkan di J akarta
pada tanggal 8 November 2011
MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

BALTHASAR KAMBUAYA

Diundangkan di J akarta
pada tanggal 21 November 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 727
www.djpp.depkumham.go.id
1

LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 07 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN
PROGRAM ADIPURA


DAFTAR ISIAN NON FISIK PROGRAM ADIPURA

BUKU I
I. LEMBAR PERNYATAAN

Mengingat kebenaran data sangat diperlukan dalam analisis bagi
penyusunan profil kota, bersama ini saya sebagai
bupati/walikota.............................menyatakan bahwa format isian
untuk penyusunan profil kota ini telah diisi dengan sebenarnya dan
dapat saya pertanggungjawabkan.

................., ......................20...

Bupati/Walikota,


(............................................)


II. LEMBAR VISI, MISI DAN KOMITMEN KEPALA DAERAH

Terdiri dari Visi, Misi, Kebijakan, Rencana Strategis dan Program yang
memuat tentang kebersihan dan keteduhan; pengendalian
pencemaran udara (khusus untuk kota Metropolitan dan Besar) dan
pengendalian pencemaran air. (Lampirkan dokumen terkait)


III. DAFTAR ISIAN DAN PERTANYAAN

A. DATA UMUM KABUPATEN/KOTA
1. Nama kabupaten/kota : ...............................................................
2. Nama ibu kota : ...............................................................
3. Provinsi : ...............................................................
4. Pendapatan/kapita : ................................................... Rp/jiwa
5. Jumlah penduduk dan luas wilayah:
a. Isian untuk kota:
1). Luas wilayah administrasi perkotaan: ............................. (km
2
).
2). Jumlah penduduk di wilayah administrasi: .................... (jiwa).
b. Isian untuk kabupaten:
2

1). Luas wilayah administrasi: .............................................(km2).
2). Jumlah penduduk di wilayah perkotaan (urban): ............. (jiwa).
3). Luas daerah perkotaan/daerah pelayanan kebersihan: .... (km
2
).
4). Jumlah penduduk di daerah perkotaan/pelayanan kebersihan:
................. (jiwa)

6. Topografi:
a. Pantai : .................................
b. Pegunungan : .................................
c. Pasang surut : .................................
d. Rawa-rawa : .................................
e. Datar : .................................

7. Penghargaan tingkat Nasional untuk Pemerintah Daerah dalam
bidang Permukiman, Transportasi, Perkotaan yang diperoleh :
No. Jenis
Penghargaan
Lembaga yang
memberikan
Tahun
1.
2.
3.
4.
dst


8. Sungai di Wilayah Pemerintah Daerah Pelaksana Kegiatan
Pengendalian Pencemaran Air:
a. Jumlah sungai berada di dalam wilayah Kabupaten/Kota:
No Nama Sungai Panjang (m) Lebar (m) Kedalaman (m)
1
2
3
dst

b. Jumlah sungai lintas Kabupaten/Kota yang melintasi
Kabupaten/Kota
Ukuran (Besaran) ruas sungai di
Wilayah Kabupaten/Kota Saudara
No. Nama
Sungai
Daerah
yang
dilintasi
Panjang (m) Lebar
(m)
Kedalaman
(m)
1
2
3
dst


3

c. Jumlah sungai lintas Provinsi yang melintasi Kabupaten/Kota
adalah
Ukuran (Besaran) ruas sungai di
Wilayah Kabupaten/Kota Saudara
No Nama
sungai
Daerah yang
dilintasi
Panjang
(m)
Lebar
(m)
Kedalaman (m)
1
2
3
dst

9. Sumber air permukaan selain sungai di wilayah Kabupaten/Kota
pelaksana Pengendalian Pencemaran Air:
a. Jumlah sumber air permukaan selain sungai yang berada di
wilayah Kabupaten/Kota:
No. Nama sumber air
permukaan selain sungai
Panjang
(m)
Lebar
(m)
Kedalaman
(m)
1
2
3
dst

b. Jumlah sumber air permukaan selain sungai yang lintas
Kabupaten/Kota dan berada di wilayah Kabupaten/Kota:
Ukuran (Besaran) ruas sungai
di Wilayah Kabupaten/Kota
Saudara
No. Nama
sumber air
permukaan
selain sungai
Daerah
yang
dilintasi
Panjang
(m)
Lebar
(m)
Kedalaman
(m)
1
2
3
dst

c. Jumlah sumber air permukaan selain sungai yang lintas Provinsi
dan berada di wilayah Kabupaten/Kota:
Ukuran (Besaran) ruas sungai
di Wilayah Kabupaten/Kota
Saudara
No. Nama sumber
air permukaan
selain sungai
Daerah
yang
dilintasi
Panjang
(m)
Lebar
(m)
Kedalaman
(m)
1
2
3
dst

4

B. INSTITUSI
1. Kelembagaan.
a. Pengelolaan lingkungan hidup.
Apakah ada lembaga yang menangani pengelolaan lingkungan
hidup di kabupaten/kota Saudara? (termasuk di dalamnya
pengendalian pencemaran udara dan pengendalian pencemaran
air)
a). Ya, sebutkan dan lampirkan struktur dan tupoksi
organisasinya
(Lampiran 1).
b). Tidak.

b. Pengelolaan kebersihan dan pengelolaan sampah
1). Apakah ada lembaga/unit pengelola kebersihan/ sampah di
kabupaten/kota Saudara?
a). Ya, sebutkan dan lampirkan struktur organisasinya berikut
tupoksi (Lampiran 2).
b). Tidak.
2). Apakah dalam pengelolaan kebersihan/sampah melibatkan
pihak ketiga ?
a). Ya, lampirkan surat perjanjian/kontrak kerja (Lampiran 3).
b). Tidak.

c. Pengelolaan ruang terbuka hijau.
1). Apakah ada lembaga/unit pengelola RTH di kabupaten/kota
Saudara?
a) Ya, sebutkan dan lampirkan struktur organisasinya berikut
tupoksi (Lampiran 4).
b) Tidak.
2). Apakah dalam pengelolaan RTH melibatkan pihak ketiga?
a) Ya, lampirkan surat perjanjian/kontrak kerja (Lampiran 5).
b) Tidak.

2. Produk hukum.
Sebutkan produk hukum yang dimiliki kabupaten/kota Saudara:

No.

Komponen
Bentuk
Peraturan
Dan atau
pedoman
teknis
Nomor dan
tanggal
pengesahan
Tentang Keterangan
1. Pengelolaan
lingkungan
hidup
(termasuk
pengendalian
pencemaran
udara dan air)

2. Pengelolaan
kebersihan/

5

sampah
3. RTH.
Catatan : Kolom keterangan diisi untuk memberikan keterangan jika
produk hukum masih dalam proses (belum disahkan).

3. Anggaran.
a. Anggaran untuk pengelolaan sampah dan RTH
Jumlah anggaran No. Jumlah anggaran
Tahun
2009
Tahun
2010
Tahun
2011
Prosentase
(tahun
terakhir)
1. APBD total
2. APBD sektor lain
yang terkait dengan
pengelolaan
lingkungan hidup

3. Lembaga pengelola
lingkungan hidup.

(diberi keterangan
kalau lembaga
tergabung dengan
fungsi lain)

4. Lembaga pengelola
sampah

5. Lembaga/unit
pengelola RTH.

6. Pendapatan asli
daerah (PAD).

Catatan : Prosentase = (jumlah anggaran tiap lembaga : jumlah
anggaran APBD) x 100%, hanya untuk anggaran tahun terakhir)

b. Sebutkan potensi dan realisasi penerimaan retribusi untuk
kebersihan dan pemakaian air permukaan dan air tanah pada
tahun 2010 dan 2011
Penerimaan
Retribusi (000,-) Komponen Tahun
Potensi Realisasi
Prosentase
Realisasi
Kebersihan/sampah 2010
2011
Air permukaan/tanah 2010
2011

6

BUKU II
KEBERSIHAN DAN KETEDUHAN

A. SARANA DAN PRASARANA
1. Fasilitas.
a. Pengelolaan kebersihan/sampah
No. Tempat Penanganan Lokasi Jumlah
Volume
(m
3
/unit)
1. TPS
a). Terbuka.
b). Tertutup
c). Dengan pemisahan
sesuai jenis sampah.

2. Fasilitas pengolahan
sampah

3. Fasilitas pemanfaatan
sampah menjadi energi*

Keterangan : Sebutkan besarnya energi yang dihasilkan (Kv)
b. Apakah kabupaten/kota Saudara memiliki tempat pengolahan
sampah terpadu (TPST)?
a). Ya (sebutkan luas dan lokasinya).
b). Tidak.
c. Apakah kabupaten/kota Saudara memiliki tempat pemrosesan
akhir sampah (TPA)?
a). Ya (sebutkan luas dan lokasinya).
b). Tidak.
d. Sebutkan umur TPA dan tahun mulai operasional?
e. Sebutkan luasan TPA yang sudah terpakai (dalam ha)?
f. Sistem operasional TPA yang digunakan:
a) Open dumping.
b) Control landfill.
c) Sanitary landfill.
g. Jarak TPA
a) Jarak TPA dengan perumahan/permukiman
terdekat..........km.
b) Jarak TPA dengan sungai/badan air terdekat .........km.
c) Jarak TPA dengan pantai ............km.
h. Apakah ada pengolahan lindi di TPA? Lampirkan hasil analisis
laboratorium inlet dan outlet tahun 2010-2011(Lampiran 1).
i. Apakah ada sumur pantau di TPA? Lampirkan hasil analisis
laboratorium (Lampiran 2)
j. Alat angkut:
Masih
Beroperasi No
Jenis Alat
Angkut
Jumlah
Kapasitas
per unit
(m
3
)
Ritasi
Ya Tidak
a. Gerobak sampah
b.
Gerobak motor
sampah

7

c.
Truk terbuka
besar

d.
Truk terbuka
kecil

e. Mini truk (kijang)
f.
Truk compactor
besar

g.
Truk compactor
kecil

h.
Dump truck
besar

i. Dump truck kecil
j. Arm roll besar
k. Arm roll kecil
l. Trailer container
k. Apakah kabupaten/kota Saudara memiliki alat angkut dengan
fasilitas pemisahan? Sebutkan jumlah dan kapasitas per unit.

2. Pengelolaan RTH.
a. Apakah kabupaten/kota Saudara memiliki taman kota?
b. Sebutkan jumlah dan luas seluruh taman kota di kabupaten/kota
Saudara?
c. Siapa penanggung jawab pengelolaan taman kota?
d. Apakah memiliki tempat pembibitan? Sebutkan alamat lengkap
lokasi tempat pembibitan tersebut.
e. Apakah kabupaten/kota Saudara memiliki hutan kota? Sebutkan
lokasinya.
f. Sebutkan jumlah dan luas seluruh hutan kota yang telah
ditetapkan dengan peraturan daerah/peraturan kepala daerah,
dan lampirkan bukti pendukung (Lampiran 3).
g. Prosentase luas RTH dibandingkan dengan luas wilayah:
1) Perkotaan/urban area untuk Kabupaten
2) Administrasi kota untuk Kota

3. Tingkat pelayanan.
a. Pengelolaan kebersihan/sampah
1) Sebutkan total timbulan sampah kota tahun 2010-2011,
m
3
/hari.
2) Sebutkan jumlah sampah yang terangkut tahun 2010-2011:
......m3/hari
3) Penanganan sampah:
NO PENANGANAN
VOLUME
(m
3
)/bulan
PROSENTASE
(dari total
timbulan)
a. Diangkut ke TPA.
b. Diolah :
8

(1). Kompos.
(2). Daur ulang.
(3). Pemanfaatan
lain.

c. Dipilah (Bank
Sampah)

d. Tidak terangkut

4) Komposisi sampah Kota Saudara
Volume (m3)
No Komponen sampah
2009 2010 2011
1. Sampah basah/organik
2. Kertas
3. Plastik
4. Kayu
5. Logam
6. Kaca/gelas
7. Karet/kulit
8. Kain
9. Lain-lain
Jumlah
5) Berapa lama sampah berada di TPS (holding time)?
a) < 6 jam.
b) 7 jam 18 jam.
c) 19 jam 24 jam.
d) 25 jam 48 jam.
e) 48 jam.
6) Lampirkan jadwal pengangkutan sampah (Lampiran 4).
7) Apakah penanganan transportasi sampah melibatkan swasta?
Jelaskan (untuk kota metropolitan).
a) Ya .
b) Tidak.
8) Jelaskan rute truk sampah, sertakan peta rutenya (Lampiran
5) dan peta daerah pelayanannya (Lampiran 6).
9) Sebutkan tingkat pelayanan kebersihan kota:
Tingkat Pelayanan
No Pelayanan
2009 2010 2011
a). Luas daerah
pelayanan
........(ha) ........(ha) ........(ha)
b). Jumlah penduduk
terlayani
........jiwa ........jiwa ........jiwa
9

c). Jumlah penduduk
terlayani terhadap
jumla penduduk
perkotaan
.........% .........% .........%

B. MANAJEMEN
1. Perencanaan.
a. Apakah pemerintah kabupaten/kota memiliki rencana
pemerintah jangka menengah (RPJM) atau rencana strategis
daerah (RENSTRADA)?
a) Ya.
b) Tidak.
b. Apakah dalam RPJM terdapat komitmen pemerintah daerah
dalam menangani lingkungan hidup, khususnya pengelolaan
sampah, keteduhan, pengendalian pencemaran air dan udara?
a) Ada.
b) Tidak ada.
c. Apakah pemerintah kabupaten/kota memiliki rencana kerja
pemerintah daerah tahunan (RKPDT)?
a) Ya.
b) Tidak.
d. Apakah dalam RKPDT terdapat rencana kerja yang terkait
pengelolaan lingkungan hidup khususnya pengelolaan sampah,
keteduhan, pengendalian pencemaran air dan udara?
a) Ya.
b) Tidak.
e. Apakah pemerintah kabupaten/kota memiliki rencana kerja dan
anggaran (RKA) khususnya dengan pengelolaan sampah,
keteduhan, pengendalian pencemaran air dan udara?
a) Ya.
b) Tidak.
f. Berapa prosentase (%) realisasi rencana kerja dan anggaran
(RKA) tahun 2011 terhadap output/hasil?
g. Apakah pemerintah kabupaten/kota memiliki rencana strategis
(RENSTRA) khususnya dengan pengelolaan sampah, keteduhan,
pengendalian pencemaran air dan udara?
a) Ya.
b) Tidak.
h. Apakah pemerintah kabupaten/kota memiliki rencana kerja
(RENJA) khususnya dengan pengelolaan sampah, keteduhan,
pengendalian pencemaran air dan udara?
a) Ya.
b) Tidak.
i. Apakah pemerintah kabupaten/kota memiliki rencana umum
tata ruang (RUTR) ?
a) Ya.
b) Tidak
j. Apakah ada penetapan lokasi TPA dan TPST dalam RUTR?
Jelaskan.
10

k. Apakah ada penetapan target pengurangan volume sampah?
Jelaskan prosentase pengurangan volume sampah (m3) per
tahun.
Pengurangan volume sampah
tahun 2010
Pengurangan volume sampah
tahun 2011
Target
(m3)
Realis
asi
(m3)
SDM
yang
melaku
kan
Perp
utar
an
uang
(Rp)
Targ
et
(m3)
Realis
asi
(m3)
SDM
yang
melaku
kan
Perpu
taran
(Rp)

l. Apakah ada penetapan target volume sampah yang diolah rata-
rata (m
3
/bulan)? Jelaskan.
Volume sampah terolah tahun
2010
Volume sampah terolah tahun
2011
Target
(m3)
Realis
asi
(m3)
SDM
yang
melaku
kan
Perp
utar
an
uang
(Rp)
Targ
et
(m3)
Realis
asi
(m3)
SDM
yang
melaku
kan
Perpu
taran
(Rp)

m. Apakah ada penetapan rencana fasilitas 3R? Sebutkan jumlah
(unit/tahun) dan kapasitasnya (m
3
/tahun).
Rencana Fasilitas 3R 2010 Rencana Fasilitas 3R 2011
Target
(m3)
Realis
asi
(m3)
SDM
yang
melaku
kan
Perp
utar
an
uang
(Rp)
Targe
t (m3)
Realis
asi
(m3)
SDM
yang
melak
ukan
Perpu
taran
(Rp)

n. Apakah ada penetapan rencana pemberian insentif dalam
pengurangan sampah? Jelaskan.
Pemberian insentif tahun 2010
Pemberian insentif tahun
2011
Target Realisasi Target Realisasi

o. Apakah kabupaten/kota Saudara telah memiliki rencana
penutupan TPA sistem open dumping? (bagi yang belum
memiliki)
a) Ya, jelaskan jadwal pelaksanaan dan lampirkan dokumen
perencanaannya.
b) Dalam proses, lampirkan dokumennya. (Lampiran 7)
c) Tidak.
p. Apakah ada rencana pengelolaan sampah pasca penutupan TPA
sistem open dumping? Jelaskan.

11

2. Pelaksanaan.
a. Apakah ada kegiatan pemanfaatan sampah selain 3R (waste to
energy)? Sebutkan lokasinya, jelaskan prosesnya dan berapa
volume sampah (m
3
/bulan) yang dimanfaatkan.
b. Apakah ada kegiatan pengomposan di TPA? Jelaskan prosesnya,
berapa volume sampah (m3/bulan) yang dibuat kompos?
c. Apakah ada kegiatan 3R pada lokasi-lokasi di bawah ini :
No Lokasi Alamat
Jenis
Kegiat
an
Pemanfaata
n (kompos,
daur ulang,
bank
sampah)
Volume
Sampa
h yang
Diolah
(m
3
)/B
ulan
Pelak
sana
(Jelas
kan)
a. Peruma
han

b. Pasar
c. Perkant
oran

d. Sekolah
e. Hotel
f. Termina
l

g. Rumah
Sakit/
Puskes
mas

h. Lainnya,
sebutka
n


3. Pengendalian.
a. Apakah ada pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan
pengelolaan kebersihan/sampah?
a) Ya, lampirkan bukti-bukti hasil pengawasan/laporan
pelaksanaan (Lampiran 8).
b) Tidak
b. Apakah hasil-hasil pengawasan ditindak lanjuti?
a) Ya, sebutkan .
b) Tidak.
c. Apakah ada pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan
pengelolaan RTH?
a) Ya, lampirkan bukti-bukti hasil pengawasan/laporan
pelaksanaan (Lampiran 9).
b) Tidak.
d. Apakah hasil-hasil pengawasan ditindak lanjuti?
a) Ya, sebutkan.
b) Tidak

12

C. PARTISIPASI MASYARAKAT
1. Apakah ada peran serta lembaga pendidikan di bidang kebersihan
dan keteduhan? Sebutkan.
Bentuk peran serta
No. Pendidikan Karya
tulis
Lomba
poster/
karya
seni
Satgas
kebersihan
Lomba
kebersihan
dan lomba
taman
Lainnya
a. SD
b. SMP
c. SMA
Catatan : Lampirkan bukti-bukti pendukung (Lampiran 10).

2. Apakah ada peran serta media massa terhadap kebersihan dan
keteduhan kota? Sebutkan.
a. Media cetak
Frekuensi dan Bentuk Pemberitaan
No
Nama
Media Artikel
Pem
berit
aan
Tajuk
Renca
na
Surat
Pemb
aca
Karik
atur
Foto
Lain
nya
1).
2).
3).
4).
Catatan : Lampirkan bukti-bukti pendukung (Lampiran 11).

b. Media elektronik.
Jenis Pemberitaan
No
Nama
Stasiun
Pemancar
Kontak
Pendenga
r
Obrolan
/ Talk
Show
Hibur
an
Lapora
n
khusu
s
Lainn
ya
1).
2).
3).
4).
Catatan : Lampirkan bukti-bukti pendukung seperti MoU,
kontrak kerjasama dan lainnya (Lampiran 12).

3. Apakah pemerintah daerah mempunyai mekanisme pemberian
usul, pertimbangan, saran dan pengaduan dalam pengelolaan
sampah dan RTH dari masyarakat? Jelaskan dan lampirkan bukti-
bukti pendukung (Lampiran 13).

4. Sebutkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan kebersihan
dan penghijauan lingkungan perkotaan di kabupaten/kota
Saudara? Lampirkan bukti-bukti pendukung (Lampiran 18).

13

5. Sebutkan wilayah perumahan/pemukiman dimana masyarakatnya
telah melakukan kegiatan pemilahan pada tempatnya.
No
Nama wilayah
perumahan/
pemukiman
Desa/
Kelurahan
Kecamata
n
Motif *
)
1. a/b/c/d
2. a/b/c/d
3. a/b/c/d
4. a/b/c/d
....
....
Catatan: Lingkari huruf yang menunjukkan motif yang
melatarbelakangi masyarakat melakukan aktivitas
tersebut.

a. Karena adanya Program ADIPURA.
b. Hasil kerjasama/pendampingan/kolaborasi/ kemitraan dengan
LSM.
c. Hasil kerjasama/pendampingan/kolaborasi/ kemitraan dengan
pihak swasta.
d. Inisiatif warga sendiri.

6. Sesuai dengan jawaban pertanyaan nomor 5), sebutkan lokasi yang
masyarakatnya melakukan kegiatan-kegiatan berikut :
a. Membangun fasilitas pemilahan sampah.
b. Membangun fasilitas pemilahan sampah sekaligus melakukan
upaya pengolahan sampah.

D. PETA
Lampirkan peta yang terdiri dari atas :
1. Peta I : lokasi penilaian.
2. Peta II : lokasi pelaksanaan 3R dan pemanfaatan.
3. Peta III : lokasi TPS 3R.
4. Peta IV : rute truk sampah.
5. Peta V : daerah pelayanan pengangkutan sampah.
6. Peta VI : lokasi sistem pengolahan air limbah domestik

14

BUKU I
TATA CARA PENGISIAN DAFTAR ISIAN NON FISIK

Daftar isian kabupaten/kota mencakup aspek-aspek penting dalam
pengelolaan lingkungan hidup, yang terdiri atas komitmen pemerintah
daerah, institusi dan manajemen.
Daftar isian ini terdiri dari 3 (tiga) bagian utama yaitu lembar pernyataan;
visi, misi dan komitmen Kepala Daerah serta daftar isian dan pertanyaan.
Lembar pernyataan berisi tentang pernyataan dari bupati/walikota
mengenai kebenaran data yang telah diisi. Lembar pernyataan ini
ditandatangani oleh bupati/walikota, diberi cap dan ditulis di atas kertas
kop bupati/walikota. Lembar visi, misi dan komitmen berisi tentang visi,
misi dan komitmen Kepala Daerah dalam pengelolaan lingkungan
perkotaannya yang dituangkan dalam bentuk kebijakan dan/atau
program pengelolaan lingkungan perkotaan.
Daftar isian dan pertanyaan terdiri dari data umum kota, institusi,
manajemen dan partisipasi masyarakat.

A. DATA UMUM KABUPATEN/KOTA.
Bagian ini memuat tentang informasi umum kota, kategori kota,
jumlah penduduk, wilayah pelayanan, kondisi geografi dan pemetaan
perairan terbuka. Jika tempat jawaban yang disediakan tidak
mencukupi, jawaban dapat diisi dengan menggunakan lembar
tersendiri sebagai lampiran.
Angka 1, cukup jelas
Angka 2, untuk kabupaten diisi dengan nama kota yang diusulkan
sebagai peserta Program ADIPURA (dapat berupa ibu kota kabupaten
atau kota lain dalam wilayah kabupaten tersebut).
Angka 3, cukup jelas
Angka 4, huruf a , angka 1), cukup jelas
Angka 4, huruf a, angka 2) jumlah penduduk menggunakan jumlah
penduduk administratif
Angka 4, huruf b, angka 1) cukup jelas
Angka 4, huruf b, angka 2) jumlah penduduk di wilayah
perkotaan (urban)/daerah pelayanan
Angka 4, huruf b, angka 3), dan huruf b angka 4) cukup jelas
Angka 5, huruf a, huruf b dan huruf c cukup jelas (jika dalam satu
kabupaten memilki lebih dari satu kondisi geografis maka
cantumkan yang dominan).
Angka 6, cukup jelas
Angka 7, huruf a, b, dan c, matrik ini diisi dengan daftar nama-nama,
panjang, lebar, dan kedalaman sungai yang berada di
wilayah kabupaten/kota setempat. Pernyataan tersebut
dilampiri/dilengkapi dengan dokumen pendukung seperti
laporan SLHD, laporan tahunan yang memuat data
terkait,dll.
Angka 8, huruf a, huruf b, dan huruf c, matrik ini diisi dengan daftar
nama-nama, panjang, lebar, dan kedalaman sungai yang
berada di wilayah kabupaten/kota setempat. Pernyataan
15

tersebut dilampiri/dilengkapi dengan dokumen pendukung
seperti laporan SLHD, laporan tahunan yang memuat data
terkait, dll.

B. INSTITUSI.

1. Kelembagaan
a. Pengelolaan lingkungan hidup .
Cukup jelas
b. Pengelolaan kebersihan/sampah
Angka 1 dan angka 2, cukup jelas.
c. Pengelolaan ruang terbuka hijau.
Angka 1 dan angka 2, cukup jelas.

2. Produk hukum
Sebutkan seluruh produk hukum dan/atau pedoman teknis yang
dimiliki (jumlahnya dapat lebih dari satu untuk setiap isu) yang
terkait dengan pengelolaan sampah/kebersihan, keteduhan,
pengendalian pencemaran udara dan pengendalian pencemaran air.
Khusus untuk pengendalian pencemaran air, dapat berupa:
a. Dokumen tertulis tentang Kebijakan/Program/Kegiatan
Pengendalian Pencemaran Air
b. Kebijakan/Program/Kegiatan Pengendalian Pencemaran air
dalam bentuk Perda/SK Bupati atau Walikota/Peraturan Bupati
atau walikota
c. Kebijakan/Program/Kegiatan Pengendalian Pencemaran air
digunakan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan pengendalian
pencemaran air
d. Kebijakan/Program/Kegiatan Pengendalian Pencemaran air
ditetapkan sesuai dengan kaidah yang tertuang di dalam
Peraturan MENLH No. 01 Tahun 2010 tentang Tata Laksana
Pengendalian Pencemaran Air
e. Kebijakan/Program/Kegiatan Pengendalian Pencemaran air
ditetapkan berdasarkan kondisi daerah (berdasarkan hasil
inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar, hasil penetapan
daya tampung beban pencemaran air, dll)

3. Anggaran
a. Jumlah anggaran.
Angka 1, APBD total merupakan APBD keseluruhan untuk
kabupaten/kota.
Angka 2, APBD sektor lingkungan hidup merupakan APBD yang
diperuntukan bagi pengelolaan lingkungan hidup di
seluruh instansi yang ada di kabupaten/kota.
Angka 3, Anggaran lembaga pengelola lingkungan hidup
merupakan anggaran yang ada di instansi pengelola
lingkungan hidup.
Angka 4, dan angka 5), cukup jelas.
16

Angka 6, total PAD dalam struktur APBD pada tahun yang
bersangkutan.
b. Potensi dan realisasi penerimaan retribusi.
Cukup jelas.













































17

BUKU II
TATACARA PENGISIAN DAFTAR ISIAN
KEBERSIHAN DAN KETEDUHAN

A. Sarana dan Prasarana
1. Fasilitas
a. Pengelolaan kebersihan/sampah.
Angka 1, TPS yang memiliki 2 (dua) ruang atau lebih untuk
pemisahan sampah sesuai dengan jenisnya.
Angka 2, meliputi fasilitas 3R, TPS 3R atau TPST
Angka 3, fasilitas yang mengubah sampah menjadi energi misalnya
instalasi biogas, instalasi pembangkit listrik tenaga
sampah.
b. cukup jelas.
c. cukup jelas
d. umur TPA merupakan rencana masa pemakaian TPA dan tahun
berapa mulai beroperasi
e. sampai dengan huruf g, cukup jelas
f. analisis laboratorium 3 bulan terakhir
g. analisis laboratorium 3 bulan terakhir
h. cukup jelas
i. alat angkut dengan fasilitas container yang memiliki 2 ruang atau
lebih untuk pemisahan sampah sesuai jenis
2. Pengelolaan RTH.
Huruf a, sampai dengan huruf e, cukup jelas
Huruf f, lampirkan peraturan bupati/walikota atau peraturan
daerah.
3. Tingkat pelayanan
Pengelolaan kebersihan/sampah
Angka 1) sampai dengan angka 9), cukup jelas

B. MANAJEMEN.

1. Perencanaan
Angka 1 huruf a sampai dengan huruf m, o dan p cukup jelas.
Huruf n: jelaskan bentuk insentif yang diberikan
2. Pelaksanaan
Huruf a: kegiatan pemanfaatan sampah selain 3R antara lain
biogas, mengubah sampah menjadi energi
Huruf b dan huruf c, cukup jelas
3. Pengendalian
Huruf a sampai dengan huruf d, cukup jelas.

C. PARTISIPASI MASYARAKAT.
Angka 1 sampai dengan angka 6 , cukup jelas




18

BUKU III
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

A. PELAKSANAAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

1. Anggaran untuk pengendalian pencemaran air
Jumlah Anggaran
No. Jumlah Anggaran Tahun
2009
Tahun
2010
Tahun
2011
Prosentase
(tahun
terakhir)
1. APBD total
2. APBD sektor lain yang
terkait dengan
pengelolaan lingkungan
hidup

3. Lembaga pengelola
lingkungan hidup.

(diberi keterangan kalau
lembaga tergabung
dengan fungsi lain)

4. Lembaga pengelola
sampah

5. Lembaga/unit pengelola
RTH.

6. Pendapatan asli daerah
(PAD).


2. Kebijakan pengendalian pencemaran air
Identifikasi ketersediaan kebijakan pengendalian pencemaran air:
No. Uraian Status Keterangan
1. Dokumen tertulis tentang
Kebijakan/Program/Kegiatan
Pengendalian Pencemaran air
Ada/tidak
ada *)

2. Kebijakan/Program/Kegiatan
Pengendalian Pencemaran air dalam
bentuk Perda/SK Bupati atau
Walikota/Peraturan Bupati atau
walikota
Ada/Tida
k ada *)

3. Kebijakan/Program/Kegiatan
Pengendalian Pencemaran air
digunakan sebagai dasar
pelaksanaan kegiatan pengendalian
pencemaran air
ya
digunaka
n/
tidak
digunaka
n*)

4. Kebijakan/Program/Kegiatan
Pengendalian Pencemaran air
ditetapkan sesuai dengan kaidah
yang tertuang di dalam Peraturan
MENLH No. 01 Tahun 2010 tentang
Ada/Tida
k ada *)

19

Tata Laksana Pengendalian
Pencemaran Air
5. Kebijakan/Program/Kegiatan
Pengendalian Pencemaran air
ditetapkan berdasarkan kondisi
daerah (berdasarkan hasil
inventarisasi dan identifikasi
sumber pencemar, hasil penetapan
daya tampung beban pencemaran
air, dll)
Ya/Tidak
*)


a. Pelaksanaan Inventarisasi dan Identifikasi Sumber Pencemar Air:
Status
Pelaksanaan No. Uraian
sudah belum
Ketera
ngan
1. Inventarisasi dan identifikasi
sumber pencemar air terhadap
sumber pencemar institusi atau
point source (industri/hotel/rumah
sakit..dll)

2. Inventarisasi dan identifikasi
sumber pencemar air terhadap
sumber pencemar institusi atau
point source untuk usaha skala
kecil (bengkel, pengrajin tahu,
pengrajin batik....dll)

3. Inventarisasi dan identifikasi
sumber pencemar air terhadap
sumber pencemar air untuk
kegiatan domestik

4. Inventarisasi dan identifikasi
sumber pencemar air untuk
kegiatan pertanian

5. Inventarisasi dan identifikasi
sumber pencemar air untuk
kegiatan perikanan

6. Inventarisasi dan identifikasi
sumber pencemar


b. Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran (DTBP) Air:
No. Uraian Kegiatan
Status
Pelaksanaan
Keterangan
1. Pelaksanaan Penetapan DTBP Sudah/belum*)
2. Badan air yang telah
ditetapkan DTBP-nya
Sungai.....,
sungai......, dst..

3. Hasil penetapan DTBP telah
digunakan sebagai dasar
penetapan kebijakan/program
Sudah/belum*)

20

kegiatan pengendalian
pencemaran air
4. Hasil penetapan DTBP telah
digunakan sebagai dasar
penetapan izin pembuangan
air limbah
Sudah/belum*)


c. Pelaksanaan Perizinan dalam Pengendalian Pencemaran Air:
No. Uraian Kegiatan
Status
Pelaksanaan
Keterangan
1. Daerah Saudara telah
melaksanakan atau
menerbitkan Izin
Pembuangan/Pemanfaatan
Air Limbah
Sudah/belum*)
2. Status Permohonan Izin
a. Jumlah permohonan izin
pembuangan air limbah
yang diterima
....
dokumen
permohonan
izin

b. Jumlah permohonan izin
pemanfaatan air limbah
pada tanah yang diterima
....
dokumen
permohonan
izin

c. Jumlah izin pembuangan
air limbah yang diterbitkan
....
dokumen izin

d. Jumlah permohonan izin
pemanfaatan air limbah
pada tanah yang
diterbitkan
....
dokumen izin

e. Jumlah permohonan izin
pembuangan air limbah
yang sedang dalam proses
perbaikan
....
dokumen
permohonan
izin

f. Jumlah permohonan izin
pemanfaatan air limbah
pada tanah yang sedang
dalam proses perbaikan
....
dokumen
permohonan
izin

3. Publikasi Status Perizinan: Papan
pengumuman
pemda/media
elektronik
setempat/media
cetak
setempat/tidak
dipublikasikan*)



21

d. Pelaksanaan Pengawasan Pengendalian Pencemaran Air:
No. Uraian
Status
Pelaksanaan
Keterangan
1. Daerah Saudara telah
melaksanakan
Sudah/belum*)
2. Jumlah sumber institusi (point source) yang diawasi
a. Jumlah industri yang
diawasi
unit % dari
total unit
sejenis
b. Jumlah Rumah Sakit yang
diawasi
unit % dari
total unit
sejenis
c. Jumlah Hotel yang diawasi unit % dari
total unit
sejenis
d. Jumlah kegiatan jasa
Instansi Pengelola Air
Limbah, PD PAM,
Perniagaan, dll., yang
diawasi
unit % dari
total unit
sejenis
e. Jumlah kegiatan yang
diawasi
unit % dari
total unit
sejenis
3. Status penaatan dari hasil pengawasan yang dilakukan
a. Jumlah Industri yang taat unit .. unit
pada tahun
sebelumnya
b. Jumlah Rumah Sakit yang
taat
unit .. unit
pada tahun
sebelumnya
c. Jumlah Hotel yang taat unit .. unit
pada tahun
sebelumnya
d. Jumlah kegiatan jasa
Instansi Pengelola Air
Limbah, PD PAM,
Perniagaan, dll., yang taat
unit .. unit
pada tahun
sebelumnya
e. Jumlah kegiatan yang
taat
unit .. unit
pada tahun
sebelumnya

e. Pelaksanaan pembinaan dalam pengendalian pencemaran air:
No. Uraian
Status
Pelaksanaan
Keterangan
1. Daerah Saudara
telah
melaksanakan
Sudah/belum*)
2. Pembinaan kepada penanggungjawab usaha dan atau
22

kegiatan berdasarkan jenisnya
a. Kegiatan Industri unit kali
b. Kegiatan Hotel unit kali
c. Kegiatan Rumah
Sakit
unit kali
d. Kegiatan Pertanian unit kali
e. Kegiatan
Peternakan
unit kali
f. Kegiatan Perikanan unit kali
g. Kegiatan Domestik
(kepada
masyarakat)
unit kali

h. Kegiatan Usaha
skala kecil
unit kali
3. Pembinaan tentang pengendalian pencemaran air kepada
aparat pemerintah daerah
a. Seluruh jajaran
muspida setempat
(sampai lurah)
orang
kali
..% dari seluruh
muspida
b. Staf Pemko (dinas-
dinas sector)
orang
kali
..% dari seluruh
staf sector
c. Staf Instansi LH orang
kali
..% dari seluruh
staf Instansi LH

d. Staf Instansi LH
yang menangani
pengendalian
pencemaran air
(PPA)
orang
kali
..% dari seluruh
staf yang
menangani PPA

f. Penyampaian Laporan:
No. Uraian
Status
Pelaksanaan
Keterangan
1. Penyusunan Laporan
Pelaksanaan Kegiatan
Pengendalian
Pencemaran Air
Sudah/Belum*)
2. Frekuensi Penyusunan
Laporan
Setiap
triwulan/smester/
tahunan

3. Penyampaian Laporan
a. Bupati/Walikota Ya/tidak*)
b. Gubernur Ya/tidak*)
c. Menteri Ya/tidak*)





23


B. Ketersediaan Air Bersih:
1. Ketersediaan Air Bersih:
a. Jumlah Kebutuhan Air Bersih:
No. Tahun
Jumlah Rumah
Tangga (KK)
Jumlah Kebutuhan
Air Bersih
(liter atau m3)
1. 2007
2. 2008
3. 2009

b. Jenis sumber pemenuhan kebutuhan (pasokan) air bersih
berdasarkan volume:
Pemenuhan kebutuhan air bersih
selain per jenis sumber
(liter atau m3)
No Tahun
Total
Pemenuhan
Kebutuhan
Air Bersih
PD
PAM
Sumur Sunga
i
. .
1. 2008
2. 2009
3. 2010

c. Jenis sumber pemenuhan kebutuhan (pasokan) air bersih
berdasarkan jumlah rumah tangga (KK):
Jumlah KK yang mendapat
air bersih selain dari PD
PAM (KK)
No. Tahun
Total
Rumah
Tangga
(KK)
Jumlah KK
yang
tersambung
dengan PD
PAM
(KK)
Sumur Sungai . . .
1. 2008
2. 2009
3. 2010

d. Kualitas Air PD PAM
No. Tahun
Jumlah kali
pemantauan
(frekuensi x
jumlah titik
yang
dipantau)
Pemenuhan Baku Mutu
dalam Lampiran III
KeMENKES No.
907/MENKES/SK/VII/2002
1. 2008
2. 2009
3. 2010


24

e. Kualitas Air Sumur:
No. Tahun
Jumlah kali
pemantauan
setiap tahun
(frekuensi x
jumlah titik
yang
dipantau)
Pemenuhan Baku Mutu dalam
Lampiran III KeMENKES No.
907/MENKES/SK/VII/2002
1. 2008
2. 2009
3. 2010

f. Kualitas Air Sungai (untuk sungai yang digunakan sebagai air
baku air minum):
No Tahun
Jumlah kali
pemantauan setiap
tahun (frekuensi x
jumlah titik yang
dipantau)
Pemenuhan Baku Mutu
dalam Lampiran III
KeMENKES No.
907/MENKES/SK/VII/2002
1. 2008
2. 2009
3. 2010

C. Pemantauan kualitas air:
1. Sumber air permukaan yang dipantau:
No. Uraian
Status
Pelaksanaan
Frekuensi
(kali/thn)
1. Pelaksanaan
pemantauan
kualitas air
permukaan
Sudah/belum
2. Pemantauan kualitas air sungai
a. Sungai di
wilayah
Kab/Kota
sungai
b. Sungai lintas
Kab/Kota
sungai

c. Sungai lintas
Provinsi
sungai
3. Pemantauan kualitas air pada sumber air
permukaan selain sungai
a. Sumber Air
Permukaan
selain sungai di
wilayah
Kab/Kota
.badan air
selain sungai

b. Sumber Air
Permukaan
.badan air
selain sungai

25

selain sungai
lintas Kab/Kota
c. Sumber Air
Permukaan
selain sungai
lintas Provinsi
....badan
air selain
sungai


2. Pemenuhan Baku Mutu Air dari sumber air permukaan yang
dipantau:
No.
Uraian Sumber Air
Permukaan
Jumlah Pemantauan
(Frekuensi x Titik
Pantau)
Jumlah Data
Pemantauan
yang memenuhi
BM Air untuk
Kelas II
1.
2.
3.
4.
dst.

D. Ketersediaan Sarana Pengelolaan Air Limbah:
a. Pengelolaan Air Limbah oleh Usaha dan atau Kegiatan (point
sources) non skala menengah ke atas:
a. Jumlah usaha dan atau kegiatan yang menghasilkan air limbah
(baik air limbah proses maupun air limbah domestiknya):
Jumlah dan Jenis Usaha dan atau Kegiatan
(unit)
No
Tahu
n
Industri Hotel
Rumah
Makan
Rumah
Sakit
Lain-lain
1. 2008
2. 2009
3. 2010


b. Jumlah usaha dan atau kegiatan yang mempunyai sarana
pengelolaan air limbah:
Jumlah dan Jenis Usaha dan atau Kegiatan
Industri Hotel
Rumah
Makan
Rumah
Sakit
Lain
lain
No
Tahu
n
un
i
t
kap
.
*
)
un
i
t
kap
.
*
)
unit
kap
.
*
)
un
i
t
kap
.
*
)
un
i
t
kap
.
*
)
1. 2008
2. 2009
3. 2010

26


2. Jumlah usaha dan atau kegiatan yang melakukan pembuangan air
limbah domestik ke pusat pengelolaan air limbah domestik:
Jenis sarana pengelolaan Air Limbah Domestik
No. Tahun
PD PAL
(unit)

IPAL Komunal
selain PD PAL
(unit)
Lain-lain
(unit)
1. 2008
2. 2009
3. 2010

3. Kualitas Air Limbah yang dibuang oleh setiap unit usaha dan atau
kegiatan:
Kualitas Air Limbah Domestik
Hasil Pemantauan
(mg/l)
No
Nama
Perusahaan
Badan
Air
Peneri
ma
Paramete
r
(sesuai
BMAL)
Nilai
Standar
d
(BMAL)
(mg/l)
200
8
200
9
2010
pH
BOD
TSS
Minyak
Lemak

1. PT.
.
pH
BOD
TSS
Minyak
Lemak

2. PT
..
pH
BOD
TSS
Minyak
Lemak

3. PT .
.
4. .

27

E. Pengelolaan Air Limbah Kegiatan Usaha Skala Kecil (USK):
1. Jumlah usaha dan atau kegiatan skala kecil yang menghasilkan air
limbah (baik air limbah proses maupun air limbah domestiknya):
Jumlah dan Jenis Usaha dan atau Kegiatan
(unit)
No. Tahun Pembuat
Tahu/Te
mpe
Bengkel
..

..... .......
Lain-lain

1. 2008
2. 2009
3. 2010

2. Jumlah usaha dan atau kegiatan skala kecil yang mempunyai
sarana pengelolaan air limbah sendiri maupun terpusat:
Jumlah dan Jenis Usaha dan atau Kegiatan
........ ............
.............
.
.............
..
.........
No Tahun
Uni
t
kap.*
)
un
it
kap
.*)
un
it
kap
.*)
un
it
kap
.*)
unit
kap
.*)
1. 2008
2. 2009
3. 2010

3. Jumlah sarana pengelolaan air limbah untuk skala kecil yang
terpusat:
Jumlah dan Jenis Usaha dan atau Kegiatan
No. Tahun
Unit
Kapasitas
(M3) air limbah
Unit skala kecil yang
dapat dilayani
1. 2008
2. 2009
3. 2010

28

4. Kualitas Air Limbah yang dibuang oleh setiap pusat pengolahan air
limbah usaha skala kecil:
Kualitas Air Limba Domestik
Hasil Pemantauan
(mg/l)
No
Sentra
Pengelola
an Air
Limbah
Domestik
Badan Air
Penerima
Paramet
er
Nilai
Standa
rd
(mg/l)
2007
200
8
2009
pH
BOD
TSS
1. PD PAL
Minyak
Lemak

pH
BOD
TSS
2. IPAL
Komunal

Minyak
Lemak

pH
BOD
TSS
3. Lain-lain
Minyak
Lemak


F. Pengelolaan Air Limbah Domestik Penduduk
1. Jumlah timbulan air limbah domestik:
No. Tahun
Jumlah
Rumah
Tangga
(KK)
Estimasi Total Air Limbah
Domestik Dihasilkan
1. 2008
2. 2009
3. 2010

2. Ketersediaan pusat pengelolaan air limbah domestik:
Jenis sarana pengelolaan Air Limbah Domestik
PD PAL
IPAL Komunal
(selain PD PAL)
Lain-lain
No Tahun
Uni
t
Kapasita
s
(liter
atau m3)
Uni
t
Kapasita
s
(liter
atau m3)
Unit
Kapasitas
(liter atau
m3)
1. 2008
2. 2009
3. 2010

29

3. Jumlah rumah tangga yang tersambung pusat pengelolaan air
limbah domestik:
Jumlah Rumah Tangga tersambung (KK)
No. Tahun
PD PAL
IPAL Komunal
(selain PD
PAL)
Lain-lain
1. 2008
2. 2009
3. 2010

4. Jumlah rumah tangga yang tidak tersambung dengan pusat
pengelolaan air limbah domestik dan jenis pengelolaan air limbah
domestiknya:
Jenis Pembuangan Air Limbah
Domestik
No Tahun
Jumlah
Rumah
Tangga Tidak
Tersambung
Septic-
tank
(KK)
Sungai
(KK)

Lain-lain
(KK)
1. 2008
2. 2009
3. 2010

5. Kualitas air limbah yang dihasilkan dari pusat pengelolaan air
limbah domestik:
Kualitas Air Limba Domestik
Hasil
Pemantauan
(mg/l)
No
Nama
Perusahaan
Badan
Air
Penerim
a
Paramete
r
Nilai
Standar
d
(mg/l) 2008
200
9
201
0
pH 6-9
BOD 100
TSS 100
1. PD PAL
.
Minyak
Lemak
10
pH 6-9
BOD 100
TSS 100
2. IPAL
Komunal
Selain PD
PAL

.
Minyak
Lemak
10
pH 6-9
BOD 100
TSS 100
3.
(sarana
selain
PDPAL/
IPAL
Komunal)

..
Minyak
Lemak
10

30

G. Identifikasi keterkaitan antara ketersediaan air bersih dan water
borne-diseases:
No. Tahun Jenis Penyakit Jumlah Pasien
1. 2008 a. .....
b. .....
c. .....
2. 2009 a. .....
b. .....
c. .....
3. 2010 a. ....
b. ....
c. .....

H. Dukungan SDM, Sarana dan Fasilitas dalam pelaksanaan
pengendalian pencemaran air:
1. Ketersediaan SDM dalam pelaksanaan Pengendalian Pencemaran :
Jumlah
No. Uraian
2008 2009 2010
a. Jumlah seluruh staf instansi
lingkungan hidup

b. Jumlah staf yang bertugas yang
bertugas pengendalian
pencemaran air

c. Jumlah PPLHD yang bertugas
menangani pengendalian
pencemaran air


2. Ketersediaan Laboratorium terakreditasi yang mendukung
pelaksanaan pengendalian pencemaran air :
Jumlah
No. Uraian
2008 2009 2010
a. Jumlah Laboratorium yang
tersedia

b. Jumlah Laboratorium yang
terakreditasi untuk parameter-
parameter terkait dengan
pengendalian pencemaran air

c. Jumlah Laboratorium rujukan
terakreditasi untuk parameter-
parameter terkait dengan
pengendalian pencemaran air

d. Jumlah Laboratorium rujukan
tetapi belum terakreditasi untuk
parameter-parameter terkait
dengan pengendalian pencemaran
air


31

I. Data/Informasi tambahan, kritik dan saran:



32

TATA CARA PENGISIAN BUKU III
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

A. PELAKSANAAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
Angka 1
Pada kolom status untuk yang bertanda *) berarti pengisian dapat
dilakukan dengan mencoret salah satu yang tidak sesuai. Kolom
keterangan dapat diisi dengan uraian tambahan informasi atau alasan
atas jawaban pada kolom status. Pernyataan ini dilengkapi dengan
salinan dokumen kebijakan/program/kegiatan Pengendalian
Pencemaran Air di daerah masing-masing.

Angka 2
Kolom pelaksanaan cukup diisi dengan simbul (tanda) pada kolom
sudah atau kolom belum tergantung status pelaksanaan kegiatan
tersebut di daerah masing-masing. Kolom keterangan dapat diisi
dengan uraian tambahan informasi atau alasan atas jawaban pada
kolom pelaksanaan. Apabila kegiatan inventarisasi dan identifikasi
sumber pencemar sudah dilaksanakan di daerah masing-masing,
maka jawaban tersebut harus dilengkapi dengan salinan dokumen
hasil inventarisasi.

Angka 3
Kolom pelaksanaan cukup diisi dengan simbol (tanda) pada kolom
sudah atau kolom belum tergantung status pelaksanaan kegiatan
tersebut di daerah masing-masing. Kolom keterangan dapat diisi
dengan uraian (informasi) tambahan atau alasan atas jawaban pada
kolom pelaksanaan serta menyebutkan sumber air permukaan yang
sudah ditetapkan nilai DTBP-nya. Apabila kegiatan pelaksanaan
penetapan daya tamping beban pencemaran (DTBP) sumber pencemar
air sudah dilaksanakan di daerah masing-masing. maka jawaban
tersebut harus dilengkapi dengan salinan dokumen hasil perhitungan
daya tamping beban pencemaran ai (DTBP) untuk masing-masing
sumber air permukaan yang sudah ditetapkan DTBP-nya .

Angka 4
Pada kolom status pelaksanaan untuk yang bertanda *) cukup dengan
mencoret salah satu jawaban yang tidak bersesuaian dengan status
pelaksanaan di daerah masing-masing. Untuk pertanyaan terkait
dengan jumlah permohonan izin yang diterima dan/atau telah
diproses dan/atau ditetapkan, maka kolom status dapat diisi dengan
jumlah permohonan izin pembuangan air limbah dan/atau
pemanfaatan air limbah pada tanah yang diterima dan/atau telah
diproses dan/atau ditetapkan di daerah masing-masing. Kolom
keterangan dapat diisi dengan penjelasan dan/atau alasan atas
pernyataan dalam kolom status. Jawaban dilengkapi dengan salinan
dokumen pendukung yang terkait.

33

Angka 5
Pada kolom status pelaksanaan untuk yang bertanda *) cukup dengan
mencoret salah satu jawaban yang tidak bersesuaian dengan status
pelaksanaan di daerah masing-masing. Untuk pertanyaan terkait
dengan jumlah sumber institusi (point source) yang diawasi, maka
kolom status diisi dengan jumlah sumber institusi yang telah diawasi
pada tahun tahun 2008, 2009, 2010 secara berurutan. Kolom status
untuk jumlah sumber institusi yang taat, dapat diisi dengan status
jumlah sumber institusi yang taat terhadap pengendalian pencenaran
air utamanya dan pengelolaan lingkungan pada umumnya. Kolom
keterangan pada status pelaksanaan pengawasan pada sumber
institusi (point source) diisi dengan persentase jumlah sumber institusi
yang diawasi dan dibandingkan dengan seluruh sumber institusi yang
ada di daerah masing-masing. Kolom keterangan pada status penaatan
diisi dengan perbandingan jumlah sumber institusi yang taat pada
tahun sebelumnya. Jawaban ini dilengkapi dengan salinan laporan
hasil pengawasan.

Angka 6
Pada kolom status pelaksanaan untuk yang bertanda *) cukup dengan
mencoret salah satu jawaban yang tidak bersesuaian dengan status
pelaksanaan pembinaan di daerah masing-masing. Untuk kolom
status pelaksanaan pembinaan kepada penanggungjawab usaha dan
atau kegiatan diisi dengan jumlah penanggungjawab masing-masing
jenis usaha dan/atau kegiatan yang dibina pada tahun 2010,
sedangkan kolom keterangan diisi dengan frekuensi pembinaan untuk
masing-masing penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan pada
tahun 2010. Untuk status pembinaan pada aparat pemerintah, kolom
status pelaksanaan diisi dengan jumlah aparat yang dibina pada
tahun 2010 dan frekuensi pembinaan pada tahun yang sama.
Sedangkan kolom keterangan diisi dengan persentase antara jumlah
aparat yang sudah mendapat pembinaan dan jumlah seluruh aparat
yang ada di daerah masing-masing. Pernyataan atau jawaban masing-
masing dilengkapi dengan salinan dokumen laporan pembinaan, daftar
hadir pembinaan dan photo-photo pelaksanaan pembinaan.

Angka 7
Kolom status pelaksanaan penyampaian laporan diisi dengan
mencoret jawaban yang tidak sesuai. Kolom keterangan diisi dengan
informasi tambahan, uraian penjelasan, dan/atau alasan dari jawaban
yang diberikan pada kolom status pelaksanaan dan disesuaikan
dengan kondisi daerah setempat. Jawaban dilengkapi dengan salinan
bukti penyampaian laporan kepada pihak yang bersangkutan.
B. Ketersediaan Air Bersih:
Angka 1 huruf a
Data yang disampaikan di dalam matrik tersebut dilengkapi dengan
salinan dokumen pendukung.
Angka 1 huruf b
34

Kolom total pemenuhan air bersih diisi dengan total jumlah KK yang
dapat dipenuhi tingkat kebutuhan air bersihnya dikalikan dengan
kebutuhan air bersih setiap KK. Sedangkan kolom pemenuhan dari
PDAM diisi dengan jumlah kebutuhan air bersih yang dapat dipenuhi
dengan layanan air bersih dari instansi tersebut, kolom pemenuhan
dari sumur dapat diisi dengan jumlah KK yang mendapat supply air
bersih-nya dari sumur dikalikann dengan rata-rata kebutuhan air
bersih setiap KK. Kolom pemenuhan dari sungai dapat diisi dengan
jumlah KK yang mendapat supply air bersih-nya dari sungai dilakan
dengan rata-rata kebutuhan air bersih setiap KK, kolom pemenuhan
bertanda titik-titik () diisi dengan sumber lain dan jumlah
pemenuhan kebutuhan air sumur. (catatan: untuk sumber selain PD
PAM dapat dilakukan perhitungan estimasi kebutuhan per KK). Data
dilengkapi dengan dokumen pendukung atas jawaban tersebut, seperti
salinan laporan pasokan air bersih bagi penduduk di daerah setempat
atau laporan sejenis lainnya..

Angka 1 huruf c
Kolom total pemenuhan air bersih diisi dengan total jumlah KK yang
dapat dipenuhi tingkat kebutuhan air bersihnya. Sedangkan kolom
pemenuhan dari PDAM diisi dengan jumlah KK yang dapat dilayani
oleh instansi tersebut. Kolom pemenuhan dari sumur dapat diisi
dengan jumlah KK yang mendapat supply air bersih-nya dari sumur.
Kolom pemenuhan dari sungai dapat diisi dengan jumlah KK yang
mendapat supply air bersih-nya dari sungai, kolom pemenuhan
bertanda titik-titik () diisi dengan sumber lain dan jumlah KK yang
mendatapkan air bersih dari sumber yang disebutkan. Data dilengkapi
dengan dokumen pendukung atas jawaban tersebut seperti laporan
pasokan air bersih bagi penduduk di daerah setempat atau laporan
sejenis lainnya.

Angka 1 huruf d
Data ini diperlukan untuk mengidentifikasi sejauhmana tingkat
pemenuhan kebutuhan air masyarakat dapat disediakan atau dilayani
oleh PD PAM dengan kualitas yang memadai. Kolom jumlah kali
pemantauan diisi dengan perkalian frekuensi pemantauan dalam satu
tahun dan jumlah titik pantau kualitas air PD PAM sebelum
didistribusikan kepada masyarakat. Frekuensi pemantauan dihitung
dari jumlah kali pemantauan dalam setahun, misalkan pemantauan
dilaksanakan setiap bulan sekali maka berarti frekuensi pemantauan
adalah 12, sedang bila frekuensi pemantauan dilaksanakan tiga bulan
sekali dalam setahun jumlah nilai frekuensi pemantauan menjadi 4
(empat) kali. Bila dilakukan pemantauan kualitas air setiap bulan
sekali pada satu titik outlet pendistribusian kepada penduduk maka
nilai dalam kolom jumlah kali pemantauan menjadi 12 x 1 = 12. Kolom
pemenuhan baku mutu diisi dengan jumlah keseleuruhan parameter
yang dipantau setiap kali pemantauan dan jumlah parameter yang
dipenuhi dengan mengacu pada Baku Mutu dalam Lampiran III
KepMENKES No. 907/MENKES/SK/VII/2002
35


Angka 1 huruf e
Data ini diperlukan untuk mengidentifikasi sejauhmana tingkat
pemenuhan kebutuhan air masyarakat dapat dipenuhi dari air sumur
dengan kualitas yang memadai. Kolom jumlah kali pemantauan diisi
dengan perkalian frekuensi pemantauan dalam satu tahun dan jumlah
titik pantau kualitas air sumur yang digunakan masyarakat.
Frekuensi pemantauan dihitung dari jumlah kali pemantauan dalam
setahun, misalkan pemantauan dilaksanakan setiap bulan sekali
maka berarti frekuensi pemantauan adalah 12, sedang bila frekuensi
pemantauan dilaksanakan tiga bulan sekali dalam setahun jumlah
nilai frekuensi pemantauan menjadi 4 (empat) kali, jika dilakukan
hanya satu kali setahun maka pemantauan menjadi 1 (satu) kali.
Kolom pemenuhan baku mutu diisi dengan jumlah keseleuruhan
parameter yang dipantau setiap kali pemantauan dan jumlah
parameter yang dipenuhi dengan mengacu pada Baku Mutu dalam
Lampiran III KepMENKES No. 907/MENKES/SK/VII/2002.

Angka 1 huruf f
Data ini diperlukan untuk mengidentifikasi sejauhmana tingkat
pemenuhan kebutuhan air masyarakat dapat dipenuhi dari air sungai
atau sumber air peemukaan lainnya dengan kualitas yang memadai.
Kolom jumlah kali pemantauan diisi dengan perkalian frekuensi
pemantauan dalam satu tahun dan jumlah titik pantau kualitas air PD
PAM sebelum didistribusikan kepada masyarakat. Frekuensi
pemantauan dihitung dari jumlah kali pemantauan dalam setahun,
misalkan pemantauan dilaksanakan setiap bulan sekali maka berarti
frekuensi pemantauan adalah 12, sedang bila frekuensi pemantauan
dilaksanakan tiga bulan sekali dalam setahun jumlah nilai frekuensi
pemantauan menjadi 4 (empat) kali. Bila dilakukan pemantauan
kualitas air setiap bulan sekali pada satu titik outlet pendistribusian
kepada penduduk maka nilai dalam kolom jumlah kali pemantauan
menjadi 12 x 1 = 12.
Kolom pemenuhan baku mutu diisi dengan jumlah keseleuruhan
parameter yang dipantau setiap kali pemantauan dan jumlah
parameter yang dipenuhi dengan mengacu pada Baku Mutu dalam
Lampiran III KepMENKES No. 907/MENKES/SK/VII/2002.

C. Pemantauan kualitas air:
Angka 1
Data ini digunakan untuk mengidentifikasi pelaksanaan pemantuan
kualitas sumber air permukaan dan kualitas sesuai dengan
peruntukannya serta frekuensi pemantauannya. Data dilengkapi
dengan salinan laporan pemantauan kualitas yang dilengkapi dengn
titik koordinat pengambilan sampel dan sketsa posisi titik sampling di
bandan air. Data ini dilengkapi dengan salinan laporan kegiatan
pemantauan yan telah dilakukan.

36

Angka 2
Data ini diperlukan untuk mengidentifikasi sejauhmana tingkat
pemenuhan kebutuhan air masyarakat dapat dipenuhi dari air sungai
atau sumber air peemukaan lainnya dengan kualitas yang memadai
bila dibandingkan dengan nilai-nilai dalam Kelas Air dalam Baku Mutu
Air limbah. Kolom sumber air permukaan diisi dengan nama sumber
air permukaan yang dipantau, kolom jumlah kali pemantauan diisi
dengan perkalian frekuensi pemantauan dalam satu tahun dan jumlah
titik pantau kualitas air sumber air permukaan tersebut dan
peruntukannya. Frekuensi pemantauan dihitung dari jumlah kali
pemantauan dalam setahun, misalkan pemantauan dilaksanakan
setiap bulan sekali maka berarti frekuensi pemantauan adalah 12,
sedang bila frekuensi pemantauan dilaksanakan tiga bulan sekali
dalam setahun jumlah nilai frekuensi pemantauan menjadi 4 (empat)
kali. Bila dilakukan pemantauan kualitas air setiap bulan sekali pada
satu titik outlet pendistribusian kepada penduduk maka nilai dalam
kolom jumlah kali pemantauan menjadi 12 x 1 = 12.
Kolom pemenuhan baku mutu diisi dengan jumlah keseluruhan
parameter yang dipantau setiap kali pemantauan dan jumlah
parameter yang dipenuhi dengan mengacu pada Kelas Air dalam
Lampiran Peraturan Pemerintah Nomo2 82 tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air. Data ini
dilengkapi dengan salinan laporan kegiatan pemantauan yan telah
dilakukan.

D. Ketersediaan Sarana Pengelolaan Air Limbah
Angka 1 huruf a
Data ini digunakan untuk mengidentifikasi banyaknya sumber
institusi di daerah masing-masing. Untuk itu, kolom jumlah dan jenis
usaha dan/atau kegiatan diisi dengan jumlah masing-masing jenis
sumber institusi tersebut (industri, hotel, Rumah Makan, dll) yang
menghasilkan air limbah dan melakukan pembuangan air limbah di
sumber air permukaan. Pernyataan atau data dilengkapi dengan
salinan dokumen hasil inventarisasi sumber pencemar institusi di
daerah masing-masing.

Angka 1 huruf b
Pernyataan ini digunakan untuk mengidentifikasi jumlah sumber
institusi (industri, hotel, rumah sakit, rumah makan, rumah bersalin,
pusat perniagaan (mall), dll) yang mempunyai sarana pengelolaan air
limbah (IPAL). Dengan data tersebut dapat diketahui pula berapa
jumlah sumber institusi yang tidak mempunyai sarana pengelolaan air
limbah. Kolom jumlah dan jenis usaha dan/atau kegiaatan diisi
dengan jumlah unit industri dan kapasitas masing-masing sarana
pengelolaan air limbah, jumlah unit hotel dan kapasitas masing-
masing sarana pengelolaan air limbah, dll, pada setiap tahun yang
dimaksud. Data dilengkapi dengan salinan laporan hasil identifikasi
status pengelolaan lingkungan sumber institusi yang bersangkutan.

37

Angka 1 huruf c
Pernyataan ini digunakan untuk melakukan identifikasi jumlah usaha
dan/atau kegiatan (perusahaan sebagai sumber pencemar institusi)
yang menggunakan sarana pengelolaan air limbah domestik terpusat
untuk mengelola air limbah domestiknya. Kolom jenis sarana
pengelolaan air limbah domestik diisi dengan jumlah perusahaan
(sumber instititusi) penghasil air limbah domestik mengalirkan air
limbahnya ke PDPAL, IPAL Komunal atau pusat sarana pengelolaan air
limbah domestik lainnya. Sebagai contoh: PD PAL menerima air limbah
domestik dari 3 hotel berbintang 3 1, 2 industri rumah makan, dan 1
kegiatan perniagaan (mall). Data dilengkapi salinan rekapitulasi
pelanggan masing-masing pusat pengelolaan air limbah domestik.

Angka 1 huruf d
Kolom Nama Perusahaan diisi dengan nama perusahaan penghasil air
limbah yang dibuang ke sumber air pemukaan. Kolom badan air
penerima diisi dengan nama sumber air permukaan penerima outlet
air limbah dan dilengkapi dengan informasi titik koordinat dari outlet
buangan air limbah yang bersangkutan. Kolom nilai standar diisi
dengan nilai Baku Mutu Air Limbah yang ditetapkan secara khusus di
dalam izin pembuangan air limbah, baku mutu daerah provinsi, atau
baku mutu nasional untuk sarana pengelolaan air limbah kegiatan
yang bersangkutan. Kolom hasil pemantauan diisi dengan nilai
konsentrasi hasil pemantauan untuk parameter-parameter terkait
pada tahun yang dimaksud untuk outlet air limbah pada masing-
masing perusahaan (sumber institusi) penghasil air limbah.
Pernyataan ini dilengkapi dengan salinan hasil analisis sampelnya.

Angka 2 huruf a
Kolom jumlah dan jenis usaha dan/atau kegiatan diisi dengan jumlah
unit usaha skala kecil yang menghasilkan air limbah baik dari proses
produksi dan limbah domestiknya berdasarkan kelompok jenis
kegiatan seperti pembuatan tahu/tempe, bengkel, dll, sesuai dengan
jenis usaha skala kecil yang ada di daerah masing-masing. Pernyataan
dilengkapi dengan dokumen pendukung berupa rekap atau laporan
identifikasi usaha skala kecil.

Angka 2 huruf b
Data ini digunakan untuk mengidentifikasi jika ada usaha skala kecil
yang secara bersama-sama atau sendiri-sendiri (individual)
berswadaya menyediakan sarana pengelolaan air limbah untuk usaha
skala kecil-nya. Kolom jumlah dan jenis usaha dan/atau kegiatan diisi
dengan nama kegiatan usaha skala kecil yang mempunyai sarana
pengelolaan air limbah (diisi pada kolom/baris yang diberi tanda titik-
titik atau ............... . ). Sedangkan unit dan kapasitas diisi dengan
jumlah unit dan kapasitas (m3/hari) dari masing-masing sarana
pengelolaan air limbah. Sebagai contoh: jika di daerah Saudara
terdapat usaha skala kecil pembuatan tahu dan electroplating
masing-masing mempunyai 1 (satu) unit IPAL terpusat dengan
38

kapasitas masing-masing 30m3 per hari, maka pada ............
pertama diisi dengan electroplating dan kolom unit dan kapasitas di
bawahnya diisi dengan 1 (satu) dan 30m3, demikian selanjutnya
untuk usaha pembuatan tahu diisikan pada kolom bertanda
............. yang berikutnya. Data ini dilengkapi dengan salinan
dokumen spesifikasi teknis masing-masing unit sarana pengelolaan air
limbah.

Angka 2 huruf c
Kolom jumlah, kapasitas dan jenis usaha dan/atau kegiatan diisi
dengan jumlah unit sarana pengelolaan air limbah dari kegiatan usaha
skala kecil yang tersedia di masing-masing daerah yang dilengkapi
dengan kapasitas dan uraian jenis kegiatan skala kecil yang dilayani.
Sebagai contoh: 2 unit sarana pengelolaaan air limbah masing-masing
untuk 15 unit pengrajin tenun ikat dengan kapasitas masing-masing
200m3 per hari, maka angka 2 diisikan dalam kolom unit, @ 200m3
per hari diisikan pada lomom kapasitas, dan 2x15 unit pengrajin
tenun ikat diisikan pada kolom unit skala kedil yang dilayani. Data
dilengkapi dengan salinan spesifikasi teknis dan laporan rutin layanan
pengelolaan air limbah usaha skala kecil.


Angka 2 huruf d
Kolom hasil pemantauan diisi dengan nilai konsentrasi hasil
pemantauan untuk parameter-parameter terkait pada tahun yang
dimaksud untuk outlet air limbah pada masing-masing sarana
pengelola limbah usaha skala kecil. Kolom nilai standar diisi dengan
nilai Baku Mutu Air Limbah yang ditetapkan secara khusus di dalam
izin pembuangan air limbah, baku mutu daerah provinsi, atau baku
mutu nasional untuk sarana pengelolaan air limbah usaha skala kecil
yang bersangkutan. Kolom badan air penerima diisi dengan nama
sumber air permukaan penerima outlet air limbah dan dilengkapi
dengan informasi titik koordinat dari outlet buangan air limbah yang
bersangkutan. Pernyataan ini dilengkapi dengan salinan hasil analisis
sampelnya.

Angka 3 huruf a
Kolom jumlah Rumah Tangga (KK) diisi dengan jumlah KK yang ada di
daerah masing-masing pada setiap tahun yang dimaksud. Kolom
Estimasi total air limbah domestik diisi dengan perkalian antara
jumlah KK dengan estimasi jumlah air limbah domestik yang
dihasilkan per KK. Data dilengkapi dengan salinan laporan Kota/Kab.
Dalam Angka.


Angka 3 huruf b
Kolom unit untuk jenis sarana pengelolaan air limbah domesti diisi
dengan jumlah unit untuk setiap sarana yang tersedia ( misalnya: 1
(satu) unit untuk PD PAL pada kolom PD PAL, 2 (dua) unit IPAL
39

Komunal, dll). Sedangkan kolom kapasitas diisi dengan kapasitas atau
volume optimum berdasarkan spesifikasi teknis masing-masing sarana
pengelolaan air limbah domestik yang dimaksud. data atau pernyataan
dilengkap dengan salinan spesifikasi (gambar) teknis dari sarana
pengelolaan air limbah domestik yang bersangkutan.

Angka 3 huruf c
Kolom jumlah rumah tangga tersambung diisi dengan jumlah KK yang
telah tersambung dengan (dapat dilayani oleh) sarana pengelolaan air
limbah terpusat seperti PD PAL, IPAL Komunal atau lainnya, di
masing-masing daerah pada setiap tahun yang dimaksud. Data
dilengkapi dengan salinan laporan yang mendukung pernyataan
tersebut.

Angka 3 huruf d
Kolom jumlah rumah tangga (KK) tidak tersambung diisi dengan
jumlah KK yang tidak tersambungkan dengan sarana pengelolaan air
limbah domestik terpusat di daerah masing-masing setiap tahun yang
dimaksud. Kolom jenis pembuangan air limbah diisi dengan uraian
jumlah KK yang melakukan pembuangan air limbah domestik ke
septictank, sungai atau sarana pembuangan air limbah lainnya seperti
rawa, danau, dll. Data dilengkapi dengan salinan laporan yang
mendukung pernyataan tersebut.

Angka 3 huruf e
Kolom hasil pemantauan diisi dengan nilai konsentrasi hasil
pemantauan untuk parameter-parameter terkait pada tahun yang
dimaksud untuk outlet air limbah pada masing-masing saran
pengelola limbah domestik seperti PD PAL, IPAL Komunal, dll. Kolom
badan air penerima diisi dengan nama sumber air permukaan
penerima outlet air limbah dan dilengkapi dengan informasi titik
koordinat dari outlet buangan air limbah yang bersangkutan.
Pernyataan ini dilengkapi dengan salinan hasil analisis sampelnya.

Angka 4
Kolom data penyakit dominan diisi dengan menyebutkan nama maing-
masing penyakit yang termasuk dalam katagori water borne disease
yang banyak diderita masyarakat setempat dan disebutkan
berdasarkan urutan jumlah penderita setiap tahunnya. Data
dilengkapi dengan salinan laporan rekapitulasi pasien untuk penyakit
tersebut dari rumah sakit umum dan/atau puskesman di daerah
masing-masing disetiap tahun yang dimaksud.


E. Dukungan SDM, Sarana dan Fasilitas dan Pelaksanaan Pengendalian
Pencemaran Air
Angka 1
Kolom jumlah diisi dengan julah masing-masing kondisi tersebut
dalam bari a, b dan c pada setoan tahun yang dimaksud. Pernyataan
40

ini dilengkapi dengan salinan laporan identifikasi atau kekuatan staf
di instansi lingkungan daerah masing-masing.

Angka 2
Kolom jumlah untuk baris a diisi dengan jumlah laboratorium yang
tersedia untuk mendukung pelaksanaan pengendalian pencemaran air
di masing-masing daerah. Kolom jumlah untuk baris b diisi dengan
jumlah laboratorium yang sudah terakreditasi untuk parameter uji
yang terkait dengan pengendalian pencemaran air. Kolom jumlah
untuk baris c diisi dengan jumlah laboratorium rujukan yang telah
terakreditasi dan kolom jumlah untuk baris d diisi dengan jumlah
laboratorium rujukan yang belum terakreditasi. Kolom keterangan diisi
dengan posisi atau tempat kedudukan laboratorium yang ada dan
disebutkan pada baris a, b, c, dan d, di kota setempat, di ibukota
provinsi, atau di kota lain. Sebutkan dengan jelas nama kota masing-
masing lokasi laboratorium tersebut. Pernyataan ini dilengkapi dengan
daftar nama laboratorium dan alamat, serta salinan bukti akreditasi.

F. Data Informasi Tambahan
Cukup jelas.


41

BUKU IV
PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA
(KHUSUS UNTUK KOTA METROPOLITAN DAN BESAR)

A. ANGGARAN
Anggaran untuk pengendalian pencemaran udara
JUMLAH ANGGARAN
No JUMLAH ANGGARAN
Tahun
2009
Tahu
n
2010
Tahu
n
2011
PROSENT
ASE
(tahun
terakhir)
1. APBD total
2. APBD sektor lain yang
terkait dengan pengelolaan
lingkungan hidup

3. Lembaga pengelola
lingkungan hidup.

(diberi keterangan kalau
lembaga tergabung dengan
fungsi lain)

4. Lembaga pengelola sampah
5. Lembaga/unit pengelola
RTH.

6. Pendapatan asli daerah
(PAD).


B. KEGIATAN PEMANTAUAN KUALITAS UDARA DARI EMISI SUMBER
BERGERAK
1. Apakah Pemerintah Kota di daerah Saudara melakukan
pemantauan kualitas udara (akibat lalu lintas) secara rutin?
(ya/tidak). Jika Ya, lampirkan hasil pemantauan. (Lampiran 1)
2. Berapakah jumlah titik pemantauan dalam 1 (satu) tahun?
3. Berapakah jumlah lokasi pemantauan yang dilakukan di
roadsite/pinggir jalan raya?
4. Berapakah jumlah lokasi pemantauan yang dilakukan bukan di
pinggir jalan raya? (Pertanyaan untuk kota metro)
5. Berapakah jumlah lokasi pemantauan yang dilakukan bukan di
pinggir jalan raya? (Pertanyaan untuk kota besar)
6. Berapa kalikah (frekuensi) pemantauan kualitas udara dilakukan
dalam 1 (satu) tahun?
7. Parameter kualitas udara apa sajakah yang diukur secara rutin
dalam satu tahun?
8. Sebutkan jenis penyakit yang dominan terkait dengan pencemaran
udara di kota Saudara
No. Tahun Jenis Penyakit Jumlah Pasien
1. 2008 a. .....
b. .....
c. .....
2. 2009 a. .....
42

b. .....
c. .....
3. 2010 a. ....
b. ....
c. .....
9. Bagaimanakah pengarsipan data hasil pemantauan kualitas udara
yang didapatkan.

B. KEGIATAN MEREDUKSI TINGKAT PENCEMARAN UDARA DARI EMISI
SUMBER BERGERAK

1. Apakah ada kebijakan transportasi di kota anda ? (ada/tidak ada).
Kalau ada, sebutkan dan lampirkan. (Lampiran 2)
2. Sebutkan jenis-jenis manajemen lalu lintas yang dioperasikan di
kota Saudara (Lampiran 3).
3. Adakah pengembangan angkutan umum di kota anda? (ada/tidak
ada), jika ada, sudah pada tahap apakah pengembangan angkutan
umum di kota Saudara? (Lampiran 4)
a. Kegiatan yang berorientasi pada pembangunan fisik (terbatas)
b. Kegiatan yang berorientasi pada pembangunan fisik (skala
besar)
c. Ada pengembangan angkutan umum tapi belum beroperasi
d. Ada pengembangan angkutan umum dan sudah beroperasi
4. Jelaskan pengelolaan NMT/Non Motorize Transport (kendaraan
tanpa bermotor) yang ada di kota Saudara (pertanyaan ini untuk
kota yang dari dahulu sudah memiliki NMT), apakah : (Lampiran
5).
a. Dikembangkan (relokasi, penyediaan fasilitas, menambahkan
jalur)
b. Dipertahankan dan ditata
c. Ada tetapi tidak diperhatikan
5. Apakah Saudara memiliki perencanaan untuk keberadaan
NMT/Non Motorize Transport (kendaraan tanpa bermotor)
(pertanyaan untuk kab/kota yang dahulu belum pernah memiliki
NMT (Lampiran 6) :
a. Ada kendaraan tanpa bermotor
b. Kegiatan yang berorientasi pada pembangunan fisik (skala
besar)
c. Kegiatan yang berorientasi pada pembangunan fisik (skala kecil)
d. Tidak ada
6. Berapakah rata-rata jarak perjalanan harian di kota anda (km)?
7. Berapakah persentase penggunaan angkutan umum terhadap
jumlah total kendaraan bermotor yang ada di kota saudara?
8. Apakah kota Saudara memiliki kawasan bebas kendaraan
bermotor? (ada/tidak ada)
9. Kalau ada bagaimanakah frekuensi kawasan bebas kendaraan
bermotor dioperasikan? Lampirkan SK Walikota jika ada
(Lampiran 7).
a. Setiap minggu
43

b. Setiap bulan
c. 1 x 6 bulan
d. 1 x setahun
10. Apakah uji emisi dilakukan di kota Saudara? (ya/tidak)
11. Kalau dilakukan bagaimanakah frekuensi pelaksanaan uji emisi
yang saudara lakukan? Lampirkan bukti-bukti pendukung
(Lampiran 8)
a. Setiap minggu
b. Setiap bulan
c. 1 x 6 bulan
d. 1 x setahun



44

TATA CARA PENGISIAN DAFTAR ISIAN NON FISIK PENGENDALIAN
PENCEMARAN UDARA

Daftar isian kabupaten/kota mencakup aspek-aspek penting dalam
pengendalian kualitas udara dari sumber bergerak yang terdiri dari
informasi umum, anggaran, kegiatan pemantauan kualitas udara,
kegiatan kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara dari emisi
sumber bergerak, kegiatan terkait dengan tingkat kesadaran terhadap isu
pencemaran udara akibat emisi sumber bergerak, serta ukuran
pencemaran udara yang didapatkan dari kegiatan fisik di lapangan.

A. Kegiatan pemantauan kualitas udara
1. Cukup jelas
2. Jumlah keseluruhan titik pantau baik yang dilakukan di
roadsite/pinggir jalan maupun yang non roadsite/bukan di pinggir
jalan)
3. Pemantauan roadsite/pinggir jalan adalah pemantauan yang
dilakukan dengan menempatkan alat pantau di sekitar jalan raya
dengan kriteria yang ada dalam pedoman pemantauan kualitas
udara jalan raya.
4. Cukup jelas.
5. Cukup jelas.
6. Cukup jelas.
7. Cukup jelas.
8. Cukup jelas
9. Cukup jelas.
B. Kegiatan Untuk Mereduksi Tingkat Pencemaran Udara dari Emisi
Sumber Bergerak
1. Kebijakan transportasi kabupaten/kota terdiri dari: Pola
transportasi makro kota, Tataran Transportasi Wilayah
(TATRAWIL), Tataran Transportasi Lokal (TATRALOK), dan
Rencana Umum Jaringan Transportasi Kota (RUJT).
Lampirkan semua kebijakan, peraturan, program maupun strategi
yang ada.

2. Beberapa contoh jenis manajemen transport.
No Metode Teknik
1. Penyebaran lalu lintas puncak Pentahapan jam kerja
Perubahan hari kerja
Pembedaan biaya parkir
Pembedaan ketersediaan
tempat parkir

Kepemilikan kendaraan Kendaraan bersama
Pool kendaraan
(kelompok/gabungan)
Jalur khusus kendaraan
berpenumpang lebih banyak

45

Pembatasan are Pemilihan area lalu lintas
Ijin area

Pembatasan ruas Batasan akses cth. Tree in one
Pengaturan lampu lalu lintas
Pengurangan kapasitas
Prioritas angkutan umum

Road pricing (biaya jalan) Toll
Biaya masuk area
Biaya kemacetan

Catatan : Lampirkan SK yang berhubungan dengan manajemen
tersebut

3. Cukup jelas
4. Jelaskan kebijakan Pemerintah dalam pengelolaan kendaraan
tanpa motor yang sudah ada. Contoh kendaraan tanpa motor
adalah sepeda, delman, becak.
5. Kebijakan Pemerintah dalam pengadaan kendaraan tanpa motor
sebagai bagian dari pengurangan pencemaran udara dari sumber
bergerak dan rencana pengaturan/pengelolaannya.
6. Cukup jelas. Contoh : lamanya jarak tempuh rata-rata dari satu
lokasi ke lokasi lain.
7. Persentase dihitung dari: jumlah angkutan umum dibagi jumlah
total semua jenis kendaraan dikali 100%.
8. Cukup jelas.
9. Cukup jelas.
10. Cukup jelas
11. Cukup jelas


MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BALTHASAR KAMBUAYA

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,



Inar Ichsana Ishak

1


LAMPIRAN II
PERATURAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 07 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN
PROGRAM ADIPURA

INDIKATOR DAN SKALA NILAI NON FISIK PROGRAM ADIPURA

I. INSTITUSI

A. KELEMBAGAAN
KRITERIA NILAI
1.Pengelolaan lingkungan hidup.
Lembaga yang menangani pengelolaan lingkungan
hidup
a Ya, ada lampiran. 90
b Ya, tidak ada lampiran. 60
c Tidak ada. 30

2.Pengelolaan kebersihan/sampah
Lembaga / unit pengelola kebersihan / sampah
a Ya, ada lampiran. 90
b Ya, tidak ada lampiran. 60
c Tidak ada. 30

3.Pengelolaan RTH.
Lembaga/unit pengelola RTH.
a Ya, ada lampiran. 90
b Ya, tidak ada lampiran. 60
c Tidak ada. 30


B. PRODUK HUKUM
1. Pengelolaan lingkungan hidup.
KRITERIA NILAI
a. Ada, dalam bentuk peraturan daerah, ada
lampiran.
90
b. Ada, dalam bentuk peraturan daerah, tidak ada
lampiran.
80
c. Ada, dalam bentuk peraturan bupati/walikota,
ada lampiran.
70
d. Ada, dalam bentuk peraturan bupati/walikota,
tidak ada lampiran.
60
e. Dalam proses (ada draft akademik). 50
2

f. Tidak ada peraturan tentang pengelolaan
lingkungan hidup.
30

2. Pengelolaan kebersihan/sampah.
KRITERIA NILAI
a. Ada, dalam bentuk peraturan daerah, ada
lampiran.
90
b. Ada, dalam bentuk peraturan daerah, tidak ada
lampiran.
80
c. Ada, dalam bentuk peraturan bupati/walikota,
ada lampiran.
70
d. Ada, dalam bentuk peraturan bupati/walikota,
tidak ada lampiran.
60
e. Dalam proses (ada draft akademik). 50
f. Tidak ada peraturan tentang pengelolaan
sampah/kebersihan.
30

3. Pengelolaan ruang terbuka hijau.
KRITERIA NILAI
a. Ada, dalam bentuk peraturan daerah, ada
lampiran.
90
b. Ada, dalam bentuk peraturan daerah, tidak ada
lampiran.
80
c. Ada, dalam bentuk peraturan bupati/walikota,
ada lampiran.
70
d. Ada, dalam bentuk peraturan bupati/walikota,
tidak ada lampiran.
60
e. Dalam proses (ada draft akademik). 50
f. Tidak ada peraturan tentang pengelolaan RTH. 30

C. ANGGARAN
1. Anggaran pengelolaan lingkungan hidup (anggaran PLH).
a. Kota metropolitan dan besar.
KRITERIA NILAI
a. Rasio anggaran PLH terhadap APBD > 10%. 90
b. Rasio anggaran PLH terhadap APBD 7,5% < Y
< 10%
75
c. Rasio anggaran PLH terhadap APBD 5% < Y <
7,5%.
60
d. Rasio anggaran PLH terhadap APBD 2,5% < Y
< 5%.
45
e. Rasio anggaran PLH terhadap APBD < 2,5%. 30

b. Kota Sedang dan Kecil.
KRITERIA NILAI
a. Rasio anggaran PLH terhadap APBD > 5%. 90
b. Rasio anggaran PLH terhadap APBD 3% < Y <
5%
75
3

c. Rasio anggaran PLH terhadap APBD 2% < Y <
3%.
60
d. Rasio anggaran PLH terhadap APBD 1% < Y <
2%.
45
e. Rasio anggaran PLH terhadap APBD < 1%. 30

2. Anggaran pengelolaan sampah.
a. Kota metropolitan dan besar.





KRITERIA NILAI
KABUPATEN/KOTA
a. > 5%. 90
b. 3% < Y < 4% 75
c. 2% < Y < 3%. 60
d. < 2%. 30

b. Kota sedang dan kecil.






KRITERIA NILAI
KABUPATEN/KOTA
a. > 3%. 90
b. 2% < Y < 3% 75
c. 1% < Y < 2%. 60
d. < 1%. 30

3. Anggaran Pengelolaan RTH.
a. Kota metropolitan dan besar.






KRITERIA NILAI
KABUPATEN/KOTA
a. > 5%. 90
b. 3% < Y < 4% 75
c. 2% < Y < 3%. 60
d. < 2%. 30
Anggaran pengelolaan sampah
_________________________ x 100 %
ABD
Anggaran pengelolaan sampah
__________________________ x 100 %
ABD
Anggaran pengelolaan RTH
__________________________ x 100 %
ABD
4


b. Kota sedang dan kecil.





KRITERIA NILAI
KABUPATEN/KOTA
a. > 3%. 90
b. 2% < Y < 3% 75
c. 1% < Y < 2%. 60
d. <1%. 30

PENERIMAAN
RETRIBUSI (000,-)
KOMPONEN TAHUN POTENS REALISA
PROSENTA
REALISASI
Kebersihan/sampah 2010
2011
Air
permuka
an/tana
h
2010
2011

D. SARANA DAN PRASARANA
1. Fasilitas Pengelolaan sampah
a. TPS.
KRITERIA NILAI
a Ada, terpisah sesuai jenis sampah. 90
b Ada, tertutup. 75
c Ada, terbuka. 60
d Tidak ada. 30

b. Fasilitas pengolahan sampah.
KRITERIA NILAI
a Ada, dengan penjelasan. 90
b Ada, tidak ada penjelasan. 60
c Tidak ada. 30

Anggaran pengelolaan RTH
__________________________ x 100 %
ABD
5

c. Fasilitas pemanfaatan sampah berupa Komposter, Daur Ulang,
Bank Sampah, dan Waste to Energi. (*) cek ke lapangan
KRITERIA NILAI
a Ada, berupa Komposter, Daur Ulang, Bank
Sampah, dan Waste to Energy.
90

b Ada, Minimal tiga fasilitas. 80
c Ada, Minimal dua fasilitas 70
d Ada, Minimal satu fasilitas 60
e
Tidak ada 30

2. TPST.
KRITERIA NILAI
a. Ada, dengan penjelasan. 90
b. Ada, tidak ada penjelasan. 60
c. Tidak ada. 30

3. Sistem operasional TPA yang digunakan.
KRITERIA NILAI
a. Sanitary landfill. 90
b. Controlled landfill. 60
c. Open dumping. 30

4. Jarak TPA dengan :
KRITERIA NILAI
Perumahan terdekat :
a. > 2 km. 90
b. 1 km. 75
c. 0.5 km. 60
d. 0 km. 30
Perairan terbuka :
a. > 2 km. 90
b. 1 km 75
c. 0.5 km. 60
d. 0 km. 30
Pantai terdekat :
a. > 2 km. 90
b. 1km. 75
c. 0.5 km. 60
d. 0 km. 30

6

5. Pengolahan lindi di TPA.
KRITERIA NILAI
a.

Ada, dengan analisis laboratorium inlet dan
outlet.

90
b. Ada, tidak ada analisis laboratorium inlet dan
outlet.
60
c. Tidak ada. 30

6. Sumur pantau di TPA.
KRITERIA NILAI
a. Ada, dengan analisis laboratorium inlet dan
outlet.
90
b. Ada, tidak ada analisis laboratorium inlet dan
outlet.
60
c. Tidak ada.

30

7. Alat angkut sampah dengan fasilitas pemisahan.
KRITERIA NILAI
a. Ada, dengan penjelasan.

90
b. Tidak ada.

30

Pengelolaan RTH.
1. Keberadaan taman kota
KRITERIA NILAI
a. Ada. 90
b. Tidak ada. 30

2. Rasio luas taman kota terhadap luas daerah urban
KRITERIA NILAI
a. >15%. 90
b. 10% < x < 15%. 75
c. 5% < x < 10%. 50
d. < 5%. 30

3. Tempat pembibitan.
KRITERIA NILAI
a. Ada. 90
b. Tidak ada. 50

4. Keberadaan hutan kota.
KRITERIA NILAI
a. Ada. 90
b. Tidak ada. 30

7

5. Rasio luas hutan kota terhadap luas daerah urban (wilayah
perkotaan).
KRITERIA NILAI
a. >10%. 90
b. 5% < x < 10%. 75
c. 1% < x < 5%. 50
d. < 1%. 30


E. TINGKAT PELAYANAN PENGELOLAAN SAMPAH
A. Penanganan sampah.
a. Jumlah / volume sampah yang dibuat kompos (untuk kota
yang sudah mendapat Anugerah Adipura pada periode 2010-
2011).(*) Cek ke lapangan
KRITERIA NILAI
a. > 14%. 90
b. 7% < x < 14%. 80
c. 3% < x < 7%. 70
d. 1% < x < 3%. 60
e. < 1%. 30

b. Jumlah/volume sampah yang dibuat kompos (untuk kota
yang belum mendapat Anugerah Adipura pada periode 2010-
2011).(*) Cek ke lapangan
KRITERIA NILAI
a. > 7%. 90
b. 5% < x < 7%. 80
c. 3% < x < 5%. 70
d. 1% < x < 3%. 60
e. < 1%. 30

c. Jumlah/volume sampah yang didaur ulang (untuk kota yang
sudah mendapat Anugerah Adipura pada Periode 2010-2011).
(*) cek ke lapangan
KRITERIA NILAI
a. > 14%. 90
b. 7% < x < 14%. 80
c. 3% < x < 7%. 70
d. 1% < x < 3%. 60
e. < 1%. 30

d. Jumlah / volume sampah yang didaur ulang (untuk kota
yang belum mendapat Anugerah Adipura pada Periode 2010-
2011).
KRITERIA NILAI
a. > 7%. 90
b. 5% < x < 7%. 80
c. 3% < x < 5%. 70
8

d. 1% < x < 3%. 60
e. < 1%. 30
(*) cek ke lapangan

e. Lama sampah berada di TPS (holding time). (*)
KRITERIA NILAI
a. < 6 jam. 90
b. 6 jam < x < 19 jam 75
c. 19 jam < x < 25 jam. 65
d. 25 jam < x < 48 jam. 50
e. > 48 jam. 30
(*) cek ke lapangan

f. Tingkat pelayanan kebersihan kota .
KRITERIA NILAI
a. >90%. 90
b. 70 < x < 90%. 75
c. 50 < x < 70%. 60
d. < 50%. 30

II. MANAJEMEN

1. Perencanaan
a. Kebersihan dan Keteduhan
NO KRITERIA NILAI
Rencana pemerintah jangka menengah (RPJM)
atau rencana strategis daerah (Renstrada):

a. Ada, terdapat komitmen lingkungan,
kebersihan dan keteduhan.
90
b. Ada, tidak ada komitmen. 60
c. Tidak ada. 30
1.

Rencana kerja pemerintah daerah tahunan
(RKPDT):

a. Ada, terdapat rencana terkait kebersihan dan
keteduhan.
90
b. Ada, tidak ada rencana kerja. 60
c. Tidak ada. 30
2.

Rencana kerja dan aggaran (RKA):
a. Ada. 90
b. Tidak ada. 30
3.

Rencana strategis (RENSTRA):
a. Ada. 90
b. Tidak ada. 30
4.

5. Rencana kerja (RENJA):
9

NO KRITERIA NILAI
a. Ada. 90
b. Tidak ada. 30

Rencana umum tata ruang (RUTR):
a. Ada, terdapat penetapan lokasi TPA dan
TPST.
90
b. Ada, tidak terdapat penetapan lokasi TPA dan
TPST.
60
6.
c. Tidak ada. 30

Penetapan target pengurangan volume sampah
(% / tahun):

a. Ada, dengan penjelasan. 90
b. Tidak ada. 30
7.

Penetapan target volume sampah yang diolah
(m
3
/ bulan):
90
a. Ada, dengan penjelasan. 30
8.
b. Tidak ada.
Penetapan rencana fasilitas 3R:
a. Ada, dengan penjelasan. 90
b. Tidak ada. 30
9.

Penetapan rencana pemberian insentif dan
disinsentif dalam pengurangan sampah:

a. Ada, dengan penjelasan. 90
b. Tidak ada. 30
10.

Rencana penutupan TPA sistem open dumping:
a. Ada, dengan penjelasan. 90
b. Dalam proses. 60
c. Tidak ada. 30
11.

Rencana pengelolaan sampah pasca penutupan
TPA sistem open dumping:

a. Ada, dengan penjelasan. 90
b. Tidak ada. 30
12.


2. Pelaksanaan.
a. Pengomposan di TPA.
KRITERIA NILAI
a. Ada, dengan penjelasan. 90
b. Ada, tidak ada penjelasan. 60
c. Tidak ada.

30

10

b. Jumlah lokasi kegiatan 3R.
KRITERIA NILAI
Kota yang belum mendapat Anugerah Adipura periode
2010-2011.
a. > 10. 90
b. 7 < x <10. 75
c. 3 < x < 7. 65
d. < 3. 50

Kota yang sudah mendapat Anugerah Adipura periode
2010-2011.
a. > 15. 90
b. 10 < x < 15. 75
c. 5 < x < 10. 65
d. < 5. 50

3. Pengendalian.
a. Pengawasan pelaksanaan kegiatan pengelolaan sampah.
KRITERIA NILAI
a. Ada, dengan penjelasan / lampiran

90
b. Ada, tidak ada penjelasan. 60
c. Tidak ada.

30

b. Tindak lanjut hasil pengawasan.
KRITERIA NILAI
a. Ada, dengan penjelasan.

90
b. Ada, tidak ada penjelasan. 60
c. Tidak ada.

30

c. Pengawasan pelaksanaan kegiatan pengelolaan RTH.
KRITERIA NILAI
a. Ada, dengan penjelasan / lampiran.

90
b. Ada, tidak ada penjelasan. 60
c. Tidak ada.

30

d. Tindak lanjut hasil pengawasan.
KRITERIA NILAI
a. Ada, dengan penjelasan.

90
b. Ada, tidak ada penjelasan. 60
c. Tidak ada.

30


11

III. PARTISIPASI MASYARAKAT
1. Peran serta unsur-unsur masyarakat di bidang kebersihan dan
penghijauan kota.
KRITERIA NILAI
a Ada peran serta seluruh unsur masyarakat, ada
lampiran
90
b Ada peran serta seluruh unsur masyarakat,
tidak ada lampiran
75
c Ada peran serta sebagian unsur masyarakat, ada
lampiran
80
d Ada peran serta sebagian unsur masyarakat,
tidak ada lampiran
65
e Tidak ada peran serta masyarakat 30

2. Peran serta masyarakat di wilayah permukiman dalam pengelolaan
sampah.
KRITERIA NILAI
a.

Membangun fasilitas pemilahan sekaligus
melakukan pengolahan sampah.
90
b.

Membangun fasilitas pemilahan sampah
tetapi tidak melakukan pengolahan.
75
c. Tidak ada. 30


PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

A. Pelaksanaan Pengendalian
1. Pelaksanaan Inventarisasi dan Identifikasi
KRITERIA NILAI
a Melaksanakan kegiatan 75-100%
90
b Melaksanakan kegiatan >50-75% 80
c Melaksanakan kegiatan >25-50% 70
d Melaksanakan kegiatan >0-25% 60
e Tidak ada.
30

2. Pelaksanaan Perhitungan DTBP untuk sungai yang menjadi
kewenangannya
KRITERIA NILAI
a
Melaksanakan kegiatan 75-100% 90
b Melaksanakan kegiatan >50-75% 80
c Melaksanakan kegiatan >25-50% 70
d Melaksanakan kegiatan >0-25% 60
e Tidak ada.
30

12

3. Pelaksanaan Perizinan
KRITERIA NILAI
a
Melaksanakan kegiatan >80-100% 90
b Melaksanakan kegiatan >60-80% 80
c Melaksanakan kegiatan >40-60% 70
d Melaksanakan kegiatan >20-40% 60
e
Melaksanakan kegiatan 0-20% 30

4. Pelaksanaan Pengawasan
a. Jumlah sumber yang diawasi
KRITERIA NILAI
a Melaksanakan kegiatan >80-100% 90
b Melaksanakan kegiatan >60-80% 80
c Melaksanakan kegiatan >40-60% 70
d Melaksanakan kegiatan >20-40% 60
e
Melaksanakan kegiatan 1-20% 30

b. Frekuensi pengawasan
KRITERIA
NILAI
a Melakukan > 2 kali

90
b Melakukan 2 kali 80
c Melakukan 1kali 70
d Tidak melakukan 30

5. Pelaksanaan Pembinaan pada sumber institusi non USK/UKM
a. Jumlah sumber dibina
KRITERIA NILAI
a
Melakukan pembinaan >75-100% 90
b Melakukan pembinaan >50-75% 80
c Melakuka pembinaan >25-50% 70
d Melakukan pembinaan 0-25% 60
e
Tidak melakukan 30

b. Frekuensi pembinaan
KRITERIA NILAI
a Melakukan > 2 kali

90
b Melakukan 2 kali 80
c Melakukan 1kali 70
d Tidak melakukan 30

13

6. Pelaksanaan Pembinaan pada sumber institusi USK/UKM
a. Jumlah sumber dibina
KRITERIA NILAI
a Melakukan pembinaan >75-100%
90
b Melakukan pembinaan >50-75% 80
c Melakuka pembinaan >25-50% 70
d Melakukan pembinaan 0-25% 60
e Tidak melakukan
30

b. Frekuensi pembinaan
KRITERIA NILAI
a Melakukan > 2 kali

90
b Melakukan 2 kali 80
c Melakukan 1kali 70
d
Tidak melakukan
30

7. Pelaksanaan Pembinaan pada sumber domestik (masyarakat)
a. Jumlah yang dibina
KRITERIA NILAI
a Melakukan pembinaan >75-100% 90
b Melakukan pembinaan >50-75% 80
c Melakuka pembinaan >25-50% 70
d Melakukan pembinaan 0-25% 60
e Tidak melakukan 30

b. Frekuensi pembinaan
KRITERIA NILAI
a Melakukan > 2 kali

90
b Melakukan 2 kali 80
c Melakukan 1kali 70
d
Tidak melakukan 30

8. Pelaksanaan Pembinaan pada aparat pemerintah
a. Jumlah yang dibina
KRITERIA NILAI
a
Melakukan pembinaan >75-100% 90
b Melakukan pembinaan >50-75% 80
c Melakuka pembinaan >25-50% 70
d Melakukan pembinaan 0-25% 60
e
Tidak melakukan 30

14

b. Frekuensi pembinaan
KRITERIA NILAI
a Melakukan > 2 kali

90
b Melakukan 2 kali 80
c Melakukan 1kali 70
d
Tidak melakukan 30

9. Penetapan kebijakan pengendalian pencemaran air
a. Jumlah anggaran yang tersedia untuk PPA
KRITERIA NILAI
a Persentase Anggaran PPA terhadap
keseluruhan Anggaran pembangunan >50%
90
b Persentase Anggaran PPA terhadap
keseluruhan Anggaran pembangunan >30-
40%
80
c Persentase Anggaran PPA terhadap
keseluruhan Anggaran pembangunan >20-
30%
70
d Persentase Anggaran PPA terhadap
keseluruhan Anggaran pembangunan >10-
20%
60
e Persentase Anggaran PPA terhadap
keseluruhan Anggaran pembangunan <10%
30

b. Ketersediaan kebijakan tertulis tentang PPA
KRITERIA NILAI
a.
Tersedia dalam peraturan perundangan dan
sesuai dengan PERMENLH No. 1/2010
90
b.
Belum tersedia dalam peraturan perundangan
tetapi sesuai dengan PERMENLH No. 1/2010
80
c.
tersedia dalam peraturan perundangan tetapi
belum sesuai dengan PERMENLH No. 1/2010
70
d. Tidak tersedia
30

B. Ketersediaan air bersih
1. Jenis supply
a. PD PDAM
KRITERIA NILAI
a. Dapat menyediakan >40-100% 90
b. Dapat menyediakan >20-40% 80
c. Dapat menyediakan >0-20% 70
d. Tidak tersedia 30

15

b. Sumur (Deep Well)/Surface Water (sungai/danau/dll)
KRITERIA NILAI
a
Dapat menyediakan >80-100% 90
b Dapat menyediakan >60-80% 80
c Dapat menyediakan >40-60% 70
d Dapat menyediakan >20-40% 60
e
Dapat menyediakan <20% 30

2. Kualitas sumber air bersih
KRITERIA NILAI
a Prosentase pemenuhan bakumutu permenkes
>80-100%
90
b Prosentase pemenuhan bakumutu permenkes
>60-80%
80
c Prosentase pemenuhan bakumutu permenkes
>40-60%
70
d Prosentase pemenuhan bakumutu permenkes
>20-40%
60
e Prosentase pemenuhan bakumutu permenkes
<20%
30

3. Korelasi dengan waterborne desease
KRITERIA NILAI
a jumlah penderita water borne disease >20% 90
b jumlah penderita water borne disease >15-20% 80
c jumlah penderita water borne disease >5-15% 70
d jumlah penderita water borne disease >1-5% 60
e jumlah penderita water borne disease <1% 30

C. Data kualitas air sungai
1. Jenis supply
a. Jumlah titik pantau
KRITERIA NILAI
a 0 - 2 titik (upstream dan down stream) pada
>75-100% dari badan air yang ditetapkan
90
b 0 - 2 titik (upstream dan down stream) pada
>50 - 75% dari badan air yang ditetapkan
80
c 0 - 2 titik (upstream dan down stream) pada
>25 - 50% dari badan air yang ditetapkan
70
d 0 - 2 titik (upstream dan down stream) pada <
25% dari badan air yang ditetapkan
60
e Tidak ada 30

16

b. Frekuensi pemantauan
KRITERIA NILAI
a Lebih dari dua kali setiap musim 90
b Dua kali setiap musim 80
c Dua kali pada musim yang berbeda 70
d 1 kali masing-masing titik 60
e Tidak ada 30

D. Ketersediaan saran pengelolaan air limbah
1. Air limbah sumber institusi
KRITERIA NILAI
a.
>80%-100% sumber institusi yang mempunyai
IPAL dengan outlet memenuhi BM dan Sumber
yang wajib mempunyai IPAL
90
b. >60%-80% sumber institusi yang mempunyai
IPAL dengan outlet memenuhi BM dan Sumber
yang wajib mempunyai IPAL
80
c. >40%-60% sumber institusi yang mempunyai
IPAL dengan outlet memenuhi BM dan Sumber
yang wajib mempunyai IPAL
70
d.
>20%-40% sumber institusi yang mempunyai
IPAL dengan outlet memenuhi BM dan Sumber
yang wajib mempunyai IPAL
60
e.
<20% sumber institusi yang mempunyai IPAL
dengan outlet memenuhi BM dan Sumber yang
wajib mempunyai IPAL
30

2. Air limbah kegiatan USK/UKM
KRITERIA NILAI
a >80%-100% jumlah USK yang terlayani IPAL
tercentral yang ada dan memeunhi BM dan
jumlah USK yang air limbahnya semestinya
90
b >60%-80% jumlah USK yang terlayani IPAL
tercentral yang ada dan memeunhi BM dan
jumlah USK yang air limbahnya semestinya
diolah.
80
c >40%-60% jumlah USK yang terlayani IPAL
tercentral yang ada dan memeunhi BM dan
jumlah USK yang air limbahnya semestinya
diolah.
70
d >20%-40% jumlah USK yang terlayani IPAL
tercentral yang ada dan memeunhi BM dan
jumlah USK yang air limbahnya semestinya
diolah
60
e
<20% sumber institusi yang mempunyai IPAL
dengan outlet memenuhi BM dan Sumber yang
wajib mempunyai IPAL
30
17


PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

A. Titik Pemantauan

KRITERIA NILAI
1. Jumlah titik pemantauan dalam 1 (satu) tahun
a. Titik pemantauan > 15. 90
b. Titik pemantauan 11 - 15. 80
c. Titik pemantauan 6 10 70
d. Titik pemantauan 5 60
e. Tidak ada 30
Catatan: jumlah titik keseluruhan (roadside dan bukan roadside)


KRITERIA NILAI
2. Lokasi pemantauan bukan di roadside
a. > 10 lokasi 90
b. =10 lokasi 80
c. < 10 lokasi 70
d. Tidak ada 60
e. Pernah ada tapi tidak dilanjutkan 30
Catatan: Batasan dan tingkatan menurut kategori kota dalam NSPK udara
Kota Metro (jumlah penduduk 1juta keatas 5 - 9 lokasi titik
pantau)


KRITERIA NILAI
3. Lokasi pemantauan bukan di roadside
a. > 5 lokasi 90
b. =5 lokasi 80
c. < 5 lokasi 70
d. Tidak ada 60
e. Pernah ada tapi tidak dilanjutkan 30
Catatan: Batasan dan tingkatan menurut kategori kota dalam NSPK udara
Kota Besar (jumlah penduduk 500.001 s/d 1juta =1 4 lokasi
titik pantau)


KRITERIA NILAI
4. Lokasi pemantauan di roadside/pinggir jalan
a. Dilaksanakan di >3 lokasi 90
b. Dilaksanakan di 1- 3 lokasi 60
c. Tidak ada 30




18

KRITERIA NILAI
5. Frekuensi monitoring kualitas udara dalam 1 (satu) tahun
a. Monitoring > 4x/tahun 90
b. Monitoring 3 - 4x /tahun 80
c. Monitoring = 2x /tahun 70
d. Monitoring < 2x /tahun 60
e. Tidak ada 30


Catatan: Empat parameter penting yg perlu diukur dari kendaraan
bermotor: SO2, CO, NO2, dan HC


KRITERIA NILAI
7. Pelaporan data hasil monitoring kualitas udara
a. Lengkap, ada lampiran 90
b. Ada tetapi tidak lengkap 60
e. Tidak ada 30
Catatan: Kelengkapan


KRITERIA NILAI
8. Pengarsipan data hasil monitoring kualitas udara
a. Lengkap, ada lampiran 90
b. Ada tetapi tidak lengkap 60
e. Tidak ada 30


B. Kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara dari emisi sumber
bergerak

KRITERIA NILAI
1. Manajemen lalulintas ((TDM (transport demand mngmt),
car sharing, manajemen 1 arah, dll)

a. Ada lebih dari 3 macam manajemen 90
b. Ada 3 macam manajemen 75
c. < 3 macam manajemen 65
d. Tidak ada 30
Catatan: Lampirkan Surat edaran, SK atau data pendukung lainnya

KRITERIA NILAI
6. Jumlah parameter kualitas udara sumber transportasi
yang diukur

a. Jumlah parameter/lokasi >4 parameter 90
b. Jumlah parameter/lokasi 4 parameter 80
c. Jumlah parameter/lokasi 3 parameter 70
d. Jumlah parameter/lokasi 1 parameter 60
e. Tidak ada 30
19

KRITERIA NILAI
2. Pengembangan angkutan umum (jenis bus)
a. ada pengembangan angkutan umum dan sudah
beroperasi
b. ada pengembangan angkutan umum tapi belum
beroperasi
90

80

c. Kegiatan yang berorientasi pada pembangunan fisik 70

d. Sudah ada kajian/studi

e. Tidak ada
60

30
Catatan: Lampirkan bukti pendukung


KRITERIA NILAI
3. Penggunaan kendaraan tanpa bermotor/NMT (Non
Motorize Transport)

a. Dikembangkan dan ditata(relokasi, penyediaan fasilitas,
menambahan jalur) 90
b. Ada tetapi tidak diperhatikan 80
c. Ada tetapi dilarang 70
d. Tidak ada --
Catatan : Khusus untuk Kota Metropolitan dan Besar

Catatan :Hasil survey (wajib dijawab, ttp tidak dimasukan kedalam
penilaian)


C. Kegiatan terkait dengan awarness terhadap isu pencemaran udara
akibat emisi sumber bergerak

KRITERIA NILAI
1. Kawasan bebas kendaraan bermotor
a. Setiap minggu 90
b. Setiap bulan 80
c. Setiap 6 bulan 70
d. 1x setahun 60
e. Tidak pernah dilakukan 30



KRITERIA
4. Rata-rata jarak perjalanan harian dengan menggunakan kendaraaan(km)
a. < 15km
b. 16 - 25km
c. 26 - 35km
d. 36 - 50km
e. >50km
20

KRITERIA NILAI
2. Uji emisi kendaraan bermotor
a. Setiap bulan 90
b. Setiap 3 bulan 80
c. Setiap 6 bulan 70
d. 1x setahun 60
e. Tidak pernah dilakukan 30

MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BALTHASAR KAMBUAYA

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,



Inar Ichsana Ishak


A. KEBERSIHAN DAN KETEDUHAN
I
1. Menengah dan sederhana Area permukiman Sampah (termasuk
gulma)
Drainase Sampah (termasuk
gulma, sedimen)
Pohon peneduh :
Sebaran
Pohon peneduh :
Fungsi
Penghijauan
PROGRAM ADIPURA (MULTIMEDIA-SAMPAH)
Ada sedikit dan
tidak menyumbat
Sangat Baik
Tidak ada sampah/sangat
bersih
Sedikit Sampah
Memenuhi fungsi
penghijauan di
setengah lokasi
(50%)
Bertumpuk di
sebagian kecil
selokan dan
menyumbat
Memenuhi fungsi
peneduh di
setengah lokasi
(50%)
Ada di setengah
lokasi (50%)
Memenuhi fungsi
penghijauan di
seperempat
lokasi (25%)
Ada di
seperempat
lokasi (25%)
Berserakan
Bertumpuk di
sebagian besar
selokan dan
menyumbat
Memenuhi fungsi
peneduh di
seperempat
lokasi (25%)
81 - 90
RTH
(semua yang ada
lahan wajib dinilai
pohon peneduhnya)
Ada di tiga
perempat lokasi
(75%)
Jelek
NILAI
Tidak ada Pohon
Peneduh
Tidak memenuhi
fungsi peneduh
Baik
Memenuhi fungsi
peneduh di tiga
perempat lokasi
(75%)
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Bertumpuk dan
berserakan
Sangat jelek
PERMUKIMAN
30-45
Bertumpuk di
seluruh selokan
dan menyumbat
Bertumpuk pada
tempat tertentu
Tidak ada
Penghijauan
KRITERIA, INDIKATOR DAN SKALA NILAI FISIK
jika ada
pembakaran
sampah, nilai
maksimal pada
skala sedang
------------ Memenuhi fungsi
penghijauan di
tiga perempat
lokasi (75%)
Ada seluruh lokasi
KETERANGAN
Tidak ada di seluruh selokan
Memenuhi fungsi peneduh di
seluruh lokasi
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
TPS (tidak berlaku
untuk yang
diangkut langsung
ke TPA)
Bangunan fisik
Sampah
2. Pasang surut Area permukiman Sampah (termasuk
gulma)
jika ada
pembakaran
sampah, maksimal
pada skala sedang
RTH Penghijauan
TPS (tidak berlaku
untuk yang
diangkut langsung
ke TPA)
Bangunan fisik
Sampah
II
1. Jalan
a. Arteri/utama Area Jalan Sampah (termasuk
gulma)
SARANA KOTA
Bertumpuk
ditempat tertentu
di luar TPS/
kontener
Bertumpuk pada
tempat tertentu
Memenuhi fungsi
penghijauan di
tiga perempat
lokasi (75%)
Sebagian kecil di
luar TPS/
kontener
Sedikit Sampah
Bertumpuk pada
tempat tertentu
Bertumpuk
ditempat tertentu
di luar TPS/
kontener
Ada, terbuka,
terawat /
tertutup tidak
terawat /
tertutup terpal
Sedikit Sampah
Sebagian kecil di
luar TPS/
kontener
Ada, tertutup,
terawat
Memenuhi fungsi
penghijauan di
setengah lokasi
(50%)
Ada, terbuka,
terawat /
tertutup tidak
terawat /
tertutup terpal
Ada, terbuka,
tidak terawat
Berserakan di
luar TPS/
kontener
Berserakan
Memenuhi fungsi
penghijauan di
seperempat
lokasi (25%)
Berserakan
Ada, terbuka,
tidak terawat
Berserakan di
luar TPS/
kontener
Tidak ada
bangunan fisik
Berserakan dan
bertumpuk di
luar TPS/
kontener atau
ada pembakaran
Tidak ada
Penghijauan
Bertumpuk dan
berserakan
Tidak ada
bangunan fisik
Berserakan dan
bertumpuk di
luar TPS/
kontener atau
ada pembakaran
------------
------------
Tidak ada sampah/sangat
bersih
Tidak ada sampah di luar TPS/
kontener
------------
Tidak ada sampah di luar TPS/
kontener
Bertumpuk dan
berserakan
Ada, tertutup,
terawat
Tidak ada sampah/sangat
bersih
jika ada
pembakaran
sampah, maksimal
pada skala sedang
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
Fisik trotoar
RTH Pohon peneduh :
Sebaran
Pohon Peneduh :
Fungsi
Drainase Sampah (termasuk
gulma, sedimen)
PKL (khusus yang
ada PKL)
Fisik lapak
Sampah
Tempat sampah
Kurang tertata
rapi, tidak
mengganggu lalu
lintas dan pejalan
kaki
Bertumpuk pada
tempat tertentu
Ada di setengah
lokasi (50%)
Memenuhi fungsi
peneduh di
setengah lokasi
(50%)
------------
Ada di tiga
perempat lokasi
(75%)
Ada, kurang
terawat, tapi
nyaman untuk
pejalan kaki dan
ada marka
Memenuhi fungsi
peneduh di tiga
perempat lokasi
(75%)
Ada sedikit dan
tidak menyumbat
Tertata rapi,
tidak
mengganggu lalu
lintas dan pejalan
kaki
Ada, tidak
terawat dan tidak
nyaman untuk
pejalan kaki,
ada/tidak ada
marka
Memenuhi fungsi
peneduh di
seperempat
lokasi (25%)
Kurang tertata
rapi,
mengganggu
pejalan kaki tapi
tidak
mengganggu lalu
lintas
------------
Bertumpuk di
seluruh selokan
dan menyumbat
Tidak ada
Tidak tertata,
mengganggu lalu
lintas dan pejalan
kaki
Bertumpuk dan
berserakan
Berserakan
Tidak ada pohon
peneduh sebaran
Tidak ada trotoar
/ tempat pejalan
kaki
Tertata sangat rapi, tidak
mengganggu lalu lintas dan
pejalan kaki, serta lapak
seragam
Ada, terawat, nyaman untuk
pejalan kaki dan ada marka
Ada seluruh lokasi
Tidak memenuhi
fungsi pohon
peneduh
Ada
Bertumpuk di
sebagian kecil
selokan dan
menyumbat
ada ruang berupa
tanah, dan tidak
nyaman untuk
pejalan kaki
Bertumpuk di
sebagian besar
selokan dan
menyumbat
Ada di
seperempat
lokasi (25%)
Tidak ada di seluruh selokan
------------
Memenuhi fungsi peneduh di
seluruh lokasi
Tidak ada sampah/sangat
bersih
Sedikit Sampah
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
b. Kolektor/Penghubung Area Jalan Sampah (termasuk
gulma)
jika ada
pembakaran
sampah, maksimal
pada skala sedang
Fisik trotoar
(hanya yang
mempunyai
trotoar)
RTH Pohon peneduh :
sebaran
Pohon Peneduh :
Fungsi
Drainase Sampah (termasuk
gulma, sedimen)
PKL (khusus yang
ada PKL)
Fisik lapak
Sampah
Tempat sampah
Ada seluruh lokasi
Ada, terawat, nyaman untuk
pejalan kaki dan ada marka
Ada, kurang
terawat, tapi
nyaman untuk
pejalan kaki dan
ada marka
Ada di tiga
perempat lokasi
(75%)
Memenuhi fungsi
peneduh di tiga
perempat lokasi
(75%)
Bertumpuk pada
tempat tertentu
Ada, tidak
terawat dan tidak
nyaman untuk
pejalan kaki,
ada/tidak ada
marka
Sedikit Sampah
Berserakan
ada ruang berupa
tanah, dan tidak
nyaman untuk
pejalan kaki
Bertumpuk di
sebagian besar
selokan dan
menyumbat
Memenuhi fungsi
peneduh di
seperempat
lokasi (25%)
Berserakan
Ada di
seperempat
lokasi (25%)
Tidak ada trotoar
/ tempat pejalan
kaki
Tidak ada pohon
peneduh sebaran
Bertumpuk dan
berserakan
Tidak tertata,
mengganggu lalu
lintas dan pejalan
kaki
Tidak memenuhi
fungsi peneduh
Bertumpuk di
seluruh selokan
dan menyumbat
Kurang tertata
rapi,
mengganggu
pejalan kaki tapi
tidak
mengganggu lalu
lintas
----------
Memenuhi fungsi
peneduh di
setengah lokasi
(50%)
Ada di setengah
lokasi (50%)
Bertumpuk dan
berserakan
Tidak ada
Tertata rapi,
tidak
mengganggu lalu
lintas dan pejalan
kaki
Ada sedikit dan
tidak menyumbat
Tidak ada sampah/sangat
bersih
Tidak ada di seluruh selokan
Tertata sangat rapi, tidak
mengganggu lalu lintas dan
pejalan kaki, serta lapak
seragam
---------- ----------
Sedikit Tidak ada sampah/sangat
bersih
Memenuhi fungsi peneduh di
seluruh lokasi
Kurang tertata
rapi, tidak
mengganggu lalu
lintas dan pejalan
kaki
Ada
Bertumpuk di
sebagian kecil
selokan dan
menyumbat
Bertumpuk pada
tempat tertentu
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
2 Pasar Area pasar Sampah (termasuk
gulma)
jika ada
pembakaran
sampah, maksimal
pada skala sedang
Tempat sampah
(termasuk di
kios/los pedagang)
Drainase Sampah (termasuk
gulma, sedimen)
RTH Pohon peneduh :
sebaran
Pohon Peneduh :
Fungsi
Penghijauan
Pengelolaan Pasar Penataan kios
Kebersihan WC
Ada, terawat dan jumlah
mencukupi
Bersih, terawat, dan wangi
antiseptik/pengharum
Ada pengelompokan jenis
pedagang, tertata rapi dan
bersih
Bertumpuk di
sebagian besar
selokan dan
menyumbat
Ada di
seperempat
lokasi (25%)
sebagian besar
tidak tertata,
semerawut dan
kotor
Memenuhi fungsi
penghijauan di
seperempat
lokasi (25%)
Berserakan Bertumpuk pada
tempat tertentu
Memenuhi fungsi
peneduh di
seperempat
lokasi (25%)
Tidak ada pohon
peneduh sebaran
Bertumpuk di
seluruh selokan
dan menyumbat
Bertumpuk dan
berserakan
Tidak memenuhi
fungsi peneduh
Kotor dan bau
Ada di setengah
lokasi (50%)
Ada, tidak
terawat, jumlah
kurang
Tidak ada
tempat sampah
Ada, terawat,
jumlah kurang
Tidak ada
Penghijauan
Sangat kotor
dan sangat bau
dan atau WC
tidak difungsikan
Tida ada
penataan,
semerawut, dan
sangat kotor
Bertumpuk di
sebagian kecil
selokan dan
menyumbat
Bersih, tidak
bau, tapi tidak
terawat, dan atau
bersih, bau,
terawat
Sebagian kecil
tidak tertata,
semerawut, dan
kotor
Memenuhi fungsi
peneduh di tiga
perempat lokasi
(75%)
Bersih, terawat,
dan tidak bau
Ada seluruh lokasi
tertata rapi dan
bersih
Memenuhi fungsi peneduh di
seluruh lokasi
Tidak ada di seluruh selokan
------------
Tidak ada sampah/sangat
bersih
Sedikit
Memenuhi fungsi
penghijauan di
tiga perempat
lokasi (75%)
Ada di tiga
perempat lokasi
(75%)
Memenuhi fungsi
penghijauan di
setengah lokasi
(50%)
Ada, kurang
terawat, jumlah
mencukupi
Ada sedikit dan
tidak menyumbat
Memenuhi fungsi
peneduh di
setengah lokasi
(50%)
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
Air bersih di WC
PKL (khusus yang
ada PKL)
Fisik lapak
Sampah
Tempat sampah
TPS Bangunan fisik
Sampah
3 Pertokoan Area pertokoan Sampah (termasuk
gulma)
jika ada
pembakaran
sampah, maksimal
pada skala sedang
Tempat sampah
Drainase Sampah
(termasuk gulma,
sedimen)
Sedikit Sampah
Ada sedikit dan
tidak menyumbat
Bertumpuk di
sebagian kecil
selokan dan
menyumbat
------------
Tidak ada sampah/sangat
bersih
------------
Tertata sangat rapi, tidak
mengganggu lalu lintas dan
pejalan kaki, serta lapak
seragam
------------
Tidak ada sampah/sangat
bersih
Tidak ada sampah di luar TPS/
kontener
Bertumpuk dan
berserakan
Bertumpuk
ditempat tertentu
di luar TPS/
kontener
Ada, terbuka,
tidak terawat
Tidak tertata,
mengganggu lalu
lintas dan pejalan
kaki
Tidak ada air
bersih
------------ Tidak ada
Berserakan dan
bertumpuk di
luar TPS/
kontener atau
ada pembakaran
Ada, tidak
terawat, jumlah
kurang
Tidak ada
tempat sampah
Tidak ada
bangunan fisik
Berserakan di
luar TPS/
kontener
Berserakan
Bertumpuk di
sebagian besar
selokan dan
menyumbat
Berserakan
Kurang tertata
rapi, tidak
mengganggu lalu
lintas dan pejalan
kaki
Kurang tertata
rapi,
mengganggu
pejalan kaki tapi
tidak
mengganggu lalu
lintas
------------
Bertumpuk pada
tempat tertentu
Bertumpuk dan
berserakan
Bertumpuk di
seluruh selokan
dan menyumbat
Ada, terbuka,
terawat /
tertutup tidak
terawat /
tertutup terpal
Ada air bersih
yang mencukupi
Ada
Ada di sebagian
kecil lokasi
------------
Sebagian kecil di
luar TPS/
kontener
Bertumpuk pada
tempat tertentu
Ada, terawat,
jumlah kurang
Ada, tertutup,
terawat
Tidak ada di seluruh selokan
Ada, kurang
terawat, jumlah
mencukupi
Ada, terawat dan jumlah
mencukupi
Tertata rapi,
tidak
mengganggu lalu
lintas dan pejalan
kaki
Ada air bersih,
tetapi tidak
mencukupi
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
RTH Pohon peneduh :
sebaran
Pohon Peneduh :
Fungsi
Penghijauan
PKL (khusus yang
ada PKL)
Fisik lapak
Sampah
Tempat sampah
TPS Bangunan fisik
Sampah
Ada seluruh lokasi
Memenuhi fungsi
penghijauan di
setengah lokasi
(50%)
Kurang tertata
rapi, tidak
mengganggu lalu
lintas dan pejalan
kaki
Ada di setengah
lokasi (50%)
Memenuhi fungsi peneduh di
seluruh lokasi
Tertata rapi,
tidak
mengganggu lalu
lintas dan pejalan
kaki
------------
Ada, tertutup,
terawat
Sedikit
Sedikit di luar
TPS/ kontener
------------
Tertata sangat rapi, tidak
mengganggu lalu lintas dan
pejalan kaki, serta lapak
seragam
------------
------------
Tidak ada sampah/sangat
bersih
Tidak ada sampah di luar TPS/
kontener
Memenuhi fungsi
peneduh di
seperempat
lokasi (25%)
Ada di
seperempat
lokasi (25%)
Memenuhi fungsi
penghijauan di
seperempat
lokasi (25%)
Ada, terbuka,
tidak terawat
------------
Berserakan
Kurang tertata
rapi,
mengganggu
pejalan kaki tapi
tidak
mengganggu lalu
lintas
Berserakan di
luar TPS/
kontener
Tidak ada pohon
peneduh
Tidak ada
bangunan fisik
Tidak memenuhi
fungsi peneduh
Tidak ada
Penghijauan
Berserakan dan
bertumpuk di
luar TPS/
kontener atau
ada pembakaran
Bertumpuk dan
berserakan
Tidak ada
Tidak tertata,
mengganggu lalu
lintas dan pejalan
kaki
Memenuhi fungsi
peneduh di
setengah lokasi
(50%)
Ada
Memenuhi fungsi
penghijauan di
tiga perempat
lokasi (75%)
Ada di tiga
perempat lokasi
(75%)
Bertumpuk pada
tempat tertentu
Bertumpuk
ditempat tertentu
di luar TPS/
kontener
Memenuhi fungsi
peneduh di tiga
perempat lokasi
(75%)
Ada, terbuka,
terawat /
tertutup tidak
terawat /
tertutup terpal
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
4 Perkantoran Area kantor Sampah (termasuk
gulma)
jika ada
pembakaran
sampah, maksimal
pada skala sedang
Tempat Sampah
Drainase Sampah
(termasuk gulma,
sedimen)
RTH Pohon peneduh :
sebaran
Pohon Peneduh :
Fungsi
Penghijauan
TPS Bangunan fisik
Sampah Sedikit di luar
TPS/ kontener
Tidak ada sampah/sangat
bersih
Tidak ada di seluruh selokan
Ada, terawat dan jumlah
mencukupi
Memenuhi fungsi peneduh di
seluruh lokasi
Ada, tidak
terawat, jumlah
kurang
Memenuhi fungsi
peneduh di
seperempat
lokasi (25%)
Memenuhi fungsi
penghijauan di
seperempat
lokasi (25%)
Ada di
seperempat
(25%) lokasi
Ada sedikit dan
tidak menyumbat
Ada, terawat,
jumlah kurang
Berserakan di
luar TPS/
kontener
Berserakan
Bertumpuk di
sebagian besar
selokan dan
menyumbat
Tidak ada Pohon
peneduh
Bertumpuk di
seluruh selokan
dan menyumbat
Bertumpuk dan
berserakan
Tidak ada
tempat sampah
Tidak ada
bangunan fisik
Tidak ada
Penghijauan
Berserakan dan
bertumpuk di
luar TPS/
kontener atau
ada pembakaran
Tidak memenuhi
fungsi peneduh
Ada, terbuka,
tidak terawat
Bertumpuk di
sebagian kecil
selokan dan
menyumbat
Ada di setengah
lokasi (50%)
Memenuhi fungsi
peneduh di
setengah lokasi
(50%)
Memenuhi fungsi
penghijauan di
setengah lokasi
(50%)
Ada, terbuka,
terawat /
tertutup tidak
terawat /
tertutup terpal
Bertumpuk pada
tempat tertentu
Bertumpuk
ditempat tertentu
di luar TPS/
kontener
Memenuhi fungsi
peneduh di tiga
perempat lokasi
(75%)
Ada, tertutup,
terawat
------------
Sedikit Sampah
Ada, kurang
terawat, jumlah
mencukupi
Memenuhi fungsi
penghijauan di
tiga perempat
lokasi (75%)
Ada di tiga
perempat lokasi
(75%)
Ada seluruh lokasi
Tidak ada sampah di luar TPS/
kontener
----
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
5 Sekolah Area sekolah Sampah (termasuk
gulma)
jika ada
pembakaran
sampah, maksimal
pada skala sedang
Tempat sampah
Drainase Sampah
(termasuk gulma,
sedimen)
RTH Pohon peneduh :
sebaran
Pohon peneduh :
Fungsi
Penghijauan
WC Kebersihan WC
Air bersih di WC
Ada di setengah
lokasi (50%)
Ada di tiga
perempat lokasi
(75%)
Memenuhi fungsi peneduh di
seluruh lokasi
Tidak ada sampah/sangat
bersih
Memenuhi fungsi
peneduh di
setengah lokasi
(50%)
Berserakan
Memenuhi fungsi
peneduh di
seperempat
lokasi (25%)
Bertumpuk di
sebagian kecil
selokan dan
menyumbat
Ada, terawat,
jumlah kurang
Bertumpuk pada
tempat tertentu
Ada, tidak
terawat, jumlah
kurang
Memenuhi fungsi
penghijauan di
seperempat
lokasi (25%)
Ada di
seperempat
(25%) lokasi
Bertumpuk dan
berserakan
Bertumpuk di
sebagian besar
selokan dan
menyumbat
Bertumpuk di
seluruh selokan
dan menyumbat
Kotor dan bau
------------
Tidak ada pohon
peneduh
Tidak memenuhi
fungsi peneduh
Tidak ada
penghijauan
Sangat kotor,
bau dan/atau
WC tidak
difungsikan
Tidak ada air
bersih
Memenuhi fungsi
penghijauan di
setengah lokasi
(50%)
Tidak ada
tempat sampah
Ada, kurang
terawat, jumlah
mencukupi
Bersih, tidak
bau, tapi tidak
terawat,
dan/atau bersih,
bau, terawat
Ada air bersih,
tetapi tidak
mencukupi
Ada air bersih
yang mencukupi
Ada seluruh lokasi
Ada sedikit dan
tidak menyumbat
Bersih, terawat,
dan tidak bau
Memenuhi fungsi
penghijauan di
tiga perempat
lokasi (75%)
Sedikit Sampah
Tidak ada di seluruh selokan
Ada, terawat dan jumlah
mencukupi
------------
Memenuhi fungsi
peneduh di tiga
perempat lokasi
(75%)
------------
Bersih, terawat, dan wangi
antiseptik/pengharum
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
TPS Bangunan fisik
Sampah
Kegiatan pengolahan
sampah
3 R -----
6 Rumah Sakit/PUSKESMAS Area RS/Puskesmas Sampah (termasuk
gulma)
jika ada
pembakaran
sampah, maksimal
pada skala sedang
Tempat sampah
Drainase Sampah (termasuk
gulma, sedimen)
RTH Pohon peneduh :
Sebaran
Pohon peneduh :
Fungsi
Berserakan di
luar TPS/
kontener
Memenuhi fungsi
peneduh di
seperempat
lokasi (25%)
Bertumpuk di
sebagian kecil
selokan dan
menyumbat
Ada
pengomposan
atau daur ulang
(dalam bentuk
produk)
Memenuhi fungsi
peneduh di
setengah lokasi
(50%)
Ada pengomposan dan daur
ulang (dalam bentuk produk)
dan dilakukan secara kontinyu
Ada, terawat dan jumlah
mencukupi
Memenuhi fungsi peneduh di
seluruh lokasi
Bertumpuk di
sebagian besar
selokan dan
menyumbat
Bertumpuk di
seluruh selokan
dan menyumbat
Berserakan
Ada seluruh lokasi
Tidak ada sampah/sangat
bersih
Ada, terbuka,
tidak terawat
Ada di
seperempat
lokasi (25%)
Ada, tidak
terawat, jumlah
kurang
Tidak ada pohon
peneduh
Tidak memenuhi
fungsi peneduh
Tidak ada
bangunan fisik
Bertumpuk dan
berserakan
Tidak ada
pengomposan
atau daur ulang
(dalam bentuk
produk)
Tidak ada
tempat sampah
Ada, terawat,
jumlah kurang
Bertumpuk pada
tempat tertentu
------------
Tidak ada sampah di luar TPS
Memenuhi fungsi
peneduh di tiga
perempat lokasi
(75%)
Berserakan dan
bertumpuk di
luar TPS/
kontener atau
ada pembakaran
Bertumpuk
ditempat tertentu
di luar TPS/
kontener
Ada sedikit dan
tidak menyumbat
Tidak ada di seluruh selokan
Ada, tertutup,
terawat
Ada, kurang
terawat, jumlah
mencukupi
Sedikit sampah
Ada
pengomposan
dan daur ulang
(dalam bentuk
produk) tidak
kontinyu
Terdapat sedikit
sampah di luar
TPS
Ada di setengah
lokasi (50%)
Ada, terbuka,
terawat /
tertutup tidak
terawat /
tertutup terpal
Ada di tiga
perempat lokasi
(75%)
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
Penghijauan
Pengelolaan limbah Pemisahan limbah
medis
Incinerator
(khusus rumah
sakit)
Perlakuan (khusus
puskesmas)
Pengolahan air
limbah (tipe A dan
B)
Pengolahan air
limbah (Tipe C dan
D serta
puskesmas)
Memenuhi fungsi
penghijauan di
setengah lokasi
(50%)
Ada pemisahan,
tetapi tidak di
seluruh ruangan
perawatan dan
tindakan
Memiliki
incinerator tapi
beropersi tidak
efektif
------------
Ada IPAL dan beroperasi serta
memenuhi baku mutu (ada
bukti laporan pemantauan)
serta memiliki ijin pembuangan
limbah cair
------------
------------
Ada IPAL tapi
tidak beroperasi
secara kontinyu
Tidak ada
septiktank
Memenuhi fungsi
penghijauan di
seperempat
lokasi (25%)
Tidak mengirim
limbah medis ke
incinerator
Tidak ada IPAL
atau ada IPAL
tapi tidak
berfungsi
Memiliki
incinerator tapi
tidak beroperasi
Tidak ada
pemisahan
Tidak ada
Penghijauan
------------
------------
Tidak ada
incinerator dan
tidak
mengirimkan
limbah medis ke
pihak lain
Ada IPAL
beroperasi secara
kontinyu,
memenuhi baku
mutu
Ada pemisahan,
di seluruh
ruangan
perawatan dan
tindakan
Ada septiktank
Mengirim limbah
medis ke pihak
lain dan ada
bukti pengiriman
Ada IPAL
beroperasi secara
kontinyu tetapi
tidak memenuhi
baku mutu
------------
Ada pemisahan,
di seluruh
ruangan
perawatan dan
tindakan, diberi
warna/kode
Memenuhi fungsi
penghijauan di
tiga perempat
lokasi (75%)
Memiliki
incinerator
beroperasi secara
efektif atau Tidak
ada incinerator,
tapi mengirimkan
limbah medis ke
pihak lain
Memiliki incinerator beroperasi
secara efektif dan memiliki
ijin
Ada pemisahan, di seluruh
ruangan perawatan dan
tindakan, diberi warna/kode
dan ada TPS khusus
------------
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
Pengelolaan sarana
rumah
sakit/puskesmas
Sampah ruang
tunggu (termasuk
koridor dan area
dalam RS/
Puskesmas)
Tempat Sampah
Ruang Tunggu
(termasuk koridor
dan Area dalam
RS/Puskesmas)
Kebersihan WC
Air bersih di WC
TPS Bangunan fisik
Sampah
7. Hutan Kota Kondisi fisik Kerapatan tajuk
Keanekaragaman
jenis
Ada, tidak
terawat, jumlah
kurang
Tidak ada sampah di luar TPS/
kontener
------------
Tidak ada sampah/sangat
bersih
Ada, terawat dan jumlah
mencukupi
Kerapatan tajuk tinggi
10 jenis dan memiliki fungsi
rekreasi dan edukasi
Bersih, terawat, dan wangi
antiseptik /pengharum
Sedikit di luar
TPS/ kontener
Kotor dan bau
Tidak ada tempat
sampah
Tidak ada
bangunan fisik
Berserakan
Ada, terbuka,
tidak terawat
Sangat kotor
dan sangat bau
dan/ atau WC
tidak difungsikan
Kerapatan tajuk
rendah
Homogen
Bertumpuk dan
berserakan
------------ Tidak ada air
bersih
------------
Berserakan dan
bertumpuk di
luar TPS/
kontener atau
ada pembakaran
Berserakan di
luar TPS/
kontener
Bersih, terawat,
dan tidak bau
Ada, kurang
terawat, jumlah
mencukupi
Bertumpuk pada
tempat tertentu
Ada, terbuka,
terawat/tertutup
tidak terawat /
tertutup terpal
------------
Bersih, tidak
bau, tapi tidak
terawat,
dan/atau bersih,
bau, terawat
Ada air bersih,
tetapi tidak
mencukupi
Ada air bersih
yang mencukupi
Ada, terawat,
jumlah kurang
2-5 jenis 10 jenis
Bertumpuk
ditempat tertentu
di luar TPS/
kontener
6-9 jenis
Kerapatan tajuk
sedang
Ada, tertutup,
terawat
Sedikit sampah
------------
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
8. Taman Kota Kondisi taman Persentase area
resapan
Kebersihan area
taman (termasuk
kawasan PKL)
Sampah (termasuk
gulma)
jika ada
pembakaran
sampah, maksimal
pada skala sedang
Tempat Sampah
(berlaku bagi
taman yang
diakses
masyarakat)
Pengelolaan Sarana
Taman
Perawatan dan
penataan taman
Kebersihan WC
(berlaku bagi
taman yang
diakses
masyarakat)
Air bersih di WC
(berlaku bagi
taman yang
diakses
masyarakat)
Aksesibilitas (nilai
maksimal pada
skala)
III.
1 Terminal Bus/Angkot Area terminal Sampah (termasuk
gulma)
jika ada
pembakaran
sampah, maksimal
pada skala sedang
Tempat sampah
Bertumpuk pada
tempat tertentu
Ada air bersih
yang mencukupi
Ada, kurang
terawat, jumlah
mencukupi
Bersih, terawat, dan wangi
antiseptik/pengharum
Bersih, terawat,
dan tidak bau
Sedikit
------------
Bersih, tidak
bau, tapi tidak
terawat,
dan/atau bersih,
bau, terawat
Ada, terawat,
jumlah kurang
Ada, tidak
terawat, jumlah
kurang
Sangat kotor
dan sangat bau
dan/ atau WC
tidak difungsikan
Tidak ada tempat
sampah
Bertumpuk dan
berserakan
SARANA TRANSPORTASI
Kotor dan bau
41% s/d 60% Lebih dari 81% Kurang dari 20%
Tidak terawat
dan tidak tertata
Berserakan
21% s/d 40%
Bertumpuk pada
tempat tertentu
Tidak terawat
tetapi tertata
Tidak diakses
masyarakat
Bertumpuk dan
berserakan
Tidak ada air
bersih
Tidak ada tempat
Ada air bersih,
tetapi tidak
mencukupi
Ada, terawat,
jumlah kurang
Ada, tidak
terawat, jumlah
kurang
Sedikit Sampah Berserakan
Terawat tetapi
tidak tertata
61% s/d 80%
Ada, kurang
terawat, jumlah
mencukupi
Terawat dan
tertata
Dapat diakses
masyarakat
Ada, terawat dan jumlah
mencukupi
------------
Tidak ada sampah/sangat
bersih
Tidak ada sampah/sangat
bersih
Ada, terawat dan jumlah
mencukupi
Terawat dan tertata, serta
memiliki fungsi (misalnya:
taman bermain, areal olah
raga)
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
Drainase Sampah
(termasuk gulma,
sedimen)
RTH Pohon peneduh :
sebaran
Pohon peneduh :
Fungsi
Penghijauan
TPS Bangunan fisik
Sampah
Pengelolaan Sarana
Terminal
Sampah ruang
tunggu
Tempat sampah
ruang tunggu
Kebersihan WC
Ada, kurang
terawat, jumlah
mencukupi
Memenuhi fungsi
peneduh di tiga
perempat lokasi
(75%)
Sedikit sampah
Memenuhi fungsi
penghijauan di
tiga perempat
lokasi (75%)
Bersih, terawat,
dan tidak bau
Bersih, tidak
bau, tapi tidak
terawat,
dan/atau bersih,
bau, terawat
Ada sedikit dan
tidak menyumbat
Ada di tiga
perempat lokasi
(75%)
Memenuhi fungsi peneduh di
seluruh lokasi
Bersih, terawat, dan wangi
antiseptik/pengharum
Ada, tertutup,
terawat
Ada seluruh lokasi
Berserakan di
luar TPS/
kontener
Kotor dan bau
Tidak memenuhi
fungsi peneduh
Bertumpuk di
seluruh selokan
dan menyumbat
Tidak ada
bangunan fisik
Bertumpuk dan
berserakan
Bertumpuk di
sebagian besar
selokan dan
menyumbat
Bertumpuk di
sebagian kecil
selokan dan
menyumbat
Bertumpuk pada
tempat tertentu
Bertumpuk
ditempat tertentu
di luar TPS/
kontener
Memenuhi fungsi
peneduh di
setengah lokasi
(50%)
Memenuhi fungsi
peneduh di
seperempat
lokasi (25%)
Memenuhi fungsi
penghijauan di
seperempat
lokasi (25%)
Ada, terbuka,
tidak terawat
Ada, terawat,
jumlah kurang
Ada di
seperempat
lokasi (25%)
Tidak ada
penghijauan
Ada, tidak
terawat, jumlah
kurang
Berserakan
Berserakan dan
bertumpuk di
luar TPS/
kontener atau
ada pembakaran
Sangat kotor
dan sangat bau
dan/ atau WC
tidak difungsikan
Tidak ada
tempat sampah
Tidak ada pohon
peneduh
Ada di setengah
lokasi (50%)
Ada, terbuka,
terawat /
tertutup tidak
terawat /
tertutup terpal
Memenuhi fungsi
penghijauan di
setengah lokasi
(50%)
Sedikit di luar
TPS/ kontener
Tidak ada di seluruh selokan
Tidak ada sampah di luar TPS/
kontener
------------
Tidak ada sampah/sangat
bersih
------------
Ada, terawat dan jumlah
mencukupi
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
Air bersih di WC
PKL (khusus yang
ada PKL)
Fisik lapak
Sampah
Tempat sampah
2 Stasiun KA Area stasiun KA Sampah (termasuk
gulma)
jika ada
pembakaran
sampah,maksimal
pada skala sedang
Tempat sampah
Drainase Sampah
(termasuk gulma,
sedimen)
RTH Pohon peneduh :
sebaran
Pohon peneduh :
Fungsi
Ada air bersih
yang mencukupi
Sedikit
------------
Bertumpuk pada
tempat tertentu
Kurang tertata
rapi, tidak
mengganggu lalu
lintas dan pejalan
kaki
Ada di setengah
lokasi (50%)
Memenuhi fungsi
peneduh di
seperempat
lokasi (25%)
Ada sedikit dan
tidak menyumbat
Sedikit
Tertata rapi,
tidak
mengganggu lalu
lintas dan pejalan
kaki
Ada
Bertumpuk di
sebagian kecil
selokan dan
menyumbat
Tidak ada di seluruh selokan
Memenuhi fungsi peneduh di
seluruh lokasi
Ada, terawat dan jumlah
mencukupi
Ada seluruh lokasi
Ada, kurang
terawat, jumlah
mencukupi
Ada di tiga
perempat lokasi
(75%)
Kurang tertata
rapi,
mengganggu
pejalan kaki tapi
tidak
mengganggu lalu
lintas
------------
Memenuhi fungsi
peneduh di tiga
perempat lokasi
(75%)
------------
Ada, tidak
terawat, jumlah
kurang
Memenuhi fungsi
peneduh di
setengah lokasi
(50%)
Berserakan
Bertumpuk di
sebagian besar
selokan dan
menyumbat
Ada air bersih,
tetapi tidak
mencukupi
Bertumpuk pada
tempat tertentu
Berserakan
Tidak ada tempat
Bertumpuk dan
berserakan
Tidak ada
Tidak tertata,
mengganggu lalu
lintas dan pejalan
kaki
Bertumpuk di
seluruh selokan
dan menyumbat
Tidak memenuhi
fungsi peneduh
Tidak ada pohon
peneduh
Ada di
seperempat
lokasi (25%)
Bertumpuk dan
berserakan
Tidak ada air
bersih
Tidak ada sampah/sangat
bersih
Ada, terawat,
jumlah kurang
Tidak ada sampah/sangat
bersih
------------
------------
Tertata sangat rapi, tidak
mengganggu lalu lintas dan
pejalan kaki, serta lapak
seragam
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
Penghijauan
TPS Bangunan fisik
Sampah
Pengelolaan Sarana
Stasiun
Sampah ruang
tunggu
Tempat sampah
ruang tunggu
Kebersihan WC
Air bersih di WC
PKL (khusus yang
ada PKL)
Fisik lapak
Sedikit
Bersih, terawat,
dan tidak bau
Bertumpuk pada
tempat tertentu
Ada, terawat,
jumlah kurang
Bersih, tidak
bau, tapi tidak
terawat,
dan/atau bersih,
bau, terawat
Kurang tertata
rapi,
mengganggu
pejalan kaki tapi
tidak
mengganggu lalu
lintas
Kurang tertata
rapi, tidak
mengganggu lalu
lintas dan pejalan
kaki
Berserakan
Tertata rapi,
tidak
mengganggu lalu
lintas dan pejalan
kaki
Ada air bersih,
tetapi tidak
mencukupi
------------
------------
Tidak ada sampah di luar TPS/
kontener
Memenuhi fungsi
penghijauan di
tiga perempat
lokasi (75%)
Tertata sangat rapi, tidak
mengganggu lalu lintas dan
pejalan kaki, serta lapak
seragam
Ada, kurang
terawat, jumlah
mencukupi
Ada air bersih
yang mencukupi
Ada, tidak
terawat, jumlah
kurang
Memenuhi fungsi
penghijauan di
seperempat
lokasi (25%)
Berserakan di
luar TPS/
kontener
Ada, terbuka,
tidak terawat
Ada, terbuka,
terawat /
tertutup tidak
terawat /
tertutup terpal
Kotor dan bau
Memenuhi fungsi
penghijauan di
setengah lokasi
(50%)
Tidak ada
bangunan fisik
Tidak ada air
bersih
Sangat kotor
dan sangat bau
dan/ atau WC
tidak difungsikan
Tidak ada tempat
Berserakan dan
bertumpuk di
luar TPS/
kontener atau
ada pembakaran
Tidak ada
penghijauan
Bertumpuk dan
berserakan
Tidak tertata,
mengganggu lalu
lintas dan pejalan
kaki
Sedikit di luar
TPS/ kontener
Bertumpuk
ditempat tertentu
di luar TPS/
kontener
------------
Ada, terawat dan jumlah
mencukupi
------------
Bersih, terawat, dan wangi
antiseptik/pengharum
Ada, tertutup,
terawat
Tidak ada sampah/Sangat
bersih
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
Sampah
Tempat sampah
3. Pelabuhan Penumpang
Badan air Sampah
Area pelabuhan
(termasuk terminal
penumpang)
Sampah (termasuk
gulma)
jika ada
pembakaran
sampah, maksimal
pada skala sedang
Tempat sampah
Drainase Sampah
(termasuk gulma,
sedimen)
RTH Pohon peneduh :
sebaran
Pohon peneduh :
Fungsi
Memenuhi fungsi
peneduh di tiga
perempat lokasi
(75%)
Bertumpuk di
sebagian besar
selokan dan
menyumbat
Berserakan
Ada di
seperempat
lokasi (25%)
Memenuhi fungsi
peneduh di
seperempat
lokasi (25%)
Ada
Bertumpuk pada
tempat tertentu
Bertumpuk pada
tempat tertentu
Ada di setengah
lokasi (50%)
Ada, terawat,
jumlah kurang
Memenuhi fungsi
peneduh di
setengah lokasi
(50%)
------------
Ada di tiga
perempat lokasi
(75%)
Sedikit sampah
Bertumpuk di
sebagian kecil
selokan dan
menyumbat
Ada sedikit dan
tidak menyumbat
Bertumpuk pada
tempat tertentu
------------
Tidak ada sampah/sangat
bersih
Tidak ada di seluruh selokan
Memenuhi fungsi peneduh di
seluruh lokasi
Ada seluruh lokasi
Ada, tidak
terawat, jumlah
kurang
Berserakan Bertumpuk dan
berserakan
Bertumpuk dan
berserakan
Bertumpuk dan
berserakan
Tidak ada pohon
peneduh
Tidak memenuhi
fungsi peneduh
------------
Berserakan
Tidak ada
Tidak ada
tempat sampah
Bertumpuk di
seluruh selokan
dan menyumbat
Ada, terawat dan jumlah
mencukupi
Sedikit sampah
Tidak ada sampah/sangat
bersih
Tidak ada sampah/sangat
bersih
Sedikit sampah
Ada, kurang
terawat, jumlah
mencukupi
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
Penghijauan
Pengelolaan Sarana
Pelabuhan (bagi
pelabuhan yang
memiliki terminal
penumpang)
Sampah ruang
tunggu
Tempat sampah
ruang tunggu
Kebersihan WC
Air bersih di WC
TPS Bangunan fisik
Sampah
Kotor dan bau
Memenuhi fungsi
penghijauan di
seperempat
lokasi (25%)
Sedikit sampah Berserakan
Ada, terawat,
jumlah kurang
Bertumpuk pada
tempat tertentu
Ada air bersih,
tetapi tidak
mencukupi
Memenuhi fungsi
penghijauan di
setengah lokasi
(50%)
Ada, kurang
terawat, jumlah
mencukupi
------------
Bersih, terawat, dan wangi
antiseptik/pengharum
Tidak ada sampah/sangat
bersih
Ada, terawat dan jumlah
mencukupi
------------
Tidak ada sampah di luar TPS/
kontener
------------
Bersih, tidak
bau, tapi tidak
terawat, dan
/atau bersih,
bau, terawat
Bertumpuk
ditempat tertentu
di luar TPS/
kontener
Ada air bersih
yang mencukupi
Berserakan di
luar TPS/
kontener
Tidak ada
bangunan fisik
Ada, terbuka,
tidak terawat
------------
Sangat kotor
dan sangat bau
dan/ atau WC
tidak difungsikan
Bertumpuk dan
berserakan
Ada, tidak
terawat, jumlah
kurang
Tidak ada
penghijauan
Tidak ada
Tidak ada air
bersih
Berserakan dan
bertumpuk di
luar TPS/
kontener atau
ada pembakaran
Sedikit di luar
TPS/ kontener
Ada, terbuka,
terawat /
tertutup tidak
terawat /
tertutup terpal
Ada, tertutup,
terawat
Bersih, terawat,
dan tidak bau
Memenuhi fungsi
penghijauan di
tiga perempat
lokasi (75%)
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
PKL (khusus yang
ada PKL)
Fisik lapak
Sampah
Tempat Sampah
IV
1. Sungai/Danau/Situ Badan air Sampah (termasuk
gulma, sedimen)
Bantaran Ruang terbuka
hijau
Sampah
2. Saluran terbuka Badan air Sampah (termasuk
gulma, sedimen)
V
1. TPA Prasarana dasar,
sarana penunjang,
dan kondisi area
Jalan masuk/
operasi
Kurang tertata
rapi,
mengganggu
pejalan kaki tapi
tidak
mengganggu lalu
lintas
Berserakan Sedikit sampah
------------
Tidak ada sampah/sangat
bersih
Bertumpuk pada
tempat tertentu
Ada ruang
terbuka hijau
disepanjang
bantaran yang
didominasi
perdu
Kurang tertata
rapi, tidak
mengganggu lalu
lintas dan pejalan
kaki
Bertumpuk pada
tempat tertentu
Sedikit Sampah
------------
Bertumpuk pada
tempat tertentu
SARANA KEBERSIHAN
(1 lokasi minimal 2 titik pantau)
Tidak ada
Tidak tertata,
mengganggu lalu
lintas dan pejalan
kaki
------------
Perairan Terbuka
Bertumpuk dan
berserakan
Bertumpuk dan
berserakan
Bertumpuk dan
berserakan
Ada beberapa
permukiman
tidak padat dan
ada ruang
terbuka hijau di
sebagian
bantaran
Bertumpuk dan
berserakan
Tidak ada
pepohonan
disepanjang
bantaran dan
atau padat
dengan
permukiman
Berserakan
Berserakan
Berserakan
Jalan rusak dan
bergelombang
Jalan rusak /
bergelombang
Tidak ada sampah/sangat
bersih
Tidak ada sampah/sangat
bersih
Ada ruang terbuka hijau
disepanjang bantaran yang
didominasi pepohonan
Tidak ada sampah/sangat
bersih
Jalan rata dan tidak rusak,
dilengkapi drainase dan pohon
peneduh cukup memadai
Sedikit Sampah
Sedikit Sampah
Tertata rapi,
tidak
mengganggu lalu
lintas dan pejalan
kaki
Jalan rata, tidak
rusak, dan
dilengkapi
drainase dan
sedikit pohon
Jalan rata
sedikit rusak
Bertumpuk pada
tempat tertentu
Tertata sangat rapi, tidak
mengganggu lalu lintas dan
pejalan kaki, serta lapak
seragam
Ada
Ada ruang
terbuka hijau
disebagian
bantaran yang
didominasi
pepohonan
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
Kantor/pos jaga
Pagar
Garasi di lokasi
TPA
Truk sampah
Lalat
Asap
Pohon peneduh
------------
Ada pohon pelindung dengan
jarak rapat di sekeliling TPA
dan ada penghijauan di dalam
area TPA
Ada asap terus
menerus, berasal
dari 3/4 bagian
lokasi
penimbunan
Ada pohon
pelindung dengan
jarak kurang
rapat di sekeliling
TPA
Ada sedikit
pohon pelindung
Ada pagar di
sebagian kecil
lahan
Tidak ada garasi,
alat berat
diparkir dengan
penutup
Tidak ada pos /
kantor
------------
Ada asap terus
menerus, berasal
dari seluruh
bagian tempat
penimbunan
Tidak ada pagar
TPA
Banyak lalat di
seluruh lokasi
TPA dan di luar
TPA
Banyak lalat di
sebagian besar
area TPA
Tidak ada garasi,
alat berat
diparkir di
tempat terbuka
Ada bangunan
pos jaga / kantor
tetapi tidak
difungsikan dan
tidak terawat
Tidak ada pohon
peneduh
Terbuka, tidak
terawat, dan ada
ceceran lindi
Tidak ada asap
Ada garasi dilengkapi sarana
pemeliharaan ringan
Tidak ada lalat di area TPA
Ada pos jaga/kantor, ada
petugas, dilengkapi denah blok
operasi TPA, alat komunikasi,
berfungsi, dan terawat baik
Ada pagar di sekeliling TPA
serta terawat baik
Ada pos
jaga/kantor, ada
petugas,
dilengkapi
informasi denah
blok operasi TPA
Terbuka,
terawat/tertutup
tidak terawat
Banyak lalat di
sebagian kecil
area TPA
Ada pos jaga /
kantor, ada
petugas, tidak
tersedia denah
blok operasi TPA
Ada garasi cukup
untuk parkir alat
berat
Ada asap terus
menerus, berasal
dari 1/2 bagian
lokasi
penimbunan
Tertutup, terawat
Ada garasi cukup
dilengkapi sarana
pencucian
Ada pagar di
sekeliling TPA,
kurang terawat
Ada pagar di
sebagian besar
lahan kurang
terawat
Ada pohon
pelindung dengan
jarak rapat di
sekeliling TPA
Sedikit lalat di
sebagian kecil
area TPA
Ada sedikit asap
dan segera ada
penanganan
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
Sumur pantau /
monitoring (bukan
sumur penduduk)
Catatan: apabila
tidak ada
pengolahan lindi,
maka sumur pantau
dianggap tidak ada)
Prasarana dan
sarana utama
Alat berat
Sistem pencatatan
sampah
Sarana pencegahan
dan pengendalian
pencemaran
Drainase Ada di sekeliling TPA dan di
sekeliling zona pembuangan,
dan tidak ada sampah di
seluruh selokan
Tersedia lebih dari satu sumur
pada bagian hilir dan berfungsi
serta terdapat minimal 1 pada
bagian hulu (berkontur tinggi)
dari lahan TPA dan berfungsi
Ada pencatatan setiap hari
volume dan/atau berat sampah
(jumlah ritasi dan kapasitas
truk dan ada jembatan
timbang)
------------
Ada pencatatan
setiap hari truk
sampah yang
masuk
Tersedia minimal
satu pada bagian
hilir dari lahan
TPA dan
berfungsi
(terdapat air
tanah di
dalamnya)
Ada pencatatan
tapi tidak setiap
hari
Tersedia sumur
pantau tetapi
tidak di bagian
hilir (terendah)
TPA, dan/atau
tidak terdapat air
tanah di
dalamnya
Ada di sebagian
besar TPA, ada
sampah dan
menyumbat
dan/atau ada di
sebagian kecil
TPA, sedikit
sampah tidak
menyumbat
Ada tetapi tidak
beroperasi baik /
sering rusak;
atau ada tetapi
bukan milik
sendiri
Ada di sebagian
kecil TPA,
sampah
bertumpuk di
sebagian besar
selokan dan
menyumbat
Tidak tersedia
sumur pantau /
monitoring
Tidak ada
pencatatan
Tidak ada
Tidak ada alat
berat
Ada dan dapat
beroperasi baik
Ada, beroperasi
baik, dan
mencukupi
Tersedia lebih
dari satu sumur
pada bagian hilir
dan berfungsi
Ada di sekeliling
TPA, sedikit
sampah dan
tidak menyumbat
Ada pencatatan
setiap hari
volume sampah
(jumlah ritasi dan
kapasitas truk)
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
Lindi/saluran lindi
Penanganan gas
Sampah pada zona
aktif
Pengaturan lahan
Penimbunan /
pengisian sampah
(bila pengaturan
lahan 30,
penimbunan
langsung 30)
Penutupan sampah
dengan tanah
(untuk kota
metropolitan dan
besar)
Ada penyaluran sebagian besar
lindi dan diolah dengan sistem
aerasi (nilai maksimum untuk
TPA sanitary landfill)
Ada pipa gas, jumlah
mencukupi, berfungsi dan
dilengkapi pemanfaatan gas
Tidak ada sampah terbuka
kecuali pada zona aktif
Ada saluran tapi
tidak ada
pengolahan lindi
atau ada
pengolahan lindi
tetapi tidak ada
saluran lindi
(menggunakan
drainase)
Ada pengaturan zona, blok dan
sel dengan tanda dan batas
yang jelas di lapangan
Dilakukan
seminggu sekali
Sampah terbuka
sekitar 25 %
terhadap lahan
pembuangan
Ada pengaturan
zona, blok, dan
sel dengan tanda
yang jelas di
lapangan
Dilakukan pada sel yang benar
disertai perataan dan
pemadatan
Dilakukan setiap tiga hari
sekali
Dilakukan di
sembarang
tempat
Ada pipa gas,
jumlah
mencukupi dan
berfungsi
Ada pipa gas
dalam jumlah
yang tidak
mencukupi atau
berlebihan dan
tidak berfungsi
Sampah terbuka
sekitar 50 %
terhadap lahan
pembuangan
Dilakukan pada
zona / blok yang
benar
Ada pengaturan
zona dan blok,
tidak ada sel
Dilakukan dua
minggu sekali
Ada penyaluran
sebagian kecil
lindi dan diolah
(nilai maksimum
untuk TPA open
dumping)
Dilakukan lebih
dari setahun
atau tidak ada
penutupan sama
sekali
Dilakukan
sebulan sampai
dengan setahun
sekali
Tidak ada
fasilitas
penanganan gas
metan
Tidak ada
pengaturan lahan
atas zona, blok,
dan sel
Sampah terbuka
di seluruh
permukaan lahan
pembuangan
Tidak ada
saluran dan
pengolahan
lindi
Sampah terbuka
sekitar 75 %
terhadap lahan
pembuangan
Dilakukan pada
sel yang benar
Ada pengaturan
zona, blok. dan
sel
Ada pipa gas,
jumlah
mencukupi,
berfungsi dan
dilengkapi
pembakaran
Ada penyaluran
sebagian besar
lindi dan diolah
dengan bak
pengendapan
(nilai maksimum
untuk TPA
control landfill)
Dilakukan pada
sel yang benar
disertai perataan
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
Penutupan sampah
dengan tanah
(untuk kota sedang
dan kecil)
VI. PANTAI WISATA
1. Pantai Wisata Jalan Sampah (termasuk
gulma)
Drainase Sampah drainase
(termasuk gulma,
sedimen)
RTH Pohon peneduh :
Sebaran
Pohon peneduh :
Fungsi
Pengelolaan sarana
areal pantai (tepi
jalan sampai air
laut)
Sampah di areal
pantai (termasuk
gulma)
jika ada
pembakaran
sampah, maksimal
pada skala sedang
Tempat sampah di
areal pantai
Kebersihan WC
Air bersih di WC
jika ada
pembakaran
sampah, maksimal
pada skala sedang
Memenuhi fungsi peneduh di
seluruh lokasi
Dilakukan lima hari sekali
------------
Tidak ada sampah/sangat
bersih
Ada, terawat dan jumlah
mencukupi
Tidak ada di seluruh selokan
Ada seluruh lokasi
Tidak ada sampah/sangat
bersih
Dilakukan satu
sampai dua
minggu sekali
Dilakukan lebih
dari setahun
atau tidak ada
penutupan sama
sekali
Tidak memenuhi
fungsi peneduh
Bertumpuk dan
berserakan
Dilakukan
sebulan sekali
Sangat kotor
dan sangat bau
dan atau WC
tidak difungsikan
Kotor dan bau
------------ Tidak ada air
bersih
Ada di tiga
perempat lokasi
(75%)
Bersih, terawat,
dan tidak bau
Ada air bersih,
tetapi tidak
mencukupi
Memenuhi fungsi
peneduh di
seperempat
lokasi (25%)
Bersih, terawat, dan wangi
antiseptik /pengharum
Tidak ada pohon
peneduh
Memenuhi fungsi
peneduh di
setengah lokasi
(50%)
Tidak ada
tempat sampah
Ada di
seperempat
lokasi (25%)
Ada, kurang
terawat, jumlah
mencukupi
Ada, tidak
terawat, jumlah
kurang
Bertumpuk dan
berserakan
Berserakan
Bertumpuk di
seluruh selokan
dan menyumbat
Bertumpuk di
sebagian besar
selokan dan
menyumbat
Dilakukan dua
bulan sampai
dengan setahun
sekali
Berserakan
Ada air bersih
yang mencukupi
Ada, terawat,
jumlah kurang
Bertumpuk pada
tempat tertentu
Sedikit Sampah Bertumpuk pada
tempat tertentu
Memenuhi fungsi
peneduh di tiga
perempat lokasi
(75%)
Bersih, tidak
bau, tapi tidak
terawat, dan atau
bersih, bau,
terawat
Bertumpuk di
sebagian kecil
selokan dan
menyumbat
Ada di setengah
lokasi (50%)
Ada sedikit dan
tidak menyumbat
Sedikit Sampah
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
TPS Bangunan fisik
Sampah
PKL (khusus yang
ada PKL)
Fisik lapak
Sampah
Tempat sampah
Permukiman
Jalan
Pasar
Pertokoan
Perkantoran
Sekolah
------------
Tidak ada sampah/sangat
bersih
> 50 %
------------
Tertata sangat rapi, tidak
mengganggu lalu lintas dan
pejalan kaki, serta lapak
seragam
> 50 %
40 < x < 50 %
> 50 %
Tidak ada sampah di luar TPS/
kontener
> 50 %
30< x < 40%
Persentase
merupakan
perbandingan
jumlah keberadaan
fasilitas pemilahan
dengan jumlah
titik pantau untuk
masing-masing
lokasi
30< x < 40% > 50 % Tidak ada
Tidak ada
1< x < 30%
Tidak ada
1< x < 30%
1< x < 30%
1< x < 30%
Tidak ada
Ada ------------ ------------
Tidak tertata,
mengganggu lalu
lintas dan pejalan
kaki
Kurang tertata
rapi,
mengganggu
pejalan kaki tapi
tidak
mengganggu lalu
lintas
Bertumpuk pada
tempat tertentu
Berserakan
Tidak ada
Bertumpuk dan
berserakan
Tidak ada
bangunan fisik
Ada, terbuka,
tidak terawat
Berserakan dan
bertumpuk di
luar TPS/
kontener
Berserakan di
luar TPS/
kontener
Ada, terbuka,
terawat /
tertutup tidak
terawat /
tertutup terpal
Ada, tertutup,
terawat
Sedikit di luar
TPS/ kontener
Kurang tertata
rapi, tidak
mengganggu lalu
lintas dan pejalan
kaki
Bertumpuk
ditempat tertentu
di luar TPS/
kontener
Tidak ada
Tidak ada 1< x < 30%
PEMILAHAN SAMPAH
40 < x < 50 %
Sedikit
Tertata rapi,
tidak
mengganggu lalu
lintas dan pejalan
kaki
40 < x < 50 %
30< x < 40%
1< x < 30%
30< x < 40%
30< x < 40%
40 < x < 50 %
40 < x < 50 %
> 50 % 40 < x < 50 % 30< x < 40%
Keberadaan fasilitas
pemilahan sampah
(kota metropolitan dan
besar)
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
Terminal
Bus/Angkot
Stasiun KA
Pelabuhan
Penumpang
Puskesmas
Taman Kota
TPA
Pantai Wisata
Permukiman
Jalan
Pasar
Pertokoan
Perkantoran
Sekolah
Terminal
Bus/Angkot
Stasiun KA
Keberadaan fasilitas
pemilahan sampah
(kota sedang dan kecil)
> 50 %
> 60 %
> 60 %
> 60 %
> 60 %
> 50 %
> 50 %
> 50 %
> 50 %
50 < x < 60 %
50 < x < 60 %
50 < x < 60 % > 60 %
> 50 %
> 60 %
> 60 %
1 < x < 40%
Tidak ada 1< x < 30%
Tidak ada
Tidak ada
1 < x < 40%
Tidak ada
40 < x < 50 %
40 < x < 50 %
30< x < 40%
40 < x < 50%
40 < x < 50%
40 < x < 50 %
40 < x < 50% 50 < x < 60 %
40 < x < 50 %
50 < x < 60 % > 60 %
1 < x < 40% 40 < x < 50%
30< x < 40%
Tidak ada 1< x < 30%
Tidak ada
Tidak ada
1< x < 30%
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada 1< x < 30%
Tidak ada
1< x < 30% 30< x < 40%
30< x < 40%
Tidak ada 1< x < 30% 30< x < 40% 40 < x < 50 % > 50 %
Tidak ada 1< x < 30% 30< x < 40% 40 < x < 50 %
50 < x < 60 %
50 < x < 60 %
30< x < 40% 40 < x < 50 %
1 < x < 40% 40 < x < 50%
1 < x < 40%
Tidak ada 1 < x < 40% 40 < x < 50%
1 < x < 40% 40 < x < 50%
Tidak ada 1 < x < 40% 40 < x < 50% 50 < x < 60 %
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
Pelabuhan
Penumpang
Puskesmas
Taman Kota
TPA
Pantai Wisata
Pemilahan Permukiman
-
Jalan
-
Pasar
-
Pertokoan -
Perkantoran
-
Sekolah
-
Terminal
Bus/Angkot
-
Stasiun KA -
Pelabuhan
Penumpang
-
Puskesmas - 30 < x < 50%
30 < x < 50%
> 60 %
50 < x < 60 %
10 < x < 30%
Tidak ada
Tidak ada
>50 %
>50 % Tidak ada
30 < x < 50%
10 < x < 30%
10 < x < 30% 30 < x < 50%
10 < x < 30% 30 < x < 50%
10 < x < 30%
> 60 %
40 < x < 50%
40 < x < 50%
1 < x < 40%
30 < x < 50%
10 < x < 30%
30 < x < 50%
> 60 %
> 60 % 50 < x < 60 %
>50 %
>50 %
> 60 %
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
1 < x < 40%
1 < x < 40%
Tidak ada
40 < x < 50% 50 < x < 60 %
Tidak ada 1 < x < 40% 40 < x < 50% 50 < x < 60 %
1 < x < 40% 40 < x < 50% 50 < x < 60 %
Tidak ada >50 %
Tidak ada >50 %
10 < x < 30% 30 < x < 50%
Tidak ada
Tidak ada >50 %
Tidak ada >50 %
Tidak ada >50 %
10 < x < 30%
>50 % 10 < x < 30%
30 < x < 50%
10 < x < 30% 30 < x < 50%
proses pemilahan
sama dengan di
permukiman
Tidak ada
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
Taman Kota -
Pantai Wisata -
Permukiman
Perkantoran
Pasar
Sekolah
TPA (jika ada, nilai
maksimal pada
skala; jika Tidak
Ada nilai minimal
pada skala)
Permukiman
Perkantoran
Pasar
Sekolah
TPA (jika ada, nilai
maksimal pada
skala; jika Tidak
Ada nilai minimal
pada skala)
Kegiatan
Recycle/daur
ulang
Tidak ada
Keberadaan (kota
sedang dan kecil)
Jenis fasilitas
10 < x < 30%
Hanya ada
Komposter atau
Fasilitas DU
anorganik
Ada komposter
dan Fasilitas DU
anorganik namun
lokasi terpisah
Ada komposter
dan Fasilitas DU
anorganik dalam
satu lokasi
-----
30 < x < 50%
> 50 %
------
> 60 %
---------
30< x < 40%
Tidak ada
40 < x < 50%
40 < x < 50%
1< x < 30%
> 60 %
50 < x < 60 %
50 < x < 60 %
Ada
40 < x < 50 % > 50 %
------
> 60 %
40 < x < 50%
10 < x < 30% 30 < x < 50%
-------
1< x < 30%
Tidak ada 1 < x < 40%
1 < x < 40%
1 < x < 40%
1 < x < 40%
30< x < 40%
---------
40 < x < 50 %
40 < x < 50 %
40 < x < 50 %
Tidak ada
PENGOLAHAN SAMPAH
Keberadaan (kota metro
dan besar)
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada >50 %
> 50 %
> 50 %
Ada
> 60 %
50 < x < 60 %
1< x < 30%
50 < x < 60 %
-------
40 < x < 50%
30< x < 40%
30< x < 40% Tidak ada
1< x < 30%
Tidak ada >50 %
Sangat Baik
81 - 90
Jelek
NILAI
Baik
61-70 71 - 80 46-60
Sedang
LOKASI KOMPONEN SUB KOMPONEN
Sangat jelek
30-45
KETERANGAN
Proses di
permukiman
Proses di pasar
Proses di sekolah
Proses di kantor
Proses di TPA
Pengolahan skala
kawasan/ sentra
Dinilai 1 x dalam 1
periode
Skala Kota
Dinilai 1 x dalam 1
periode
Proses berjalan kontinyu dan
dipasarkan
10 < x < 30%
0 < x < 1%
10 < x < 30% 30 < x < 50%
>50 % 30 < x < 50%
1 < x < 10%
10 < x < 30%
Proses pengolahan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Proses berjalan
kontinyu
>50 %
>50 %
>50 %
Tidak berkurang 0 < x < 1%
>20% 10 < x < 20%
>20% 1 < x < 10%
Tidak ada
Persentase sampah
terolah
Tidak ada ------
30 < x < 50%
30 < x < 50%
10 < x < 30%
Tidak diolah
Persentase
pengurangan sampah
10 < x < 20%
Proses berjalan
tidak kontinyu
1

LAMPIRAN IV
PERATURAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 07 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN
PROGRAM ADIPURA

MEKANISME PEMANTAUAN FISIK KABUPATEN/KOTA
PROGRAM ADIPURA

I. TUJUAN
Mekanisme pemantauan fisik bertujuan agar diperoleh persepsi yang
sama antar anggota tim pemantauan dalam pelaksanaan pemantauan
fisik kota peserta Program ADIPURA.

II. RUANG LINGKUP
A. Pemantauan fisik dilaksanakan melalui tahap persiapan, tahap
pelaksanaan, tahap evaluasi dan pelaporan.
B. Kota peserta Program ADIPURA dikelompokkan berdasarkan tipe
topografi:
a. kota berbukit-bukit;
b. kota berawa-rawa;
c. kota pantai;
d. kota datar.
C. Kota-kota dengan topografi seperti disebutkan dalam Ayat (3) butir b
akan diberikan tambahan nilai berdasarkan tingkat kesulitan
lapangan.

III. TAHAPAN PEMANTAUAN FISIK.

A. TAHAP PERSIAPAN.
A.1. Kebersihan dan Keteduhan
Pada tahap persiapan pemantauan, setiap anggota tim pemantau
fisik melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. mempelajari daftar isian yang dikirimkan oleh
bupati/walikota dan/atau profil kabupaten/kota, serta
menyusun ringkasan informasi awal.
2. menyiapkan, mempelajari dan memahami jadwal, rute dan
peta perjalanan ke lokasi penilaian.
3. membuat formulir isian nilai fisik untuk masing-masing kota
yang dilengkapi dengan nama dan alamat lengkap lokasi
penilaian.
4. membawa perlengkapan penilaian yang meliputi:
a. buku pedoman program adipura;
b. formulir isian nilai fisik;
c. kamera digital;
d. komputer notebook/laptop;
e. CD-R kosong; dan
2

f. peta administrasi ibukota kabupaten/kota.

A.2. Pengendalian Pencemaran Air
Pada tahap persiapan pemantauan, setiap anggota tim pemantau
fisik melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mempelajari daftar isian yang dikirimkan oleh
bupati/walikota dan/atau profil kabupaten/kota, serta
menyusun ringkasan informasi awal;
2. Menyiapkan, mempelajari dan memahami jadwal, rute dan
peta perjalanan ke lokasi penilaian;
3. Menyiapkan daftar pertanyaan dan data non fisik yang akan
diverifikasi di lapangan di samping data fisik yang memang
harus diperoleh di lapangan;
4. Memperbanyak formulir yang terkait dengan evaluasi
pelaksanaan pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air;
5. Menyiapkan daftar lokasi atau titik-titik posisi pemantauan
dan pengambilan sampel untuk disepakati dengan Tim
Provinsi dan Pengambil sampel dari Laboratorium.
6. Pertemuan koordinasi persiapan pelaksanaan penilaian
pelaksanaan pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air;
7. Pertemuan koordinasi dengan pihak laboratorium untuk
mempersiapkan pelaksanaan pengambilan sampel kualitas
air dan/atau air limbah;
8. Penetapan lokasi-lokasi pemantauan di lapangan
9. Membawa perlengkapan pemantauan yang meliputi:
a. buku pedoman Program Adipura;
b. formulir evaluasi pelaksanaan pengelolaan kualitas air
dan pengendalian pencemaran air;
c. kamera digital;
d. komputer notebook/laptop;
e. alat Pemantauan berupa Global Positioning System (GPS),
pengukur pH (pH meter atau kertas lakmus);
f. peta administrasi ibukota kabupaten/kota; dan
g. peta daerah aliran sungai di kabupaten/kota yang akan
dipantau.

A.3. Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan
Pada tahap persiapan pemantauan, setiap anggota tim pemantau
fisik melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. mempelajari daftar isian yang dikirimkan oleh bupati/walikota
dan/atau profil kabupaten/kota, serta menyusun ringkasan
informasi awal;
2. menyiapkan, mempelajari dan memahami jadwal, rute dan
peta perjalanan ke lokasi penilaian;
3. memperbanyak formulir yang terkait dengan evaluasi kualitas
udara;
4. rapat penentuan lokasi evaluasi kualitas udara;
5. survey stakeholder;
3

6. pengumpulan data sekunder;
7. membawa perlengkapan pemantauan yang meliputi:
a. buku pedoman Program Adipura;
b. formulir evaluasi kualitas udara;
c. kamera digital;
d. komputer notebook/laptop;
e. alat-alat pendukung pelaksanaan pemantauan; dan
f. peta administrasi ibukota kabupaten/kota.

Pengisian formulir data kota merupakan kegiatan non fisik yang
dipantau. Data kota yang diharapkan dipenuhi oleh setiap kota
berupa data tentang: Peraturan-peraturan daerah, strategi dan
rencana program peningkatan kualitas udara, anggaran kegiatan
peningkatan kualitas udara, kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan
peningkatan kualitas udara yang dilaksanakan oleh pemerintah kota.
Secara rinci, data dan informasi yang dibutuhkan dapat dilihat pada
kolom di bawah ini:



Daftar Data dan Informasi
1. Data muktahir jumlah kendaraan sesuai jenis kendaraan dalam 5 tahun terakhir
2. Peta dan data (geometrik, hirarki, kelas, dll) jaringan jalan perkotaan
3. Perencanaan pengelolaan/manajemen transportasi oleh pemda kota berikut kajian
studinya
4. Perencanaan tata kota
5. Data Volume lalu lintas, kapasitas, VCR dan kecepatan rata-rata pada ruas jalan
utama
6. Kebijakan transportasi/pengelolaan transportasi di perkotaan (Tatralok, RUJTJ, dll)
7. Data peta dasar wilayah, rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan peruntukan lahan
8. Data kependudukan dan sosial ekonomi masyarakat (dalam angka)
9. Peraturan daerah terkait dengan pengendalian pencemaran udara dari sumber
bergerak di daerah dan hasil implementasinya
10. Standar emisi polusi udara di daerah
11. Data hasil pemantauan kualitas udara(fik station dan roadside monitoring) 35 tahun
terakhir
12. Program-program pendukung pengendalian pencemaran udara dari sumber bergerak
tahun 2005, 2006 dan rencana program kedepan
13. Dokumentasi kegiatan terkait sosialisasi pengendalian pencemaran udara (car free
day, sepeda sehat, uji emisi, dll
14. Kajian/studi yang lainnya yang berkaitan dengan pencemaran udara perkotaan
termasuk data isian Wahana Tata Nugraha yang diajukan pada setiap tahunnya
15. Data Penderita ISPA dan hasil analisa kesehatan penderita pernapasan masyarakat
perkotaan
4

B. TAHAP PELAKSANAAN.
B.1. Kebersihan danKeteduhan :
1. Tim penilai dalam melakukan penilaian fisik berpedoman
pada panduan penentuan lokasi penilaian sebagaimana
ditentukan dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini.
2. Waktu penilaian fisik dilakukan antara pukul 07.00 sampai
dengan pukul 17.00 waktu setempat atau pada saat kegiatan
obyek yang dinilai sedang berlangsung.
3. Nilai tiap lokasi penilaian serta komponen dan sub
komponen harus diisi ke dalam formulir isian nilai fisik.
Nama dan alamat lokasi penilaian dicatat dalam formulir
isian nilai fisik dengan benar dan lengkap.
4. Melakukan penilaian secara bersama-sama dengan seluruh
anggota tim dan tidak dibenarkan melakukan penilaian
secara terpisah, sehingga penilaian terhadap suatu wilayah
penilaian dan lokasi yang dinilai didasarkan atas persepsi
yang sama seluruh anggota tim. Wilayah penilaian dan lokasi
yang dinilai meliputi:
a. Wilayah perkotaan secara umum.
1). mengamati seluruh wilayah perkotaan yang dinilai
untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi kota
tersebut.
2). pengamatan juga dapat membantu untuk
mengetahui apakah pengelolaan lingkungan
perkotaan dilakukan secara terencana atau
mendadak.
b. Lingkup lokasi yang dinilai meliputi:
1) Permukiman (wajib).
a). Menengah dan sederhana.
Meliputi perumahan dan/atau permukiman.
Penilaian permukiman menengah dan sederhana
(Gambar 1 dan Gambar 2), terdiri atas:
(1). Lingkungan permukiman.
Penilaian dilakukan terhadap jalan di
lingkungan perumahan (1) yang meliputi
jalan utama dan gang, tidak termasuk jalan
raya.
(2). Drainase (2).
Catatan:
(a). Untuk drainase, jika tertutup tidak dilakukan
penilaian.
(b). Sampah di saluran (drainase) termasuk gulma, dan
sedimen.

5


3
1
1
1
2
Deretan rumah
J
a
l
a
n

r
a
y
a

Gambar 1. Ilustrasi kawasan perumahan
Gambar 2. Kawasan perumahan

1
2
1
2



































(3) RTH.
Meliputi sebaran, fungsi pohon peneduh dan
penghijauan. Pohon peneduh merupakan pohon
yang berada di luar dan/atau di dalam halaman.
Apabila ada ruang, keteduhan dan penghijauan
dinilai, namun apabila tidak ada ruang yang
dinilai hanya penghijauan. Sedangkan untuk jalan
yang dinilai keteduhan.

Catatan:
(a). Perumahan menengah dan sederhana dengan jalan sempit
dan tidak ada ruang untuk menanam pohon (Gambar 3), tidak
dilakukan penilaian untuk pohon peneduh, namun dilakukan
6

penilaian untuk penghijauan (pot-pot tanaman dinilai sebagai
penghijauan). Nilai tertinggi adalah baik (71-80).
















Gambar 3.Ilustrasi penghijauan di perumahan menengah dan
sederhana.

(b). Perumahan menengah dan sederhana yang hanya punya
ruang untuk menanam pohon di halaman rumah (Gambar 4),
dapat dilakukan penilaian untuk pohon peneduh.















Gambar 4. Ilustrasi pohon peneduh di perumahan menengah
dan sederhana.

(4) TPS (3) .
Meliputi ketersediaan/bentuk fisik dan kebersihan
sekitar TPS.
Catatan:
(a). Jika ada pengangkutan langsung dari rumah ke TPA, TPS
tidak dinilai.
7

(b). Apabila tidak ada pengangkutan langsung, TPS harus dicari
dan dinilai meskipun tidak berada di lokasi penilaian tersebut.
TPS dapat berupa transfer depo yang terdiri atas 3 (tiga) jenis:
(1). Ada bangunan, landasan dan kontener (luas 200 m
2
).
(2). Ada bangunan, landasan dan kontener (luas 100-150 m
2
).
(3). Tidak ada bangunan, tetapi ada landasan dan kontener.
Jika transfer depo yang dinilai, wajib ada kontener, bak
penampung sampah atau gerobak sampah. Jika tidak ada,
dianggap tidak memiliki TPS.

b). Pasang surut (tidak wajib).
Meliputi permukiman yang berada di daerah
yang dipengaruhi oleh pasang surut air
laut/sungai. Permukiman pasang surut yang
dinilai terdiri atas:
(1). Lingkungan perumahan, meliputi jalan (1),
rumah (2) dan kolong/rawa-rawa (3) (Gambar
5 dan Gambar 6).
(2). RTH: hanya penghijauan yang dinilai.
(3). TPS, meliputi ketersediaan/bentuk fisik dan
kebersihan sekitar TPS.
Catatan:
(a). Jika ada pengangkutan langsung dari rumah ke TPA, TPS
tidak dinilai.
(b). Apabila tidak ada pengangkutan langsung, TPS harus dicari
dan dinilai walaupun tidak berada di lokasi penilaian tersebut
TPS dapat berupa transfer depo. Jenis transfer depo sama
dengan di penilaian permukiman menengah dan sederhana












Gambar 5. Ilustrasi perumahan pasang
2
2
2
1
2
3
3
3
3
1
Keterangan :
1. Jalan
(termasuk lingkungan perumahan)
2. Deretan rumah
8


















2) Fasilitas kota.
a). Jalan arteri dan kolektor.




















Gambar 7. Ilustrasi jalan arteri dan kolektor

Penilaian jalan (Gambar 7, Gambar 8 dan Gambar 9),
terdiri atas:
(1) Lingkungan (area) jalan, meliputi penilaian
kebersihan di badan jalan (1), median jalan dapat
berupa taman atau batas pemisah permanen (2),
jembatan penyeberangan/ penyeberangan under pass,
trotoar dan sekitarnya (3) serta PKL.

A
B
B
B
B
Keterangan:
A = jalan arteri/utama
B = jalan kolektor/penghubung

Gambar 6. Contoh salah satu perumahan pasang surut

1
2
3
9

(2) Trotoar.
(a). Merupakan bagian jalan yang diperuntukkan bagi
pejalan kaki walaupun hanya berupa tanah.
(b). Wajib dinilai untuk jalan kolektor untuk seluruh
kategori kota, sedangkan untuk jalan
arteri/utama wajib dinilai untuk kota metropolitan
dan kota besar saja, pada kota kategori sedang
dan kecil, jika tidak ada trotoar, trotoar tidak
dinilai dan jika ada, trotoar dinilai.
(c). Nilai sangat baik diberikan apabila terdapat nilai
estetika antara lain marka dan terawat.
(3) RTH.
(a). Penilaian hanya dilakukan terhadap pohon
peneduh di seluruh lokasi.
(b). Apabila pohon peneduh tersebut baru ditanam
nilai maksimal untuk fungsi peneduh adalah 65.
(4) Drainase terbuka (5).
(a). Apabila drainasenya tertutup, dianggap sebagai
bagian dari jalan, komponen drainase tidak
dinilai.
(b). Sampah di drainase termasuk gulma dan sedimen.
(5) Penataan PKL.
(a). PKL yang berpotensi menghasilkan sampah atau
mengganggu ketertiban umum.
(b). Penilaian PKL meliputi fisik lapak dan tempat
sampah.
(c). Jika tidak ada PKL, tidak dilakukan penilaian.




















Gambar 8. Ilustrasi Jalan
1
5
1
3
2
10




b). Pasar (wajib).
Meliputi pasar tradisional utama dan pasar induk.
Tidak termasuk dalam hal tersebut antara lain pasar
burung, konveksi, batu akik, dan onderdil. Penilaian
pasar (Gambar 10 dan Gambar 11), terdiri atas:
(1) Lingkungan pasar.
(a). Meliputi jalan di luar (1) dan di dalam
lingkungan pasar (2), tempat parkir (7 dan 8)
dan tempat sampah di lingkungan.
(b). Jalan raya/umum (3) tidak dinilai.

(2) Drainase terbuka (4).
(a). Apabila drainasenya tertutup, dianggap
sebagai bagian dari jalan, komponen drainase
tidak dinilai.
(b). Sampah di drainase termasuk gulma dan
sedimen.
(3) RTH .
(a). Meliputi sebaran, fungsi pohon peneduh, dan
penghijauan.
(b). Pohon peneduh merupakan pohon yang
berada di dalam lingkungan pasar.
(c). Pasar dengan areal yang sempit tidak ada
ruang untuk menanam pohon (Gambar 10
dan11), tidak dilakukan penilaian untuk
pohon peneduh, namun dilakukan penilaian
untuk penghijauan (pot-pot tanaman dinilai
sebagai penghijauan). Nilai tertinggi adalah
baik (71-80).
(4) Pengelolaan sarana pasar.
Gambar 9. Salah satu contoh jalan
2
3 1
11

Meliputi penataan kios/los pedagang (5),
kebersihan WC dan ketersediaan air bersih di WC.
(5) Penataan PKL.
(a). PKL yang berpotensi menghasilkan sampah
atau mengganggu ketertiban umum.
(b). Meliputi fisik lapak, sampah, dan tempat
sampah.
(b). Jika tidak ada PKL, tidak dilakukan penilaian.
(6) TPS (6).
Meliputi ketersediaan/bentuk fisik dan kebersihan
sekitar TPS dan/atau transfer depo (jika ada).
Jenis transfer depo sama dengan di penilaian
permukiman menengah dan sederhana.


































6
Gambar 10. Ilustrasi pasar
7
8
5
2
5 5 5
5 5 5 5
1
3
4 4
9
Gambar 11. Contoh sudut pasar
1 dan
7
4
2
5
12

c). Pertokoan.
Penilaian pertokoan (Gambar 12 dan Gambar 13)
terdiri atas:
(1) Lingkungan pertokoan.
Meliputi jalan di lingkungan pertokoan (1), tempat
parkir (2) dan trotoar (4).
Catatan:
Apabila lokasi pertokoan berada di jalan
arteri/kolektor yang merupakan lokasi penilaian
dinilai per segmen, tetapi apabila ada alternatif
jalan arteri/kolektor lainnya penilaian jalan
dipindahkan.
(2) RTH.
Penilaiannya sama dengan penilaian di pasar.
(3) Drainase (5).
(4) Penataan PKL.
(a). PKL yang berpotensi menghasilkan sampah
atau mengganggu ketertiban umum.
(b). Jika tidak ada PKL, tidak dilakukan penilaian
(penilaiannya sama dengan penilaian PKL di
jalan).
(5) TPS (3).
Meliputi ketersediaan/bentuk fisik dan kebersihan
sekitar TPS dan/atau transfer depo (jika ada).
Catatan:
(a). Jika ada pengangkutan langsung dari
pertokoan ke TPA, TPS tidak dinilai.
(b). Apabila tidak ada pengangkutan langsung,
TPS harus dicari dan dinilai walaupun tidak
berada di lokasi pantau tersebut. TPS dapat
berupa transfer depo. Jenis transfer depo
sama dengan di penilaian permukiman
menengah dan sederhana.

















2
1
4
5
toko toko
3
1
Gambar 12. Ilustrasi pertokoan
13














d). Perkantoran (wajib).
Meliputi kantor bupati/walikota dan kantor
pemerintahan daerah (eksekutif dan legeslatif)
lainnya. Kantor swasta dapat dimasukkan/dinilai
apabila kantor pemerintahan daerah sudah dinilai
seluruhnya. Penilaian perkantoran (Gambar 14 dan
Gambar 15) terdiri atas:
(1) Lingkungan kantor.
Meliputi jalan dilingkungan kantor (1),
lapangan/halaman/ruang terbuka (3), dan
tempat parkir (6).
(2) Drainase (4) terbuka.
(a). Apabila drainasenya tertutup, dianggap
sebagai bagian dari jalan, komponen
drainase tidak dinilai.
(b). Sampah di drainase termasuk gulma dan
sedimen.
(3) RTH.
Penilaiannya sama dengan penilaian di pasar.
(4) TPS (5).
Meliputi ketersediaan/bentuk fisik dan
kebersihan sekitar TPS.
Catatan:
(a). Jika ada pengangkutan langsung dari
perkantoran ke TPA, TPS tidak dinilai.
(b). Apabila tidak ada pengangkutan langsung,
(c). TPS harus dicari dan dinilai walaupun tidak
berada di lokasi penilaian tersebut. TPS
dapat berupa transfer depo. Jenis transfer
depo sama dengan di penilaian permukiman
menengah dan sederhana

Gambar 13. Contoh sudut pertokoan
2
1
4
14







































e). Sekolah (wajib).
Meliputi sekolah negeri (SD, SMP, dan SMA atau
sederajat), sedangkan TK, perguruan tinggi dan
sekolah swasta dapat dilakukan penilaian apabila
sekolah negeri sudah dinilai seluruhnya. Penilaian
sekolah (Gambar 16 dan Gambar 17) identik dengan
penilaian perkantoran, terdiri atas :
(1) Lingkungan (area) sekolah.
Meliputi jalan masuk/jalan dalam sekolah (2),
lapangan/ruang terbuka (3) dan tempat parkir
(7).
Gambar 15. Contoh kantor
1
4
6
5
Gedung
Kantor
1
4
4

5
2
3
Gambar 14. Ilustrasi kantor bupati/walikota
6
15

(2) Drainase (4).
(3) Sampah di drainase.
Termasuk gulma dan sedimen.
(4) RTH.
Penilaiannya sama dengan penilaian di lokasi
pasar.
(5) WC.
Meliputi kebersihan dan ketersediaan air bersih.
(6) TPS (6).
Catatan:
(a). Jika ada pengangkutan langsung dari
sekolah ke TPA, TPS tidak dinilai.
(b). Apabila tidak ada pengangkutan langsung,
TPS harus dicari dan dinilai walaupun tidak
berada di lokasi penilaian tersebut. TPS
dapat berupa transfer depo. Jenis transfer
depo sama dengan di penilaian permukiman
menengah dan sederhana.














Bangunan sekolah Bangunan sekolah
2
4
6
1
3
5
7 7
Gambar 16. Ilustrasi sekolah

16


























f). Rumah Sakit (RS) dan Puskesmas (wajib).
Penilaian diutamakan RSUD (Rumah Sakit Umum
Daerah) dan Puskesmas. Penambahan RSUP (Rumah
Sakit Umum Pemerintah) dan swasta dapat
dilakukan apabila lokasi penilaian yang dikelola oleh
pemerintah kabupaten/kota sudah dinilai
seluruhnya. Penilaian RS/Puskesmas (Gambar 18
dan Gambar 19) terdiri atas:
(1) Lingkungan RS dan Puskesmas.
Meliputi jalan masuk, jalan dalam kawasan (1)
dan tempat parkir (5).
(2) Drainase (2).
Sampah di drainase termasuk gulma dan
sedimen.
(3) RTH.
Penilaiannya sama dengan penilaian di
perumahan.
(4) Pengolahan Limbah.
Meliputi pemisahan limbah medis dan non-
medis, incinerator khusus RS (6), perlakuan
limbah khusus Puskesmas, serta instalasi
pengolahan air limbah (IPAL (4)), termasuk
septic tank untuk RS tipe C dan D.
(5) Pengelolaan sarana RS dan Puskesmas.
Gambar 17. Contoh
2
2 & 4
2 &
7 2
4
17

Meliputi ruang tunggu, termasuk koridor dan
lingkungan dalam RS dan Puskesmas, serta
WC.
(6) TPS (3).
Catatan:
(a). Jika ada pengangkutan langsung dari RS
dan Puskesmas ke TPA, TPS tidak dinilai.
(b). Apabila tidak ada pengangkutan langsung,
TPS harus dicari dan dinilai walaupun tidak
berada di lokasi penilaian tersebut. TPS
dapat berupa transfer depo. Jenis transfer
depo sama dengan di penilaian permukiman
menengah dan sederhana.

































1
1
4
2
Kantor, UGD dan pelayanan umum
R. rawat inap R. rawat inap
1
5
Gambar 18. Ilustrasi Rumah
Jalan raya
5
1
Gambar 19. Contoh Lingkungan Rumah Sakit
3
4
5
2
3
6
18

g). Hutan kota (wajib).
Penilaian dilakukan terhadap hutan di wilayah
perkotaan yang memiliki luas paling sedikit 0.25 ha
dan sudah ditetapkan melalui peraturan daerah atau
peraturan bupati/walikota sebagai hutan kota.
Penilaian hutan kota (Gambar 20), terdiri atas:
(1). Kerapatan tajuk.
(2). Keanekaragaman jenis.












Gambar 20 : Contoh hutan kota

h). Taman kota (wajib).
Taman kota merupakan taman di wilayah perkotaan,
bukan merupakan taman interaksi, median jalan atau
pulau-pulau lalu lintas (antara lain pemisah jalan dan
bunderan). Penilaian taman kota (Gambar 21), terdiri
atas:
(1) .Persentase area resapan (1).
(2) .Kebersihan lingkungan taman termasuk PKL (2).
(3) .Pengelolaan sarana taman yang meliputi
perawatan, penataan taman dan WC.


















Gambar 21 : Contoh taman kota
1
2
19

3) Fasilitas transportasi.
a). Terminal (tidak wajib).
Meliputi terminal bus/angkot yang resmi (bukan
bayangan) dan berfungsi. Penilaian terminal
bus/angkutan kota (Gambar 22 dan Gambar 23),
terdiri atas:
(1) Lingkungan (area) terminal.
Meliputi jalur pemberangkatan (1), parkir bus
dan angkutan kota (2), termasuk tempat
parkir khusus kendaraan pribadi (6).
(2) Drainase (3).
(a). Apabila drainasenya tertutup, dianggap
sebagai bagian dari jalan, komponen
drainase tidak dinilai.
(b). Sampah di drainase termasuk gulma dan
sedimen.
(3) RTH.
Penilaiannya sama dengan penilaian di pasar.
(4) TPS (4).
Catatan:
(a).Jika ada pengangkutan langsung dari
terminal ke TPA, TPS tidak dinilai.
(b). Apabila tidak ada pengangkutan langsung,
TPS harus dicari dan dinilai walaupun
tidak berada di lokasi pantau tersebut.
TPS dapat berupa transfer depo. Jenis
transfer depo sama dengan di penilaian
permukiman menengah dan sederhana.
(5) Pengelolaan sarana terminal.
Meliputi ruang tunggu (5) dan WC (7).
(6) Penataan PKL.
(a). PKL yang berpotensi menghasilkan
sampah atau mengganggu ketertiban
umum.
(b). Jika tidak ada PKL, tidak dilakukan
penilaian (penilaian PKL sama dengan
penilaian PKL di Jalan).













20





































b). Stasiun kereta api (stasiun KA).
Penilaian terminal stasiun KA kota (Gambar 24
dan Gambar 25) terdiri atas:
(1) Lingkungan stasiun meliputi:
(a). Sekitar rel (1).
(b). Tempat parkir di luar kawasan/bagian
jalan umum (apabila tidak ada lahan
parkir) (2).
(2) Drainase (3).
(a). Perhatikan apabila ada drainase yang
letaknya di samping rel KA.
(b). Sampah di drainase termasuk gulma dan
sedimen.


1 1
Gambar 22. Ilustrasi terminal
Gambar 23. Contoh

3
1&
2
5
2
5
4 4
Jalan umum


6


6
3 3
7
21

(3) RTH.
Penilaiannya sama dengan penilaian di pasar.
(4) TPS (4)
Catatan:
(a). Jika ada pengangkutan langsung dari
Stasiun KA ke TPA, TPS tidak dinilai.
(b). Apabila tidak ada pengangkutan langsung,
TPS harus dicari dan dinilai walaupun
tidak berada di lokasi penilaian tersebut.
TPS dapat berupa transfer depo. Jenis
transfer depo sama dengan di penilaian
permukiman menengah dan sederhana.
(5) Pengelolaan sarana stasiun KA.
Meliputi ruang tunggu dan WC.
(6) Penataan PKL.
(a).PKL yang berpotensi menghasilkan sampah
atau mengganggu ketertiban umum.
(b).Meliputi PKL di dalam dan di luar stasiun
KA.
(c).Jika tidak ada PKL, tidak dilakukan
penilaian (penilaian PKL sama dengan
penilaian PKL di Jalan).




























1
1
1
3
2
1
5 . Peron/Ruang tunggu 5. Peron/Ruang tunggu
5. Peron/Ruang tunggu 5. Peron/Ruang tunggu
6 parkir 6 parkir
Gambar 24. Ilustrasi Stasiun KA

4
22





















c). Pelabuhan (tidak wajib).
Meliputi badan air pelabuhan dan kawasan
terminal penumpang yang dikelola oleh
pemerintah. Apabila tidak ada terminal
penumpang, tidak perlu dilakukan penilaian.
Penilaian pelabuhan (Gambar 26 dan Gambar 27)
terdiri atas:
(1) Badan air/kolam pelabuhan (1).
(2) Lingkungan pelabuhan, termasuk terminal
penumpang.
Meliputi jalan di lingkungan terminal
penumpang (2), termasuk jalan masuk dan
jalan di dalam areal pelabuhan serta tempat
parkir.
(3) Drainase (3).
(a). Apabila drainasenya tertutup, dianggap
sebagai bagian dari jalan, komponen
drainase tidak dinilai.
(b). Sampah di drainase termasuk gulma dan
sedimen.
(4) RTH.
Penilaiannya sama dengan penilaian di pasar.
(5) Pengelolaan sarana pelabuhan.
Meliputi ruang tunggu (4) dan WC.
(6) TPS (5).
Catatan:
(a). Jika ada pengangkutan langsung dari
pelabuhan ke TPA, TPS tidak dinilai.
Gambar 25. Contoh Stasiun
1 5
5
1
6
5
3
23

(b). Apabila tidak ada pengangkutan
langsung, TPS harus dicari dan dinilai
walaupun tidak berada di lokasi penilaian
tersebut. TPS dapat berupa transfer depo.
Jenis transfer depo sama dengan di
penilaian permukiman menengah dan
sederhana.
(7) Penataan PKL
(a). PKL yang berpotensi menghasilkan
sampah atau mengganggu ketertiban
umum.
(b). Jika tidak ada PKL, tidak dilakukan
penilaian dan tidak sebagai pembagi.

































4) Perairan terbuka (tidak wajib).
Perairan terbuka terdiri atas sungai, danau, situ dan
saluran terbuka.
4
2
1
2
6
Gambar 27. Contoh Pelabuhan
4
2


2
6
3
5
1
Gambar 26. Ilustrasi Pelabuhan
24

Sungai yang dinilai meliputi sungai yang melintasi
kota tersebut. Satu aliran sungai dinilai sebagai satu
lokasi penilaian, paling sedikit 2 (dua) sampel.
Saluran terbuka hanya badan air yang meliputi areal
sungai, kanal, danau dan/atau situ yang berfungsi
sebagai tempat air.
Penilaian perairan terbuka meliputi sungai, danau,
situ dan/atau saluran terbuka (Gambar 28) harus
memperhatikan badan air dan bantaran. Bantaran
merupakan pinggiran sungai, kanal, danau dan situ
yang secara umum tidak berfungsi sebagai aliran air
tetapi lebih cenderung sebagai pembatas (bukan
tanggul). Sedangkan penilaian saluran terbuka hanya
memperhatikan badan air saja.














5) Fasilitas kebersihan.
1. Tempat pemrosesan akhir (TPA).
Penilaian TPA (Gambar 29 dan Gambar 30), terdiri
atas:
(1) Prasarana dasar, fasilitas penunjang, dan
kondisi lingkungan meliputi:
(a). Jalan masuk/jalan operasi (1) yang
meliputi jalan mulai masuk ke lokasi TPA
dan jalan disekitar sebelum lokasi
penimbunan dan jalan operasi.
(b). Kantor/pos jaga (6).
(c). Pagar dan pintu gerbang.
(d). Garasi di lokasi TPA.
(e). Sumur pantau.
Catatan :
(1).Apabila tidak ada pengolahan lindi,
sumur pantau dianggap tidak ada.
(2).Sumur pantau bukan merupakan
sumur penduduk.
(f). Truk sampah.
Gambar 28 : Contoh perairan terbuka
2
1
2
1
25

(g). Pencemaran lingkungan.
(h). Lalat .
(i). Asap.
(j). Pohon peneduh.
(2) Prasarana dan sarana utama, meliputi:
(a). Alat berat.
(b). Sistem pencatatan sampah.
(3) Sarana pencegahan dan pengendalian
pencemaran yang meliputi:
(a). Drainase (3).
Drainase yang berada di sekeliling TPA
secara keseluruhan maupun yang berada
di sekeliling blok atau sel yang sedang
atau sudah dioperasikan dan berfungsi
sebagai saluran pembuangan air hujan.
(b). Lindi/saluran lindi.
Meliputi Instalasi pengolah lindi (4) dan
aliran lindi.
(c). Penanganan gas.
(4) Sampah pada zona aktif.
(5) Pengaturan lahan.
(6) Penimbunan/pengisian sampah.
Catatan :
Apabila nilai pengaturan lahan 30, nilai
penimbunan diberikan 30
(7) Penutupan.
























6
2
Gambar 29. Ilustrasi TPA
3
4
5
1
26




















2. Pemilahan sampah.
Penilaian lokasi pemilahan sampah terdiri atas:
(1) Keberadaan fasilitas pemilahan.
Penilaian keberadaan fasilitas merupakan
prosentase keberadaan fasilitas pemilahan di
semua lokasi kecuali hutan kota, Perairan
terbuka dan TPA.
(2) Proses pemilahan.
Penilaian proses pemilahan dilakukan dengan
melihat ada dan tidak adanya proses
pemilahan di masing-masing lokasi tersebut
di atas.
3. Pengolahan sampah;
(1) Penilaian lokasi pengolahan sampah terdiri
atas:
(a). Keberadaan fasilitas pengolahan.
Fasilitas pengolahan merupakan tempat
dilaksanakannya kegiatan pendauran
ulang sampah non organik menjadi bahan
baku atau produk.
Penilaian fasilitas pengolahan merupakan
persentase keberadaan fasilitas
pengolahan di lokasi permukiman, kantor,
sekolah, pasar dan RS/Puskesmas.
Penilaian jenis fasilitas pengolahan
dilakukan dengan melihat jenis fasilitas
yang dimiliki (komposter, fasilitas daur
ulang, TPS 3R). Fasilitas pengolahan
terdiri dari keberadaan fasilitas dan jenis
fasilitas.
Gambar 30. Contoh TPA
3
1
4
27


(b). Proses pengolahan sampah.
Penilaian proses pengolahan merupakan
prosentase fasilitas yang beroperasi
dengan baik dibandingkan dengan jumlah
fasilitas yang ada di masing-masing lokasi
tersebut di atas.

6) Pantai Wisata.
Pantai wisata merupakan kawasan pantai yang
lokasinya masih dalam cakupan kawasan perkotaan
(urban area) dan dapat diakses oleh umum. Penilaian
pantai wisata (Gambar 31 dan Gambar 32) terdiri
atas:
a). Lingkungan pantai.
Penilaian dilakukan terhadap jalan di dalam
kawasan (1) yang meliputi jalan masuk pantai dan
tempat parkir.
b). Drainase.
(1) Apabila drainasenya tertutup, dianggap
sebagai bagian dari jalan, komponen drainase
tidak dinilai.
(2) Sampah di drainase termasuk gulma dan
sedimen.
c). RTH.
Penilaiannya sama dengan penilaian di jalan.
d). Pengelolaan sarana areal pantai (3).
Sarana areal pantai meliputi tepi jalan sampai air
laut. Penilaian pengelolaan sarana areal pantai
dilakukan terhadap areal pantai dan WC.
e). TPS (4)
Catatan:
(1) Jika ada pengangkutan langsung dari pantai
wisata ke TPA, TPS tidak dinilai.
(2) Apabila tidak ada pengangkutan langsung,
TPS harus dicari dan dinilai walaupun tidak
berada di lokasi penilaian tersebut. TPS dapat
berupa transfer depo. Jenis transfer depo
sama dengan di penilaian permukiman
menengah dan sederhana.
f). Penataan PKL.
PKL yang berpotensi menghasilkan sampah atau
mengganggu ketertiban umum.






28






































5. Dalam melakukan penilaian, setiap anggota tim penilai harus
menyepakati dalam satu skala nilai yang sama dengan perbedaan
nilai maksimum 3 (tiga) poin. Penilaian untuk setiap kota diisi
dalam formulir isian nilai fisik. Nilai yang dilaporkan merupakan
nilai masing-masing anggota tim.
6. Anggota tim penilai diperbolehkan memberikan nilai hasil
kesepakatan pada setiap penilaian.
5
3

Gambar 31. Ilustrasi pantai wisata
5

4
1
2
3
Gambar 32. Contoh pantai wisata
1
3
3
3
29

7. Tidak diperbolehkan ada duplikasi penilaian untuk satu
komponen dalam kriteria, indikator dan skala nilai fisik Program
Adipura, kecuali untuk penilaian TPS.
Contoh: jika ditemukan TPS yang diperuntukkan bagi pasar dan
terminal, nilai TPS tersebut dimasukan ke dalam nilai
pasar.
8. Foto seluruh wilayah penilaian dan lokasi penilaian serta
komponen dan sub komponennya dibuat selengkap mungkin. Foto
yang diambil harus dapat merepresentasikan nilai yang diberikan.
Foto harus diberi nama lokasi dan tanggal pengambilan.

B.2. Pemantauan Pengendalian Pencemaran air

Kegiatan Pemantauan Fisik untuk kegiatan Pengendalian
Pencemaran Air meliputi:

a. Data Kualitas Air Sungai:
Data primer yang harus diperoleh adalah data kualitas sumber
air permukaan yang dinilai dalam Adipura sekurang-kurangnya
terdiri dari:
1. Data analisis sampel yang diambil pada saat pemantauan
fisik untuk sumber air permukaan pada lokasi upstream
dan downstream pada titik perbatasan di wilayah
kabupaten/kota yang bersangkutan untuk sumber air
permukaan lintas wilayah kabupaten/kota/provinsi serta
upstream dan downstream sumber air permukaan di
wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan.
2. Data analisis sampel tersebut diperoleh dari pengambilan
sampel pada saat pemantauan yang dilakukan sekurang-
kurangnya 2 (dua) kali dalam setahun untuk mewakili data
musim hujan atau debit air maksimum dan musim kemarau
atau pada debit air minimum.
3. Pengambilan sampel kualitas air dilaksanakan dengan
mengacu Standar Nasional Indonesia (SNI) tata cara
pengambilan sampel (contoh) dalam rangka pemantauan
kualitas air.
4. Metode analisis sampel kualitas air pada sumber air
permukaan mengacu Standar Nasional Indonesia (SNI) yang
berlaku.

b. Ketersediaan sarana pengelolaan limbah:
Data primer yang diperlukan untuk mengetahui sejauh mana
kondisi atau kualitas sarana pengelolaan air limbah
dilaksanakan dengan uraian sebagai berikut:
1. Air Limbah pada sumber institusi, sampel air limbah akan
diambil oleh KLH jika data sekunder terkait perlu
diverifikasi.
30

2. Air Limbah pada sarana pengalolaan air limbah untuk
usaha dan/atau kegiatan skala kecil yang terpusat.
i. Pemantauan yang dilaksanakan pada sarana pengelolaan
limbah ini dilaksanakan dengan mengacu pada pedoman
pelaksanaan pengawasan pengendalian pencemaran air
pada Lampiran VI dalam Peraturan MENLH No. 01 Tahun
2010 tentang Tata Cara Pengendalian Pencemaran Air
3. Air Limbah pada sarana pengelolaan air limbah untuk
usaha dan/atau kegiatan domestik terpusat.
i. Pemantauan yang dilaksanakan pada sarana pengelolaan
limbah ini dilaksanakan dengan mengacu pada pedoman
pelaksanaan pengawasan pengendalian pencemaran air
pada Lampiran VI dalam Peraturan MENLH No. 01 Tahun
2010 tentang Tata Cara Pengendalian Pencemaran Air

B.3. Evaluasi Kualitas Udara
Seluruh kegiatan fisik dilakukan secara serentak di tiap kota di 3
ruas jalan arteri pada 3 titik pantau yang dipilih sesuai dengan
metode pemantauan dan dianggap wewakili kota. Pemilihan titik
pantau dilakukan secara bersama antara tim pemantauan pusat
dan daerah kota bersangkutan. Titik-titik pemantauan harus
dapat merepresentasikan kualitas udara di kota tersebut. Selain
itu perlu dilakukan pertemuan teknis dengan stakeholder
pendukung kegiatan uji emisi (survey ulang lokasi uji emisi,
perijinan, kesiapan personel dan fasilitas pendukung lainnya)
guna kesiapan dilapangan.

Tabel . Teknis pelaksanaan pemantauan di lapangan
Lokasi Hari I Hari II Hari III
Jalan A Uji emisi TC, Roadside
Jalan B TC, Roadside Uji emisi
Jalan C TC, Roadside Uji emisi
Sampling BB Sampling BB Sampling BB

Kegiatan evaluasi kualitas udara perkotaan yang dilaksanakan
dilapangan :

B.3.1. Uji emisi kendaraan bermotor
Uji emisi Spotcheck kendaraan bermotor dengan target
500 kendaraan pribadi perhari. Parameter yang di uji untuk
kendaraan berbahan bakar gasoline adalah CO, HC, CO2,
O2, dan lambda, sedangkan parameter yang di uji untuk
kendaraan berbahan bakar solar adalah opasitas dengan
tetap mengisi parameter tambahan lainnya.
a. Lokasi uji emisi sebaiknya tidak dilakukan di jalan yang
sama dengan pengukuran kecepatan dan kerapatan
31

serta pengukuran kualitas udara jalan raya, sesuai
tabel dibawah.
b. Melakukan kalibrasi alat uji emisi.
c. Menyiapkan 1 set alat uji cadangan baik untuk bensin
maupun solar.
d. Melaksanakan Uji emisi Spotcheck kendaraan
bermotor dengan target 500 kendaraan pribadi perhari
untuk masing-masing kendaraan berbahan bakar
bensin dan solar (data valid) atau 1500 kendaraan
perkota dari 3 lokasi.
e. Parameter yang di uji untuk kendaraan berbahan bakar
gasoline adalah CO, HC, CO2, O2, dan lambda,
sedangkan parameter yang di uji untuk kendaraan
berbahan bakar solar adalah opasitas.
f. Dilaksanakan dari jam 09.00 sampai dengan jam 15.00
waktu setempat per ruas jalan.
g. Entry dan verifikasi data lapangan awal.



32

Tabel Format Pengisian Uji Emisi kendaraan bermotor dilapangan
NMR
KODE
KOTA
TANGGAL
UJI
NOMOR
POLISI
MEREK
KENDARAAN
TIPE
BAHAN
BAKAR
TAHUN
PEMBUATAN
SISTEM
PEMBAKARAN
CC
Tonase
(GVW)
Jarak
Tempuh
(KM)
Kelas
Cocorr.
(%)
CO
(%)
HC
(ppm)
CO2
(%)
O2
(%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20



33


Rekapitulasi
Data


Jumlah Kendaraan Keseluruhan
1. Jumlah Kendaraan Lulus Uji dan Tidak Lulus Uji
2. Jumlah Kendaraan Bensin dan Kendaran Diesel
3. Nilai Opacity Terendah, Tertinggi, Rata-rata dan Total
4. Nilai CO Terendah, Tertinggi, Rata-rata dan Total
5. Nilai HC Terendah, Tertinggi, Rata-rata dan Total
6. Nilai CO2 Terendah, Tertinggi, Rata-rata dan Total
7. Nilai O2 Terendah, Tertinggi, Rata-rata dan Total
8. Tahun Produksi (tertua dan terbaru)


Gambar form data uji emisi



















34

Kemudian dilakukan rekapitulasi data hasil lapangan sebagai berikut :

Gambar rekapitulasi data uji emisi

B.3.2. Pemantauan Kualitas Udara Jalan Raya
Dilakukan untuk semua parameter kualitas udara ambien
sesuai PP 41/1999 selama 24 jam. Untuk pengukuran kualitas
udara jalan raya terdapat 4 nilai (pagi, siang, sore dan malam).
Dilakukan mengacu pada pedoman pengukuran kualitas
udara jalan raya - KLH.

Pengukuran pencemaran udara ini dilakukan hanya yang
disebabkan oleh lalu lintas. Indikator/variabel yang diukur
sebaimana terlampir dalam tabel dibawah atau minimal diukur
CO (Carbon monoksida), NO2 (Nitrogen dioksida), HC
(Hydrocarbon), PM10 (Particulate < 10 m). Lokasi
pengukuran dilakukan pada jalan arteri dan kolektor (lokasi
pengukuran pencemaran udara sama dengan pemantauan
jalan pada penilaian Adipura).

Catatan : Baku mutu pencemaran udara harus sesuai dengan
standar seperti yang diatur pada PP No. 41/1999. Skala
penilaian kriteria ini hanya 2 yaitu: penilaian Jelek jika > baku
mutu dan penilaian baik jika < baku mutu.



35


Tabel . Baku Mutu Udara Ambien Nasional

No Parameter Waktu
Pengukuran
Baku Mutu Metode Analisis Peralatan
1 SO2
(Sulfur
Dioksida)
1 Jam
24 Jam
1 Tahun
900 ug/Nm
365 ug/Nm
60 ug/Nm
Pararosanilin Spektrofotometer
2 CO
(Karbon
Monoksida)
1 Jam
24 Jam
1 Tahun
30.000 ug/Nm
10.000 ug/Nm
NDIR NDIR Analyzer
3 NO2
(Nitrogen
Dioksida)
1 Jam
24 Jam
1 Tahun
400 ug/Nm
150 ug/Nm
100 ug/Nm
Saltzman Spektrofotometer
4 O3
(Oksidan)
1 Jam
1 Tahun
235 ug/Nm
50 ug/Nm
Chemiluminescent Spektrofotometer
5 HC
(Hidro
Karbon)
3 Jam 160 ug/Nm Flame Ionization Gas
Chromatogarfi
PM10
(Partikel <
10 um)
24 Jam 150 ug/Nm Gravimetric Hi Vol 6

PM25 *
(Partikel <
2,5 um)
24 Jam
1 Tahun
65 ug/Nm
15 ug/Nm
Gravimetric
Gravimetric
Hi Vol
Hi Vol
7 TSP
(Debu)
24 Jam
1 Tahun
230 ug/Nm
90 ug/Nm
Gravimetric Hi Vol
8 Pb
(Timah
Hitam)
24 Jam
1 Tahun
2 ug/Nm
1 ug/Nm
Gravimetric
Ekstraktif
Pengabuan
Hi Vol

AAS
9 Dustfall
(Debu
Jatuh)
30 hari 10
Ton/Km/Bulan
(Pemukiman)
20
Ton/Km/Bulan
(Industri)
Gravimetric

Cannister
10 Total
Fluorides
(as F)
24 Jam
90 hari
3 ug/Nm
0,5 ug/Nm
Specific ion
Electrode
Impinger atau
Continous
Analyzer
11 Fluor Indeks 30 hari 40 ug/100 cm
dari kertas limed
filter
Colourimetric Limed Filter
Paper
12 Khlorine &
Khlorine
Dioksida
24 Jam 150 ug/Nm Specific ion
Electrode
Impinger atau
Continous
Analyzer
13 Sulphat
Indeks
30 hari 1 mg SO3/100
Cm
dari Lead
Peroksida
Colourimetric Lead Peroxida
Candle

Catatan: - (*) PM25 mulai diberlakukan tahun 2002
Nomor 10 s.d 13 hanya diberlakukan untuk daerah atau
kawasan Industri Kimia Dasar.
Contoh: Industri Petro Kimia, Industri Pembuatan Asam
Sulfat.
36


B.3.3. Penghitungan Kecepatan dan Kerapatan Kendaraan (VCR) di
jalan raya.

Kecepatan kendaraan dihitung dengan menggunakan alat radar
speed gun yang menghantarkan gelombang mikro frekuensi
tinggi ke arah kendaraan bergerak yang dituju. Gelombang
tersebut dipantulkan kembali oleh kendaraan ke alat tersebut,
sehingga alat mencatat perubahan frekuensi antara gelombang
hantar dengan gelombang pancar sebagai kecepatan kendaraan
relatif terhadap radar meter. Sementara VCR di hitung dengan
cara manual menggunakan counter. Data kinerja lalu lintas
terdiri dari data VCR (Volume Capacity Ratio) atau dikenal juga
dengan kepadatan kendaraan di jalan raya dan data kecepatan
lalu lintas. Kedua data ini nantinya akan digabung untuk
menghasilkan data LOS (Level of Services). Beberapa ketentuan
adalah:
a. Hitung VCR untuk setiap jalan dalam kurun waktu (Pagi,
Siang, Sore dan Malam).

Jadwal pengukuran Roadside
dan Traffic Counting (TC)
Waktu/WIB
Pagi 06.00 - 08.00
Siang 11.00 - 13.00
Sore 16.00 - 18.00
Malam 20.00 - 22.00

b. Jika jalan pada suatu kota mempunyai marka jalan
(pembatas jalan) maka pengukurannya dilakukan di dua
jalur yaitu jalur 1 dan jalur sebaliknya.
c. Seluruh kegiatan fisik dilakukan secara serentak di tiap kota
di 3 ruas jalan arteri pada 3 titik pantau yang dipilih sesuai
dengan metode pemantauan dan dianggap mewakili kota.
Pemilihan titik pantau dilakukan secara bersama antara tim
pemantauan pusat dan daerah kota bersangkutan. Titik-titik
pemantauan harus dapat merepresentasikan kualitas udara
di kota tersebut.

Kinerja lalu lintas perkotaan yang diukur meliputi:
a. Kecepatan operasi
Ruas jalan yang akan diamati kecepatan operasinya
merupakan ruas jalan arteri dan kolektor (lokasi
pengukuran kecepatan operasi sama dengan lokasi
pengukuran pencemaran udara). Data kecepatan operasi
diperolah dari dinas instasi terkait (data sekunder dari Dinas
37

Perhubungan) dan harus ditinjau ulang (cross check) ke
lapangan dengan metoda pelaksanaan pengukuran
kecepatan yang sesuai dengan metoda yang ada.

Metoda pengukuran kecepatan yang umum dilakukan
adalah spot speed. Terdapat dua jenis pengukuran untuk
mendapatkan data kecepatan sesaat yaitu:

1. Pengukuran tidak langsung. Dikatakan pengukuran tidak
langsung karena sebenarnya kecepatan dapat
diperkirakan dari waktu tempuh hasil pengamatan. Salah
satu pengukuran tidak langsung adalah metoda dua
pengamat. Metoda dua pengamat (manual), yaitu dengan
cara menghitung waktu yang ditempuh oleh suatu
kendaraan melewati dua titik yang mempunyai jarak
sekitar 20 200 m. Pada titik pertama, Ketika kendaraan
berjalan, pengamat ke-1 menurunkan tangan dan
pengamat ke-2 menjalankan stopwatch serta
menghentikan stopwatch ketika kendaraan melewati titik
kedua. Untuk mendapatkan kecepatan dihitung dengan
membagi jarak dengan waktu tempuh kendaraan. Ilustrasi
pengukuran dua pengamat dapat dilihat pada Gambar 1.


Gambar 1. Ilustrasi pengukuran kecepatan dengan metoda 2
pengamat

2. Pengukuran langsung, yaitu pengukuran kecepatan
dilakukan secara langsung di lapangan. Salah satu jenis
pengukuran kecepatan secara langsung adalah radar
speed gun meter. Alat ini memungkinkan untuk dipegang
dengan tangan, dipasang pada kendaraan atau
diletakkan kendaraan pada tripod. Alat ini
menghantarkan gelombang mikro frekuensi tinggi ke arah
38

kendaraan bergerak yang dituju. Gelombang tersebut
dipantulkan kembali oleh kendaraan ke alat tersebut.
Perubahan frekuensi antara gelombang hantar dan
gelombang pancar adalah sebanding dengan kecepatan
kendaraan relatif terhadap radar meter. Ilustrasi
pengukuran dengan radar speed gun meter dapat dilihat
pada Gambar 2.

Gambar 2. Ilustrasi pengukuran kecepatan dengan radar speed
gun meter.


Skala Penilaian
- Jika kecepatan rata-rata <10 km/jam : Sangat Jelek
- Jika kecepatan rata-rata 10-20 km/jam : Jelek
- Jika kecepatan rata-rata 21-30 km/jam : Sedang
- Jika kecepatan rata-rata 31-45 km/jam : Baik
- Jika kecepatan rata-rata 45-60 km/jam : Sangat Baik
Catatan :
- Perioda waktu pengamatan kecepatan operasi harus
dilakukan pada saat jam sibuk di ruas jalan yang
diamati.
- Apabila diperoleh nilai kecepatan operasi berada dalan
range skala penilaian maka untuk memperoleh skala
penilaian yang tepat dapat dilakukan dengan
interpolasi.




39

b. Kepadatan Lalu Lintas (Rasio Volume Lalulintas terhadap
Kapasitas jalan/ VCR)

Ruas jalan yang akan diamati kepadatan lalu lintas
merupakan ruas jalan arteri (lokasi pengukuran kecepatan
operasi sama dengan lokasi pengukuran pencemaran udara).
Data kepadatan lalu lintas diperolah dari dinas instasi
terkait (data sekunder dari Dinas Perhubungan) dan harus
di tinjau ulang (cross check) ke lapangan dengan metoda
pelaksanaan pengukuran kepadatan lalu lintas yang sesuai
dengan peraturan yang berlaku.

Skala Penilaian
- Jika VCR > 1 : Sangat Jelek
- Jika VCR 0.81 - 1 : Jelek
- Jika VCR 0.61 0.80 : Sedang
- Jika VCR 0.41 0.60 : Baik
- Jika VCR < 0.40 : Sangat Baik
Catatan :
- Perioda waktu pengamatan kecepatan operasi harus
dilakukan pada saat jam sibuk di ruas jalan yang
diamati.
- Apabila diperoleh nilai kecepatan operasi berada dalan
range skala penilaian maka untuk memperoleh skala
penilaian yang tepat dapat dilakukan dengan
interpolasi.


Kepadatan lalu lintas berkaitan erat dengan pertambahan
jumlah kendaraan dan pertambahan jumlah panjang jalan.
Di kota-kota besar kepadatan lalu lintas mencapai kondisi
puncak pada waktu jam sibuk terutama pada pagi dan sore
dimana akan mengakibatkan konsentrasi emisi gas buang
kendaraan bermotor meningkat dan akan menurun pada
saat kepadatan lalu lintas berkurang.

Untuk itu, pengembangan mekanisme penurunan kepadatan
kenderaan bermotor dapat dilakukan melalui:
Identifikasi lokasi kemacetan jalan dan penentuan
penyebabnya.
Identifikasi pengelolaan parkir terpadu yang bertujuan
untuk menyediakan kantong-kantong parkir dekat lokasi
perbelanjaan dan tidak lagi parkir di setiap ruas jalan.
Pengalihan pemakaian moda transportasi dari mobil
pribadi menjadi transportasi umum.
40

Kegiatan bebas kendaraan roda empat pada hari tertentu
yang digantikan dengan penggunaan kendaraan non
motor (sepeda)

c. Rata-rata jarak perjalanan harian

Indikator ini berdasarkan pergerakan asal-tujuan di
wilayah perkotaan. Penilaian kriteria ini dari rata-rata
jarak perjalanan harian, semakin pendek rata-rata jarak
perjalanan harian maka penilaian semakin baik. Data ini
dapat diperoleh dengan melakukan survei wawancara
asal tujuan. Apabila memungkinkan dapat diperoleh dari
data sekunder.
Skala Penilaian
- Nilai > 50 Km/jam : Sangat jelek
- Nilai 50 - 36 Km/jam : Jelek
- Nilai 35 26 Km/jam : Sedang
- Nilai 25 16 Km/jam : Baik
- Nilai < 15 Km/jam : Sangat baik

Nilai jarak rata-rata perjalanan harian masyarakat
didapatkan dari hasil survei langsung ke masyarakat. Nilai
ini berhubungan erat dengan aksesibilitas dan bergantung
pada tiga sistem, yaitu sistem kegiatan, sistem jaringan, dan
sistem pergerakan. Aksesibilitas merupakan ukuran
kemudahan bagi orang untuk mencapai tujuan dalam suatu
perjalanan dan berpengaruh pada lokasi kegiatan atau tata
guna lahan. Lokasi kegiatan akan berpengaruh pada pola
perjalanan masyarakat dalam melakukan kegiatan sehari-
hari. Pola perjalanan ini selanjutnya akan mempengaruhi
jaringan transportasi dan akan memberikan pengaruh pada
sistem transportasi secara keseluruhan.

Sistem transportasi berpengaruh terhadap pola
pengembangan perkotaan. Pengembangan perkotaan yang
baik ditandai dengan aksesibilitas yang baik. Setidaknya ada
dua tuntutan yang harus dipenuhi agar aksesibilitas
tercapai, yaitu, pertama, kemudahan dalam melakukan
perjalanan yang aman, nyaman, mudah dan cepat; dan
kedua, dalam mencapai tujuan perjalanan tidak mengalami
hambatan.



41

B.3.4. Pemantauan kualitas bahan bakar di SPBU.
Kualitas Bahan bakar bensin dan bahan bakar solar dipantau
di 5 SPBU untuk setiap kota. Parameter yang dipantau pada
bahan bakar bensin dan solar meliputi seluruh parameter
sesuai spesifikasi bahan bakar yang ditetapkan oleh Dirjen
Migas.
1. Lokasi dan nomor SPBU mengikuti yg sudah ada, kecuali
untuk kota kota yang baru dipantau, ketua tim harus
menentukan titik pantau, mencatat dan melaporkannya
tertulis.
2. Jika bahan bakar dimaksud tidak tersedia maka harus
dicarikan gantinya dengan memeriksa kualitas bensin dan
solar di SPBU tambahan.
3. Petugas sampling untuk gas dari laboratorium
4. Ketua tim bahan bakar harus memiliki nomor kontak pihak
kargo yang ditunjuk.
5. Memastikan tidak ada leakage (tumpahan) dari sampel
bahan bakar yang diambil.
6. Memastikan penomoran sampel tidak tertukar antar SPBU.
7. Memastikan peralatan sampling telah tiba di hotel sebelum
tim datang dari jakarta.
8. Memastikan keamanan penyimpanan sampel bahan bakar
yang diambil, karena sifatnya yang mudah terbakar.
9. Parameter yang dipantau pada bahan bakar bensin meliputi
seluruh parameter sebagaimana tabel dibawah ini.

Tabel . Spesikasi Bahan bakar bensin

Limits Testing Methods
No Characteristic Units Unleaded Leaded
Min. Max. Min. Max. ASTM Others
1 Octane Number
- Research Octane
Number -(RON)
RON 88.0
-
88.0
-
D 2699 -86
- Motor Octane
Number -(MON)
Reported Reported D 2700 -86
2 Oxidation Stability
(induction periods)
Minute 360
-
360
-
D 525 -99
3 Sulfur Content %
m/m
-
0,05 1)

0,05 1) D 2622 -98
4 Lead Content (Pb) g/l - 0.013 - 0.3 D 3237 -97
5 Distillation :
10% vol. vapor oC - 74 - 74 D-86-99a
50% vol. vapor oC 88 125 88 125
90% vol. vapor oC 180 180
Final Boiling Point oC - 215 - 205
Residue % vol - 2.0 - 2.0
6 Oxygen Content %
m/m
-
2,7 2)

2,7 2) D 4815 -94a
7 Washed Gum mg/10
0ml
-
5
-
5 D 381 99
8 Steam Pressure kPa
-
62
-
62 D 5191-99
or D 323



42

9 Specific Mass (at 15
oC)
kg/m3 715 780 715 780 D 4052-96
or D1298

10 Cooper Corrosion Merit Class 1 Class 1 D 130 -94
11 Doctor Test Negative Negative IP 30
12 Sulfur Mercaptan %
mass
-
0.002
-
0.002 D 3227
13 Visual Appearance Clear and
Bright
Clear and Bright
14 Color Red Red
15 Coloring Content g/100
l
0.13 0.13
Marketable Marketable 16 Odor

Sumber: Keputusan Direktur Minyak dan Gas Bumi No 3674 K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret
2006
Sedangkan untuk bahan bakar solar adalah sebagai berikut :
Tabel . Diesel Fuel Specification in Indonesia
Limits Testing methods
No Characteristic Units
Min. Max. ASTM Others
1 Cetane Numbers
- Cetane Numbers or - 48 - D 613 - 95
- Cetane Index
-
45
-
D 4737-
96a

2 Specific Mass (at 15 ?C) Kg/m3 815 870 D 1298 or
D 4052-96

3 Viscosity (at 40 ?C) mm2/s 2.0 5.0 D 445 - 97
4 Sulfur Content % m/m
-
0,35 1) D 2622 -
98

5 Distillation : D 86 - 99a
T 95 oC - 370
6 Flash Point oC 60 - D 93 - 99c
7 Pouring Point oC - 18 D 97
8 Carbon Residue % m/m - 0.1 D 4530-93
9 Water Content mg/kg - 500 D 1744 -92
10 Biological growth *) - Not Exist
11 FAME Content *) % v/v - 10
12 Methanol and Ethanol
Content *)
% v/v Not Detected D 4815
13 Cooper Corrosion merit - Class 1 D 130 - 94
14 Ash Content % m/m - 0.01 D 482 - 95
15 Sediment Content % m/m - 0.01 D 473
16 Strong Acid Number mg
KOH/g
-
0 D 664
17 Total Acid Number mg
KOH/g
-
0.6 D 664
18 Particulate mg/l
- -
D 2276 -
99

19 Visual Appearance
-
Clear and
Bright

20 Color No.
ASTM
3.0 D 1500
Sumber: Keputusan Direktur Minyak dan Gas Bumi No 3675 K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret
2006
43


10. Penentuan laboratorium didasarkan pada
penawaran harga dari pihak laboratorium serta
penilaian terhadap kinerja laboratorium tersebut.
11. Pemilihan periode pengambilan contoh uji
didasarkan pada kondisi musim di Indonesia yang
umumnya masih dalam musim kemarau, sehingga
risiko terjadinya hujan pada saat pengambilan
contoh uji dapat dihindarkan.
12. Perlengkapan yang dibawa oleh para petugas
pengambilan contoh uji adalah berupa wadah
kaca tempat contoh uji bahan bakar, kontainer,
label, alat tulis, peta lokasi dan surat keterangan.
13. Durasi pengambilan contoh uji dari lokasi
pengambilan sampai dengan kembali ke Jakarta
antara 1 sampai dengan 10 hari. Untuk
mengantisipasi waktu yang cukup lama, maka
wadah yang digunakan untuk menampung contoh
uji adalah botol kaca dengan warna gelap dan
dilengkapi dengan tutup yang kedap udara.
14. Setelah semua contoh uji terkumpul di Jakarta,
maka proses selanjutnya adalah kodefikasi contoh
uji. Pada tahap ini semua contoh uji diberikan
kode tertentu yang hanya diketahui oleh
pelaksana kegiatan. Hal ini dimaksudkan agar
proses pengujian yang dilakukan oleh
laboratorium dapat terkontrol dari sisi mutu.

C. TAHAP EVALUASI DAN PELAPORAN.
C. 1. Kebersihan dan Keteduhan
1. Masing-masing anggota tim pemantau membuat dan
menandatangani formulir isian nilai fisik yang sudah diisi
untuk masing-masing kota dan menyerahkan kepada
ketua tim.
2. Tim penilai harus membuat rekomendasi untuk masing-
masing kota.
3. Ketua tim penilai bertanggungjawab dalam pengisian
formulir isian nilai fisik ke dalam aplikasi penilaian fisik.
4. Ketua tim penilai harus menyerahkan aplikasi penilaian
fisik yang sudah diisi berikut formulir isian nilai fisik
seluruh anggota tim, serta foto hasil penilaian kepada Tim
Teknis.
C.2. Pengendalian Pencemaran Air
Terkait dengan pengambilan data primer dalam rangka
pemantauan fisik tersebut tim pemantau wajib menyampaikan
44

laporan pelaksanaan kegiatan pemantauan yang dilengkapi
dengan:
1. Berita Acara Pengambilan sampel kualitas air pada sumber
air permukaan sesuai dengan kaidah yang berlaku.
2. Berita Acara Pemantauan/Pengawasan pada sarana
pengelolaan air limbah sesuai dengan kaidah yang berlaku.
3. Foto-foto selama pemantauan:
a) Foto pengambilan sampel.
b) Foto sarana pengelolaan air limbah yang dipantau.
c) Foto sumber air permukaan yang menjadi obyek
penilaian.
d) Dll.
4. Berita Acara pelaksanaan verifikasi dan klarifikasi data
sekunder yang dituangkan di dalam kuesioner Adipura
untuk pengendalian pencemaran air, sepanjang ada data
yang memang harus diklasrifikasi di lapangan.
5. Data sekunder yang diperoleh selama pemantauan yang
diperlukan untuk penilaian pelaksanaan pengendalian
pencemaran air
6. Sertifikat hasil uji sampel-sampel yang diambil pada saat
pemantauan dari Laboratorium yang ditunjuk.

C.3. Pengendalian Pencemaran Udara
Terkait dengan pelaksanaan pengambilan data primer dalam
rangka evaluasi kualitas udara kota, ketua tim pemantau
evaluasi udara kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan
kegiatan pemantauan yang dilengkapi dengan:
1. Berita acara perubahan / perpindahan lokasi
pemantauan ataupun jika terjadi perubahan pada lokasi
pengambilan sampel bahan bakar (harus menyebutkan
alasan, nomor spbu dan alamatnya), ditandatangani oleh
ketua tim pemantau, ketua tim pengambil sampel bahan
bakar dan 2 instansi/perwakilan pemangku kepentingan
di kota yang dipantau
2. Berita Acara Pengambilan sampel kualitas bahan bakar
dan memenuhi tatacara pengambilan sampel kualitas
bahan bakar termasuk mengisi lembar Chain of Custody
(lembar ketelusuran) yang disiapkan oleh laboratorium
yang ditunjuk
3. Berita acara penyerahan sampel bahan bakar yang telah
diambil kepada pihak kargo dilampirkan copy lembar
chain of custody ditandatangani oleh ketua tim pemantau
evaluasi kualiats udara kota
4. Berita Acara Pelaksanaan pemantauan kualitas udara
jalan raya dan melampirkan data hasil analisa
laboratorium (menyusul/disesuaikan dengan penunjukan
laboratorium lingkungan) dan ditandatanagni oleh ketua
45

tim pemantau kualitas udara kota, ketua tim pemantau
kualitas udara jalan raya dan petugas laboratorium
5. Berita Acara pelaksanaan pemantauan kecepatan dan
kerapatan kendaraan serta dilapirkan
a) Data asli pemantauan yang tiap lembarannya telah
diparaf oleh ketua tim pemantau kecepatan dan
kerapatan kendaraan dan ketua tim pemantau
evaluasi kualitas udara kota
b) Laporan hasil survey kerapatan kendaraan di jalan
raya dan analisa awal (contoh terlampir))
c) Laporan hasil survey kecepatan kendaraan di jalan
raya dan analisa awal (contoh terlampir)
d) Kedua laporan ditandatangani oleh ketua tim
pemantau evaluasi kualitas udara kota dan diparaf
oleh ketua tim pemantau kecepatan dan kerapatan
6. Berita acara hasil pelaksanaan uji emisi kendaraan
bermotor dilampirkan dengan
a) data lapangan asli
b) data lapangan dan rekap sementara yang telah
diverifikasi oleh ketua tim pemantau
c) tiap helai data yang dilampirkan harus diparaf oleh
ketua tim pelaksana uji emisi dan ketua tim pemantau
7. Foto-foto selama pemantauan:
a) Foto pengambilan sampel kualitas bahan bakar
b) Foto pelaksanaan uji emisi
c) Foto pelaksanaan pemantauan kualitas udara jalan
raya
d) Foto lainnya yang menjadi objek penilaian (situasi
jalan raya, fasilitas pejalan kaki dan orang cacat,
fasilitas public transport dll
8. Berita Acara pelaksanaan verifikasi dan klarifikasi data
sekunder yang dituangkan di dalam kuesioner Adipura
untuk pengendalian pencemaran udara, sepanjang ada
data yang memang harus diklarifikasi di lapangan.
9. Data sekunder yang diperoleh selama pemantauan yang
diperlukan untuk penilaian evaluasi kualitas udara kota
dan pengendalian pencemaran udara
10. Sertifikat hasil uji sampel yang diambil pada saat
pemantauan dari Laboratorium yang ditunjuk.

MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BALTHASAR KAMBUAYA
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,

Inar Ichsana Ishak
1

LAMPIRAN V
PERATURAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 07 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN
PROGRAM ADIPURA

KRITERIA DAN INDIKATOR ADIPURA KENCANA

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

1. PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
1. Konservasi air
a. Apakah kabupaten/kota saudara mempunyai peraturan yang
mengatur tentang konservasi air?w
b. Jika ada apakah peraturan tersebut meliputi :
1) Perlindungan air danau/situ
2) Perlindungan air tanah
3) Sumur resapan dalam
4) Sumur resapan dangkal
5) Biopori
6) Pengendalian pencemaran air kotor (air septic tank)
7) Pengendalian pencemaran air kamar mandi/dapur
2. Pengolahan limbah Cair
a. Apakah kabupaten/kota saudara mempunya standar effluent
(baku mutu limbah cair domestik) dari perumahan/pemukiman,
perkantoran dan hotel?
b. Apakah kabupaten/kota saudara mempunyai instalasi
pengolahan air limbah dari rumah tangga?
1) Jika ada jelaskan jumlah instalasi pengolahan air limbah
tersebut dan jelaskan berapa m
3
kapasitas dari instalasi
tersebut sehingga dapat melayani penduduk. Jelaskan pula
berapa % penduduk yang terlayani
No
IPAL Rumah
Tangga
Kapasitas
(m
3
/hari)
Jum/lah
Pendudu
k
Terlayani
Prosentas
e
Pendudu
k
Terlayani
Keteranga
n





2



2. PENGENDALIAN PEMCEMARAN UDARA

1. Apakah kabupaten/kota saudara mempunyai peraturan yang
mengatur pengendalian pencemaran udara dan kerusakan
lingkungan? Jika ada sebutkan
No Komponen
Bentuk
Peraturan
dan/atau
Pedoman
Teknis
Tentang
Nomor dan
Tanggal
Pengesahan Keterangan





2. Apakah peraturan mengenai pengendalian pencemaran udara dan
kerusakan lingkungan tersebut meliputi atmosfir dan mengatur
pelaksanaan Montreal Protocol serta pengawasannya? Jelaskan
selengkap-lengkapnya
3. Jika iya berapa % bengkel yang diawasi dalam penggunaan bahan
perusak ozon?
No Jenis Bengkel
Jumlah
Bengkel
Jumlah bengkel yang
diawasi dalam
penggunaan bahan
perusak ozon
Prosentase





3. PENGELOLAAN TANAH
1. Apakah kabupaten/kota saudara mempunyai peraturan yang
mengatur tentang ekosistem tanah?
2. Jika ada :
a. Apakah dalam peraturan tersebut terdapat standar tentang
penggunaan lahan?
b. Apakah dalam peraturan tersebut terdapat aturan tentang
inventarisasi tanah terkontaminasi? Sebutkan luas tanah yang
terkontaminasi dan sebutkan seberapa luas tanah yang
diupayakan pemulihannya
3. Sebutkan % luas tutupan lahan dari luas tanah yang ada
3

4. Apakah ada penambahan tutupan lahan di perkotaan ? Bila ada
berapa % tambahan luas tutupan tersebut dibanding luas tutupan
lahan sebelumnya?

4. Biodiversity/Keanekaragaman Hayati
1. Apakah kabupaten/kota saudara mempunyai peraturan tentang
pengelolaan keanekaragaman hayati? Jika ada, sebutkan
peraturannya dan bentuknya
2. Apakah terdapat lambang tanaman/hewan asli dari kota/kabupaten
saudara?
3. Apakah ada program inventarisasi keanekaragaman hayati?
a. Jika ada, berapa anggaran untuk program tersebut?
b. Sebutkan jenis fauna dan flora daerah yang dimiliki
4. Apakah di kabupaten/kota terdapat Taman Keanekargaman
Hayati/Taman Kehati?
Jika ada jelaskan mengenai pengelolaannya dan anggarannya
5. Apakah ada riset/penelitian yang dilakukan oleh perguruan tinggi
atau lembaga riset/penelitian lainnya yang meneliti tentang kearifan
lokal dalam pemanfaatan keanekaragaman hayati? Jelaskan dan
lampirkan

E. Perubahan Iklim
1. Apakah terdapat studi tentang pengendalian perubahan iklim untuk
adaptasi dan mitigasi? Jelaskan dan lampirkan
a. Jika ada apakah ada rencana penurunan emisi gas rumah kaca?
b. Berapa % target penurunan emisi gas rumah kaca
2. Sebutkan sumber emisi gas rumah kaca
No Sumber Gas Rumah Kaca Prosentase
1 Penggunaan energi
2 Pengelolaan sampah
3 Transportasi
4 Industri
5 Tutupan lahan
6 Pertanian
7 Lain-lain....

3. Apakah studi adaptasi dijadikan bahan untuk penyusunan
perencanaan program? Jika iya sebutkan programnya? Jelaskan
4. Apakah ada pengaturan tentang penggunaan energi terbarukan dan
konservasi energi? Jika ada, jelaskan berapa besar penghematan
penggunaan enargi dan sebutkan biayanya?
5. Berapa % penggunaan energi terbarukan di kabupaten/kota
saudara?
4

6. Apakah terdapat trotoar untuk pejalan kaki? Bila ada, jelaskan
apakah trotoar tersebut dipergunakan sesuai dengan fungsinya dan
berapa % panjang trotoar dibandingkan dengan panjang jalan?
7. Sebutkan jenis kendaraan untuk transportasi umum
No Jenis Transportasi Umum Jumlah Keterangan
1 Kereta api/Kereta listrik
2 Monorail
3 Bus
4 Angkutan Kota/Angkot
5 Ojek
6 Delman/dokar
7 Becak
8 Lain-lain....

8. Apakah kabupaten/kota saudara terdapat jalur khusus untuk
sepeda? Jelaskan
9. Apakah ada kampanye untuk penggunaan kendaraan hemat bahan
bakar minyak? (contohnya kendaraan listrik atau kendaraan dengan
menggunakan bahan bakar terbarukan? Jelaskan dan lampirkan
10. Jika kabupaten/kota saudara berada di pesisir pantai, apakah
terdapat data mengenai tata ruang pantai? lampirkan
11. Berapa % pantai yang memiliki hutan mangrove?
12. Adakah upaya untuk memperbaiki drainase kota untuk dapat
menampung curah hujan yang lebih besar? Jelaskan

F. Sosial dan Ekonomi
1. Sebutkan tingkat pendidikan rata-rata penduduk kabupaten/kota
saudara?
2. Berapa prosentase (%) tingkat kelulusan setiap tingkatan pendidikan?
3. Apakah ada sekolah di kabupaten/kota saudara yan mengikuti
program adiwiyata? Jika ada berapa % jumlah sekolah yang
mengikuti program adiwiyata dibandingkan jumlah seluruh sekolah
yang ada? Sebutkan jumlah sekolah dan prosentase yang mendapat
penghargaan adiwiyata (bila ada)
4. Sebutkan 10 jenis penyakit yang ada di kabupaten/kota saudara.
5. Jelaskan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir perkembangan 10
jenis penyakit tersebut?
6. Sebutkan angka dan prosentase kematian bayi dan ibu dalam kurun
waktu 3 tahun terakhir
7. Sebutkan pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota saudara dalam
kurun waktu 3 tahun terakhir
8. Apakah ada perhitungan pertumbuhan ekonomi hijau
kabupaten/kota saudara? Jika ada jelaskan.
9. Sebutkan prosentase jumlah penduduk yang menganggur?
5

10. Apakah kabupaten/kota saudara memiliki sistem pengawasan yang
memadai untuk penggunaan anggaran APBD dan APBN? Jika ada
jelaskan
11. Apakah ada pelaksanaan reformasi birokrasi di kabupaten/kota
saudara? Jelaskan

MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BALTHASAR KAMBUAYA

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,


Inar Ichsana Ishak
1

LAMPIRAN VI
PERATURAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 07 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN
PROGRAM ADIPURA

A. PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

1. Konservasi Air
Kriteria Nilai
Ada, dalam bentuk peraturan daerah, ada lampiran 90
Ada, dalam bentuk peraturan daerah, tidak ada lampiran 75
Ada, dalam bentuk peraturan bupati/walikota, ada lampiran 80
Ada, dalam bentuk peraturan bupati/walikota, tidak ada
lampiran
65
Ada, dalam bentuk draf naskah akademis, ada lampiran 70
Ada, dalam bentuk draf naskah akademis, tidak ada
lampiran
60
Tidak ada peraturan tentang konservasi air 30

2. Pengelolaan limbah cair
a. Standar effluent/baku mutu limbah cair domestik pemukiman
dan perkantoran
Kriteria Nilai
Ada standar effluen/baku mutu limbah cair untuk
pemukiman dan perkantoran, ada lampiran
90
Ada standar effluen/baku mutu limbah cair untuk
pemukiman dan perkantoran, tidak ada lampiran
75
Tidak ada standar effluent/baku mutu limbah cair
untuk pemukiman dan perkantoran
30

b. Pengelolaan limbah cair: standar effluent/baku mutu limbah cair
domestik hotel
Kriteria Nilai
Ada standar effluen/baku mutu limbah cair untuk hotel,
ada lampiran
90
Ada standar effluen/baku mutu limbah cair hotel,
tidak ada lampiran
75
Tidak ada standar effluent/baku mutu limbah cair untuk
hotel
30
2


c. Instalasi pengolahan air limbah
Kriteria Nilai
Ada instalasi pengolahan air limbah dari rumah tangga,
dengan penjelasan
90
Ada instalasi pengolahan air limbah dari rumah tangga,
tidak ada penjelasan kapasitasnya
75
Tidak ada instalasi pengolahan air limbah dari rumah
tangga
30


B. PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

1. Produk Hukum
a. Pengendalian Pencemaran Udara
Kriteria Nilai
Ada, dalam bentuk peraturan daerah, ada lampiran 90
Ada, dalam bentuk peraturan daerah, tidak ada lampiran 75
Ada, dalam bentuk peraturan bupati/walikota, ada
lampiran
80
Ada, dalam bentuk peraturan bupati/walikota, tidak ada
lampiran
65
Ada, dalam bentuk draf naskah akademis, ada lampiran 70
Ada, dalam bentuk draf naskah akademis, tidak ada
lampiran
60
Tidak ada peraturan tentang konservasi air 30

b. Pengendalian Kerusakan Lingkungan
Kriteria Nilai
Ada, dalam bentuk peraturan daerah, ada lampiran 90
Ada, dalam bentuk peraturan daerah, tidak ada lampiran 75
Ada, dalam bentuk peraturan bupati/walikota, ada
lampiran
80
Ada, dalam bentuk peraturan bupati/walikota, tidak ada
lampiran
65
Ada, dalam bentuk draf naskah akademis, ada lampiran 70
Ada, dalam bentuk draf naskah akademis, tidak ada
lampiran
60
Tidak ada peraturan tentang konservasi air 30

2. Muatan/Amanah yang terdapat dalam peraturan
Kriteria Nilai
Ada muatan mengenai atmosfir dan mengatur pelaksanaan
Montreal Protocol, ada lampiran
90
Ada muatan mengenai atmosfir dan mengatur pelaksanaan
Montreal Protocol, tidak ada lampiran
75
Ada muatan mengenai atmosfir tetapi tidak mengatur 80
3

Kriteria Nilai
pelaksanaan Montreal Protocol, ada lampiran
Ada muatan mengenai atmosfir tetapi tidak mengatur
pelaksanaan Montreal Protocol, tidak ada lampiran
65
Tidak ada muatan mengenai atmosfir, tetapi ada
pengaturan mengenai pelaksanaan Montreal Protocol, ada
lampiran
70
Tidak ada muatan mengenai atmosfir, tetapi ada
pengaturan mengenai pelaksanaan Montreal Protocol, tidak
ada lampiran
60
Tidak ada muatan mengenai atmosfir dan tidak ada
pengaturan mengenai pelaksanaan Montreal Protocol
30

3. Pengawasan bengkel yang menggunakan bahan perusak ozon
Kriteria Nilai
75% 90
50% < x < 75% 80
25% < x < 50% 75
10% < x < 25% 50
< 10% 30


C. PENGELOLAAN TANAH

1. Produk Hukum mengenai Ekosistem Tanah
Kriteria Nilai
Ada, dalam bentuk peraturan daerah, ada lampiran 90
Ada, dalam bentuk peraturan daerah, tidak ada lampiran 75
Ada, dalam bentuk peraturan bupati/walikota, ada
lampiran
80
Ada, dalam bentuk peraturan bupati/walikota, tidak ada
lampiran
65
Ada, dalam bentuk draf naskah akademis, ada lampiran 70
Ada, dalam bentuk draf naskah akademis, tidak ada
lampiran
60
Tidak ada peraturan tentang konservasi air 30

2. Muatan/Amanah yang terdapat dalam peraturan
Kriteria Nilai
Ada muatan mengenai standar penggunaan lahan dan
inventarisasi tanah terkontaminasi, ada lampiran
90
Ada muatan mengenai standar penggunaan lahan dan
inventarisasi tanah terkontaminasi, tidak ada lampiran
75
Ada muatan mengenai standar penggunaan lahan tetapi
tidak ada pengaturan tentang inventarisasi tanah
terkontaminasi, ada lampiran
80
Ada muatan mengenai standar penggunaan lahan tetapi
tidak ada pengaturan tentang inventarisasi tanah
65
4

Kriteria Nilai
terkontaminasi, tidak ada lampiran
Tidak ada muatan mengenai standar penggunaan lahan
tetapi ada pengaturan tentang inventarisasi tanah
terkontaminasi, ada lampiran
70
Tidak ada muatan mengenai standar penggunaan lahan
tetapi ada pengaturan tentang inventarisasi tanah
terkontaminasi, tidak ada lampiran
60
Tidak ada muatan mengenai standar penggunaan lahan dan
inventarisasi tanah terkontaminasi
30

3. Tutupan Lahan
Kriteria Nilai
30% 90
15% < x < 30% 80
10% < x < 15% 75
5% < x < 10% 50
< 5% 30


D. KEANEKARAGAMAN HAYATI

1. Produk Hukum
Kriteria Nilai
Ada, dalam bentuk peraturan daerah, ada lampiran 90
Ada, dalam bentuk peraturan daerah, tidak ada lampiran 75
Ada, dalam bentuk peraturan bupati/walikota, ada lampiran 80
Ada, dalam bentuk peraturan bupati/walikota, tidak ada
lampiran
65
Ada, dalam bentuk draf naskah akademis, ada lampiran 70
Ada, dalam bentuk draf naskah akademis, tidak ada
lampiran
60
Tidak ada peraturan tentang keanekaragaman hayati 30

2. Lambang tanaman/hewan asli daerah
Kriteria Nilai
Ada lambang tanaman/hewan asli daerah, ada lampiran 90
Ada lambang tanaman/hewan asli daerah, tidak ada
lampiran
75

3. Program inventarisasi keanekaragaman hayati
Kriteria Nilai
Ada program inventarisasi keanekaragaman hayati, ada
lampiran
90
Ada program inventarisasi keanekaragaman hayati, tidak ada
lampiran
75
Tidak Ada program inventarisasi keanekaragaman hayati 30

5



4. Taman kehati/keanekaragaman hayati
Kriteria Nilai
Ada taman kehati/keanekaragaman hayati, ada lampiran 90
Ada taman kehati/keanekaragaman hayati, tidak ada
lampiran
75
Tidak Ada taman kehati/keanekaragaman hayati 30


5. Kearifan lokal dalam pemanfaatan keanekaragaman hayati
Kriteria Nilai
Ada riset/penelitian yang dilakukan oleh perguruan tinggi
atau lembaga riset/penelitian lainnya yang meneliti tentang
kearifan lokal dalam pemanfaatan keanekaragaman hayati,
ada penjelasan
90
Ada riset/penelitian yang dilakukan oleh perguruan tinggi
atau lembaga riset/penelitian lainnya yang meneliti tentang
kearifan lokal dalam pemanfaatan keanekaragaman hayati,
tidak ada penjelasan
75
Tidak Ada Ada riset/penelitian yang dilakukan oleh
perguruan tinggi atau lembaga riset/penelitian lainnya yang
meneliti tentang kearifan lokal dalam pemanfaatan
keanekaragaman hayati
30


E. PERUBAHAN IKLIM

1. Studi Perubahan Iklim
a. Adaptasi dan Mitigasi
No Kriteria Nilai
a Ada studi tentang pengendalian perubahan iklim
untuk adaptasi dan mitigasi, ada lampiran
90
b Ada studi tentang pengendalian perubahan iklim
untuk adaptasi dan mitigasi, tidak ada lampiran
75
c Tidak ada studi tentang pengendalian perubahan
iklim untuk adaptasi dan mitigasi
30

b. Rencana penurunan emisi gas rumah kaca
Kriteria Nilai
Ada rencana penurunan emisi gas rumah kaca, ada
lampiran
90
Ada rencana penurunan emisi gas rumah kaca, tidak ada
lampiran
75
Tidak ada rencana penurunan emisi gas rumah kaca 30



6



c. Target penurunan emisi gas rumah kaca
Kriteria Nilai
26% 90
20% < x < 26% 80
10% < x < 20% 75
5% < x < 10% 50
< 5% 30

2. Studi adaptasi untuk menyusun perencanaan program
Kriteria Nilai
Ada studi adaptasi untuk menyusun perencanaan program,
ada penjelasan
90
Ada studi adaptasi untuk menyusun perencanaan program,
tidak ada penjelasan
75
Ada studi adaptasi tetapi tidak untuk menyusun
perencanaan program, ada penjelasan
70
Ada studi adaptasi tetapi tidak untuk menyusun
perencanaan program, tidak ada penjelasan
65
Tidak ada studi tentang adaptasi 30

3. Produk Hukum
a. Penggunaan energi terbarukan
Kriteria Nilai
Ada, dalam bentuk peraturan daerah, ada lampiran 90
Ada, dalam bentuk peraturan daerah, tidak ada lampiran 75
Ada, dalam bentuk peraturan bupati/walikota, ada
lampiran
80
Ada, dalam bentuk peraturan bupati/walikota, tidak ada
lampiran
65
Ada, dalam bentuk draf naskah akademis, ada lampiran 70
Ada, dalam bentuk draf naskah akademis, tidak ada
lampiran
60
Tidak ada peraturan tentang penggunaan energi
terbarukan
30

b. Konservasi energi
Kriteria Nilai
Ada, dalam bentuk peraturan daerah, ada lampiran 90
Ada, dalam bentuk peraturan daerah, tidak ada lampiran 75
Ada, dalam bentuk peraturan bupati/walikota, ada
lampiran
80
Ada, dalam bentuk peraturan bupati/walikota, tidak ada
lampiran
65
Ada, dalam bentuk draf naskah akademis, ada lampiran 70
Ada, dalam bentuk draf naskah akademis, tidak ada
lampiran
60
7

Tidak ada peraturan tentang konservasi energi 30

4. Prosentase penggunaan energi terbarukan
Kriteria Nilai
26% 90
20% < x < 26% 80
10% < x < 20% 75
1% < x < 10% 50
< 1% 30

5. Trotoar
Kriteria Nilai
Ada trotoar dan dipergunakan sesuai dengan fungsinya 90
Ada trotoar tetapi tidak dipergunakan sesuai dengan
fungsinya
65
Tidak terdapat trotoar 30

6. Jalur khusus untuk sepeda
Kriteria Nilai
Ada jalur khusus untuk sepeda, ada penjelasan 90
Ada jalur khusus untuk sepeda, tidak ada penjelasan 65
Tidak ada jalur khusus untuk sepeda 30

7. Kampanye penggunaan kendaraan hemat bahan bakar minyak
Kriteria Nilai
Ada kampanye untuk penggunaan kendaraan hemat bahan
bakar, ada lampiran
90
Ada kampanye untuk penggunaan kendaraan hemat bahan
bakar , tidak ada lampiran
70
Tidak Ada kampanye untuk penggunaan kendaraan hemat
bahan bakar
30

Khusus untuk kota yang berada di pesisir pantai
8. Tata ruang pesisir/pantai
Kriteria Nilai
Terdapat tata ruang pesisir/pantai, ada lampiran 90
Terdapat tata ruang pesisir/pantai, tidak ada lampiran 70
Tidak terdapat tata ruang pesisir/pantai 30


F. SOSIAL DAN EKONOMI

1. Tingkat pendidikan masyarakat
Kriteria Nilai
Perguruan Tinggi 90
Sekolah Menengah Atas/Sekolah Lanjutan Tingkat Atas 75
Sekolah Menengah Pertama/Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama
70
8

Sekolah Dasar 65
Tidak bersekolah 30

2. Prosentase tingkat kelulusan
Kriteria Nilai
80% 90
60% < x < 80% 80
30% < x < 60% 75
10% < x < 30% 50
< 10% 30

3. Program Adiwiyata
a. Keikutsertaan dalam program Adiwiyata
Kriteria Nilai
Mengikuti program Adiwiyata, ada penjelasan 90
Mengikuti program Adiwiyata, tidak ada penjelasan 75
Tidak mengikuti program Adiwiyata 30

b. Jumlah sekolah yang memperoleh penghargaan Adiwiyata
Kriteria Nilai
15% 90
10% < x < 15% 80
5% < x < 10% 75
1% < x < 5% 50
< 1% 30

4. Perkembangan jenis penyakit
Kriteria Nilai
Terdapat perkembangan jenis penyakit, ada penjelasan 90
Terdapat perkembangan jenis penyakit, tidak ada penjelasan 70
Tidak menjawab pertanyaan 30

5. Prosentase Kematian Ibu dan Bayi
Kriteria Nilai
15% 90
10% < x < 15% 80
5% < x < 10% 75
1% < x < 5% 50
< 1% 30

6. Pertumbuhan ekonomi
Kriteria Nilai
10% 90
5% < x < 10% 80
3% < x < 5% 75
1% < x < 3% 50
< 1% 30

9



7. Perhitungan pertumbuhan ekonomi hijau
Kriteria Nilai
Terdapat perhitungan pertumbuhan ekonomi hijau, ada
penjelasan
90
Terdapat perhitungan pertumbuhan ekonomi hijau , tidak
ada penjelasan
70
Tidak terdapat perhitungan pertumbuhan ekonomi hijau 30


MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BALTHASAR KAMBUAYA

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,


Inar Ichsana Ishak

1
SALINAN


PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 08 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN TATA NASKAH DINAS
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka tertib, efisien, dan efektifitas
administrasi penyelenggaraan pemerintahan, perlu
dilakukan penyesuaian dan penyeragaman tata naskah
dinas di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup;
b. bahwa dengan berlakunya Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan
Hidup, Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pedoman Administrasi
Umum di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup
perlu dilakukan penyesuaian kembali;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Pedoman Tata
Naskah Dinas Kementerian Lingkungan Hidup;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
2. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
3. Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta
Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara Republik Indonesia;
4. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Tata
Naskah Dinas;
5. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 474
Tahun 2009 tentang Penetapan Logo Kalpataru Sebagai
Logo Kementerian Negara Lingkungan Hidup;
2
6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16
Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Lingkungan Hidup;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
TENTANG PEDOMAN TATA NASKAH DINAS KEMENTERIAN
LINGKUNGAN HIDUP.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Naskah Dinas adalah informasi tertulis sebagai alat komunikasi kedinasan
yang dibuat dan/atau dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang di
lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dalam rangka penyelenggaraan
tugas pemerintahan dan pembangunan.
2. Tata Naskah Dinas adalah pengelolaan informasi tertulis yang meliputi
pengaturan jenis, format, penyiapan, pengamanan, pengabsahan, distribusi
dan penyimpanan naskah dinas serta media yang digunakan dalam
komunikasi kedinasan.
3. Surat Dinas adalah naskah dinas pelaksaaan tugas pejabat dalam
menyampaikan informasi kedinasan berupa pemberitahuan, pernyataan,
permintaan, penyampaian naskah dinas atau barang, atau hal kedinasan
lainnya kepada pihak lain di luar instansi/organisasi yang bersangkutan.
4. Nota Dinas adalah naskah dinas intern yang dibuat oleh pejabat dalam
melaksanakan tugas guna menyampaikan laporan, pemberitahuan,
pernyataan, permintaan, atau penyampaian kepada pejabat lain. Nota dinas
memuat hal yang bersifat rutin, berupa catatan ringkas yang tidak
memerlukan penjelasan yang panjang, dan dapat langsung dijawab dengan
disposisi oleh pejabat yang dituju.
5. Naskah Akademik adalah naskah yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan,
sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek, atau arah
pengaturan substansi rancangan peraturan perundang-undangan.
6. Memorandum/memo adalah naskah dinas intern yang bersifat mengingatkan
suatu masalah, menyampaikan arahan, peringatan, saran, dan pendapat
kedinasan.
7. Surat Edaran adalah naskah dinas yang berisi pemberitahuan, penjelasan
dan/atau petunjuk cara melaksanakan hal tertentu yang dianggap penting
dan mendesak.
8. Surat Keterangan adalah naskah dinas yang berisi pernyataan tertulis dari
pejabat sebagai tanda bukti untuk menerangkan atau menjelaskan
kebenaran sesuatu hal.
3
9. Surat Tugas adalah naskah dinas dari atasan yang ditujukan kepada
bawahan yang berisi perintah untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
10. Surat Perintah adalah naskah dinas dari atasan yang ditujukan kepada
bawahan yang berisi perintah untuk melaksanakan pekerjaan tertentu.
11. Surat Perjanjian adalah naskah dinas yang berisi kesepakatan bersama
antara dua belah pihak atau lebih untuk melaksanakan tindakan atau
perbuatan hukum yang telah disepakati bersama.
12. Surat Perintah Perjalanan Dinas adalah naskah dinas dari pejabat yang
berwenang kepada bawahan atau pejabat tertentu untuk melaksanakan
perjalanan dinas.
13. Surat Kuasa adalah naskah dinas dari pejabat yang berwenang kepada
bawahan berisi pemberian wewenang dengan atas namanya untuk
melakukan suatu tindakan tertentu dalam rangka kedinasan.
14. Surat Undangan adalah naskah dinas dari pejabat yang berwenang berisi
undangan kepada pejabat/pegawai yang tersebut pada alamat tujuan untuk
menghadiri suatu acara kedinasan.
15. Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas adalah naskah dinas dari pejabat
yang berwenang berisi pernyataan bahwa seorang pegawai telah menjalankan
tugas.
16. Surat Panggilan adalah naskah dinas dari pejabat yang berwenang berisi
panggilan kepada seorang pegawai untuk menghadap.
17. Lembar Disposisi adalah naskah dinas dari pejabat yang berwenang berisi
petunjuk tertulis kepada bawahan.
18. Telaahan Staf adalah naskah dinas dari bawahan kepada atasan antara lain
berisi analisis pertimbangan, pendapat, dan saran-saran secara sistematis.
19. Pengumuman adalah naskah dinas dari pejabat yang berwenang berisi
pemberitahuan yang bersifat umum.
20. Laporan adalah naskah dinas dari bawahan kepada atasan yang berisi
informasi dan pertanggungjawaban tentang pelaksanaan tugas kedinasan.
21. Surat Rekomendasi adalah naskah dinas dari pejabat yang berwenang berisi
keterangan atau catatan tentang sesuatu hal yang dapat dijadikan bahan
pertimbangan kedinasan.
22. Surat Pengantar adalah naskah dinas berisi jenis dan jumlah barang yang
berfungsi sebagai tanda terima.
23. Berita Acara adalah naskah dinas yang berisi keterangan atas sesuatu hal
yang ditandatangani oleh para pihak.
24. Piagam adalah naskah dinas dari pejabat yang berwenang berisi
penghargaan atas prestasi yang telah dicapai atau keteladanan yang telah
diwujudkan.
25. Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan disingkat STTPP adalah naskah
dinas yang merupakan tanda bukti seseorang telah lulus pendidikan dan
pelatihan tertentu.
26. Sertifikat adalah naskah dinas yang merupakan tanda bukti seseorang telah
mengikuti kegiatan tertentu.
27. Unit Pengelola adalah unit yang menangani dan memproses secara terus
menerus dan dinamis.
4
BAB II
TATA PERSURATAN DINAS

Pasal 2
Penyelenggaraaan naskah dinas meliputi:
a. pengelolaan surat masuk;
b. pengelolaan surat keluar;
c. tingkat keamanan;
d. kecepatan proses;
e. pengetikan naskah dinas; dan
f. warna dan kualitas kertas.

Pasal 3
Pengelolaan surat masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a
dilakukan dengan tahapan:
a. penerima surat masuk menindaklanjuti surat yang diterima dengan cara:
1. pengagendaan dan pengklasifikasian sesuai sifat surat serta
didistribusikan ke unit pengelola;
2. unit pengelola menindaklanjuti sesuai dengan klasifikasi surat dan arahan
pimpinan; dan
3. surat masuk diarsipkan pada unit tata usaha.
b. salinan surat jawaban yang mempunyai tembusan disampaikan kepada yang
berhak; dan
c. alur surat menyurat diselenggarakan melalui mekanisme dari tingkat
pimpinan tertinggi hingga ke pejabat struktural terendah yang berwenang.

Pasal 4
Pengelolaan surat keluar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b
dilakukan dengan tahapan:
a. konsep surat keluar diparaf secara berjenjang dan terkoordinir sesuai tugas
dan kewenangannya dan diagendakan oleh masing-masing unit tata usaha
dalam rangka pengendalian;
b. surat keluar yang telah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang diberi
nomor, tanggal, dan stempel oleh unit persuratan di Kementerian lingkungan
hidup;
c. surat keluar sebagaimana dimaksud pada huruf b wajib segera dikirim; dan
d. surat keluar diarsipkan pada unit kearsipan dan tata usaha.

Pasal 5
Tingkat keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, dilakukan
dengan mencantumkan kode pada amplop naskah dinas meliputi:
a. surat rahasia disingkat R, merupakan surat yang sifat materinya memiliki
tingkat keamanan tinggi erat hubungannya dengan keamanan dan
keselamatan negara, jika disiarkan secara tidak sah atau jatuh kepada pihak
yang tidak berhak akan merugikan negara;
5
b. surat penting disingkat P, merupakan surat yang sifat materinya memiliki
tingkat keamanan tinggi erat hubungannya dengan keamanan dan
keselamatan negara, yang perlu segera ditindaklanjuti; dan
c. surat biasa disingkat B, merupakan surat yang sifat materinya memiliki
tingkat keamanan biasa dan disampaikan kepada yang berhak.

Pasal 6
Kecepatan proses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d, meliputi:
a. amat segera/kilat, dengan batas waktu 24 jam setelah surat diterima dapat
diberi tanda XXX pada pojok kanan atas surat atau pojok kanan atas lembar
disposisi;
b. segera, dengan batas waktu 2 x 24 jam setelah surat diterima dapat diberi
tanda XX pada pojok kanan atas surat atau pojok kanan atas lembar
disposisi;
c. penting, dengan batas waktu 3 x 24 jam setelah surat diterima; dan
d. biasa, dengan batas waktu maksimum 5 hari kerja setelah surat diterima.

Pasal 7
Pengetikan naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e,
menggunakan spasi 1 atau 1,5 sesuai kebutuhan dan menggunakan jenis huruf:
a. Bookman old style 12 untuk naskah dinas dalam bentuk dan susunan
produk hukum; dan
b. Arial 12 untuk naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat kecuali untuk
produk hukum.

Pasal 8
Warna dan kualitas kertas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf f,
berwarna putih dengan kualitas baik.

BAB III
NASKAH DINAS

Bagian Kesatu
Bentuk dan Susunan Naskah Dinas

Pasal 9
Bentuk dan susunan naskah dinas Kementerian Lingkungan Hidup meliputi:
a. bentuk dan susunan produk hukum;
b. bentuk dan susunan surat:
1. khusus; dan
2. korespondensi.

Pasal 10
(1) Naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a meliputi:
a. peraturan Menteri;
b. peraturan bersama Menteri;
c. keputusan Menteri, antara lain meliputi:
6
1. izin lingkungan;
2. izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
3. sanksi administrasi;
4. pemberian penghargaan; dan
5. pemberhentian, pengangkatan, dan mutasi pegawai.
d. memorandum of understanding (MoU); dan
e. letter of intent.
(2) Naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b angka 1
meliputi:
a. keputusan, terdiri atas:
1. pendelegasian wewenang;
2. penetapan organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis;
3. penetapan ketatalaksaan organisasi; dan
4. program kerja dan anggaran.
b. instruksi;
c. surat edaran;
d. surat perjanjian;
e. surat kuasa, terdiri atas:
1. surat kuasa umum; dan
2. surat kuasa khusus.
f. berita acara;
1. berita acara umum; dan
2. berita acara khusus.
g. surat panggilan, meliputi:
1. surat panggilan umum; dan
2. surat panggilan khusus.
h. surat rekomendasi;
i. naskah akademis/latar belakang pengaturan;
j. laporan, meliputi:
1. laporan umum; dan
2. laporan khusus.
k. telaahan staf;
l. pengumuman;
m. surat keterangan;
n. surat peringatan;
o. surat pengantar;
p. surat perintah;
q. surat perintah perjalanan dinas;
r. surat tugas;
s. surat tanda tamat pendidikan dan pelatihan;
t. sertifikat; dan
u. piagam, meliputi:
1. piagam umum; dan
2. piagam khusus.
(3) Naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b angka 2
meliputi:
a. surat dinas;
7
b. memorandum;
c. nota dinas; dan
d. surat/kartu undangan.
(4) Naskah dinas yang disusun dalam bahasa inggris antara lain meliputi:
a. surat korespondensi;
b. memorandum of understanding (MoU);
c. letter of intent (LoI);
d. memorandum of cooperation (MoC); dan
e. implementing agreement (IA).
(5) Naskah dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4)
disusun sesuai dengan format yang tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 11
(1) Surat kuasa khusus, berita acara pengawasan penaatan lingkungan hidup,
surat panggilan khusus, surat perintah dimulainya penyidikan, surat teguran
tertulis, surat penangkapan dan laporan khusus sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (2) huruf c angka 2, huruf d angka 2, huruf e angka 2,
dan huruf i angka 2 dalam rangka pengawasan dan/atau penyidikan
diterbitkan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri.
(2) Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan, Sertifikat Kompetensi dan
Piagam dalam rangka pendidikan dan pelatihan diterbitkan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Menteri.
(3) Naskah dinas yang berkaitan dengan pengelolaan anggaran yang meliputi
antara lain daftar isian pelaksana anggaran (DIPA), surat perintah perjalanan
dinas, surat perintah membayar, dan surat perintah kerja diterbitkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
keuangan negara.

Bagian Kedua
Penggunaan Kertas

Pasal 12
(1) Kertas untuk naskah dinas dalam bentuk dan susunan produk hukum
menggunakan jenis kertas dengan kualitas tinggi misalnya concorde atau
kertas lain yang sejenis.
(2) Kertas untuk naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat menggunakan:
a. HVS 80 gram atau disesuaikan dengan kebutuhan; dan
b. HVS diatas 80 gram atau jenis lain yang mempunyai nilai keasaman (PH)
paling rendah 7 hanya terbatas untuk jenis naskah dinas tertentu.

Pasal 13
Ukuran kertas untuk naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat meliputi:
a. surat menyurat menggunakan kertas A4 (210 x 297 mm);
b. laporan menggunakan kertas folio/F4 (215 x 330 mm); dan
c. pidato menggunakan kertas A5 (165 x 215 mm).

8
Bagian Ketiga
Logo Kementerian

Pasal 14
(1) Logo kementerian berbentuk kalpataru dengan susunan lingkaran alam
semesta berwarna biru galaksi, bagian atas berbentuk batang dan cabang
pohon berwarna hijau zamrud dan bagian bawah berbentuk akar pohon
berwarna emas.
(2) Logo sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan pada naskah dinas
kementerian.
(3) Ketentuan mengenai penggunaan logo dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai logo Kementerian Lingkungan
Hidup.

BAB IV
PARAF, PENULISAN NAMA, PENANDATANGANAN DAN PENDELEGASIAN
PENANDATANGANAN, OTENTIKASI, PENOMORAN DAN PENGARSIPAN, SERTA
PENGGUNAAN TINTA

Bagian Kesatu
Paraf

Pasal 15
(1) Setiap naskah dinas sebelum ditandatangani terlebih dahulu diparaf yang
merupakan tanda tangan singkat sebagai bentuk pertanggungjawaban atas
materi muatan, substansi, redaksi, dan pengetikan naskah dinas.
(2) Paraf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. paraf hirarki; dan
b. paraf koordinasi.
(3) Paraf hirarki sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dibubuhkan
searah jarum jam atau berbentuk matriks oleh pejabat sesuai dengan jenjang
jabatan.
(4) Paraf koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan
paraf pejabat sesuai substansi tugasnya pada masing-masing unit kerja yang
berbentuk matriks.

Bagian Kedua
Penulisan Nama

Pasal 16
(1) Penulisan nama menteri pada naskah dinas dalam bentuk dan susunan
produk hukum tidak menggunakan gelar.
(2) Penulisan nama menteri pada naskah dinas dalam bentuk dan susunan
surat disesuaikan dengan kebutuhan.
(3) Penulisan nama pejabat eselon I, II, III, dan IV, menggunakan nomor induk
pegawai (NIP).

9
Bagian Ketiga
Penandatanganan dan Pendelegasian Penandatanganan

Pasal 17
(1) Menteri menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan produk
hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a meliputi:
a. peraturan Menteri;
b. peraturan bersama Menteri;
c. keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf
c;
d. nota kesepahaman (MoU); dan
e. letter of intent (LoI).
(2) Menteri menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat
khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b angka 1 meliputi:
a. keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf
a;
b. instruksi Menteri;
c. surat edaran;
d. surat perjanjian;
e. surat rekomendasi;
f. surat kuasa;
g. berita acara;
h. surat panggilan;
i. lembar disposisi;
j. laporan;
k. surat keterangan;
l. surat tugas;
m. surat peringatan;
n. surat tanda tamat pendidikan dan pelatihan;
o. sertifikat; dan
p. piagam.
(3) Menteri menandatangani naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat
korespondensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b angka 2
meliputi:
a. memorandum;
b. nota dinas;
c. surat dinas; dan
d. surat/kartu undangan.
(4) Dalam hal berhalangan, Menteri dapat mendelegasikan penandatanganan
naskah dinas kepada Sekretaris Kementerian atau Deputi.

Pasal 18
(1) Sekretaris Kementerian menandatangani naskah dinas berupa surat khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b angka 1 meliputi:
a. perjanjian kerjasama dengan pihak lain sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya;
b. keputusan Sekretaris Kementerian meliputi:
10
1. pendelegasian wewenang;
2. penetapan organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis;
3. penetapan ketatalaksaan organisasi; dan
4. program kerja dan anggaran.
c. berita acara umum;
d. lembar disposisi;
e. telaahan staf;
f. laporan;
g. pengumuman;
h. surat keterangan;
i. surat teguran;
j. surat panggilan;
k. surat tugas; dan
l. piagam.
(2) Sekretaris Kementerian menandatangani naskah dinas berupa surat
korespondensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b angka 2
meliputi:
a. memorandum;
b. nota dinas;
c. surat dinas; dan
d. surat undangan.

Pasal 19
(1) Deputi menandatangani naskah dinas berupa surat khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 huruf b angka 1 meliputi:
a. perjanjian kerjasama dengan pihak lain sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya;
b. keputusan Deputi meliputi:
1. pendelegasian wewenang;
2. penetapan organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis;
3. penetapan ketatalaksaan organisasi;
4. pemberian penghargaan; dan
5. program kerja dan anggaran.
c. surat kuasa sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya;
d. berita acara;
e. lembar disposisi;
f. telaahan staf;
g. laporan;
h. surat keterangan;
i. surat panggilan;
j. surat teguran;
k. surat tugas;
l. surat tanda tamat pendidikan dan pelatihan sesuai dengan tugas pokok
dan fungsinya; dan
m. piagam.
(2) Deputi menandatangani naskah dinas berupa surat korespondensi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b angka 2 meliputi:
11
a. memorandum;
b. nota dinas;
c. surat dinas; dan
d. surat undangan.

Pasal 20
(1) Kepala Pusat dan Kepala Biro menandatangani naskah dinas berupa surat
khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b meliputi:
a. berita acara;
b. surat keterangan;
c. lembar disposisi;
d. telaahan staf;
e. laporan;
f. pengumuman;
g. surat tugas;
h. surat panggilan;
i. surat teguran;
j. surat rekomendasi;
k. surat tanda tamat pendidikan dan pelatihan; dan
l. sertifikat.
m. piagam.
(2) Kepala Pusat selain mempunyai kewenangan untuk menandatangani naskah
dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a juga mempunyai
kewenangan untuk menandatangani surat keputusan Kepala Pusat yang
terdiri dari:
1. pendelegasian wewenang;
2. penetapan organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis;
3. penetapan ketatalaksaan organisasi;
4. pemberian penghargaan; dan
5. program kerja dan anggaran.
(3) Surat tanda tamat pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf k ditandatangani oleh deputi yang tugas dan
tanggungjawabnya di bidang pendidikan dan pelatihan dan Kepala Pusat
Pendidikan Dan Pelatihan.
(4) Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k hanya dapat
ditandatangani oleh kepala pusat pendidikan dan pelatihan.
(5) Kepala Pusat dan Kepala Biro menandatangani naskah dinas berupa surat
korespondensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c meliputi:
a. memorandum;
b. nota dinas;
c. surat dinas; dan
d. surat undangan.

Pasal 21
(1) Asisten Deputi menandatangani naskah dinas berupa surat khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b angka 1 meliputi:
a. surat keterangan;
12
b. lembar disposisi;
c. telaahan staf;
d. laporan;
e. surat teguran;
f. surat panggilan; dan
g. surat tugas;
(2) Asisten deputi menandatangani naskah dinas berupa surat korespondensi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b angka 2 meliputi:
a. memorandum;
b. nota dinas;
c. surat dinas dalam hal:
1. deputi berhalangan; dan/atau
2. berdasarkan penugasan deputi.
d. surat undangan.

Pasal 22
(1) Kepala Bagian dan Kepala Bidang menandatangani naskah dinas berupa
surat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b angka 1
meliputi:
a. lembar disposisi;
b. telaahan staf;
c. laporan; dan
(2) Kepala Bagian dan Kepala Bidang menandatangani naskah dinas berupa
surat korespondensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b angka 2
meliputi:
a. memorandum; dan
b. nota dinas;
c. surat dinas berdasarkan penugasan eselon I;

Pasal 23
Kepala Sub Bagian dan Kepala Sub Bidang menandatangani naskah dinas
berupa surat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b angka 1
meliputi:
a. nota dinas;
b. lembar disposisi;
c. telaahan staf; dan
d. laporan.

Pasal 24
Setiap pejabat yang menandatangani naskah dinas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (2), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19 ayat (2), Pasal 20 ayat (2), dan
Pasal 21 ayat (2) wajib menyampaikan tembusan kepada:
a. atasannya sebagai laporan; dan/atau
b. pejabat setingkatnya sebagai pemberitahuan bila dianggap perlu.

13
Bagian Keempat
Otentikasi

Pasal 25
Otentikasi terhadap Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri yang
ditandatangani oleh Menteri dilakukan oleh Kepala Biro Hukum dan Humas.

Bagian Kelima
Penomoran dan Pengarsipan

Pasal 26
(1) Penomoran dan pengarsipan naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf a dilakukan oleh unit kerja yang membidangi penyusunan
peraturan perundang-undangan.
(2) Penomoran dan pengarsipan naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf b dilakukan oleh unit kerja yang membidangi persuratan.

Pasal 27
Pembubuhan paraf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) dan ayat (4)
serta tata cara dan kode penomoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
(1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan Lampiran II yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Keenam
Penggunaan Tinta

Pasal 28
(1) Tinta yang digunakan untuk mencetak naskah dinas berwarna hitam.
(2) Tinta yang digunakan untuk penandatanganan dan paraf naskah dinas
berwarna biru tua.
(3) Tinta stempel yang digunakan untuk naskah dinas berwarna ungu.
(4) Tinta stempel yang digunakan untuk keperluan keamanan naskah dinas
berwarna merah.

BAB V
PENGGUNAAN ATAS NAMA, UNTUK BELIAU, UNTUK PERHATIAN, PELAKSANA
TUGAS, DAN PELAKSANA HARIAN

Pasal 29
(1) Atas nama yang disingkat a.n. merupakan jenis pelimpahan wewenang dalam
hubungan internal antara atasan kepada pejabat setingkat di bawahnya.
(2) Untuk beliau yang disingkat u.b. merupakan jenis pelimpahan wewenang
dalam hubungan internal antara atasan kepada pejabat dua tingkat di
bawahnya.
(3) Untuk perhatian yang disingkat u.p. dipergunakan untuk mempermudah
penyampaian dan mempercepat penyelesaian naskah dinas.
14
(4) Atas nama dan untuk beliau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pejabat yang digunakan
namanya melalui naskah dinas.
(5) Tanggung jawab pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) tetap berada pada pejabat yang melimpahkan wewenang.
(6) Pejabat yang menerima pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) harus mempertanggungjawabkan kepada pejabat yang melimpahkan.

Pasal 30
(1) Pelaksana tugas yang selanjutnya disebut Plt. merupakan pejabat sementara
pada jabatan tertentu yang mendapat pelimpahan wewenang
penandatanganan naskah dinas karena tidak ada pejabat definitif.
(2) Plt. sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan
Menteri dan berlaku paling lama 3 (tiga) tahun.
(3) Plt. sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas naskah
dinas yang dilakukannya.

Pasal 31
(1) Pelaksana tugas harian yang selanjutnya disebut Plh. merupakan pejabat
sementara pada jabatan tertentu yang mendapat pelimpahan kewenangan
penandatanganan naskah dinas karena pejabat definitif berhalangan paling
sedikit 3 (tiga) hari kerja.
(2) Plh. sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan:
a. memorandum atau Keputusan Menteri untuk jabatan eselon I;
b. memorandum eselon I untuk jabatan eselon II di bawahnya;
c. memorandum eselon II untuk jabatan eselon III di bawahnya; dan
(3) Memorandum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku paling lama 3
(tiga) bulan dan dapat diperpanjang.
(4) Plh. sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertanggungjawabkan naskah
dinas yang dilakukan kepada atasannya.

Pasal 32
Penggunaan Atas Nama, Untuk Beliau, Untuk Perhatian, Pelaksana Tugas, Dan
Pelaksana Harian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 sampai dengan Pasal
31 sesuai dengan contoh dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB VI
STEMPEL

Bagian Kesatu
Jenis, Bentuk, Ukuran dan Isi

Pasal 33
(1) Jenis stempel untuk naskah dinas di lingkungan Kementerian Lingkungan
Hidup terdiri atas:
a. stempel jabatan;
15
b. stempel kementerian;
c. stempel Pusat di Kementerian Lingkungan Hidup;
(2) Stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk lingkaran.

Pasal 34
Ukuran stempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) meliputi:
a. ukuran garis tengah lingkaran luar stempel 40 mm;
b. ukuran garis tengah lingkaran tengah stempel 39 mm; dan
c. ukuran garis tengah lingkaran dalam stempel 30 mm.

Pasal 35
(1) Stempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf a, berisi
tulisan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia dengan
pembatas tanda bintang dan lambang negara di dalamnya.
(2) Stempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf b berisi
tulisan Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia dan logo
Kementerian dengan pembatas tanda bintang.
(3) Stempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf c berisi tulisan
Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia pada bagian atas dan
nomenklatur Pusat pada bagian bawah dengan pembatas tanda bintang dan
didalamnya terdapat logo Kementerian.

Pasal 36
Jenis, bentuk, ukuran dan isi stempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
sampai dengan Pasal 34 sesuai dengan contoh dalam Lampiran IV yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Kedua
Penggunaan

Pasal 37
(1) Stempel jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf a
digunakan oleh Menteri.
(2) Stempel kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf b
digunakan oleh:
a. pejabat eselon I dan eselon II untuk kebutuhan korespondensi;
b. pelaksana atau pengelola anggaran; dan
c. pejabat yang ditunjuk untuk menandatangani surat perjalanan dinas dari
instansi lain.
(3) Stempel Pusat Pengelolaan Ekoregion Kementerian Lingkungan Hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf c digunakan oleh:
a. Kepala Pusat Pengelolaan Ekoregion Kementerian Lingkungan Hidup
untuk kebutuhan korespondensi;
b. pelaksana atau pengelola anggaran di Pusat Pengelolaan Ekoregion
Kementerian Lingkungan Hidup; dan
c. pejabat yang ditunjuk untuk menandatangani surat perjalanan dinas dari
instansi lain.
16
(4) Pembubuhan stempel dilakukan pada bagian kiri dan mengenai tanda tangan
pejabat yang menandatangani naskah dinas.

Bagian Ketiga
Penyimpanan dan Tanggung Jawab Penggunaan Stempel

Pasal 38
(1) Stempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf a disimpan
pada unit kerja yang membidangi persuratan di sekretariat Kementerian
Lingkungan Hidup.
(2) Stempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf b disimpan
pada unit kerja yang membidangi persuratan di sekretariat Kementerian
Lingkungan Hidup, pusat sarana pengendalian dampak lingkungan, serta
pusat pendidikan dan pelatihan.
(3) Stempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf c disimpan
pada unit kerja yang membidangi ketatausahaan Pusat Pengelolaan
Ekoregion Kementerian Lingkungan Hidup.

BAB VII
KOP NASKAH DINAS

Bagian Kesatu
Jenis

Pasal 39
Jenis Kop naskah dinas di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup terdiri
atas:
a. kop naskah dinas jabatan menteri;
b. kop naskah dinas kementerian; dan
c. kop naskah dinas pusat.

Bagian Kedua
Ukuran dan Isi

Pasal 40
(1) Kop naskah dinas jabatan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
huruf a, menggunakan:
a. lambang negara berwana kuning emas ukuran 25 mm simetris dan
ditempatkan di bagian tengah atas, untuk naskah dinas dalam bentuk
dan susunan produk hukum; dan
b. lambang negara berwarna kuning emas dengan perisai berwarna ukuran
25 mm dibawahnya bertuliskan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Republik Indonesia dengan ukuran huruf 12, ditempatkan di bagian
tengah atas dengan alamat di bagian tengah bawah untuk naskah dinas
dalam bentuk dan susunan surat khusus dan korespondensi.
(2) Kop naskah dinas kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf
b, menggunakan logo Kementerian ditempatkan bagian kiri atas dan di
17
sebelah kanan bertuliskan Kementerian Lingkungan Hidup Republik
Indonesia beserta alamatnya.
(3) Kop naskah dinas kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf
c, menggunakan logo kementerian ditempatkan bagian kiri atas dan di
sebelah kanan bertuliskan Kementerian Lingkungan Hidup Republik
Indonesia dan nomenklatur Pusat beserta alamatnya.
(4) Tulisan pada kop naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf
c, untuk Kementerian Lingkungan Hidup menggunakan huruf kapital dengan
jenis huruf Arial dengan ukuran 16 dan untuk alamat dengan ukuran 10.

Pasal 41
Jenis, bentuk, ukuran dan isi kop naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38 dan Pasal 39 sesuai dengan contoh dalam Lampiran I yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Ketiga
Penggunaan

Pasal 42
(1) Kop naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a,
digunakan untuk naskah dinas yang ditandatangani oleh Menteri.
(2) Kop naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf b,
digunakan untuk naskah dinas yang ditandatangani oleh pejabat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 23.
(3) Kop naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf c,
digunakan untuk naskah dinas yang ditandatangani oleh pejabat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23.

BAB VIII
SAMPUL, AMPLOP, DAN MAP NASKAH DINAS

Bagian Kesatu
Klasifikasi

Pasal 43
(1) Sampul naskah dinas terdiri atas:
a. sampul naskah dinas Menteri;
b. sampul naskah dinas kementerian; dan
c. sampul naskah dinas Pusat.
(2) Amplop naskah dinas terdiri atas:
a. amplop naskah dinas Menteri;
b. amplop naskah dinas kementerian; dan
c. amplop naskah dinas Pusat.
(3) Map naskah dinas terdiri atas:
a. map naskah dinas Menteri;
b. map naskah dinas kementerian; dan
c. map naskah dinas Pusat.
18

Bagian Kedua
Bentuk, Warna, Jenis, Ukuran, Isi dan Huruf

Pasal 44
(1) Sampul naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1),
menggunakan kertas ukuran folio/F4 berwarna putih.
(2) Amplop naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2),
berbentuk empat persegi panjang dan berwarna putih.
(3) Map naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3),
berbentuk empat persegi panjang dan berwarna kuning gading.

Pasal 45
(1) Ukuran amplop naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2)
meliputi:
a. amplop kantong dengan ukuran panjang 39 cm dan lebar 28 cm; dan
b. amplop seperempat folio dengan ukuran panjang 25 cm dan lebar 12 cm.
(2) Ukuran map sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3), panjang 37 cm
dan lebar 26 cm.

Pasal 46
(1) Amplop naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf a
berisi lambang negara kuning emas dengan perisai berwarna dan tulisan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia di bagian pojok kiri
atas.
(2) Amplop naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf
b berisi logo kalpataru berwarna, tulisan Kementerian Lingkungan Hidup
Republik Indonesia di bagian pojok kiri atas dan alamat serta laman dibagian
bawah simetris.
(3) Amplop naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf c
berisi logo kalpataru berwarna, tulisan Kementerian lingkungan Hidup
Republik Indonesia dan nomenklatur Pusat beserta alamatnya.

Pasal 47
(1) Halaman depan map naskah dinas Menteri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 ayat (3) huruf a berisi lambang negara kuning emas dengan perisai
berwarna dan tulisan Menteri Negara Lingkungan Hidup di bawahnya
ditempatkan pada bagian tengah atas.
(2) Halaman depan map naskah dinas kementerian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43 ayat (3) huruf b berisi logo kalpataru berwarna hitam dengan
tulisan Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia di bagian bawah
simetris.
(3) Halaman depan map naskah dinas Pusat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 ayat (3) huruf c berisi logo kalpataru berwarna hitam dengan tulisan
Kementerian lingkungan Hidup Republik Indonesia dan nomenklatur Pusat
beserta alamatnya.

19
Pasal 48
(1) Huruf pada amplop naskah dinas Menteri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 ayat (2) huruf a, Arial berukuran 30.
(2) Huruf pada amplop naskah dinas Kementerian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 ayat (2) huruf b, untuk tulisan:
a. Kementerian Lingkungan Hidup dengan jenis huruf Arial berukuran 30;
dan
b. alamat dengan jenis huruf Arial berukuran 16.
(3) Huruf pada amplop naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43
ayat (2) huruf c untuk tulisan:
a. Kementerian Lingkungan Hidup dengan jenis huruf Arial berukuran 30;
b. Pusat Pengelolaan Ekoregion dengan jenis huruf Arial berukuran 20; dan
c. alamat dengan jenis huruf Arial berukuran 16.

Pasal 49
(1) Huruf pada map naskah dinas Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
42 ayat (3) huruf a, Arial Narrow berukuran 30 dan dicetak tebal.
(2) Huruf pada map naskah dinas Kementerian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (3) huruf b, untuk tulisan Kementerian Lingkungan Hidup
dengan jenis huruf Arial Narrow berukuran 30 dan dicetak tebal; dan
(3) Huruf pada map naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat
(3) huruf c untuk tulisan:
a. Kementerian Lingkungan Hidup dengan jenis huruf Arial Narrow
berukuran 30 dan dicetak tebal; dan
b. Pusat Pengelolaan Ekoregion dengan jenis huruf Arial Narrow berukuran
20 dan dicetak tebal.

BAB IX
PERUBAHAN, PEMBATALAN DAN PENCABUTAN

Pasal 50
(1) Perubahan, pembatalan, dan pencabutan naskah dinas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dilakukan oleh Menteri.
(2) Perubahan naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dan
ayat (3) dilakukan oleh pejabat yang menandatangani.

BAB X
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 51
(1) Menteri Negara Lingkungan Hidup melakukan pembinaan dan pengawasan
atas penyelenggaraan naskah dinas.
(2) Unit kerja yang membidangi persuratan dan unit kerja yang membidangi
penyusunan peraturan perundang-undangan melakukan pembinaan dan
pengawasan penyelenggaraan naskah dinas di lingkungan Kementerian
Lingkungan Hidup.

20
BAB XI
PENUTUP

Pasal 52
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 02 Tahun 2005 tentang Pedoman Administrasi Umum di
Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

Pasal 53
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 November 2011

MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BALTHASAR KAMBUAYA

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 21 November 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

AMIR SYAMSUDDIN


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 728

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,



Inar Ichsana Ishak
1

LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 08 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN TATA NASKAH DINAS
KEMENTERIAN LINGKUNGAN
HIDUP

Kop Naskah Dinas
1. Naskah dinas jabatan menteri.
a. naskah dinas dalam bentuk dan susunan produk hukum








































Lambang
negara di tiap
halaman
2

b. naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat khusus dan korespondensi









































Menteri Negara Lingkungan Hidup
Republik Indonesia













































KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
Gedung B lantai 2, Jalan DI Panjaitan, Kebon Nanas Jakarta 13410
Tel. 021-8580102-3, Fax. 021-8580101 Website: www.menlh.go.id
Lambang
negara dan
nama jabatan
di tiap
halaman
3



2. Naskah dinas kementerian.














































KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
Jl. DI. Panjaitan, Kebon Nanas, Jakarta 13410, Indonesia Kotak Pos/PO Box 7777 JAT 13000
Telepon : 021-8517148 (hunting), 8580067-69 Faks 021-8517147 Laman: www.menlh.go.id


4

3. Kop naskah dinas pusat.















































PUSAT (sesuai dengan nomenklatur)
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
Jl. (sesuai nomenklatur), Indonesia Kotak Pos/PO Box (sesuai nomenklatur)
Telepon : (sesuai nomenklatur) Faks (sesuai nomenklatur) Laman: (sesuai nomenklatur)



5

PERATURAN MENTERI




PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR TAHUN
TENTANG
(Nama Peraturan Menteri)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa ;
b. bahwa ;
c. dan seterusnya ;

Mengingat: 1. ;
2. ;
3. dan seterusnya ;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK
INDONESIA TENTANG . (nama
Peraturan Menteri).

BAB I


Pasal 1

BAB II

Pasal

BAB
(dan seterusnya)

Pasal
Peraturan Menteri ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.

Lambang
negara di
tiap halaman
telah di cetak
Penomoran
berurutan
dalam satu
tahun takwin

Memuat
uraian
singkat
pokok pikiran
latar
belakang dan
alasan
pembuatan
peraturan
Memuat
dasar
kewenangan
dan
Peraturan
perundang-
undangan
Memuat
semua
substansi
peraturan
yang
ditetapkan
6




















































Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal

MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

(tanda tangan)

NAMA MENTERI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

(tanda tangan)

NAMA MENTERI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN.. NOMOR..

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,

(tanda tangan)

Nama Kepala Biro


Tanda
Tangan
Menteri
Lingkungn
Hidup
Tanda
Tangan
Menteri
Hukum dan
Ham

Tanda
Tangan
Kepala Biro
Hukum dan
Humas KLH
(untuk
salinan)

7


PERATURAN BERSAMA MENTERI

















































PERATURAN BERSAMA
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA
DAN
MENTERI .... REPUBLIK INDONESIA

NOMOR: .............................
NOMOR: .............................

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP DAN MENTERI ....
REPUBLIK INDONESIA

Menimbang: a. bahwa ;
b. bahwa ;
c. dan seterusnya ;

Mengingat: 1. ;
2. ;
3. dan seterusnya ;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN BERSAMA MENTERI
NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA DAN
MENTERI .... REPUBLIK INDONESIA
TENTANG . (nama Peraturan
Menteri).

BAB I


Pasal 1

BAB II

Pasal

BAB
(dan seterusnya)

Lambang
negara di tiap
halaman
telah di cetak
Penomoran
berurutan
dalam satu
tahun takwin

Memuat
uraian
singkat
pokok pikiran
latar
belakang dan
alasan
pembuatan
peraturan
Memuat
dasar
kewenangan
dan
Peraturan
perundang-
undangan
Memuat
semua
substansi
peraturan
yang
ditetapkan

8




















































Pasal


Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal ................
MENTERI ..... MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

(tanda tangan) (tanda tangan)

........................... NAMA MENTERI

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

(tanda tangan)

NAMA MENTERI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN..
NOMOR..

Tanda
tangan
Menteri
Lingkungan
Hidup dan
Menteri yang
Terkait
Tanda
Tangan
Menteri
Hukum dan
Ham
9

KEPUTUSAN MENTERI




KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR .... TAHUN ....
TENTANG
(Nama Peraturan Menteri)

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa ;
b. bahwa ;
c. dan seterusnya ;

Mengingat: 1. ;
2. ;
3. dan seterusnya ;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan: KEPUTUSAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP TENTANG

KESATU: ..... .............. .......... ..... ..... ......
..............................

KEDUA: ................. ........ .......... .... ............
............................

KETIGA: ......... ..... ...... .......... .............. .....
....... ....... ........... ...... .....................
dst.
MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

(tanda tangan)

Salinan sesuai dengan aslinya NAMA MENTERI
Kepala Biro Hukum dan Humas,

(tanda tangan)

Nama Kepala Biro

Lambang
negara di
tiap
halaman
telah di
cetak
Penomoran
berurutan
dalam satu
tahun takwin

Memuat
uraian
singkat
pokok pikiran
latar
belakang dan
alasan
pembuatan
peraturan
pembuatan
peraturan

Memuat
dasar
kewenangan
dan
Peraturan
perundang-
undangan

Memuat
substansi
keputusan
yang
dirumuskan
dalam
diktum-
diktum
Tanda
tangan
Menteri
Lingkungan
Hidup

Tanda
Tangan
Kepala Biro
Hukum dan
Humas untuk
salinan

10

SURAT KEPUTUSAN SEKRETARIS KEMENTERIAN/DEPUTI











KEPUTUSAN SEKRETARIS/DEPUTI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
(NOMOR ESELON I) TAHUN ....
TENTANG
(Nama Keputusan)

SEKRETARIS/DEPUTI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK
INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa ;
b. bahwa ;
c. dan seterusnya ;

Mengingat: 1. ;
2. ;
3. dan seterusnya ;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan: SEKRETARIS/DEPUTI KEMENTERIAN
LINGKUNGAN HIDUP TENTANG

KESATU: ..... .............. .......... ..... ..... ...... ..............................

KEDUA: ................. ........ .......... .... ............
............................

KETIGA: ......... ..... ...... .......... .............. ..... ....... .......
........... ...... .....................dst.

SEKRETARIS/DEPUTI KEMENTERIAN
LINGKUNGAN HIDUP,

(tanda tangan)

NAMA SEKRETARIS/DEPUTI

11

MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU)














































MEMORANDUM OF UNDERSTANDING
BETWEEN
THE ....................................................................
REPUBLIK OF INDONESIA
AND
THE ..............................................
CONCERNING
......................................................

The ................, Republic of Indonesian and the ..................
here in after referred to as the Parties;

Desiring to promote favourable relations of partnership and
cooperation between ..........................;

Recognizing the importance of the principles of equality and
mutual benefits;

Referring to the Letter of Intent between ...................., the
Republic of Indonesian and ..................... concerning .................,
signed in ................. on .................

Pursuant to the prevailing laws and regulations in the
respective countries;
Have agreed as follows :

Article 1

Objective and Scope of Cooperation

................................................................................................
.........................................................................................................
.........................................................................................................
.........................................................................................................
.....................................
a. ..........................
b. ..........................
c. ..........................
d. ..........................
e. ..........................
f. Other areas agreed upon by the Parties.
12

LETTER OF INTENT














































LETTER OF INTENT
BETWEEN
DEPARTMENT OF LAW AND HUMAN RIGHT
OF THE REPUBLIK INDONESIA
AND THE ...................................
CONCERNING .........

Department of Law and Human Right of the Republic Indonesia and
the ........................................ and the ..................... here in after
referred to as the Parties;

Desining to promote goodwill and understanding as well as
favourable cooperation between ................................;

Recognizing the importance of the principles of the equality and
mutual benefits;

Do hereby declare our intention to .......... ............. ................ ...... ...
.. ....... ..........., in .......................... .............................:
a. ..................................................;
b. ..................................................;
c. ..................................................;
d. ..................................................;
e. etc.

The implemention of such cooperation shall be concluded in
appropriate measures in in due course.

DONE in duplicate at .................., on this ..................,, day of
.................., in the year ..................,, in Indonesian, ..................,
and English languages, all text being equally authentic.



For Department of Law and Human Right For ..................,
of the Republic of Indonesian



...................................... ...................................
13

SURAT EDARAN












































KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
Jl. DI. Panjaitan, Kebon Nanas, Jakarta 13410, Indonesia Kotak Pos/PO Box 7777 JAT 13000
Telepon : 021-8517148 (hunting), 8580067-69 Faks 021-8517147 Laman: www.menlh.go.id


Nomor : .../.../.../(tahun) (tanggal) (bulan) (tahun)
Hal. : .......................................................

Kepada Yth.
1. .....
2. .....
di seluruh Indonesia

SURAT EDARAN

Dalam rangka (dasar pertimbangan dikeluarkannya surat
edaran).................., dengan hormat disampaikan hal-hal sebagai
berikut:
1. ............................................................
2. ..........................................................
3. ...........................................................


Demikian untuk menjadi perhatian dan atas kerjasama yang baik
diucapkan terimakasih.

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

(tanda tangan)

NAMA MENTERI

Tembusan:
a. Sekretariat Negara
b. ....
Dst,.

Logo dan
Nama dan
Alamat
Lembaga
telah di
cetak

Penomoran
berurut
dalam satu
tahun
takwin
Prihal surat
Tanggal
dikeluarkan
Ditujukan
kepada
Tanda
tangan
Menteri
Negara
Lingkungan
Hidup

Tembusan
surat
14

SURAT PERJANJIAN



















































KESEPAKATAN BERSAMA
ANTARA
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
DENGAN

Nomor: /MENLH/.../(tahun)
Nomor: .......................... /(tahun)
TENTANG
.............................................................................................

Pada hari ini .......... tanggal ...... bulan ... tahun .. bertempat di ...,
kami yang bertanda tangan di bawah ini:

1. Gusti Muhammad Hatta : Menteri Negara Lingkungan Hidup,
dalam hal ini bertindak untuk dan
atas nama Kementerian Lingkungan
Hidup yang berkedudukan di Jalan
D.I. Panjaitan, Kav. 24 Jakarta Timur,
selanjutnya disebut sebagai PIHAK
PERTAMA.

2. . : ...., dalam hal ini bertindak untuk dan
atas nama ... yang berkedudukan di
Jalan ...., selanjutnya disebut sebagai
PIHAK KEDUA.

(alternatif 1)
Dasar pertimbangan
1. terkait dengan tupoksi PIHAK PERTAMA
2. terkait dengan tupoksi PIHAK KEDUA
sepakat untuk melakukan kerja sama dengan ketentuan sebagai
berikut:

(alternative 2)
PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA yang selanjutnya disebut
PARA PIHAK, sepakat untuk melakukan kerja sama dalam
pelaksanaan program dan kegiatan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dengan ketentuan sebagai berikut:

Lambang
negara di tiap
halaman
telah di cetak
Memuat
perihal
perjanjian
dan nomor
perjanjian
Waktu
penanda-
tanganan
perjanjian
Memuat
nama dan
kedudukan
para pihak
Memuat
nama dan
kedudukan
para pihak
15























































































Pasal 1
Tujuan
Tujuan dilakukan kerjasama:
a. ..; dan
b. ...

Pasal 2
Ruang Lingkup
Ruang lingkup Kesepakatan Bersama:
a. ;
b. ; dan
c. dst
Pasal 3
Kewajiban Para Pihak

(1) kewajiban PIHAK PERTAMA:
a. ;
b. ; dan
c. dst.
(2) Kewajiban PIHAK KEDUA:
a. ;
b. ; dan
c. dst.

Pasal 4
Pelaksanaan
(1) pelaksanaan kesepakatan bersama.
(2) dst.

Pasal 5
(1) pelaksana untuk melaksanakan kesepakatan bersama.
(2) dst.

Pasal 6
Jangka Waktu

(1) masa berlaku kesepakatan, perpanjangan, dan pengakhiran
kesepakatan bersama.

Memuat
substansi
perjanjian
16



















































































INSTRUKSI MENTERI


Pasal 7
Berakhirnya Kesepakatan Bersama

(1) kewajiban para pihak dalam hal kesepakatan bersama tidak
diperpanjang.
(2) Kesepakatan Bersama ini berakhir seketika apabila terjadi
perubahan terhadap peraturan perundang-undangan atau
perubahan kebijakan pemerintah yang mengakibatkan tidak
dapat dilakukannya Kesepakatan Bersama ini.

Pasal 7
Penyelesaian Perselisihan

Apabila di kemudian hari terjadi perbedaan pendapat, baik dalam
penafsiran maupun dalam pelaksanaan Kesepakatan Bersama ini,
penyelesaiannya dilakukan secara kekeluargaan dan musyawarah
untuk mencapai mufakat dengan tetap memperhatikan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 8
Pendanaan

Dana yang diperlukan dalam pelaksanaan Kesepakatan Bersama ini
dibebankan kepada PARA PIHAK sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.

Pasal 9
Ketentuan Penutup

Kesepakatan Bersama ini dibuat rangkap 2 (dua), bermaterai cukup,
masing-masing sama bunyinya dan mempunyai kekuatan hukum
yang sama, 1 (satu) rangkap untuk PIHAK PERTAMA dan 1 (satu)
rangkap untuk PIHAK KEDUA

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA


(tanda tangan) (tanda tangan)


Nama Menteri Nama Pihak Kedua


Memuat
substansi
perjanjian
Tanda
tangan para
pihak
17

















































INSTRUKSI
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA
NOMOR .... TAHUN ....

TENTANG
(Nama Peraturan Menteri)

Menimbang: a. bahwa ;
b. bahwa ;
c. dan seterusnya ;

Mengingat: 1. ;
2. ;
3. dan seterusnya ;

Memperhatikan: 1. ...;
2. ...;
3. dan seterusnya ;

MEMUTUSKAN
Menginstruksikan
Kepada: 1. Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup
2. dst.

Dalam lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup untuk:
a. Meningkatkan pembinaan pegawai Negeri Sipil untuk
menyelenggarakan tugas pemerintah dan pembangunan
secara berdaya guna dan berhasil guna.
b. dst,

Instruksi ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : .....
MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

(tanda tangan)

NAMA MENTERI
Keputusan ini disampaikan kepada:
a. Sekretariat Negara
b. dst,.

Prihal
Instruksi
Memuat
uraian
singkat
pokok pikiran
latar
belakang dan
alasan
pembuatan
peraturan

Memuat
dasar
kewenangan
dan
Peraturan
perundang-
undangan
Memuat
substansi
instruksi
Tanda
tangan
Menteri
Lingkungan
Hidup
Logo dan
Nama dan
Alamat
Lembaga
telah di
cetak

18

SURAT KUASA
















































KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
Jl. DI. Panjaitan, Kebon Nanas, Jakarta 13410, Indonesia Kotak Pos/PO Box 7777 JAT 13000
Telepon : 021-8517148 (hunting), 8580067-69 Faks 021-8517147 Laman: www.menlh.go.id

SURAT - KUASA
No.: SKU-../Ro.U/../....

Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : .............................................................................

NIP : . .. ..
Jabatan : .............................................................................
Alamat : .............................................................................
.............................................................................

dengan ini menerangkan bahwa:
Nama : .............................................................................
NIP : . .. ..
Pangkat : .............................................................................
Jabatan : .............................................................................
Alamat : .............................................................................

untuk .........................................................................................................
.........................
Demikian surat kuasa ini dibuat, untuk dipergunakan sebagaimana
mestinya.

Jakarta, .........................
Pemberi kuasa,
Penerima kuasa, Kepala Biro Umum,

(tanda tangan) (materai dan tanda tangan)

Nama lengkap Nama Kepala Biro
NIP. NIP. . .. ..

Tembusan :
1. ........................
2. ........................
Catatan :Tembusan jika dianggap perlu


Penomoran
berurutan
dalam
satu tahun
takwin
Memuat
identitas
yang
memberikan
kuasa
Memuat
pernyataan
tentang
pemberian
wewenang
kepada
pihak lain
untuk
melakukan
suatu
tindakan
tertentu
Tanggal
penandatan
ganan
Penomoran
berurut
dalam satu
tahun takwin
19

BERITA ACARA

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
Jl. DI. Panjaitan, Kebon Nanas, Jakarta 13410, Indonesia Kotak Pos/PO Box 7777 JAT 13000
Telepon : 021-8517148 (hunting), 8580067-69 Faks 021-8517147 Laman: www.menlh.go.id

BERITA ACARA SERAH TERIMA
No.: ../BAPB/PAN/LH/./(tahun)

Pada hari Senin tanggal (tanggal) (bulan) (tahun) beralamat di
Kementerian Lingkungan Hidup Jl. DI Panjaitan Kebon Nanas, Jakarta
Timur, berdasarkan Surat Keputusan Sekretaris Kementerian LH Nomor:
KEP-..../SES/LH/..../(tahun) tanggal (tanggal) (bulan) (tahun) tentang
..............................................................., yang bertanda tangan di
bawah ini :

1. .................................
2. .........................
3. .............................

dalam hal ini bertindak atas nama dan untuk Kementerian Negara
Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA.

N a m a : .......................................
Jabatan : .......................................
Alamat : .......................................

dalam hal ini bertindak atas nama dan untuk ............................, yang
selanjutnya disebut PIHAK KEDUA.

PIHAK KEDUA telah menyerahkan barang-barang pekerjaan kepada
PIHAK PERTAMA, sesuai dengan SPK Nomor:
..../SPK/Ro.U/LH/....../(tahun) tanggal (tanggal) (bulan) (tahun).

PIHAK PERTAMA telah menerima penyerahan barang-barang dari
PIHAK KEDUA dengan baik sesuai rencana, yang selanjutnya PIHAK
KEDUA berhak menerima pembayaran dari PIHAK PERTAMA sebesar
Rp....................,- (.................. ...............................................)

Demikian Berita Acara ini dibuat dan ditandatangani oleh kedua belah
pihak, untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

PIHAK KEDUA PIHAK PERTAMA
Tim Penerima Barang:
1. ............................ 1.
............................
2. ............................ 2.
............................
3. ............................ 3.
............................

Logo dan
Nama dan
Alamat
Lembaga
telah di
cetak

Penomora
n
berurutan
dalam
satu tahun
takwin
Memuat
identitas
para pihak
yang
melaksana
kan
kegiatan
Memuat
kegiatan
yang
dilaksanak
an
Tandatang
an para
pihak dan
para
saksi
20


SURAT PANGGILAN


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
Jl. DI. Panjaitan, Kebon Nanas, Jakarta 13410, Indonesia Kotak Pos/PO Box 7777 JAT 13000
Telepon : 021-8517148 (hunting), 8580067-69 Faks 021-8517147 Laman: www.menlh.go.id

Jakarta, ........................

Kepada

Nomor : ........................ Yth. ........................
Sifat : ........................ ........................
Lampiran : ........................
Hal : Panggilan. di -
........................


Dengan ini diminta kedatangan Saudara di Kantor ................
.....................................................................................................

Hari : ........................

Tanggal : ........................

Pukul : ........................WIB

Tempat : ........................

Menghadap
kepada : ........................

Alamat : ........................

Untuk : ..............................................................................
....................................................................................................

Demikian untuk maklum..

MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP,

(tanda tangan)

NAMA MENTERI
Tembusan :

1. ........................
2. ........................

Logo dan
Nama dan
Alamat
Lembaga
telah di
cetak

Penomoran
berurut
dalam satu
tahun
takwin

Ditujukan
kepada

Prihal surat
Tanggal
dikeluarkan

Tanda
tangan
Menteri
Negara
Lingkungan
Hidup

Tembusan
surat
21

NASKAH AKADEMIS/LATAR BELAKANG PENGATURAN
















































NASKAH AKADEMIK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TENTANG
..............................................................................................

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan dan Kegunaan yang ingin dicapai
3. Metode Pendekatan
4. Materi Muatan
5. Inventarisasi Peraturan Perundang-undangan

B. RUANG LINGKUP NASKAH AKADEMIK (materi yang hendak diatur)
1. Umum
a. Pengertian-pengertian
b. Asas-asas
2. Materi
3. Sanksi
4. Peralihan
5. Penutup

C. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Perlunya pengaturan
2. Jenis/bentuk pengaturan
3. Pokok-pokok materi yang perlu diatur

D. LAMPIRAN
1. Daftar kepustakaan
2. Inventarisasi Peraturan Perundang-undangan
3. Hasil kajian atau penelitian atau makalah-makalah yangmembahas
materi hukum yang bersangkutan.

Memuat
prihal
akademis
22

LAPORAN/TELAAHAN STAF















































LAPORAN/TELAAHAN STAF
TENTANG
......................................................................

A. Latar Belakang
................................................................................................................................
................................................................................................................................
B. Kegiatan Yang Dilaksanakan
................................................................................................................................
................................................................................................................................

C. Hasil Yang Dicapai
................................................................................................................................
................................................................................................................................

D. Kesimpulan dan Saran
................................................................................................................................
................................................................................................................................

E. Penutup
................................................................................................................................

Dibuat di : .
Pada tanggal :

Pejabat pembuat Laporan

(Tanda tangan dan Cap Instansi)

Nama lengkap

Catatan : cap instansi bila diperlukan

23


PENGUMUMAN














































KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
Jl. DI. Panjaitan, Kebon Nanas, Jakarta 13410, Indonesia Kotak Pos/PO Box 7777 JAT 13000
Telepon : 021-8517148 (hunting), 8580067-69 Faks 021-8517147 Laman: www.menlh.go.id

PENGUMUMAN

Nomor:../Ro.U/..../(tahun)

TENTANG
.

.........................................................................................................................
.........................................................................................................................
.........................................................................................................................
...........................................

.........................................................................................................................
.........................................................................................................................
.........................................................................................................................
...........................................

.........................................................................................................................
.........................................................................................................................
.........................................................................................................................
...........................................

Dikeluarkan di Jakarta
pada tanggal: .
Kepala Biro Umum,

(Tanda tangan dan Cap Instansi)

Nama Lengkap
Kop
Kementerian
Lingkungan
Hidup
telah dicetak
Penomoran
berurutan
dalam
satu tahun
takwin
Judul
pengumum
an
ditulis
dengan
huruf
kapital
Memuat
alasan,
peraturan
yang
menjadi
dasar, dan
pemberitah
uan
tentang hal
tertentu
yang
dianggap
mendesak
Kota sesuai
alamat
Instansi
dan tanggal
penandata
nganan
24


SURAT KETERANGAN












































KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
Jl. DI. Panjaitan, Kebon Nanas, Jakarta 13410, Indonesia Kotak Pos/PO Box 7777 JAT 13000
Telepon : 021-8517148 (hunting), 8580067-69 Faks 021-8517147 Laman: www.menlh.go.id

SURAT KETERANGAN
No.: KET-../Ro.U/LH/../(tahun)

Yang bertanda tangan di bawah ini :
nama :
NIP :
jabatan :

dengan ini menerangkan bahwa:
nama :
NIP :
pangkat/golongan :
jabatan :
dan seterusnya

Surat keterangan ini diberikan untuk keperluan ..........................................
.......................................

Demikian untuk digunakan seperlunya.

Dikeluarkan di ...............
pada tanggal .............
Kepala Biro Umum,

(Tanda tangan dan Cap Instansi)

Nama Lengkap
Kop
Kementerian
Lingkungan
Hidup
telah dicetak
Penomoran
berurutan
dalam
satu tahun
takwin
Memuat
identitas
yang
memberikan
keterangan
Memuat
identitas
yang diberi
keterangan
Memuat
informasi
mengenai
suatu hal
atau
seseorang
untuk
kepentingan
kedinasan
Tanggal
penanda -
tanganan
25


SURAT PERINGATAN


Menteri Negara Lingkungan Hidup
Republik Indonesia

Nomor : ............... tanggal ...............
Lampiran : ............... ( jika ada)
Hal : ...............

Yth, ...............
......................
.............
......................

...............................(alinea pembuka).......................................
....................... .............................. ............ ....................................
............... .................. ............

...............................( alinea isi).......................................
....................... .............................. ............ ....................................
............... .................. ............

...............................( alinea penutup).......................................
....................... .............................. ............ ....................................
............... .................. ............

Menteri,

(Cap dan tandatangan)

Nama Lengkap
Tembusan :
1. ..
2. ..
3. ..










KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
Gedung B lantai 2, Jalan DI Panjaitan, Kebon Nanas Jakarta 13410
Tel. 021-8580102-3, Fax. 021-8580101 Website: www.menlh.go.id

Tanggal
penanda -
Tanganan

Prihal surat
Tanggal
dikeluarkan
Ditujukan
kepada

Memuat
prihal
Peringatan

Tanggal
penanda -
Tanganan

Tembusan

26


SURAT PENGANTAR



KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
Jl. DI. Panjaitan, Kebon Nanas, Jakarta 13410, Indonesia Kotak Pos/PO Box 7777 JAT 13000
Telepon : 021-8517148 (hunting), 8580067-69 Faks 021-8517147 Laman: www.menlh.go.id

PENGUMUMAN

Nomor:../Ro.U/..../(tahun)

TENTANG
.

........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
...........................................

........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
...........................................

........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
...........................................

Dikeluarkan di Jakarta
pada tanggal: .
Kepala Biro Umum,

(Tanda tangan dan Cap Instansi)

Nama Lengkap
Nama dan
alamat
Kementerian
Lingkungan
Hidup yang
telah
dicetak
Perihal
pengumuman
Memuat
uraian singkat
prihal
pengumuman
27


TANDA TERIMA













































KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
Jl. DI. Panjaitan, Kebon Nanas, Jakarta 13410, Indonesia Kotak Pos/PO Box 7777 JAT 13000
Telepon : 021-8517148 (hunting), 8580067-69 Faks 021-8517147 Laman: www.menlh.go.id

TANDA TERIMA

NO. DISAMPAIKAN KEPADA NOMOR SURAT/BERUPA


















Yang menyampaikan, Jakarta, ..
Yang menerima,

Tanda tangan : Tanda tangan :
Nama lengkap : Nama Lengkap :
Waktu/jam : Waktu/jam :

Nama dan
alamat
Kementerian
Lingkungan
Hidup yang
telah
dicetak
Tanggal
serah terima
28

SURAT PERINTAH

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
Jl. DI. Panjaitan, Kebon Nanas, Jakarta 13410, Indonesia Kotak Pos/PO Box 7777 JAT 13000
Telepon : 021-8517148 (hunting), 8580067-69 Faks 021-8517147 Laman: www.menlh.go.id

SURAT PERINTAH
No.: SP-.. /SES/LH/../(tahun)

Menimbang : a. bahwa ..............................................................................
b. bahwa ..............................................................................

Mengingat : 1. Undang-undang No..tentang ................................
2. Peraturan Presiden R.I. Notentang .......................
3. Peraturan Menteri .. Notanggal.................

Memberi Perintah :

Kepada : 1. .........................................................................................
2. .........................................................................................
3. .........................................................................................
4. dan seterusnya

Untuk : 1. .........................................................................................
2. .........................................................................................
3. dan seterusnya

Surat Perintah ini diberikan kepada yang bersangkutan untuk
digunakan sebagaimana mestinya.

Dikeluar di ....
pada tanggal
Sekretaris Kementerian,

(Tanda tangan)

Nama Lengkap
NIP. .............. ............. .. ......

Nama dan
alamat
Kementerian
Lingkungan
Hidup yang
telah
dicetak
Memuat
uraian singkat
pokok pikiran
latar belakang
dan alasan
pemberian
perintah

Memuat
dasar
kewenangan
dan Peraturan
perundang-
undangan
Memuat
nama dan
fungsi yang
diperintahkan
Nama
tempat dan
Tanggal
di tetapkan
29

SURAT TUGAS













































KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
Jl. DI. Panjaitan, Kebon Nanas, Jakarta 13410, Indonesia Kotak Pos/PO Box 7777 JAT 13000
Telepon : 021-8517148 (hunting), 8580067-69 Faks 021-8517147 Laman: www.menlh.go.id

SURAT TUGAS
No.: .. /SES/LH/12/2010

Menimbang : a. bahwa ................................................................................
b. bahwa ................................................................................

Mengingat : 1. Undang-undang No..tentang ..................................
2. Peraturan Presiden R.I. Notentang .........................
3. Peraturan Menteri .. Notanggal ...................

Memberi Tugas :

Kepada : 1. ...........................................................................................
2. ...........................................................................................
3. ...........................................................................................
4. dan seterusnya

Untuk : 1. ...........................................................................................
2. ...........................................................................................
3. dan seterusnya

Surat Tugas ini diberikan kepada yang bersangkutan untuk
digunakan sebagaimana mestinya.

Dikeluar di ....
pada tanggal
Sekretaris Kementerian,

(Tanda tangan)

Nama Lengkap
NIP. .............. ............. .. ......

Logo dan
Nama dan
Alamat
Lembaga
telah di
cetak

Penomoran
berurutan
dalam
satu tahun
takwin
Memuat
uraian singkat
pokok pikiran
latar belakang
dan alasan
pemberian
tugas

Memuat
nama dan
fungsi yang
diberi tugas
Nama
tempat dan
Tanggal
di tetapkan
30

SURAT DINAS MENTERI
















































Menteri Negara Lingkungan Hidup
Republik Indonesia

Nomor : B./MENLH/KKA/.../(tahun) Jakarta, ...........
Sifat : ..
Lampiran : .
Hal : .


Yth. ..................................
.............................
.............................


.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................

.......................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................

.......................................................................................................
...................................



Menteri Negara
Lingkungan Hidup,

(Tanda tangan dan Cap Jabatan)

Nama Lengkap

Tembusan:
1.
2.
3.


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
Gedung B lantai 2, Jalan DI Panjaitan, Kebon Nanas Jakarta 13410
Tel. 021-8580102-3, Fax. 021-8580101 Website: www.menlh.go.id

Tanggal di
buat

Penomoran
berurutan
dalam
satu tahun
takwin

Sifat
penyampaian
surat

Jumlah
lampiran surat

Prihal
pembuatan
surat
Ditujukan
kepada

Memuat
prihal
kegiatan

31

SURAT DINAS KEMENTERIAN
























KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
Jl. DI. Panjaitan, Kebon Nanas, Jakarta 13410, Indonesia Kotak Pos/PO Box 7777 JAT 13000
Telepon : 021-8517148 (hunting), 8580067-69 Faks 021-8517147 Laman: www.menlh.go.id

Nomor : B./SES/LH/KKA/..../(tahun) Jakarta, ..................
Sifat : ..
Lampiran : .
Hal : .



Yth. .................................
.............................
.............................



........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................

........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................

........................................................................................................................
...................................

Sekretaris Kementerian
Lingkungan Hidup,

(Tanda tangan dan Cap Jabatan)

Nama Lengkap
NIP. ........... .......... ...............

Tembusan:
4.
5.
6.

Kop
Kementerian
Lingkungan
Hidup
telah dicetak
Tanggal di
buat

Penomoran
berurutan
dalam
satu tahun
takwin

Sifat
penyampaian
surat

Jumlah
lampiran surat

Prihal
pembuatan
surat
Ditujukan
kepada

Memuat prihal
kegiatan

32

MEMORANDUM MENTERI















































Menteri Negara Lingkungan Hidup
Republik Indonesia

MEMORANDUM
Nomor : M- /MENLH/KKA/../.


Kepada Yth : ...........................................
Dari : ...........................................
Perihal : ...........................................
Tanggal : ...........................................


........................................................................................................
........................................................................................................
..........................................

........................................................................................................
........................................................................................................
..........................................

........................................................................................................
........................................................................................................
..........................................

(Tanda tangan)


Nama Menteri
Tembusan :
1. ............................................ .....................................





KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
Gedung B lantai 2, Jalan DI Panjaitan, Kebon Nanas Jakarta 13410
Tel. 021-8580102-3, Fax. 021-8580101 Website: www.menlh.go.id

Kop
Departemen
Hukum dan
HAM
telah dicetak
Penomoran
berurutan
dalam
satu tahun
takwin
Memuat
petunjuk,
pemberitahu
an,
pernyataan
atau
permintaan,b
ersifat
rutin, berupa
catatan
ringkas
Nama
Jabatan dan
nama
lengkap
ditulis
dengan
huruf awal
kapital,
tidak
dibubuhi cap
dinas
33


MEMORANDUM KEMENTERIAN












































KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA


MEMORANDUM
Nomor : M- /MENLH/KKA/../(tahun)


Kepada Yth : ...........................................
Dari : ...........................................
Perihal : ...........................................
Tanggal : ...........................................



......................................................................................................................
......................................................................................................................
.......................................................

......................................................................................................................
......................................................................................................................
.......................................................

......................................................................................................................
......................................................................................................................
.......................................................


(Tanda tangan)


Nama Lengkap
Tembusan :
1. ............................................. ............................
2. ............................................. ............................


Penomoran
berurutan
dalam
satu tahun
takwin

Memuat
petunjuk,
pemberitahuan
,
pernyataan
atau
permintaan,ber
sifat
rutin, berupa
catatan ringkas

Nama
Jabatan dan
nama
lengkap
ditulis
dengan
huruf awal
kapital,
tidak
dibubuhi cap
dinas

34

NOTA DINAS







































KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA

NOTA DINAS
NOMOR : .../ADM/KKA/../(tahun)

Yth : .................................................
Dari : .................................................
Hal : .................................................
Tanggal : .................................................

......................................................................................................................
......................................................................................................................
.......................................................

......................................................................................................................
......................................................................................................................
.......................................................

......................................................................................................................
......................................................................................................................
.......................................................


(Tanda tangan)


Nama Lengkap
Tembusan :
1. ............................................ ..................................
2. ............................................ ..................................

Penomoran
berurutan
dalam
satu tahun
takwin
Memuat
petunjuk,
pemberitah
uan,
pernyataan
atau
permintaan,
bersifat
rutin,
berupa
Nama
Jabatan dan
nama
lengkap
ditulis
dengan
huruf awal
kapital,
tidak
35

SURAT UNDANGAN








































KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
Jl. DI. Panjaitan, Kebon Nanas, Jakarta 13410, Indonesia Kotak Pos/PO Box 7777 JAT 13000
Telepon : 021-8517148 (hunting), 8580067-69 Faks 021-8517147 Laman: www.menlh.go.id

Nomor : B- /SES/LH/KS/../.... Jakarta, ..........................
Sifat : Segera
Lampiran : -
Hal : Undangan ...........................

Yth.
.................
.................

Bersama ini kami mengundang Saudara dalam acara
........................................................ yang akan diselenggarakan pada:

hari/tanggal : Senin, 20 Desember 2010
waktu : 10.00 WIB - Selesai
tempat : Ruang Rapat Kalpataru, Gedung B Lt. 2
Kementerian Lingkungan Hidup
Jl. DI. Panjaitan, Kebun Nanas, Jakarta 13410
acara : 1. ...................................................
2. ...................................................
3. dst

Mengingat pentingnya acara tersebut, kami harap kehadiran Saudara
tepat pada waktunya. Atas perhatiannya, diucapkan terima kasih.

Sekretaris Kementerian,

(Tanda tangan)

Nama Lengkap
NIP. .............. ............. .. ......
Tembusan :
Menteri Negara Lingkungan Hidup

Kop
Kementerian
Lingkungan
Hidup
telah dicetak
Tanggal
pembuatan
Surat

Penomoran
berurutan
dalam
satu tahun
takwin

Alamat
tujuan dapat
ditulis di
bagian kiri,
apabila
jumlahnya
cukup
banyak,
dapat dibuat
pada
daftar
lampiran
Nama
Jabatan dan
nama
lengkap
36

LAMPIRAN SURAT UNDANGAN



















Lampiran Surat ....
Nomor : B./SES/LH/KS/../(tahun)
Tanggal :


DAFTAR PEJABAT/PEGAWAI YANG DIUNDANG
1. ......................................................................................................................
2. ......................................................................................................................
3. ......................................................................................................................
4. ......................................................................................................................
5. ......................................................................................................................
6. ......................................................................................................................
7. ......................................................................................................................
8. ......................................................................................................................
9. ......................................................................................................................
10. ....................................................................................................................


Nama Jabatan,

(Tanda tangan & cap Instansi)

Nama Lengkap

Tanggal
pembuatan
Surat

Penomoran
berurutan
dalam
satu tahun
takwin
Nama
Jabatan dan
nama
lengkap
37

KARTU UNDANGAN



























MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BALTHASAR KAMBUAYA

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,



Inar Ichsana Ishak


Menteri Negara Lingkungan Hidup
Republik Indonesia

mengharapkan dengan hormat kehadiran Bapak/Ibu/Saudara
pada acara




hari/ (tanggal) .. pukul .WIB
bertempat di ..


Harap hadir 30 menit sebelum acara Pakaian : .
dimulai dan undangan dibawa Laki-laki : .
Konfirmasi .. Perempuan : .
TNI/Polri : .

Prihal
acara
undangan
Tanggal
dan
tempat
acara
1

LAMPIRAN II
PERATURAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 08 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN TATA NASKAH DINAS
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP

PARAF DAN PENOMORAN
I. PARAF

1. Paraf Hirarki
Adibubuhkan searah jarum jam



















Berbentuk matriks



















Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal:

MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP,



NAMA MENTERI
Paraf
Paraf
Paraf

Paraf Paraf
Paraf Paraf
Paraf Paraf

2

2. Paraf Koordinasi



















Jumlah sesuai dengan kebutuhan

II. PENOMORAN

1. Surat Dinas
a. Penomoran surat dinas dilakukan dengan mencantumkan kode
derajat pengamanan, nomor surat, kode jabatan
penandatanganan, kode instansi, kode klasifikasi arsip (Keputusan
Sekretaris Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
19A/SES/LH/11/2005 tentang Klasifikasi, Kode dan Indeks
Relatif Arsip di lingkungan KLH), bulan dan tahun sebagaimana
contoh berikut :

B-1234 /DEP.I/LH/HK/05/2010

Kode Derajat Pengamanan
Surat Dinas, yang Bersifat
Biasa

Nomor Naskah Dinas
Unit Pemrakarsa
Singkatan/Akronim Instansi
Kode Klasifikasi Arsip
Bulan
Tahun Terbit


(Jabatan sesuai substansi
tugasnya pada masing-
masing unit kerja)

Paraf

(Nama pejabat)
(Jabatan sesuai substansi
tugasnya pada masing-
masing unit kerja)

Paraf

(Nama pejabat)
(Jabatan sesuai substansi
tugasnya pada masing-
masing unit kerja)

Paraf

(Nama pejabat)
(Jabatan sesuai substansi
tugasnya pada masing-
masing unit kerja)

Paraf

(Nama pejabat)
3

Pengkodean surat berdasarkan sifat surat :
1. Surat Biasa : B
Contoh : Surat Menteri Negara Lingkungan Hidup
B-01/MENLH/LH/KKA/01/2010

2. Surat Biasa Bahasa Inggris : B- E
Contoh : Surat Menteri Negara Lingkungan Hidup
B-01E/MENLH/LH/KKA/01/2010

3. Surat Rahasia: R
Contoh : Surat Menteri Negara Lingkungan Hidup
R- 01/MENLH/LH/KKA/01/2010

b. Permohonan nomor surat kepada TU Persuratan dilakukan oleh
pegawai KLH terkecuali untuk Pusat Pengelolaan Ekoregion
diperoleh di Bagian TU Pusat Pengelolaan Ekoregion masing-
masing.
c. TU Persuratan diberikan 1 (satu) copy surat untuk arsip dan
khusus surat yang ditandatangani oleh Menteri, TU Persuratan
mendapat 2 (dua) copy surat untuk arsip (salah satu diantaranya
terdapat paraf pejabat unit pengusul).

2. Memorandum

a. Penomoran Memorandum dilakukan dengan mencantumkan kode
memorandum (M), nomor memo, kode jabatan penandatanganan,
kode klasifikasi arsip, bulan dan tahun sebagaimana contoh
berikut :

M-1234 / DEP.I-4/PDAL/05/2010

Nomor urut Memorandum
dalam Satu Tahun
Takwin/Kalendar
Kode Jabatan Asisten Deputi
Pengkajian Dampak
Lingkungan pada Deputi I
Kode Klasifikasi Arsip
Bulan ke-5 (Mei)
Tahun 2010

b. Penomoran memorandum dilakukan oleh TU unit kerja masing-
masing sampai di tingkat Pejabat Eselon IV

3. Nota Dinas
4

a. Penomoran Nota Dinas dilakukan dengan mencantumkan kode
nota dinas (ND), nomor nota dinas, kode jabatan
penandatanganan, kode klasifikasi arsip, bulan dan tahun
sebagaimana contoh berikut:

ND-1234 / DEP.I/PDAL/05/2010

Nomor urut Nota Dinas
dalam Satu Tahun
Takwin/Kalendar
Kode Jabatan Deputi MENLH
Bidang Tata Lingkungan
Kode Klasifikasi Arsip
Bulan ke-5 (Mei)
Tahun 2010
b. Penomoran Nota Dinas dilakukan oleh TU unit kerja masing-
masing sampai di tingkat pejabat Eselon IV.

4. Pengkodean Asal Surat

MENLH : Menteri Negara Lingkungan Hidup
SES : Sekretaris Kementerian
Dep.I : Deputi Bidang Tata Lingkungan
Dep.II : Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran
Lingkungan
Dep. III : Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan
Lingkungan dan Perubahan Iklim
Dep.IV : Deputi Bidang Pengelolaan B3, Limbah B3 dan
Sampah
Dep.V : Deputi Bidang Penaatan Hukum Lingkungan
Dep.VI : Deputi Bidang Komunikasi Lingkungan dan
Pemberdayaan Masyarakat
Dep.VII : Deputi Bidang Pembinaan Sarana Teknis
Lingkungan dan Peningkatan Kapasitas
SA.LG : Staf Ahli Bidang Lingkungan Global
SA.SBKL : Staf Ahli Bidang Sosial, Budaya & Kesehatan
Lingkungan
SA.EBT : Staf Ahli Bidang Energi Bersih & Terbarukan
SA.PPB : Staf Ahli Bidang Perekonomian dan
Pembangunan Berkelanjutan
SA.HHAL : Staf Ahli Bidang Hukum dan Hubungan Antar
Lembaga
Ro.U : Biro Umum
Ro.PKLN : Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri
Ro.Hkm & Hms : Biro Hukum dan Humas
Insp. : Inspektorat
5

Pusdiklat : Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Pusarpedal : Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan
PPEJ : Pusat Pengelolaan Ekoregion Jawa
PPEK : Pusat Pengelolaan Ekoregion Kalimantan
PPES : Pusat Pengelolaan Ekoregion Sumatera
PPEBN : Pusat Pengelolaan Ekoregion Bali Nusra
PPESP : Pusat Pengelolaan Ekoregion Sumapapua

MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BALTHASAR KAMBUAYA

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,



Inar Ichsana Ishak

1

LAMPIRAN III
PERATURAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 08 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN TATA NASKAH DINAS
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP

PENGGUNAAN ATAS NAMA, UNTUK BELIAU, UNTUK PERHATIAN,
PELAKSANA TUGAS, DAN PELAKSANA HARIAN

Pada hakekatnya setiap surat keluar menjadi tanggung jawab pimpinan
unit kerja yang bersangkutan. Surat ditandatangani oleh pejabat yang
mempunyai kewenangan atau mendapat pelimpahan wewenang sesuai
dengan tanggung jawabnya berdasarkan ketentuan kedinasan yang
berlaku.

1. Atas nama (a.n.)
Atas nama dipergunakan jika yang berwenang menandatangani
surat/dokumen melimpahkan kepada pejabat satu tingkat di bawahnya.

Persyaratan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :
a. Pelimpahan wewenang tersebut dalam bentuk tertulis.
b. Materi wewenang yang dilimpahkan benar-benar menjadi tugas dan
tanggung jawab pejabat yang melimpahkan.
c. Tidak menyangkut hal-hal yang bersifat penetapan kebijaksanaan.
d. Tanggung jawab sebagai akibat penandatanganan surat berada pada
pejabat yang diatasnamakan.
Surat Dinas yang ditandatangani oleh pejabat eselon I atas nama
Menteri Negara Lingkungan Hidup, diketik sebagaimana contoh berikut:

Contoh:

a.n. Menteri Negara Lingkungan Hidup
Deputi Bidang Tata Lingkungan,

ttd

.
NIP.






2





2. Untuk beliau (u.b)
Untuk beliau yang disingkat (u.b.) digunakan jika pejabat yang diberi
kuasa memberi mandat kepada bawahannya. Oleh sebab itu, u.b.
digunakan setelah a.n.

Contoh:

a.n. Menteri Negara Lingkungan Hidup
Sekretaris Kementerian,
u.b.
Kepala Biro Hukum dan Humas,



..
NIP.

3. Pelaksana Tugas (Plt.)

Contoh:

Plt. Sekretaris Kementerian,


..
NIP.

4. Pelaksana Harian (Plh.)

Contoh:

Plh. Sekretaris Kementerian,


..
NIP.

MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BALTHASAR KAMBUAYA

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,


Inar Ichsana Ishak

1

LAMPIRAN IV
PERATURAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 08 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN TATA NASKAH DINAS
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP

CONTOH STEMPEL

I. CONTOH STEMPEL MENTERI NEGARA LH










Tinta cap dinas berwarna ungu dengan ukuran diameter sebagai
berikut (gambar)







40 mm
39 mm
30 mm
Menteri
Lambang Negara
Republik Indonesia
2


II. CONTOH STEMPEL KEMENTERIAN LH






III. CONTOH STEMPEL PUSAT (Berdasarkan Nomenklaturnya)








Kekhususan Penggunaan
a. Setiap naskah kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup dengan
Pemerintah Negara Sahabat (Pihak Asing) tidak menggunakan cap.
b. Naskah kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup dengan instansi
pemerintah (Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah) di dalam
negeri menggunakan cap jabatan/cap instansi masing-masing.



MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BALTHASAR KAMBUAYA

Nama Instansi
Logo Kalpataru
Nomenklatur Pusat
Nama Instansi
Kalpataru Logo

Republik Indonesia
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,


Inar Ichsana Ishak


SALINAN


PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 09 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN UMUM KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 63 ayat (1) huruf d Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pemerintah bertugas dan
berwenang menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai kajian lingkungan hidup strategis;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup tentang Pedoman Umum Kajian
Lingkungan Hidup Strategis;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5059);
2. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
TENTANG PEDOMAN UMUM KAJIAN LINGKUNGAN
HIDUP STRATEGIS.

Pasal 1
Pedoman umum kajian lingkungan hidup strategis
dimaksudkan sebagai acuan dalam pelaksanaan kajian
lingkungan hidup strategis bagi para pembuat kebijakan,
rencana dan/atau program, baik sektoral maupun kewilayahan.

Pasal 2
Pedoman umum kajian lingkungan hidup strategis sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.



Pasal 3
Pedoman umum kajian lingkungan hidup strategis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 memuat:
BAB I Pendahuluan
BAB II Integrasi KLHS dalam kebijakan, rencana, dan/atau
program
BAB III Tahapan pelaksanaan KLHS
BAB IV Metode pelaksanaan KLHS
BAB V Dokumentasi, akses publik, dan penjaminan kualitas
KLHS

Pasal 4
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 27 Tahun 2009
tentang Pedoman Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup
Strategis dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 5
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 November 2011

MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BALTHASAR KAMBUAYA
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 21 November 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
AMIR SYAMSUDDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 729

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas.


Inar Ichsana Ishak


LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 09 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN UMUM KAJIAN
LINGKUNGAN HIDUP
STRATEGIS

PEDOMAN UMUM
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lingkungan hidup di Indonesia saat ini masih menunjukkan
penurunan kondisi, seperti terjadinya pencemaran, kerusakan
lingkungan, penurunan ketersediaan dibandingkan kebutuhan
sumber daya alam, maupun bencana lingkungan. Hal ini
merupakan indikasi bahwa aspek lingkungan hidup belum
sepenuhnya diperhatikan dalam perencanaan pembangunan.
Selama ini, proses pembangunan yang terformulasikan dalam
kebijakan, rencana dan/atau program dipandang kurang
mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
secara optimal. Upaya-upaya pengelolaan lingkungan pada
tataran kegiatan atau proyek melalui berbagai instrumen seperti
antara lain Amdal, dipandang belum menyelesaikan berbagai
persoalan lingkungan hidup secara optimal, mengingat berbagai
persoalan lingkungan hidup berada pada tataran kebijakan,
rencana dan/atau program.

Memperhatikan hal tersebut, penggunaan sumber daya alam
harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan
hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana, dan/atau
program pembangunan harus memperhatikan aspek lingkungan
hidup dan mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan.

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) merupakan upaya
untuk mencari terobosan dan memastikan bahwa pada tahap
awal penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program prinsip-
prinsip pembangunan berkelanjutan sudah dipertimbangkan.
Makna strategis mengandung arti perbuatan atau aktivitas sejak
awal proses pengambilan keputusan yang berakibat signifikan
terhadap hasil akhir yang akan diraih. Dalam konteks KLHS
perbuatan dimaksud adalah suatu proses kajian yang dapat
menjamin dipertimbangkannya hal-hal yang prioritas dari aspek
pembangunan berkelanjutan dalam proses pengambilan




keputusan pada kebijakan, rencana dan/atau program sejak dini.

Pendekatan strategis dalam kebijakan, rencana dan/atau
program bukanlah sekedar untuk memperkirakan apa yang akan
terjadi di masa depan, melainkan juga untuk merencanakan dan
mengendalikan langkah-langkah yang diperlukan sehingga
menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan,
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini
dan masa depan.

KLHS bermanfaat untuk menjamin bahwa setiap kebijakan,
rencana dan/atau program lebih hijau dalam artian dapat
menghindarkan atau mengurangi dampak negatif terhadap
lingkungan hidup. Dalam hal ini, KLHS berarti juga menerapkan
prinsip precautionary principles, dimana kebijakan, rencana
dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring
kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak
negatif terhadap lingkungan hidup

B. Tujuan dan Manfaat
Kajian Lingkungan Hidup Strategis bertujuan untuk memastikan
bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar
dan terintegrasi dalam pembangunan. KLHS digunakan untuk
merencanakan dan mengevaluasi kebijakan, rencana dan/atau
program yang akan atau sudah ditetapkan. Dalam penyusunan
kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk
menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana
dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan
yang tidak diharapkan dapat diminimalkan, sedangkan dalam
evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan
untuk mengidentifikasi dan memberikan alternatif
penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program yang
menimbulkan dampak dan/atau risiko negatif terhadap
lingkungan.

KLHS bermanfaat untuk memfasilitasi dan menjadi media
proses belajar bersama antar pelaku pembangunan, dimana
seluruh pihak yang terkait penyusunan dan evaluasi kebijakan,
rencana dan/atau program dapat secara aktif mendiskusikan
seberapa jauh substansi kebijakan, rencana dan/atau program
yang dirumuskan telah mempertimbangkan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan. Melalui proses KLHS, diharapkan
pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan dan evaluasi
kebijakan, rencana dan/atau program dapat mengetahui dan
memahami pentingnya menerapkan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan dalam setiap penyusunan dan
evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program





C. Pendekatan dan Prinsip
KLHS ditujukan untuk menjamin pengarusutamaan
pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan. Tiga nilai
penting dalam penyelenggaraan KLHS yang mencerminkan
penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan adalah
keterkaitan (interdependency), keseimbangan (equilibrium) dan
keadilan (justice).

Keterkaitan (interdependency) dimaksudkan agar
penyelenggaraan KLHS menghasilkan kebijakan, rencana atau
program yang mempertimbangkan keterkaitan antar sektor, antar
wilayah, dan global-lokal. Nilai i ni juga be r makna holistik
dengan adanya keterkaitan analisis antar komponen fisik-kimia,
biologi dan sosial ekonomi.

Keseimbangan (equilibrium) bermakna agar penyelenggaraan
KLHS senantiasa dijiwai keseimbangan antar kepentingan, seperti
antara kepentingan sosial-ekonomi dengan kepentingan
lingkungan hidup, kepentingan jangka pendek dan jangka
panjang dan kepentingan pembangunan pusat dan daerah.

Keadilan (justice) dimaksudkan agar penyelenggaraan KLHS
menghasilkan kebijakan, rencana dan/atau program yang tidak
mengakibatkan marjinalisasi sekelompok atau golongan tertentu
masyarakat karena adanya pembatasan akses dan kontrol
terhadap sumber-sumber alam, modal atau pengetahuan.

KLHS dibangun melalui pendekatan pengambilan keputusan
berdasarkan masukan berbagai kepentingan. Makna pendekatan
tersebut adalah bahwa penyelenggaraan KLHS tidak ditujukan
untuk menolak atau sekedar mengkritisi kebijakan, rencana
dan/atau program, melainkan untuk meningkatkan kualitas
proses dan produk kebijakan, rencana, dan/atau program,
khususnya dari perspektif pembangunan berkelanjutan. KLHS
bersifat persuasif dalam pengertian lebih mengutamakan proses
pembelajaran dan pemahaman para pemangku kepentingan yang
terlibat dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana
dan/atau program agar lebih memperhatikan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan. Dalam kerangka pendekatan ini, 6
(enam) prinsip KLHS adalah:

Prinsip 1: Penilaian Diri (Self Assessment)

Makna prinsip ini adalah sikap dan kesadaran yang muncul
dari diri pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses
penyusunan dan/atau evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau
program agar lebih memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip tersebut
dalam setiap keputusannya. Prinsip ini berasumsi bahwa setiap
pengambil keputusan mempunyai tingkat kesadaran dan


kepedulian atas lingkungan. KLHS menjadi media atau katalis
agar kesadaran dan kepedulian tersebut terefleksikan dalam
proses dan terformulasikan dalam produk pengambilan
keputusan untuk setiap kebijakan, rencana, dan/atau program.

Prinsip 2: Penyempurnaan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program

Prinsip ini menekankan pada upaya penyempurnaan
pengambilan keputusan suatu kebijakan, rencana, dan/atau
program. Berdasarkan prinsip ini, KLHS tidak dimaksudkan untuk
menghambat proses perencanaan kebijakan, rencana, dan/atau
program. Prinsip ini berasumsi bahwa perencanaan kebijakan,
rencana, dan/atau program di Indonesia selama ini belum
mempertimbangkan pembangunan berkelanjutan secara optimal.

Prinsip 3: Peningkatan Kapasitas dan Pembelajaran Sosial

Prinsip ini menekankan bahwa integrasi KLHS dalam
perencanaan kebijakan, rencana, dan/atau program menjadi
media untuk belajar bersama khususnya tentang isu-isu
pembangunan berkelanjutan, baik bagi masyarakat umum
maupun para birokrat dan pengambil keputusan. Dengan prinsip
ini, pelaksanaan KLHS memungkinkan seluruh pemangku
kepentingan yang terlibat dalam perencanaan kebijakan,
rencana, dan/atau program untuk meningkatkan kapasitasnya
mengapresiasi lingkungan hidup dalam keputusannya. Melalui
KLHS diharapkan masyarakat, birokrat, dan pengambil
keputusan lebih cerdas dan kritis dalam menentukan keputusan
pembangunan agar berkelanjutan.

Prinsip 4: Memberi Pengaruh pada Pengambilan Keputusan

Prinsip ini menekankan bahwa KLHS memberikan pengaruh
positif pada pengambilan keputusan. Dengan prinsip ini, KLHS
akan mempunyai makna apabila pada akhirnya dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan, khususnya untuk
memilih atau menetapkan kebijakan, rencana, dan/atau program
yang lebih menjamin pembangunan yang berkelanjutan.

Prinsip 5: Akuntabel

Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus diselenggarakan
secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan kepada
publik. Prinsip akuntabel KLHS sejalan dengan prinsip tata
pemerintahan yang baik (good governance). KLHS tidak ditujukan
untuk menjawab tuntutan para pihak. Dengan prinsip ini
pelaksanaan KLHS dapat lebih menjamin akuntabilitas
perumusan kebijakan, rencana, dan/atau program bagi seluruh
pihak.



Prinsip 6: Partisipatif

Sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, prinsip
ini menekankan bahwa KLHS harus dilakukan secara terbuka
dan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan
lainnya yang terkait dengan kebijakan, rencana, dan/atau
program. Dengan prinsip ini diharapkan proses dan produk
kebijakan, rencana, dan/atau program semakin mendapatkan
legitimasi atau kepercayaan publik.

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman ini mencakup:
1. Integrasi KLHS ke dalam proses perumusan kebijakan, rencana
dan/atau program
a. Karakteristik Proses Perumusan Kebijakan, Rencana
dan/atau Program di Indonesia
b. Obyek KLHS
c. Integrasi KLHS ke dalam Proses Perumusan Kebijakan,
Rencana dan/atau Program

2. Tahapan Pelaksanaan KLHS
a. Penapisan
b. Mekanisme Pelaksanaan KLHS
1) Pengkajian Pengaruh Kebijakan, Rencana, dan/atau
Program terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di
Suatu Wilayah
2) Perumusan Alternatif Penyempurnaan Kebijakan,
Rencana, dan/atau Program
3) Rekomendasi Perbaikan Kebijakan, Rencana,
dan/atau Program dan Pengintegrasian Hasil KLHS

3. Metode pelaksanaan KLHS
a. Metode Pelaksanaan
b. Data dan Informasi untuk KLHS
c. Komunikasi dan Negosiasi dalam KLHS

4. Dokumentasi, akses publik, dan penjaminan kualitas KLHS
a. Dokumentasi Pelaksanaan KLHS
b. Akses Publik dalam KLHS
c. Penjaminan Kualitas KLHS

E. Pengertian Umum
1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya
disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis,
menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa
prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau
kebijakan, rencana, dan/atau program.
2. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan


terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial,
dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk
menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan,
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa
kini dan generasi masa depan.
3. Rencana Tata Ruang Wilayah, yang selanjutnya disingkat
RTRW, adalah hasil perencanaan kesatuan ruang geografis
beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya
ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek
fungsional.
4. Rencana Pembangunan Jangka Panjang, yang selanjutnya
disingkat RPJP, adalah dokumen perencanaan pembangunan
untuk periode 20 (dua puluh) tahun.
5. Rencana Pembangunan Jangka Menengah, yang selanjutnya
disingkat RPJM, adalah dokumen perencanaan pembangunan
untuk periode 5 (lima) tahun.
6. Kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil oleh
Pemerintah Pusat/Daerah untuk mencapai tujuan.
7. Rencana adalah hasil suatu proses untuk menentukan
tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan,
dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
8. Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau
lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi/lembaga
pemerintah untuk mencapai sasaran dan tujuan serta
memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang
dikoordinasikan oleh instansi pemerintah.
9. Pembuat kebijakan, rencana, dan/atau program adalah
Menteri, menteri/kepala lembaga pemerintah non
kementerian terkait, gubernur, atau bupati/walikota yang
bertanggung jawab terhadap penyusunan atau evaluasi
kebijakan, rencana, dan/atau program yang menjadi obyek
KLHS.
10. Instansi lingkungan hidup adalah instansi di tingkat pusat
atau daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
11. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
12. Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada
lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu kebijakan,
rencana, dan/atau program.
13. Risiko lingkungan hidup adalah kemungkinan atau tingkat
kejadian, bahaya, dan/atau konsekuensi yang ditimbulkan
oleh suatu kondisi lingkungan, yang menjadi ancaman
terhadap ekosistem dan kehidupan, dan/atau terhadap
kesehatan dan keselamatan manusia.
14. Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan
langsung atau tidak langsung oleh aktifitas manusia sehingga
menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global
termasuk perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati


pada suatu kurun waktu yang dapat dibandingkan.
15. Fenomena perubahan iklim antara lain adalah naiknya
permukaan air laut, menurunnya kapasitas penyerapan
emisi/karbon, meningkatnya suhu akibat efek gas rumah
kaca, kejadian badai dan kekeringan.
16. Kerusakan keanekaragaman hayati adalah penurunan
kuantitas dan kualitas keanekaragaman hayati sehingga
mengancam kelestariannya.
17. Kemerosotan keanekaragaman hayati adalah susutnya
keanekaragaman hayati dalam luasan, kondisi atau
produktivitas dari ekosistem, dan susutnya jumlah, distribusi,
atau pemanfaatan dari populasi jenis.
18. Kepunahan keanekaragaman hayati adalah hilangnya
sebagian atau seluruh spesies atau genetik tertentu dan hal-
hal yang berhubungan dengan ekologinya dimana makhluk
hidup tersebut terdapat.
19. Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan
adalah peningkatan luasan atau prosentase tutupan hutan
yang beralih menjadi tutupan dan/atau fungsi lain.
20. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan
lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia,
makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya.
21. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan
lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau
komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
22. Kinerja layanan/jasa ekosistem adalah proses yang terjadi
secara alami dari suatu ekosistem, yang dapat berupa
penyediaan barang seperti antara lain makanan, air minum
dan kayu, penyediaan jasa seperti antara lain kontrol
ekosistem terhadap iklim, erosi, aliran air, dan penyerbukan
tanaman, manfaat budaya seperti antara lain manfaat untuk
rekreasi, nilai-nilai spiritual dan kenikmatan estetika, serta
jasa pendukung seperti antara lain proses-proses alam dalam
siklus hara.
23. Kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim adalah
kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan
iklim, termasuk keragaman iklim dan kejadian iklim ekstrim
sehingga potensi kerusakan akibat perubahan iklim
berkurang, peluang yang ditimbulkan oleh perubahan iklim
dapat dimanfaatkan, dan konsekuensi yang timbul akibat
perubahan iklim dapat diatasi.
24. Tingkat ketahanan keanekaragaman hayati adalah
kemampuan mempertahankan keberadaan, keragaman, dan
keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri atas
sumber daya alam nabati dan sumber daya alam hewani yang
bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara
keseluruhan membentuk ekosistem.




BAB II
INTEGRASI KLHS DALAM KEBIJAKAN, RENCANA,
DAN/ATAU PROGRAM

A. Karakteristik Proses Perumusan Kebijakan, Rencana, dan/atau
Program di Indonesia

Terdapat 4 (empat) karakteristik proses perumusan kebijakan,
rencana, dan/atau program di Indonesia yang harus dipahami
untuk penyelenggaraan KLHS.

Karakteristik 1: Membangun Konsensus

Penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program
adalah proses pembangunan konsensus atau kesepakatan yang
melibatkan berbagai pemangku kepentingan termasuk
masyarakat. KLHS diintegrasikan dalam penyusunan dan
evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program dengan harapan
dapat memperkuat proses membangun kesepakatan, khususnya
tentang hal-hal yang terkait dengan pembangunan berkelanjutan
dan lingkungan hidup. Meskipun demikian, ada kalanya tidak
tercapai konsensus. Untuk itu proses KLHS tetap membuka
peluang adanya perbedaan pendapat (dissenting opinion) dan
dilampirkan pada hasil akhir kesepakatan.

Karakteristik 2: Dinamika Proses Teknokratik dan Partisipatif

Pelibatan berbagai pemangku kepentingan dengan kepentingan
yang beragam, menyebabkan penyusunan dan evaluasi kebijakan,
rencana, dan/atau program tidak sepenuhnya merupakan proses
teknokratik atau ilmiah, melainkan juga proses partisipatif.
Dal am hal ini para pemangku kepentingan saling
mempengaruhi, berdialog, dan bernegosiasi untuk
memperjuangkan kepentingannya. Oleh karena itu karakteristik
ini memerlukan argumentasi yang obyektif.

Karakteristik 3: Pentingnya Komunikasi dan Dialog

Karena penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau
program bertujuan membangun konsensus antar berbagai
kepentingan, maka dinamika komunikasi dan dialog antar
berbagai pemangku kepentingan menjadi penting. KLHS harus
menekankan pada proses komunikasi dan dialog yang efektif agar
dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan untuk
memilih alternatif kebijakan, rencana, dan/atau program yang
lebih berkelanjutan dan menyiapkan mitigasi yang diperlukan.






Karakteristik 4: Pentingnya Peran Personal dan Proses Informal

Penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program
di Indonesia juga dicirikan dengan berperannya aktor-aktor
personal, melalui jalur komunikasi informal dan/atau personal,
untuk menghasilkan konsensus atau kesepakatan. Proses
komunikasi dan negosiasi personal dan/atau informal ini juga
diharapkan dapat memperluas peluang untuk mempengaruhi
pengambilan keputusan.

B. Obyek KLHS
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH)
Pasal 15 ayat ( 1) disebutkan bahwa pemerintah dan
pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan
bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar
dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau
kebijakan, rencana, dan/atau program.

Kebijakan, rencana, dan/atau program sulit dibedakan secara
jelas, bahkan dapat saling tumpang tindih, namun secara
generik perbedaannya adalah sebagai berikut:
a. Kebijakan adalah arah atau tindakan yang diambil oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah untuk mencapai tujuan.
Dalam prakteknya kebijakan dapat berupa arah yang hendak
ditempuh (road map) berdasarkan tujuan yang digariskan,
penetapan prioritas, garis besar aturan dan mekanisme untuk
mengimplementasi tujuan.
b. Rencana adalah hasil suatu proses untuk menentukan
tindakan masa depan yang tepat melalui urutan pilihan,
dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia. Dalam
prakteknya rencana dapat berupa rancangan, prioritas,
pilihan, sarana dan langkah-langkah yang akan ditempuh
berdasarkan arah kebijakan dengan mempertimbangkan
ketersediaan dan kesesuaian sumber daya.
c. Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau
lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta
memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat
yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Dalam
prakteknya program dapat berupa serangkaian komitmen,
pengorganisasian dan/atau aktivitas yang akan
diimplementasikan pada jangka waktu tertentu dengan
berlandaskan pada kebijakan dan rencana yang telah
digariskan.

Dalam Pasal 15 ayat ( 2) UU PPLH, penyelenggaraan KLHS
bersifat wajib dalam penyusunan atau evaluasi:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana
rincinya pada tingkat nasional, provinsi, dan


kabupaten/kota;
b. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) nasional, provinsi,
dan kabupaten/kota; dan
c. Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi
menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya
terdiri atas Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata
Ruang Pulau/Kepulauan, Rencana Tata Ruang Kawasan
Strategis Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi,
Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi, Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana Detil Tata Ruang
Kabupaten/Kota, dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Kabupaten/Kota.

C. Integrasi KLHS ke dalam Proses Perumusan Kebijakan, Rencana,
dan/atau Program
Pengintegrasian KLHS dalam penyusunan dan evaluasi
kebijakan, rencana, dan/atau program menjadi kunci efektifitas
penyelenggaraan KLHS. Dalam konteks ini, tidak terdapat
formula atau rumus baku yang dapat memandu pengintegrasian
ini karena setiap kebijakan, rencana, dan/atau program
mempunyai karakteristik proses, dan prosedur yang tertentu dan
bahkan unik, oleh karena itu menjadi penting untuk memahami
secara rinci masing-masing proses dan prosedur penyusunan
dan evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program dengan
segala dinamikanya. Berdasarkan karakteristik itu pula, detil
pengintegrasian KLHS dalam masing-masing kebijakan, rencana,
dan/atau program dirumuskan oleh masing-masing
kementerian/lembaga yang berwenang.

Untuk penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau
program yang terkait penataan ruang, kewajiban penyelenggaraan
KLHS melekat pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 tahun
2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Dalam PP ini
telah diatur bahwa penyusunan rencana tata ruang harus
memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Hal ini sesuai
dengan UU PPLH yang mewajibkan penyelenggaraan KLHS dalam
penyusunan dan evaluasi atau peninjauan kembali rencana tata
ruang dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup.

Dalam penyusunan dan evaluasi RPJP dan RPJM, baik untuk
tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, wajib
dilaksanakan KLHS. Pengintegrasian KLHS secara teknis untuk
RPJP/RPJM pada tingkat nasional akan ditentukan lebih lanjut
oleh Bappenas, dan pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota
oleh Kementerian Dalam Negeri.



Pelaksanaan KLHS untuk kebijakan, rencana, dan/atau program
lain yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko
lingkungan hidup akan diatur oleh menteri/kepala lembaga
pemerintahan yang membidangi kebijakan, rencana, dan/atau
program terkait. Untuk mengetahui kebijakan, rencana,
dan/atau program apa saja yang berpotensi menimbulkan
dampak dan/atau risiko lingkungan hidup, dilakukan proses
penapisan. Sesuai dengan prinsip self assessment, proses
penapisan dilakukan oleh masing-masing pembuat kebijakan,
rencana, dan/atau program. Meskipun demikian, catatan proses
dan hasil penapisan harus dapat diakses oleh masyarakat dan
pemangku kepentingan lainnya.



BAB III
TAHAPAN PELAKSANAAN KAJIAN
LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

A. Penapisan
Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan mengidentifikasi
apakah perlu dilakukan KLHS terhadap suatu kebijakan,
rencana, dan/atau program. Kebijakan, rencana, dan/atau
program yang wajib KLHS tanpa proses penapisan adalah
RTRW dan rencana rincinya, serta RPJP dan RPJM nasional,
provinsi, dan kabupaten/kota.

Proses penapisan dilakukan oleh pembuat kebijakan, rencana,
dan/atau program dengan didukung pendapat ahli. Selain itu
penapisan dapat dilakukan berdasarkan hasil kajian ilmiah
serta melalui konsultasi dengan instansi lingkungan hidup dan
instansi terkait lainnya. Apabila proses penapisan
menyimpulkan bahwa tidak ada potensi dampak dan/atau
risiko lingkungan hidup, maka pembuat kebijakan, rencana,
dan/atau program tidak perlu melaksanakan KLHS.

Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 UU PPLH, secara teknis
proses penapisan dilakukan dengan mempertimbangkan isu-
isu pokok sebagai berikut:
1. perubahan iklim;
2. kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan
keanekaragaman hayati;
3. peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana
banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan
lahan;
4. penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam;
5. peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan;
6. peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya
keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat;
dan/atau
7. peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan
manusia.

Apabila hasil penapisan menyatakan bahwa KLHS tidak perlu
dilaksanakan dalam suatu kebijakan, rencana, dan/atau
program, hal tersebut harus dituangkan dalam surat
pernyataan yang ditandatangani oleh pembuat kebijakan,
rencan, dan/atau program dan/atau pihak-pihak yang
berkepentingan sesuai dengan kewenangannya. Surat
pernyataan tersebut harus dapat diakses oleh publik.

Penapisan dapat dilakukan dengan menggunakan metode
daftar uji, penilaian pakar atau kajian ilmiah. Berikut
merupakan contoh daftar uji penapisan KLHS bagi suatu
kebijakan, rencana, dan/atau program berdasarkan isu pokok


sesuai UU PPLH.

Kebijakan, rencana, dan/atau program: ..................................
(sebutkan nama kebijakan, rencana dan/atau program yang
akan ditapis)
Penilaian
No
Kriteria
Penapisan
(Penjelasan
Pasal 15 ayat 2
UUPPLH)

Uraian Pertimbangan
dan Kesimpulan
(didukung data dan
informasi yang
menjelaskan apakah
kebijakan, rencana
dan/atau program yang
ditapis menimbulkan
risiko/dampak terhadap
lingkungan hidup)
Kesimpulan:
(Signifikan
atau Tidak
Signifikan)
1 Perubahan iklim

2 Kerusakan,
kemerosotan,
dan/atau
kepunahan
keanekaragaman
hayati

3 Peningkatan
intensitas dan
cakupan wilayah
bencana banjir,
longsor,
kekeringan,
dan/atau
kebakaran
hutan dan lahan

4 Penurunan
mutu dan
kelimpahan
sumber daya
alam

5 Peningkatan alih
fungsi kawasan
hutan dan/atau
lahan


6 Peningkatan
jumlah
penduduk
miskin atau
terancamnya
keberlanjutan
penghidupan



Penilaian
No
Kriteria
Penapisan
(Penjelasan
Pasal 15 ayat 2
UUPPLH)

Uraian Pertimbangan
dan Kesimpulan
(didukung data dan
informasi yang
menjelaskan apakah
kebijakan, rencana
dan/atau program yang
ditapis menimbulkan
risiko/dampak terhadap
lingkungan hidup)
Kesimpulan:
(Signifikan
atau Tidak
Signifikan)
sekelompok
masyarakat
7 Peningkatan
risiko terhadap
kesehatan dan
keselamatan
manusia


Catatan:
1. Tabel ini dapat diisi berdasarkan pendapat ahli atau hasil penelitian
yang telah dilakukan. Apabila dinilai perlu, dapat dilakukan kajian
untuk memastikan apakah kebijakan, rencana dan/atau program
tersebut memang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko
lingkungan hidup.
2. Kesimpulan tentang tingkat signifikansi dampak dan/atau risiko
lingkungan hidup disertai argumen atau penjelasan yang singkat dan
logis.

B. Mekanisme Pelaksanaan KLHS
Berdasarkan Pasal 15 Ayat ( 3) UU PPLH, KLHS dilaksanakan
dengan mekanisme sebagai berikut:

1. Pengkajian Pengaruh Kebijakan, Rencana, dan/atau
Program terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah
Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan
sebagai berikut:

a. Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan
Lainnya

Tujuan identifikasi masyarakat dan pemangku
kepentingan adalah:
1) menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan
dilibatkan dalam pelaksanaan KLHS;
2) menjamin diterapkannya azas partisipasi yang
diamanatkan UU PPLH;
3) menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi
kebijakan, rencana dan/atau program memperoleh
legitimasi atau penerimaan oleh publik;
4) agar masyarakat dan pemangku kepentingan


mendapatkan akses untuk menyampaikan informasi,
saran, pendapat, dan pertimbangan tentang
pembangunan berkelanjutan melalui proses
penyelenggaraan KLHS.

Identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan
yang representatif dapat diawali dengan pemetaan
pemangku kepentingan. Pemetaan ini untuk
membantu pemilihan pemangku kepentingan yang
tidak saja berpengaruh, tetapi juga mempunyai tingkat
kepentingan yang tinggi terhadap kebijakan, rencana,
dan/atau program yang akan dirumuskan serta peduli
terhadap lingkungan hidup.

Secara umum masyarakat dan pemangku
kepentingan lainnya dapat dikelompokkan
sebagaimana contoh berikut:

Masyarakat dan
Pemangku
Kepentingan
Contoh Lembaga
Pembuat keputusan a. Menteri/kepala lembaga
pemerintah/gubernur/
bupati/wali kota
b. DPR/DPRD

Penyusun kebijakan,
rencana dan/atau
program)
a. Kementerian/lembaga
pemerintah non
kementerian
b. Bappeda/SKPD tertentu

Instansi a. Instansi yang
membidangi lingkungan
hidup
b. Instansi yg membidangi
kehutanan, pertanian,
perikanan, pertambangan
c. SKPD terkait lainnya



Masyarakat dan
Pemangku
Kepentingan
Contoh Lembaga
Masyarakat yang
memiliki informasi
dan/atau keahlian
(perorangan/tokoh/
kelompok)
a. Perguruan tinggi atau
lembaga penelitian lainnya
b. Asosiasi profesi
c. Forum-forum
pembangunan
berkelanjutan dan
lingkungan hidup (DAS,
air)
d. LSM
e. Perorangan/tokoh/
f. kelompok yang
mempunyai data dan
informasi berkaitan
dengan SDA
g. Pemerhati Lingkungan
Hidup

Masyarakat yang
Terkena Dampak

a. Lembaga Adat
b. Asosiasi Pengusaha
c. Tokoh masyarakat
d. Organisasi masyarakat
e. Kelompok masyarakat
tertentu (nelayan, petani
dll)

Identifikasi dan pelibatan masyarakat dan pemangku
kepentingan dapat dilakukan sesuai proses dan
prosedur penyusunan dan evaluasi masing-masing
kebijakan, rencana, dan/atau program, misalnya
untuk penyusunan rencana tata ruang, hal ini
mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun
2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran
Masyarakat dalam Penataan Ruang.

Dalam pelibatan masyarakat dan pemangku
kepentingan, apabila diperlukan dapat dilakukan
pengelompokan sesuai dengan permasalahan yang
akan didiskusikan. Setiap kelompok dapat dibantu
oleh tim. Tim tersebut bertugas menyiapkan bahan
dan materi yang didiskusikan serta menyimpulkan dan
merumuskan masukan, informasi, dan pertimbangan
berdasarkan diskusi dan dialog. Tim dapat dipilih di
antara perwakilan masyarakat dan pemangku
kepentingan serta dapat dibantu narasumber sesuai
kebutuhan.



Kiat untuk identifikasi dan pelibatan masyarakat dan
pemangku kepentingan lainnya:
1) penentuan masyarakat dan pemangku kepentingan
lainnya yang akan dilibatkan dilakukan secara
selektif berdasarkan hasil pemetaan kepentingan,
sumber daya atau keahlian, dan peran setiap
pemangku kepentingan;
2) mekanisme pelibatan masyarakat dan pemangku
kepentingan dirumuskan terlebih dahulu;
3) pelibatan masyarakat dan pemangku kepentingan
dilakukan dengan cara interaksi (melalui diskusi,
dialog atau konsultasi) dan perumusan kesimpulan
dilakukan dengan jelas (agar dapat dipahami dan
diterima penjelasannya oleh para pemangku
kepentingan);
4) interaksi dilakukan dengan koordinator dan
moderator yang artikulatif, netral, efektif,
mendukung dan mendorong partisipasi semua
pihak;
5) informasi atau saran dari setiap pemangku
kepentingan dipertimbangkan; dan
6) materi dan kegiatan diskusi (termasuk daftar hadir)
didokumentasikan.

b. Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan

Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:
1) penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan
yang meliputi aspek sosial, ekonomi, dan
lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga
aspek tersebut;
2) pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan
3) membantu penentuan capaian tujuan pembangunan
berkelanjutan.

Perumusan isu pembangunan berkelanjutan dapat
dilakukan melalui 5 (lima) tahap sebagai berikut:
1) penghimpunan isu pembangunan berkelanjutan
berdasarkan masukan dan kesepakatan pemangku
kepentingan;
2) pengelompokan isu pembangunan berkelanjutan;
3) konfirmasi isu pembangunan berkelanjutan dengan
memanfaatkan data dan informasi yang dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah;
4) pelaksanaan kajian khusus untuk isu tertentu yang
dianggap penting atau masih diperdebatkan; dan
5) penetapan isu pembangunan berkelanjutan yang
akan dijadikan dasar bagi kajian pengaruh kebijakan,
rencana, dan/atau program.



Contoh Identifikasi isu pembangunan berkelanjutan
adalah sebagai berikut:
Pengelompokan Isu-isu
Pembangunan
Berkelanjutan dalam Aspek
atau Tema Tertentu (isu
dikaitkan dengan kajian
menurut Pasal 16 dan
Penjelasan Pasal 15 ayat 2
huruf b yang relevan)
Penjelasan
Singkat/Logis (jelaskan
antara lain: penyebab,
intensitas, dan sebaran
dampak dll)
Isu 1, misalnya kecukupan air
Contoh: Kekeringan,
menurunnya kualitas air,
dan lain-lain.

Isu 2, misalnya Ketahanan
pangan
Contoh: Kekurangan pangan,
alih fungsi lahan produktif
pertanian.

Isu 3, misalnya Ketahanan
ekonomi
Contoh: Kemiskinan,
disparitas ekonomi

Isu 4, misalnya
Keanekaragaman hayati
Contoh: Kemerosotan ,
kepunahan
keanekaragaman hayati

dst.

Catatan:
1. Pembagian isu pembangunan berkelanjutan tidak harus
dalam format tiga pilar pembangunan berkelanjutan
ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup, seringkali muncul
isu-isu pembangunan berkelanjutan yang terkait dengan
ketiga aspek tersebut.
2. Identifikasi isu pembangunan berkelanjutan dapat dikaitkan
dengan enam kajian yang dimuat dalam Pasal 16 UUPPLH
yakni:
a) kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup untuk pembangunan;
b) perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;
c) kinerja layanan/jasa ekosistem;
d) efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
e) tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap
perubahan iklim; dan
f) tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.



Kiat untuk identifikasi isu pembangunan
berkelanjutan:
1) fokus pada isu pembangunan berkelanjutan yang
menjadi perhatian utama di wilayah
perencanaan;
2) memanfaatkan data dan informasi yang tersedia
dan hasil kajian yang telah dilakukan
sebelumnya;
3) mempertimbangkan pandangan para ahli
maupun tokoh masyarakat;
4) menggunakan alat bantu seperti peta, data
statistik, foto, video, dan diagram untuk
menunjukkan dimensi numerik, spasial, atau
visual;
5) menggunakan pengetahuan dan pengalaman
akan adanya perubahan dan kaitan antar
masalah;
6) uji silang (crosscheck), konsultasi, dan
kesepakatan dengan tim pembuat kebijakan,
rencana dan/atau program.

c. Identifikasi Kebijakan, Rencana, dan/atau Program

Identifikasi kebijakan, rencana, dan/atau program baik
yang akan disusun maupun yang akan dievaluasi.
Tujuan identifikasi kebijakan, rencana, dan/atau
program yang akan disusun adalah mengetahui dan
menentukan muatan dan substansi rancangan
kebijakan, rencana, dan/atau program yang perlu
ditelaah pengaruhnya terhadap lingkungan hidup
dan diberi muatan pertimbangan aspek pembangunan
berkelanjutan. Sedangkan tujuan identifikasi
kebijakan, rencana, dan/atau program pada saat
evaluasi adalah mengevaluasi muatan dan substansi
kebijakan, rencana, dan/atau program yang telah
diimplementasikan yang memberikan pengaruh
terhadap lingkungan hidup.

Setiap kebijakan, rencana, dan/atau program memiliki
unsur korelasi satu sama lain yang berbeda-beda. Oleh
karena itu, perlu dipahami unsur korelasi tersebut,
serta pada tingkatan apa (apakah pada tingkatan
kebijakan, rencana, atau program) pengaruh terhadap
isu pembangunan berkelanjutan dapat terjadi. Contoh
kekhasan unsur korelasi tersebut adalah pada rencana
tata ruang wilayah, dimana di dalamnya terdapat
kebijakan, rencana, maupun program, dan korelasi
satu sama lain adalah bahwa kebijakan menjadi
arahan bagi rencana, serta rencana (yang berupa


rencana pola ruang dan rencana struktur ruang)
menjadi arahan bagi indikasi program.

d. Telaahan Pengaruh Kebijakan, Rencana, dan/atau
Program terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu
Wilayah

Tujuan telaahan pengaruh kebijakan, rencana,
dan/atau program terhadap kondisi lingkungan hidup
di suatu wilayah untuk mengetahui kemungkinan
dampak kebijakan, rencana, dan/atau program
terhadap isu pembangunan berkelanjutan di satu
wilayah. Pada tahap ini, dilakukan telaahan terhadap
isu pembangunan berkelanjutan dan atau kondisi
lingkungan di suatu wilayah yang sudah
diidentifikasikan pada tahap sebelumnya. Telaahan
pengaruh ini diawali melakukan identifikasi dan
memahami komponen apa saja dalam kebijakan,
rencana, dan/atau program yang potensial
berpengaruh terhadap isu pembangunan
berkelanjutan.

Telaahan komponen kebijakan, rencana, dan/atau
program yang berpotensi memberikan pengaruh pada
lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan
sebagaimana contoh berikut:

No.
Komponen
kebijakan,
rencana
dan/atau
program
Potensi Pengaruh pada
Pembangunan Berkelanjutan
(argumen/logika sederhana
melalui diskusi antar
pemangku kepentingan)
1. Penetapan
struktur ruang,
misalnya
penetapan
susunan
pusat
permukiman
Dapat berakibat pada
perubahan daya dukung
lingkungan hidup (seperti
penurunan ketersediaan
sumber daya air) atau
berakibat pada penurunan
jasa ekosistem (seperti
penurunan luas kawasan
hutan lindung).


2. Penetapan sistem
jaringan jalan,
misalnya
pengembangan
jaringan jalan
lintas selatan
Pulau Jawa
Dapat berakibat pada
perubahan daya dukung
lingkungan hidup (seperti
kapasitas pasokan pangan),
berakibat pada jasa ekosistem
(seperti berkurangnya
kawasan resapan air) atau
berakibat pada dampak
lingkungan (seperti kebisingan
dan polusi udara).
3. Penetapan
kawasan strategis
propinsi/
kabupaten/kota
Dapat berakibat pada
perubahan daya dukung
lingkungan hidup (seperti
penurunan ketersediaan
sumber daya air) atau
berakibat pada penurunan
jasa ekosistem (seperti
berkurangnya luas kawasan
hutan lindung).
4. Penetapan
kawasan budidaya
tertentu
Dapat berakibat pada
perubahan daya dukung
lingkungan hidup (seperti
kapasitas pasokan pangan);
berakibat pada jasa ekosistem
(seperti berkurangnya
kawasan resapan air) atau
berakibat pada dampak
lingkungan (seperti kebisingan
dan polusi udara).
Catatan:
Pengisian tabel di atas dapat dilakukan dengan meminta
penyusun kebijakan, rencana, dan/atau program untuk
menjelaskan proses penyusunan dan substansi kebijakan,
rencana, dan/atau program, baik yang sedang dirumuskan,
maupun yang akan dievaluasi, untuk memprediksikan
kemungkinan pengaruhnya terhadap isu pembangunan
berkelanjutan di suatu wilayah.

Berdasarkan Pasal 16 UU PPLH, kajian pengaruh
dapat dilakukan secara lebih detil dengan
menggunakan salah satu atau kombinasi dari kajian
berikut ini:
1) Kapasitas daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup untuk pembangunan;
2) Perkiraan mengenai dampak dan risiko
lingkungan hidup;
3) Kinerja layanan/jasa ekosistem;
4) Efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
5) Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi


terhadap perubahan iklim;
6) Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman
hayati.

Keenam aspek muatan kajian KLHS sebagaimana
dikemukakan di atas dijelaskan secara ringkas sebagai
berikut:

No Aspek Penjelasan/Ilustrasi
1. Kapasitas daya
dukung dan
daya tampung
lingkungan
hidup untuk
pembangunan
a. Kemampuan suatu
ekosistem untuk
mendukung suatu aktivitas
sampai pada batas tertentu;
b. Untuk menentukan apakah
suatu kegiatan masih dapat
ditambahkan dalam suatu
ekosistem tertentu atau
untuk menentukan apakah
suatu kawasan
lingkungannya masih
mampu mendukung
perikehidupan manusia dan
mahluk hidup lain.
c. Bisa diukur dari beberapa
variabel antara lain daya
dukung tanah/lahan dan
air.
d. Daya tampung lingkungan
hidup dapat diukur dari
tingkat asimilasi media
ketika menerima gangguan
dari luar. Indikator yang
digunakan biasanya
pencemaran dan
kemampuan media
mempertahankan habitat di
dalamnya.
2. Perkiraan
mengenai
dampak dan
risiko
lingkungan
hidup
a. Dampak suatu kebijakan,
rencana, dan/atau program
terhadap terjadinya
perubahan lingkungan
hidup yang mendasar;
b. Bisa diukur dari beberapa
media lingkungan antara
lain: tanah, air, udara, atau
seperti yang tertuang dalam
penjelasan Pasal 15 ayat (2)
huruf b UU PPLH.
3. Kinerja
layanan/jasa
Layanan atau fungsi ekosistem
dikategorikan dalam 4 (empat)


ekosistem jenis layanan, yaitu:
a. Layanan fungsional
(provisioning services):
Jasa/produk yang didapat
dari ekosistem, seperti
misalnya sumber daya
genetika, makanan, air dll.
b. Layanan regulasi (regulating
services): Manfaat yang
didapatkan dari pengaturan
ekosistem, seperti misalnya
aturan tentang
pengendalian banjir,
pengendalian erosi,
pengendalian dampak
perubahan iklim dll.
c. Layanan kultural (cultural
services): Manfaat yang
tidak bersifat
material/terukur dari
ekosistem, seperti misalnya
pengkayaan spirit, tradisi,
pengalaman batin, nilai-
nilai estetika dan
pengetahuan.
d. Layanan pendukung
kehidupan (supporting
services): Jasa ekosistem
yang diperlukan manusia,
seperti misalnya produksi
biomasa, produksi oksigen,
nutrisi, air, dll.
4. Efisiensi
pemanfaatan
sumber daya
alam
a. Tingkat optimal
pemanfaatan sumberdaya
alam di mana kebutuhan
terpenuhi namun sumber
daya alam beserta
ekosistemnya dapat tetap
dilestarikan.
b. Dapat diukur berdasarkan
kesesuaian antar tingkat
pemanfaatan dan
pencadangan terhadap
potensi dan kebutuhan
c. Dapat pula diukur dengan
nilai manfaat sumber daya
alam melalui valuasi
ekonomi
5. Tingkat
kerentanan dan
Kondisi lingkungan yang
diukur dari kemungkinan


kapasitas
adaptasi
terhadap
perubahan iklim
dampak perubahan iklim,
apakah semakin memburuk
(seperti peningkatan muka air
laut atau perubahan cuaca
yang ekstrim) atau mempunyai
daya lenting/kapasitas untuk
menyesuaikan.
6. Tingkat
ketahanan dan
potensi
keanekaragaman
hayati
a. Kondisi lingkungan yang
diukur dengan indeks
keanekaragaman hayati,
apakah cenderung tetap,
menurun, atau meningkat.
b. Ukuran lain bisa dipakai,
seperti kepunahan,
kemerosotan dan
kerusakan.
Catatan
1. Selain keenam muatan tersebut diatas, dapat dilakukan kajian
lainnya tergantung pada, karakteristik wilayah, kondisi, dan
isu pembangunan berkelanjutan serta muatan kebijakan,
rencana, dan/atau program.
2. Kajian dilakukan secara komprehensif untuk aspek-aspek
yang terkait.

Kiat pelaksanaan telaahan pengaruh kebijakan,
rencana, dan/atau program terhadap kondisi
lingkungan hidup wilayah:
1) pemahaman substansi kebijakan, rencana
dan/atau program secara komprehensif, kritis dan
rinci;
2) pengembangan komunikasi dan dialog yang efektif,
terbuka, kritis dan konstruktif;
3) konsisten pada isu-isu pembangunan berkelanjutan
yang telah disepakati dalam pembahasan
sebelumnya;
4) penggunaan bahasa dan terminologi yang
sederhana, ringkas, dan jelas; dan
5) penggunaan peta, diagram, dan sketsa untuk
memperjelas keterkaitan antar permasalahan.

2. Perumusan Alternatif Penyempurnaan Kebijakan, Rencana,
dan/atau Program

Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan,
rencana, dan/atau program untuk mengembangkan
berbagai alternatif perbaikan muatan kebijakan, rencana,
dan/atau program dan menjamin pembangunan
berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan disepakati
bahwa kebijakan, rencana dan/atau program yang dikaji
potensial memberikan dampak negatif pada pembangunan
berkelanjutan, maka dilakukan pengembangan beberapa


alternatif untuk menyempurnakan rancangan atau merubah
kebijakan, rencana dan/atau program yang ada.

Beberapa alternatif untuk menyempurnakan dan atau
mengubah rancangan kebijakan, rencana dan/atau
program ini dengan mempertimbangkan antara lain:
a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait
dengan kebijakan, rencana, dan/atau program yang
diprakirakan akan menimbulkan dampak lingkungan
hidup atau bertentangan dengan kaidah pembangunan
berkelanjutan.
b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan
kebijakan, rencana, dan/atau program.
c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah
prioritas pelaksanaan kebijakan, rencana, dan/atau
program.
d. Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.

Bentuk alternatif penyempurnaan tersebut antara lain
sebagai berikut:
a. kebutuhan pembangunan: mengecek kembali
kebutuhan pembangunan yang baru misalnya target-
target dalam pengentasan kemiskinan atau peningkatan
pendapatan penduduk.
b. lokasi: mengusulkan lokasi baru yang dianggap lebih
aman, atau mengusulkan pengurangan luas wilayah
kebijakan, rencana dan/atau program.
c. proses, metode, dan teknologi: mengusulkan alternatif
proses dan/atau metode dan/atau teknologi
pembangunan yang lebih baik, seperti peningkatan
pendapatan rakyat melalui pengembangan ekonomi
kreatif, bukan pembangunan ekonomi konvensional
yang menguras sumber daya alam, seperti pembuatan
jembatan untuk melintasi kawasan lindung.
d. jangka waktu dan tahapan pembangunan: mengusulkan
perubahan jangka waktu pembangunan, awal kegiatan
pembangunan, urutan, maupun kemungkinan
penundaan satu program pembangunan.

Berbagai kemungkinan pengembangan alternatif
sebagaimana disebutkan di atas, secara cepat dan
sederhana dapat dilakukan melalui metode diskusi
kelompok dan atau memanfaatkan pandangan para ahli.

Kiat perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan,
rencana, dan/atau program adalah:
a. Memahami alasan dan konteks kebijakan, rencana
dan/atau program yang menjadi kajian;
b. Berfikir kritis, positif, dan tidak terpaku pada tata
cara/metode/pendekatan yang selama ini berjalan;


c. Mengembangkan komunikasi dan dialog yang efektif
dengan penyusun kebijakan, rencana, dan/atau
program dan pengambil keputusan;
d. Mencoba mengambil pelajaran dari pengalaman di
wilayah lain; dan
e. Memanfaatkan kreatifitas dari pemangku kepentingan.

3. Rekomendasi Perbaikan Kebijakan, Rencana, dan/atau
Program dan Pengintegrasian Hasil KLHS

Tujuan rekomendasi adalah mengusulkan perbaikan muatan
kebijakan, rencana dan/atau program berdasarkan hasil
perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana
dan/atau program. Rekomendasi perbaikan rancangan
kebijakan, rencana, dan/atau program ini dapat berupa:
a. perbaikan rumusan kebijakan;
b. perbaikan muatan rencana;
c. perbaikan materi program.

Contoh Rangkuman Alternatif Penyempurnaan/Perbaikan
Kebijakan, Rencana dan/atau Program sebagai berikut:

(Kasus: Rencana Jalan TOL di Jawa)
Alternatif Penyempurnaan/Perbaikan
Kebijakan, Rencana dan/atau
Program
Kebijakan,
Rencana
dan/atau
Program
Pengaruh
terhadap
Lingkungan
Hidup
Perbaikan
Rumusan
Kebijakan
Perbaikan
Muatan
Rencana
Perbaikan
Materi
Program
Misalnya:
Rencana
jalan TOL
Mengura
ngi jasa
ekosistem:
Penyediaan
/produksi
pangan
Misalnya:
Peningkatan
dan
pemanfaatan
jalur kereta
api


Misalnya:
Dialihkan
pada
wilayah
yang tidak
terdapat
sawah
atau
pertanian
produktif
Misalnya:
Ditunda
Pelaksana-
annya


Pada saat penyusunan rekomendasi perbaikan rancangan
kebijakan, rencana, dan/atau program tersebut juga sudah
mempertimbangkan rambu mitigasi terkait dengan rencana
dan/atau program yang diperkirakan akan menimbulkan
dampak lingkungan hidup.

Agar alur pikir perumusan perbaikan kebijakan, rencana,
dan/atau program lebih mudah dipahami, disusun
ringkasan perumusan perbaikan kebijakan, rencana,
dan/atau program, mulai dari perumusan isu strategis,


pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau
program sampai dengan perumusan rekomendasi
perbaikan seperti pada contoh sebagai berikut:


Komponen
KRP yang
prioritas
untuk
diperbaiki
Isu strategis
yang
prioritas
Mitigasi
yang
diperlukan
Alternatif
penyem
purnaan
KRP
Rekomen
dasi
(1) (2) (3) (4) (5)
A
Pembangun-
an jalan tol
Kecukup-
an air
Keanekar
agaman
hayati
Alih
fungsi
lahan
produktif
Jalur jalan
tol
diupayaka
n tidak
memanfaat
kan area
resapan
air, lahan
produktif
atau
sawah
beririgasi
teknis dan
kawasan
konservasi
atau
kawasan
lindung.
1. Pengali-
han
jalur
jalan tol
2. Tidak
menem
patkan
pintu
keluar/
masuk
jalan tol
di dekat
area
konser-
vasi
Pengalih-
an jalur
jalan tol
serta
tidak
menem-
patkan
pintu
keluar/
masuk
jalan tol
di dekat
area
konser-
vasi

B
(contoh
komponen
lain)

...dst
Catatan:
Kolom (3) merupakan hasil dari kajian lingkungan hidup termasuk
kemungkinan diperlukannya mitigasi dalam proses pembangunan

Penyampaian rekomendasi perbaikan kebijakan, rencana,
dan/atau program pada pengambil keputusan ini sangat
penting dalam rangka lebih menjamin terintegrasinya
prinsip pembangunan berkelanjutan dalam kebijakan,
rencana, dan/atau program.

Kiat dalam perumusan rekomendasi perbaikan kebijakan,
rencana, dan/atau program adalah:
a. rekomendasi yang disampaikan memberikan manfaat
yang lebih luas bagi keberlanjutan pembangunan;


b. rekomendasi yang disampaikan sesuai dengan urgensi,
konteks dan situasi kebijakan, rencana dan/atau
program diusulkan;
c. alternatif yang direkomendasikan rasional dan dapat
dilaksanakan dengan ketersediaan sumber daya yang
ada; dan
d. rekomendasi disampaikan secara jelas kepada pengambil
keputusan.


BAB IV
METODE PELAKSANAAN KLHS

A. Metode Pelaksanaan
Pelaksanaan KLHS dilakukan dengan menggunakan berbagai
metode ilmiah yang komprehensif dan/atau kompleks, yang dalam
beberapa hal hanya dapat dilakukan oleh para pakar di bidangnya
masing-masing. Hal ini dilakukan untuk mengkaji beberapa isu
spesifik yang dianggap penting dan sangat berisiko apabila
diputuskan tanpa kajian ilmiah dan tidak sesuai prosedur.

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan
KLHS adalah:
1. Metode dengan kajian yang komprehensif akan sangat
bermanfaat karena menelaah berbagai faktor terkait dan dapat
memberikan hasil yang lebih jelas. Namun perlu diperhatikan
tingkat akurasi data dan informasi yang digunakan dalam
kajian sehingga hasilnya dapat bermanfaat dan memberikan
nilai tambah bagi proses pengambilan keputusan.
2. Kerangka acuan kajian termasuk metode pelaksanaan kajian
didiskusikan dengan pengambil keputusan dan pemangku
kepentingan yang terkait langsung, untuk memastikan bahwa
mereka menyetujui tingkat akurasi dan keterbukaan dari
pendekatan kajian yang komprehensif tersebut serta
menyetujui konsekuensi waktu dan sumber daya yang
diperlukan untuk menyelenggarakan usulan kajian detil.

Beberapa kiat dalam pelaksanaan KLHS dengan kajian yang
komprehensif adalah sebagai berikut:
1. identifikasi isu strategis pembangunan berkelanjutan
dilakukan dengan melakukan kajian terhadap masing-masing
isu yang dianggap penting atau menjadi perdebatan antar
pemangku kepentingan;
2. proses kompilasi data dan fakta dilakukan sesuai tahapan
perumusan kebijakan, rencana, dan/atau program, serta
dijadikan sarana untuk merumuskan isu-isu pembangunan
berkelanjutan. Dengan kata lain, data dan informasi yang
dikumpulkan pada tahap awal perumusan kebijakan, rencana,
dan/atau program khususnya terkait dengan lingkungan
hidup, dapat dijadikan dasar (basis data) untuk merumuskan
isu strategis pembangunan berkelanjutan; atau
3. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program
terhadap dampak dan/atau risiko lingkungan hidup dengan
menggunakan alat analisis yang komprehensif seperti sistem
informasi geografis (Geographic Information System/GIS),
analisis bio-fisik-kimia, analisis sosial-ekonomi-budaya, dan
lain-lain;
4. kajian sebaiknya didahului dengan pelingkupan kajian,
misalnya lingkup wilayah, lingkup waktu, dan lingkup
substansi;


5. perumusan alternatif penyempurnaan terhadap kebijakan,
rencana, dan/atau program dilakukan berdasarkan hasil
kajian;
6. perumusan rekomendasi dilakukan melalui proses
pengambilan keputusan dengan metode analisis kebijakan dari
berbagai alternatif penyempurnaan, seperti analisis berhirarkhi
(Analytical Hierarchy Process/AHP), analisis biaya-manfaat, dan
analisis SWOT dan lain-lain.

Pelaksanaan KLHS dapat dilakukan dengan memanfaatkan hasil
kajian dan/atau data dan informasi yang ada, digabungkan
dengan pengalaman dan pandangan para pakar. Pandangan para
pakar didasarkan pada dukungan data dan informasi yang cukup
memadai, sehingga keputusannya lebih akurat.

Untuk memanfaatkan hasil kajian serta data dan informasi yang
ada atau menggunakan pendapat pakar, beberapa kiat adalah
sebagai berikut:
1. pemilihan pakar dan pemangku kepentingan dilakukan secara
selektif dan sesuai dengan isu yang terkait dengan kebijakan,
rencana, dan/atau program;
2. data dan informasi pendukung yang memadai disiapkan dalam
format yang mudah dibaca dan dipahami; dan
3. moderator yang handal dan efektif, agar dapat menjaring dan
merumuskan pandangan para pakar secara jernih.

B. Data dan Informasi untuk KLHS
Data dan informasi menjadi elemen penting KLHS. namun
kadangkala data dan informasi tidak tersedia. Contoh berbagai
kemungkinan sumber data adalah sebagai berikut:
No. Data/ informasi/dokumen
Instansi/
sumber data
1 Dokumen perencanaan


Bappenas atau Bappeda;
Kementerian atau Dinas PU;
KLH atau instansi pengelola
lingkungan hidup daerah.
2 Laporan Status
Lingkungan Hidup Daerah
(SLHD)
Instansi pengelola lingkungan
hidup daerah atau Kantor
Statistik
3 Studi AMDAL sebelumnya

Instansi pengelola lingkungan
hidup daerah
4 Citra satelit (Google Earth,
Landsat)
Bappenas, Bappeda, LAPAN,
Bakosurtanal
5 Daerah Dalam Angka,
Susenas, Suseda,
Sakernas, Sakerda, Data
statistik terutama
demografi, geografis dan
tren ekonomi
BPS Pusat, Daerah
6 Data hasil penelitian di Perguruan tinggi, lembaga


No. Data/ informasi/dokumen
Instansi/
sumber data
perguruan tinggi atau
lembaga negara
penelitian, LSM
7 Konsultasi dengan pihak
berwenang
Instansi pemerintah
8 Wawancara narasumber
dengan keahlian khusus
atau penduduk setempat
yang mengetahui wilayah
studi (wawancara
langsung, diskusi
kelompok terarah);
Narasumber yang dipilih
secara selektif
9 Laporan LSM, atau artikel
terkait
Perpustakaan, situs jejaring
internet, dan media massa
Catatan:
Data dan informasi yang diperlukan dalam studi KLHS tidak selalu merupakan
data hasil penelitian baru. Diupayakan menggunakan data hasil penelitian yang
telah tersedia sepanjang relevan dengan maksud digunakannya data/informasi
tersebut.

Beberapa kemungkinan permasalahan yang dapat terjadi dalam
pengumpulan data dan informasi adalah:
1. biaya pembelian data mahal;
2. data kemungkinan kadaluarsa;
3. data serial (time series) mungkin tidak tersedia untuk periode
waktu tertentu;
4. data tidak ada untuk wilayah / daerah tertentu;
5. kemungkinan data tidak cocok (compatible) dikoleksi dengan
metode pengukuran yang berbeda, tidak digital atau tidak
online, atau disimpan dalam format yang berbeda (misal: peta);
6. berbagai instansi atau mungkin di dalam instansi itu sendiri
yang secara tidak sengaja membuat data yang kontradiktif atau
kurang dapat dipertanggungjawabkan;
7. tidak ada laporan; dan
8. diperlukannya waktu tersendiri untuk penggandaan atau
pengumpulan data tersebut.

Dengan permasalahan tersebut, diharapkan pelaksana KLHS tetap
mengupayakan perolehan data dan informasi melalui beberapa
pendekatan atau teknik yang dapat dilakukan, seperti analogi atau
teknik operasi data (GIS) dan lain-lain. Selain itu, untuk
pelaksanaan KLHS di waktu mendatang, diharapkan data dan
informasi dapat disediakan atau dikembangkan oleh institusi
penyedia.

Beberapa kode etik penggunaan data dan informasi dalam KLHS
adalah:
1. perlu pencantuman sumber data; dan
2. verifikasi data untuk mencegah penggunaan data palsu.



Kiat dalam pengumpulan data dan informasi adalah:
1. data dan informasi dapat diperoleh dari pemangku
kepentingan seperti instansi pemerintah, perguruan tinggi dan
lembaga penelitian;
2. data dan informasi dapat berupa data sekunder maupun
primer;
3. data dan informasi yang dikumpulkan yang diperlukan saja,
khususnya yang terkait dengan isu strategis lingkungan hidup
dan pembangunan berkelanjutan yang telah disepakati;
4. verifikasi data dan informasi perlu dilakukan untuk menjamin
keabsahannya;
5. informasi sekunder dapat digabungkan dengan data primer
yang dikumpulkan melalui diskusi dengan masyarakat lokal
yang memahami wilayah studi, misalnya dengan cara
observasi lapangan, wawancara langsung, diskusi kelompok
terfokus (FGD) dan survey.

C. Komunikasi dan Negosiasi dalam KLHS
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, KLHS bukanlah proses
teknokratik/ilmiah semata, melainkan juga proses partisipatif.
Dengan demikian, proses KLHS juga akan sarat dengan proses
negosiasi, dimana komunikasi, dan bahkan konflik sering terjadi
dalam proses KLHS. Dalam konteks ini, menjadi penting bagi
siapapun yang akan terlibat untuk mempunyai kemampuan
mengembangkan dialog, diskusi, konsultasi publik, dan bahkan
konflik resolusi dalam proses KLHS. Pada prakteknya,
pengembangan teknik dialog/komunikasi harus dirancang
prosesnya dengan sangat cermat. Mekanisme dialog dan
pengambilan keputusan menjadi sangat penting jika prosesnya
menyangkut perwakilan institusi.

Dalam rangka meningkatkan efektifitas partisipasi masyarakat
dan pemangku kepentingan, beberapa teknik yang dapat
digunakan adalah sebagai berikut:

Manfaat
Teknik Menyampaikan
Informasi
Menjaring
Masukan
Merumuskan
Kesepakatan
Bersama
Pemanfaatan
dokumen-dokumen
cetak yang ada
V V
Pameran V V
Poster V V
Layanan Informasi
melalui Hotline
V V
Diskusi melalui
Internet
V V V


Manfaat
Teknik Menyampaikan
Informasi
Menjaring
Masukan
Merumuskan
Kesepakatan
Bersama
Survai kuesioner,
wawancara serta
observasi fisik dan
sosial
V V
Konsultasi publik V V V
Lokakarya V V V
Pembentukan
komite ahli atau
wakil-wakil
komunitas
V V V
Sumber: OCTA Study on EIA-SEA. Volume 2 Manual

Kiat untuk membangun komunikasi dan dialog agar proses KLHS
berjalan efektif, yaitu:
1. bahan tertulis disiapkan secara ringkas dan jelas;
2. waktu dan tempat ditentukan secara tepat;
3. presentasi dilakukan secara jelas dan tegas;
4. tidak berkesan menggurui; dan
5. tersedia moderator yang handal dan efektif serta dapat diterima
oleh para pemangku kepentingan.

Negosiator berperan penting antara lain dalam:
1. meluruskan dan mengklarifikasi komunikasi yang dapat
menimbulkan intepretasi yang berbeda untuk menghindari
kesalahpahaman;
2. menjelaskan pesan yang belum jelas disampaikan oleh para
pemangku kepentingan;
3. menjaga kesantunan komunikasi dari para pemangku
kepentingan; dan
4. membantu menyimpulkan dan menyepakati hasil diskusi.

Dalam banyak kasus, diperlukan metode diskusi kelompok terfokus
(focus group discussion) untuk membahas beberapa isu secara
khusus dengan anggota yang terbatas. Kelebihan metode ini agar
diskusi mengenai beberapa isu spesifik dapat dilakukan secara
khusus dan tajam dengan peserta yang terbatas, sehingga dialog dan
pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan lebih efektif.



BAB V
DOKUMENTASI, AKSES PUBLIK, DAN PENJAMINAN KUALITAS KLHS

A. Dokumentasi KLHS
Dokumentasi pelaksanaan KLHS memuat seluruh proses dan hasil
pelaksanaan KLHS, yang meliputi:
1. hasil pelaksanaan penapisan apabila dilakukan;
2. hasil identifikasi pemangku kepentingan dan hasil identifikasi isu
strategis pembangunan berkelanjutan;
3. hasil pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program
terhadap kondisi lingkungan hidup suatu wilayah yang
signifikan, serta alternatif penanggulangannya;
4. rumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana,
dan/atau program;
5. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan,
rencana, dan/atau program;
6. rangkaian urutan tahapan pelaksanaan KLHS yang dikerjakan;
dan
7. laporan pelaksanaan dan kesimpulan dari setiap pembahasan
dan konsultasi publik.

Khusus untuk nomor 6 dan nomor 7, dokumentasi disusun
berdasarkan urutan kegiatan, tempat, peserta, dan waktu setiap
tahapan KLHS. Dokumentasi berupa narasi/penjelasan kegiatan
beserta ringkasannya dapat diwujudkan dalam bentuk tabel. Tabel di
bawah ini merupakan alternatif pembuatan ringkasan dokumentasi
KLHS. Dokumentasi pelaksanaan KLHS disusun oleh pembuat
kebijakan, rencana, dan/atau program dan dilampiri tanda tangan
perwakilan pemangku kepentingan yang terlibat dalam KLHS.

Ringkasan Dokumentasi Pelaksanaan dan Hasil KLHS sebagai
berikut:



Dokumentasi KLHS menjadi lampiran dokumen kebijakan, rencana,
dan/atau program serta dibuat salinannya untuk disampaikan
kepada instansi lingkungan hidup untuk diinventarisasi/dicatat
sebagai satu dokumen publik. Dokumentasi ini penting karena
menjadi salah satu materi penjaminan kualitas KLHS.

B. Akses Publik dalam KLHS
Dokumen pelaksanaan KLHS sebagaimana dijelaskan di atas
merupakan dokumen publik yang harus dapat diakses oleh setiap
orang. Dalam kasus tertentu, pembuat kebijakan, rencana, dan/atau
program dapat mengadakan konferensi pers atau pengumuman
publik untuk mensosialisasikan atau mengumumkan hasil KLHS
kepada publik. Keberatan publik atas hasil KLHS dapat ditanggapi
oleh pembuat kebijakan, rencana, dan/atau program melalui dialog
yang konstruktif.

C. Penjaminan Kualitas KLHS
Penjaminan kualitas KLHS adalah sebuah upaya untuk memastikan
bahwa proses KLHS sudah dilaksanakan sesuai dengan mekanisme
atau tahapannya, termasuk substansi hasil KLHS telah
direkomendasikan. Pelaksanaan penjaminan kualitas menjadi
tanggung jawab pembuat kebijakan, rencana, dan/atau program itu
sendiri. Publik dan pihak lain yang berkepentingan dapat melakukan
penilaian kualitas KLHS.

Secara umum hal yang dapat diperhatikan dalam menilai kualitas
pelaksanaan KLHS antara lain:
1. kejelasan tujuan kebijakan, rencana dan/atau program;
2. kejelasan perumusan isu strategis pembangun berkelanjutan;
No.
Tanggal/
Tempat
Kegiatan Hasil Catatan
1. 18 Agustus
2010/
Ruang
Bappeda
Rapat
persiapan
KLHS
Penyusunan
RTRW
Menentukan
pelaksana KLHS
untuk RTRW
Hadir:
1) ....
2) .....
3) dst

2. 30 Agustus
2010/
Ruang
Bappeda
Diskusi
Peluang
KLHS dalam
penyusunan
RTRW
Kesepakatan
menyusun
KLHS
terintegrasi
dengan
penyusunan
RTRW
Lampiran
daftar nama
pelaksana
KLHS
3. 15 September
2010
Diskusi
identifikasi
pemangku
kepentingan
Kesepakatan
pemangku
kepentingan
yang akan
dilibatkan
Lampiran
daftar
pemangku
kepentingan
4. Dst


3. keterkaitan antara kebijakan, rencana, dan/atau program dengan
isu strategis;
4. kejelasan rumusan alternatif penyempurnaan dan rekomendasi;
5. kelengkapan dokumentasi; dan
6. terlaksananya seluruh proses KLHS.

Dalam hal pemantauan dan/atau evaluasi terhadap implementasi
kebijakan, rencana, dan/atau program yang telah melalui proses
KLHS, dilakukan sesuai dengan prosedur pemantauan dan/atau
evaluasi masing-masing kebijakan, rencana, dan/atau program.

MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP,
REPUBLIK INDONESIA
ttd
BALTHASAR KAMBUAYA
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,

Inar Ichsana Ishak
1

SALINAN



PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2011
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN
LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2010 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mempertajam dan mengoptimalkan
perencanaan kegiatan Kementerian Lingkungan Hidup
sampai dengan tahun 2014 dipandang perlu untuk
melakukan penyempurnaan terhadap muatan Rencana
Strategis Kementerian Lingkungan Hidup Tahun 2010-
2014;
b. Bahwa Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 11 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis
Kementerian Lingkungan Hidup 2010-2014 perlu
dilakukan perubahan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
11 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian
Lingkungan Hidup 2010-2014;
Mengingat : 1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2010-2014;
2. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11
Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian
Lingkungan Hidup Tahun 2010-2014;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN PERATURAN
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN
2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN
LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2010-2014.
2

Pasal I
1. Mengubah Lampiran Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2010 tentang
Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup Tahun
2010-2014 sehingga menjadi sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 berlaku
sejak tanggal ditetapkan.

Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Tanggal 18 November 2011

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BALTHASAR KAMBUAYA

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 21 November 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
AMIR SYAMSUDDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 730

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,



Inar Ichsana Ishak
1

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI
NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2011
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN
HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2010
TENTANG RENCANA STRATEGIS
KEMENTERIAN LINGKUNGAN
HIDUP TAHUN 2010 2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Kondisi Umum
Sumber daya alam dan lingkungan hidup (SDA dan LH) memiliki
peran ganda, yaitu sebagai modal pembangunan dan sebagai penopang
sistem kehidupan. Paradigma umum yang berkembang saat ini lebih
menempatkan SDA dan LH sebagai sumberdaya ekonomis daripada
sumberdaya ekologis. Kondisi tersebut berdampak pada pola pemanfaatan
SDA dan LH yang lebih diarahkan pada kepentingan ekonomi semata dan
kurang mempertimbangkan manfaat dan dampak pengelolaan sumberdaya
alam secara ekologis.
Secara teoritis, ketersediaan air alami di Indonesia hampir mencapai
2 milyar m3, jauh di atas kebutuhan air yang pada tahun 2003
diperkirakan hanya berjumlah sekitar 112.275 juta m3, sementara proyeksi
kebutuhan total tahun 2020 diperkirakan mencapai 127.707 juta m3.
Secara nasional terdapat surplus air, namun kenyataan memperlihatkan
bahwa pada saat musim kemarau, di beberapa daerah terjadi defisit air.
Persoalan kelangkaan dan kesulitan air yang layak pakai yang terjadi sejak
lama belakangan ini makin memburuk di beberapa daerah di Indonesia,
terutama di kota-kota besar. Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi suplai
air dan distribusinya amat tidak merata dan cenderung mengancam
kualitas kehidupan.
Persoalan sumber daya air juga mencakup persoalan penurunan
kualitas. Pemantauan yang dilakukan terhadap kualitas air di 30 sungai di
Indonesia, menunjukkan bahwa hampir seluruh sungai tersebut telah
tercemar dengan derajat yang berbeda-beda. Sungai-sungai yang masih
memenuhi baku mutu air sesuai dengan peruntukannya sudah sangat
sedikit jumlahnya, dan berada di daerah yang tingkat pembangunan serta
kepadatan penduduknya relatif rendah. Tingginya pencemaran air akibat
2

limbah industri, pertanian dan rumah tangga menyebabkan turunnya
kualitas sumber air.
Kondisi kualitas udara dan atmosfer di beberapa daerah di Indonesia,
khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang,
Bandung dan Medan mengindikasikan kecenderungan memburuk dan
secara rata-rata kurang baik. Jenis-jenis polutan utama yang dihasilkan
dari emisi kegiatan industri dan transportasi diantaranya adalah debu
(partikulat), sulfur dioksida (SO2), oksida nitrogen (NOx), timbal (Pb) dan
karbon monoksida (CO). Pemantauan kualitas udara yang dilakukan
dengan metode Air Quality Monitoring System (AQMS) selama periode 2001-
2007, misalnya, memperlihatkan bahwa sebagian kota-kota besar memiliki
kondisi kualitas udara pada tingkat berbahaya selama proses pemantauan.
Di beberapa kota besar seperti Jakarta dan Bandung malah diketahui
memiliki tingkat keasaman air hujan dalam rentang variasi pH 4,4 dan 5,2;
indikasi bahwa gejala hujan asam telah terjadi di kota-kota tersebut.
Indonesia adalah salah satu negara yang dikategorikan sebagai mega-
biodiversity, atau negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati yang
sangat tinggi. Keragaman jenis ekosistemnya mencapai 47 tipe ekosistem
utama yang tersebar mulai dari laut sampai dengan pegunungan. Indonesia
memiliki 10% tumbuhan berbunga, 12% mamalia, 16% reptil dan ampibi,
dan 17% dari jumlah jenis burung yang ada di dunia. Indonesia juga
mempunyai jenis binatang menyusui paling banyak di dunia (515 jenis)
dimana 35% di antaranya merupakan jenis endemik Indonesia. Kekayaan
luar biasa ini tengah menghadapi berbagai ancaman yang serius. Berbagai
aktivitas manusia --yang secara langsung maupun tidak langsung
menyebabkan terjadinya fragmentasi habitat-- telah menyebabkan
penurunan kualitas dan bahkan kepunahan keanekaragaman hayati.
Kegiatan pembangunan, dengan tiga aspek utamanya; yaitu manusia
dengan berbagai kebutuhannya, pemanfaatan teknologi dengan berbagai
dampaknya, serta dinamika kondisi alam dengan berbagai resiko
kerentanan dan kebencanaan yang dimilikinya berkontribusi langsung pada
kerusakan dan kepunahan keanekaragaman hayati.
Isu limbah padat, khususnya persoalan sampah di kawasan
perkotaan, merupakan salah satu persoalan lingkungan yang menonjol dan
semakin bermasalah pada periode tahun 2004-2009. Persoalan ini ditandai
dengan meningkatnya timbulan sampah, makin langkanya lahan yang
dapat digunakan sebagai tempat pembuangan/pengolahan akhir (TPA), dan
sistem teknologi pengelolaan sampah yang digunakan yang tidak mampu
mengatasi persoalan sampah. Pengelolaan TPA dengan sistem open dumping
pada kebanyakan kota di Indonesia telah menimbulkan masalah seperti
terjadinya bencana longsoran sampah. Tingginya volume timbulan sampah
dan pengelolaan yang secara umum belum memadai telah menimbulkan
3

berbagai macam persoalan lingkungan seperti pencemaran tanah, air
tanah, air permukaan dan udara (bau dan gas methane).
Selain itu, bahan berbahaya dan beracun (B3) dan limbah B3 dari
berbagai sektor seperti pertambangan, industri, dan pertanian termasuk
sektor domestik (rumah tangga) juga menunjukkan peningkatan volume,
yang bila tidak terkelola berpotensi meningkatkan resiko kerusakan
lingkungan hidup, kesehatan dan kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lain. Persoalannya adalah pengelolaan B3 dan limbah B3
dipandang rumit dan mahal, sehingga bila disertai dengan rendahnya
pemahaman masyarakat menjadikan isu pengelolaan limbah B3 bertambah
serius dari tahun ke tahun.
Posisi geografis, kondisi geologis serta berbagai perubahan pada
tingkat global, regional maupun lokal telah menempatkan Indonesia sebagai
wilayah yang unik dan spesifik yang tidak dapat ditemukan pada wilayah-
wilayah lain di dunia. Disisi lain, keadaan tersebut telah membawa
berbagai konsekuensi yang cukup mendasar khususnya hal-hal yang
berkaitan bencana alam maupun perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup. Dalam konteks pengelolaan lingkungan hidup, upaya-upaya mitigasi
dan pengurangan dampak bencana terutama ditujukan pada jenis-jenis
bencana banjir, tanah longsor, kekeringan, dan kebakaran hutan dan
lahan.
Fenomena kekeringan (El Nino) dan banjir (La Nina) yang terjadi
secara luas diindikasikan juga sebagai bukti adanya perubahan iklim
global. Dibandingkan 150 tahun lalu, suhu rata-rata permukaan bumi kini
meningkat 0,6 C dan diperkirakan tahun 2100 suhu rata-rata permukaan
bumi diperkirakan akan naik lagi sebesar 1,4-5,8 C. Hal ini menyebabkan
keseimbangan lingkungan global terganggu dan akan secara langsung
mempengaruhi pola pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Adaptasi terhadap perubahan iklim mutlak diperlukan, khususnya yang
terkait dengan strategi pembangunan sektor kehutanan, pertanian,
kelautan, infrastruktur sumberdaya air dan permukiman, kesehatan dan
pembangunan yang mengikuti prinsip perencanaan tata ruang.
Kebijakan lingkungan hidup sarat dengan aspek politik karena
kuatnya keragaman mazhab para pemangku kepentingan yang tata nilainya
sering bertolak belakang. Tipologi keputusan yang dihasilkannya akan
selalu diperangkap perdebatan etika, karena umumnya berkaitan dengan
pilihan-pilihan: mana yang harus dikorbankan-mana yang harus
diselamatkan, bagaimana mendistribusikan manfaat secara adil, atau
bahkan memperjuangkan nasib kelompok yang tidak akan pernah terwakili
dengan baik (misalnya spesies non manusia, atau bahkan generasi yang
akan datang). Kancah pertempuran-nya selalu berada di wilayah
4

ekonomi, karena kebijakan lingkungan hidup berhubungan langsung
dengan tata kuasa, produksi, konsumsi, dan pelestarian sumber daya alam.
Pendek kata, Kementerian Lingkungan Hidup tidak bisa semata-mata
bergerak di area ekologis saja, tetapi juga harus menjembataninya dengan
isu-isu ekonomi maupun sosial.

1.2 Kinerja Pelaksanaan Program 2004-2009
Selama tahun 2004 sampai 2009, berbagai kegiatan Kementerian
Lingkungan Hidup (KLH) mengarah kepada 4 (empat) program prioritas
yaitu: (1) Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan: (2)
Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam; (3) Pengembangan
Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup; dan (4)
Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup.
Kegiatan dalam Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan
Lingkungan telah mendorong penurunan beban pencemaran dari industri,
peningkatan pengelolaan sampah berbasis 3R, peningkatan pengawasan
penaatan terhadap sumber-sumber pencemar, peningkatan jumlah limbah
B3 yang terkelola, penghentian penggunaan bahan perusak ozon (BPO) di
beberapa kegiatan industri pengguna BPO utama, peningkatan jumlah
kasus perdata dan pidana lingkungan hidup yang ditangani, pelaksanaan
investasi prasarana pengendalian pencemaran sampai tingkat
Kabupaten/Kota melalui pendistribusian Dana Alokasi Khusus (DAK)
Bidang Lingkungan Hidup, semakin lengkapnya regulasi serta standar
terkait pengendalian pencemaran dan pemulihan akibat kontaminasi bahan
pencemar, dan tersusunnya rencana aksi lintas sektor dan lintas daerah
dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim.
Kegiatan dalam Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya
Alam telah mendorong percepatan implementasi pencegahan dan
penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, perlindungan dan
pengendalian kerusakan ekosistem perairan dan gambut, perlindungan dan
pengendalian kerusakan ekosistem pesisir dan pulau kecil, perlindungan
dan pengendalian kerusakan ekosistem kars, perlindungan
keanekaragaman hayati, dan peningkatan pengawasan kinerja pemerintah
daerah di bidang pengendalian kerusakan lingkungan.
Kegiatan dalam Program Pengembangan Kapasitas Pengelolaan
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup telah mendorong pelaksanaan
revitalisasi dan pengembangan standar pelayanan institusi lingkungan
hidup di daerah, peningkatan jumlah dan jenis Diklat terkait lingkungan
hidup, pembentukan kader masyarakat pelestari lingkungan hidup,
5

pengembangan kemitraan strategis dengan LSM, parlemen, dan berbagai
komunitas masyarakat, termasuk sekolah dan pesantren, serta
pengembangan dan penyaluran dana lingkungan kepada usaha skala kecil.
Kegiatan dalam Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup telah menghasilkan rangkaian
Laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia tahunan sepanjang tahun
2004 - 2008, basis data sumber daya alam dan lingkungan hidup, kajian-
kajian analisis data spasial dan kualitas lingkungan hidup, serta sarana
dan prasarana layanan informasi lingkungan hidup kepada masyarakat
secara multimedia.
Amanat RPJP 2005 2025 untuk mewujudkan Indonesia yang asri
dan lestari menetapkan fokus kegiatan pada pengelolaan sumber daya alam
secara berkelanjutan dan pengelolaan lingkungan hidup (dengan penekanan
pada pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup). RPJP
untuk mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari mencakup upaya-
upaya: mendayagunakan dan mengelola SDA terbarukan maupun tak
terbarukan; menjaga dan melestarikan SDA air dan energi;
mengembangkan potensi kelautan; menjaga, mengelola, dan meningkatkan
nilai tambah SDA khas dan kehati; mitigasi bencana; mengendalikan
pencemaran dan kerusakan lingkungan; serta meningkatkan kapasitas
pengelolaan SDA dan LH. Secara umum upaya-upaya tersebut dapat
dikelompokkan dalam dua subyek besar, yaitu pengelolaan sumberdaya
alam dan pengelolaan lingkungan hidup dengan penekanan pada
pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan. Hal ini
mengimplikasikan diharuskannya kelembagaan di bidang lingkungan hidup
untuk menangani pengelolaan sumberdaya alam dan pengendalian
pencemaran dan kerusakan lingkungan.

1.3 Potensi dan Permasalahan
Potensi dan permasalahan yang terbentuk akibat perubahan
lingkungan strategis internal maupun eksternal adalah kunci dalam
menyusun perencanaan strategis. Perencanaan itu sendiri disusun dalam
batas dan lingkup mandat yang diterima oleh Menteri Negara LH, dengan
mengacu peraturan perundangan yang terkait secara substansial terkait
dengan perlindungan dan pengelolaan LH, maupun dalam kaitan tatakelola
kelembagaan.
Secara umum, permasalahan lingkungan hidup pada tahun 2010
2014, masih akan dihadapkan pada pencemaran air, udara, sampah, dan
limbah B3, terutama yang bersumber dari kegiatan industri dan jasa,
rumah tangga (limbah domestik) dan sektor transportasi; kerusakan
6

lingkungan di Daerah Aliran Sungai (DAS) dan ekosistem-ekosistem sensitif
lainnya; potensi bencana lingkungan, terutama akibat kebakaran hutan
dan lahan; serta memburuknya dampak yang dirasakan akibat fenomena
perubahan iklim.
Ada empat faktor peubah (change driver) dari luar KLH sendiri yang
akan membentuk kondisi lingkungan strategis dalam melaksanakan
mandat yang diberikan, yaitu faktor ekonomi, politik, sosial, dan
perkembangan teknologi. Pengaruhnya masing-masing dijelaskan dalam
matriks-matriks analisis berikut ini:


Tabel 1.1
Potensi dan Permasalahan yang Dipengaruhi Lingkungan Strategis
Eksternal
Lingkungan Strategis Eksternal : Kondisi Politik
Potensi Permasalahan
Otonomi daerah dan orientasi
pembangunan yang sektoral
mempersulit sinkronisasi kebijakan
pengelolaan lingkungan
Aspek lingkungan hidup masih belum
mainstream
Tersedianya regulasi terkait
perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup
Masih besar "gap" pengetahuan dan
rincian operasional antara komitmen
di tingkat internasional dengan
implementasi di tingkat lokal
Isu perubahan iklim dan penanganan
bencana masih berupa "jargon" dan
cenderung lebih banyak dipolitisir.
Tingginya tekanan untuk
mengkonversi lahan pangan dan
hutan menjadi lahan "bio-fuel"
Pendekatan "Ekonomi Hijau"
disepakati sebagai metoda
pendekatan pembangunan dan
diwujudkan terutama dalam
program prioritas terkait
pengelolaan sumber daya alam
dan perwujudan penurunan
emisi karbon sebanyak 26%
Kompleksnya benturan kepentingan
lokal, nasional, bahkan internasional
dalam opsi revitalisasi kebijakan
pangan dan posisi Indonesia sebagai
pemasok pangan utama dunia
7

Tabel 1.1
Potensi dan Permasalahan yang Dipengaruhi Lingkungan Strategis
Eksternal
Lingkungan Strategis Eksternal : Kondisi Politik
Potensi Permasalahan
Lingkungan Strategis Eksternal : Kondisi Ekonomi
Potensi Permasalahan
Prioritas pemerintah terhadap
penyediaan infrastruktur juga
mencakup penyediaan
"Infrastruktur Hijau" (prasarana
pendukung pelestarian SDA dan
LH).
Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia
saat ini masih menguras sumber daya
alam dan lingkungan hidup dalam
tingkat mengkhawatirkan.
Pasar siap menerima energi
sumber terbarukan
Produksi sumber energi terbarukan
belum mencapai skala ekonomis
Pasar mulai siap menjalankan
skema "Payment for Ecosystem
Services", termasuk investasi
perlindungan hutan melalui
skema perdagangan karbon dan
REDD+
Tingkat kerusakan ekosistem sudah
pada tahap dimana skema-skema
berbasis mekanisme pasar mungkin
tidak optimal menanggulangi
masalah.
Upaya menangani krisis
finansial global justru membuka
kesempatan pengembangan
potensi pendanaan internasional
yang lebih ramah lingkungan
(The Global Green New Deal)
Kerugian ekonomi sekitar 6,7 persen
dari PDB per tahun sejak tahun 2020
akan ditanggung negara-negara Asia
Tenggara jika tidak ada upaya konkrit
untuk menanggulangi dampak emisi
karbon
Tingginya potensi investasi di
bidang sumber energi
terbarukan
Peningkatan pariwisata
berkonsep "Eco-tourism" di
daerah-daerah
Kecenderungan saat ini masih
mengkonversi lahan pertanian dan
hutan untuk pengembangan sumber
energi terbarukan
Lingkungan Strategis Eksternal : Kondisi Sosial
Potensi Permasalahan
Atmosfir demokrasi dan otonomi
daerah membuka peluang
Tingginya pencemaran pada media
tercemar (air, tanah dan udara) yang
8

Tabel 1.1
Potensi dan Permasalahan yang Dipengaruhi Lingkungan Strategis
Eksternal
Lingkungan Strategis Eksternal : Kondisi Politik
Potensi Permasalahan
partisipasi masyarakat yang
lebih tinggi
berdampak pada menurunnya fungsi
dan kualitas lingkungan
Akses terhadap sumber air
bersih meningkat dan meluas
Tekanan kebutuhan akibat
pertumbuhan penduduk dan kegiatan
ekonomi terlalu tinggi
Makin banyak masyarakat
Indonesia ikut serta dalam
gerakan dukungan penanganan
perubahan iklim dan gaya hidup
ramah lingkungan
Penanganan isu sosial terkait
persoalan dan bencana lingkungan
masih superfisial akibat rendahnya
pengetahuan dan kapasitas
masyarakat
Isu konflik pengelolaan sumber daya
alam masih dalam tingkat kritis
Makin banyak organisasi
kemasyarakatan yang
memfasilitasi praktek
pengelolaan sumber daya alam
skala komunitas yang
berkelanjutan
Keterbatasan akses terhadap SDA
masih tinggi
Lingkungan Strategis Eksternal : Perkembangan Teknologi
Potensi Permasalahan
Pesatnya perkembangan
teknologi ramah lingkungan
yang telah memiliki skala
ekonomis (terutama teknologi
yang menekan emisi dan
pemakaian energi)
Keterbatasan infrastruktur dan sistem
informasi lingkungan hidup dapat
menghambat akses terhadap
pengetahuan penerapan teknologi
ramah lingkungan
Limbah dan sampah sudah bisa
dimanfaatkan sebagai sumber
energi alternative
"Pasar" limbah dan sampah belum
terbentuk baik, sehingga masih rawan
isu sosial dan dapat berbalik menjadi
disinsentif
Perkembangan nanoteknologi
dan bioteknologi membuka
kesempatan pemanfaatan
sumber daya alam baru
Indonesia rentan terhadap bencana
dan dampak perubahan iklim
9

Tabel 1.1
Potensi dan Permasalahan yang Dipengaruhi Lingkungan Strategis
Eksternal
Lingkungan Strategis Eksternal : Kondisi Politik
Potensi Permasalahan
Tingginya minat kerjasama
internasional di bidang
pengembangan teknologi ramah
lingkungan
Kapasitas dalam negeri belum
optimal, sehingga rentan pencurian
kekayaan intelektual maupun
kekayaan genetika
Investasi riset pengembangan
pangan secara berkelanjutan
tinggi
Investasi global di bidang
pengembangan sumber energi
terbarukan tinggi dan akan
terus meningkat
Investasi riset teknologi masih sangat
dipengaruhi kepentingan korporasi,
sehingga tidak selalu alternatif yang
tersedia benar-benar ramah
lingkungan.

1.4 Mandat Kelembagaan Kementerian Lingkungan Hidup
Dalam melaksanakan mandatnya, Kementerian Lingkungan Hidup
mengacu pada peraturan perundangan Undang-undang No 32 tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup , yang memuat
paradigma perlindungan dan pengelolaan LH, antara lain:
a. Tanggungjawab kelestarian dan pengelolaan lingkungan merupakan
tanggungjawab kolektif, yang dilaksanakan melalui kesadaran dan
penguatan kordinasi seluruh pihak, terutama dalam hal menyamakan
persepsi tentang definisi pencemaran lingkungan;
b. Pengaturan yang jelas antara kewenangan pusat dan daerah dalam hal
pengawasan LH;
c. Adanya pendayagunaan pendekatan ekosistem (eco region), yang dapat
menjadi jembatan antara perencanaan pembangunan, penataan ruang,
dan pertimbangan lingkungan hidup;
d. Adanya penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara
lebih jelas. Ditunjang pula dengan penguatan kelembagaan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih efektif dan
responsif;
10

Selain UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Kementerian LH juga mengacu pada beberapa
peraturan perundangan sebagai berikut :
a. Peraturan Perundangan terkait substantif Lingkungan Hidup
b. Ratifikasi Undang-Undang Internasional
c. Peraturan Pemerintah dan Peraturan lain terkait upaya perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup.
Dalam melaksanakan mandat tersebut Kementerian Lingkungan
Hidup, sesuai dengan Peraturan Presiden No. 24 tahun 2010, tentang
Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara, Kementerian LH
menyelenggarakan fungsi : (a) perumusan dan penetapan kebijakan di
bidang lingkungan hidup; (b) koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan
kebijakan di bidang lingkungan hidup; (c) pengelolaan barang
milik/kekayaan negara yang menjadi tanggungjawab Kementerian LH; (d)
pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian LH; dan (e)
penyelenggaraan fungsi teknis pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sesuai dengan undang-undang di bidang lingkungan
hidup.

1.5 Alur Pikir dan Sistematika Rencana Strategis
1.5.1 Alur Pikir Perencanaan Strategis
Perencanaan strategis disusun dalam batas dan lingkup mandat yang
diterima oleh Menteri Negara LH, dengan mengacu peraturan perundangan
yang terkait secara substansial terkait dengan perlindungan dan
pengelolaan LH, maupun dalam kaitan tatakelola kelembagaan.

11


Gambar 1.1 Alur Pikir Perencanaan Strategis Kementerian LH

1.5.2 Sistematika Penulisan
Substansi Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup Tahun
2010-2014 dalam dokumen ini disajikan dengan sistematika penulisan
sebagai berikut:

KATA PENGANTAR
Merupakan pengantar dari Menteri Negara Lingkungan Hidup;
12


BAB I. PENDAHULUAN
Memberikan penjelasan secara garis besar dasar-dasar dari
perencanaan strategis Kementerian Lingkungan Hidup. Bagian ini memuat
gambaran kondisi umum yang melatarbelakangi arah kebijakan lingkungan
hidup dalam periode 5 tahun ke depan, gambaran posisi KLH sendiri dalam
konteks melanjutkan kinerja pada periode tahun 2004-2009, serta
gambaran analisis lingkungan strategis internal-eksternal untuk
mengidentifikasi potensi-potensi yang dapat digali dan permasalahan-
permasalahan yang harus dihadapi dan akan mewarnai penyusunan
program dan kegiatan periode 2010 - 2014 dalam bab-bab selanjutnya;
BAB II. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS,
Bab ini menyajikan rumusan pernyataan dan komitmen strategis
yang ingin dicapai dalam lima tahun kedepan, yang dimulai dari penetapan
pernyataan Visi dan Misi, perumusan Sasaran Strategis, serta target kinerja
dari masing-masing sasaran strategis;
BAB III. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Bagian ini menjelaskan arahan kebijakan pada tingkat nasional,
maupun kebijakan dan strategi pada Kementerian LH. Selanjutnya
kebijakan-kebijakan tersebut dijabarkan dalam matriks program dan
kegiatan yang diikuti dengan perencanaan anggaran indikatif dalam bentuk
distribusi resource envelope tahun 2010-2014;
BAB IV. POLA PENGORGANISASIAN DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA
Kementerian LH melaksanakan penataan dan penguatan kerangka
perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
melalui mekanisme dana dekonsentrasi dan DAK serta menjadi indukdari
beberapa fungsi dan unit organisasi yang melaksanakan program dan
kegiatan baik secara mandiri maupun dalam koordinasi Kementerian LH.
Pada bagian ini akan diulas mengenai pola hubungan, peran dan tahapan
transformasi masing-masing fungsi tersebut.
PENUTUP
Pada bagian ini akan di kemukakan gambaran kondisi yang
diharapkan dapat dicapai pada akhir masa perencanaan strategis, yaitu
tahun 2014, serta prasyarat yang diperlukan dalam pelaksanaan rencana
strategis agar dapat memperoleh hasil yang optimal;
`
13

BAB II
VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS
2.1 Visi Kementerian Lingkungan Hidup 2010 2014
Visi Kementerian Lingkungan Hidup adalah visi bersama seluruh unit
di dalam organisasi ini, yaitu :


Untuk menjaga kesamaan persepsi dan keselarasan menuju arah
pengembangan strategis, dirasakan perlu untuk merumuskan pemahaman
atas pernyataan visi, sbb:
Makna kata kunci dalam pernyataan Visi Kementerian LH
i ii
Kata Kunci Makna dalam Perspektif Kementerian Lingkungan Hidup
Handal
a. Sumber pengetahuan dan pemberi solusi; khususnya
dalam mengatasi permasalahan SDA-LH;
b. Pragmatis dan konkrit; khususnya dalam
melaksanakan upaya perlindungan dan pengelolaan LH;
Proaktif
Inisiator dan penentu; terutama dalam melaksanakan upaya
penurunan pencemaran, pengendalian kerusakan
lingkungan, dan peningkatan kapasitas pengelolaan LH.
Berperan
a. Memiliki daya tawar tinggi; menjadi persyaratan utama
dalam rangka menjalankan fungsi koordinasi,
penyusunan regulasi, pengawasan dalam kerangka
penaatan hukum lingkungan, peningkatan kapasitas,
dan pelaksanaan fungsi teknis;
b. Memberi kontribusi vital; terutama dukungan dalam
pengambilan keputusan pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan;
Pembangunan
Berkelanjutan
Meyakini bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan
pembangunan yang bertujuan untuk mensejahterakan
rakyat baik generasi saat ini maupun generasi mendatang,
dengan berpegang pada keharmonisan ekonomi-sosial
masyarakat-lingkungan yang saling bergantung dan
memperkuat
Ekonomi
Hijau
Bahwa perhitungan pertumbuhan ekonomi harus dapat
menginternalisasikan seluruh biaya dampak-dampak
lingkungan hidup yang muncul sebagai akibat aktivitas
pembangunan, produksi dan konsumsi
Tabel 2.1 Makna Kata Kunci dalam pernyataan Visi Kementerian LH
T Te er rw wu uj ju ud dn ny ya a K Ke em me en nt te er ri ia an n L Li in ng gk ku un ng ga an n H Hi id du up p y ya an ng g h ha an nd da al l d da an n p pr ro oa ak kt ti if f, , s se er rt ta a
b be er rp pe er ra an n d da al la am m p pe el la ak ks sa an na aa an n p pe em mb ba an ng gu un na an n b be er rk ke el la an nj ju ut ta an n, , d de en ng ga an n m me en ne ek ka an nk ka an n
14


2.2 Misi Kementerian Lingkungan Hidup 2010 2014
Dalam upaya mencapai visi tersebut diatas, Kementerian KLH
melaksanakan peran dan fungsi yang tergambar dalam pernyataan misi
sebagai berikut:









2.3 Tujuan Kementerian Lingkungan Hidup
Berdasarkan pernyataan visi dan misi tersebut, ditetapkan tujuan
yang ingin dicapai oleh Kementerian Lingkungan Hidup Tahun 2010-2014
adalah:




2.4 Sasaran Strategis Kementerian Lingkungan Hidup
Sasaran strategis merupakan gambaran ranah dalam pencapaian
tujuan. Penetapan sasaran strategis ini memperhatikan arahan sasaran
strategis nasional yang tercantum dalam RPJMN 2010-2014. Secara umum
sasaran strategis dan target kinerja dapat dibagi dalam dua kelompok,
yaitu: sasaran strategis terkait substansi pengelolaan LH, dan sasaran
strategis terkait dengan praktek tatakelola pemerintahan yang baik.
Sasaran strategis terkait substansi lingkungan pengelolaan SDA dan
LH, meliputi:
a. Penurunan beban pencemaran lingkungan;
b. Pengendalian kerusakan lingkungan hidup;
c. Peningkatan kapasitas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup.
Mewujudkan penurunan beban pencemaran, pengendalian kerusakan sumber
daya alam dan lingkungan hidup, dan peningkatan kapasitas dalam rangka
pelestarian fungsi lingkungan hidup, melalui :
1. Perumusan dan penetapan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup terintegrasi, guna mendukung tercapainya pembangunan
berkelanjutan, dengan menekankan pada ekonomi hijau;
2. Melaksanakan koordinasi dan kemitraan dalam rantai nilai proses
pembangunan untuk mewujudkan integrasi, sinkronisasi antara ekonomi dan
ekologi dalam pembangunan berkelanjutan;
3. Melaksanakan praktek tatakelola pemerintahan yang baik serta
mengembangkan kapasitas kelembagaan dalam pengelolaan sumber daya alam
dan lingkungan hidup secara terintegrasi.
Terwujudnya pembangunan Indonesia berdasarkan pembangunan berkelanjutan
dengan penekanan pada ekonomi hijau (green economy) untuk menahan laju
kemerosotan daya tampung, daya dukung, dan kelangkaan sumberdaya alam,
serta mengatasi bencana lingkungan.
15

Sasaran Strategis ini selanjutnya juga dianggap sebagai Indikator
Kinerja Utama Kementerian Lingkungan Hidup.
Sasaran strategis terkait praktek tatakelola pemerintahan yang baik
meliputi :
a. Pengelolaan keuangan kementerian, hingga memperoleh opini wajar
tanpa pengecualian (WTP);
b. Percepatan implementasi reformasi birokrasi (RB).
2.5 Outcome/Hasil Keluaran Kementerian Lingkungan Hidup
Perbaikan kualitas lingkungan hidup melalui penurunan beban
pencemaran lingkungan, pengendalian kerusakan lingkungan hidup, dan
peningkatan kapasitas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup.
16


BAB III
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI

Untuk mencapai visi, misi, tujuan dan sasaran strategis sebagaimana
telah diuraikan dalam Bab II, ditetapkan kebijakan dan strategi
Kementerian Lingkungan Hidup, yang mengacu kepada arah kebijakan
nasional yang tercantum dalam RPJMN 2010-2014. Logika substansi
RPJMN tersebut dan relevansinya masing-masing terhadap arah kebijakan
nasional yang selanjutnya menjadi acuan dalam penetapan kebijakan dan
strategi Kementerian Lingkungan Hidup di bidang pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan hidup dapat dilihat dalam bagan sebagai berikut :


Gambar 3.1 Keterkaitan Buku I, II, III dalam RPJMN 2010-2014

3.1 Arah Kebijakan Nasional
Dasar dari arah kebijakan nasional adalah RPJMN 2010-2014 yang
ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010. Pada
prinsipnya untuk mewujudkan visi dan misi pembangunan digunakan
pendekatan kelembagaan yang berlandaskan pada tatakelola yang baik,
bersih, transparan, adil, dan akuntabel, dengan hasil yang baik dan efisien;
17

dilakukan secara menyeluruh di berbagai bidang kehidupan masyarakat;
dan bersifat merata ke seluruh wilayah. Berikut adalah arah kebijakan
nasional sesuai logika substansi RPJMN 2010-2014:

3.1.1 Arah Kebijakan Pembangunan Nasional
Kebijakan pembangunan nasional diarahkan untuk: 1) melanjutkan
pembangunan mencapai Indonesia yang sejahtera yang tercermin
diantaranya dari terjaganya dan terpeliharanya lingkungan hidup secara
berkelanjutan; 2) memperkuat pilar-pilar demokrasi dengan penguatan
yang bersifat kelembagaan; 3) memperkuat dimensi keadilan dalam semua
bidang termasuk pembangunan antar daerah. Arah kebijakan akan
diprioritaskan untuk menjamin implementasi dari prioritas nasional yang
terkait dengan lingkungan hidup dan pengelolaan bencana sebagai berikut:
Substansi Inti Program Prioritas Nasional 9 : Lingkungan Hidup dan
Pengelolaan Bencana
Program Aksi
Penanggung-
jawab
Peran KLH
Perubahan Iklim : Peningkatan
keberdayaan pengelolaan lahan
gambut, peningkatan hasil rehabilitasi
seluas 500.000 ha per tahun, dan
penekanan laju deforestasi secara
sungguh-sungguh melalui kerjasama
lintas kementerian
KLH
Kementerian
Kehutanan
Mempersiapkan
standar,
kebijakan, dan
melakukan
koordinasi
Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
Penurunan beban pencemaran
lingkungan melalui pengawasan
ketaatan pengendalian pencemaran
air limbah dan emisi di 680 kegiatan
industri dan jasa pada 2010 dan terus
berlanjut;
Penurunan jumlah hotspot kebakaran
hutan sebesar 20% per tahun dan
penurunan tingkat polusi
keseluruhan sebesar 50% pada 2014;
Penghentian kerusakan lingkungan di
11 Daerah Aliran Sungai yang rawan
bencana mulai 2010 dan seterusnya;
KLH
Kementerian
Kehutanan
Pelaksana
teknis dalam
penurunan
beban
pencemaran
dan melakukan
koordinasi
dalam
pencegahan
kerusakan
Sistem Peringatan Dini : Penjaminan
berjalannya fungsi Sistem Peringatan
Dini Tsunami (TEWS) dan Sistem
BMKG Mendorong
edukasi dan
pemberdayaan
18

Peringatan Dini Cuaca (MEWS) mulai
2010 dan seterusnya, serta Sistem
Peringatan Dini Iklim (CEWS) pada
2013;
masyarakat
Penanggulangan Bencana :
Peningkatan kemampuan
penanggulangan bencana melalui : 1)
penguatan kapasitas aparatur
pemerintah dan masyarakat dalam
usaha mitigasi risiko serta penanganan
bencana dan bahaya kebakaran hutan
di 33 provinsi, dan 2) pembentukan tim
gerak cepat dengan dukungan
peralatan dan alat transportasi yang
memadai
KLH
BMKG
Kementerian
Kehutanan
Melaksanakan
peningkatan
kapasitas
terkait
lingkungan
hidup dan
pengelolaan
bencana
Tabel 3.1 Substansi Inti Program Prioritas Nasional

3.1.2 Arah Kebijakan Pembangunan Bidang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014 merupakan
sebuah rencana kerja jangka menengah yang bersifat menyeluruh sehingga
persoalan yang bersifat lintas bidang harus ditangani secara holistik, dan
dalam pelaksanaan pembangunannya terdapat prinsip pengarusutamaan
yang menjadi landasan operasional bagi seluruh pelaksanan pembangunan.
Arah Kebijakan pembangunan Bidang Sumberdaya Alam dan
Lingkungan Hidup khusus pada bidang Perbaikan Kualitas Lingkungan
Hidup adalah sebagai berikut:
1. Penguatan kelembagaan dan peningkatan kesadaran masyarakat
yang ditandai dengan berkembangnya proses rehabilitasi dan
konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup yang disertai
dengan menguatnya partisipasi aktif masyarakat;
2. Terpeliharanya keanekaragaman hayati dan kekhasan sumber daya
alam tropis lainnya yang dimanfaatkan untuk mewujudkan nilai
tambah, daya saing bangsa, serta modal pembangunan nasional pada
masa yang akan datang;
3. Mantapnya kelembagaan dan kapasitas antisipatif serta
penanggulangan bencana di setiap tingkatan pemerintahan;



19

3.1.3 Arah Kebijakan Pembangunan Kewilayahan
Berdasarkan arahan umum pembangunan wilayah RPJPN 2005-
2025, dan prioritas dalam RPJMN 2010-2014, maka arah pengembangan
wilayah ditujukan untuk :
1. Mendorong terwujudnya kemakmuran, kesejahteraan dan kemajuan
secara adil dan merata di seluruh wilayah;
2. Mendorong pengembangan dan pemerataan pembangunan wilayah
secara terpadu sebagai kesatuan kegiatan sosial, ekonomi dan
budaya dengan memperhatikan potensi, karakteristik dan daya
dukung lingkungannya;
3. Menciptakan keseimbangan pemanfaatan ruang antara kawasan
berfungsi lindung dan budidaya dalam satu ekosistem pulau dan
perairannya;
4. Menciptakan keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah darat, laut,
pesisir, dan pulau-pulau kecil dalam satu kesatuan wilayah
kepulauan;
5. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pembangunan
lintas sektor dan lintas wilayah yang konsisten dengan kebijakan
nasional;
6. Memulihkan daya dukung lingkungan untuk mencegah bencana yang
lebih besar dan menjamin keberlanjutan pembangunan;
7. Menciptakan kesatuan dan keutuhan wilayah darat, laut dan udara;
8. Mengurangi gangguan keamanan;
9. Menghapuskan potensi konflik sosial untuk tercapainya Indonesia
yang maju, mandiri dan adil.

Kebijakan pengembangan kewilayahan pada Buku III RPJMN 2010-
2014 pada prinsipnya memuat tema untuk memperkuat sinergi antara
pusat dan daerah dan daerah antar daerah dalam rangka mewujudkan visi
pembangunan nasional. Sinergi pusat-daerah dan antardaerah dilakukan
melalui penyusunan program dan kegiatan yang konsisten, terpadu dan
bersifat lintas sektor, dengan mempertimbangkan kesesuaian tata ruang
wilayah, sistem hukum dan kelembagaan yang andal; serta koordinasi dan
kerjasama yang solid antara kementerian/lembaga dan satuan kerja
perangkat daerah dalam seluruh proses mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi yang mencakup kerangka
kebijakan, regulasi, anggaran, kelembagaan, dan pengembangan wilayah.



20

3.2 Kebijakan dan Strategi Kementerian Lingkungan Hidup
Kementerian LH menetapkan arah kebijakannya selaras dengan Arah
Kebijakan Nasional yang mengacu pada RPJMN 2010-2014 sebagai berikut:
3.2.1 Kebijakan Kementerian LH
Kementerian LH menetapkan kebijakannya yang menjadi landasan
operasional KLH dalam melaksanakan tugas pokok fungsinya, untuk
dijadikan landasan implementasi program dan kegiatan dalam rangka
mewujudkan visi, misi, dan tujuan KLH, sebagai berikut:
3.2.1.1 Kebijakan Umum
1. Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, seluruh jajaran
Kementerian LH harus memperhatikan azas ketaatan dengan
mengacu pada UU No 32 tahun 2009 mengenai Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
2. Melaksanakan sinergi antar Kementerian/Lembaga/Daerah untuk
menjamin implementasi program prioritas nasional;
3.2.1.2 Kebijakan Bidang SDA dan LH
1. Seluruh upaya pencapaian sasaran kinerja baik terkait dengan
prioritas nasional maupun prioritas bidang, harus dilaksanakan
secara sinkron dan terintegrasi;
2. Melaksanakan kemitraan strategis dengan Kementerian/Lembaga
maupun kerjasama bilateral dan multilateral yang berdasarkan
prinsip kesetaraan;
3. Kinerja diukur dengan pencapaian Sasaran Strategis atau Indikator
Kinerja Utama yaitu:
a. penurunan beban pencemaran,
b. pengendalian kerusakan lingkungan, dan
c. peningkatan kapasitas pengelolaan SDA & LH
3.2.1.3 Kebijakan Kewilayahan
1. Melaksanakan sinkronisasi pusat-daerah dan antar daerah dalam
pencapaian sasaran strategis dari masing-masing program prioritas
dengan memperhatikan potensi, fokus dan permasalahan tiap
daerah;
2. Sinergi pusat-daerah dan antardaerah dilakukan dalam seluruh
proses mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan
evaluasi yang mencakup kerangka kebijakan, regulasi, anggaran,
kelembagaan, dan pengembangan wilayah.


21

3.2.2 Strategi Kementerian LH

Untuk mencapai visi dan menjalankan misi kelembagaan, dengan
memperhatikan arah kebijakan yang ditetapkan, maka ditetapkan strategi
yang penerapannya dilakukan sesuai dengan lingkup tugas pokok dan
fungsi unit-unit kerja, dengan peran dan tanggungjawab yang diemban,
sebagai berikut:
3.2.2.1 Strategi Umum Kementerian LH
1. Memberikan arah berkaitan dengan bentuk aktivitas yang dapat
dilakukan agar dapat memperolah hasil yang optimal, dengan
berpegang pada ruang lingkup perlindungan dan pengelolaan LH
meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan, dan penegakan hukum.
2. Melaksanakan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga/Daerah
terkait dalam upaya pencapaian program aksi prioritas nasional di
bidang perubahan iklim, pengendalian kerusakan lingkungan,
sistem peringatan dini, dan penanggulangan bencana.
3.2.2.2 Strategi Bidang SDA dan LH
1. Melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi dengan intra organisasi
baik dengan unit organisasi struktural maupun organisasi afiliasi di
bawah naungan Kementerian LH dalam upaya pencapaian sasaran
strategis/Indikator Kinerja Utama;
2. Melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi inter organisasi dalam
upaya pencapaian sasaran strategis/Indikator Kinerja Utama.

3.2.2.3 Strategi Kewilayahan
1. Upaya pencapaian sasaran strategis dalam perlindungan dan
pengelolaan LH berbasis pada asas ekoregion dengan
memperhatikan karakteristik sumber daya alam, ekositem kondisi
geografis, budaya masyarakat setempat dan kearifan local;
2. Pusat Pengelolaan Ekoregion (PPE) menjalankan peran dan
tanggungjawab sebagai extended value chain bagi Kementerian LH,
khususnya dalam peningkatan kapasitas stakeholders di daerah;
3. Mempertajam dan merampingkan implementasi kegiatan dengan
memfokuskan penyusunan kebijakan dan pelaksanaan bimbingan
teknis oleh KLH, dan mendorong pelaksanaan teknis di lapangan
kepada instansi lingkungan hidup Propinsi/Kabupaten/Kota;
4. Memberikan arahan pengembangan Infrastruktur Hijau dan
Kegiatan Fisik di Daerah
5. Sinergi pusat-daerah dan antar daerah dilakukan melalui upaya:
22

a. Mewujudkan sinergi kebijakan antara pemerintah pusat dan
daerah dengan memperhatikan aspirasi daerah;
b. Mendorong harmonisasi peraturan perundang-undangan;
c. Mendorong penataan dan penguatan kerangka perimbangan
keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
melalui instrumen pendanaan Dana Alokasi Khusus (DAK), dan
dana Dekonsentrasi untuk menjaga harmonisasi kepentingan
nasional dan kebutuhan daerah dengan usulan program dan
kegiatan yang mengacu pada sasaran strategis Kementerian LH;
d. Menyempurnakan pengaturan kewenangan antartingkat
pemerintahan dengan penerapan anggaran berbasis kinerja
secara bertanggung jawab dan meningkatkan kapasitas aparatur
daerah.

Berikut merupakan arahan pengembangan insfrastruktur hijau dan
kegiatan fisik di daerah yang disesuaikan dengan kondisi wilayah :


Gambar 3.2. Infrastruktur Hijau dan Kegiatan Fisik di ekoregion

23

3.2.3 Strategy Map Kementerian LH

Gambar 3.3 Strategy Map Kementerian LH

3.3 Program dan Kegiatan
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai Kementerian
Lingkungan Hidup menetapkan program-programnya sesuai RPJMN periode
2010-2014. Perencanaan program dan Kegiatan dilakukan dengan
mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Bappenas Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Strategis K/L.

3.3.1 Program Teknis: Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Hidup
Dengan mengacu pada Pedoman penyusunan Rencana Strategis K/L,
maka program teknis pada Kementerian LH untuk periode perencanaan
2010-2014, dapat dijabarkan sebagai berikut:
24

Tujuan program :
Program ini bertujuan untuk meningkatkan perbaikan fungsi lingkungan
hidup dan pengelolaan sumber daya alam dalam upaya mengendalikan
perusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup pada air, lahan, udara,
dan keanekaragaman hayati.
Sasaran strategis/Outcomes :
a. Penurunan beban pencemaran
b. Pengendalian kerusakan lingkungan hidup
c. Peningkatan kapasitas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup

Pengelompokan Fungsi berdasarkan Sasaran Strategis :

Pengelompokan Fungsi Eselon I dalam Program Teknis berdasarkan
Sasaran Strategis
Program Sasaran Strategis
Kelompok
Kegiatan
Menurut Fungsi
Eselon I Pelaksana
i ii iii iv
Pengendalian
pencemaran
lingkungan hidup
Deputi Bidang
Pengendalian
Pencemaran
Lingkungan Hidup
1. Penurunan
beban
pencemaran
2. Peningkatan
kapasitas
PSDA dan LH
Pengelolaan B3,
limbah B3, dan
sampah
Deputi Bidang
Pengelolaan B3,
Limbah B3, dan
Sampah
Penataan
lingkungan
Deputi Bidang Tata
Lingkungan
1. Pengendalian
kerusakan
lingkungan
2. Peningkatan
kapasitas
PSDA dan LH
Pengendalian
kerusakan
lingkungan hidup
dan perubahan
iklim
Deputi Bidang
Pengendalian
Kerusakan
Lingkungan dan
Perubahan Iklim
Penaatan hukum
lingkungan
Deputi Bidang
Penaatan Hukum
Lingkungan
Program
Pengelolaan
Sumber
Daya Alam
dan
Lingkungan
Hidup
Peningkatan
kapasitas PSDA
dan LH
Pengembangan
komunikasi
lingkungan dan
pemberdayaan
masyarakat
Deputi Bidang
Komunikasi
Lingkungan dan
Pemberdayaan
Masyarakat
25

Pengelompokan Fungsi Eselon I dalam Program Teknis berdasarkan
Sasaran Strategis
Program Sasaran Strategis
Kelompok
Kegiatan
Menurut Fungsi
Eselon I Pelaksana
i ii iii iv
Pembinaan
sarana teknis
lingkungan hidup
Deputi Bidang
Pembinaan Sarana
Teknis Lingkungan
Hidup
Tabel 3.2
Pengelompokan Fungsi Eselon I dalam Program Teknis berdasarkan
Sasaran Strategis

Kegiatan :
Kegiatan yang termasuk dalam program ini di cluster berdasarkan
kelompok sasaran strategis (Indikator Kinerja Utama) dan Fungsi Eselon I
sebagai berikut:
1. Kegiatan yang termasuk dalam upaya Penurunan Beban Pencemaran,
meliputi :
a. Pengendalian pencemaran manufaktur, prasarana dan jasa (Prioritas
Nasional)
b. Pengendalian pencemaran pertambangan, energi dan migas (Prioritas
Nasional)
c. Pengendalian pencemaran agroindustri dan usaha skala kecil
(Prioritas Nasional)
d. Pengendalian pencemaran udara sumber bergerak (Prioritas Nasional)
e. Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) (Prioritas Nasional)
f. Peningkatan verifikasi pengelolaan limbah B3 (Prioritas Nasional)
g. Pengelolaan limbah B3 dan pemulihan kontaminasi limbah B3
(Prioritas Nasional)
h. Pengelolaan sampah bidang lingkungan hidup
2. Kegiatan yang termasuk upaya Pengendalian Kerusakan Lingkungan,
meliputi :
a. Pengendalian kerusakan ekosistem perairan darat (Prioritas Nasional)
b. Keanekaragaman hayati dan pengendalian kerusakan lahan (Prioritas
Nasional)
c. Mitigasi dan pelestarian fungsi atmosfir (Prioritas Nasional)
d. Kajian kebijakan wilayah dan sektor (Prioritas Nasional)
e. Peningkatan instrumen ekonomi dalam pengelolaan lingkungan hidup
(Nasional)
f. Adaptasi perubahan iklim
26

g. Pengendalian kerusakan lingkungan pesisir dan laut
h. Perencanaan pemanfaatan SDA dan LH
i. Peningkatan pelaksanaan kajian dampak lingkungan
3. Kegiatan yang termasuk upaya Peningkatan Kapasitas, meliputi :
a. Pengaduan dan penaatan hukum administrasi lingkungan (Prioritas
Nasional)
b. Penyelesaian sengketa lingkungan (Prioritas Nasional)
c. Penegakan hukum pidana lingkungan (Prioritas Nasional)
d. Peningkatan pengelolaan lingkungan hidup di daerah (Prioritas
Nasional)
e. Peningkatan data, informasi, dan infrastruktur sistem informasi
lingkungan hidup
f. Pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup
g. Peningkatan peran masyarakat
h. Peningkatan kebijakan standarisasi, teknologi dan produksi bersih
i. Peningkatan sarana teknis pengendalian dampak lingkungan
j. Peningkatan komunikasi lingkungan
k. Peningkatan peran organisasi kemasyarakatan
l. Penguatan inisiatif masyarakat
m. Perjanjian internasional lingkungan
n. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam pengelolaan
lingkungan hidup
o. Pengelolaan Ekoregion Sumatera
p. Pengelolaan Ekoregion Jawa
q. Pengelolaan Ekoregion Bali-Nusatenggara
r. Pengelolaan Ekoregion Kalimantan
s. Pengelolaan Ekoregion Sulawesi, Maluku, dan Papua

Jenis Output yang Dihasilkan :
Kegiatan yang dilaksanakan oleh unit pelaksana eselon II kecuali Unit
Pengelola Teknis mandiri dan Pusat Pengelolaan Ekoregion menghasilkan
kategori-kategori output yang secara garis besar dapat dirangkum sebagai
berikut :
1. Penyusunan rekomendasi kebijakan, peraturan, regulasi, metodologi,
konsep, dan kajian
2. Pelayanan publik (perijinan, pengaduan, penyelesaian kasus,
pengembangan dan pelayanan informasi)
3. Pembinaan (pengawasan, pembinaan, insentif/disinsentif, asistensi
terhadap pemerintah daerah atau masyarakat) dan monitoring-evaluasi
(monev)
27


Proses Penajaman dan Perampingan Output 2010-2014
Unit Kerja Eselon II
Kelompok Kegiatan
Menurut Fungsi
Jumlah
Output
T.A 2011
Jumlah
Output
T.A 2012
Jumlah
Output
T.A 2013
Jumlah
Output
T.A 2014
I ii iii iv v
Penataan lingkungan 23 10 10 10
Pengendalian
pencemaran
23 14 14 14
Pengendalian
kerusakan dan
perubahan iklim
23 10 10 10
Pengelolaan limbah
B3 dan sampah
17 10 10 10
Penaatan hukum
lingkungan
30 12 12 12
Pengembangan
komunikasi dan
pemberdayaan
masyarakat
9 8 8 8
Pembinaan sarana
teknis LH
12 6 6 6
JUMLAH 137 70 70 70
Tabel 3.3
Proses Penajaman dan Perampingan Output 2011-2014 Unit Kerja Eselon II

Kegiatan yang dilaksanakan Unit Pengelola Teknis mandiri dan Pusat
Pengelolaan Ekoregion menghasilkan kategori output yang secara garis
besar dapat dirangkum sebagai berikut :
1) Penyusunan rekomendasi kebijakan, inventarisasi data(dilakukan
melalui monev), konsep, dan kajian
2) Pelayanan publik
3) Pembinaan dan peningkatan kapasitas
4) Layanan perkantoran






28

Proses Penajaman dan Perampingan Output 2010-2014
UPT Mandiri dan PPE
Kelompok
Kegiatan
Menurut Fungsi
Jumlah
Output
T.A 2011
Jumlah
Output
T.A 2012
Jumlah
Output
T.A 2013
Jumlah
Output
T.A 2014
Pengembangan
Sumberdaya
Manusia/Diklat
3 3 3 3
Pusat Sarana
Pengendalian
Dampak
Lingkungan
7 4 4 4
Pusat
Pengelolaan
Ekoregion
7 4 4 4
Tabel 3.4
Proses Penajaman dan Perampingan Output 2011-2014 UPT Mandiri dan
PPE

Kegiatan Peningkatan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Daerah
dilaksanakan oleh SKPD institusi lingkungan hidup di tingkat Provinsi,
yang menghasilkan output sebagai berikut :
1. Pelaksanaan pengendalian pencemaran Provinsi
2. Pelaksanaan pengendalian kerusakan Provinsi
3. Pelaksanaan peningkatan kapasitas PSDA dan LH Provinsi

3.3.2 Program Generik: Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas
Teknis Lainnya KLH
Dengan mengacu pada Pedoman penyusunan Rencana Strategis K/L,
maka program generik pada Kementerian LH untuk periode perencanaan
2010-2014, dapat dijabarkan sebagai berikut:
Tujuan Program :
Program ini bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan tata kelola
pemerintahan yang baik melalui pelaksanaan dukungan manajemen dan
tugas teknis lainnya di lingkup Kementerian Lingkungan Hidup.
Sasaran Strategis/Outcomes :
1. Pengelolaan keuangan kementerian, hingga memperoleh opini wajar
tanpa pengecualian (WTP);
2. Percepatan implementasi reformasi birokrasi (RB)

29

Pengelompokan Fungsi Eselon I dalam Program Generik berdasarkan
Sasaran Strategis
Program Sasaran Strategis
Kelompok Kegiatan
Menurut Fungsi
Eselon I
Pelaksana
i ii iii iv
Program
Dukungan
Manajemen
1. Pengelolaan
keuangan
kementerian
2. Percepatan
implementasi
reformasi
birokrasi
Pemberian
dukungan
manajemen dan
penyediaan sarana
dan prasarana
Sekretariat
Kementerian
LH
Tabel 3.5
Pengelompokan Fungsi Eselon I dalam Program Generik berdasarkan
Sasaran Strategis

Indikator :
1. Pelaksanaan RB merupakan komponen dari sistem penilaian kinerja unit
kerja, maupun kinerja para pejabat/pimpinan unit kerja, pegawai;
2. Peningkatan kualitas pelayanan publik sesuai dengan standar pelayanan
minimal;
3. Pengelolaan anggaran berbasis kinerja secara akuntabel dengan menaati
perundangan : Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), Sistem
Pengendalian Internal Pemerintahan (SPIP), Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah;
4. Peningkatan efektivitas perencanaan dan pelaksanaan program,
pendanaan dan akuntabilitas kinerja;

Kegiatan:
Kegiatan yang termasuk dalam program ini adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan perencanaan dan kerjasama luar negeri
2. Peningkatan kinerja Dewan Nasional Perubahan Iklim
3. Pengendalian internal
4. Pengelolaan dan pelayanan administrasi umum, rumah tangga,
keuangan dan kepegawaian
5. Pengembangan telaahan kebijakan
6. Pengembangan perundang-undangan dan hubungan masyarakat

3.4 Anggaran Indikatif Kementerian LH Tahun 2010-2014
Indikatif alokasi anggaran dalam Rencana Strategis Kementerian
Lingkungan Hidup Tahun 2010 2014 bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah sebesar Rp.
30

4.035.800.000.000 (empat trilyun tiga puluh lima milyar delapan ratus juta
rupiah), dengan perincian sebagaimana pada Tabel 3.5
Alokasi Anggaran Baseline (Rp
Milyar)
No. Program
2010 2011 2012 2013 2014
Total
Alokasi
2010
2014 (Rp
Milyar)
i ii iii iv v vi vii viii
1 Program Pengelolaan
Sumber Daya Alam
dan Lingkungan
Hidup
213.
78
618.
95
703.
3
733.
35
743.3
5
3012.73
2 Program Dukungan
Manajemen dan
Pelaksanaan Tugas
Teknis Lainnya
Kementerian
Lingkungan Hidup
186.
6
241.
37
182.
1
200 190 1000.07
3 Program Peningkatan
Sarana dan Prasarana
Aparatur Negara
Kementerian
Lingkungan Hidup
2 19 - - - 21
Jumlah
404.
38
879.
32
885.
4
933.
35
933.3
5 4035.8
Tabel 3.5
Anggaran Indikatif Baseline Program 2010 - 2014 Kementerian Lingkungan
Hidup

Pemanfaatan anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) diatas diselenggarakan dengan prinsip-prinsip
berikut :
1. Memperbesar porsi distribusi kepada kegiatan Peningkatan Pengelolaan
Lingkungan Hidup di Daerah dalam bentuk penyaluran Dana
Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan kepada SKPD Lingkungan
Hidup di Provinsi maupun Kabupaten/Kota
2. Mengutamakan porsi pagu kepada kegiatan-kegiatan yang menjadi
prioritas nasional
3. Menggeser pola belanja menjadi lebih banyak belanja modal sejalan
dengan semakin besarnya porsi distribusi dalam bentuk Dana
Dekonsentrasi, Dana Tugas Pembantuan, bahkan juga Dana Alokasi
Khusus.

31

BAB IV
POLA PENGORGANISASIAN DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA

Pola pengorganisasian dan pengelolaan sumber daya berfokus pada
pengelolaan kegiatan melalui pengorganisasian satuan kerja lingkungan
hidup dan mekanisme-mekanisme Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP), Dana Dekonsentrasi (DK), Tugas Pembantuan, dan Dana Alokasi
Khusus (DAK).

4.1 Pola Pengorganisasian dan Pengelolaan Satuan Kerja Lingkungan
Hidup
Satuan kerja Lingkungan Hidup terdiri atas dua jenis satker, yaitu:
(1) Satuan kerja mandiri lingkungan hidup (satker mandiri LH) yang
(a) secara struktur masuk ke dalam struktur organisasi KLH
dibawah Eselon II dan bertanggung jawab secara langsung kepada
Menteri Lingkungan Hidup yang diatur melalui Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup tentang Organisasi dan Tata Kerja
KLH, (b) secara teknis kegiatan satker mandiri LH menyerap
sebagian dari kegiatan KLH dan diukur oleh IKU KLH, (c) secara
administrative, memiliki wewenang dalam melaksanakan kegiatan
administrative pusat, dan (d) alokasi anggaran satker mandiri
masuk kedalam system APBN dan dialokasikan kedalam
anggaran KLH;
(2) Organisasi afiliasi lingkungan hidup yang (a) secara struktur
berada di luar struktur organisasi KLH dan diatur oleh peraturan
perundangan yang berlaku, (b) secara teknis kegiatan satker
mandiri LH memiliki IKU tersendiri, (c) secara administrative,
memiliki wewenang dalam melaksanakan kegiatan administratif
termasuk fungsi perencanaan dan penganggaran, dan (d) alokasi
anggaran satker mandiri LH dititipkan melalui sistem anggaran
KLH.

4.1.1 Pola Hubungan dan Peran dalam pengelolaan Pusat Pengelolaan
Ekoregion (PPE)
Pusat Pengelolaan Ekoregion (PPE) adalah unsur pendukung yang
berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Menteri Negara
Lingkungan Hidup melalui Sekretaris Kementerian. Pusat Pengelolaan
Ekoregion mempunyai tugas melaksanakan koordinasi dan kegiatan
perlindungan dan pengelolaan wilayah ekoregion. Pola hubungan dan peran
PPE diilustrasikan pada gambar 4.1 dan dijelaskan pada table 4.1.
32


Gambar 4.1: Pola pengorganisasian dan pengelolaan PPE

No Unit Kerja Peran Sebagai Satuan Kerja Mandiri LH
i ii Iii
1 PPE 1. Penyiapan koordinasi dan pelaksanaan
inventarisasi dan pengembangan sistem informasi
lingkungan hidup;
2. Penyiapan koordinasi dan pengendalian
pemanfaatan ruang dan sumber daya alam;
3. Penyiapan koordinasi dan peningkatan kapasitas
perlindungan dan pengelolaan wilayah ekoregion;
4. Pelaksanaan administrasi pusat.
2 Sekretariat
Kementerian
LH
1. Koordinasi dukungan administrasi
2. Koordinasi dukungan dalam penyusunan rencana,
program, dan anggaran
3. Pemantauan, analisis, dan evaluasi pelaksanaan
program dan anggaran.
3 Eselon I c.q.
Unit Eselon
II terkait
1. Koordinasi kegiatan teknis
2. Pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan
kegiatan teknis
4 Referensi
Dasar
Permen LH no 16 tahun 2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup
Tabel 4.1: Peran dalam pengorganisasian dan pengelolaan PPE
4.1.2 Pola Hubungan dan Peran dalam Pengelolaan Satuan Kerja Badan
Layanan Umum
Satuan Kerja Badan Layanan Umum (BLU) bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan
memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip
33

ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat. Yang
dimaksud dengan praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi
organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka
pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka, pendirian BLU adalah sebagai
alat untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik melalui penerapan
manajemen keuangan berbasis pada hasil, dan bukanlah semata-mata
sarana untuk mengejar fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan. Bentuk
peningkatan pelayanan kepada masyarakat/publik berupa tarif/ harga
layanan yang terjangkau masyarakat dengan kualitas layanan yang baik,
cepat, efisien dan efektif. Pola hubungan dalam pengelolaan satker BLU di
KLH diilustrasikan pada gambar 4.2 dengan peran dalam pengelolaan BLU
dijelaskan pada table 4.2.


Gambar 4.2: Pola pengorganisasian dan pengelolaan Satker BLU LH

Penyusunan RKA-KL untuk kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan
oleh satker BLU, disamping mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan
yang berlaku tentang Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) serta
Pelaksanaan Anggaran BLU, juga mengacu pada PMK tentang Petunjuk
Teknis Penyusunan RKA-KL tahun berjalan.
Dalam rangka penyusunan anggaran BLU dimaksud supaya
memperhatikan halhal sebagai berikut :
a. Satker BLU menyusun RBA tahunan dengan mengacu kepada
strategi bisnis;
34

b. RBA BLU memuat seluruh program, kegiatan, anggaran
penerimaan/pendapatan, anggaran pengeluaran/belanja, estimasi
saldo awal dan estimasi saldo akhir kas BLU;
c. RBA disusun berdasarkan :
i). Basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis
layanannya; dan
ii). Kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan
akan diterima dari masyarakat.
d. Satker BLU yang telah menyusun RBA menurut jenis layanannya
dan selanjutnya menyusun standar biaya, serta menggunakan
standar biaya tersebut;
e. Pagu dana pada ikhtisar RBA pada komponen PNBP dan Rupiah
Murni (RM) harus sama dengan alokasi anggaran pada pagu
sementara.

No Unit Kerja Peran
i ii iii
1 Menteri
Keuangan
1. Menetapkan instansi pemerintah yang telah
memenuhi persyaratan substantive, teknis, dan
administrative untuk menerapkan Pola Pengelolaan
(PPK) BLU.
2. Memberi keputusan penetapan atau surat penilakan
terhadap usulan penetapan BLU
3. Membuat penetapan pencabutan penerapan PPK
BLU
4. Menunjuk suatu tim penilai usulan penetapan dan
pencabutan PPK BLU
5. Menetapkan usul tariff layanan dari Menteri LH
6. Mengkaji kembali standar biaya dan anggaran BLU
dalam rangka pemrosesan RKA-KL
7. Mengesahkan doumen pelaksanaan anggaran BLU
8. Pembinaan dan pengawasan keuangan
2 Menteri
Lingkungan
Hidup
1. Mengusulkan instansi KLH yang memenuhi
persyaratan substantive, teknis, dan administrative
untuk menerapkan Pola Pengelolaan (PPK) BLU
kepada Menteri Keuangan
2. Menetapkan standar pelayanan minimum PPK BLU
3. Mengusulkan tarif layanan kepada Menteri
Keuangan
4. Mengusulkan RBA BLU yang telah disetujui kepada
Menteri Keuangan
5. Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran BLU
untuk diajukan kepada Menteri Keuangan
6. Menetapkan perjanjian kinerja dengan pimpinan
BLU
7. Menentukan kebijakan pengelolaan barang yang
35

No Unit Kerja Peran
i ii iii
meliputi pengadaan barang/jasa dan inventarisasi
aset
8. Pembinaan dan pengawasan teknis
9. Mengkonsolidasikan laporan keuangan BLU dengan
laporan keuangan KLH
3 Satker BLU 1. Memenuhi persyaratan substantive, teknis, dan
administrative untuk pola pengelolaan keuangan
BLU
2. Menyampaikan dokumen persyaratan
administrative kepada Menteri Lingkungan Hidup
untuk mendapatkan persetujuan sebelum
disampaikan kepada Menteri Keuangan
3. Mengusulkan standar pelayanan minimum kepada
Menteri LH
4. Mengusulkan tariff layanan kepada Menteri LH
5. Menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan
dengan mengacu kepada Renstra KLH
6. Menyusun RBA tahunan dengan mengacu pada
Renstra Bisnis
7. Mengusulkan RBA kepada Menteri KLH untuk
dibahas sebagai bagian dari RKA-KL
8. Mengelola Kas, Piutang dan Utang, Barang/Jasa
9. Menerapkan sisten informasi manajemen
keuangan
10. Mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat
teknis
11. Menyampaikan pertanggungjawaban kinerja
operasional dan keuangan BLU
4 Referensi
Dasar
1. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara
2. UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbedaharaan
Negara
3. PP Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan BLU
4. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang berlaku
tentang Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) dan
PMK tentang Petunjuk Teknis Penyusunan RKA-KL
tahun berjalan
Tabel 4.2: Peran dalam pengorganisasian dan pengelolaan BLU LH
4.1.3 Pola Hubungan dan Peran dalam Pengelolaan Organisasi Afiliasi LH
Organisasi afiliasi KLH adalah satuan kerja pemerintah pusat baik
berupa komisi nasional maupun dewan nasional yang dibentuk dari hasil
komitmen nasional maupun internasional yang telah diratifikasi ke dalam
hirarki perundangan, yang dimana kegiatannya berfokus pada bidang SDA
LH dan penganggarannya masuk kedalam system APBN dengan mekanisme
alokasi anggarannya dititipkan melalui KLH. Pola hubungan dalam
36

pengelolaan Organisasi Afiliasi di KLH diilustrasikan pada gambar 4.3
dengan peran dalam pengelolaan Organisasi Afiliasi dijelaskan pada tabel
4.3.

Gambar 4.3: Pola pengorganisasian dan pengelolaan Organisasi
Afiliasi LH

No Unit Kerja Peran
i ii iii
1 Presiden RI 1. Membentuk Dewan Nasional dan/atau Komisi
Nasional melalui Peraturan Presiden.
2 KLH c.q.
Sekretaris
Menteri LH
1. Mengalokasikan anggaran untuk Organisasi Afiliasi
3 KLH c.q.
Eselon II
1. Menyediakan sekretariat untuk organisasi afiliasi
terkait
2 Organisasi
Afiliasi LH
1. Merumuskan kebijakan nasional, strategi, program
dan kegiatan di bidang LH terkait
2. Mengkoordinasikan kegiatan dalam pelaksanaan
tugas terkait
3. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi
implementasi kebijakan terkait
4. Menjalankan tugas lainnya yang diamanatkan oleh
peraturan perundangan terkait
3 Referensi
Dasar
Komitmen Nasional dan Internasional yang telah
diratifikasi oleh Pemerintah Pusat, antara lain:
1. PP Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan
Hayati Produk Rekayasa Genetik
2. Perpres Nomor 46 Tahun 2008 tentang Dewan
Nasional Perubahan Iklim
3. Permen LH Nomor 76 Tahun 2006 Tentang
37

Komite Pengarah Pusat Produksi Bersih Nasional
direvisi dengan Permen LH Nomor 90 Tahun 2006
Tabel 4.3: Peran dalam pengorganisasian dan pengelolaan Organisasi
Afiliasi LH
4.2 Pola Hubungan dan Peran dalam Pengelolaan Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP)
Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan
Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.
Kelompok Penerimaan Negara Bukan Pajak meliputi:
a. penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah;
b. penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;
c. penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang
dipisahkan;
d. penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan
Pemerintah;
e. penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal
dari pengenaan denda administrasi;
f. penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah;
g. penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri.
Pola hubungan dalam pengelolaan PNBP di KLH diilustrasikan pada
gambar 4.4 dengan peran dalam pengelolaan PNBP dijelaskan pada tabel
4.4.


Gambar 4.4: Pola pengorganisasian dan pengelolaan PNBP






38

No Unit Kerja Peran
i ii iii
1 Menteri
Keuangan
1. Menunjuk Instansi Pemerintah untuk menagih dan
atau memungut PNBP terutang
2. Persetujuan penggunaan PNBP untuk kegiatan
kementerian teknis
3. Meminta instansi yang berwenang untuk memeriksa
K/L
2 Menteri
Negara
Lingkungan
Hidup
c.q.
Sekretaris
Menteri
1. Menyetor langsung PNBP ke Kas Negara
2. Menyampaikan rencana dan laporan realisasi PNPB
kepada Menteri Keuangan
3. Mengajukan kepada Menteri Keuangan rencana
penggunaan sebagian dari PNBP untuk penggunaan
kegiatan KLH sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku
4. Menetapkan jumlah PNPB yang Terutang sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku
5. Memberukan persetujuan kepada Wajib Bayar untuk
mengangsur atau menunda PNBP yang Terutang
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
6. Bersama dengan Wajib Bayar PNBP mengadakan
pencatatan yang dapat menyajikan keterangan yang
cukup untuk dijadikan dasar penhgitungan PNBP
7. Meminta instansi yang berwenang untuk melakukan
pemeriksaan terhadap Wajib Bayar
3 Wajib
Bayar
PNBP
1. Menhitung PNBP yang Terutang kepada KLH
2. Membayar jumlah PNBP yang Terutang
4 Referensi
Dasar
1. UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP
2. PP Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan
Penyetoran PNBP
3. PP Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara
Penggunaan PNBP yang Bersumber dari Kegiatan
Tertentu
Tabel 4.4: Peran dalam pengorganisasian dan pengelolaan PNBP

4.3 Pola Hubungan dan Peran dalam Pengelolaan Dekonsentrasi (DK) dan
Tugas Pembantuan (TP)
Dekonsentrasi (DK) adalah dana yang berasal dari Angaran dan
Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang dilaksanakan oleh gubernur
sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan
pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi (DK), tidak
termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah.
Sedangkan Dana Tugas Pembantuan (TP) adalah dana yang berasal dari
APBN yang dilaksanakan oleh daerah dan desa yang mencakup semua
penerimaan dan pengeluaran dalam rangka tugas pembantuan.
39

Pengalokasian anggaran melalui kedua mekanisme tersebut diatas
bertujuan untuk meningkatkan pencapaian kinerja, efisiensi dan efektivitas
dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan
pembangunan di daerah, serta menciptakan keselarasan dan sinergitas
secara nasional antara program dan kegiatan DK dan TP yang didanai dari
APBN dengan program dan kegiatan desentralisasi yang didanai dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Selain itu,
pengalokasian DK dan dana TP juga dimaksudkan untuk lebih menjamin
tersedianya sebagian anggaran K/L bagi pelaksanaan program dan kegiatan
yang sudah ditetapkan dalam Renja-KL yang mengacu pada Rencana Kerja
Pemerintah (RKP).
Pengalokasian anggaran dalam RKA-KL untuk kegiatan-kegiatan K/L
yang dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) melalui
mekanisme DK dan TP, disamping mengacu pada Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan
Dana Tugas Pembantuan, juga mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL .
Pengalokasian anggaran dalam rangka penyusunan RKA-KL dengan
menggunakan mekanisme DK dan/atau TP perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a. Program dan kegiatan yang didanai tertuang dalam RKA-KL, dan
sepenuhnya dari APBN melalui RKA-KL/DIPA;
b. K/L tidak diperkenankan mensyaratkan dana pendamping;
c. Pembebanan APBD hanya digunakan untuk mendanai urusan
daerah yang disinergikan dengan program dan kegiatan yang akan
didekonsentrasikan dan/atau ditugaskan;
d. Dana Dekon dilaksanakan setelah adanya pelimpahan wewenang
Pemerintah melalui K/L kepada Gubernur;
e. Dana TP dilaksanakan setelah adanya penugasan wewenang
Pemerintah melalui K/L kepada Gubernur/Bupati/Walikota;
f. Untuk mendukung pelaksanaan program dan kegiatan, K/L juga
harus memperhitungkan kebutuhan anggaran:
i). Biaya penyusunan dan pengiriman laporan oleh SKPD;
ii). Biaya operasional dan pemeliharaan atas hasil pelaksanaan
kegiatan yang belum dihibahkan;
iii). Honorarium pejabat pengelola keuangan dana dekonsentrasi
dan/atau dana tugas pembantuan;dan
iv). Biaya lainnya dalam rangka pencapaian target pelaksanaan
kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
g. Pengalokasian Dana Dekon dan Dana TP memperhatikan
kemampuan keuangan negara, keseimbangan pendanaan di
40

daerah (besarnya transfer ke daerah dan kemampuan keuangan
daerah),dan kebutuhan pembangunan di daerah
h. Pembebanan APBD hanya digunakan untuk mendanai urusan
daerah yang disinergikan dengan program dan kegiatan yang akan
didekonsentrasikan dan/atau ditugaskan
i. Karakteristik DK
i). Sifat kegiatan non-fisik yaitu kegiatan yang menghasilkan
keluaran yang tidak menambah aset tetap
ii). Kegiatan non-fisik, antara lain berupa: sinkronisasi dan
koordinasi perencanaan, fasilitasi,bimbingan teknis, pelatihan,
penyuluhan, supervisi, penelitian dan survei, pembinaan dan
pengawasan, serta pengendalian.
j. Karakteristik TP
i). Sifat kegiatan fisik, yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran
yang menambah aset tetap;
ii). Kegiatan fisik, antara lain pengadaan tanah, bangunan,
peralatan dan mesin, jalan, irigasi dan jaringan, serta dapat
berupa kegiatan yang bersifat fisik lainnya;
iii). Kegiatan bersifat fisik lainnya berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku


Gambar 4.5: Pola pengorganisasian dan pengelolaan Dekonsentrasi
(DK)
41


Gambar 4.6: Pola pengorganisasian dan pengelolaan Tugas
Pembantuan (TP)

No Unit Kerja Peran dalam
Penyelenggaraan DK
Peran dalam
Peneyelenggaraan TP
i ii Iii iv
1 Menteri LH 1. Memberitahukan
kepada Gubernur
mengenai lingkup
kegiatan yang akan
dilimpahkan, yang
ditetapkan kedalam
Peraturan Menteri LH
2. Peraturan Menteri LH
disampaikan kepada
Gubernur dengan
tembusan kepada
Menteri Dalam Negeri,
Menteri Keuangan,
dan Bappenas
3. Menyampaikan
kepada Gubernur
RKA-KLH yang telah
ditetapkan menjadi
Satuan Anggaran Per
Satuan Kerja (SPASK)
4. Menyampaikan
laporan
pertanggungjawaban
keuangan dan barang
kepada Presiden
melalui Menteri
1. Memberitahukan kepada
Gubernur/Bupati/Walikot
a/ Kapala Desa mengenai
lingkup kegiatan yang
akan dilimpahkan, yang
ditetapkan kedalam
Peraturan Menteri LH
2. Menyampaikan kepada
Gubernur/Bupati/Walikot
a RKA-KLH yang telah
ditetapkan menjadi
Satuan Anggaran Per
Satuan Kerja (SPASK)

42

No Unit Kerja Peran dalam
Penyelenggaraan DK
Peran dalam
Peneyelenggaraan TP
i ii Iii iv
Keungan
2 KLH c.q.
EselonI/II/
Satker
Mandiri
1. Memprakarsai dan
merumuskan kegiatan
yang akan
dilimpahkan kepada
Gubernur, yang
dituangkan kedalam
rancangan Renja KLH
2. Bersama dengan
Bappenas melakukan
penelaahan Renja KL
yang memuat
rumusan tentang
kegiatan yang akan
dilimpahkan kepada
Gubernur yang
hasilnya dituangkan
kedalam bahan
penyusunan Renja
KLH dan RKP
3. Menuangkan
penganggaran DK
kedalam RKA-KLH
1. Memprakarsai dan
merumuskan kegiatan
yang akan dilimpahkan
kepada
Gubernur/Bupati/
Walikota/Kepala Desa,
yang dituangkan kedalam
rancangan Renja KLH
2. Menyampaikan rumusan
tentang sebagian urusan
pemerintahan yang akan
ditugaskan kapada
Gubernur/ Bupati/
Walikota/Kepala Desa
kedalam Renja KLH dan
disampaikan kepada
Bappenas dalam
Musyawarah
Pembangunan Nasional
(Musrenbangnas)
3. Bersama dengan
Bappenas melakukan
penelaahan Renja KL yang
memuat rumusan tentang
kegiatan yang akan
dilimpahkan yang
hasilnya dituangkan
kedalam bahan
penyusunan Renja KLH
dan RKP
3 Gubernur
(untuk DK)


Gubernur/
Bupati/
Walikota
(untuk TP)
1. Sinkronisasi dengan
penyelenggaraan
urusan pemerintah
daerah
2. Penyiapan perangkat
daerah yang akan
melaksanakan
kegiatan DK
3. Menetapkan Kuasa
Pengguna Anggaran,
Pejabat Pembuat
Komitmen, Pejabat
Penguji
Tagihan/Penandatang
an Surat Perintah
1. Sinkronisasi dengan
penyelenggaraan urusan
pemerintah daerah
2. Penyiapan perangkat
daerah yang akan
melaksanakan kegiatan
TP
3. Membentuk tim
koordinasi yang
ditetapkan dengan
Peraturan
Gubernur/Bupati/Walikot
a yang berpedoman pada
Peraturan Menteri Dalam
Negeri berkaitan dengan
43

No Unit Kerja Peran dalam
Penyelenggaraan DK
Peran dalam
Peneyelenggaraan TP
i ii Iii iv
Membayar, dan
Bendahara
Pengeluaran serta
menyampaikan
kepada Menteri LH
dan Menteri
Keuangan
4. Membentuk tim
koordinasi yang
ditetapkan dengan
Peraturan Gubernur
yang berpedoman
pada Peraturan
Menteri Dalam Negeri
berkaitan dengan
penyelenggaraan
urusan pemerintahan
5. Memeberitahukan
kepada DPRD
berkaitan dengan
penyelenggaraan
urusan pemerintahan
6. Koordinasi,
pengendalian,
pembinaan,
pengawasan dan
pelaporan
7. Menyampaikan
laporan
pertanggungjawaban
keuangan dan barang
atas pelaksanaan DK
kepada Menteri Dalam
Negeri, Menteri
Keuangan, dan
Bappenas
penyelenggaraan urusan
pemerintahan
4. Memeberitahukan kepada
DPRD menngenai RKA-KL
yang telah ditetapkan
menjadi SAPSK pada saat
pembahasan RAPBD
5. Mengusulkan pejabat
pengelola keuangan TP
untuk ditetapkan oleh
KLH
6. Menugaskan SKPD dalam
pelaporan TP
7. Menyampaikan laporan
pertanggungjawaban
keuangan dan barang atas
pelaksanaan TP kepada
Menteri Dalam Negeri,
Menteri Keuangan, dan
Bappenas
4 SKPD 1. Melakukan
penatausahaan
barang milik Negara
dari pelaksanaan DK
2. Pelaksanaan DK
3. Meneyelenggarakan
akuntansi dan
penyusunan dan
penyampaian laporan
pertanggungjawaban
1. Melakukan
penatausahaan barang
milik Negara dari
pelaksanaan TP
2. Pelaksanaan TP
3. Meneyelenggarakan
akuntansi dan
penyusunan dan
penyampaian laporan
pertanggungjawaban
44

No Unit Kerja Peran dalam
Penyelenggaraan DK
Peran dalam
Peneyelenggaraan TP
i ii Iii iv
keuangan dan barang keuangan dan barang
5 Kapala
Desa
1. Kepala Desa melakukan
persiapan dan koordinasi
dengan badan
permusyawaratan desa,
kecamatan dan
pemerintah
kabupaten/kota
2. Kepala Desa
melaksanakan TP dan
bertanggung jawab atas
pelaporan kegiatan TP
3. Pelaporan kegiatan TP
dikoordinasikan oleh
SKPD kabupaten/kota
yang membidangi
pemerintah desa
6 Referensi
Dasar
1. PP Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan
Tugas Pembantuan
2. Renstra KLH 2010 2014
Tabel 4.5: Peran dalam pengorganisasian dan pengelolaan Dekonsentrasi
(DK)

4.4 Pola Hubungan dan Peran dalam Pengelolaan Dana Alokasi Khusus
(DAK)
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Perimbangan terdiri atas:
a. Dana Bagi Hasil; b. Dana Alokasi Umum; dan c. Dana Alokasi Khusus.
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan
untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
daerah dan sesuai dengan prioritas nasioanl. Besaran DAK ditetapkan
setiap tahun dalam APBN. Dasar hukum DAK adalah UU Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemeritah Pusat dan
Pemerintah Daerah; dan PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana
Perimbangan.
DAK Lingkungan Hidup diarahkan untuk meningkatkan kinerja
daerah dalam menyelenggarakan pembangunan di bidang lingkunagan
hidup melalui peningkatan penyediaan sarana dan prasarana kelembagaan
dan system informasi pemantauan kualitas air, pengendalian pencemeran
45

air, serta perindungan sumber daya air di luar kawasan hutan. Pola
hubungan dalam pengelolaan DAK di KLH diilustrasikan pada gambar 4.7
dengan peran dalam pengelolaan DAK dijelaskan pada tabel 4.6.


Gambar 4.7: Pola pengorganisasian dan pengelolaan DAK

No Unit
Kerja
Peran Dalam Mekanisme
Pengalokasian DAK
Peran Dalam Pelaporan,
Pemantauan dan Evaluasi
i ii iii iv
1 Menteri
Negara
Lingkung
an Hidup
c.q.
Eselon
I/II
1. Menyampaikan
ketetapan tentang
kegiatan khusus kepada
Menteri Keuangan
2. Memberikan masukan
kepada Menteri
Keuangan sebagai bahan
pertimbangan
perumusan criteria
khusus DAK
3. Menyusun criteria teknis
berdasarkan indikator-
indikator kegiatan
khusus DAK yang
dirumuskan melalui
index teknis.
4. Menyampaikan criteria
teknis kepada Menteri
Keuangan.
5. Menyusun Petunjuk
Teknis Penggunaan DAK
1. Menyampaikan laporan
pelaksanaan kegiatan
DAK kepada Menteri
Keuangan, Menteri
Perencanaan dan
Pembangunan Nasional
dan Menteri Dalam
Negeri
2. Bersama-sama dengan
Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional
melakukan pemantauan
dan evaluasi terhadap
pemanfaatan dan teknis
pelaksanaan kegiatan
yang didanai dari DAK
46

No Unit
Kerja
Peran Dalam Mekanisme
Pengalokasian DAK
Peran Dalam Pelaporan,
Pemantauan dan Evaluasi
i ii iii iv
berdasarkan penetapan
alokasi DAK per daerah
oleh Peraturan Menteri
Keuangan
3 Pemerint
ah
Daerah
(Guberne
r/
Bupati/
Walikota)
c.q.
SKPD
1. Mencantumkan alokasi
dan penggunaan DAK di
dalam APBD
2. Menganggarkan Dana
Pendamping dalam APBD
sekurang-kurangnya
10% dari besaran alokasi
DAK yang diterimanya
1. Menyampaikan
pelaporan pelaksanaan
kegiatan dan
penggunaan DAK kepada
Menteri Keuangan,
Menteri Teknis, dan
Menteri Dalam Negeri
4 Referensi
Dasar
1. UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Dana
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
2. PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan
Tabel 4.6: Peran dalam pengorganisasian dan pengelolaan DAK
47

BAB V
PENUTUP

Penyempurnaan Perencanaan Strategis Kementerian Lingkungan
Hidup (RENSTRA KLH) 2010 2014 merupakan acuan bagi seluruh Unit
Kerja yang ada di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dalam
menjalankan tugas dan fungsi organisasi sehingga diharapkan dapat
tercapai sinergitas dalam pelaksanaannya, terutama dalam mendukung
sasaran pembangunan nasional yang tertuang dalam RPJPN Tahun 2025
dan RPJMN 2010 2014.
RENSTRA merupakan dokumen strategis yang disusun dan
dirumuskan setiap lima tahun yang secara sistematis mengedepankan isu-
isu lingkungan hidup dan selanjutnya diterjemahkan ke dalam bentuk
kebijakan strategis serta rencana dan program pengelolaan dan
perlindungan LH yang terarah dan berkesinambungan.
Dengan penyempurnaan RENSTRA 2010 2014 ini maka diharapkan
pencapaian sasaran strategis KLH, berupa :
1. Penurunan beban pencemaran lingkungan ;
2. Pengendalian kerusakan lingkungan hidup;
3. Peningkatan kapasitas pengelolaan SDA dan LH;
4. Pengeloaan keuangan kementerian, hingga memperoleh opini
wajar tanpa pengecualian (WTP);
5. Percepatan implementasi Reformasi Birokrasi (RB)
dapat dilakukan secara lebih optimal. Namun patut diingat bahwa untuk
menjalankan RENSTRA ini dibutuhkan kerjasama lintas fungsi baik intra-
organisasi KLH maupun inter-organisasi.

MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BALTHASAR KAMBUAYA

Salinan sesuai dengan aslinya
Biro Hukum dan Humas,


Inar Ichsana Ishak



1

SALINAN



PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2011

TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI BIDANG
LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2012

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka membantu pelaksanaan kewenangan
Menteri di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup di daerah dipandang perlu untuk menyelenggarakan
dekonsentrasi bidang lingkungan hidup;
b. bahwa Rencana Kerja Kementerian Lingkungan Hidup
Tahun 2012 telah menetapkan sasaran, indikator kinerja,
lingkup keluaran, dan alokasi pendanaan penyelenggaraan
dekonsentrasi bidang lingkungan hidup tahun 2012;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan Dekonsentrasi Bidang Lingkungan Hidup
Tahun 2012;

Mengingat : 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4816);
2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) Tahun 2010/2014;
3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun
2011 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2012;
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008
tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan
Dana Tugas Pembantuan jo Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 248/PMK.07/2010 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008
tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan
Dana Tugas Pembantuan;
5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 20
Tahun 2009 tentang Urusan Pemerintah di Bidang
Lingkungan Hidup yang Dapat Didekonsentrasikan.



2

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETUNJUK TEKNIS
PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI BIDANG
LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2012.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari
Pemerintah kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah.
2. Dekonsentrasi bidang lingkungan hidup, yang
selanjutnya disebut sebagai Dekonsentrasi Bidang LH,
adalah pelimpahan wewenang pengelolaan lingkungan
hidup dari Pemerintah kepada gubernur sebagai wakil
Pemerintah.
3. Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya
disebut SKPD, adalah organisasi/lembaga pada
pemerintah daerah provinsi yang bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan dekonsentrasi.
4. Rencana Kerja Pemerintah, yang selanjutnya disebut
RKP adalah dokumen perencanaan nasional untuk
periode 1 (satu) tahun.
5. Rencana Kerja Kementerian Lingkungan Hidup, yang
selanjutnya disebut Renja KLH adalah dokumen
perencanaan Kementerian Lingkungan Hidup untuk
periode 1 (satu) tahun yang merupakan penjabaran
tahunan dari rencana strategis Kementerian Lingkungan
Hidup.
6. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Lingkungan
Hidup, yang selanjutnya disebut RKA-KL KLH, adalah
dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi
program dan kegiatan Kementerian Lingkungan Hidup
yang merupakan penjabaran dari RKP dan Renja KLH
dalam satu tahun anggaran, serta anggaran yang
diperlukan untuk melaksanakannya.
7. Laporan manajerial dekonsentrasi bidang lingkungan
hidup adalah laporan pelaksanaan dekonsentrasi bidang
lingkungan hidup yang memuat laporan perkembangan
realisasi penyerapan dana, pencapaian target keluaran,
kendala yang dihadapi, dan saran tindak lanjut.
8. Laporan akuntabilitas dekonsentrasi bidang lingkungan
hidup adalah laporan pelaksanaan dekonsentrasi bidang
lingkungan hidup yang mencakup laporan keuangan dan
laporan barang.
9. Laporan teknis kegiatan adalah laporan yang memuat
kumpulan data dan informasi yang dikumpulkan, hasil
analisis terhadap data dan informasi, serta intisari dari
seluruh rangkaian proses pelaksanaan dan disusun
sesuai format yang telah ditentukan.



3
10. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah,
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
11. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
12. Pemerintah Provinsi adalah gubernur dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
provinsi.
13. Perangkat Daerah Provinsi adalah unsur pembantu
kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah yang terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat
DPRD, dinas daerah dan lembaga teknis daerah.

Pasal 2
Peraturan Menteri ini bertujuan:
a. sebagai pedoman bagi unit kerja di lingkungan
Kementerian Lingkungan Hidup, Pemerintah Provinsi,
dan SKPD dalam menyelenggarakan dan melaksanakan
Dekonsentrasi Bidang LH; dan
b. membantu pelaksanaan kewenangan Menteri di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di
daerah.

Pasal 3
Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Menteri ini
meliputi:
a. perencanaan;
b. penganggaran;
c. pelaksanaan;
d. pelaporan; dan
e. pembinaan dan pengawasan.

Pasal 4
Arah kebijakan pelaksanaan Dekonsentrasi Bidang LH
meliputi:
a. pencapaian sasaran prioritas nasional tentang
lingkungan hidup dan pengelolaan bencana yang
mencakup:
1. penurunan beban pencemaran lingkungan akibat
meningkatnya aktivitas pembangunan;
2. penekanan laju kerusakan sumber daya alam dan
lingkungan hidup melalui upaya konservasi dan
rehabilitasi ekosistem yang rusak, baik di kawasan
hutan, laut, pesisir, maupun di areal bekas
pertambangan, serta pengelolaan keanekaragaman
hayati; dan



4
3. penguatan kelembagaan serta peningkatan kesadaran
dan partisipasi masyarakat dalam perbaikan kualitas
lingkungan hidup, sebagaimana ditetapkan dalam
RKP;
b. peningkatan kinerja pengelolaan lingkungan hidup di
daerah secara berkelanjutan;
c. dukungan terhadap gubernur dalam menetapkan
kebijakan pengelolaan lingkungan hidup tingkat
provinsi; dan
d. pelaksanaan kegiatan yang bersifat non-fisik yaitu
kegiatan perencanaan, pemrograman, pembinaan,
pengawasan, dan kegiatan lainnya yang bersifat non-
fisik.

Pasal 5
(1) Pelaksanaan Dekonsentrasi Bidang LH dibiayai dari
anggaran pendapatan dan belanja negara yang telah
mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
(2) Anggaran pelaksanaan Dekonsentrasi Bidang LH
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian
dari anggaran kegiatan prioritas nasional program
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup
yang berada pada Kementerian Lingkungan Hidup.
(3) Pemanfaatan anggaran Dekonsentrasi Bidang LH
dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan
mengenai pemanfaatan anggaran pendapatan dan
belanja negara.

Pasal 6
(1) Dekonsentrasi Bidang LH sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1) dilaksanakan melalui program
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
(2) Dekonsentrasi Bidang LH sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. Sub bidang pengendalian dampak lingkungan yang
terdiri atas:
1. sub-sub bidang pengelolaan limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3);
2. sub-sub bidang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (AMDAL);
3. sub-sub bidang pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air;
4. sub-sub bidang pengelolaan kualitas udara dan
pengendalian pencemaran udara;
5. sub-sub bidang pengendalian pencemaran
dan/atau kerusakan tanah akibat kebakaran
hutan dan/atau lahan;
6. sub-sub bidang pengendalian pencemaran
dan/atau kerusakan tanah untuk kegiatan
produksi biomassa;



5
7. sub-sub bidang pengembangan perangkat
ekonomi lingkungan;
8. sub-sub bidang pendidikan dan pelatihan;
9. sub-sub bidang pembinaan dan pengawasan
atas penyelenggaraan otonomi daerah bidang
lingkungan hidup;
10. sub-sub bidang penegakan hukum lingkungan;
11. sub-sub bidang perjanjian internasional di
bidang pengendalan dampak lingkungan; dan
12. sub-sub bidang perubahan iklim dan
perlindungan atmosfir;
b. sub bidang konservasi sumber daya alam dengan
sub-sub bidang keanekaragaman hayati.
(3) Lingkup pelaksanaan Dekonsentrasi Bidang LH
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan
sesuai Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 7
Untuk melaksanakan kegiatan Dekonsentrasi Bidang LH
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, gubernur
menetapkan SKPD di bidang lingkungan hidup provinsi
sebagai satuan kerja pelaksana.

Pasal 8
Pelaksanaan Dekonsentrasi Bidang LH didasarkan pada:
a. renja KLH;
b. hasil musyawarah perencanaan pembangunan nasional;
dan
c. petunjuk teknis penyelenggaraan Dekonsentrasi Bidang
LH Tahun 2012.

Pasal 9
(1) Perencanaan Dekonsentrasi Bidang LH meliputi:
a. penetapan target;
b. penetapan indikator kinerja; dan
c. penetapan alokasi anggaran.
(2) Penetapan target sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a mencakup:
a. penurunan beban pencemaran sebesar 20%
(duapuluh persen);
b. penurunan tingkat kerusakan lingkungan hidup
daerah aliran sungai prioritas, hutan dan lahan serta
keaneka ragaman hayati; dan
c. peningkatan kapasitas kelembagaan lingkungan
hidup kabupaten/kota.
(3) Penetapan indikator kinerja dan penetapan alokasi
anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dan huruf c dilaksanakan sesuai dengan Lampiran II



6
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.



Pasal 10
(1) Dalam melaksanakan perencanaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), SKPD harus
menyelenggarakan administrasi kegiatan.
(2) Untuk melaksanakan administrasi kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), gubernur menetapkan:
a. kuasa pengguna anggaran;
b. pejabat pembuat komitmen;
c. pejabat penguji tagihan/penandatangan surat
perintah membayar; dan
d. bendahara pengeluaran.
(3) Dalam pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi Bidang LH, kuasa
pengguna anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, menetapkan tim pelaksana kegiatan Dekonsentrasi
Bidang LH.
(4) Pelaksanaan administrasi kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan tata cara penetapan, persyaratan, dan tugas
tim pelaksana kegiatan Dekonsentrasi Bidang LH
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai
dengan Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 11
(1) Penganggaran Dekonsentrasi Bidang LH dilaksanakan
sesuai dengan indikator dan alokasi anggaran yang
dituangkan dalam RKA-KL Dekonsentrasi Bidang LH.
(2) RKA-KL Dekonsentrasi Bidang LH sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari RKA-KL
KLH.
(3) Anggaran Dekonsentrasi Bidang LH dilarang untuk
membiayai kegiatan:
a. perjalanan dinas ke luar negeri;
b. pembangunan fisik kantor dan fasilitasnya;
c. pengadaan kendaraan dinas;
d. pembangunan prasarana lingkungan hidup;
e. pembangunan fasilitas publik untuk lingkungan
hidup;
f. pengadaan peralatan selain pendukung operasional
kegiatan;
g. pengadaan peralatan selain contoh demo atau model;
dan
h. hal lain yang bersifat rutinitas kantor yang
pembiayaannya disediakan dari APBD.

Pasal 12



7
(1) Kuasa pengguna anggaran menyusun laporan
pelaksanaan Dekonsentrasi Bidang LH yang terdiri atas:
a. laporan manajerial;
b. laporan akuntabilitas; dan
c. laporan teknis kegiatan.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dan huruf b disusun sesuai peraturan perundang-
undangan dan petunjuk teknis yang ditetapkan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang keuangan.
(3) Laporan teknis kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c:
a. disusun berdasarkan pedoman yang tercantum dalam
petunjuk teknis kegiatan dalam lampiran IV yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini; dan
b. disampaikan melalui mekanisme pelaporan elektronik
(e-reporting).
(4) Dalam hal petunjuk teknis kegiatan yang dilaksanakan
tidak tercantum dalam Lampiran IV, laporan teknis
kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
disusun berdasarkan petunjuk teknis kegiatan yang
ditetapkan oleh eselon I kegiatan terkait.
(5) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan:
a. setiap 3 (tiga) bulan, untuk laporan manajerial dan
akuntabilitas; dan
b. 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk laporan
kegiatan.

Pasal 13
(1) Dalam rangka peningkatan kinerja, transparansi, dan
akuntabilitas, Menteri melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan Dekonsentrasi
Bidang LH.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. pemberian pedoman dan standar;
b. rapat kerja teknis;
c. bimbingan teknis; dan/atau
d. pemantauan dan evaluasi.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh:
a. unit eselon I Kementerian Lingkungan Hidup melalui
unit eselon II terkait; dan
b. Pusat Pengelolaan Ekoregion.
(4) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
meliputi:
a. pengaturan dan pembinaan teknis kepada SKPD; dan
b. pemantauan dan evaluasi terhadap capaian SKPD:



8
(5) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
berupa koordinasi dan fasilitasi kepada SKPD dalam:
a. penyelenggaraan kerjasama antar daerah;
b. pencapaian target dan indikator kinerja.
(6) Pelaksanaan kerjasama antar daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf a diselenggarakan:
a. sesuai peraturan perundang-undangan dengan
memperhatikan asas akuntabilitas pelaporan
keuangan setiap SKPD; dan
b. sesuai dengan metoda dan standar pelaksanaan
kegiatan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

Pasal 14
(1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(1) dilaksanakan oleh Inspektorat bekerjasama dengan
Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan Pusat
maupun vertikal di provinsi.
(2) Inspektorat dapat bekerjasama dengan Badan
Pengawasan Daerah dan/atau Inspektorat Provinsi
secara selektif berdasarkan tingkat urgensinya melalui
mekanisme kesepakatan penugasan Menteri kepada
gubernur.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun.
(4) Pengawasan dilakukan terhadap laporan manajerial dan
akuntabilitas pelaksanaan Dekonsentrasi Bidang LH.

Pasal 15
Apabila hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 14 menunjukkan bahwa pelaksanaan Dekonsentrasi
Bidang LH tidak dilaksanakan sesuai kegiatan yang
dilimpahkan dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, Menteri dapat:
a. merekomendasikan blokir anggaran terhadap Pemerintah
Provinsi yang bersangkutan kepada Kementerian
Keuangan; dan/atau
b. menarik kembali urusan Pemerintah di bidang
lingkungan hidup yang telah didekonsentrasikan.

Pasal 16
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Negara Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2010
tentang Penyelenggaraan Dekonsentrasi Bidang Lingkungan
Hidup Tahun Anggaran 2011 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

Pasal 17



9
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari
2012 dan berakhir pada tanggal 31 Desember 2012.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 18 November 2011

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BALTHASAR KAMBUAYA

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 21 November 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
AMIR SYAMSUDDIN



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,



Inar Ichsana Ishak
LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2011
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN
DEKONSENTRASI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
TAHUN 2012
a. Nama Program : Program Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
b. Kode Program : 043
c. Nama Kegiatan : Peningkatan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Daerah
d. Kode Kegiatan : 2722
e. Keluaran : (01) Pengendalian pencemaran lingkungan
(02) Pengendalian kerusakan lingkungan
(03) Peningkatan kapasitas pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup
No. Sub sub Bidang Urusan Payung Keluaran (Output) Sub Keluaran (S
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Pengelolaan limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3)
Pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah
B3
Pengendalian pencemaran
lingkungan
a Pengawasan pelaksanaan pe
pengelolaan kualitas air dan
melalui program PROPER
2 Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (AMDAL)
Peningkatan kapasitas
pengelolaan SDA dan LH
b Pembinaan dan pengawasan
dampak lingkungan di Kabu
Peningkatan kapasitas
pengelolaan SDA dan LH
c Pembinaan dan pengawasan
usaha dan/atau kegiatan wa
kewenangan Pemerintah
3 Pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air
Koordinasi dan pelaksanaan pemantauan
kualitas air pada sumber air skala nasional
dan/atau merupakan lintas batas negara
Pengendalian pencemaran
lingkungan
d Pemantauan sungai skala na
batas negara
MENURUT PP 38/2007 MENURUT KELOMPOK KELUARAN
LINGKUP URUSAN PEMERINTAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
YANG DIDEKONSENTRASIKAN TAHUN 2012
BERDASARKAN PENGELOMPOKKAN KELUARAN
Kegiatan dekonsentrasi lingkungan hidup tahun 2012 diatur dalam nomenklatur perencanaan berikut:
Pembinaan terhadap pelaksanaan pengawasan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
yang dilakukan oleh Kabupaten/Kota bagi
usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi
AMDAL yang menjadi urusan wajib Pemerintah
0000001
No. Sub sub Bidang Urusan Payung Keluaran (Output) Sub Keluaran (S
(1) (2) (3) (4) (5)
MENURUT PP 38/2007 MENURUT KELOMPOK KELUARAN
Pengawasan pengendalian pencemaran air skala
nasional
Pengendalian pencemaran
lingkungan
e Pemantauan dan evaluasi ku
melewati perkotaan yang me
Pengendalian kerusakan
lingkungan
f Pengkajian teknis penetapan
umum pemulihan kualitas li
4 Pengelolaan kualitas udara dan
pengendalian pencemaran udara
Pengaturan pengelolaan kualitas udara dan
pengendalian pencemaran udara skala nasional
Pengendalian pencemaran
lingkungan
g Pemantauan kualitas udara d
yang bersifat strategis nasion
5 Pengendalian kerusakan
lingkungan
h Pelaksanaan Menuju Indone
wilayah rawan kebakaran
Pengendalian kerusakan
lingkungan
i Pengendalian kerusakan wil
6 Pengendalian kerusakan
lingkungan
j Pelaksanaan Menuju Indone
wilayah ekosistem sensitif pr
Pengendalian kerusakan
lingkungan
k Pengendalian kerusakan eko
nasional
7 Pengembangan perangkat
ekonomi lingkungan
Pembinaan dan pengawasan penerapan
instrumen ekonomi dalam pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan
Peningkatan kapasitas
pengelolaan SDA dan LH
l Pembinaan penyusunan PDR
8 Peningkatan kapasitas
pengelolaan SDA dan LH
m Pemantauan pelaksanaan ke
DAK Bidang LH
Pengendalian pencemaran
lingkungan
n Pembinaan pelaksanaan dan
18 Tahun 2008 tentang Penge
Peningkatan kapasitas
pengelolaan SDA dan LH
o Pembinaan pengawasan pela
Peningkatan kapasitas
pengelolaan SDA dan LH
p Pembinaan pengawasan inve
masyarakat hukum adat yan
lingkungan
Peningkatan kapasitas
pengelolaan SDA dan LH
q Pembinaan pengawasan pela
program nasional
9 Penegakan hukum lingkungan Penegakan hukum lingkungan Peningkatan kapasitas
pengelolaan SDA dan LH
r Inventarisasi dan klarifikasi
berpotensi atau telah menim
masyarakat sebagai hak mili
sebagai hak milik publik/ne
Peningkatan kapasitas
pengelolaan SDA dan LH
s Inventarisasi dan klarifikasi
LH (khususnya pelanggaran
Pengawasan atas pelaksanaan urusan
pemerintahan daerah di bidang pengendalian
lingkungan hidup
Pembinaan dan pengawasan atas
penyelenggaraan otonomi daerah
bidang lingkungan
Pengawasan atas pelaksanaan pengendalian
kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan
hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan
dan/atau lahan yang berdampak atau
diperkirakan dapat berdampak skala nasional
Pengendalian pencemaran
dan/atau kerusakan tanah akibat
kebakaran hutan dan/atau lahan
Pengendalian pencemaran
dan/atau kerusakan tanah untuk
kegiatan produksi biomassa
Pengawasan atas pelaksanaan pengendalian
kerusakan tanah yang berdampak atau
diperkirakan dapat berdampak skala nasional
0000002
No. Sub sub Bidang Urusan Payung Keluaran (Output) Sub Keluaran (S
(1) (2) (3) (4) (5)
MENURUT PP 38/2007 MENURUT KELOMPOK KELUARAN
Peningkatan kapasitas
pengelolaan SDA dan LH
t Inventarisasi dan klarifikasi
(delik formil maupun materi
dan/atau kerusakan LH
10 Perjanjian internasional di bidang
pengendalian dampak lingkungan
Pelaksanaan komitmen perjanjian internasional
di bidang pengendalian dampak lingkungan
yang meliputi pengesahan, pemantauan
penaatan, serta dokumentasi dan diseminasi
Peningkatan kapasitas
pengelolaan SDA dan LH
u Sosialisasi dan pemantauan p
konvensi internasional yang
Indonesia
11 Perubahan iklim dan
perlindungan atmosfir
Penetapan kebijakan pengendalian dampak
perubahan iklim
Pengendalian kerusakan
lingkungan
v Inventarisasi data upaya lok
perubahan iklim
Peningkatan kapasitas
pengelolaan SDA dan LH
w Pembinaan pelaksanaan inve
kajian resiko dan perubahan
Penetapan kebijakan perlindungan lapisan ozon
dan deposisi asam serta pemantauannya
Peningkatan kapasitas
pengelolaan SDA dan LH
x Pembinaan inventarisasi dat
12 Keanekaragaman hayati Pengendalian kerusakan
lingkungan
y Inventarisasi data keanekara
nasional
Pengendalian kerusakan
lingkungan
z Peningkatan kualitas Taman
KETERANGAN:
Kolom (5) yang berjudul Sub Keluaran (Sub Output) adalah rincian tahapan/bagian dari urusan yang berada di kolom (3) yang dilimpahkan kepada Gubernu
Tahapan/bagian lain yang harus dilaksanakan dalam rangka melaksanakan urusan di kolom (3) yang tidak tercantum dalam kolom (5) masih dilaksanakan
oleh Menteri.
MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas, ttd
BALTHASAR KAMBUAYA
Inar Ichsana Ishak
Pemantauan dan pengawasan pelaksanaan
konservasi keanekaragaman hayati skala
nasional
0000003
LAMPIRAN II
PERATURAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2011
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN
DEKONSENTRASI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
TAHUN 2012
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
1 NAD (Nanggroe Aceh Darussalam)
A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
2
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
2 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
3
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
4 Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
5 Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
6 Laporan inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
7
Laporan inventarisasi upaya lokal menghadapi perubahan iklim
mendukung pelaksanaan PROKLIM
8
Laporan identifikasi aksi mitigasi inisiatif lokal untuk mendukung
penyusunan RAD
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
ALOKASI ANGGARAN DAN INDIKATOR KINERJA
DEKONSENTRASI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2012
0000001
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
2
Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil
maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
3
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
4
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
2 Sumatera Utara
A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, pengelolaan
kualitas air dan udara skala nasional melalui program PROPER
2 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
3
Laporan pemantauan dan evaluasi kualitas air sungai yang melewati
perkotaan yang menjadi prioritas nasional
4
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
5 Laporan pembinaan dan pengawasan pengelolaan sampah melalui 3R
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
2 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
3
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
4 Laporan kegiatan penyelamatan danau
5 Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
6 Laporan pengendalian kebakaran hutan dan lahan
7 Laporan inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2 Laporan pembinaan penyusunan PDRB Hijau
3
Laporan inventarisasi dan klarifikasi pengaduan kasus-kasus lingkungan
hidup (khususnya pelanggaran delik formil tertentu)
0000002
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
4
Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil
maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
5 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
6 Laporan pembinaan dan revitalisasi peran penerima anugerah Kalpataru
7
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
8
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
3 Sumatera Barat
A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, pengelolaan
kualitas air dan udara skala nasional melalui program PROPER
2 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
3
Laporan pemantauan dan evaluasi kualitas air sungai yang melewati
perkotaan yang menjadi prioritas nasional
4
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
2 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
3
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
4 Laporan kegiatan penyelamatan danau
5 Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
6 Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
7 Laporan inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
8
Laporan inventarisasi upaya lokal menghadapi perubahan iklim
mendukung pelaksanaan PROKLIM
9
Laporan identifikasi aksi mitigasi inisiatif lokal untuk mendukung
penyusunan RAD
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
0000003
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2
Laporan inventarisasi dan klarifikasi sengketa lingkungan hidup yang
berpotensi atau/telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat sebagai
hak milik privat dan/atau lingkungan hidup sebagai hak milik
publik/negara
3
Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil
maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
4 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
5
Laporan pembinaan dan pengawasan inventarisasi data masyarakat
hukum adat yang melaksanakan kearifan lingkungan
6
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
7
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
4 Riau
A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, pengelolaan
kualitas air dan udara skala nasional melalui program PROPER
2 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
3
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
2 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
3 Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
4 Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
5 Laporan pengendalian kebakaran hutan dan lahan
6 Laporan inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
7
Laporan inventarisasi upaya lokal menghadapi perubahan iklim
mendukung pelaksanaan PROKLIM
0000004
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2
Laporan inventarisasi dan klarifikasi sengketa lingkungan hidup yang
berpotensi atau/telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat sebagai
hak milik privat dan/atau lingkungan hidup sebagai hak milik
publik/negara
3 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
4
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
5
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
5 Kepulauan Riau
A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, pengelolaan
kualitas air dan udara skala nasional melalui program PROPER
2 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
3
Laporan pemantauan dan evaluasi kualitas air sungai yang melewati
perkotaan yang menjadi prioritas nasional
4
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
2 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
3
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
4 Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
5 Laporan kegiatan penyelamatan danau
6 Laporan pengendalian kebakaran hutan dan lahan
7 Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
0000005
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
8 Laporan inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
9
Laporan inventarisasi upaya lokal menghadapi perubahan iklim
mendukung pelaksanaan PROKLIM
10
Laporan identifikasi aksi mitigasi inisiatif lokal untuk mendukung
penyusunan RAD
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2
Laporan inventarisasi dan klarifikasi pengaduan kasus-kasus lingkungan
hidup (khususnya pelanggaran delik formil tertentu)
3
Laporan inventarisasi dan klarifikasi sengketa lingkungan hidup yang
berpotensi atau/telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat sebagai
hak milik privat dan/atau lingkungan hidup sebagai hak milik
publik/negara
4
Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil
maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
5
Laporan sosialisasi dan pemantauan penaatan terhadap 12 konvensi
internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia
6
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
7
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
6 Kepulauan Bangka Belitung
A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, pengelolaan
kualitas air dan udara skala nasional melalui program PROPER
2
Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
3
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1
Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
2
Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
0000006
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
3 Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
4 Laporan inventarisasi upaya lokal menghadapi perubahan iklim
mendukung pelaksanaan PROKLIM
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2 Laporan inventarisasi dan klarifikasi sengketa lingkungan hidup yang
berpotensi atau/telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat sebagai
hak milik privat dan/atau lingkungan hidup sebagai hak milik
publik/negara
3 Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil
maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
4 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
5 Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
6 Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
7 Jambi

A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, pengelolaan
kualitas air dan udara skala nasional melalui program PROPER
2
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
3 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
2 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
3
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
4 Laporan kegiatan penyelamatan danau
5 Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
6 Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
0000007
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
7 Laporan pengendalian kebakaran hutan dan lahan
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2 Laporan Pembinaan penyusunan PDRB Hijau
3
Laporan inventarisasi dan klarifikasi pengaduan kasus-kasus lingkungan
hidup (khususnya pelanggaran delik formil tertentu)
4
Laporan inventarisasi dan klarifikasi sengketa lingkungan hidup yang
berpotensi atau/telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat sebagai
hak milik privat dan/atau lingkungan hidup sebagai hak milik
publik/negara
5
Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil
maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
6
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kampanye program
nasional (Isu Kebakaran Hutan)
7
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
8
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
8 Sumatera Selatan
A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, pengelolaan
kualitas air dan udara skala nasional melalui program PROPER
2
Laporan pemantauan dan evaluasi kualitas air sungai yang melewati
perkotaan yang menjadi prioritas nasional
3
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
4 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
2 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
0000008
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
3
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
4 Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
5 Laporan kegiatan penyelamatan danau
6 Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
7 Laporan pengendalian kebakaran hutan dan lahan
8 Laporan inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
9
Laporan inventarisasi upaya lokal menghadapi perubahan iklim
mendukung pelaksanaan PROKLIM
10
Laporan identifikasi aksi mitigasi inisiatif lokal untuk mendukung
penyusunan RAD
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2
Laporan inventarisasi dan klarifikasi pengaduan kasus-kasus lingkungan
hidup (khususnya pelanggaran delik formil tertentu)
3
Laporan inventarisasi dan klarifikasi sengketa lingkungan hidup yang
berpotensi atau/telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat sebagai
hak milik privat dan/atau lingkungan hidup sebagai hak milik
publik/negara
4
Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil
maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
5 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
6
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kampanye program
nasional (Isu DAS)
7
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
8
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
9
Bengkulu

A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, pengelolaan
kualitas air dan udara skala nasional melalui program PROPER
0000009
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
2
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
3 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
2 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
3
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
4 Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
5 Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
6 Laporan inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
7
Laporan inventarisasi upaya lokal menghadapi perubahan iklim
mendukung pelaksanaan PROKLIM
8
Laporan identifikasi aksi mitigasi inisiatif lokal untuk mendukung
penyusunan RAD
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2
Laporan inventarisasi dan klarifikasi pengaduan kasus-kasus lingkungan
hidup (khususnya pelanggaran delik formil tertentu)
3
Laporan inventarisasi dan klarifikasi sengketa lingkungan hidup yang
berpotensi atau/telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat sebagai
hak milik privat dan/atau lingkungan hidup sebagai hak milik
publik/negara
4
Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil
maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
5
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
6
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
10 Lampung

00000010
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, pengelolaan
kualitas air dan udara skala nasional melalui program PROPER
2
Laporan pemantauan dan evaluasi kualitas air sungai yang melewati
perkotaan yang menjadi prioritas nasional
3
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
4 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
2 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
3
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
4 Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
5 Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2
Laporan inventarisasi dan klarifikasi pengaduan kasus-kasus lingkungan
hidup (khususnya pelanggaran delik formil tertentu)
3
Laporan inventarisasi dan klarifikasi sengketa lingkungan hidup yang
berpotensi atau/telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat sebagai
hak milik privat dan/atau lingkungan hidup sebagai hak milik
publik/negara
4
Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil
maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
5 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
6
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
7
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
11 Banten

A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
00000011
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
1
Laporan pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, pengelolaan
kualitas air dan udara skala nasional melalui program PROPER
2
Laporan pemantauan dan evaluasi kualitas air sungai yang melewati
perkotaan yang menjadi prioritas nasional
3
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
4 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
5 Laporan pembinaan dan pengawasan pengelolaan sampah melalui 3R
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
2 Laporan kegiatan penyelamatan danau
3 Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
3
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
4
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
12 Jawa Barat

A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, pengelolaan
kualitas air dan udara skala nasional melalui program PROPER
2
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
3 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
2
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
00000012
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
3 Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
4 Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
5 Laporan inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
6
Laporan inventarisasi upaya lokal menghadapi perubahan iklim
mendukung pelaksanaan PROKLIM
7
Laporan identifikasi aksi mitigasi inisiatif lokal untuk mendukung
penyusunan RAD
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2 Laporan pembinaan penyusunan PDRB Hijau
3
Laporan inventarisasi dan klarifikasi sengketa lingkungan hidup yang
berpotensi atau/telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat sebagai
hak milik privat dan/atau lingkungan hidup sebagai hak milik
publik/negara
4
Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil
maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
5 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
6
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
7
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
13 Jawa Tengah

A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, pengelolaan
kualitas air dan udara skala nasional melalui program PROPER
2
Laporan pemantauan dan evaluasi kualitas air sungai yang melewati
perkotaan yang menjadi prioritas nasional
3
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
4 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
00000013
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
5 Laporan pembinaan dan pengawasan pengelolaan sampah melalui 3R
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
2 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
3
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
4 Laporan kegiatan penyelamatan danau
5 Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
6 Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
7 Laporan inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
8
Laporan inventarisasi upaya lokal menghadapi perubahan iklim
mendukung pelaksanaan PROKLIM
9
Laporan identifikasi aksi mitigasi inisiatif lokal untuk mendukung
penyusunan RAD
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2 Laporan pembinaan penyusunan PDRB Hijau
3
Laporan inventarisasi dan klarifikasi pengaduan kasus-kasus lingkungan
hidup (khususnya pelanggaran delik formil tertentu)
4
Laporan inventarisasi dan klarifikasi sengketa lingkungan hidup yang
berpotensi atau/telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat sebagai
hak milik privat dan/atau lingkungan hidup sebagai hak milik
publik/negara
5
Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil
maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
6 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
7
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
8
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
00000014
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
14 Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

A
Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1 Laporan pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, pengelolaan
kualitas air dan udara skala nasional melalui program PROPER
2 Laporan pemantauan dan evaluasi kualitas air sungai yang melewati
perkotaan yang menjadi prioritas nasional
3 Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
4 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
2 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
3
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
4 Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
5 Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
6 Laporan inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
7
Laporan inventarisasi upaya lokal menghadapi perubahan iklim
mendukung pelaksanaan PROKLIM
8
Laporan identifikasi aksi mitigasi inisiatif lokal untuk mendukung
penyusunan RAD
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2 Laporan pembinaan penyusunan PDRB Hijau
3
Laporan inventarisasi dan klarifikasi pengaduan kasus-kasus lingkungan
hidup (khususnya pelanggaran delik formil tertentu)
00000015
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
4
Laporan inventarisasi dan klarifikasi sengketa lingkungan hidup yang
berpotensi atau/telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat sebagai
hak milik privat dan/atau lingkungan hidup sebagai hak milik
publik/negara
5
Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil
maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
6 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
7
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
8
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
15 Jawa Timur

A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, pengelolaan
kualitas air dan udara skala nasional melalui program PROPER
2 Laporan pemantauan dan evaluasi kualitas air sungai yang melewati
perkotaan yang menjadi prioritas nasional
3 Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
4 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
5 Laporan pembinaan dan pengawasan pengelolaan sampah melalui 3R
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
3
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2 Laporan pembinaan penyusunan PDRB Hijau
3
Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil
maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
00000016
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
4 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
5
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kampanye program
nasional (Isu DAS)
6 Laporan pembinaan dan revitalisasi peran penerima anugerah Kalpataru
7
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
8
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
16 Bali
A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, pengelolaan
kualitas air dan udara skala nasional melalui program PROPER
2
Laporan pemantauan dan evaluasi kualitas air sungai yang melewati
perkotaan yang menjadi prioritas nasional
3
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
4 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
5 Laporan pembinaan dan pengawasan pengelolaan sampah melalui 3R
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
2 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
3
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
4 Laporan kegiatan penyelamatan danau
5 Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
6 Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
7 Laporan inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
8
Laporan inventarisasi upaya lokal menghadapi perubahan iklim
mendukung pelaksanaan PROKLIM
9
Laporan identifikasi aksi mitigasi inisiatif lokal untuk mendukung
penyusunan RAD
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
00000017
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2
Laporan inventarisasi dan klarifikasi pengaduan kasus-kasus lingkungan
hidup (khususnya pelanggaran delik formil tertentu)
3
Laporan inventarisasi dan klarifikasi sengketa lingkungan hidup yang
berpotensi atau/telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat sebagai
hak milik privat dan/atau lingkungan hidup sebagai hak milik
publik/negara
4
Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil
maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
5 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
6
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
7
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
17 NusaTenggara Barat
A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, pengelolaan
kualitas air dan udara skala nasional melalui program PROPER
2
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
3 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
2 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
3
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
4 Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
5 Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
00000018
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2
Laporan inventarisasi dan klarifikasi pengaduan kasus-kasus lingkungan
hidup (khususnya pelanggaran delik formil tertentu)
3
Laporan inventarisasi dan klarifikasi sengketa lingkungan hidup yang
berpotensi atau/telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat sebagai
hak milik privat dan/atau lingkungan hidup sebagai hak milik
publik/negara
4
Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil
maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
5
Laporan pembinaan dan pengawasan inventarisasi data masyarakat
hukum adat yang melaksanakan kearifan lingkungan
6 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
7
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
8
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
18 Nusa Tenggara Timur
A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
2
Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
B
Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
2 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
3 Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
4
Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
5
Laporan inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
6 Laporan inventarisasi upaya lokal menghadapi perubahan iklim
mendukung pelaksanaan PROKLIM
00000019
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2 Laporan inventarisasi dan klarifikasi sengketa lingkungan hidup yang
berpotensi atau/telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat sebagai
hak milik privat dan/atau lingkungan hidup sebagai hak milik
publik/negara
3 Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil
maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
4 Laporan sosialisasi dan pemantauan penaatan terhadap 12 konvensi
internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia
5 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
6 Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
7 Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
19 Kalimantan Selatan
A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, pengelolaan
kualitas air dan udara skala nasional melalui program PROPER
2
Laporan pemantauan dan evaluasi kualitas air sungai yang melewati
perkotaan yang menjadi prioritas nasional
3
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
4 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
2 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
3
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
4 Laporan kegiatan penyelamatan danau
5 Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
6 Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
7 Laporan pengendalian kebakaran hutan dan lahan
00000020
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
8 Laporan inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
9
Laporan inventarisasi upaya lokal menghadapi perubahan iklim
mendukung pelaksanaan PROKLIM
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2
Laporan inventarisasi dan klarifikasi sengketa lingkungan hidup yang
berpotensi atau/telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat sebagai
hak milik privat dan/atau lingkungan hidup sebagai hak milik
publik/negara
3
Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil
maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
4
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kampanye program
nasional (Isu DAS)
5 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
6
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
7
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
20 Kalimantan Barat
A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, pengelolaan
kualitas air dan udara skala nasional melalui program PROPER
2
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
3 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
2 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
3
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
00000021
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
4 Laporan kegiatan penyelamatan danau
5 Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
6 Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
7 Laporan pengendalian kebakaran hutan dan lahan
8 Laporan inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
9
Laporan inventarisasi upaya lokal menghadapi perubahan iklim
mendukung pelaksanaan PROKLIM
10
Laporan identifikasi aksi mitigasi inisiatif lokal untuk mendukung
penyusunan RAD
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2
Laporan inventarisasi dan klarifikasi pengaduan kasus-kasus lingkungan
hidup (khususnya pelanggaran delik formil tertentu)
3
Laporan inventarisasi dan klarifikasi sengketa lingkungan hidup yang
berpotensi atau/telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat sebagai
hak milik privat dan/atau lingkungan hidup sebagai hak milik
publik/negara
4
Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil
maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
5
Laporan sosialisasi dan pemantauan penaatan terhadap 12 konvensi
internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia
6 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
7
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kampanye program
nasional (Isu Kebakaran Hutan)
8
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
9
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
21 Kalimantan Timur
A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pemantauan dan evaluasi kualitas air sungai yang melewati
perkotaan yang menjadi prioritas nasional
00000022
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
2
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
3 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
4 Laporan pembinaan dan pengawasan pengelolaan sampah melalui 3R
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
2
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
3 Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
4 Laporan pengendalian kebakaran hutan dan lahan
5 Laporan inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
6
Laporan inventarisasi upaya lokal menghadapi perubahan iklim
mendukung pelaksanaan PROKLIM
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2
Laporan inventarisasi dan klarifikasi pengaduan kasus-kasus lingkungan
hidup (khususnya pelanggaran delik formil tertentu)
3
Laporan inventarisasi dan klarifikasi sengketa lingkungan hidup yang
berpotensi atau/telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat sebagai
hak milik privat dan/atau lingkungan hidup sebagai hak milik
publik/negara
4
Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil
maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
5
Laporan sosialisasi dan pemantauan penaatan terhadap 12 konvensi
internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia
6 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
7
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
8
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
22 Kalimantan Tengah
00000023
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
2 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
2 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
3
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
4 Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
5 Laporan pengendalian kebakaran hutan dan lahan
6
Laporan inventarisasi upaya lokal menghadapi perubahan iklim
mendukung pelaksanaan PROKLIM
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2 Laporan pembinaan penyusunan PDRB Hijau
3
Laporan inventarisasi dan klarifikasi sengketa lingkungan hidup yang
berpotensi atau/telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat sebagai
hak milik privat dan/atau lingkungan hidup sebagai hak milik
publik/negara
4
Laporan pembinaan dan pengawasan inventarisasi data masyarakat
hukum adat yang melaksanakan kearifan lingkungan
5
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kampanye program
nasional (Isu Kebakaran Hutan)
6
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
7
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
23 Sulawesi Utara
A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, pengelolaan
kualitas air dan udara skala nasional melalui program PROPER
00000024
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
2
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
3
Laporan pemantauan dan evaluasi kualitas air sungai yang melewati
perkotaan yang menjadi prioritas nasional
4 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
5 Laporan pembinaan dan pengawasan pengelolaan sampah melalui 3R
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
2 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
3
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
4 Laporan kegiatan penyelamatan danau
5 Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
6 Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
7 Laporan inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
8
Laporan inventarisasi upaya lokal menghadapi perubahan iklim
mendukung pelaksanaan PROKLIM
9
Laporan identifikasi aksi mitigasi inisiatif lokal untuk mendukung
penyusunan RAD
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2
Laporan inventarisasi dan klarifikasi pengaduan kasus-kasus lingkungan
hidup (khususnya pelanggaran delik formil tertentu)
3
Laporan inventarisasi dan klarifikasi sengketa lingkungan hidup yang
berpotensi atau/telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat sebagai
hak milik privat dan/atau lingkungan hidup sebagai hak milik
publik/negara
4
Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil
maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
5
Laporan sosialisasi dan pemantauan penaatan terhadap 12 konvensi
internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia
6 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
00000025
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
7
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
8
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
24 Gorontalo
A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, pengelolaan
kualitas air dan udara skala nasional melalui program PROPER
2 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
3
Laporan pemantauan dan evaluasi kualitas air sungai yang melewati
perkotaan yang menjadi prioritas nasional
4
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
5 Laporan pembinaan dan pengawasan pengelolaan sampah melalui 3R
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
2 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
3
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
4 Laporan kegiatan penyelamatan danau
5 Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
6 Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
7 Laporan inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2
Laporan inventarisasi dan klarifikasi pengaduan kasus-kasus lingkungan
hidup (khususnya pelanggaran delik formil tertentu)
3 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
00000026
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
4
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kampanye program
nasional (Isu Kebakaran Hutan)
5
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
6
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
25 Sulawesi Tengah
A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, pengelolaan
kualitas air dan udara skala nasional melalui program PROPER
2
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
3 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
2 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
3
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
4 Laporan kegiatan penyelamatan danau
5 Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
6 Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
7 Laporan inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
8
Laporan inventarisasi upaya lokal menghadapi perubahan iklim
mendukung pelaksanaan PROKLIM
9
Laporan identifikasi aksi mitigasi inisiatif lokal untuk mendukung
penyusunan RAD
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2
Laporan inventarisasi dan klarifikasi pengaduan kasus-kasus lingkungan
hidup (khususnya pelanggaran delik formil tertentu)
3
Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil
maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
00000027
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
4
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
5
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
26 Sulawesi Selatan
A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, pengelolaan
kualitas air dan udara skala nasional melalui program PROPER
2
Laporan pemantauan dan evaluasi kualitas air sungai yang melewati
perkotaan yang menjadi prioritas nasional
3
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
4 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
2 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
3
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
4 Laporan kegiatan penyelamatan danau
5 Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
6 Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
7 Laporan inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
8
Laporan identifikasi aksi mitigasi inisiatif lokal untuk mendukung
penyusunan RAD
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2
Laporan inventarisasi dan klarifikasi pengaduan kasus-kasus lingkungan
hidup (khususnya pelanggaran delik formil tertentu)
3
Laporan inventarisasi dan klarifikasi sengketa lingkungan hidup yang
berpotensi atau/telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat sebagai
hak milik privat dan/atau lingkungan hidup sebagai hak milik
publik/negara
00000028
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
4
Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil
maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
5 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
6
Laporan pembinaan dan pengawasan inventarisasi data masyarakat
hukum adat yang melaksanakan kearifan lingkungan
7
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
27 Sulawesi Tenggara
A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
2 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
2 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
3
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
4 Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
5 Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
6 Laporan inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
7
Laporan inventarisasi upaya lokal menghadapi perubahan iklim
mendukung pelaksanaan PROKLIM
8
Laporan identifikasi aksi mitigasi inisiatif lokal untuk mendukung
penyusunan RAD
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2 Laporan pembinaan penyusunan PDRB Hijau
3
Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil
maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
00000029
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
4
Laporan pembinaan dan pengawasan inventarisasi data masyarakat
hukum adat yang melaksanakan kearifan lingkungan
5
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kampanye program
nasional (Isu DAS)
6
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
7
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
28 Sulawesi Barat
A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
2 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
3 Laporan pembinaan dan pengawasan pengelolaan sampah melalui 3R
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1
Laporan disain pengembangan Taman KEHATI (peningkatan kualitas
taman KEHATI)
2 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
3
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
4 Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
5 Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
6 Laporan inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
7
Laporan inventarisasi upaya lokal menghadapi perubahan iklim
mendukung pelaksanaan PROKLIM
8
Laporan identifikasi aksi mitigasi inisiatif lokal untuk mendukung
penyusunan RAD
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2
Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil
maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
3 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
00000030
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
4
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
5
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
29 Maluku
A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, pengelolaan
kualitas air dan udara skala nasional melalui program PROPER
2
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
3 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
2 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
3
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
4 Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
5
Laporan inventarisasi upaya lokal menghadapi perubahan iklim
mendukung pelaksanaan PROKLIM
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2
Laporan inventarisasi dan klarifikasi pengaduan kasus-kasus lingkungan
hidup (khususnya pelanggaran delik formil tertentu)
3 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
4
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
5
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
30 Maluku Utara
A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
00000031
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
2 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
2 Laporan kegiatan penyelamatan danau
3 Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
4 Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
31 Papua
A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
2 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
2 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
3
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
4 Laporan kegiatan penyelamatan danau
5 Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
6 Laporan inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
7
Laporan identifikasi aksi mitigasi inisiatif lokal untuk mendukung
penyusunan RAD
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2 Laporan pembinaan penyusunan PDRB Hijau
00000032
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok
3
Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil
maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
4 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
5
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan hidup daerah
6
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
32 Papua Barat
A Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
1
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat
strategis nasional
2 Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
3 Laporan pembinaan dan pengawasan pengelolaan sampah melalui 3R
B Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
1 Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
2 Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
3
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju
Indonesia Hijau
4 Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
5 Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
6 Laporan inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
C Peningkatan Kapasitas PSDA dan LH :
1
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak
lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
2
Laporan inventarisasi dan klarifikasi sengketa lingkungan hidup yang
berpotensi atau/telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat sebagai
hak milik privat dan/atau lingkungan hidup sebagai hak milik
publik/negara
3 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
4
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
DAK Bidang LH
00000033
No Provinsi Indikator Kinerja/Sub Keluaran Alok

MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BALTHASAR KAMBUAYA
Salinan sesuai dengan aslinya
T O T A L
00000034



1
MENDAGRI
MENKEU
KABAPPENAS
LAMPIRAN III
PERATURAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2011
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN
DEKONSENTRASI BIDANG LINGKUNGAN
HIDUP TAHUN 2012

PENGORGANISASIAN DAN ADMINISTRASI KEGIATAN

A. STRUKTUR PENGORGANISASIAN PELAKSANAAN KEGIATAN
















MENTERI/PA

GUBERNUR
KEPALA SKPD
LINGKUNGAN
HIDUP/KPA
PEJABAT
PEMBUAT
KOMITMEN
BENDAHARA
PENGELUARAN
PETUGAS
AKUNTANSI
PENGUJI DAN
PENANDA-
TANGAN SPM
KOORDINATOR
PELAKSANA
PENGENDALIAN
PENCEMARAN
LINGKUNGAN
KEPALA PUSAT
PENGELOLAAN
EKOREGION KLH
ESELON I KLH
TERKAIT
ESELON II KLH
TERKAIT
KOORDINATOR
PELAKSANA
PENGENDALIAN
KERUSAKAN
LINGKUNGAN
KOORDINATOR
PELAKSANA
PENINGKATAN
KAPASITAS
PSDA DAN LH
Keterangan :

Garis pertanggungjawaban langsung dan merupakan alur pelaporan manajerial dan akuntabilitas
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 dan peraturan Menteri Keuangan
Nomor 156/PMK.07/2008

Garis koordinasi konsultatif dan merupakan alur pelaporan teknis kegiatan

Ditetapkan oleh Gubernur dan dilaporkan kepada Menteri, dengan tembusan kepada Menteri Keuangan
c.q. Dirjen Perbendaharaan

Ditetapkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran/Kepala SKPD Lingkungan Hidup





2


Struktur organisasi diatas dibentuk berdasarkan kepentingan pencapaian
sasaran masing-masing keluaran dan kejelasan alur pertanggungjawaban
pengambilan keputusan dan pelaporan dari segi teknis, manajerial,
keuangan dan pengadaan barang dan jasa.

1. Penjelasan tentang Pelaksana

a. Kuasa Pengguna Anggaran
Pejabat yang ditetapkan oleh Gubernur sebagai Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) SKPD Dekonsentrasi Bidang Lingkungan Hidup
harus memiliki kemampuan menjabarkan, mensinkronkan,
mengharmonisasikan, dan mengorganisasikan seluruh
penyelenggaraan dekonsentrasi bidang lingkungan hidup dengan
pencapaian tujuan dan sasaran strategis nasional di bidang
lingkungan hidup sebagaimana diamanatkan dalam Rencana Kerja
Pemerintah. Atas dasar hal tersebut, maka KPA yang ditunjuk
adalah pejabat aktif setingkat eselon II pada instansi provinsi yang
berwenang di bidang lingkungan hidup.

b. Pejabat Pembuat Komitmen, Bendahara Pengeluaran, Penguji
dan penandatangan Surat Perintah Membayar (SPM), dan
Petugas Akuntansi
Persyaratan penunjukkan Pejabat Pembuat Komitmen, Bendahara
Pengeluaran, Penguji dan penandatangan SPM, serta Petugas
Akuntansi Dekonsentrasi Bidang Lingkungan Hidup harus sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku dan penetapannya
dilakukan oleh Gubernur. Seluruh pengelola keuangan yang
tersebut diatas diharapkan tidak merangkap/melaksanakan tugas
yang sama dalam pengelolaan keuangan Satuan Kerja selain
Dekonsentrasi Bidang Lingkungan Hidup. Pejabat Pembuat
Komitmen merupakan pejabat eselon III yang memiliki tugas dan
kewenangan di bidang perencanaan dan/atau kesekretariatan atau
bidang lainnya yang terkait.

c. Koordinator Pelaksana
Koordinator Pelaksana sebanyak 3 (tiga) orang untuk masing-
masing keluaran ditetapkan oleh KPA. Pelaksana tersebut harus
memiliki kemampuan menjabarkan, mensinkronkan,
mengharmonisasikan, dan mengorganisasikan penyelenggaraan
kegiatan untuk pencapaian tujuan dan sasaran masing-masing
keluaran dekonsentrasi bidang lingkungan hidup. Atas dasar hal
tersebut, maka Koordinator yang ditunjuk adalah pejabat aktif
setingkat eselon III yang memiliki lingkup tugas pokok dan fungsi :
1) berkaitan langsung dengan pengendalian pencemaran,
pengawasan lingkungan atau pengendalian dampak lingkungan
untuk Keluaran Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup
2) berkaitan langsung dengan pengendalian kerusakan lingkungan,
pengendalian dampak lingkungan atau konservasi/pengelolaan



3
sumber daya alam untuk Keluaran Pengendalian Kerusakan
Lingkungan Hidup
3) berkaitan langsung dengan peningkatan kapasitas untuk
Keluaran Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan Hidup

Seluruh koordinator pelaksana membentuk tim pelaksana yang
anggotanya berasal dari instansi lingkungan hidup dan instansi
lain yang dipandang perlu dengan kapasitas dan kepentingan
sesuai kebutuhan. Jumlah anggota tim pelaksana ditentukan
berdasarkan prinsip efisiensi, efektivitas, dan cakupan lingkup
kegiatan yang harus dilaksanakan. Tim pelaksana kegiatan
ditetapkan oleh KPA.

d. Pejabat Eselon I KLH terkait
Pejabat eselon I KLH terkait dalam hal ini adalah pembina utama
dan penentu target kinerja SKPD di bidang teknis bagi masing-
masing sub keluaran. Pejabat eselon I KLH yang dimaksud adalah :
1) Deputi Bidang Tata Lingkungan (Deputi I KLH) yang
merumuskan dan mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan
terkait sub keluaran:
a) Pembinaan dan Pengawasan Pelaksanaan Kajian Dampak
Lingkungan di Kabupaten/Kota
b) Pembinaan dan Pengawasan terhadap Pemrakarsa Usaha
dan/atau Kegiatan Wajib AMDAL Kewenangan Pemerintah
2) Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan (Deputi II
KLH) yang merumuskan dan mengkoordinasikan pelaksanaan
kebijakan terkait sub keluaran:
a) Pengawasan Pengelolaan Limbah B3, Pengelolaan Kualitas
Air dan Udara Skala Nasional melalui Program PROPER
b) Pemantauan Kualitas Udara di Wilayah Perkotaan yang
Bersifat Strategis Nasional
c) Pengkajian Teknis Penetapan Kelas Air dan Rencana
Umum Pemulihan Kualitas Lingkungan Sungai
3) Deputi Bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Perubahan
Iklim (Deputi III KLH) yang merumuskan dan
mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan terkait sub
keluaran:
a) Inventarisasi Data Keanekaragaman Hayati
b) Desain Pengembangan Taman Kehati
c) Laporan Perubahan Tutupan Vegetasi dalam Rangka
Menuju Indonesia Hijau (MIH)
d) Laporan Kegiatan Penyelamatan Danau
e) Pelaksanaan Pencegahan Kerusakan Lingkungan Laut
f) Pengembangan Inventarisasi Gas Rumah Kaca
g) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan
h) Inventarisasi Data untuk Kajian Resiko dan Perubahan
Iklim
i) Inventarisasi Upaya Lokal untuk Menghadapi Perubahan
Iklim



4
j) Identifikasi Aksi Mitigasi Perubahan Iklim Inisiatif Lokal
4) Deputi Bidang Pengelolaan B3, Limbah B3, dan Sampah
(Deputi IV) yang merumuskan dan mengkoordinasikan
pelaksanaan kebijakan terkait sub keluaran:
a) Pengawasan Pengelolaan Limbah B3, Pengelolaan Kualitas
Air dan Udara Skala Nasional melalui Program PROPER
b) Pembinaan Pelaksanaan dan Pengawasan UU Nomor 18
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
5) Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan (Deputi V KLH)
yang merumuskan dan mengkoordinasikan pelaksanaan
kebijakan terkait sub keluaran:
a) Inventarisasi dan Klarifikasi Pengaduan Kasus-kasus
Lingkungan Hidup
b) Inventarisasi dan Klarifikasi Sengketa Lingkungan Hidup
yang Berpotensi Menimbulkan Kerugian bagi Masyarakat
sebagai Hak Milik Privat atau Lingkungan Hidup sebagai
Hak Milik Publik/Negara
c) Inventarisasi dan Klarifikasi Dugaan Tindak Pidana Akibat
Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup
d) Sosialisasi dan Pemantauan Penaatan terhadap 12
Konvensi Internasional yang Telah Diratifikasi Indonesia
6) Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Komunikasi
Lingkungan (Deputi VI KLH) yang merumuskan dan
mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan terkait sub
keluaran:
a) Pembinaan Pengawasan Pelaksanaan Kampanye Program
Nasional
b) Pembinaan Pengawasan Pelaksanaan Adiwiyata
c) Pembinaan Pengawasan Inventarisasi Pendataan
Masyarakat Hukum Adat yang Menerapkan Kearifan
Lingkungan

e. Pejabat Eselon II KLH terkait
Pejabat eselon II KLH terkait dalam hal ini adalah pendamping,
pelaksana asistensi, serta sumber referensi SKPD di bidang teknis
bagi masing-masing sub keluaran. Pejabat eselon II KLH yang
dimaksud adalah :
1) Kepala Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan
(Kapusarpedal) yang melaksanakan tugas terkait sub keluaran
Pemantauan Sungai Skala Nasional dan/atau Lintas Batas
Negara
2) Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri pada
Sekretariat KLH (Karo PKLN) yang melaksanakan tugas terkait
sub keluaran Pemantauan Pelaksanaan Kegiatan yang Dibiayai
DAK Bidang LH
3) Asisten Deputi Pengkajian Dampak Lingkungan pada Deputi I
KLH (Asdep 4/I KLH) yang melaksanakan tugas terkait sub
keluaran :
a) Pembinaan dan Pengawasan Pelaksanaan Kajian Dampak
Lingkungan di Kabupaten/Kota



5
b) Pembinaan dan Pengawasan terhadap Pemrakarsa Usaha
dan/atau Kegiatan Wajib AMDAL Kewenangan Pemerintah
4) Asisten Deputi Pengendalian Pencemaran Manufaktur,
Prasarana, dan Jasa pada Deputi II KLH (Asdep 1/II KLH) yang
melaksanakan tugas terkait sub keluaran Pengawasan
Pengelolaan Limbah B3, Pengelolaan Kualitas Air dan Udara
Skala Nasional melalui Program PROPER
5) Asisten Deputi Pengendalian Pencemaran Pertambangan,
Energi, dan Migas pada Deputi II KLH (Asdep 2/II KLH) yang
melaksanakan tugas terkait sub keluaran Pengawasan
Pengelolaan Limbah B3, Pengelolaan Kualitas Air dan Udara
Skala Nasional melalui Program PROPER
6) Asisten Deputi Pengendalian Pencemaran Agroindustri dan
Usaha Skala Kecil pada Deputi II KLH (Asdep 3/II KLH) yang
melaksanakan tugas terkait sub keluaran Pengawasan
Pengelolaan Limbah B3, Pengelolaan Kualitas Air dan Udara
Skala Nasional melalui Program PROPER
7) Asisten Deputi Pengendalian Pencemaran Udara Sumber
Bergerak pada Deputi II KLH (Asdep 4/II KLH) yang
melaksanakan tugas terkait sub keluaran Pemantauan
Kualitas Udara di Wilayah Perkotaan yang Bersifat Strategis
Nasional
8) Asisten Deputi Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian
Kerusakan Lahan pada Deputi III KLH (Asdep 1/III KLH) yang
melaksanakan tugas terkait sub keluaran:
a) Inventarisasi Data Keanekaragaman Hayati
b) Desain Pengembangan Taman Kehati
c) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan
d) Laporan Perubahan Tutupan Vegetasi dalam Rangka
Menuju Indonesia Hijau (MIH)
9) Asisten Deputi Pengendalian Kerusakan Ekosistem Perairan
Darat pada Deputi III KLH (Asdep 2/III KLH) yang
melaksanakan tugas terkait sub keluaran :
a) Laporan Kegiatan Penyelamatan Danau
10) Asisten Deputi Pengendalian Kerusakan Lingkungan Pesisir
dan Laut pada Deputi III KLH (Asdep 3/III KLH) yang
melaksanakan tugas terkait sub keluaran :
a) Pelaksanaan Pencegahan Kerusakan Lingkungan Laut
11) Asisten Deputi Mitigasi dan Perlindungan Fungsi Atmosfer
pada Deputi III KLH (Asdep 4/III KLH) yang melaksanakan
tugas terkait sub keluaran :
a) Pengembangan Inventarisasi Gas Rumah Kaca
b) Inventarisasi Data untuk Kajian Resiko dan Perubahan
Iklim
12) Asisten Deputi Adaptasi Perubahan Iklim pada Deputi III KLH
(Asdep 5/III KLH) yang melaksanakan tugas terkait sub
keluaran :
a) Inventarisasi Upaya Lokal untuk Menghadapi Perubahan
Iklim
b) Identifikasi Aksi Mitigasi Perubahan Iklim Inisiatif Lokal



6
13) Asisten Deputi Pengelolaan Limbah B3 dan Pemulihan
Kontaminasi Limbah B3 pada Deputi IV KLH (Asdep 3/IV KLH)
yang melaksanakan tugas terkait sub keluaran Pengawasan
Pengelolaan Limbah B3, Pengelolaan Kualitas Air dan Udara
Skala Nasional melalui Program PROPER
14) Asisten Deputi Pengelolaan Sampah pada Deputi IV KLH
(Asdep 4/IV KLH) yang melaksanakan tugas terkait sub
keluaran Pembinaan Pelaksanaan dan Pengawasan UU Nomor
18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
15) Asisten Deputi Pengaduan dan Penaatan Hukum Administrasi
Lingkungan pada Deputi V KLH (Asdep 1/V KLH) yang
melaksanakan tugas terkait sub keluaran Inventarisasi dan
Klarifikasi Pengaduan Kasus-kasus Lingkungan Hidup
16) Asisten Deputi Penyelesaian Sengketa Lingkungan pada Deputi
V KLH (Asdep 2/V KLH) yang melaksanakan tugas terkait sub
keluaran Inventarisasi dan Klarifikasi Sengketa Lingkungan
Hidup yang Berpotensi Menimbulkan Kerugian bagi
Masyarakat sebagai Hak Milik Privat atau Lingkungan Hidup
sebagai Hak Milik Publik/Negara
17) Asisten Deputi Penegakan Hukum Pidana Lingkungan pada
Deputi V KLH (Asdep 3/V KLH) yang melaksanakan tugas
terkait sub keluaran Inventarisasi dan Klarifikasi Dugaan
Tindak Pidana Akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan
Lingkungan Hidup
18) Asisten Deputi Perjanjian Internasional Lingkungan pada
Deputi V KLH (Asdep 4/V KLH) yang melaksanakan tugas
terkait sub keluaran Sosialisasi dan Pemantauan Penaatan
terhadap 12 Konvensi Internasional yang Telah Diratifikasi
Indonesia
19) Asisten Deputi Komunikasi Lingkungan pada Deputi VI KLH
(Asdep 1/VI KLH) yang melaksanakan tugas terkait sub
keluaran Pembinaan Pengawasan Pelaksanaan Kampanye
Program Nasional
20) Asisten Deputi Penguatan Inisiatif Masyarakat pada Deputi VI
KLH (Asdep 2/VI KLH) yang melaksanakan tugas terkait sub
keluaran Pembinaan Pengawasan Pelaksanaan Adiwiyata
21) Asisten Deputi Peningkatan Peran Masyarakat pada Deputi VI
KLH (Asdep 3/VI KLH) yang melaksanakan tugas terkait sub
keluaran Pembinaan Pengawasan Inventarisasi Pendataan
Masyarakat Hukum Adat yang Menerapkan Kearifan
Lingkungan

f. Kepala Pusat Pengelolaan Ekoregion wilayah kerja terkait
Kepala Pusat Pengelolaan Ekoregion KLH (PPE KLH) adalah pejabat
setingkat Eselon II KLH yang bertugas melaksanakan koordinasi
perencanaan dekonsentrasi, mengkoordinir penyampaian laporan
SKPD, dan penyelenggaraan kerjasama antar SKPD dalam wilayah
kerjanya masing-masing. Kepala PPE KLH tersebut adalah :
1) Kepala PPE Sumatera yang mengkoordinir Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Jambi, Riau, Kepulauan



7
Riau, Bengkulu, Kepulauan Bangka-Belitung, Sumatera Barat,
Sumatera Selatan, dan Lampung
2) Kepala PPE Jawa yang mengkoordinir Provinsi Jawa Barat,
Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur
3) Kepala PPE Kalimantan yang mengkoordinir Provinsi
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan
Kalimantan Tengah
4) Kepala PPE Bali dan Nusa Tenggara (Balinusra) yang
mengkoordinir Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa
Tenggara Timur
5) Kepala PPE Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sumapapua) yang
mengkoordinir Provinsi Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,
Maluku Utara, Maluku, Papua, dan Papua Barat

2. Struktur dan Alur Pertanggungjawaban Manajerial dan
Akuntabilitas

a. Perencanaan

Penganggaran dekonsentrasi wajib dituangkan dalam RKA-KL
Kementerian Lingkungan Hidup untuk ditetapkan sebagai Satuan
Anggaran Per Satuan Kerja (SAPSK) oleh Menteri Keuangan. RKA-
KL yang telah ditetapkan tersebut wajib diserahkan Menteri selaku
Pengguna Anggaran kepada Gubernur.

Gubernur menetapkan pejabat pengelola keuangan yang mencakup
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK),
Bendahara Pengeluaran, Penguji dan penandatangan Surat
Perintah Membayar (SPM) dan Petugas Akuntansi untuk dilaporkan
kepada Menteri dengan tembusan kepada Menteri Keuangan c.q.
Direktur Jenderal Perbendaharaan.

KPA menetapkan Tim Pelaksana bagi masing-masing keluaran yang
terdiri dari Koordinator dan anggotanya dengan kriteria
sebagaimana disebutkan diatas. Koordinator Pelaksana wajib
menyusun :
1) Perencanaan kas keluaran masing-masing berdasarkan RKA-KL
untuk disampaikan kepada PPK
2) Perencanaan kinerja berdasarkan target yang ditetapkan
3) Pengelolaan sistem pelaporan agar sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan

KPA mempersiapkan dan melaksanakan rencana dan organisasi
pengadaan barang/jasa sesuai ketentuan Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.

b. Penyaluran Dana dan pengelolaan Barang Milik Negara hasil
pelaksanaan Dekonsentrasi



8
Penyaluran dana Dekonsentrasi dilaksanakan oleh Bendahara
Umum Negara melalui Rekening Kas Umum Negara berdasarkan
aturan perundang-undangan yang berlaku.

Semua barang yang dibeli atau diperoleh dari pelaksanaan dana
dekonsentrasi merupakan barang milik negara. Barang-barang
tersebut harus digunakan sebagai penunjang pelaksanaan kegiatan
dekonsentrasi dan ditatausahakan sebagaimana ketentuan yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal barang
dihibahkan kepada daerah, penatausahaan, penggunaan dan
pemanfaatan barang tersebut dilaksanakan oleh pemerintah
provinsi sebagai barang milik daerah.

c. Pertanggungjawaban dan pelaporan manajerial dan akuntabilitas
Laporan manajerial dan laporan akuntabilitas disusun sebagai satu
kesatuan dan disampaikan per-triwulan serta akhir tahun.
Laporan ini diserahkan kepada Gubernur untuk disampaikan
kepada Menteri, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan
menteri yang membidangi perencanaan nasional.

Laporan manajerial mencakup :
1) Perkembangan realisasi penyerapan dana
2) Pencapaian target keluaran
3) Kendala yang dihadapi
4) Saran tindak

Laporan keuangan mencakup :
1) Neraca keuangan
2) Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
3) Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)

Format laporan-laporan diatas adalah sebagaimana yang diatur
dalam peraturan perundangan yang berlaku.

3. Struktur dan Alur Pertanggungjawaban Teknis Kegiatan

a. Acuan dan Perencanaan Kinerja
Kegiatan teknis dekonsentrasi yang dilaksanakan SKPD harus
menggunakan dasar-dasar berikut :
1) Indikator dan Target Kinerja
2) Perencanaan untuk Pencapaian Target Kinerja

Indikator kinerja yang harus diperhatikan adalah Indikator
Kinerja Kegiatan, yaitu indikator pencapaian penyelenggaraan
dekonsentrasi SKPD-SKPD provinsi yang ditetapkan oleh Menteri;
dan Indikator Kinerja Keluaran (Output), yaitu indikator
pencapaian masing-masing Keluaran dari lingkup dekonsentrasi
kepada SKPD-SKPD provinsi yang ditetapkan oleh Menteri.

Indikator Kinerja Kegiatan adalah :



9
1) Jumlah provinsi yang melaksanakan pengendalian pencemaran
lingkungan
2) Jumlah provinsi yang melaksanakan pengendalian kerusakan
lingkungan
3) Jumlah provinsi yang melaksanakan peningkatan kapasitas
pengelolaan SDA dan LH
Ketiga indikator diatas memiliki target masing-masing 32 (tiga
puluh dua) dengan satuan Provinsi. Oleh sebab itu, salah satu
atau lebih provinsi tidak mampu melaksanakan mandat
dekonsentrasinya akan menyebabkan keseluruhan target tidak
tercapai.

Indikator Kinerja Keluaran (Output) adalah :
1) Jumlah laporan pelaksanaan pengendalian pencemaran
lingkungan tingkat provinsi
2) Jumlah laporan pelaksanaan pengendalian kerusakan
lingkungan tingkat provinsi
3) Jumlah laporan pelaksanaan peningkatan kapasitas pengelolaan
SDA dan LH tingkat provinsi
Ketiga indikator diatas memiliki target masing-masing berupa
penjumlahan total dari jumlah laporan teknis per keluaran yang
diamanahkan ke tiap-tiap provinsi. Oleh sebab itu, target kinerja
keluaran ini harus dirinci kembali dalam struktur berikut :
1) Target Kinerja Keluaran keseluruhan adalah penjumlahan dari
target kinerja keluaran masing-masing Provinsi dengan satuan
ukur Laporan
2) Target Kinerja Keluaran Provinsi adalah penjumlahan dari target
kinerja sub keluaran Provinsi dengan satuan ukur Laporan

Indikator dan Target Kinerja sebagaimana disebutkan diatas
ditetapkan dalam Lampiran II yang tak terpisahkan dengan
Peraturan ini.

Setiap KPA mewajibkan masing-masing Koordinator Pelaksana
untuk menyusun Rencana Kinerja Pencapaian Target yang telah
ditetapkan dan menggunakannya sebagai acuan dalam bekerja.
Kesesuaian pelaksanaan dengan Rencana Kinerja maupun
Rencana Kas sangat mempengaruhi penilaian kinerja SKPD dan
akan digunakan sebagai salah satu variabel dalam pengawasan
dan evaluasi.

b. Mekanisme Koordinasi, Asistensi, dan Konsultasi
Keseluruhan pengorganisasian koordinasi, asistensi dan konsultasi
pelaksanaan dekonsentrasi memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1) Masing-masing eselon I KLH wajib melaksanakan rapat
koordinasi teknis/substansi nasional dalam rangka perencanaan
dan/atau evaluasi maksimal 2 (dua) kali setahun yang dihadiri
seluruh SKPD dalam rangka perencanaan dan evaluasi hasil
kegiatan. Jumlah total rapat koordinasi nasional tersebut tidak



10
boleh lebih dari 6 (enam) kali setahun untuk menjamin efisiensi
pemanfaatan anggaran perjalanan dinas peserta. Hal ini
mengimplikasikan penyelenggaraan yang bersifat terpadu antar
eselon I KLH untuk meminimalkan jumlah pertemuan.
2) Seluruh eselon II yang terkait dengan sub keluaran yang
didekonsentrasikan wajib melaksanakan bimbingan dan
asistensi teknis terhadap SKPD yang dibiayai dari anggaran
unitnya masing-masing. Bimbingan teknis yang diberikan harus
memuat sekurang-kurangnya upaya :
a) Pemberian manual pelaksanaan dan manual pelaporan
teknis
b) Asistensi dan pengarahan apabila dibutuhkan SKPD
c) Review/penilaian dan pemberian masukan atas hasil
pelaksanaan
3) Seluruh kepala PPE yang wilayah kerjanya terkait wajib
melaksanakan koordinasi pelaporan teknis dari SKPD untuk
disampaikan kepada eselon II dan eselon I KLH terkait dan
memfasilitasi kebutuhan kerjasama antar daerah dalam bentuk-
bentuk diantaranya :
a) Sinkronisasi jadwal, lokasi, dan metoda pelaksanaan
b) Harmonisasi dan/atau integrasi pelaporan untuk
mendapatkan informasi yang utuh
c) Kerjasama formal yang dikuatkan dengan MoU antar
Provinsi dalam bentuk penggabungan kontrak dengan
pihak ketiga bersama, joint service, atau transfer tanggung
jawab yang diatur dalam peraturan perundangan dan
harus dikonsultasikan kepada Kementerian Dalam Negeri.
4) Seluruh SKPD dapat melaksanakan kerjasama antar daerah
dengan mengikuti ketentuan peraturan perundangan dan
menyelenggarakan penyampaian laporan teknis melalui PPE.

c. Pertanggungjawaban dan Pelaporan Teknis
Jenis-jenis laporan teknis sebagaimana disebutkan dalam
Lampiran IV dan bukan Laporan Manajerial maupun Laporan
Akuntabilitas disampaikan dalam aturan sebagai berikut :
1) Koordinator Pelaksana menyampaikan laporannya kepada KPA
dan Eselon II KLH terkait dengan tembusan kepada PPE.
2) Kumpulan laporan dari masing-masing Koordinator Pelaksana
diintegrasikan dalam laporan terpadu oleh KPA untuk
disampaikan kepada Gubernur dan Eselon I KLH terkait
3) Gubernur menyampaikan laporan teknis Provinsinya sesuai
yang telah dikompilasikan kepada Menteri.
4) Eselon I KLH menyampaikan kompilasi laporan teknis dari
berbagai Provinsi sesuai bidang tugasnya kepada Menteri.

B. TATA LAKSANA ADMINISTRASI KEGIATAN

Administrasi dekonsentrasi mencakup pelaksanaan :
1. Administrasi pengadaan barang dan jasa
2. Pengelolaan keuangan dana Dekonsentrasi, mencakup diantaranya:



11
a. Mempelajari teknis pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA) dan tata cara pertanggungjawaban
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN);
b. Membuat Petunjuk Operasional Kegiatan (POK);
c. Membuka rekening ke Bank Pemerintah;
d. Mengurus Nomor Pokok Wajib Pajak ke kantor Pelayanan Pajak;
e. Menyiapkan Buku Kas Umum/Buku Kas Harian, untuk
membukukan transaksi baik penerimaan dan pengeluaran
bendahara pengguna anggaran;
f. Menyiapkan buku pembantu pengawasan pelaksanaan Mata
Anggaran Kegiatan (MAK);
g. Menyiapkan Buku Uang Muka, Buku Pembantu Bank, dan
Buku Pembantu Pajak;
h. Menyiapkan surat keputusan yang terkait dengan pelaksanaan
anggaran seperti Tim Teknis atau Kelompok Kerja;
i. Membentuk Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA)
Satuan Kerja, yang tugasnya dirangkap oleh para pengelola
anggaran;
j. Menyiapkan rencana kegiatan dan anggaran per triwulan.
3. Penatausahaan barang milik negara yang diperoleh dari dana
Dekonsentrasi dan pemeliharaan/operasionalnya sebelum
dihibahkan
4. Pelaporan manajerial dan akuntabilitas
5. Penyediaan peralatan penunjang administrasi dekonsentrasi

Pelaksanaan seluruh kegiatan diatas mengacu pada peraturan
perundangan yang berlaku, dan penyelenggaraannya dibiayai dari
Dana Dekonsentrasi. Biaya yang ditimbulkan dalam administrasi
kegiatan dibebankan pada Keluaran Peningkatan Kapasitas PSDA dan
LH dalam sub Keluaran Pemantauan Pelaksanaan Kegiatan yang
dibiayai DAK Bidang LH.


C. PENJELASAN BELANJA DEKONSENTRASI BIDANG LH

1. Batasan Barang yang Tidak Dapat Diadakan dengan Anggaran
Dekonsentrasi Bidang Lingkungan Hidup
Dalam batang tubuh peraturan ini ditetapkan bahwa dana
dekonsentrasi tidak dapat digunakan untuk: a) pembangunan
gedung kantor dan fasilitasnya, b) pengadaan kendaraan dinas, c)
perjalanan ke luar negeri, dan d) biaya rutinitas kantor yang
dibiayai APBD.

Berdasarkan peraturan yang berlaku, dana dekonsentrasi tidak
diperkenankan digunakan untuk kegiatan yang menghasilkan aset
tetap, sehingga dana dekonsentrasi juga tidak dapat digunakan
untuk :
a. membangun infrastruktur/prasarana lingkungan hidup (contoh:
instalasi pengolahan air limbah terpadu, laboratorium
lingkungan hidup)



12
b. membangun fasilitas publik untuk lingkungan hidup (contoh:
perpustakaan lingkungan hidup)
c. membeli peralatan selain pendukung operasional kegiatan dan
contoh demo/model.

2. Batasan Barang yang Dapat Diadakan dengan Anggaran
Dekonsentrasi Bidang Lingkungan Hidup
Barang-barang yang dapat diadakan dengan anggaran
dekonsentrasi meliputi :
a. Perangkat pengolah data dan laporan (komputer berikut
perlengkapannya dan perangkat lunak pengolah data) maksimal
2 buah per keluaran.
b. Perangkat kerja lainnya, termasuk perangkat pengolah data
khusus yang disyaratkan salah satu sub keluaran dalam
petunjuk teknis.
c. Contoh/model/prototipe/demo peralatan/kegiatan pengenda-
lian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan dalam rangka
pembinaan dan bagian dari metoda dan tahapan pelaksanaan
sebagaimana diatur dalam Lampiran IV atau ketentuan
pelaksanaan yang ditetapkan oleh Eselon I KLH terkait.

Barang-barang diatas harus ditatausahakan sebagaimana diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.07/2010
pasal 37A. Barang-barang tersebut wajib diserahterimakan kepada
SKPD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah realisasi
pengadaan barang dengan mengikuti seluruh ketentuan yang
berlaku.

3. Belanja Jasa Profesi, Jasa Lainnya, dan Kontraktual
Dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan, dianjurkan
untuk secara optimal memanfaatkan akun belanja jasa profesi, jasa
lainnya, dan jasa kontraktual bagi :
a. Tahapan dan/atau komponen kegiatan yang membutuhkan
keahlian khusus dan dapat dilaksanakan oleh penyedia jasa
profesional (contoh: jasa analisis sampel, survai lapangan,
disain teknis, pembuatan produk/barang tertentu, dan lain-lain)
b. Tahapan dan/atau komponen kegiatan yang membutuhkan
banyak sumber daya manusia dan waktu dan dapat
dilaksanakan oleh penyedia jasa profesional (contoh:
penyelenggaraan acara pertemuan, dan lain-lain)
c. Tahapan dan/atau komponen kegiatan yang membutuhkan
masukan pakar/narasumber ahli (contoh : pembuatan bahan
materi pembinaan teknis, pelaksanaan sosialisasi, dan lain-lain)

4. Standar biaya dan Surat Tanda Pertanggungjawaban Mutlak
Standar biaya yang digunakan adalah Standar Biaya Umum (SBU)
yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
84/PMK.02/2011. Apabila terdapat satuan biaya yang tidak diatur
dalam ketentuan tersebut, dapat dipergunakan standar Harga



13
Perkiraan Sendiri (HPS) yang ditetapkan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup.

Satuan biaya yang tidak dapat mengacu SBU maupun HPS KLH
dapat diajukan dengan perkiraan sendiri selama disertai alasan
yang patut dan dilengkapi dengan Surat Pertanggungjawaban
Mutlak yang ditandatangani KPA berikut data-data pendukung
lainnya (contoh : bukti standar harga yang berlaku di pasar).

5. Struktur umum pembiayaan masing-masing keluaran
a. Administrasi Kegiatan
Anggaran administrasi kegiatan diletakkan dalam Keluaran
Peningkatan Kapasitas Pengelolaan SDA dan LH di bawah Sub
Keluaran Pemantauan Pelaksanaan Kegiatan yang Dibiayai
dengan DAK Bidang LH dengan rincian belanja sebagai berikut:
1) Biaya pengelolaan keuangan, mencakup :
a) Honorarium pejabat pengelola keuangan (KPA, PPK,
Bendahara, Pejabat SPM, dan Petugas-petugas
Akuntansi)
b) Biaya proses pembukuan dan pelaporan keuangan,
termasuk bahan dan ATK.
2) Biaya administrasi pengadaan barang dan jasa, mencakup :
a) Honorarium pejabat pengadaan barang dan jasa
b) Honorarium pejabat pemeriksa/penerima barang dan
jasa
c) Honorarium panitia pengadaan barang dan jasa
d) Honorarium narasumber bila diperlukan
e) Biaya pengumuman penawaran pengadaan barang dan
jasa
f) Biaya proses penilaian pengadaan barang dan jasa,
termasuk bahan dan ATK
3) Biaya penatausahaan barang milik negara, mencakup :
a) Honorarium pelaksana pengelola barang milik negara
b) Biaya proses pengelolaan barang milik negara,
termasuk bahan dan ATK
4) Biaya pelaporan
a) Biaya perjalanan untuk kehadiran dalam Rapat
Koordinasi Lingkungan Hidup Regional untuk
perencanaan sebanyak 2 (dua) orang
b) Biaya perjalanan untuk kehadiran dalam Rapat
Koordinasi Nasional untuk perencanaan sebanyak 2
(dua) orang
c) Biaya proses pengelolaan barang milik negara,
termasuk bahan dan ATK
5) Peralatan penunjang berupa alat pengolah data siap pakai
untuk pelaporan kegiatan maksimal 2 (dua) unit.





14
b. Struktur Pembiayaan Keluaran
Struktur pembiayaan masing-masing keluaran diluar biaya
administrasi kegiatan sebagaimana diatur dalam huruf a, harus
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1) Honorarium bulanan (orang-bulan/OB) pelaksana adalah
berbasis Keluaran. Pelaksana tidak bisa menerima
honorarium bulanan dari tiap-tiap sub keluaran.
2) Honorarium pelaksana sub keluaran adalah berbasis jumlah
kegiatan yang dilaksanakan (orang-kali/OK). Pelaksana sub
keluaran sebaiknya tidak merangkap di sub keluaran
lainnya.
3) Tidak diperkenankan mengalokasikan belanja dalam akun
belanja modal.
4) Barang-barang penunjang yang dibutuhkan sub keluaran
dialokasikan dalam akun Belanja Barang Penunjang Kegiatan
Dekonsentrasi yang Diserahkan Kepada Pemerintah Daerah
atau Masyarakat
5) Menganggarkan biaya untuk setiap sub output dan
tahapan/komponen sesuai Kerangka Acuan Kegiatan (KAK)
yang disusun berdasarkan standar yang ditetapkan.


D. FORMAT LAPORAN

1. Laporan Manajerial disusun sesuai format dan dilaporkan
berdasarkan tata laksana sebagaimana diatur dalam Pasal 24 dan
25 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 tentang
Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas
Pembantuan, dengan memperhatikan ketentuan Peraturan
Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;

2. Laporan Akuntabilitas disusun sesuai format dan dilaporkan
berdasarkan tata laksana sebagaimana diatur dalam Pasal 26
sampai dengan Pasal 42 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
156/PMK.07/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana
Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan.

MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BALTHASAR KAMBUAYA

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum Dan Humas,


Inar Ichsana Ishak
LAMPIRAN IV
PERATURAN MENTERI NEGAR
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2011
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PENYELEN
DEKONSENTRASI BIDANG
LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2
A. METODA DAN TAHAPAN PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN
Sasaran Kegiatan
Terselenggaranya pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah
Indikator Kinerja Kegiatan
1 Jumlah provinsi yang menyelenggarakan pengendalian pencemaran lingkungan di daerah
2 Jumlah provinsi yang menyelenggarakan pengendalian kerusakan lingkungan di daerah
3 Jumlah provinsi yang menyelenggarakan peningkatan kapasitas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup di daerah
KELUARAN (OUTPUT) PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
Indikator Kinerja Keluaran
1
2
3
4
5
Sub Output:
Hasil yang harus dilaporkan
a Kriteria yang mempertimbangkan kondisi daerah
b Jumlah sertifikat yang diberikan kepada peserta pelatihan pelaksana PROPER
c Laporan pelaksanaan sosialisasi PROPER kepada asosiasi industri
d Laporan pelaksanaan inspeksi beserta kelengkapan dokumennya
e Rapor sementara peringkat PROPER
f Peringkat sementara PROPER
g Laporan penanganan dan review sanggahan dan/atau klarifikasi perusahaan
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
1 Persiapan Penetapan kriteria PROPER Honor pelaksana Kriteria PROPER
Penguatan kapasitas Peralatan penunjang
bila perlu
Jumlah sertifikat peserta
Sosialisasi kepada asosiasi industri Narasumber Laporan sosialisasi
Pertemuan
PETUNJUK TEKNIS KEGIATAN
PENINGKATAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH
Asde
Penc
Perta
dan M
Kuartal I
Laporan pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, pengelolaan kualitas air dan udara skala nasional melalui program PROPER
Laporan pemantauan dan evaluasi kualitas air sungai yang melewati perkotaan yang menjadi prioritas nasional
Laporan pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat strategis nasional
Laporan pemantauan sungai skala nasional dan/atau lintas batas negara
Laporan pembinaan dan pengawasan pengelolaan sampah melalui 3R
Pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3, pengelolaan kualitas air dan udara skala nasional melalui program PROPER
0000001
Perjalanan
Akomodasi peserta
2 Inspeksi Pelaksanaan inspeksi Perjalanan Laporan inspeksi
Sewa kendaraan Kuartal II-III
Jasa analisa sampel
3 Pasca inspeksi Penyusunan rapor sementara Pertemuan Rapor sementara
Penetapan dan penyampaian peringkat
sementara
Perjalanan
Kuartal III
Peringkat sementara
Penanganan dan review
sanggahan/klarifikasi perusahaan
Penggandaan/
pencetakan
Laporan penanganan
sanggahan/klarifikasi
Hasil yang harus dilaporkan
a Proposal pemantauan
b Laporan hasil pemantauan
c Laporan pelaksanaan asistensi kepada Kabupaten/kota
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
1 Persiapan Koordinasi Honor pelaksana
Pertemuan Kuartal I Proposal pemantauan
Perjalanan
2 Pemantauan Pelaksanaan pemantauan Perjalanan
Sewa kendaraan Kuartal II-III
Jasa analisa sampel
3 Asistensi Pelaksanaan asistensi teknis Pertemuan
Narasumber
Perjalanan
Penggandaan/
pencetakan
Hasil yang harus dilaporkan
a Laporan pelaksanaan persiapan pemantauan
b Data pemantauan
c Laporan hasil pemantauan
d Laporan pelaksanaan asistensi
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
1 Persiapan Honor pelaksana
Pertemuan Kuartal I Laporan pelaksanaan
Survey lokasi Peralatan penunjang
Penyiapan petugas pelaksana Narasumber
Jasa petugas
Sewa kendaraan
Perjalanan
Sub Output:
Laporan hasil pemantauan
As
L
Pe
Kon
Pemantauan dan evaluasi kualitas air sungai yang melewati perkotaan yang menjadi prioritas nasional
As
Pe
Man
Kuartal III Laporan asistensi
Sub Output: Pemantauan kualitas udara di wilayah perkotaan yang bersifat strategis nasional
Koordinasi perencanaan dan pra-survey
As
Penc
S
0000002
2 Pemantauan Pemantauan road-side Perjalanan
Analisis sampel BBM Sewa kendaraan Kuartal II-III
Pemantauan kinerja lalu lintas Biaya petugas Data pemantauan
Uji petik kendaraan bermotor Jasa analisa sampel
Biaya operasi alat
Biaya sarana uji petik
Pertemuan
Penggandaan/
pencetakan
Bahan dan ATK
3 Kompilasi data Pelaksanaan kompilasi data Biaya petugas
Pertemuan
Bahan dan ATK
Penggandaan/
pencetakan
4 Evaluasi dan
asistensi
Bimbingan teknis Honor narasumber
Pelaporan Pertemuan Kuartal IV
Perjalanan
Akomodasi
Bahan dan ATK
Penggandaan/
pencetakan
Hasil yang harus dilaporkan
a Proposal pemantauan
b Laporan hasil pemantauan
c Data pemantauan
d Laporan pelaksanaan asistensi kepada Kabupaten/kota
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
1 Persiapan Koordinasi Honor pelaksana
Kepa
Peng
Pertemuan Kuartal I Proposal pemantauan
Perjalanan
2 Pemantauan Pelaksanaan pemantauan Perjalanan
Sewa kendaraan Kuartal II-III
Jasa analisa sampel Data pemantauan
3 Asistensi Pelaksanaan asistensi teknis Pertemuan
Narasumber
Perjalanan
Penggandaan/
pencetakan
Hasil yang harus dilaporkan
a Laporan Kerangka Kerja Pelaksanaan Penerapan 3R
b Laporan hasil pelaksanaan pilot project
Kuartal III
Pemantauan kualitas air sungai skala nasional dan/atau yang lintas batas negara
Pembinaan dan pengawasan pengelolaan sampah perkotaan melalui 3R
Laporan hasil pemantauan
Kuartal III Laporan hasil pemantauan
Sub Output:
Laporan pelaksanaan
asistensi
Laporan asistensi
Sub Output:
0000003
c Panduan Model Pengelolaan Lingkungan Perkotaan melalui Penerapan 3R
d Laporan evaluasi
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
1 Pesiapan Inventarisasi dan survey Honor pelaksana
Koordinasi dengan stakeholders Pertemuan Kuartal I Laporan Kerangka Kerja
Pelaksanaan Penerapan 3R
Penyusunan kerangka kerja Perjalanan
2 Pelaksanaan Pilot Project di 2 Kota Pertemuan Laporan hasil pelaksanaan
pilot project
Workshop/Seminar Narasumber Kuartal II-III
Penggandaan/
pencetakan
Transfer teknologi dan pengetahuan Perjalanan/Akomodasi
Penyusunan panduan Bahan dan ATK
3 Evaluasi dan pelaporan Pertemuan
Penggandaan/
pencetakan
KELUARAN (OUTPUT) PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN
Indikator Kinerja Keluaran
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Hasil yang harus dilaporkan
a Laporan identifikasi Taman KEHATI
b Laporan disain dasar taman KEHATI
c Database KEHATI
d Draft Rencana Aksi Pengelolaan Taman KEHATI
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
1 Persiapan Identifikasi Lokasi Taman KEHATI Honor pelaksana
Kajian Budaya dan Ekologi Calon Lokasi Kontraktual Laporan identifikasi Taman
KEHATI
Pen
Panduan Model Pengelolaan
Lingkungan Perkotaan
melalui Penerapan 3R
Laporan kegiatan penyelamatan danau
Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
Kuartal III Laporan evaluasi
Evaluasi dan
pelaporan
Laporan disain pengembangan Taman KEHATI
Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka program Menuju Indonesia Hijau
Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
Laporan pengendalian kebakaran hutan dan lahan
Laporan inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
Laporan inventarisasi upaya lokal menghadapi perubahan iklim mendukung pelaksanaan PROKLIM
Laporan identifikasi aksi mitigasi inisiatif lokal untuk mendukung penyusunan RAD
Sub Output : Disain pengembangan Taman KEHATI
Asde
0000004
Identifikasi areal Pertemuan
Identifikasi jenis tumbuhan lokal
prioritas
Perjalanan/ Akomodasi
2 Pelaksanaan Sosialisasi jenis daerah dan rancangan
deliniasi area
Narasumber
Penetapan jenis daerah dan deliniasi
area
Pengadaan data
Kuartal II-III
Laporan disain dasar taman
KEHATI
Penyusunan disain dasar taman KEHATI Pertemuan
Pemetaan disain Kontraktual
ATK dan Bahan
3 Pelaporan Penyusunan Database KEHATI Pertemuan Database KEHATI
Penyusunan Draft Rencana Aksi
Pengelolaan Taman kEHATI
Narasumber
Kuartal III
Draft Rencana Aksi
Pengelolaan Taman KEHATI
Penggandaan/
pencetakan
Hasil yang harus dilaporkan
a Laporan inventarisasi data dan informasi KEHATI
b
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
1 Persiapan Sosialisasi Honor pelaksana
Identifikasi ketersediaan data dan
informasi KEHATI
ATK dan bahan
Membangun Jejaring data dan informasi Pertemuan
Penyediaan sarana dan prasarana Pengadaan data
Penyediaan SDM di daerah
2 Pelaksanaan Membangun Kesekretariatan Biaya petugas
Membangun mekanisme data dan
informasi KEHATI
Sewa kendaraan
Kuartal II-III
Laporan inventarisasi data
dan informasi KEHATI
Workshop Perjalanan
Pertemuan
Akomodasi
ATK dan bahan
3 Pelaporan Penyusunan profil KEHATI daerah Pertemuan Kuartal III Laporan Profil KEHATI
Laporan Profil KEHATI
Kuartal I
K
Sub Output : Inventarisasi data dan informasi KEHATI
Kuartal I
Asde
K
0000005
Penyusunan Rencana Induk Pengelolaan
KEHATI daerah
Penggandaan/
pencetakan
Hasil yang harus dilaporkan
a Laporan perubahan tutupan vegetasi dalam rangka MIH
b Profil perubahan tutupan vegetasi Provinsi
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
1 Persiapan Koordinasi dan bimbingan teknis Honor pelaksana
Penyiapan data untuk acuan verifikasi
lapangan
ATK dan bahan
Pertemuan
Pengadaan data
Narasumber
2 Pelaksanaan Survey perubahan tutupan vegetasi Biaya petugas
Survey pemantauan kabupaten
nominator
Sewa kendaraan
Kuartal II-III
Data pemantauan
Perjalanan
Pertemuan
Akomodasi
ATK dan bahan
3 Evaluasi dan
pelaporan
Verifikasi hasil survey dan evaluasi Pertemuan Laporan perubahan
tutupan vegetasi
Penyusunan laporan Narasumber Kuartal III
Penggandaan/
pencetakan
Hasil yang harus dilaporkan
a Laporan kegiatan penyelamatan danau
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
1 Persiapan Pengumpulan data dan informasi Honor pelaksana Asde
Ekos
Dara
Koordinasi dengan stakeholders ATK dan bahan Kuartal I
Pertemuan
Pengadaan data
Narasumber
2 Pelaksanaan Sosialisasi Biaya petugas
Pemantauan Sewa kendaraan Kuartal II-III
Bimbingan teknis kepada Kab/Kota Perjalanan
Pertemuan
Akomodasi
ATK dan bahan
Sub Output : Perubahan Tutupan Vegetasi Dalam Rangka Program Menuju Indonesia Hijau
Kuartal I
Asde
K
Sub Output : Kegiatan Penyelamatan Danau
0000006
3 Evaluasi dan
pelaporan
Penyusunan laporan Pertemuan Laporan kegiatan
penyelamatan danau
Narasumber Kuartal III
Penggandaan/
pencetakan
Hasil yang harus dilaporkan
a Laporan pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
1 Persiapan Pemilihan dan Penentuan Lokasi Honor pelaksana
Pembentukan kelompok ATK dan bahan
Sosialisasi Pertemuan
Narasumber
2 Pelaksanaan Pelaksanaan pembibitan Biaya petugas
Pemeliharaan bibit Pembelian bibit Kuartal II-III
Gerakan penanaman bersama Pembelian alat
Pemeliharaan tanaman Biaya Pemeliharaan
3 Evaluasi dan
pelaporan
Pemantauan Perjalanan
Evaluasi dan pelaporan Narasumber Kuartal III
Pertemuan
Penggandaan/
pencetakan
Hasil yang harus dilaporkan
a Laporan pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
1 Koordinasi Pembentukan tim pelaksana Honor pelaksana
Koordinasi kegiatan di daerah ATK dan bahan
Koordinasi dgn KLH Pertemuan
Narasumber
2 Asistensi Workshop dasar2 pelaksanaan
inventarisasi emisi GRK di daerah
Pertemuan
Workshop indentifikasi dan perhitungan
potensi emisi GRK di daerah
Narasumber
Kuartal II-III
Workshop Analisis dan Pelaporan Emisi
GRK di daerah
Akomodasi
Sub Output : Pelaksanaan pencegahan kerusakan lingkungan laut
Kuartal I
As
Keru
P
Laporan pelaksanaan
pencegahan kerusakan
lingkungan laut
Sub Output : Pengembangan inventarisasi gas rumah kaca
Kuartal I
As
Pe
0000007
Bahan dan ATK
3 Pelaporan Penyusunan laporan Penggandaan/
pencetakan
Penyampaian laporan Pertemuan Kuartal III
Biaya Pos
Hasil yang harus dilaporkan
a Laporan pengendalian kebakaran hutan dan lahan
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
1 Pembinaan dan
Bintek
Pemantauan dan pengolahan data
hotspot
Honor pelaksana
Pembuatan peta rawan kebakaran
hutan dan lahan
ATK dan bahan
Kuartal I
Evaluasi pelaksnaan pengendalian
kebakaran hutan dan lahan di tingkat
Prov dan Kab/Kota
Pertemuan
Narasumber
2 Sosialisasi Pembuatan dan pendistribusian bahan
sosialisasi
Pertemuan/
Akomodasi
Sosialisasi dan penyuluhan langsung di
tingkat desa dan kecamatan yang rawan
kebakaran hutan dan lahan
Narasumber
Kuartal II
Perjalanan
Bahan dan ATK
3 Peningkatan
kapasitas
Masyarakat Peduli
Api (MPA)
Identifikasi MPA Penggandaan/
pencetakan
Pembinaan dan Pendampingan Pertemuan Kuartal II
Pemberian insentif MPA dalam patroli
pencegahan dan pengawasan thd
kebakaran hutan dan lahan
Biaya Pos
4 Groundcheck dan
investigasi serta
pengawasan thd
usaha/kegiatan
Identifikasi lokasi usaha atau kegiatan
Kuartal III
Penggalangan komitmen
Groundcheck dan investigasi lapangan
Sub Output : pengendalian kebakaran hutan dan lahan
Laporan pengendalian
kebakaran hutan dan lahan
Sub Output : Inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
Laporan pengembangan
inventarisasi gas rumah
kaca
Asde
K
0000008
Hasil yang harus dilaporkan
a Laporan inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
b Jejaring kerja data pendukung KRAPI yang disahkan dengan SK Gubernur
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
1 Persiapan Sosialisasi KRAPI Honor pelaksana
Perumusan jejaring kerja di daerah
dalam pelaksanaan KRAPI
ATK dan bahan
Kuartal I
Koordinasi Pusat dan Daerah Pertemuan
Narasumber
Perjalanan
2 Pelaksanaan Identifikasi sumber dan kualitas data
yang tersedia
Pertemuan
Identifikasi sarana yang tersedia untuk
akses data
Narasumber
Kuartal II-III
Akomodasi
Bahan dan ATK
3 Pelaporan Penyusunan laporan Penggandaan/
pencetakan
Penyampaian laporan Pertemuan Kuartal III
Hasil yang harus dilaporkan
a Laporan inventarisasi upaya lokal menghadapi perubahan iklim mendukung pelaksanaan PROKLIM
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
1 Persiapan Pembentukan Tim Inventarisasi Honor pelaksana
Persiapan jadwal inventarisasi Pertemuan Kuartal I
Penetapan lokasi kegiatan inventarisasi Bahan dan ATK
Pengumpulan data sekunder
2 Pelaksanaan Survey lapangan Perjalanan
Analisa data dan informasi Pertemuan Kuartal I-IV
Narasumber
Pengadaan data
Sewa kendaraan
Biaya petugas
ATK dan bahan
Akomodasi
3 Evaluasi dan
pendampingan KLH
Evaluasi pencapaian awal pelaksanaan
identifikasi
Pertemuan/
Akomodasi
Laporan inventarisasi data
untuk kajian risiko dan
perubahan iklim
Sub Output : Inventarisasi upaya lokal dalam menghadapi perubahan iklim untuk mendukung pelaksanaan PROKLIM
A
P
Sub Output : Inventarisasi data untuk kajian risiko dan perubahan iklim
A
P
0000009
Narasumber Kuartal II
Bahan dan ATK
Perjalanan
4 Pelaporan Penyusunan laporan Penggandaan/
pencetakan
Penyampaian laporan Pertemuan Kuartal III
Akomodasi
Hasil yang harus dilaporkan
a Laporan identifikasi aksi mitigasi inisiatif lokal untuk mendukung penyusunan RAD
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
1 Persiapan Pembentukan Tim Inventarisasi Honor pelaksana
Penentuan ruang lingkup inventarisasi ATK dan bahan Asde
Peru
Perencanaan dan penentuan lokasi Pertemuan
Inventarisasi data sekunder Narasumber
Perjalanan
2 Pelaksanaan Analisa data sekunder Pertemuan
Survey lapangan Narasumber Kuartal II
Penyusunan laporan survey Akomodasi
Perjalanan
Kontraktual
3 Evaluasi dan
pendampingan KLH
Evaluasi pencapaian awal pelaksanaan
identifikasi
Pertemuan/
Akomodasi
Narasumber Kuartal II
Bahan dan ATK
Perjalanan
4 Pelaporan Penyusunan laporan Penggandaan/
pencetakan
Penyampaian laporan Pertemuan Kuartal III
Akomodasi
KELUARAN (OUTPUT) PENINGKATAN KAPASITAS PENGELOLAAN SDA DAN LH
Indikator Kinerja Keluaran
1
2
3
4
Laporan pembinaan penyusunan PDRB Hijau
Sub Output : Identifikasi aksi mitigasi inisiatif lokal untuk mendukung penyusunan RAD
Kuartal I
Laporan identifikasi aksi
mitigasi inisiatif lokal untuk
mendukung penyusunan
RAD
Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pengawasan
Laporan inventarisasi dan klarifikasi pengaduan kasus-kasus lingkungan hidup (khususnya pelanggaran delik formil tertentu)
Laporan inventarisasi dan klarifikasi sengketa lingkungan hidup yang berpotensi atau/telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat se
Laporan inventarisasi
upaya lokal menghadapi
perubahan iklim
mendukung pelaksanaan
PROKLIM
00000010
5
6
7 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
8 Laporan pembinaan dan pengawasan inventarisasi data masyarakat hukum adat yang melaksanakan kearifan lingkungan
9 Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kampanye program nasional
10 Laporan pembinaan dan revitalisasi peran penerima anugerah Kalpataru
11
12
Hasil yang harus dilaporkan
a
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
1 Pembinaan
Pelaksanaan
Pemantauan RKL-
RPL di daerah
Persiapan Honor pelaksana
Asde
Lingk
Pelaksanaan ATK dan bahan
Pasca pelaksanaan Pertemuan
Perjalanan
Honor narasumber
Sewa kendaraan
Pengiriman surat
Penggandaan/
pencetakan
2 Pembinaan dan
Pengawasan Komisi
Penilai Amdal Daerah
Persiapan Honor pelaksana
Pelaksanaan ATK dan bahan Kuartal II-III
Pasca pelaksanaan Pertemuan
Perjalanan
Honor narasumber
Sewa kendaraan
Pengiriman surat
Penggandaan/
pencetakan
3 Evaluasi Mutu
Dokumen AMDAL
Persiapan Honor pelaksana
ATK dan bahan
Pelaksanaan Pertemuan
Pasca pelaksanaan Perjalanan
Honor narasumber
Sewa kendaraan
Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
Laporan sosialisasi dan pemantauan penaatan terhadap 12 konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia
Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi laboratorium lingkungan hidup daerah
Laporan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai DAK Bidang LH
Sub Output : Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kajian dampak lingkungan di daerah (pemantauan terhadap RKL /RPL, pe
komisi penilai Amdal, dan evaluasi mutu dokumen)
Kuartal I
Laporan pembinaan dan
pengawasan pelaksanaan
kajian dampak lingkungan
di daerah (pemantauan
terhadap RKL /RPL,
pengawasan komisi penilai
Amdal, dan evaluasi mutu
dokumen)
00000011
Pengiriman surat Kuartal IV
Penggandaan/
pencetakan
Hasil yang harus dilaporkan
a Laporan pembinaan penyusunan PDRB Hijau
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
1 Persiapan Persiapan Awal Pelaksanaan Bintek Honor pelaksana Proposal Bintek
a. Pembentukan Tim Pelaksana Pertemuan Kuartal I
b. Pembentukan Tim Pemantau Bahan dan ATK
c. Penyusunan jadwal kegiatan,
penentuan narasumber dan lokasi
survei, penyiapan materi tes pra dan
post bintek
Narasumber
Koordinasi pelaksanaan
a. Koordinasi dgn dinas terkait
b. Koordinasi dgn pemda lokasi survei
c. Koordinasi dgn narasumber
d. Koordinasi dgn pengelola lokasi
pelatihan/workshop
Survei pendahuluan
a. Pertemuan persiapan tim survei
b. Pelaksanaan survey lapangan
c. Penyusunan notulen survei
2 Pelaksanaan Bimtek Workshop Perjalanan
Survey lapangan Pertemuan Kuartal II
Asistensi dan penyempurnaan
penyusunan PDRB hijau
Narasumber
ATK dan bahan
Jasa evaluasi
3 Evaluasi Pertemuan Kuartal III
Narasumber
ATK dan Bahan
4 Pelaporan Persiapan pelaporan (pengumpulan data
hasil evaluasi)
Pertemuan
Kuartal IV
Laporan pembinaan
penyusunan PDRB Hijau
Penyusunan laporan Narasumber
Pengiriman laporan ATK dan Bahan
Penggandaan/
pencetakan
Asistensi dan
evaluasi pelaksanaan
kegiatan
dokumen)
Sub Output : pembinaan penyusunan PDRB Hijau
A
00000012
Hasil yang harus dilaporkan
a Laporan Inventarisasi dan klarifikasi pengaduan kasus-kasus lingkungan hidup (khususnya pelanggaran delik formil tertentu)
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
1 Inventarisasi Pencatatan pengaduan Honor pelaksana
Klarifikasi ATK dan bahan
Briefing petugas Pertemuan
Perjalanan
2 Verifikasi Penyiapan Bahan Honor narasumber
Verifikasi Lapangan Pertemuan Kuartal II-III
Rekomendasi ATK dan bahan
Evaluasi Analisa Lab
Perjalanan
Penggandaan/
pencetakan
3 Peningkatan
Kapasitas
Sosialisasi Pertemuan
Narasumber Kuartal IV
Bahan/ATK
Penggandaan/
pencetakan
Hasil yang harus dilaporkan
a
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
1 Persiapan Koordinasi Honor pelaksana
ATK dan bahan
Pertemuan
Penggandaan
2 Pelaksanaan Inventarisasi Honor narasumber
Klarifikasi Lapangan Pertemuan Kuartal II-III
Sewa Kendaraan
Analisa Lab
Perjalanan
Penggandaan
3 Pelaporan Penyusunan Laporan Pertemuan
Sub Output : inventarisasi dan klarifikasi sengketa lingkungan hidup yang berpotensi atau/telah menimbulkan kerugian bagi ma
sebagai hak milik privat dan/atau lingkungan hidup sebagai hak milik publik/negara
Laporan inventarisasi dan klarifikasi sengketa lingkungan hidup yang berpotensi atau/telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat se
As
Sen
Kuartal I
Laporan inventarisasi dan
Sub Output : Inventarisasi dan klarifikasi pengaduan kasus-kasus lingkungan hidup (khususnya pelanggaran delik formil tertent
Kuartal I
Laporan Inventarisasi dan
klarifikasi pengaduan
kasus-kasus lingkungan
hidup (khususnya
pelanggaran delik formil
tertentu)
Asd
P
00000013
Penggandaan/
pencetakan
Kuartal IV
Hasil yang harus dilaporkan
a
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
1 Inventarisasi Koordinasi Honor pelaksana
Rekapitulasi dugaan kasus ATK dan bahan
Pertemuan
Penggandaan
2 Klarifikasi Klarifikasi Honor narasumber
Pertemuan Kuartal II-III
Sewa Kendaraan
Analisa Lab
Perjalanan
Penggandaan
3 Pelaporan Penyusunan Laporan Pertemuan
Penggandaan/
pencetakan
Kuartal IV
Hasil yang harus dilaporkan
a
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
1 Persiapan Koordinasi Honor pelaksana
Pembentukan Tim Verifikasi ATK dan bahan
Pertemuan
Penggandaan
2 Pelaksanaan Identifikasi potensi dan verifikasi kasus
lingkungan lintas batas
Honor narasumber
- Pengambilan sample Pertemuan Kuartal II
- Analisa lboratorium Sewa Kendaraan
Sosialisasi Analisa Lab
Perjalanan
Sub Output : sosialisasi dan pemantauan penaatan terhadap 12 konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia
klarifikasi sengketa
lingkungan hidup yang
berpotensi atau/telah
menimbulkan kerugian bagi
masyarakat sebagai hak
Laporan sosialisasi dan pemantauan penaatan terhadap 12 konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia
A
Hu Kuartal I
Sub Output : inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/ata
lingkungan hidup
Laporan inventarisasi dan klarifikasi dugaan tindak pidana (delik formil maupun delik materiil) akibat pencemaran dan/atau kerusakan
A
Kuartal I
Laporan inventarisasi dan
klarifikasi dugaan tindak
pidana (delik formil
maupun delik materiil)
akibat pencemaran
dan/atau kerusakan
00000014
Penggandaan
3 Pelaporan Penyusunan Laporan Pertemuan
Penggandaan/
pencetakan
Kuartal III
4 Pemantauan Pemantauan Lapangan Pertemuan
Pengiriman surat/fax Kuartal IV
Narasumber
Penggandaan
Hasil yang harus dilaporkan
a Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
1 Persiapan Koordinasi dengan Kab/Kota Honor pelaksana
ATK dan bahan
Pertemuan
Perjalanan
Honor narasumber
2 Pelaksanaan Sosialisasi Program ke Kab/Kota Honor narasumber
Bimbingan teknis ke Kab/Kota dalam
rangka pembinaan sekolah
Pertemuan
Kuartal II-III
Membuat pilot project untuk 4 satuan
sekolah yang berbeda (SD, SMP, SMA,
SMK)
Perjalanan
Menilai dan menetapkan sekolah
Adiwiyata tingkat Provinsi
ATK dan Bahan
Penggandaan/
pencetakan
3 Pertemuan
Narasumber Kuartal IV
Penggandaan/
pencetakan
Hasil yang harus dilaporkan
a Laporan pembinaan dan pengawasan inventarisasi data masyarakat hukum adat yang melaksanakan kearifan lingkungan
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
Sub Output : Pembinaan dan pengawasan inventarisasi data masyarakat hukum adat yang melaksanakan kearifan lingkungan
Kuartal I A
Ini
Evaluasi dan
pelaporan
Evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
kegiatan ke tingkat Pusat
Laporan pembinaan dan
pengawasan pelaksanaan
ADIWIYATA
Laporan sosialisasi dan
pemantauan penaatan
terhadap 12 konvensi
internasional yang telah
diratifikasi oleh Indonesia
Sub Output : Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan ADIWIYATA
00000015
1 Persiapan Identifikasi Masy. Hukum adat Honor pelaksana
ATK dan bahan
Pertemuan koordinasi dgn daerah Pertemuan
Perjalanan
Honor narasumber
2 Pelaksanaan Inventarisasi (basis data) Honor narasumber
Verifikasi data di lapangan Perjalanan Kuartal II-III
Pertemuan
3 Evaluasi dan
pelaporan
Penyusunan laporan Pertemuan Laporan pembinaan dan
pengawasan inventarisasi
data masyarakat hukum
adat yang melaksanakan
kearifan lingkungan
Narasumber Kuartal IV
Bahan dan ATK
Penggandaan/
pencetakan
Hasil yang harus dilaporkan
a Laporan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kampanye program nasional
b Rencana tindak kampanye dan publikasi lingkungan terkait dengan isu lokal
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
1 Penyusunan Materi Penentuan isu lokal Honor pelaksana
Identifikasi capaian kinerja Provinsi
dalam penyelesaian isu kearifan lokal
2012 dan target 2013 (result based
approach)
ATK dan bahan Rencana tindak kampanye
dan publikasi lingkungan
terkait dengan isu lokal
Penentuan perubahan perilaku Pertemuan
Identifikasi stakeholder Perjalanan
Identifikasi khalayak sasaran Honor narasumber
Perumusan pesan
Penentuan Media
2 Pelaksanaan Kampanye dan publikasi isu lokal Paket kampanye
Kuartal III
3 Evaluasi dan
pelaporan
Penyusunan laporan Pertemuan
Narasumber Kuartal IV
Bahan dan ATK
Laporan pembinaan dan
pengawasan pelaksanaan
kampanye program
i l
Identifikasi kearifan lingkungan yang
ada
Kuartal I
A
Ini
Sub Output : Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kampanye program nasional
Kuartal I-II
As
00000016
Penggandaan/
pencetakan
Hasil yang harus dilaporkan
a Laporan pembinaan dan revitalisasi peran penerima anugerah Kalpataru
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
1 Pembinaan Sinkronisasi/Koordinasi perencanaan Honor pelaksana Asde
Peran
Penyebarluasan informasi melalui
berbagai media
ATK dan bahan
Sosialisasi Pertemuan
Identifikasi dan pembinaan calon
Kalpataru
Narasumber
Pengumpulan data calon Perjalanan
Pengusulan calon Pengiriman surat
Penyusunan laporan Penggandaan/
Pencetakan
2 Revitalisasi peran
penerima anugerah
Kalpataru
Baseline Study: penentuan target grup,
isu lingkungan dan lokasi kegiatan
Pertemuan
Kuartal III-IV
Koordinasi dengan para pihak Narasumber
Pembekalan tematik ATK dan bahan
Kegiatan out-door Penggandaan
monitoring dan evaluasi
Penyusunan laporan
Hasil yang harus dilaporkan
a Laporan peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi laboratorium lingkungan hidup daerah
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
1 Persiapan Klasifikasi/pemetaan kompetensi
laboratorium penerima DAK LH
Honor pelaksana
ATK dan bahan
Pertemuan
2 Pelaksanaan Penyusunan materi Pertemuan
Penetapan
peserta/pengajar/narasumber dan
istruktur
Honor pengajar/
narasumber dan
istruktur
Kuartal II-III
Bimtek Pemanfaatan Laboratorium DAK-
LH
ATK dan bahan
Penggandaan
Pen
Kuartal I
Sub Output : Peningkatan Kapasitas SDM Kab/Kota dalam rangka optimalisasi laboratorium lingkungan hidup daerah
Sub Output : Pembinaan dan revitalisasi peran penerima anugerah Kalpataru
Kuartal I-II
Laporan pembinaan dan
revitalisasi peran penerima
anugerah Kalpataru
00000017
3 Pelaporan Penyusunan laporan Pertemuan Kuartal IV
ATK dan Bahan
Penggandaan/
Pencetakan
Hasil yang harus dilaporkan
a Laporan Pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai DAK Bidang LH
Komponen kegiatan Tahapan pelaksanaan Komponen belanja
Waktu pelaksanaan
(Kuartalan)
Hasil yang dilaporkan Unit
1 Persiapan Inventarisasi lokasi pemantauan Honor pelaksana
ATK dan bahan
Pertemuan
Perjalanan
Honor narasumber
2 Pelaksanaan Pemantauan lapangan Sewa kendaraan
Kompilasi data hasil pemantauan Uang harian Kuartal II-III
Penginapan
Pertemuan
3 Pertemuan evaluasi dengan KLH Pertemuan
Penyusunan laporan Narasumber Kuartal IV
ATK dan bahan
Perjalanan
Penggandaan/
pencetakan
B. PELAPORAN KEGIATAN
MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BALTHASAR KAMBUAYA
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,
Laporan teknis harus memuat: a) kumpulan data dan informasi yang wajib dikumpulkan; b) hasil analisis terhadap data dan informasi tersebut, serta
seluruh rangkaian proses pelaksanaannya. Rincian lebih lanjut ditetapkan oleh Eselon I KLH terkait.
Laporan peningkatan
Kapasitas SDM Kab/Kota
dalam rangka optimalisasi
laboratorium lingkungan
hid d h
Evaluasi dan
pelaporan
Laporan Pemantauan dan
pengawasan pelaksanaan
kegiatan yang dibiayai DAK
Bidang LH
Sub Output : Pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai DAK Bidang LH
P
Kerj
Koordinasi dengan daerah Kab/Kota
penerima DAK LH
Kuartal I
00000018
1
SALINAN




PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2011
TENTANG
TATA CARA PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 63
ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Menteri bertugas dan berwenang
menetapkan kebijakan nasional;
b. bahwa Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 44 Tahun 2000 tentang Mekanisme
Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan
Keputusan Menteri sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan, sehingga perlu dilakukan
perubahan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Republik Indonesia tentang Tata Cara
Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di
Kementerian Lingkungan Hidup;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
3. Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang
Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-
2
Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah,
dan Rancangan Peraturan Presiden;
4. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang
Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan
Peraturan Perundang-undangan;
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24
tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi
Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas,
dan Fungsi Eselon I Kementerian negara;
6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
16 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Lingkungan Hidup;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA
PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang
memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk
atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang
melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-
undangan.
2. Peraturan Pemerintah adalah peraturan perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang
sebagaimana mestinya.
3. Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
4. Penyusunan peraturan perundang-undangan adalah proses
pembuatan peraturan perundang-undangan yang mencakup
tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau
penetapan, dan pengundangan.
5. Materi muatan peraturan perundang-undangan adalah materi yang
dimuat dalam peraturan perundang-undangan sesuai dengan jenis,
fungsi, dan hierarki peraturan perundang-undangan.
6. Program regulasi Kementerian Lingkungan Hidup yang selanjutnya
disebut Proreg KLH adalah instrumen perencanaan program
3
pembentukan peraturan perundang-undangan di Kementerian
Lingkungan Hidup yang disusun secara terencana, terpadu, dan
sistematis.
7. Pengusul adalah pejabat setingkat eselon I yang mengajukan usul
penyusunan peraturan perundang-undangan.
8. Pengundangan adalah penempatan peraturan perundang-undangan
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia,
Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah,
Tambahan Lembaran Daerah, atau Berita Daerah.
9. Kepala Biro Hukum adalah pejabat eselon II yang menyelenggarakan
tugas dan fungsi di bidang penyusunan peraturan perundang-
undangan.
10. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.

Pasal 2
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan pedoman kepada
seluruh unit kerja di Kementerian Lingkungan Hidup dalam
penyusunan peraturan perundang-undangan.

Pasal 3
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:
a. perencanaan penyusunan peraturan perundang-undangan; dan
b. pelaksanaan penyusunan peraturan perundang-undangan.

Pasal 4
Penyusunan peraturan perundang-undangan dalam bentuk undang-
undang dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan.

Pasal 5
(1) Jenis peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Peraturan
Menteri ini meliputi:
a. Peraturan Pemerintah;
b. Peraturan Presiden; dan
c. Peraturan Menteri.
(2) Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
meliputi peraturan yang:
a. diperintahkan oleh undang-undang, peraturan pemerintah, atau
peraturan presiden; dan
b. materi muatannya dalam rangka penyelenggaraan urusan di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

4
BAB II
PERENCANAAN PENYUSUNAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Pasal 6
(1) Perencanaan penyusunan peraturan perundang-undangan dilakukan
dalam Proreg KLH yang dikoordinasikan oleh Kepala Biro Hukum.
(2) Proreg KLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
berdasarkan masukan dari pengusul.

Pasal 7
(1) Proreg KLH ditetapkan oleh Menteri untuk jangka waktu 1 (satu)
tahun.
(2) Apabila peraturan perundang-undangan yang telah masuk dalam
Proreg KLH tidak dapat diselesaikan dalam waktu 1 (satu) tahun,
peraturan perundang-undangan tersebut menjadi prioritas Proreg
KLH tahun berikutnya.

BAB III
PELAKSANAAN PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Bagian Kesatu
Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden

Pasal 8
(1) Berdasarkan Proreg KLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6,
pengusul harus:
a. menyelesaikan kajian teknis tentang materi muatan yang akan
dituangkan dalam rancangan peraturan pemerintah atau
peraturan presiden; dan
b. menyusun rancangan peraturan pemerintah atau peraturan
presiden berdasarkan kajian teknis sebagaimana dimaksud dalam
huruf a.
(2) Dalam menyusun rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, pengusul harus melibatkan Biro Hukum dan unit terkait
sejak perencanaan penyusunan.

Pasal 9
(1) Pengusul mengajukan rancangan peraturan pemerintah atau
peraturan presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a
dan b kepada Kepala Biro Hukum untuk diproses lebih lanjut.
(2) Kepala Biro Hukum harus memberi tanggapan terhadap rancangan
peraturan pemerintah atau peraturan presiden sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak
rancangan tersebut diterima.

5
(3) Tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
a. pemberitahuan untuk diperbaiki terhadap rancangan peraturan
pemerintah atau peraturan presiden, kepada pengusul; atau
b. persetujuan untuk diproses lebih lanjut terhadap rancangan
peraturan pemerintah atau peraturan presiden.
(4) Pemberitahuan terhadap rancangan peraturan pemerintah atau
peraturan presiden, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
harus disertai dengan alasan.

Pasal 10
(1) Apabila rancangan peraturan pemerintah atau peraturan presiden
yang diajukan oleh pengusul telah disetujui untuk diproses lebih
lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf b, Kepala
Biro Hukum melakukan pembahasan antarkementerian terkait.
(2) Dalam melaksanakan pembahasan antarkementerian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Menteri menetapkan panitia
antarkementerian.
(3) Keanggotaan panitia antarkementerian sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) terdiri atas unsur kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian yang terkait dengan substansi rancangan peraturan
pemerintah atau peraturan presiden.
(4) Rancangan peraturan pemerintah atau peraturan presiden hasil
pembahasan panitia antarkementerian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus disepakati oleh seluruh anggota panitia
antarkementerian.

Pasal 11
Menteri menyampaikan rancangan peraturan pemerintah dan peraturan
presiden hasil kesepakatan pada pembahasan antarkementerian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5), kepada Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia untuk dilakukan pengharmonisasian,
pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan
pemerintah dan peraturan presiden.

Pasal 12
(1) Hasil proses pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan
konsep rancangan dapat berupa:
a. pengembalian kepada Menteri untuk diperbaiki; atau.
b. persetujuan untuk diproses lebih lanjut.
(2) Dalam hal rancangan mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
menyampaikan rancangan tersebut kepada Presiden untuk proses
penetapan atau pengesahan rancangan melalui:
a. Menteri Sekretaris Negara, untuk Peraturan Pemerintah; atau
b. Menteri Sekretaris Kabinet, untuk Peraturan Presiden.

6

Pasal 13
Dalam hal adanya keberatan dari pihak yang berkepentingan,
rancangan yang telah disampaikan kepada Presiden sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dapat diklarifikasi oleh:
a. Menteri Sekretaris Negara, untuk Peraturan Pemerintah; atau
b. Menteri Sekretaris Kabinet, untuk Peraturan Presiden.

Pasal 14
(1) Peraturan pemerintah dan peraturan presiden yang telah disetujui
atau disahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf
b, diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
(2) Tata cara pengundangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
mengenai pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan
peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Peraturan Menteri

Pasal 15
(1) Pengusul mengajukan rancangan peraturan menteri atau keputusan
menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c kepada Kepala
Biro Hukum.
(2) Berdasarkan Proreg KLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,
pengusul harus:
a. menyelesaikan kajian teknis tentang materi muatan yang akan
dituangkan dalam rancangan peraturan menteri; dan
b. menyusun rancangan peraturan menteri berdasarkan kajian
teknis sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
(3) Dalam menyusun rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b, pemrakarsa wajib melibatkan Biro Hukum dan unit teknis
terkait sejak perencanaan penyusunan.

Pasal 16
(1) Kepala Biro Hukum memberi tanggapan terhadap rancangan
peraturan Menteri yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15 ayat (2) huruf b paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak
rancangan diterima.
(2) Tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. pemberitahuan untuk disempurnakan kembali rancangan
peraturan Menteri kepada pengusul; dan
b. persetujuan untuk pembahasan rancangan peraturan Menteri.



7

Pasal 17
(1) Apabila rancangan peraturan Menteri yang diajukan oleh pengusul
telah disetujui untuk diproses lebih lanjut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b, Kepala Biro Hukum melakukan
pembahasan dengan pengusul dan unit terkait.
(2) Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menyertakan pihak terkait di luar Kementerian Lingkungan Hidup
sesuai dengan kebutuhan.
(3) Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan
dalam bentuk rancangan final.
(4) Rancangan final sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dimintakan
paraf persetujuan kepada pengusul.

Pasal 18
(1) Kepala Biro Hukum menyampaikan rancangan final yang telah
dimintakan paraf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3)
kepada Menteri untuk ditetapkan.
(2) Peraturan Menteri yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
(3) Peraturan Menteri yang telah diundangkan dalam Berita Negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuatkan salinan dan
ditandatangani oleh Kepala Biro Hukum

Pasal 19
Tata cara penyusunan peraturan perundangan-undangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 18 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB IV
PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 20
(1) Agar masyarakat dapat memberi masukan secara lisan dan/atau
tertulis atas rancangan peraturan perundang-undangan, Kepala Biro
Hukum dapat melakukan:
a. sosialisasi; dan/atau
b. seminar, lokakarya, dan/atau diskusi.
(2) Selain upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap rancangan
peraturan pemerintah, peraturan presiden, atau peraturan menteri
harus dapat diakses pada website Kementerian Lingkungann Hidup.

8
BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 21
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 44 Tahun 2000 tentang Mekanisme
Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Keputusan Menteri
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 22
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 November 2011

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BALTHASAR KAMBUAYA

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 7 Desember 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA

ttd.

AMIR SYAMSUDDIN


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,



Inar Ichsana Ishak
1

LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
NOMOR TAHUN
TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
DI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP

TATA CARA PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANGAN-UNDANGAN

A. Proses Penyusunan Peraturan Pemerintah/Peraturan Presiden

No. Tahapan Pelaksana Keterangan
1. Pengajuan
rancangan
peraturan
pemerintah (RPP)/
rancangan
peraturan presiden
(RPerpres) dalam
program
penyusunan
RPP/RPerpres
Menteri Negara
Lingkungan
Hidup (Menteri
Negara LH)
Pengajuan disampaikan
kepada Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia
(Menkumham)
2. Pengajuan izin
penyusunan
RPP/RPerpres ke
presiden
Menteri Negara
LH
Pokok-pokok pengaturan
RPP/RPerpres
3. Penyusunan
RPP/RPerpres
Unit Pengusul Sesuai UU No. 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-
undangan
4. Penyampaian
RPP/RPerpres
Kepada Kepala Biro
Hukum
Unit Pengusul Memorandum penyampaian
RPP/RPerpres
5. Pembentukan
panitia
antarkementerian
Menteri Negara
LH
1. Surat berisi permintaan
keanggotaan panitia
antarkementerian.
2. Ditetapkan dalam Surat
Keputusan Menteri
Negara LH paling lama 30
hari sejak tanggal surat
permintaan keanggotaan
PAK.
3. Kepala Biro Hukum dan
Humas secara fungsional
bertindak sebagai
sekretaris panitia
antarkementerian.
2

No. Tahapan Pelaksana Keterangan
6. Meminta masukan
kepada masyarakat
Kepala Biro
Hukum
1. Penyebarluasan
RPP/RPerpres melalui
pemuatan dalam Website
2. Pertemuan dengan
pemangku kepentingan
guna menampung
masukan
3. Masukan digunakan
untuk penyempurnaan
RPP/RPerpres
4. Penyempurnaan
masukan dilakukan oleh
Tim Kecil
7. Pembahasan
Antarkementerian
(PAK)
Kepala Biro
Hukum
1. Setiap PAK sah apabila
dihadiri oleh Wakil dari
Menkumham dan
Sekretariat Negara
8. Penyampaian
RPP/RPerpres
kepada
Menkumham untuk
proses harmonisasi
Kepala Biro
Hukum
1. Mengirimkan surat dari
Menteri Negara LH ke
Menkumham
2. Menyampaikan
RPP/RPerpres final
sebagai lampiran
9. Harmonisasi Direktur
Harmonisasi
Peraturan
Perundang-
undangan,
Menkumham
1. Pertemuan dengan
sektor terkait
2. MenKumham
mengirimkan surat
kepada Menteri Negara
LH bahwa proses
Harmonisasi telah selesai
10. Permohonan
persetujuan
Presiden
Menkumham Mengirimkan Surat
permohonan persetujuan
RPP/RPerpres kepada
presiden melalui Sekretariat
Negara dengan melampirkan
RPP/RPerpres yang telah
diharmonisasi
11. Klarifikasi terhadap
RPP/RPerpres
- Kementerian
Sekretariat
Negara (untuk
RPP)
- Kementerian
Sekretariat
Kabinet (untuk
RPerpres)
Jika diperlukan
12. Paraf persetujuan
dari
Menteri/Pimpinan
Biro Hukum dan
Humas
Pengiriman surat MenLH ke
Menteri/Pimpinan lembaga
terkait
3

No. Tahapan Pelaksana Keterangan
lembaga terkait
13. Penetapan RPP
menjadi PP atau
Rperpres menjadi
Perpres
Kementerian
Sekretariat
Negara/
Kementerian
Sekretariat
Kabinet
RPP sah menjadi Peraturan
Pemerintah / RPerpres sah
menjadi Peraturan Presiden
14. Pengundangan Kemkumham Penempatan dalam
lembaran negara dan
tambahan lembaran negara


B. Proses Penyusunan Peraturan Menteri

No. Tahapan Pelaksana Keterangan
1. Pengajuan Rancangan
Peraturan Menteri
(RPermen) ke dalam
program regulasi
Kementerian
Lingkungan Hidup
Unit
Pengusul
Pengajuan disampaikan
kepada Kepala Biro Hukum
2. Penyusunan Kajian
Teknis
Unit
Pengusul
Penyusunan kajian teknis
dengan melibatkan Kepala
Biro Hukum
3. Penyusunan RPermen Unit
Pengusul
Penyusunan RPermen dengan
melibatkan Kepala Biro
Hukum dan unit teknis
terkait
4. Penyampaian RPermen
Kepada Kepala Biro
Hukum
Unit
Pengusul
Eselon I Unit pengusul
menyampaikan memo kepada
Sekretaris Kementerian LH
dengan tembusan kepada
Kepala Biro Hukum mengenai
:
a. Pokok-pokok pengaturan
dalam Rpermen
b. RPermen baik dalam
bentuk soft copy maupun
hard copy
c. Notulensi pembahasan
RPermen dengan
pemangku kepentingan
5. Masukan dari
masyarakat
Kepala Biro
Hukum
Untuk mendapatkan saran
dan masukan baik secara
tertulis maupun lisan.
6. Pembahasan RPermen Kepala Biro
Hukum
1. Pertemuan I: Klarifikasi
substansi kepada unit
pengusul
4

No. Tahapan Pelaksana Keterangan
2. Pertemuan II :
Pembahasan RPermen
3. Pertemuan III dan
seterusnya (bila
diperlukan).
7. Finalisasi Kepala Biro
Hukum
1. Pembacaan ulang terhadap
RPermen (naskah bersih)
2. Permohonan paraf
persetujuan oleh eselon II
unit pengusul pada tiap
halaman RPermen dan
eselon I di bagian tanda
tangan nama menteri
(sesuai dengan Permen
Tata Naskah Dinas)
8. Penandatanganan,
penetapan dan
penomoran
Menteri
Negara LH
1. Permohonan
penandatanganan melalui
memo dari Sekretaris
Kementerian LH
2. Dilampiri dengan final
RPermen yang akan
ditanda tangani
3. Setelah ditandatangani,
permen dimintakan nomor
9. Pengundangan dalam
berita negara
Kepala Biro
Hukum
Disampaikan dengan surat
dari Kepala Biro Hukum
kepada Direktur Harmonisasi
Peraturan Perundang-
undangan, Kemkumham
dengan lampiran berupa 3
naskah asli dan 1 soft copy
(font: 15 pt, Times New
Roman, A4)
10. Salinan Kepala Biro
Hukum
1. Salinan ditanda tangani
oleh Kepala Biro Hukum
2. Penyampaian salinan
kepada unit pengusul
3. Pengarsipan
4. Penyebarluasan melalui
website menLH










SALINAN



PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2011
TENTANG
GANTI KERUGIAN AKIBAT PENCEMARAN DAN/ATAU KERUSAKAN
LINGKUNGAN HIDUP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup mengakibatkan kerugian bagi lingkungan hidup
dan masyarakat;
b. bahwa besaran ganti rugi akibat pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup ditetapkan berdasarkan
kesepakatan antara para pihak yang bersengketa atau
putusan pengadilan;
c. bahwa untuk menjamin hak keperdataan masing-masing
pihak perlu ditetapkan pedoman ganti kerugian akibat
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d,
serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 90 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu
menetapkan peraturan Menteri tentang Ganti Kerugian
Akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan
Hidup;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 tahun
2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi
Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas,
dan Fungsi Eselon I Kementerian negara;
3. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16
Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Lingkungan Hidup;





MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA TENTANG GANTI KERUGIAN AKIBAT
PENCEMARAN DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN
HIDUP.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
2. Pemulihan lingkungan hidup adalah tindakan untuk memulihkan
fungsi lingkungan hidup yang telah tercemar dan/atau rusak sesuai
dengan fungsi dan/atau peruntukannya.
3. Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau
lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah
berdampak pada lingkungan hidup.
4. Kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan adalah
kerugian yang timbul akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.
5. Ganti kerugian adalah biaya yang harus di tanggung oleh penanggung
jawab kegiatan dan/atau usaha akibat terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan.
6. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau di masukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku
mutu lingkungan hidup yang telah di tetapkan.
7. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan
perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia
dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup.
8. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau
tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan
hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
9. Instansi lingkungan hidup daerah adalah instansi yang
bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup di daerah.
10. Tindakan tertentu adalah tindakan pencegahan dan penanggulangan
pencemaran dan/atau kerusakan serta pemulihan fungsi lingkungan
hidup guna menjamin tidak akan terjadi atau terulangnya dampak
negatif terhadap lingkungan hidup.
11. Kerugian bersifat tetap adalah cara perhitungan ahli terhadap
komponen kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang ganti ruginya dibayarkan secara utuh.
12. Kerugian bersifat tidak tetap adalah cara perhitungan ahli terhadap
komponen kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang ganti ruginya dibayarkan berdasarkan
kesepakatan para pihak.


13. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 2
Peraturan Menteri ini bertujuan memberikan pedoman bagi para pihak
yang terlibat dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup untuk
mencapai kesepakatan dalam melakukan penghitungan dan pembayaran
ganti kerugian serta untuk melaksanakan tindakan tertentu akibat
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Pasal 3
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan
melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau masyarakat
dan/atau lingkungan hidup atau negara wajib:
a. melakukan tindakan tertentu; dan/atau
b. membayar ganti kerugian.

Pasal 4
Kewajiban melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf a meliputi:
a. pencegahan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
b. penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
dan/atau
c. pemulihan fungsi lingkungan hidup.

Pasal 5
(1) Kerugian lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf b meliputi:
a. kerugian karena tidak dilaksanakannya kewajiban pengolahan air
limbah, emisi, dan/atau pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
beracun;
b. kerugian untuk pengganti biaya penanggulangan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemulihan lingkungan
hidup;
c. kerugian untuk pengganti biaya verifikasi pengaduan, inventarisasi
sengketa lingkungan, dan biaya pengawasan pembayaran ganti
kerugian dan pelaksanaan tindakan tertentu;
d. biaya verifikasi pengaduan, inventarisasi sengketa lingkungan hidup
dan biaya pengawasan pembayaran ganti kerugian dan pelaksanaan
tindakan tertentu;
e. kerugian akibat hilangnya keanekaragaman hayati dan menurunnya
fungsi lingkungan hidup; dan/atau
f. kerugian masyarakat akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.
(2) Kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan menjadi kerugian
yang:
a. bersifat tetap; dan


b. bersifat tidak tetap.
(3) Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan
huruf d merupakan kerugian yang bersifat tetap.
(4) Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan huruf f
merupakan kerugian yang bersifat tidak tetap.

Pasal 6
(1) Penghitungan ganti kerugian harus dilakukan oleh ahli yang memenuhi
kriteria:
a. memiliki sertifikat kompetensi; dan/atau
b. telah melakukan penelitian ilmiah dan/atau berpengalaman di
bidang:
1. pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau
2. valuasi ekonomi lingkungan hidup.
(2) Dalam hal hanya memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, ahli yang melakukan penghitungan ganti kerugian harus
berdasarkan penunjukan dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota.

Pasal 7
Penghitungan ganti kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan sesuai
dengan tata cara penghitungan ganti kerugian sebagaimana tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

Pasal 8
(1) Pembayaran ganti kerugian dan pelaksanaan tindakan tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan berdasarkan:
a. kesepakatan yang dicapai oleh para pihak yang bersengketa melalui
mekanisme penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar
pengadilan; atau
b. putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap melalui
mekanisme penyelesaian sengketa melalui pengadilan.
(2) Dalam hal pelaku pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
tidak melaksanakan penanggulangan dan/atau pemulihan, instansi
lingkungan hidup dapat memerintahkan pihak ketiga untuk melakukan
penanggulangan dan/atau pemulihan dengan beban biaya ditanggung
oleh pelaku pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Pasal 9
(1) Pembayaran ganti kerugian lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 merupakan penerimaan negara bukan pajak.
(2) Seluruh penerimaan negara bukan pajak dari pembayaran ganti
kerugian lingkungan hidup wajib disetor langsung ke kas Negara.







Pasal 10
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Desember 2011
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BALTHASAR KAMBUAYA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Desember 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDDIN


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 837



Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,



Inar Ichsana Ishak


LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2011
TENTANG
GANTI KERUGIAN AKIBAT PENCEMARAN
DAN/ATAU KERUSAKAN
LINGKUNGAN HIDUP

TATA CARA PENGHITUNGAN GANTI KERUGIAN AKIBAT PENCEMARAN
DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi pada umumnya menyisakan permasalahan
eksternalitas berupa pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan hidup dan/atau
masyarakat. Berbagai kegiatan seperti pembuangan air limbah yang
melebihi baku mutu dari berbagai jenis kegiatan, penggundulan hutan,
pembuangan sampah, penambangan telah menimbulkan pencemaran
dan kerusakan lingkungan hidup seperti pencemaran wilayah pesisir
dan laut, pencemaran air permukaan, emisi debu, asap serta gas
rumah kaca ke udara. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan ekonomi
yang hanya memenuhi permintaan pasar, pada akhirnya akan
mengorbankan kualitas lingkungan hidup. Manakala lingkungan hidup
telah terdegradasi, maka keberadaannya akan menjadi bumerang bagi
pertumbuhan ekonomi serta menimbulkan berbagai konflik sosial yang
berkelanjutan dan melibatkan berbagai unsur masyarakat, pengusaha
dan pemerintah.

Banyak pihak mengklaim bahwa secara kualitatif, ada kecenderungan
yang meningkat terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup di Indonesia, namun tindak lanjut pencegahannya terasa sulit
dilakukan mengingat ketiadaan data rona awal (tahun dasar data)
mengenai kualitas lingkungan hidup sebelum kegiatan.

Di era keterbukaan sekarang ini, permasalahan eksternalitas berupa
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup menjadi semakin
berkembang dengan adanya tuntutan ganti kerugian akibat
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup baik dari
perorangan maupun kelompok masyarakat, organisasi lingkungan
hidup, negara. Saat ini, baik individu atau masyarakat yang terkena
dampak negatif berupa tercemarnya dan/atau rusaknya lingkungan
hidup dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian kepada pelaku
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, yang dapat
ditempuh melalui musyarawah di luar pengadilan maupun melalui
pengajuan gugatan ke pengadilan.

2

Hal penting yang seringkali menimbulkan permasalahan adalah cara
atau metode penghitungan ganti kerugian lingkungan hidup akibat
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Untuk penyelesaian ganti kerugian baik melalui pengadilan ataupun
penyelesaian di luar pengadilan diperlukan bukti telah terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Data atau bukti ini
harus merupakan hasil penelitian, pengamatan lapangan, atau data lain
berupa pendapat para ahli yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah.

Beberapa hal yang perlu dianalisis antara lain menyangkut:
1. apakah telah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup;
2. siapa yang menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup;
3. siapa yang mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup;
4. status kepemilikan lahan yang tercemar atau rusak;
5. jenis kerugian (langsung atau tidak langgsung);
6. besaran kerugian;
7. lamanya terjadi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup;
8. jenis media lingkungan hidup yang terkena dampak (air, tanah,
udara);
9. nilai ekosistem baik yang dapat maupun yang tidak dapat dinilai
secara ekonomi, dan lain-lain.

Berkaitan dengan semua hal tersebut di atas, diperlukan tata cara
penghitungan ganti kerugian akibat pencemaran dan /atau kerusakan
lingkungan hidup.

B. Maksud, Tujuan, dan Sasaran
1. Maksud
Maksud disusunnya tata cara penghitungan ganti kerugian adalah
memperkenalkan konsep analisis penghitungan ganti kerugian
akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup secara
sederhana.

2. Tujuan
Tujuan dari penyusunan tata cara penghitungan ini adalah
meningkatkan efektivitas penyelesaian sengketa lingkungan baik di
luar pengadilan dan melalui pengadilan.

3. Sasaran
Sasaran tata cara penghitungan ini adalah tersusunnya tata cara
penghitungan ganti kerugian akibat pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup.



3

C. Pengertian Umum
1. Baku mutu lingkungan Hidup adalah ukuran batas atau kadar
makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada
dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam
suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
2. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas
perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang
dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap
melestarikan fungsinya.
3. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat,
energi atau komponen yang ada atau harus ada, dan/atau unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air.
10. Baku mutu air laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup,
zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut.
11. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar polutan yang
ditenggang untuk dimasukkan ke media air.
12. Baku mutu emisi adalah ukuran batas atau kadar polutan yang
ditenggang untuk dimasukkan ke media udara.
13. Baku mutu gangguan adalah ukuran batas unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya yang meliputi unsur getaran, kebisingan
dan kebauan.
14. Kerugian karena tidak dilaksanakannya kewajiban pengolahan air
limbah, emisi, limbah bahan berbahaya dan beracun, dan/atau
gangguan adalah kerugian karena tidak dibangunnya atau tidak
dijalankannya instalasi pengolahan atau pengelolaan air limbah,
emisi, limbah bahan berbahaya dan beracun, dan/atau gangguan.
15. Kerugian untuk pengganti biaya penanggulangan dan/atau
pemulihan lingkungan hidup adalah biaya yang diperlukan untuk
menanggulangi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
serta memulihkan kondisi lingkungan hidup.
16. Pendapatan yang hilang (forgone earnings) adalah nilai ekonomi dari
pendapatan masyarakat yang berkurang atau hilang sebagai akibat
tercemarnya dan/atau rusak lingkungan.
17. Nilai ekonomi aset (hedonic price) adalah nilai ekonomi suatu aset
(rumah atau property) yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di
sekitarnya. Nilai ekonomi lingkungannya adalah selisih antara nilai
property dengan lingkungan yang baik dan yang tanpa lingkungan
yang baik.
18. Biaya perjalanan (travel cost) adalah seluruh biaya yang dikeluarkan
oleh seseorang ang melakukan perjalanan mulai dari tempat asal
sampai dengan tempat tujuan yang meliputi biaya finansial dan
biaya waktu. Biaya finansial adalah jumlah uang yang dibelanjakan
selama perjalanan, sedangkan biaya waktu adalah nilai uang dari
lamanya perjalanan dikalikan dengan penghasilan rata-rata per jam
orang yang melakukan perjalanan. Nilai obyek wisata dan taman
nasional biasa didekati dengan pendekatan biaya perjalanan.
19. Proyek bayangan (shadow project) adalah proyek yang diasumsikan
memiliki kapasitas yang sama dengan kapasitas ekosistem dalam
memberikan jasa lingkungan. Contohnya nilai ekonomi hutan
mangrove dalam melindungi pantai dari abrasi akibat gempuran
4

ombak, dapat didekati dengan nilai biaya pembangunan tembok
pelindung pantai dari gempuran ombak.
20. Kesediaan untuk membayar (willingness to pay) adalah kesediaan
seseorang untuk melakukan pembayaran atas jasa-jasa lingkungan
dari suatu ekosistem yang dipertahankan tanpa pencemaran
dan/atau kerusakan sebagian atau seluruhnya.
21. Kesediaan untuk menerima pembayaran (willingness to accept)
adalah kesediaan untuk menerima pembayaran atas kerugian
lingkungan yang mungkin timbul akibat pencemaran dan/atau
kerusakan suatu ekosistem.
22. Biaya sakit (cost of illnes) adalah biaya-biaya yang dikeluarkan
selama dan setelah seseorang menderita sakit akibat tercemarnya
dan/atau rusaknya lingkungan. Biaya-biaya ini meliputi biaya
mondok di rumah sakit, biaya dokter, biaya obat, hilangnya
penghasilan selama tidak masuk kerja, nilai berkurangnya
produktivitas penderita setelah sembuh dan bekerja kembali.
23. Kesejahteraan konsumen (surplus konsumen) adalah kelebihan
kesediaan seorang konsumen untuk melakukan pembayaran
terhadap barang dan/atau jasa di atas harga barang/dan jasa yang
berlaku.
24. Kesejahteraan produsen (surplus produsen) adalah kelebihan
kesediaan seorang produsen untuk menerima pembayaran lebih
rendah daripada harga barang/dan jasa yang berlaku.
25. Eksternalitas adalah dampak negatif yang ditimbulkan oleh satu
pihak terhadap pihak lain dimana pihak yang menimbulkan dampak
tidak dikenai pungutan atau biaya atas dampak negatif yang diderita
oleh pihak lain yang terkena dampak.

E. Dasar Pemikiran

1. Konsep Penghitungan Ganti Kerugian Akibat Pencemaran dan/atau
Kerusakan Lingkungan Hidup

Secara umum, penghitungan ganti kerugian akibat pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup adalah pemberian nilai
moneter terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup. Besaran nilai moneter kerugian ekonomi akibat pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup merupakan nilai ekonomi
ganti kerugian lingkungan hidup yang harus dibayarkan kepada
pihak yang dirugikan.

Konsep tersebut dijelaskan pada Gambar 2.1 terlihat bahwa sumber
daya alam menghasilkan barang dan jasa yang dapat dimanfaatkan.
Di samping itu ada komponen lingkungan hidup yang harus
dipertahankan sebagai cadangan. Pemanfaatan lingkungan hidup
dalam jangka panjang akan menghasilkan barang dan jasa yang
diinginkan maupun yang tidak diinginkan seperti tercemarnya atau
rusaknya lingkungan hidup, sehingga mempengaruhi tingkat
produktifitas, kesehatan maupun dampak terhadap material lainnya.

5

Berdasarkan perubahan yang terjadi akan dapat dilakukan estimasi
terhadap dampak yang akan timbul sebagai dasar penentuan nilai
moneter. Penghitungan nilai moneter ini merupakan nilai ganti
kerugian yang selanjutnya akan menjadi umpan balik bagi
pemanfaatan lingkungan hidup.

2. Langkah-langkah Penghitungan Ganti Kerugian Akibat Pencemaran
dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup

Timbulnya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup tidak
terjadi dengan tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses dan
memerlukan waktu yaitu sejak zat-zat pencemar keluar dari proses
produksi, dibuang ke media lingkungan hidup, terbawa dan/atau
mengalami perubahan (lebih berbahaya) di dalam media lingkungan
(udara,air dan tanah), dan terakhir terpapar ke dalam lingkungan
hidup dan menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.

Sehubungan dengan hal tersebut, sebelum menghitung ganti
kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
perlu dilakukan klarifikasi proses terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup dan identifikasi lingkungan hidup yang
terkena dampak pencemaran dan/atau kerusakan.

a. Klarifikasi terhadap proses terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup.
Verifikasi dugaan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup dilakukan melalui 2 (dua) langkah:
1) identifikasi sumber pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup;
2) proses terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup.

b. Identifikasi lingkungan hidup yang terkena pencemaran dan/atau
kerusakan (sebagaimana terlihat pada Gambar 1.1) terdiri dari
langkah-langkah:
1) Identifikasi jenis media lingkungan hidup yang tercemar
dan/atau rusak.
2) Penghitungan lamanya pencemaran dan/atau kerusakan
berlangsung.
3) Identifikasi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup terjadi secara langsung atau tidak langsung.
4) Pengukuran derajat atau tingkat pencemaran dan/atau
kerusakan yang terjadi (menyangkut skala spasial dan jumlah
pihak yang terlibat).
5) Identifikasi status kepemilikan lingkungan hidup, terdiri dari:
a) lingkungan hidup milik publik
b) lingkungan hidup yang terkait dengan hak milik privat
dan/atau matapencaharian masyarakat:
i. siapa pemilik yang sebenarnya;
6

ii. tipe hak pemilik (individu, komunal,sewa,hak milik,dan
lain-lain);
iii. durasi kepemilikan;
iv. intensitas pemanfaatan dengan kepemilikan lingkungan;
v. lokasi matapencaharian masyarakat.














































7















Gambar 1.1: Penghitungan Ganti Kerugian Akibat
Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup




Pencemaran
dan/atau
Kerusakan LH
Lamanya
Pencemaran atau
kerusakan
Kerusakan langsung
vs tidak langsung
Derajat
pencemaran
/kerusakan
Lamanya
pemilikan
Tipe pemilikan
Penghitungan
ganti
kerugian
Intensitas pemilikan
vs Pemanfaatan
Lingkungan
Penghitungan Ganti
Kerugian
Perubahan Lingkungan
Tipe media
lingkungan
hidup yang
tercemar/rusak
Hak milik
publik
Hak milik
privat
Status kepemilikan
lingkungan hidup
yang tercemar atau
rusak
8

BAB II
USAHA DAN/ATAU KEGIATAN SERTA DAMPAKNYA TERHADAP
LINGKUNGAN HIDUP

Setiap usaha dan/atau kegiatan bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan. Keuntungan diperoleh dengan cara mengurangi biaya
produksi dari penerimaan perusahaan. Biaya produksi tidak hanya berupa
biaya langsung yang berkaitan dengan jenis dan jumlah produk
perusahaan, tetapi juga termasuk biaya tidak langsung atau biaya
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup sebagai akibat adanya
limbah dari perusahaan yang berlebihan sehingga berubah menjadi
pencemaran lingkungan dan pada gilirannya menimbulkan kerusakan
lingkungan.

Gambar 2.1 menjelaskan keterkaitan antara kegiatan manusia
(perusahaan dan/atau perorangan), pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup, dengan nilai ganti rugi akibat pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup tersebut. Kegiatan manusia baik perusahaan
ataupun perorangan dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) macam yaitu
kegiatan ekonomi dan kegiatan non-ekonomi.

A. Kegiatan ekonomi

Kegiatan ekonomi umumnya mencakup kegiatan produksi dan
distribusi barang dan jasa, dengan maksud untuk mencari
keuntungan, sedangkan kegiatan konsumsi barang maupun jasa
umumnya bertujuan untuk mendapatkan kepuasan. Selain itu kegiatan
ekonomi juga menghasilkan limbah atau dampak terhadap lingkungan
hidup. Apabila limbah atau dampak terhadap lingkungan diolah atau
dikelola secara maksimal maka tidak akan menimbulkan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Apabila limbah atau dampak
terhadap lingkungan tidak diolah atau tidak dikelola secara maksimal
atau tidak diolah atau dikelola, maka akan menimbulkan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

B. Kegiatan non-ekonomi

Kegiatan non-ekonomi pada umumnya memberikan pelayanan jasa dan
tidak menginginkan adanya balas jasa atas pelayanan yang diberikan,
seperti kegiatan keagamaan, budaya, maupun kegiatan sosial termasuk
penanggulangan bencana alam dan penyelamatan korban bencana alam
seperti menyediakan sandang, pangan, obat-obatan dan fasilitas
lainnya.

Selain itu kegiatan non-ekonomi juga menghasilkan limbah atau
dampak terhadap lingkungan hidup. Apabila limbah atau dampak
terhadap lingkungan diolah atau dikelola secara maksimal maka tidak
akan menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Apabila limbah atau dampak terhadap lingkungan tidak diolah atau
tidak dikelola secara maksimal atau tidak diolah atau dikelola, maka
akan menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.


9


C. Jenis Kerugian Akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan
Hidup

Selanjutnya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup akan
menimbulkan berbagai jenis kerugian yang dapat digolongkan menjadi:
1. Kerugian karena tidak dilaksanakannya secara maksimal atau tidak
dilaksanakannya kewajiban pengolahan air limbah dan/atau emisi
dan/atau limbah bahan berbahaya dan beracun dan/atau gangguan.
Pencemaran atau rusaknya lingkungan dapat terjadi karena tidak
patuhnya perusahaan atau perorangan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan untuk mengolah limbah dan
mencegah kerusakan lingkungan. Oleh karena itu mereka dituntut
untuk merealisasikan kewajibannya dengan membangun IPAL, IPU
dan instalasi lainnya dan mengoperasionalkan secara maksimal
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Apabila
penanggung jawab kegiatan usaha dan/atau kegiatan tidak
melaksanakan kewajiban tersebut akan menimbulkan kerugian
untuk mengganti biaya pembangunan dan pengoperasian instalasi
tersebut.

2. Kerugian untuk pengganti biaya verifikasi pengaduan, inventarisasi
sengketa lingkungan dan biaya pengawasan pembayaran ganti
kerugian dan pelaksanaan tindakan tertentu.
Dalam banyak hal, sering terjadi pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan
maupun masyarakat sebagai akibat kecelakaan, kelalaian, maupun
kesengajaan. Kepastian terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup tersebut memerlukan peran aktif dari pemerintah
untuk melakukan verifikasi pengaduan, inventarisasi sengketa
lingkungan hidup dan pengawasan pembayaran ganti kerugian dan
atau pelaksanaan tindakan tertentu. Untuk itu, pemerintah
mengeluarkan biaya yang harus diganti oleh pelaku usaha dan/atau
kegiatan yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan.

3. Kerugian untuk pengganti biaya penanggulangan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemulihan Lingkungan.
a. Penanggulangan
Pada saat terjadi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan,
suatu tindakan seketika perlu diambil untuk menanggulangi
pencemaran dan/atau kerusakan yang terjadi agar pencemaran
dan/atau kerusakan itu dapat dihentikan dan tidak menjadi
semakin parah. Tindakan ini dapat dilakukan oleh pelaku usaha
dan/atau kegiatan, dan/atau oleh pemerintah. Namun, hanya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan tertentu yang
diakibatkan karena kecelakaan dan memerlukan penanganan
dengan segera misalnya: tumpahan minyak dari kapal dan
kebakaran hutan. Apabila pemerintah yang melakukan tindakan
penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup dan telah mengeluarkan biaya untuk tindakan tersebut,
10

maka jumlah seluruh biaya tersebut dapat diganti oleh pelaku
usaha/kegiatan.
b. Pemulihan
Lingkungan yang tercemar dan/atau rusak harus dipulihkan
sedapat mungkin kembali seperti keadaan semula, sebelum
terjadi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Tindakan pemulihan lingkungan ini berlaku bagi lingkungan
publik yang menjadi hak dan wewenang pemerintah serta
lingkungan masyarakat yang mencakup hak dan wewenang
perorangan maupun kelompok orang.
Namun tidak semua lingkungan yang tercemar dapat
dikembalikan pada kondisi seperti sebelum terjadi pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan, namun pihak perusahaan
ataupun perorangan yang menimbulkan terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan wajib melakukan pemulihan
kondisi lingkungan. Dengan pemulihan kondisi lingkungan
diharapkan fungsi-fungsi lingkungan yang ada sebelum terjadi
kerusakan dapat kembali seperti semula. Namun perlu disadari
bahwa terdapat berbagai macam ekosistem, dan setiap ekosistem
memiliki berbagai manfaat dan fungsi yang berbeda-beda,
sehingga usaha pemulihanpun menuntut teknologi yang
berbeda-beda pula dan ini menuntut adanya biaya pemulihan
lingkungan.
Apabila pihak perusahaan dan/atau perorangan yang
menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
merasa tidak mampu melaksanakan kewajiban pemulihan
lingkungan, maka ia wajib untuk membayar biaya pemulihan
lingkungan kepada pemerintah dengan ketentuan bahwa
pemerintah atau pemerintah daerah yang akan melaksanakan
tugas pemulihan kondisi lingkungan menjadi seperti keadaan
semula sebelum terjadi pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan.

4. Kerugian ekosistem
Pada saat lingkungan hidup menjadi tercemar dan/atau rusak,
maka akan muncul berbagai dampak lingkungan hidup yang
merupakan akibat dari tercemarnya ekosistem dan/atau kerusakan
ekosistem. Tercemarnya dan/atau rusaknya lingkungan hidup ini
meliputi lingkungan publik (pemerintah). Semua dampak
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan tersebut harus
dihitung nilai ekonominya, sehingga diperoleh nilai kerugian
lingkungan secara lengkap. Sebagai contoh jika terjadi kebocoran
minyak dari kapal tanker, maka ekosistem laut menjadi tercemar.
Dampak selanjutnya dapat terjadi kerusakan terumbu karang,
kerusakan hutan mangrove atau kerusakan padang lamun,
sehingga produktivitas ikan oleh semua jenis ekosistem tersebut
berkurang.
Hutan mangrove yang berfungsi sebagai pelindung pantai dari
gempuran ombak juga berkurang, kapasitas hutan sebagai tempat
pemijahan dan pengusaha ikan menurun, serapan karbon oleh
hutan mangrove juga berkurang. Demikian pula apabila hutan
11

alam rusak atau ditebang akan timbul berbagai dampak lingkungan
dalam bentuk hilangnya kapasitas hutan dalam menampung air dan
memberikan tata air, hilangnya kemampuan menahan erosi dan
banjir, hilangnya kapasitas hutan dalam mencegah sedimentasi,
hilangnya kapasitas hutan dalam menyerap karbon, hilangnya
habitat untuk keanekaragaan hayati, dan bahkan hutan yang
ditebang bila sampai terbakar dapat menambah emisi gas rumah
kaca (CO2). Terkait dengan kerugian lingkungan masyarakat secara
perorangan atau kelompok dapat menuntut pemulihan lingkungan,
contohnya adalah tercemarnya lingkungan tambak di mana
masyarakat perorangan beraktivitas membudidayakan pertambakan
bandeng. Dengan adanya pencemaran tidak hanya berdampak
terhadap usaha budi daya bandeng yang terganggu, tetapi
ekosistem atau lingkungan tambak termasuk kualitas tanah dan
kualitas perairan tercemar.
Kerusakan-kerusakan yang disebutkan di atas harus dihitung
nilainya sesuai dengan besarnya kerusakan serta berapa lama
semua kerusakan itu berlangsung. Kemudian nilai kerusakan ini
ditambahkan pada biaya kewajiban dan biaya verifikasi pendugaan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan, biaya
penanggulangan dan/atau pemulihan lingkungan dan ditambah lagi
dengan nilai kerugian masyarakat yang timbul karena rusaknya
sebuah ekosistem.

5. Kerugian masyarakat
Yang dimaksud dengan masyarakat dalam butir ini adalah
masyarakat sebagai individu atau perorangan dan masyarakat
sebagai kelompok orang-orang. Pencemaran dan kerusakan
lingkungan seperti diuraikan di atas akan menimbulkan dampak
yang berupa kerugian masyarakat akibat rusaknya aset seperti
peralatan tangkap ikan, rusaknya perkebunan dan pertanian,
rusaknya tambak ikan, serta hilangnya penghasilan masyarakat, dan
sebagainya. Akibat kerusakan peralatan tangkap ikan dan tambak
ikan berarti bahwa sebagian atau seluruh sumber penghasilan
masyarakat di bidang perikanan akan terganggu sebagian atau
seluruhnya. Demikian pula bila ada pertanian atau perkebunan atau
peternakan yang rusak sehingga benar-benar merugikan petani dan
peternak, maka semua kerugian tersebut harus dihitung dan layak
untuk diminta ganti ruginya.
12














































BAB III



BAB III

Gambar 2.1 Kerangka pikir keterkaitan antara kegiatan ekonomi dan non-
ekonomi, dampak lingkungan dan ganti rugi lingkungan
Kerugian
masyarakat
(individu dan
atau
kelompok):
aset masy
rusak/hilang,
penghasilan
masyarakat
hilang,
gangguan
kesehatan,
taman kota
rusak,infra-
struktur rusak
Kerugian
Ekosistem
(pemerintah):
erosi, banjir, tata
air ter-ganggu,
supply air kurang,
keanekaragaman
hayati punah,
serapan karbon
hilang, karbon
terlepas, dsb.
Pengganti biaya
penanggulangan &
pemulihan
Lingkungan
(pemerintah &
masyarakat)
biaya rehabilitasi
hutan, mangrove,
trb.karang, lahan &
air tercemar, rehab
danau & sungai,
pembersihan
cemaran minyak

METODE PENGHITUNGAN NILAI KERUGIAN
Kerugian karena
tidak
dilaksanakannya
secara maksimal
atau tidak
dilaksanakannya
kewajiban
pengolahan air
limbah dan/atau
emisi dan/atau
limbah bahan
berbahaya dan
beracun dan/atau
gangguan
Kerugian untuk
pengganti biaya
verifikasi
pengaduan,
inventarisasi
sengketa
lingkungan dan
biaya
pengawasan
pembayaran
ganti kerugian
dan
pelaksanaan
tindakan
tertentu.
Kegiatan non-ekonomi:
USAHA ATAU KEGIATAN
Kegiatan ekonomi
Limbah/dampak lingkungan
Produksi
Diolah/dikelola Tidak
diolah/dikelola
Sesuai Baku
Mutu/pedoman
teknis
J asa
Tidak sesuai
Baku
Mutu/pedoman
Kerugian
Masyarakat
(individu/kelompo
k)
- Damage cost
- Foregone
earnings
- Hedonic price
- Cost of illness
- Surplus
konsumen
- Surplus
produsen
- WTP/WTA
Kerugian pengganti
biaya
penanggulangan dan
pemulihan
lingkungan
Replacement cost
untuk rehabilitasi
(reklamasi lahan dan
revegetasi) kasus
pertambangan,
kebakaran hutan,
pencemaran air laut
karena tumpahan
minyak.
Kerugian
Lingkungan
(pemerintah)
- Damage cost
- Foregone
earnings
- Travel cost
- Productivity
- Shadow project
- WTP/WTA

Kerugian
pengganti biaya
tak memenuhi
kewajiban
pengolahan
limbah
Kerugian
pengganti biaya
verifikasi dan
pengawasan
lingkungan (Biaya
pendugaan
kerusakan
lingkungan)
Biaya riel untuk
survey, pantauan
laboratorium.
Kerugian
Pencemaran/Kerusakan lingkungan
13


BAB III
METODE PENGHITUNGAN GANTI KERUGIAN

A. Kerugian karena tidak dilaksanakannya secara maksimal atau tidak
dilaksanakannya kewajiban pengolahan air limbah dan/atau emisi
dan/atau limbah bahan berbahaya dan beracun dan/atau gangguan.

Dengan masih banyaknya industri yang membuang air limbah langsung
ke sungai, dan di sisi lain terdapat peningkatan pemahaman ilmu
pengetahuan dan teknologi terhadap isu-isu lingkungan dan ancaman
limbah maka melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 20 ayat (2),
diberlakukan baku mutu air limbah.

Dari sisi lingkungan, penetapan baku mutu air limbah dan baku mutu
emisi merupakan bagian dari upaya pencegahan dampak pencemaran
terhadap lingkungan hidup yang dalam pelaksanaannya memerlukan
evaluasi sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dari sisi ekonomi, kewajiban mengolah berbagai jenis limbah bagi setiap
usaha dan/atau kegiatan akan mendorong terciptanya persaingan
usaha yang sehat, sehingga usaha dan/atau kegiatan yang tidak
melakukan pengolahan limbah dengan baik, dikenakan biaya kerugian
lingkungan sesuai dengan kesalahannya.

1. Metode Penghitungan

Dalam menghitung kerugian karena tidak dilaksanakannya secara
maksimal atau tidak dilaksanakannya kewajiban pengolahan air
limbah dan/atau emisi dan/atau limbah bahan berbahaya dan beracun
dan/atau gangguan, menggunakan metode:

a. Metode Penghitungan Berdasar Akumulasi Nilai Unit Pencemaran
Dengan memperhatikan keanekaragaman industri dengan jenis dan
jumlah parameter limbah yang berbeda-beda, pendekatan
penghitungan kerugian lingkungan didasarkan pada akumulasi nilai
unit pencemaran setiap parameter. Nilai unit pencemaran setiap
parameter limbah dan basis biaya per unit pencemaran ditetapkan
berdasarkan besaran dampak pencemaran pada lingkungan dan
kesehatan.

Parameter-parameter emisi udara/gas dan air limbah/limbah cair
yang umum digunakan untuk penghitungan biaya pencemaran
beserta bobot nilai per unit pencemaran setiap parameter adalah
sebagai berikut:






14



Tabel 3.1 Nilai Unit Pencemaran untuk Berbagai Parameter Emisi
Udara/Gas

Parameter Nilai 1 Unit Pencemaran *)
NON-LOGAM :
Ammonia (NH3) 350 g
Chlorin (Cl2) 7 Kg
Hidrogen Chlorida (HCl) 4 Kg
Hidrogen Fluorida (HF) 7 Kg
Carbon Monooksida (CO) 400 Kg
Nitrogen Oksida (NOx) 200 Kg
Sulfur Oksida (SOx) 200 Kg
Batubara (Coal) 250 Kg
Minyak (Oil) 150 Kg
Semen (Cement) 100 Kg
Particulate Matter (Other Sources) 250 Kg
Total Sulfur Tereduksi (H2S) 25 Kg

LOGAM :
Arsenic (As) 4 g
Antimony (Sb) 10 g
Cadmium (Cd) 10 g
Lead (Pb) 10 g
Mercury (Hg) 4 g
Zinc (Zn) 40 g

*) Nilai 1 Unit Pencemaran setiap parameter ditetapkan para ahli berdasarkan
pertimbangan tingkat bahaya dan level toksisitasnya serta kemampuan alam untuk
mendegradasi, bila dilepas/terlepas ke lingkungan. Makin kecil berarti makin bahaya
dan/atau makin sulit didegradasi oleh alam.

Tabel 3.2 Nilai Unit Pencemaran untuk berbagai Parameter Air
Limbah/Limbah Cair

Parameter Nilai 1 Unit Pencemaran *)
COD 50 Kg
TSS 50 Kg
Oil & Grease 3 Kg
Merkuri (Mercury) 20 g
Chromium 500 g
Nikel (Nickle) 500 g
Timbal (Lead) 500 g
Copper 1000 g
Cadmium 100 g
Pestisida dan Herbisida
(Pesticides and Herbicides)
100 g
*) Nilai 1 Unit Pencemaran setiap parameter ditetapkan para ahli berdasarkan
pertimbangan tingkat bahaya dan level toksisitasnyan serta kemampuan alam untuk
mendegradasi, bila dilepas/terlepas ke lingkungan. Makin kecil berarti makin bahaya
dan/atau makin sulit didegradasi oleh alam.

Tabel 3.3 Basis Biaya Per Unit Pencemaran

Basis Tarif Per Unit
Pencemaran (UP)
Rp. 24.750

Dalam metode ini, beban lingkungan dan/atau tingkat bahaya
berbagai jenis limbah dari berbagai industri dapat dibandingkan dan
dipahami. Nilai total unit pencemaran setiap parameter dalam
15

limbah dapat dijumlahkan dalam satuan yang sama, yakni UP (Unit
Pencemaran).

Kelemahan metode ini adalah mengasumsikan nilai unit pencemaran
parameter tertentu (misal: COD = 50 Kg) yang sama untuk setiap
jenis air limbah.

b. Metode Penghitungan Berdasarkan Biaya Operasional
Metode penghitungan ganti kerugian ini menggunakan biaya
operasional per m
3
limbah yang diolah dengan baik dan memenuhi
kriteria baku mutu pada suatu industri sebagai pembanding bagi
industri lain yang sejenis.

Dalam hal tidak sekapasitas, gunakan tabel komparasi biaya
operasional per m
3
limbah berbagai jenis industri (kapasitas kecil,
sedang, besar) yang terbukti terolah baik dan memenuhi kriteria
baku mutu dapat disusun, bila data dan informasi kinerja
lingkungan berbagai jenis industri (usaha atau kegiatan) tersedia,
misalnya: melalui data peringkat Proper. Selanjutnya, dengan
menggunakan pendekatan teknik intra dan ekstrapolasi sederhana,
biaya operasional pengolah limbah industri sama/sejenis pada
kapasitas tertentu bisa diprediksi. Masalahnya, data dan informasi
cukup lengkap tentang biaya operasional per m
3
limbah industri
tertentu yang terolah baik tidak selalu tersedia. Kelemahan utama
lainnya adalah tidak bebasnya memilih teknologi lain yang mungkin
nilai investasi dan biaya operasional jauh lebih murah, karena harus
mengikuti data teknologi industri lain yang meskipun handal
(terbukti effluentnya memenuhi kriteria baku mutu) tapi bisa jadi
biaya operasional masih tergolong mahal atau tidak efisien.

c. Metode Penghitungan Prinsip Biaya Penuh
Penghitungan menggunakan metode prinsip biaya penuh (meliputi
biaya tenaga kerja, energi, bahan kimia, pemeliharaan dan
depresiasi/amortisasi nilai investasi) terhadap fasilitas pengolahan
limbah (IPPU, IPAL atau IPLP) eksisting (dalam hal fasilitas pengolah
limbah sudah dimiliki namun kapasitasnya kekecilan dan/atau
salah pengoperasian dan/atau sengaja tidak dioperasikan/by-pass)
atau dipilih teknologi pengolah limbah baru sesuai dengan
kebutuhan proses (dalam hal fasilitas pengolahan limbah belum
dimiliki atau sudah dimiliki) agar memenuhi kriteria baku mutu
limbah.

Karena nilai investasi dan biaya operasional suatu fasilitas
pengolahan limbah akan bergantung pada: jenis dan kualitas limbah
(emisi udara/gas, air limbah/limbah cair atau limbah
padat/sludge/abu) yang akan diolah, kapasitas produksi dan jarak
lokasi pabrik, teknologi IPPU, IPAL atau IPLP yang dipilih, maka
biaya operasional per m
3
limbah akan menjadi sangat variatif.
Bahkan teknologi IPPU, IPAL atau IPLP yang hendak dipilih pun
ternyata sangat beraneka macam dan terus berkembang, tergantung
kebutuhan proses dan dana. Penghitungan kerugian lingkungan
16

akibat tidak memenuhi kewajiban pengolahan limbah menggunakan
prinsip biaya penuh, secara unik (kasus per kasus) untuk masing-
masing industri sesuai kebutuhan proses, meskipun lebih sulit dan
repot, akan lebih baik dan fair hasilnya. Karena penghitungan
kerugian lingkungan menggunakan pendekatan teknologi termurah
(biaya investasi dan/atau biaya operasionalnya) dan tetap handal
(reliable) dalam pemenuhan baku mutu lingkungan sebagai syarat
utama adalah realistis.

2. Dasar Penghitungan
a. Menggunakan data utama dari hasil survey lapangan dan analisis
laboratorium terhadap (emisi/effluent) berbagai jenis limbah yang
diolah atau tidak diolah dan dokumen Amdal/UKL-UPL, dan hasil
pemantauan RKL-RPL, studi-studi independen dan data
sekunder/literatur.
b. Penghitungan nilai investasi dan biaya operasional menggunakan
pilihan teknologi yang ramah lingkungan.
c. Total nilai kerugian lingkungan berpotensi lebih besar daripada
biaya yang dikeluarkan oleh pihak pencemar untuk kegiatan
pengolahan limbah. Total nilai kerugian lingkungan merupakan
penjumlahan biaya pengolahan limbah, kerugian masyarakat,
kerugian lingkungan, biaya penanggulangan dan pemulihan,
serta biaya verifikasi dan pengawasan.
d. Penghitungan biaya kewajiban akibat pengolahan limbah
mempertimbangkan lamanya kegiatan pencemaran dan
pemulihan.

B. Kerugian untuk pengganti biaya verifikasi pengaduan, inventarisasi
sengketa lingkungan dan biaya pengawasan pembayaran ganti kerugian
dan pelaksanaan tindakan tertentu;

Biaya verifikasi pengaduan, inventarisasi sengketa lingkungan dan
biaya pengawasan pembayaran ganti kerugian dan pelaksanaan
tindakan tertentu meliputi:

Biaya Verifikasi dan Pengawasan
Dalam menetapkan biaya verifikasi diperlukan 3 (tiga) tahap yaitu:
tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, evaluasi data dan laporan
periodik. Sedangkan untuk menetapkan biaya pengawasan diperlukan 3
(tiga) tahap yaitu perencanaan pengawasan, pelaksanaan pengawasan
dan pemantauan hasil pelaksanaan pengawasan.

1. Biaya Verifikasi
a. Tahap Perencanaan meliputi:
1) Kelengkapan administrasi dalam tahap perencanaan
mencakup menetapkan tujuan, sasaran dan rencana/jadual
pengawasan, menyiapkan surat tugas, tanda pengenal
dokumen perjalanan dan formulir berita acara.
2) Mempelajari peraturan/dokumen/referensi terkait (memeriksa
riwayat ketaatan usaha dan/atau kegiatan, Amdal, RKL-RPL,
perizinan, peraturan perundang-undangan yang terkait,
17

mempelajari peta situasi penanggung jawab usaha dengan
status ketaatan kegiatan).
b. Tahap Pelaksanaan meliputi: pertemuan antar tim lapangan,
kegiatan perjalanan ke lokasi, kegiatan pengambilan sampel dan
analisa laboratorium, kegiatan survei pada masyarakat, dan
penyusunan berita acara verifikasi.
c. Tahap Evaluasi data meliputi: validasi data (data lapangan,
dokumen, laboratorium).
d. Pembuatan Laporan kegiatan verifikasi meliputi: pertemuan
dengan ahli, pemda, perusahaan, dan masyarakat.
Penghitungan biaya verifikasi berdasarkan pada pengeluaran riil
untuk berbagai kegiatan di atas.

1. Biaya Pengawasan
Dalam menghitung biaya pengawasan diperlukan tahapan sebagai
berikut:
a. Tahap perencanaan pengawasan meliputi: penyiapan
kelengkapan administrasi pengawasan, penggandaan berkas
dokumen hasil verifikasi, melakukan koordinasi dengan para
pihak terkait.
b. Tahap pelaksanaan pengawasan meliputi: pertemuan antar tim
lapangan, kegiatan perjalanan ke lokasi, kegiatan pengambilan
sampel dan analisa laboratorium untuk pemulihan lingkungan,
dan penyusunan berita acara pengawasan.
c. Tahap pemantauan hasil pelaksanaan pengawasan meliputi:
pertemuan dengan pemda dan perusahaan.
Penghitungan biaya pengawasan berdasarkan pada pengeluaran riil
untuk berbagai kegiatan di atas.

C. Kerugian untuk pengganti biaya penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup serta pemulihan lingkungan hidup;

Biaya penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
serta pemulihan lingkungan hidup, meliputi:

1. Biaya Penanggulangan Lingkungan
Biaya penanggulangan lingkungan akibat pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan adalah biaya yang dikeluarkan untuk
menghentikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang
sedang berjalan.

Besarnya biaya penanggulangan lingkungan yang harus diganti
tergantung pada besarnya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
yang sedang terjadi dan berupa biaya riil yang dikeluarkan.
2. Biaya Pemulihan Lingkungan
Biaya pemulihan lingkungan akibat pencemaran lingkungan adalah
biaya yang dikeluarkan untuk memulihkan kondisi lingkungan kembali
seperti sebelum terjadinya pencemaran (rona awal). Biaya pemulihan
lingkungan hidup akibat pencemaran lingkungan dihitung per jenis
media meliputi:
a. biaya clean up/pemulihan terhadap tanah meliputi:
18

CR = LA x C x T tahun
CBP = M x LA x BPE x IHt/ IHd
1) Bioremediasi (Bioremediation);
2) Bioventing;
3) Landfarming;
4) Landspreading;
5) Soil Vapor Extraction;
6) Natural Attenuation dan Monitoring.
b. biaya clean up/pemulihan terhadap air tanah meliputi:
1) Air Sparging;
2) Bioremediasi (Bioremediation);
3) Natural Attenuation dan Monitoring;
4) Pumping dan Treatment.
Biaya pemulihan akibat kerusakan lingkungan adalah biaya yang
dikeluarkan untuk memulihkan lingkungan kembali seperti sebelum
terjadinya kerusakan lingkungan.
Biaya pemulihan lingkungan hidup akibat kerusakan lingkungan
meliputi:
1) biaya pengadaan bahan pengganti ekosistem yang rusak (biaya riil);
2) biaya revegetasi;
3) biaya pembangunan reservoir;
4) biaya pendaur ulang unsur hara;
5) biaya pengurai limbah;
6) biaya keanekaragaman hayati;
7) biaya sumberdaya genetik;
8) biaya pelepasan karbon;
9) biaya perosot karbon.

Metode penghitungannya adalah sebagai berikut:

1. Biaya pengadaan bahan pengganti ekosistem yang rusak


CBP : Biaya pengganti ekosistem yang rusak (Rp)
M : Bahan pengganti ekosistem (m3/ha)
LA : Lahan yang hilang/tidak berfungsi karena dirusak (ha)
BPE : Biaya pengganti ekosistem yang rusak (tahun dasar)
IHt : Indeks harga pada tahun terjadi kerusakan
IHd : Indeks harga tahun dasar

Catatan : BPE = Rp 200.000,-/m
3
(2003)

2. Biaya revegetasi
Biaya revegetasi dihitung sampai lahan terdegradasi (lahan terbuka)
pulih kembali menjadi hutan.



CR = Biaya revegetasi (Rp)
LA = Luas lahan yang rusak (ha)
C = Indek biaya revegetasi (ha)
T = Rentang waktu keberhasilan revegetasi
19

t
d
IH
CUH BUH LA
IH
| |
=
|
\ .

t
d
IH
CL BPL LA
IH
=
t
d
d
IH
CBD CBD LA
IH
=
t
d
d
IH
Cgen Cgen LA
IH
=
CFPA = CR + CPMR

3. Biaya pembangunan dan pemeliharaan reservoir
Biaya yang dibutuhkan untuk membangun dan memelihara reservoir
sebesar:



CFPA = Biaya pembangunan dan pemeliharaan reservoir (Rp)
CR = Biaya pembangunan reservoir (Rp)
CPMR = Biaya pemeliharaan reservoir (Rp)

4. Biaya hilangnya unsur hara





CUH = Biaya hilangnya unsur hara (Rp)
BUH = Biaya pembentukan unsur hara tahun dasar (Rp)
t
IH = Indeks harga tahun terjadinya kerusakan
IHd = Indeks harga tahun dasar

5. Biaya Fungsi pengurai Limbah





CL = Biaya fungsi pengurai Limbah
BPL = Biaya pengurai limbah tahun dasar
t
IH = Indeks harga pada tahun terjadinya kerusakan
IHd = Indeks harga tahun dasar

6. Biaya pemulihan keanekaragaman hayati





CBD = Biaya pemulihan keanekaragaman hayati
CBDd = Biaya pemulihan keanekaragaman hayati tahun dasar
t
IH = Indeks harga pada tahun terjadinya kerusakan
IHd = Indeks harga tahun dasar

7. Biaya pemulihan genetik





20

t
d
d
IH
Ccar Ccar LA
IH
=
CPE = {CBP +CR +CFPA +CUH +CL +CBD +Cgen +Ccar + Rcar}
d
Rcar Rcar Tcar LA =
Cgen = Biaya pemulihan genetik
Cgen = Biaya pemulihan genetika tahun dasar (Rp 410.000/ha)

t
IH = Indeks harga pada tahun terjadinya kerusakan
IHd = Indeks harga tahun dasar

8. Biaya pelepasan karbon (CCar)





Ccar = Biaya pelepasan karbon (Rp)
Ccard = Biaya pelepasan karbon tahun dasar (Rp/ha)
t
IH = Indeks harga pada tahun terjadinya kerusakan
d
IH = Indeks harga tahun dasar

9. Biaya Perosot karbon (carbon reduction)
Dengan adanya perusakan terhadap vegetasi di permukaan tanah
maka terjadi penurunan karbon yang tersedia (carbon lost), untuk itu
perlu dipulihkan.



Rcar = Biaya perosotan karbon
Rcard = Biaya perosot karbon tahun dasar
Tcar = Total carbon yang hilang
LA = Luas areal yang rusak

Dengan demikian formula penghitungan ganti kerugian pemulihan
lingkungan adalah:





D. Kerugian Ekosistem

Pemilihan teknik yang digunakan dalam penghitungan nilai ekonomi
kerugian lingkungan akibat kerusakan lingkungan didasarkan atas
beberapa pertimbangan:
1. Teknik yang digunakan absah (valid) dan dapat dipercaya (reliable).
2. Teknik penilaian dapat diterima oleh institusi dan mutakhir.
3. Teknik yang digunakan dapat dikuasai oleh pengguna.
4. Teknik yang digunakan sederhana dan tidak membutuhkan biaya
besar.

Teknik atau metode penilaian eksternalitas merupakan fungsi
kerusakan lingkungan terhadap dampak ekonomi yang menyatakan
pertambahan dampak ekonomi setiap unit kerusakan lingkungan
disebut sebagai kerugian marjinal. Komponen yang dihitung meliputi:
21


t
d
IH
CTA BTA
IH
= x LA
CR = VA x LA x MR
1. biaya memulihkan fungsi tata air;
2. biaya pembuatan reservoir;
3. biaya pengaturan tata air;
4. biaya pengendalian erosi dan limpasan;
5. biaya pembentukan tanah;
6. biaya pendaur ulang unsur hara;
7. biaya pengurai limbah;
8. biaya keanekaragaman hayati;
9. biaya sumberdaya genetik;
10. biaya pelepasan karbon;
11. biaya erosi;
12. biaya pemulihan biodiversity.

Penghitungannya adalah sebagai berikut:

1. Biaya Memulihkan Fungsi Tata Air

CHTA = KA x BHTA x T x LA x IH1/ IHd

CHTA : Biaya memulihkan fungsi tata air (Rp/m3)
KA : Kadar air m
3
/401m
3
per ha
BHTA : Biaya memulihkan tata air tahun dasar (Rp/ha)
T : Tahun
LA : Lahan yang hilang/tidak berfungsi karena dirusak (ha)
IH1 : Indeks harga pada tahun terjadi kerusakan
IHd : Indeks harga tahun dasar

2. Biaya pembuatan reservoir



CR = Biaya pembuatan reservoir (Rp)
VA = Volume air per Ha (m
3
/Ha)
LA = Lahan yang rusak/hilang sehingga tidak berfungsi ekonomi
hilang (Ha)
MR = Biaya pemulihan reservoir (Rp/m
3
)

3. Biaya fungsi tata air





CTA = Biaya pengaturan tata air (Rp)
BTA = Biaya tata air (Rp/ha)
IHt = Indeks harga pada tahun terjadinya kerusakan
IHd = Indeks harga tahun dasar
LA = Luas lahan yang rusak


22

CPMR = T x LA x BPMR
t
d
IH
CPT BPT LA
IH
| |
=
|
\ .

t
d
IH
CUH BUH LA
IH
| |
=
|
\ .

t
d
IH
CL BPL LA
IH
=
CFPA = CR + CPMR
4. Biaya pemeliharaan reservoir
Biaya pemeliharaan sampai lahan terdegradasi (lahan terbuka) pulih
menjadi hutan alam.



CPMR = Biaya pemeliharaan reservoir (Rp)
T = Tahun
LA = Luas lahan yang rusak (ha)
BPMR = Biaya reservoir tahun dasar (Rp/ha/tahun)
5. Biaya pembentukan tanah





CPT = Biaya pembentukan tanah (Rp)
CPT = Biaya pembentukan tanah (Rp /ha)
t
IH = Indeks harga pada tahun terjadinya kerusakan

d
IH = Indeks harga tahun dasar

6. Biaya hilangnya unsur hara





CUH = Biaya hilangnya unsur hara
BUH = Biaya pembentukan unsur hara (Rp. 4.610.000)
t
IH = Indeks harga pada tahun terjadinya kerusakan
d
IH = Indeks harga tahun dasar

7. Biaya Fungsi pengurai Limbah (CL)





CL = Biaya Fungsi pengurai Limbah
BPL = Biaya pengurai limbah (Rp 435.000/ha)
t
IH = Indeks harga pada tahun terjadinya kerusakan
IH = Indeks harga tahun dasar

8. Biaya pembangunan dan pemeliharaaan reservoir
Biaya yang dibutuhkan untuk membangun dan memelihara reservoir
sebesar :


23

t
d
IH
CBD BBD LA
IH
=
t
d
IH
CGen Bgen LA
IH
=
t
d
IH
CCar BCar LA
IH
=

CFPA = Biaya pembangunan dan pemeliharaan reservoir
CR = Biaya pembuatan reservoir (Rp)
CPMR = Biaya pemeliharaan reservoir (Rp)

9. Biaya pemulihan genetik (Cgen)





Cgen = Biaya pemulihan genetik
Bgen = Biaya pemulihan genetika tahun dasar(Rp 410.000/ha)

t
IH = Indeks harga pada tahun terjadinya kerusakan

d
IH = Indeks harga tahun dasar

10. Biaya pelepasan karbon (CCar)





CCar = Biaya pelepasan karbon
BCar = Biaya pelepasan karbon tahun dasar(Rp 90000/ha)
t
IH = Indeks harga pada tahun terjadinya kerusakan
d
IH = Indeks harga tahun dasar

11. Biaya erosi




Cer = Biaya erosi
BEr = Biaya pengendalian erosi tahun dasar (Rp.1.225.000/ha)
LA = Luas lahan yang rusak/hilang (Ha)
t
IH = Indeks harga pada tahun terjadinya kerusakan
d
IH = Indeks harga tahun dasar

12. Biaya pemulihan biodiversity (CBD)





CBD = Biaya pemulihan biodiversity
BBD = Biaya pemulihan keanekaragaman hayati tahun dasar (Rp
2.700.000/ha)
t
IH = Indeks harga pada tahun terjadinya kerusakan
d
IH = Indeks harga tahun dasar
t
d
IH
CEr BEr LA
IH
| |
=
|
\ .
24


PVI = APB APA

Dengan demikian formula penghitungan ganti rugi akibat nilai
kerusakan lingkungan adalah:

CKH = {CFPA + CR + CPMR+ CFPA +CTA + CEr + CPT + CUH + CPL +
CBD + Cgen + C car}


E. Biaya Kerugian Masyarakat

Penghitungan terhadap kerugian yang diderita oleh masyarakat akibat
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan memang menyangkut
dimensi yang sangat luas. Meski demikian dalam konteks penghitungan
ganti rugi akibat kerusakan lingkungan, penghitungan ini lebih
didasarkan pada komponen yang disebut sebagai compensable
damage atau kerusakan yang dapat dikompensasi. Beberapa
komponen ini dapat dihitung langsung melalui mekanisme pasar,
sebagian harus dihitung melalui pengukuran tidak langsung yang
dihitung melalui pendekatan (revealed preference) atau preferensi yang
mengemuka yang dilakukan melalui penghitungan kesanggupan
menerima kompensasi (willingness to accept) dan kesanggupan
membayar (willingness to pay).

1. Pengukuran Kerugian Primer dari Aset Masyarakat

a. Hedonic Price
Pengukuran langsung atau pengukuran primer dapat dilakukan
untuk mengganti kerugian property seperti kerusakan rumah,
tanaman dan hak milik lainnya. Prinsip ini didasarkan pada
perubahan nilai property sebelum dan sesudah terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. Nilai property yang
mengalami atau berada di daerah yang terkena pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan akan memiliki nilai yang lebih
rendah dibanding dengan property yang berada tidak dalam lokasi
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.

Pengukuran harus dilakukan pada property yang memiliki
karakteristik sejenis dengan nilai awal pasar yang relative
homogeny. Penghitungan nilai dapat juga dilakukan melalui
perubahan nilai apresiasi nilai property control dengan nilai
property yang terkena dampak. Atau




PVI = Property value impact
APB = Apresiasi property sebelum terkena dampak
APA = Apresiasai property setelah terkena dampak.



25



b. Pendekatan Pendapatan Faktor (Factor Income Approach)
Pengukuran kerugian melalui pendekatan pendapatan faktor
digunakan untuk menghitungan aset masyarakat yang digunakan
sebagai faktor produksi seperti perikanan, pertanian, peternakan
dan perkebunan. Pendekatan ini didasarkan pada konsep fungsi
produksi yakni sumber daya alam dan lingkungan digunakan
sebagai input untuk menghasilkan produk yang dijual ke pasar.
Perubahan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan input
tersebut merupakan pendekatan (proxy) untuk menghitung ganti
kerugian. Misalnya saja petani ikan yang menggunakan sumber
pakan dari rantai makanan perairan yang lebih rendah seperti
fitoplankton, ikan-ikan juvenile dan sebagainya, biaya untuk
menghasilkan ikan yang bisa dijual ke pasar akan lebih mahal
ketika sumber ikan-ikan yang kecil ini sulit ditemukan.
Penghitungan dengan pendekatan faktor ini dapat didekati
melalui dua cara yakni:

PBI = Bib Bis = (Rp X /Kg) sebelum (Rp x /Kg) sesudah

PBI adalah perubahan biaya input
Bib = biaya input sebelum terjadi kerusakan
Bis = Biaya input sesudah terjadi kerusakan

Penghitungan lain adalah melalui perubahan rente ekonomi atau
surplus

Rent = ((Pb x Qb) Biaya rata-rata /output) sebelum - ((Ps x Qs)
Biaya rata-rata /output) sesudah.

Pb adalah harga produk sebelum terjadi kerusakan:
Qb = produksi sebelum terjadi
Ps = harga output sesudah pencemaran
Qs = harga sesuah terjadi pencemaran/kerusakan.

Dimisalkan bahwa sebelum terjadi pencemaran petani ikan
membutuhkan biaya pakan sebesar Rp 10.000 per kg. Sesudah
terjadi pencemaran biaya input meningkat menjadi Rp 20.000 per
kg. Jika produksi per tahun sebesar 1.500 kg maka perubahan
biaya input = PBI = (10.000*1.500) (20.000)*15.000 = Rp 15 juta
per tahun per petani.

2. Pendekatan Surplus Ekonomi
Pendekatan lainnya yang dapat digunakan untuk menghitung
kerugian terhadap masyarakat adalah melalui pendekatan
kesejahteraan yang diukur dari perubah surplus yang diterima oleh
konsumen dan surplus ekonomi yang diterima oleh produsen. Kedua
pendekatan tersebut diterangkan sebagai berikut:

a. Surplus Konsumen
Surplus konsumen adalah kelebihan kesediaan untuk membayar
di atas jumlah yang dibayarkan. Untuk memudahkan
26

pemahaman tentang surplus konsumen perhatikan Tabel 3.4.
Pada harga tertinggi Rp 9/unit X, konsumen membeli produk X
sebanyak 1 unit dan membayar sebanyak Rp 9, sedangkan
kesediaannya membayar juga Rp 9/unit. Dengan demikian tidak
ada surplus konsumen atau surplus konsumen sebesar nol.
Kemudian bila harga turun menjadi Rp 8/unit dan ia membeli 2
unit barang X, maka ia akan membayar dengan sebanyak Rp 16,
walaupun sebenarnya ia bersedia membayar sebesar Rp 9 untuk
unit yang pertama dan Rp 8 untuk unit kedua, sehingga total
kesediaannya membayar sebesar Rp 9 + Rp 8 = Rp 17.

Dalam hal ini dikatakan konsumen mendapat surplus konsumen
sebesar Rp 1. Selanjutnya bila harga turun lagi menjadi Rp
7/unit, maka dengan membeli 3 unit X ia akan membayar
sebesar Rp 21, sedangkan kesediaannya membayar untuk 3 unit
X adalah Rp 9 untuk unit X yang pertama, Rp 8 untuk unit X
yang kedua, dan Rp 7 untuk unit X yang ketiga, dan
menghasilkan total kesediaan membayar sebanyak Rp 24.

Dengan demikian konsumen mendapatkan surplus konsumen
sebesar Rp 3. Untuk pembelian pada harga yang lebih rendah
selanjutnya, maka akan diperoleh nilai surplus konsumen yang
semakin besar, seperti bila pada harga Rp 5/unit dan ia membeli
sebanyak 5 unit X, maka akan didapatkan surplus konsumen
sebesar Rp 10.
Tabel 3.4: Harga Barang dan Surplus Konsumen

Harga
barang
Jumlah barang
yang dibeli
Kesediaan
membayar
Jumlah
pembayaran
(Rp) (X) (Rp) (Rp)
Surplus
konsumen
9 1 9 9 0
8 2 17 16 1
7 3 24 21 3
6 4 30 24 6
5 5 35 25 10

Harga produk menggunakan Harga Patokan Setempat (HPS) yang ditetapkan oleh
Bupati/Walikota setempat.

Konsep surplus konsumen itu dapat digambarkan sebagai luas
seluruh segitiga AP0B pada Gambar 3.1.











SDAL
D
Q q
1
Gambar 3.1 Surplus konsumen
27


b. Surplus Produsen
Surplus produsen adalah kelebihan pembayaran yang diterima
produsen di atas kesediaan untuk menerima pembayaran. Untuk
memahami konsep surplus konsumen ini dapat digunakan Tabel
3.5 yang menunjukkan hubungan antara harga barang X dengan
surplus produsen.

Tabel 3.5 Harga Barang dan Surplus Produsen










Harga produk menggunakan Harga Patokan Setempat (HPS) yang ditetapkan oleh
Bupati/Walikota setempat.

Pada harga produk X setinggi Rp 5/unit kesediaan produsen
menerima pembayaran setinggi Rp 5 dan pembayaran yang
diterimanya juga sebesar Rp 5 sehingga nilai surplus produsen
sebesar Rp 0. Kemudian pada harga yang lebih tinggi sebesar Rp
6/unit, kesediaan menerima pembayaran produsen adalah Rp 5
untuk unit 1 dan Rp 6 untuk unit ke 2, sehingga total
kesediaannya menerima pembanyaran ada Rp 11, sedangkan
pembayaran atas penjualan produk X yang diterimanya adalah
Rp 12, dan tercipta surplus produsen setinggi Rp 1. Demikian
seterusnya sampai harga Rp 9 misalnya, maka surplus produsen
dapat diketahui menjadi Rp 11, yaitu selisih antara kesediaan
menerima pembayaran dengan jumlah pembayaran yang
seseungguhnya. Konsep surplus produsen ini dapat digambarkan
sebagai luas segitiga EFG pada Gambar 3.2.













Gambar 3.2 Surplus Produsen




Harga
barang
Jumlah barang
yang dijual
Kesediaan
menerima
bayaran
Jumlah yang
diterima
(Rp) (X) (Rp) (Rp)
Surplus
produsen
9 5 34 45 11
8 4 25 32 7
7 3 18 21 3
6 2 11 12 1
5 1 5 5 0
SDAL
S
0
Q
28


3. Biaya Tambahan (Added Cost) atau Biaya Pencegahan (Averted Costs)

Penghitungan biaya tambahan atau (added cost) dan biaya pencegahan
(averted cost) dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan oleh pelaku
ekonomi untuk menghindari biaya yang lebih besar akibat kerusakan
dan/atau pencemaran lingkungan. Misalnya ketika terjadi tumpahan
minyak di sekitar pantai, maka kapal-kapal nelayan tidak bisa melalui
jalur yang lebih pendek yang biasa mereka lalui sehingga
membutuhkan biaya tambahan. Selisih biaya yang dikeluarkan ini
merupakan added cost yang menjadi bagian dari kompensasi. Secara
sederhana added cost (Biaya Tambahan) ditulis menjadi:

BTM = Biaya tambahan per unit ketidak terjadi pencemaran - Biaya
Per unit base lain.

Penggunaan metode biaya tambahan bisa juga digunakan ketika terjadi
perubahan atas permintaan masyarakat terhadap jasa lingkungan
akibat adanya pencemaran dan/kerusakan lingkungan. Misalnya
ketika terjadi pencemaran sumber air tanah (tap water) memaksa
masyarakat untuk membeli air mineral (air botol atau kemasan), biaya
tambahan ini merupakan averted cost yang dibayar masyarakat yang
perlu dikompensasi. Dalam hal formula dihitung berdasarkan BTM2 =
biaya pembelian barang per unit dalam kondisi base line (tanpa
pencemaran) biaya pembelian barang per unit setelah adanya
pencemaran.

Pencemaran air memaksa konsumen berpidah dari tap water ke botol
kemasan. Dimisalkan bahwa perubahan ini menyebabkan perubahan
belanja sebesar Rp. 20. 000 per rumah tangga per bulan. Jika
dimisalkan ada 2.000 rumah tangga dan air tercemar selama 24 bulan
maka total kerugian yang diderita adalah sebesar Rp. 960 juta.

a. Hilangnya pendapatan (Forgone incomes)

Forgone income adalah kehilangan pendapatan dan alternative
pendapatan yang diakibatkan oleh adanya perubahan aktifitas
ekonomi akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. Ada
beberapa metode yang bisa digunakan untuk menghitung forgone
income tersebut. Salah satu dari metode tersebut misalnya
menghitung Fee losses. Fee losses adalah kehilangan penerimaan
yang seharusnya diterima masyarakat atau pemerintah daerah
akibat terhentinya aktifitas ekonomi yang disebabkan oleh
perubahan dari lingkungan. Untuk menghitung fee loses ini
diperlukan data antara lain menyangkut:

1) Jumlah fee yang diterima per unit barang atau jasa lingkungan
sebelum terjadi pencemaran.
2) Jumlah unit yang terkena dampak (misalnya orang per hari).

Formula yang dapat digunakan untuk menghitung fee loses ini bisa
ditulis sebagai berikut:
29


FL = FPU x NU x Jumlah waktu terjadi pengurangan unit

FL = fee loses
FPU = fee per unit
NU = jumlah unit yang berkurang

Formula ini sudah umum digunakan di beberapa negara untuk
menghitung kerugian dari hilangnya fee yang diterima.

Forgone income juga bisa dihitung dari kehilangan upah yang
diperoleh akibat terjadinya perubahan upah sebelum dan sesudah
terjadi pencemaran. Dalam kasus ini forgone income identik dengan
loss of earning atau kehilangan pendapatan yang seharusnya
diperoleh jika tidak terjadi kerusakan lingkungan. Loss of earning
pada prinsipnya menghitung pendapatan dalam periode tertentu
berdasarkan akunting pembayaran (upah) yang diterima dikurangi
dengan masa kerja yang hilang akibat kerusakan lingkungan. Dalam
kasus ini penghitungan loss of earning harus didasarkan pada akibat
langsung kerusakan lingkungan bukan karena:
i. Masalah kesehatan sebelum terjadinya pencemaran;
ii. Masalah kesehatan sebelumnya yang tidak berkaitan;
iii. Kelalaian dalam bekerja.

Penghitungan loss of earning dilakukan melalui formula:
1. Standar upah (a)
a. Upah per minggu
b. Asuransi

2. Net loss (b)
Total pembayaran (a + b)
- Pembayaran pengadilan

3. Jumlah yang dibayarkan.

Seorang pekerja yang biaya menerima upah dari pertanian, akibat
kerusakan lingkungan maka upah akan berkurang dalam beberapa
minggu.

Misalnya:

Standar upah (sebelum terjadi
pencemaran)
= Rp. 50.000 per minggu
Tidak bekerja selama 24 jam = Rp. 1.200.000
Santunan = Rp. 200.000
Net loss = Rp. 1.000.000
Total payable = Rp. 1.000.000
Biaya pengadilan = Rp. 200.000
Total kompensasi = Rp. 800.000

Dimisalkan bahwa suatu pencemaran minyak menyebabkan pantai
ditutup untuk rekreasi. Dimisalkan bahwa tarif masuk (entry fee)
diterapkan sebesar Rp 5.000 per sekali masuk. Dimisalkan bahwa
30

pantai ditutup selama 11 minggu dan menyebabkan kehilangan
11.000 tarif masuk (entry fee) dalam 11 minggu. Maka total kerugian
selama penutupan adalah sebesar Rp 55 juta.

b. Transfer Manfaat (Benefit Transfer)

Metode lain yang dapat digunakan untuk menentukan ganti
kerugian adalah melalui pendekatan benefit transfer. Benefit transfer
menerapkan nilai atau data dan fungsi dari satu kerusakan di
tempat lain menjadi dugaan nilai di lokasi yang akan dianalisis.
Benefit transfer digunakan ketika data yang diperlukan untuk
keperluan kasus yang ditangani tidak tersedia. Dalam menggunakan
benefit transfer, tahapan yang diperlukan antara lain adalah:
1) identifikasi sumber daya atau jasa lingkungan yang akan
dihitung;
2) idenfitikasi potensi ekosistem yang relevan;
3) evaluasi aplikasi yang mungkin bisa diterapkan;
4) aplikasi pendekatan benefit transfer.

Tabel 3.6 di bawah ini memberikan beberapa nilai yang dapat
digunakan untuk menghitung ganti rugi dengan benefit transfer.

Tabel 3.6 Penghitungan Ganti Kerugian dengan Benefit Transfer

Jenis kerusakan Nilai Sumber
Nilai keberadaan:
a. Daratan
(Terrestrial)

b. Pesisir

c. Lahan basah

a. US$ 27 US$ 102 per
rumah tangga per
tahun
b. US$ 9 US$ 52 per
rumah tangga per
tahun
c. US$ 8 US$ 97 per
rumah tangga per
tahun

Nunes dan van den Bergh
(2001)
Biaya pengganti
perbaikan kualitas air:
Dari tidak bisa
diminum menjadi
layak minum
US$ 8.50 US$ 59 per
rumah tangga per tahun
Luken, Johnston dan Kibler
(1992)
Nilai air untuk :
a. Irigasi
b. Domestik
c. Waste disposal


a. US$ 86.59 per acre-foot
b. US$ 239.97 per acre-
foot

Fredercik van den Berg
(1996)
Kebisingan jalan raya 0.64 persen nilai properti Schipper (1996), Bateman,
Day, Lake dan Livett (2001)
Biaya kesehatan
akibat pencemaran
udara
Suspended particulate

a. PM10




b. Lead


US$ 194 per mikro gram
per m3 per rumah tangga




a. US$ 26.5 US$ 74 per
orang per tahun per
mikrogram per m3
b. US$ 5.6 US$ 17.5 per
orang per tahun per
0.01 mikrogram per
mm3
Smith dan Huang (1995)
31



c. SO2
c. US$ 1.38 US$ 24.8
per orang per tahun per
d. mikrogram per m3

Dimisalkan bahwa terjadi kontaminasi air bawah tanah oleh jenis
pencemar tertentu yang cukup beracun di suatu daerah A di
Indonesia. Untuk menghitung koefisien pencemaran jenis yang sama
dengan menghasilkan persamaan sebagai berikut:


Value = 3.0685 + (0.0665*income) + (0.7878* northwest)


Value = pemanfaat nilai langsung dan tidak langsung dari air
bawah tanah
Income = pendapatan rata-rata per rumah tangga
Northwes = variable dummy (1 = northwest, 0 = daerah lainnya)

Jika di lokasi lain pendapatan rumah tangga sebesar Rp 35 juta per
tahun, maka dengan memasukan nilai tersebut ke persamaan di
atas akan menghasilkan nilai kesediaan membayar (WTP) sebesar Rp
5.4 juta rupiah per rumah tangga per tahun, dikalikan dengan
jumlah rumah tangga yang ada maka akan diperoleh nilai ganti rugi
akibat pencemaran terhadap air bawah tanah.

c. Biaya Sakit (Cost of illness)

Metode ini digunakan apabila pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan menimbulkan gangguan kesehatan. Jika pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan mengakibatkan gangguan kesehatan,
sehingga penderita tidak dapat bekerja, kerugian dapat dihitung selama
yang bersangkutan menderita sakit.

Biaya-biaya yang dihitung antara lain:
1) biaya perawatan dokter, obat-obatan dan laboratorium;
2) biaya pengeluaran konsumsi selama sakit;
3) biaya pengeluaran akomodasi ketika sakit;
4) biaya pengeluaran transportasi selama berobat;
5) biaya hilangnya penghasilan;
6) menurunnya nilai produktivitas.

Tahapan pelaksanaan metode ini:
1) memastikan bahwa gangguan kesehatan yang dialami benar-benar
berasal dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan;
2) menyiapkan kuisioner untuk melakukan survei;
3) melakukan survei, terhadap sejumlah responden disekitar lokasi
kejadian yang berinteraksi dengan lokasi pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan;
4) mengolah hasil survei dengan teknik statistik;
5) mengestimasi nilai rata-rata perindividu para responden lalu
diextrapolasi dengan populasi penderita disekitar lokasi pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan.
32


BAB IV
CONTOH PENGHITUNGAN GANTI KERUGIAN

A. Pencemaran Lingkungan

1. Pencemaran air permukaan

a. Penghitungan Kerugian Akibat Tidak Dilaksanakannya Kewajiban
Pengolahan Air Limbah.

Terdapat banyak jenis teknologi pada Instalasi Pengolah Air
Limbah (IPAL), termasuk turunan, variasi dan kombinasinya,
yang bisa dipilih berdasar kebutuhan proses dan budget, antara
lain secara garis besar pada secondary treatment:
1) Oksidasi dan kolam fakultatif (Oxidation & Facultative Pond)
2) Kolam aerasi (Aerated Lagoon)
3) Proses Lumpur Aktif (conventional activated sludge)
4) Perluasan aerasi, tahap aerasi (Extended Aeration, Step
Aeration)
5) Parit oksidasi (Oxidation Ditch)
6) Reaktor unggun bergantian (Sequencing Batch Reactor)
7) Saringan menetes, pengontak biologi berputar (Trickling Filter,
Rotary Biocontactor)
8) Reaktor poros dalam, pengolahan vertikal (Deep shaft reactor,
Vertread)
9) Membran biorekator (Membrane bioreactor)
10) Teknologi paten dan baru berkembang lainnya

i. Pendekatan penghitungan
Penghitungan ganti kerugian biaya kewajiban pengolahan
limbah menggunakan prinsip biaya penuh yang mencakup
energi, bahan kimia, tenaga kerja, biaya pemeliharaan dan
depresiasi IPAL atau membangun IPAL baru sesuai dengan
kapasitas produksi.

CONTOH untuk i.:

Pabrik A sudah memiliki IPAL, namun kinerjanya tidak baik,
sehingga kualitas effluent IPAL melebihi baku mutu. Oleh karena
itu penghitungan biaya beban lingkungan dibatasi hanya pada
selisih antara effluent dan baku mutu lingkungan.

Berbagai jenis teknologi IPAL (beserta turunan dan
kombinasinya) secara umum sudah dikenal performa dan
karakteristiknya. Penghitungan nilai investasi, biaya operasi dan
pemeliharaan berikut ini adalah nilai kerugian yang harus
dibayar pihak pencemar (polluter pay principal):



33




Tabel 4.1. Perbandingan berdasar Studi Evaluasi berbagai Jenis
Teknologi IPAL pada Tahap Pengolahan Sekunder

O.P A.L C.A.S O.D SBR
WW-0 WW-1 WW-2 WW-3A WW-3B
Kriteria (Criteria)
Weight
R WS R WS R WS R WS R WS

Biaya Modal
(Capital Cost)
10 <1 - 1,0 10 3,6 36 5,0 50 1,5 15
Biaya operasional
dan
pemeliharaan (O
& M Cost)
10 <1 50 5,0 50 2,4 24 1,7 17 1,0 10
Biaya
pendamping dari
lokal (Local Share
Cost)
10 1,6 16 1,6 16 4,3 43 5,0 50 1,0 10
Kehandalan dan
kesederhanaan
mekanik
(Mechanical
Simplicity and
Reliability)
8 <1 8 1 8 2 16 2 16 2 16
Kesederhanaan
pengoperasian
(Operating
Simplicity)
8 0,5 4 1 8 2 16 2 16 2 16
Fleksibilitas
proses (Operating
Flexibility)
5 5 25 3 15 2 10 2 10 2 10
Estetika
(Aesthetic)
8 >5 - 5 40 3 24 3 24 2 16
Potensi bau (Odor
Potential)
8 >5 - 5 40 3 24 3 24 3 24
Keterbuktian
tehnologi (Proven
Technology)
5 >5 - 1 5 3 15 3 15 3 15
Kemampuan
penyesuaian
tehnologi
kedepan (Future
Technology
Adaptability)
5 >5 - 3 15 1 5 1 5 1 5
Kemampuan
memenuhi baku
mutu (Meet
Discharge
Standards)
10 >5 - 5 50 2 20 2 20 1 10
Kebutuhan lahan
(Space
Requirement)
9 >5 - 5 45 2 18 2,5 22,5 1 9
Kemampuan
mengolah dengan
kualitas keluaran
lebih baik (Higher
Quality Effluent)
6 >5 - 5 30 3 18 3 18 1 6
34

Ketahanan
pengaruh atau
gangguan cuaca
(Weather
Disturbance)
10 >5 - 5 50 1 10 1 10 1 10
Pelaksanaan
konstruksi
(Construction
Operation)
10 2 20 1 10 1 10 1 10 1 10
Kemampuan
ekspansi berikut
(Expandability)
7 >5 - 5 35 1 7 1 7 2 14
Keselamatan
operator
(Operator safety)
10 1 10 1 10 2 20 2 20 2 20
NILAI
PEMBANDINGAN
(COMPARATIVE
RATING)
392 298 312 207
RASIO (RATIO) 1,32 1 1,05 0,69
O.P : Kolam Oksidasi (Oxidation Pond)
A.L : Kolam Aerasi (Aerated Lagoon)
C.A.S : Lumpur Aktif Konvensional (Conventional Activated Sludge)
O.D : Parit Oksidasi (Oxidation Ditch)
S.B.R : Reaktor Curah Bergantian (Sequencing Batch Reactor)
R : Nilai Alternatif pada skala 1 sampai 5, dengan nilai 1 terbaik (Alternative Rating
(On scale or 1 to 5, with 1 the best)
WS : Nilai Beban (Weighted Score)

Nilai Investasi dan Biaya Operasional dan Pemeliharaan (O&M
Cost):
Dengan menggunakan gabungan dua pendekatan perbandingan
SEMES dan Kalkulasi Software, diperoleh:

ALTERNATIF I:
(Apabila pengolahan limbah cair menggunakan teknologi CAS)
Nilai Investasi = Rp. 18.140 juta Rincian
terlampir
Biaya Operasional dan
Pemeliharaan
= Rp. 3.600 juta Per tahun

ALTERNATIF II:
(Apabila pengolahan limbah cair menggunakan teknologi AL)
Nilai Investasi = Rp. (18.140 x
10/36 ) juta
= Rp. 5.040
juta
Biaya Operasional dan
Pemeliharaan
= Rp. ( 3.600 x
50/24) juta
= Rp. 7.500
juta

ALTERNATIF III:
(Apabila pengolahan limbah cair menggunakan teknologi OD)
Nilai Investasi = Rp. (18.140 x
50/36 ) juta
= Rp. 25.190 juta
Biaya Operasional dan
Pemeliharaan
= Rp. ( 3.600 x
17/24) juta
= Rp. 2.550 juta



35

ALTERNATIF IV:
(Apabila pengolahan limbah cair menggunakan teknologi SBR)
Nilai Investasi = Rp. (18.140 x
15/36 ) juta
= Rp. 9.800
juta
Biaya Operasional dan
Pemeliharaan
= Rp. ( 3.600 x
10/24) juta
= Rp. 1.500
juta
Kesimpulan:
Alternatif IV memiliki total nilai investasi dan biaya operasional
dan pemeliharaan (O&M Cost) terendah, dan bisa digunakan
sebagai acuan menghitung nilai beban pengolahan rata-rata (per
Kg selisih BOD) yang harus ditanggung lingkungan, dan yang
seharusnya dibebankan ke pihak industri/perorangan yang
effluentnya tidak memenuhi baku mutu tersebut. Penghitungan
nilai beban lingkungan menjadi:
Tabel 4.2 Penghitungan Nilai Beban Lingkungan Hidup

INVESTASI NILAI DEPRESIASI/Tahun
a. SDM Rp. 3.387 juta Rp. 113 juta
b. Mechanical &
Electrical
Rp. 6.413 juta Rp. 641 juta
TOTAL Rp. 9.800 juta Rp. 754 juta

Biaya operasional dan pemeliharaan per tahun dengan
menggunakan Alternatif IV = Rp. 1.500 juta.

Jadi, nilai beban lingkungan rata-rata (per Kg selisih BOD) =











Sehingga, apabila digunakan penghitungan mundur beberapa
tahun lalu secara langsung (berdasar nilai sekarang, tanpa
pertimbangan bunga bank), maka nilai kerugian akibat tidak
dilaksanakan kewajiban pengolahan limbah akan terakumulasi
menjadi:

Tabel 4.3 Nilai Kerugian Lingkungan

Akumulasi
Pembuangan
Limbah ke
Lingkungan pada
Masa Sebelumnya
Nilai
Kerugian
(Rp./Kg
BOD)
Jumlah
Beban
(Kg BOD/
Tahun)
Rata-rata
Akumulasi Kerugian
Akibat Tidak
Dilaksanakannya
Pengolahan Limbah
(Rp. juta)
Sampai dengan 1
tahun yang lalu

2.960

761.339

2.254
(Total Nilai Depresiasi/Tahun +O&M Cost/year)
365 x 7.000 M
3
x (387,98 90)/1000 Kg/M
3

Rp. (754 +1.500) juta
365 x 7.000 M
3
x (387,98 90)/1000 Kg/M
3

=
=
Rp. 2.254 juta
761.339 Kg
=
Rp. 2.960 per Kg BOD
36

2 tahun lalu 2.960 761.339 4.508
3 tahun lalu 2.960 761.339 6.762
4 tahun lalu 2.960 761.339 9.016
5 tahun lalu 2.960 761.339 11.270
6 tahun lalu 2.960 761.339 13.524
7 tahun lalu 2.960 761.339 15.778
8 tahun lalu 2.960 761.339 18.032
9 tahun lalu 2.960 761.339 20.286
10 tahun lalu 2.960 761.339 22.540
dst.

(Jumlah kerugian ini akan bertambah besar bila diikuti
terjadinya kerugian lingkungan dan/atau kerugian masyarakat
dan/atau biaya pemulihan).

ii. Menggunakan prinsip biaya penuh berbasis Unit
Pencemaran.

CONTOH 1 untuk ii.

Parameter-parameter limbah cair yang umum digunakan untuk
penghitungan biaya pencemaran dan nilai per unit pencemaran
untuk setiap parameter adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4 Nilai 1 Unit Pencemaran untuk Berbagai Parameter
Limbah Cair

Parameter Nilai 1 Unit Pencemaran *)
COD 50 Kg
TSS 50 Kg
Oil & Grease 3 Kg
Merkuri (Mercury) 20 g
Chromium 500 g
Nikel (Nickle) 500 g
Timbal (Lead) 500 g
Copper 1000 g
Cadmium 100 g
Pestisida dan Herbisida
(Pesticides and Herbicides)
100 g
*) Nilai 1 Unit Pencemaran setiap parameter (belum semua parameter air
limbah) ditetapkan para ahli berdasar pertimbangan tingkat bahaya dan level
toksisitasnya bila dilepas ke lingkungan.

Tabel 4.5 Basis Tarif Per Unit Pencemaran

Basis Tarif Per Unit
Pencemaran
Rp. 24.750

Rekapitulasi Harga Prediksi Investasi dan Biaya Operasional
Waste Water Treatment Plant (WWTP)

(Menggunakan teknologi CAS Conventional Activated Sludge)
Asumsi 1 $US = Rp. 9.100,- (Turnkey Project, C&F JKT)

37

Tabel 4.6 Rekapitulasi Harga Prediksi Investasi dan Biaya
Operasional Waste Water Treatment Plant (WWTP)
No. Fasilitas & Alat-alat Pengolah Limbah Cair Nilai ($US)
1. Peralatan mekanik untuk sumur pengumpul 2
unit (Mechanical equipment for pump sump 2
units )
58,000.00
2. Alat bak pengendap pasir (Sand settling basin
equipment)
23,430.00
3. Alat pengaduk bak ekualisasi (Equalization basin
mixing equipment)
43,300.00
4. Pompa pengangkat air limbah (Lift pump
equipment )
27,710.00
5. Tangki pendistribusian dan tangki pengukur
(Measuring tank and distribution tank equipment)
19,100.00
6. Sistem injeksi bahan nutrisi dan bahan kimia
(Chemical & nutrient injection system)
45,000,00
7. Reaktor biologi dan peralatan pelengkapnya
(Biorector & equipment)
172,800.00
8. Bak pengendap akhir (Final settling basin
equipment)
66,000.00
9. Alat pengonsentrat/unggun pengering lumpur
dan mesin pengurang kandungan air
(Thickener/drying bed equipment & dewatering
machine)
142,000.00
10. Tangki disinfeksi dan peralatan (Desinfection tank
& equipments)
23,000.00
11. Peralatan tangki air limbah terolah (Treated
water tank equipment)
6,620.00
12. Pompa keluaran pelepas air limbah terolah
(Discharge pump equipment)
24,200.00
13. Panel pengendali dan otomatis (Control panel &
automatic)
47,600.00
14. Instrumentasi (Instrumentation) 61,100.00
15. Pemipaan dan jaringan kabel listrik internal
kawasan IPAL [Piping & wiring (internal net at
treatment area)]
118,800.00
16. Pipa transmisi dari sumber-sumber air limbah
baku ke IPAL dan IPAL ke sungai (Transmission
piping from raw waste resources to WWTP & from
WWTP to river)
68,000.00
17. Instalasi (Installation) 78,000.00
18 Pekerjaan konstruksi dan sipil (lokal) Civil &
structural works (Local item),
Tidak/belum termasuk pekerjaan paku bumi
(paku bumi), pilihan pada kedalaman 15 m
mungkin dibutuhkan) Excluded Piling
Piling (optional item assuming 15 m depth) may be
needed.
893,060.00
19. Pendamping, uji coba dan pelatihan
[Commissioning (Local item)]
16,000.00
20. Dokumentasi dari lokal {(Documentation) (Local
item)]
3,000.00
21. Peralatan laboratoriun (pengadaan lokal)
[Laboratorium equipments (Local item)]
56,572.00
22. Jalan akses ke areal pengolahan (Acces road to
treatment area)
-
TOTAL 1.993,292.00
Dalam Rp. 18.140 juta

38

Biaya Operasional dan Pemeliharaan (O&M Cost)
Ketepatan penghitungan prediksi biaya produksi pengolahan
limbah cair, antara lain:
a. Jenis/tipe sistem pemroses limbah cair yang dipilih dan
tingkat teknologi otomatisasinya.
b. Kapasitas IPAL dan pola aliran masuk (resiko fluktuasi
beban kejut pengolahan sehari-hari).
c. Biaya total tenaga kerja, jumlah dan tingkat keahlian
pengelola dan operator.
d. Lokasi IPAL, menyangkut jarak dan transportasi terhadap
pusat-pusat penyuplaian (bahan kimia/nutrient, onderdil
mesin, listrik & BBM), dll.

Total rekapitulasi biaya pengelolaan (O&M Cost = biaya
operasional dan pemeliharaan) untuk keseluruhan sistem
(belum termasuk sistem pembuangan akhir limbah
padat/sludge, jika ada, misal menggunakan (industrial landfill)
per tahun sebagai berikut:

1) Tenaga kerja
(1 orang pimpinan departemen/instalasi, 1 orang tenaga ahli
proses/teknik kimia, 1 orang ahli mikrobiologi, 1 orang ahli
ME, 2 orang ahli lab/laboratorian, 1 orang sekretaris, 6 orang
middle staff, 12 orang teknisi/operator):

Gaji 1 orang
pimpinan
: Rp. 6.000.000 x 14 bulan = Rp. 84.000.000
Gaji 3 orang
tenaga ahli
: Rp. 4.500.000 x 14 bulan x 3 = Rp. 189.000.000
Gaji 2 orang
laboratorian
: Rp. 3.000.000 x 14 bulan x 2 = Rp. 84.000.000
Gaji 1 orang
sekretaris
: Rp. 2.000.000 x 14 bulan = Rp. 28.000.000
Gaji 6 orang
staff
: Rp. 2.500.000 x 14 bulan x 6 = Rp. 210.000.000
Gaji 22 orang
teknisi
: Rp. 1.500.000 x 14 bulan x
22
= Rp. 462.000.000
Sub Total Rp. 1.057.000.000

2) Listrik, Chemical/nutrient dan BBM/Oli, dll.
= Rp. 1.883.000.000,-
3) Pemeliharaan Rata-rata = Rp. 660.000.000,-
(Semakin bertambah tua usia peralatan WWTP, semakin
meningkat biaya repair dan maintenance).
TOTAL = Rp. 3.600.000.000,-





39


CONTOH 2 untuk ii

Pencemaran Air oleh Industri Tekstil PT. B
Data:

1. Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Tekstil:

Tabel 4.7 Baku Mutu Limbah Cair
berdasarkan Kep-51/MENLH/10/1995

Parameter Kadar Maksimum

mg/l
Beban Pencemaran
Maksimum Tekstil
Terpadu
Kg/Ton
BOD5 85 12,75
COD 250 37,5
TSS 60 9,0
Fenol Total 1,0 0,15
Krom Total (Cr) 2,0 0,30
Minyak dan Lemak 5,0 0,75
pH 6,0 9,0
Debit Limbah Maksimum 150 M
3
/Ton produk tekstil

Tabel 4.8. Baku Mutu Limbah Cair
berdasarkan SK Gub. Jateng No. 10/2004

Parameter Kadar Maksimum
mg/l
Beban Pencemaran
Maksimum Tekstil
Terpadu
Kg/Ton
BOD5 60 6
COD 150 15
TSS 50 5
Fenol Total 0,5 0,05
Krom Total (Cr) 1,0 0,10
Amonia Total 8,0 0,80
Minyak dan Lemak 3,0 0,30
pH 6,0 9,0
Debit Limbah Maksimum 100 M
3
/ton produk tekstil

2. Operasional Produksi :

Tabel 4.9. Operasional Produksi

Hari Operasional Dalam Setahun 340 hari
Kapasitas Produksi - Ton tekstil/tahun
Debit Effluent Limbah Cair ke
Lingkungan
75 M
3
/jam atau 1.800 M
3
/hari atau
612.000 M
3
/tahun

Tabel 4.10. Unit Pencemaran

Parameter Level Pencemaran
Aktual *)
Beban
Pencemaran
Netto Tahunan
Jumlah
Unit Pencemaran
COD 1.861 mG/L 581.740 kG 11.635 UP
TSS 145 Mg/L 32.300 Kg 646 UP
Total 12.281 UP
40

*)Diperoleh dari hasil analisis laboratorium terhadap effluent limbah cair
(setelah diolah atau belum diolah, dalam kasus ini sudah diolah) yang
dibuang ke lingkungan.

Beban Pencemaran Netto Tahunan:

(Level Pencemaran Aktual Baku Mutu) x Debit Effluent Limbah
Cair Tahunan

Jadi, untuk parameter COD, beban pencemaran tahunannya:
(1.861 150) mg/L x 612.000 m
3
= 1.047.132 Kg.

Untuk parameter TSS, beban pencemaran tahunannya:
(145 50) mg/L x 612.000 m
3
= 58.140 kG

Jumlah Unit Pencemaran (UP):
Beban Pencemaran Netto Tahunan, menggunakan: Satuan Unit
Pencemaran pada Setiap Parameter Inti

Jadi, untuk parameter COD, jumlah unit pencemarannya:
1.047.132 Kg : 50 Kg = 20.943 UP

Untuk parameter TSS, jumlah unit pencemarannya:
58.140 Kg : 50 Kg = 1.163 UP

Total Unit Pencemaran (UP), untuk 2 parameter COD dan TSS =
22.106 UP (dapat dijumlahkan)

3. Total Biaya Kerugian Lingkungan Akibat Pencemaran Air Limbah

Tabel 4.11. Total Biaya Kerugian Lingkungan Akibat Pencemaran
Air Limbah Tahun ke 1 s.d Tahun ke 5

Total Unit
Pencemaran (UP)
22.106 UP
Basis Tarif Per UP Rp. 24.750
Tahun Operasional Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5
20% 40% 60% 80% 100% Total Biaya
Pencemaran
(Rp. juta/tahun)
109 219 328 438 547

Tabel 4.12. Total Biaya Kerugian Lingkungan
Akibat Pencemaran Air Limbah Tahun ke 6 s.d ke 10

Jumlah Unit
Pencemaran (UP)
12.106 UP
Basis Tarif Per UP Rp. 24.750
Fase Pencemaran Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10
100% 100% 100% 100% 100% Total Biaya
Pencemaran
(Rp. juta/tahun)
547 547 547 547 547




41

Tabel 4.13. Total Biaya Kerugian Lingkungan
Akibat Pencemaran Air Limbah Tahun ke 11 s.d Tahun ke 15

Jumlah Unit
Pencemaran (UP)
12.106 UP
Basis Tarif Per UP Rp. 24.750
Fase Pencemaran Tahun 11 Tahun 12 Tahun 13 Tahun 14 Tahun 15
100% 100% 100% 100% 100% Total Biaya
Pencemaran
(Rp. juta/tahun)
547 547 547 547 547

Tabel 4.14. Total Biaya Kerugian Lingkungan
Akibat Pencemaran Air Limbah Tahun ke 16 s.d Tahun ke 18

Jumlah Unit
Pencemaran (UP)
12.106 UP
Basis Tarif Per UP Rp. 24.750
Fase Pencemaran Tahun 16 Tahun 17 Tahun 18
100% 100% 100% Total Biaya
Pencemaran
(Rp. juta/tahun)
547 547 547

Total kerugian akibat tidak dilaksanakannya kewajiban air
limbah = Rp. 8.752 Juta

(Jumlah kerugian ini akan bertambah besar bila diikuti terjadinya
kerugian lingkungan dan/atau kerugian masyarakat dan/atau
biaya pemulihan).

b. Penghitungan Kerugian Biaya Verifikasi dan Pengawasan akibat
Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan

CONTOH untuk b

1. Penghitungan biaya verifikasi akibat pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan di kota X, adalah sebagai berikut:

No. Uraian Kegiatan Biaya

Keterangan

1. Tahap Perencanaan:
a. Penggandaan berkas
dokumen/ijin;
b. Biaya komunikasi;
c. Biaya pertemuan untuk
melengkapi administrasi
sebelum ke lapangan.


Rp. 200.000,-

Rp. 200.000,-
Rp. 10.000.000,-


Tergantung banyaknya
bahan yang digandakan

Mengundang instansi
terkait, Ahli, Akomodasi
dan konsumsi.
2. Tahap Pelaksanaan:
a. Biaya perjalanan ke
lokasi;
b. Biaya ahli;
c. Biaya pengambilan
sampel;
d. Biaya hasil analisa
laboratorium;
e. Biaya pertemuan
untuk mendapatkan
nilai kerugian
masyarakat,
pemerintah dan
penyelesaian sengketa.

Rp. 20.000.000,-

Rp. 2.500.000,-
Rp. 5.000.000,-

Rp. 10.000.000,-

Rp. 30.000.000,-

Transport lokal, tiket,
lumpsum, airport tax,
(tergantung lokasi yang di
verifikasi).
Honor ahli.
2 staf laboratorium +
lumpsum + transport.
Parameter yang diuji
disesuaikan dengan kasus
yang sedang diverifikasi.
3 kali pertemuan,
akomodasi, tiket,
transportasi lokal.
42

3. Tahap Evaluasi data dan
pembuatan laporan
periodik kegiatan
verifikasi:
a. Biaya pertemuan
dengan ahli dan
pemda;
b. Biaya pertemuan
dengan perusahaan;
c. Biaya pertemuan
dengan pemda, ahli,
perusahaan dan
masyarakat untuk
menyepakati adanya
ganti kerugian
masyarakat dan
pemerintah yang
harus dibayarkan oleh
perusahaan.




Rp. 15.000.000,-

Rp. 15.000.000,-
Rp. 30.000.000,-




Akomodasi dan konsumsi,
tiket, transport,.
Jumlah Rp. 137.900.000,-

2. Penghitungan biaya pengawasan akibat pencemaran
dan/ atau kerusakan lingkungan adalah sebagai berikut:


No.

Uraian Kegiatan


Biaya

Keterangan
1. Tahap Perencanaan:
a. Penggandaan berkas hasil
verifikasi
b. Biaya komunikasi
c. Biaya pertemuan untuk
merencanakan pelaksanaan
pengawasan
d. Biaya pertemuan dengan pemda,
ahli, perusahaan untuk
menyepakati adanya biaya
pemantauan lingkungan yang
harus dibayarkan oleh
perusahaan.

Rp. 200.000,-
Rp. 200.000,-
Rp. 10.000.000,-
Rp. 15.000.000,-


2. Tahap Pelaksanaan:
a. Biaya pemantauan pelaksanaan
hasil kesepakatan
b. Biaya ahli


Rp. 15.000.000

Rp. 100.000.000

Tergantung
lokasi kasus

Tergantung
besarnya
kasus yang
ditangani
3. Tahap pemantauan hasil
pelaksanaan pengawasan:
a. Biaya penggandaan dokumen
hasil pengawasan
b. Biaya perjalanan ke lokasi
c. Biaya pertemuan dengan
perusahaan.


Rp. 500.000

Rp. 10.000.000
Rp. 10.000.000

Jumlah Rp. 260.900.000

Biaya verifikasi dan pengawasan akibat pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan = Rp. 137.900.000,- + Rp. 260.900.000 =
Rp. 398.800.000





43

2. Pencemaran udara

a. Menggunakan Metode Penghitungan Biaya Riil dan Prinsip Biaya
Penuh.

1) Penghitungan ganti kerugian akibat pencemaran udara dengan
menggunakan penghitungan biaya riil. Teknologi yang dipilih :
Wet Scrubber, menggunakan IPAL sebagai sarana daur ulang
air untuk sprayer/nozzles.

Tabel 4.15. Penghitungan Biaya Penyusutan/Depresiasi IPAL

No. Investasi Unit Price
(Rp.)
Jumla
h Unit
Total (Rp.) Depresiasi/
Amortisasi **
1. Wet Scrubber
Tank, SS*
190.000.000 1 190.000.000 19.000.000
2. Blower, Coupling
Type
30.000.000 1 30.000.000 6.000.000
- Motor Cadangan 5.000.000 1 5.000.000 1.000.000
3. Ducting &
Cerobong
126.000.000 Ls 126.000.000 25.200.000
4. Pompa Sirkulasi,
Nozzle
6.000.000 4 24.000.000 4.800.000
5. Piping, fitting &
valve
4.000.000 Ls 4,000.000 800.000
Sumur Bor : 30-
40 meter
3.000.000 2 6.000.000 1.200.000
- Jet pump +
pump house
3.500.000 2 7.000.000 1.400.000
7. IPAL daur ulang
air
150.000.000 1 150.000.000 15.000.000
8. TPS sludge B3 20.000.000 1 20.000.000 2.000.000
Subtotal 562.000.000
9. Design &
Engineering
84.300.000 8.430.000
Total Depresiasi/Tahunan 84.830.000
*) SS = bahan stainless steel, termasuk biaya pondasi & civil work
**) Asumsi lifetime : untuk wet scrubber = 10 th ; blower & motor = 5 th ; ducting
& cerobong = 5th ; pompa sirkulasi, nozzle = 5th ; piping, fitting & valve = 5
th ; pompa & sumur bor = 5 th ; IPAL daur ulang untuk air wet scrubber = 10
th ; bangunan TPS (tempat penyimpanan sementara) sludge B3 = 10 th ;
amortisasi design & engineering = 10 th.

Tabel 4.16 Basis Hitungan: Biaya Total Operasional
per m3 emisi udara

1. Basis kegiatan oprasional wet
scrubber
= 8 jam/hari (5
hari/minggu)

2. Jumlah emisi udara yang diolah
harian
= 8 jam x 3.000 M
3
= 24.000 M
3

3. Kebutuhan Listrik: (blower +
seluruh pompa + IPAL daur ulang
untuk wet scrubber
= (7.500 + 2.000 + 1.200)
watt
= 10.000 watt
4. Harga listrik Maret 2011 untuk
industri

= Rp. 730 per kWh
44

5. Biaya listrik untuk pengolahan per
M
3
emisi udara
= (8 x 10.000) = 80 x harga
listrik industri/kWh
= Rp. 58.400
6. Biaya listrik untuk pengolahan per
M3 emisi udara
= Rp. 58.400/24.000 =

Rp. 2,43
7. Biaya pemeliharaan tahunan, 5%
investasi peralatan
= 5% x Rp. 562.000.000 = Rp. 28.100.000
8. Biaya pemeliharaan harian = Rp. 28.100.000/260 (hari
kerja per tahun)
= Rp. 108.077
9. Biaya pemeliharaan untuk
pengolahan per M3 emisi udara
= Rp. 108.077/24.000 = Rp. 4,50
10. Kebutuhan bahan kimia = 1,2 Kg/hari
11. Harga bahan kimia/Kg = Rp. 30.000
12. Biaya bahan kimia/hari = 1,2 x Rp. 30.000 = Rp. 36.000
13. Biaya bahan kimia untuk
pengolahan per M3 emisi udara
= Rp. 26.000/24.000 = Rp. 1,08
14. Tenaga Kerja untuk Wet Scrubber
dan IPAL
= 2 orang (1 orang teknisi
dan 1 orang asisten

15. Biaya tenaga kerja bulanan = 1 x 2.500.000 + 1 x
1.500.000
= Rp. 4.000.000
16. Biaya tenaga kerja harian = Rp. 4.000.000/22 hari
kerja/bulan
= Rp. 182.000
16. Biaya tenaga kerja untuk
pengolahan per M3 emisi udara
= Rp. 182.000/24.000 = Rp. 7,58
17. Jumlah sludge B3 yang
dihasilkan/hari
= 5 Kg
18. Biaya secure landfill per Ton sludge
B3
= Rp. 2.000.000
(tergantung jenis limbah
B3 dan biaya
transportasi).

19. Biaya secure landfill harian = 5/1.000 x Rp. 2.000.000 = Rp. 10.000
20. Biaya secure landfill untuk
pengolahan per M3 emisi udara
= 5/1.000 x Rp.
2.000.000/24.000
= Rp. 0,42
21. Biaya
penyusutan/depresiasi/tahunan
= Rp. 84.830.000
22. Biaya
penyusutan/depresiasi/harian
= Rp. 84.830.000/260 hari
kerja/tahun
= Rp. 326.269
23. Biaya penyusutan/depresiasi untuk
pengolahan per M3 emisi udara
= Rp. 326.269/24.000 = Rp. 13,59
24. Biaya Total Operasional untuk
pengolahan per M3 emisi udara
= Biaya listrik + biaya
pemeliharaan + biaya
bahan kimia + biaya
tenaga kerja + biaya
secure landfill + biaya
penyusutan/depresiasi =
Rp (2,43 + 4,50 + 1,08
+7,58 + 0,42 + 13,59)
= Rp. 29,60
25. Biaya total operasional tahunan
untuk pengolahan emisi udara
= Rp. 29,60 x 24.000 x 260 = Rp. 184.704.000

Jadi, bila industri tersebut tidak melakukan pengolahan emisi udara
(wan prestasi) selama 2 tahun, maka jumlah kerugian atas wan
prestasi = 2 x Rp. 184.704.000,- = Rp. 369.408.000,-

(Jumlah kerugian ini akan bertambah besar bila diikuti terjadinya
kerugian lingkungan dan/atau kerugian masyarakat dan/atau biaya
pemulihan).
45


b. Menggunakan prinsip biaya penuh berbasis Unit Pencemaran:

Sebagai studi kasus, estimasi biaya pencemaran emisi udara/gas
pembakaran bagase (sebagai sumber energi industri gula) yang
cukup dikenal di Indonesia berikut diharapkan bisa memperjelas
cara dan teknik penghitungan biaya pencemaran yang harus
dibayar pihak pencemar:

Hasil Survey Pengukuran dan Analisis Laboratorium:
Data jumlah emisi udara:

Tabel 4.17. Jumlah Emisi Udara

Bahan Bakar Konsumsi
(kg/Tahun), misal:
Ekses Udara
(%), misal:
Emisi Udara
(M
3
/tahun), misal:
Bagase 495.000.000 30 1.854.646.438
BBM - - -

Hasil analisis laboratorium emisi udara:

Tabel 4.18. Hasil Laboratorium Emisi Udara

Parameter Kunci Level Pencemaran Aktual
(mg/M3)
CO 1.600
NOx 160
Sox -
PM 6.700

Tabel 4.19. Basis Tarif Per Unit Pencemaran dan Prediksi
Tahapan Kapasitas Produksi

Basis Tarif Per Unit
Pencemaran
Rp. 24.750
Tahun Aktivitas Produksi
(Tentative)
Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5
Prediksi Tahapan Kapasitas
Produksi
20% 40% 60% 80% 100%

Data Baku Mutu:

Tabel 4.20. Baku Mutu Emisi Untuk Jenis Kegiatan Lain
(termasuk emisi industri gula):

Parameter Batas Maksimum (mg/M
3
)
NON-LOGAM :
1. Ammonia (NH3) 0,5
2. Gas Khlorin (Cl2) 10
3. Hidrogen Khlorida (HCl) 5
4. Hidrogen Fluorida (HF) 10
5. Nitrogen Oksida (NO2) 400
6. Opasitas 35%
7. Partikel (PM) 350
8. Sulfur Dioksida (SO2) 400
9. Total Sulfur Tereduksi (H2S) 35
10. Carbon Monoksida (CO) 800
LOGAM :
46

10. Air Raksa (Hg) 5
11. Arsen (As) 8
12. Antimon (Sb) 8
13. Kadmium (Cd) 8
14. Seng (Zn) 50
15. Timah Hitam (Pb) 12

Penghitungan Biaya Akibat tidak dilakukannya Pengolahan
Emisi:

Tabel 4.21 Jumlah Emisi Udara/Gas yang Dilepas
(Berdasar Data & Hasil Pengukuran)

Bahan Bakar Konsumsi
(Kg/Tahun), misal :
Ekses Udara
(%), misal :
Emisi Udara (Ukur)
(M
3
/tahun)
Bagase 495.000.000 30 1.854.646.438
BBM - - -

Tabel 4.22 Jumlah Unit Pencemaran

Parameter Level
Pencemaran
Aktual
(mg/m
3
)
Baku
Mutu
Emisi
(mg/m
3
)

Konsentrasi
Netto Emisi
(mg/m
3
)
Beban
Pencemaran
Netto
Tahunan
(kg)
Jumlah
Unit
Pencemaran
(UP)
CO 1.600 800 800 1.483.717 3. 709
NOx 160 400 Nil Nil Nil
SOx Nil 400 Nil Nil Nil
PM 6.700 350 6.350 11.777.005 47.108
Total 47.108

Tabel 4.23. Total Biaya Pencemaran

Jumlah Unit
Pencemaran (UP)
47.108 UP
Basis Tarif Per UP Rp. 24.750
Tahun Aktivitas
Produksi (Tentative)
Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5
Prediksi Tahapan
Perkembangan
Kapasitas Produksi
20% 40% 60% 80% 100%
Total Biaya
Kerugian
(Rp. juta/tahun)
233,2 466,4 699,6 932,7 1.165,9


Jadi, bila industri tersebut tidak melakukan pengolahan emisi
udara (wan prestasi) selama 5 tahun pertama, maka jumlah
kerugian atas wan prestasi = Rp. (233,2 + 466,4 + 699,6 + 932,7
+ 1.165,9) juta = Rp. 3.497.800.000,-

(Jumlah kerugian ini akan bertambah besar bila diikuti
terjadinya kerugian lingkungan dan/atau kerugian masyarakat
dan/atau biaya pemulihan).

Bila, seandainya dari tahun ke-1 s/d ke-5, industri tersebut
melakukan pengolahan emisi udara (menggunakan IPPU) dengan
baik sehingga memenuhi kriteria baku mutu udara, namun pada
tahun ke-6 terjadi kerusakan berat pada alat IPPU (sehingga
tidak lagi berfungsi) dan perusahaan tak pernah lagi
47

memperbaikinya hingga saat ini (misal tahun ke-9 akhir), maka
jumlah kerugian atas kelalaian antara tahun ke-6 s/d ke-9 akhir
(4 tahun) = Rp. (4 x 1.165,9) juta = Rp. 4.663.600.000,-

3. Pencemaran Air Laut

CONTOH 1:
Penghitungan Ganti Kerugian akibat Kecelakaan Kapal Tanker

a. Aplikasi Perubahan Kesejahteraan Konsumen

Dalam kondisi pesisir sebelum terjadi pencemaran sebanyak 200
rumah tangga (RT) di Desa G yang berada disekitar pesisir
membeli ikan per kg sebesar Rp. 5.000 dengan keinginan
membayar maksimum sebesar Rp. 10.000/ Kg /RT. Pada tingkat
harga tersebut rumah tangga mampu membeli sebanyak 10
Kg/minggu/RT atau 40 Kg/bulan/RT. Namun setelah terjadi
tumpahan minyak oleh sebuah kapal tangker, mengakibatkan
tangkapan nelayan di Desa G berkurang. Hal ini berdampak pada
kenaikan harga ikan rata-rata dipasar menjadi Rp. 7.500/Kg.
Pada tingkat harga ini setiap RT rata-rata hanya mampu membeli
sebanyak 3 Kg/minggu atau 12 Kg/bulan.

Dari Kasus diatas, hitunglah kerugian yang ditimbulkan oleh
Perusahaan X, akibat terjadinya perusakan terhadap Sei. Manau.

Data:
No. Uraian Keterangan
1. Jumlah RT Desa G : 200 KK
2. Maksimu, keingian membayar (WP) : Rp. 10.000/Kg
3. Harga sebelum sungai rusak (Po) : Rp. 5.000/Kg
4. Jumlah setelah sungai rusak (P1) : Rp. 7.500/Kg
5. Jumlah ikan yang dikonsumsi
setelah Sei Manau rusak (Q1)
: 12 Kg/bulan
6. Tingkat keparahan dampak (1) : 80%
Sko = 0,5 x RT x Po x Qo
Sko = Rp. 20.000.000/bulan
SK1 = 0,5 x RT x P1 x Q1
SK1 = Rp. 9.000.000.000/bulan
Perubahan SK = Sko SK1
Perubahan SK = Rp. 11.000.000.000/bulan
Nilai Kerugian = Perubahan SK x Tingkat
keparahan dampak
Nilai Kerugian = Rp. 8.800.000/bulan

Jadi kerugian yang ditimbulkan akibat pencemaran air laut oleh
tumpahan minyak adalah Rp 8,8 juta/bulan.

b. Aplikasi Perubahan Kesejahteraan Produsen

1 Jumlah rumah tangga nelayan (RT) = 1.000 RTN
2. Hasil Tangkapan Ikan (Qo) = 200 Kg/RTN/Hari
3. Harga Ikan (Po) = Rp. 1.000/Kg
4. Biaya Penangkapan (Co) = Rp. 500/Kg/RT
5. Total Hari Melaut (Hari) = 20 Hari/bulan

48

Dimisalkan daerah pesisir mengalami pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan dengan data sebagai berikut:

1 Hasil Tangkapan Ikan (Q1) = 100 Kg/RTN/Hari
2. Harga Ikan (P1) = Rp. 1.000/Kg
3. Biaya Penangkapan (semakin mahal) (C1) = Rp. 800/Kg/RT
4. Total hari melaut (tetap) (hari) = 20 Hari/Bulan
5. Tingkat Keparahan Dampak = 70%

Kesejahteraan Produsen sebelum pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan:

1. Total Penerimaan = RT x Qo x Po x Hari Melaut
2. Total Penerimaan = Rp. 4.000.000.000/bulan
4. Total Biaya = RT x Qo x Co x Hari Melaut
5. Total Biaya = Rp. 2.000.000.000/bulan

1. Kesejahteraan Produsen = Total Penerimaan Total Biaya
2. Kesejahteraan Produsen = Rp.2.000.000.000/Bulan

Kesejahteraan Produsen setelah pencemaran dan/atau
perusakan:

1. Total penerimaan = RT x Q1 x P1 x Hari Melaut
2. Total penerimaan = Rp. 1.600.000.000/Bulan
3. Kesejahteraan Produsen = Total penerimaan Total Biaya
4. Kesejahteraan Produsen = Rp. 400.000.000/Bulan
5. Perubahan Kesejahteraan
Produsen
= Kesejahteraan Produsen sebelum
pencemaran Kesejahteraan setelah
pencemaran.
6. Perubahan Kesejahteraan
Produsen
= Rp. 1.600.000.000/Bulan

Nilai Kerugian = Perubahan Kesejahteraan produsen x tingkat
keparahan dampak = Rp. 1.120.000.000,00/bulan

Nilai Kerugian = Rp. 1.120.000.000,00/bulan

Dengan demikian nilai kerugian akibat terjadinya pencemaran
diestimasi sebesar Rp. 1,12 milyar per bulan.

c. Aplikasi Pendekatan Produktivitas
Kerugian yang dialami masyarakat akibat pencemaran air laut.
Asumsi yang digunakan:
1) Estimasi kerugian masyarakat karena turunnya produktivitas
tambak udang windu
i. Produksi udang rata-rata (sebelum tercemar)= 2
ton/bulan/tahun
ii. Produksi udang rata-rata (setelah tercemar)= 0,74
ton/ha/bulan
iii. Dengan demikian terjadi penurunan produktivitas = 1,26
ton/ha/bulan
2) Harga udang pada saat penelitian adalah (Rp.9.500/Kg)
3) Luas areal tambak yang tercemar 400 ha
4) Lama waktu pemulihan = 2 tahun
5) Tingkat keparahan dampak = 80%
49

i. Produksi Udang
a. Produksi rata-rata (sebelum tercemar) (kg/ha/bulan):
2.000,000
b. Produksi rata-rata (setelah tercemar) (kg/ha/bulan):
740,000
c. Penurunan produktivitas (kg/ha/bulan) : 1.260,000
ii. Penerimaan (harga udang @Rp. 9500)/ha/bulan
= Penurunan Produktivitas x harga udang
Penerimaan (harga udang @Rp. 9500) Rp/ha/bulan =
11.970.000.000
iii. Biaya produksi Rp/ha/bulan : 5.760.000.000
iv. Laba kotor Rp/ha/bulan = Penerimaan Biaya Produksi
v. Laba kotor Rp/ha/bulan = 6.210.000,000

Luas Lahan (ha) : 400.000
Nilai kerugian (Rp/bulan) = Laba Kotor x Luas lahan x Tingkat
Dampak
Nilai Kerugian (Rp/bulan) = 1.987.200.000.000

d. Aplikasi Pendekatan Biaya Pengganti

Berikut ini adalah kasus Hipotetik Perusakan Hutan Mangrove.
Kawasan hutan mangrove di Pesisir Kota T diyakini memiliki
peranan strategis dalam rangka pembangunan berkelanjutan
terutama bagi penduduk disekitar kawasan ini. Sayangnya,
struktur dan fungsi kawasan hutan mangrove ini mengalami
pencemaran akibat tumpahan minyak oleh sebuah kapal tangker.
Fungsi ekologi kawasan pesisir hutan mangrove ini yang utama
salah satunya adalah tempat bertelurnya sumberdaya perikanan
seperti ikan, kepiting dan udang (nursery ground). Diperkirakan
untuk dapat pulih dan berfungsi kembali, kawasan ini
memerlukan waktu selama 10 tahun.

1) Tempat reproduksi sumberdaya perikanan
Asumsi yang digunakan:
Kerugian pencemaran dan/atau perusakan mangrove sebagai
tempat reproduksi perikanan di dekati dengan pembangunan
rumpon:
i. Biaya pembangunan rumpon = Rp. 1 milyar /km
ii. Panjang pantai ekosistem mangrove 7 km

Biaya Pembuatan (Rp/km) = 1.000.000.000,00
Panjang garis pantai (km) = 7,00
Total biaya (Rp) = Biaya pembuatan x panjang pantai
Total biaya (Rp) = 7.000.000.000,00
Tingkat Keparahan dampak = 70 %

Nilai Kerugian (Rp/tahun) = Total biaya x Tingkat keparahan
dampak
Nilai Kerugian (Rp/tahun) = 4.900.000.000,00

50

Perhitungan NPV

Tahun ke Nilai Parsial
1 4.900.000.000
2 4.900.000.000
3 4.900.000.000
4 4.900.000.000
5 4.900.000.000
6 4.900.000.000
7. 4.900.000.000
8. 4.900.000.000
9. 4.900.000.000
10. 4.900.000.000
NPV selama 10 tahun 26.588.593.032,17

Jadi, nilai ganti rugi selama 10 tahun yang dihitung dengan
NPV, dengan suku bunga 13 % adalah Rp. 26.588.593.032,17

e. Aplikasi Pendekatan Biaya Perjalanan
Misalnya hutan mangrove sebagai obyek wisata, tercemar akibat
adanya kecelakaan sebuah kapal tangker. Dari hasil investigasi
yang dilakukan diperoleh data sebagai berikut:

1. Rata-rata pengunjung sebelum pencemaran : 1.000/minggu
2. Rata-rata pengunjung setelah pencemaran : 300/minggu
3. Lama wisatawan menginap : 3 hari
4. Tarif Kamar : Rp.
300.000/malam/wisatawan
5. Jarak hotel dengan lokasi mangrove : 75 km
6. Biaya transportasi (pp) : Rp. 700.000
7. Lama Perjalanan : 2 jam
8. Pengeluaran selama di lokasi wisata : Rp. 500.000
9. Lamanya pencemaran : 3 bulan atau 12 minggu

Jawab:
1) Penurunan jumlah pengunjung : 700 wisatawan/minggu
2) Biaya penginapan/hotel: Rp. 900.000/wisatawan
3) Biaya transportasi: Rp. 700.000/wisatawan
4) Pengeluaran selama dilokasi wisata: Rp. 500.000/wisatawan

Jumlah kerugian setiap minggunnya = Jumlah pengunjung x
(Biaya penginapan + Biaya transportasi + pengeluaran selama
dilokasi wisata)

Jumlah kerugian setiap minggunya = Rp.1.470.000.000
Total kerugian selama terjadi pencemaran = jumlah kerugian
setiap minggu x lamanya pencemaran.

Total kerugian selama terjadi pencemaran = Rp. 17.640.000.000

CONTOH 2:
Penghitungan Ganti Kerugian akibat Pencemaran Air Laut

Perhitungan ganti rugi untuk pencemaran air laut memang sangat
kompleks. Hal ini disebabkan beberapa hal menyangkut banyak jenis
pencemaran yang terjadi pada air laut seperti:
51


a. Tumpahan minyak
b. Nutrient
c. Bahan kimia organik sintetik
d. Logam berat
e. Panas
f. Sedimen
g. Masuknya spesies baru

Jika perhitungan kerugian dilakukan untuk setiap jenis pencemaran
tentu memerlukan perhitungan yang lebih rumit dan kompleks
karena memerlukan data pendukung yang sangat kompleks. Dalam
kasus ini diberikan contoh kasus tumpahan minyak yang sering
dianggap mewakili jenis pencemaran air laut karena mengandung
berbagai komponen yang terjadi baik kimia, biologi dan dampak
ekosistim.

Banyak metode yang digunakan untuk menghitung kerugian
perairan laut akibat tumpahan minya, namun yang sering digunakan
adalah perhitungan berbasis IMO dan CERCLA. Formula perhitungan
kerugian pencemaran akibat pencemaran didasarkan dengan
menggunakan formula Etkin (2004) didasarkan pada tiga komponen
yakni:
a. Biaya respon tumpahan;
b. Biaya kerusakan sosial ekonomi;
c. Biaya kerusakan lingkungan.

Biaya respon tumpahan di dasarkan pada formula:

Total Response cost = per-gallon response cost x medium modifier x
jumlah tumpahan

Biaya kerusakan sosial ekonomi didasarkan pada formula:

Total Social economic Cost = per-gallon socio-economic cost x socio
economic modifier x jumlah tumpahan

Sementara biaya kerusakan lingkungan dihitung dengan:

Total Environmental Damage Cost = per-gallon environmental cost x
0.5 (freshwater modifier + wildlife modifier) x jumlah tumpahan.

Tabel modifier yang digunakan sebagai referensi disajikan berikut
ini:

Contoh, di suatu daerah terjadi tumpahan minyak (crude oil) sebesar
750 gallon maka komponen kerugian terdiri dari:


Biaya spill response = US $ 385 x 1 x 750 = US$ 288750
(asumsi 10% pengurangan secara mekanik)
52


Biaya sosial ekonomi = US$ 300 x 0.75 x 750 = US $ 168750
(asumsi dampak moderate)

Biaya lingkungan = US$ 80 x (0.7(0.4)+0.3(1.7)) x 750 =US$ 47400
(asumsi jika perairan digunakan untuk industri (70%) dan wildlife (30%) (lihat
table multiple)

Total biaya kerugian = US$ 504900


Table 4.24: Biaya per galon tumpahan minyak (Per-Gallon Oil Spill Response Costs)

Mekanik
(Machanical)
2,4

Dispersan
3,4
(Dispersants)
Kebakaran In-Situ (In-
Situ Burn
5)

Volume
(gallons)
0% 10% 20% 50% Low High 50% 80%
<500 $100 $85 $70 $57 $36 $25 $26 $13
500-1,000 $98 $83 $68 $55 $35 $24 $25 $12
1,000 - $97 $82 $67 $54 $34 $23 $24 $11
10,000- $87 $72 $59 $41 $26 $18 $18 $9
100,000- $74 $62 $49 $26 $17 $10 $10 $5
>1,000,000 $31 $26 $17 $12 $11 $6 $7 $3
<500 $440 $386 $335 $310 $140 $89 $125 $64
500-1,000 $438 $385 $334 $309 $139 $88 $124 $63
1,000 - $436 $384 $333 $308 $138 $87 $123 $62
10,000- $410 $359 $308 $267 $103 $62 $103 $51
100,000- $179 $154 $128 $103 $59 $54 $72 $41
>1,000,0
00
$87 $77 $67 $36 $53 $49 $56 $26
<500 $110 $199 $189 $153 $85 $53 $75 $48
500-1,000 $218 $197 $187 $151 $84 $52 $74 $47
1,000 - $215 $195 $1$5 $149 $$2 $51 $72 $46
10,000-
100,000
$195 $185 $174 $138 $74 $31 $62 $31
100,000- $123 $118 $113 $92 $49 $29 $36 $16
>1,000,0
00
$92 $82 $76 $64 $58 $13 $22 $11
<500 -- $103 -- -- -- -- -- --
500-1,000 -- $102 -- -- -- -- -- --
1,000 - -- $100 -- -- -- -- -- --
10,000- -- $55 -- -- -- -- -- --
100,000- -- $23 -- -- -- -- -- --
>1,000,000 -- $7 -- -- -- -- -- --

53


Table 4.25: Basis Perhitungan biaya sosio-ekonomi per gallon tumpahan minyak
(Socioeconomic Base Per-Gallon Costs For Use)
Biaya dasar (Base Cost) ($/gallon)
Tipe Minyak
(Oil Type) Volume (gallons) Biaya sosial-ekonomi
(Socioeconomic)
Biaya Lingkungan
(Environmental)
<500 $65 $4$
500-1,000 $265 $45
1,000 - 10,000 $400 $35
10,000-100,000 $180 $30
100,000-1,000,000 $90 $15
Hasil
destilasi
yang mudah
menguap
(Volatile
Distillates
2)

>1,000,000 $70 $10
<500 $80 $85
500-1,000 $330 $80
1,000 - 10,000 $500 $70
10,000-100,000 $200 $65
100,000-1,000,000 $100 $30
Minyak
Ringan
(Light Fuels
3)

>1,000,000 $90 $25

<500 $150 $95
500-1,000 $600 $90
1,000 - 10,000 $900 $$5
10,000-100,000 $500 $75
100,000-1,000,000 $200 $40

Minyak
Berat (Heavy
Oils
4)

>1,000,000 $175 $35
<500 $50 $90
500-1,000 $200 $$7
1,000 - 10,000 $300 $80
10,000-100,000 $140 $73
100,000-1,000,000 $70 $35

Minyak
Mentah
(Crudes
5)

>1,000,000 $60 $30


Table 4.26: Biaya lingkungan per gallon dalam perhitungan model tumpahan minyak
(Environmental Base Pet--Gallon Costs For Use in Basic Oil Spill Cost Estimation)Model
1

Tipe Minyak
(Oil Type)
Volume (gallons)
Biaya Lingkungan dasar (Base Environmental Cost)
($/gallon)
<500 $48
500-1,000 $45
1,000 - 10,000 $35
10,000-100,000 $30
100,000-1,000,000 $15
Hasil destilasi
yang mudah
menguap
(Volatile
Distillates
2)

>1,000,000 $10
<500 $85
500-1,000 $80
1,000 - 10,000 $70
10,000-100,000 $65
100,000-1,000,000 $30
Minyak
Ringan
(Light Fuels
3)

>1,000,000 $25
<500 $95
500-1,000 $90
1,000 - 10,000 $85
10,000-100,000 $75
100,000-1,000,000 $40
Minyak
Berat (Heavy
Oils
4)

>1,000,000 $35

54


<500 $90
500-1,000 $90
1,000 - 10,000 $30
10,000-100,000 $73
100,000-1,000,000 $35
Minyak
Mentah
(Crudes
5)

>1,000,000 $30

Table 4.27: Koefisien biaya tanggap untuk kategori lokasi sedang (Response Cost
Modifiers for Location Medium Type Categories
1)

Ktaegory Nilai koefisien biaya (Cost Modifier Value
2)

Perairan terbuka/pantai (Open
Water/Shore*)
1.0
Tanah/pasir (Soil/Sand) 0.6
Bebatuan (Pavement/Rock) 0.5
Lahan basah (Wetland) 1.6
Lahan berlumpur (Mudflat) 1.4
Padang rumput (Grassland) 0.7
Hutan (Forest) 0.8
Taiga (Taiga) 0.9
Tundra 1.3
1 Kategori ini didasarkan pada kecendurangan penyebaran atau penetrasi tumpahan minyak pada
daerah yang sensitive terkena dampak. (Category in Table 4.27 based on tendency for on spread or
deep penetration in area sensitive to impact of response equipment/personnel (higher value).
*(Default value).


Table 4.28: Ranking sosial ekonomi dan nilai budaya
(Socioeconomic & Cultural Value Rankings
1)

Deskripsi lokasi dampak tumpahan
(Spill Impact Site(s) Description
Contoh (Examples) Nilai koefisien biaya (Cost
Modifier)
Value
Didominasi oleh daerah dengan nilai
sosial ekonomi yang tinggi yang secara
potensial atau berdasarkan pengalaman
memiliki derajat dampak jangka panjang
akibat tumpahan minyak.
Perikanan
subsisten dan
komersial, daerah
budidaya ikan
2.0
Didominasi oleh daerah dengan nilai sosial
ekonomi yang tinggi yang secara potensial
mengalami dampak jangka panjang akibat
tumpahan minyak.
Daerah wisata,
perikanan,
rekreasi,
pertenakan.
1.7
Didominasi oleh daerah dengan nilai
sosial ekonomi yang sedang yang secara
potensial mengalami dampak jangka
panjang akibat tumpahan minyak
Taman nasional
untuk ekowisata/
pemandangan:
daerah bersejarah
1.0
Didominasi oleh daerah dengan nilai
sosial ekonomi yang sedang yang secara
potensial mengalami dampak jangka
pendek akibat tumpahan minyak.
Daerah
pemukiman:
Taman kota, jalan
raya.
0.7*
Didominasi oleh daerah dengan nilai
sosial ekonomi yang kecil yang secara
potensial mengalami dampak jangka
pendek akibat tumpahan minyak.
Daerah industri
rngan: zona
perdagangan,
wilayah kota
0.3
Didominasi oleh daerah yang sudah
tercemar secara moderat dan berat atau
terkontaminasi atau sedikit pengaruh
sosial ekonomi dan budaya yang akan
mengalami dampak kecil bila terkena
tumpahan minyak.
Daerah industri
berat: tempat
pembuangan
akhir.
0.1



55



Table 4.29: Kategori kerentanan perairan tawar (Freshwater Vulnerability Categories)

Kategori Nilai koefisien biaya (Cost Modifier Value)
Alamiah (Wildlife Use) 1.7
Digunakan untuk air minum (Drinking) 1.6
Digunakan untuk rekreasi (Recreation) 1.0
Digunakan untuk industri (Industrial 0.4
Bahan baku air minum/rekreasi
(Tributaries to Drinking/Recreation)
1.2
Tidak terinci (Non-Specific*) 0.9

Cara lain untuk menghitung kerugian tumpahan minyak adalah dengan
menggunakan Benefit Transfer dengan menggunakan data kerugian
yang telah dihitung oleh dimana jumlah kerugian untuk berbagai
komponen ditampilkan pada Tabel berikut:

Tabel 4.30 Jumlah Kerugian untuk berbagai komponen

Kategori 15% mempengaruhi daerah
pasut (15% mempengaruhi
daerah pasut)
25% mempengaruhi daerah
pasut (25% mempengaruhi
daerah pasut)
Habitat US$ 5 3939 5050 US$5 643 140
Perikanan tangkap US$ 15 665 931 US$ 15 665 931
Penyu US$ 10 718 795 US$ 10 718 795
Burung-burung laut
(Marine birds)
US$ 9 482 011 US$ 9 482 011
Rekreasi US$ 7 420 704 US$ 7 420 704
Total US$ 48 680 946 US$ 48 930 581

4. Pencemaran tanah

CONTOH: Penghitungan Kerugian Akibat Pembuangan Limbah
Padat:
a. Tidak dilaksanakannya kewajiban pengelolaan limbah B3

Pabrik E, memiliki 2 jenis limbah padat berkategori limbah B3,
yakni: sludge dari IPAL dan ash (fly & bottom ash) yang berasal
dari boiler. Berdasar penjelasan penanggung jawab Pabrik E
jumlah sludge rata-rata yang dihasilkan IPAL per bulan 30 ton,
sedangkan ash 240 ton (jumlah ini perlu dicek berdasar neraca
massa).

Permasalahan:
Pabrik E selama 2 tahun terakhir ini diketahui tidak mengelolah
limbah B3 dengan baik. Sejumlah limbah B3 lebih dari 3 bulan
masih tersimpan di TPS (yang berkapasitas penyimpanan
sementara total 1500 ton), sebagian besar lagi limbah limbah B3
tersebut ditimbun secara terbuka di halaman belakang pabrik.
Hasil pulbaket PPNS BPLHD setempat diperoleh informasi dan
data kalkulasi sebagai berikut:

Akumulasi Limbah B3 Selama 2 Tahun Sludge IPAL Ash
Batubara
Jumlah Ton Limbah B3 Total, selama 2 tahun 720 5760
56

Jumlah Ton Limbah B3 yang Disimpan di TPS 350 1150
Jumlah Ton Limbah B3 yang Ditimbun
Terbuka
370 4610

Penghitungan Kerugian Lingkungan:

Limbah B3 yang disimpan di TPS berizin selama 2 tahun
(melebihi waktu tenggang 3 bulan) tentu saja melanggar
peraturan. Bentuk sanksi administratif dan/atau jumlah
dendanya ditentukan oleh BLH, BPLHD setempat atau KLH (tidak
dimasukkan dalam contoh perhitungan ini).

Sedangkan jumlah kerugian lingkungan akibat penimbunan
terbuka limbah B3 dapat dirinci sebagai berikut:

Penghitungan Total Kerugian Sludge IPAL Ash - Batubara
Jumlah Ton Limbah B3 yang Ditimbun Terbuka 370 4610
Prediksi Ton Limbah B3 Tersisa di Penimbunan
Terbuka Setelah 2 tahun
110 1300
Jumlah Ton Limbah B3 yang terlepas atau hilang
ke Lingkungan
260 3310




260 x Rp.
500.000 = Rp.
130.000.000,-








3310 x Rp. 60.000
= Rp
198.600.000,-
I. KERUGIAN AKIBAT TIDAK MEMENUHI
KEWAJIBAN PENGOLAH:
- Alternatif 1, menggunakan data jumlah
limbah B3 yang terlepas atau hilang
dikalikan dengan biaya pengelolaan limbah
B3 oleh pihak ke-3 berizin. Misal: biaya
pengelolaan limbah B3 sludge IPAL di daerah
tersebut = Rp. 500.000 per ton dan limbah
B3 ash-batubara = Rp. 60.000 per ton.
Subtotal
Rp. 328.600.000,-
- Alternatif 2, menggunakan data curah hujan
dan run-off water yang berpotensi
membentuk air lindi selama gabungan 2
jenis limbah B3 tersebut ditimbun di tempat
terbuka di luas wilayah tertentu. Misal:
jumlah air hujan di luas wilayah kontak
tertentu (1,5 ha, tergantung bentuk dan
kondisi lahan) dan menjadi air lindi =
127500 M3. Berasal dari data curah hujan
total selama 2 tahun setempat = 8500 mm
yang terkontak limbah B3 dalam kurun
waktu efektif (24 5,6) bulan, yakni 2 tahun
dikurangi kemampuan waktu simpan
maksimal TPS. Sedangkan biaya pengolahan
per M3 air lindi gabungan 2 jenis limbah B3
tersebut (tergantung jenis limbahnya) adalah
= Rp. 2.800,- .

Subtotal


















127500 x Rp. 2.800 = Rp.
357.000.000,-
II. KERUGIAN AKIBAT PENANGGULANGAN
dan/atau PEMULIHAN:
- Kegiatan penanggulangan berupa clean-up
dan serah terima limbah B3 ke pihak
pengangkut atau pengelola limbah B3
berizin. Kegiatan clean-up dilakukan
terhadap seluruh timbunan terbuka limbah
B3 di belakang pabrik dan terhadap 20 cm
lapisan atas lahan tercemar di lokasi
tersebut seluas sekitar 2.000 m2 (ditetapkan
berdasar survey dan analisis lab). Biaya
1. Biaya Clean-up:
a. Terhadap seluruh timbunan
terbuka campuran limbah B3
yang ada di belakang pabrik =
Rp. 564.000.000,-
b. Terhadap 20 cm lapisan atas
lahan tercemar seluas 2.000
m
2
= (2.000 x 50.000) + (0,2 x
2.000) x Rp. 400.000 = Rp.
260.000.000,-

57

2. Biaya pengangkutan atau
pengelolaan campuran limbah B3:
[(110 + 1.300) + (0,2 x 2.000)] x
Rp. 200.000,- = Rp. 362.000.000





Rp. 1.186.000.000,-

1. Biaya konstruksi remediasi = Rp.
35.000 x 15.000 = Rp.
525.000.000,

2. Biaya design & engineering (5 s/d
15% biaya konstruksi, tergantung
dimensi kegiatan) = 15% x Rp.
525.000.000,- = Rp. 78.750.000,-

Total biaya operasional dan
pemeliharaan selama 3 tahun = (Rp.
6.000.000 x 12 x 3) = Rp.
216.000.000,-
clean-up per ton campuran limbah B3 di
lokasi tersebut misal = Rp. 400.000,-. Biaya
stripping kedalaman 20 cm per m2 = Rp.
50.000. Biaya pengangkutan atau
pengelolaan per ton campuran limbah B3,
misal = Rp. 200.000,-.
Subtotal

- Dibutuhkan kegiatan pemulihan berupa
remediasi terhadap sisa-sisa kegiatan clean-
up menggunakan tanaman khusus
phytoremediasi (kombinasi phragmites,
kanna & cattail) selama 3 tahun dengan
biaya konstruksi remediasi Rp. 35.000,- per
M
2
pada lahan tercemar sekitar 1,5 ha
(15.000 m
2
). Biaya operasional dan
pemeliharaan per bulan = Rp. 6.000.000,
selama 3 tahun.

(Pemilihan teknologi remediasi sifatnya
kasus per kasus, tergantung berbagai faktor,
a.l.: jenis dan jumlah limbah B3, jenis dan
kondisi lahan, aksesabilitas ke lokasi
pencemaran, potensi dampak pada
lingkungan sekitar, budget biaya,
ketersediaan teknologi, dsb).
Subtotal






Rp. 819.750.000,-
III. KERUGIAN AKIBAT MEDIA LINGKUNGAN
PUBLIK (HAK MILIK NEGARA) TERCEMAR
Tidak ditemukan
(karena baku mutu sungai setempat
belum terlampaui)
IV. KERUGIAN AKIBAT HAK MILIK MASYARAKAT
(PRIVAT) TERCEMAR, TERMASUK KERUGIAN
KESEHATAN DAN SOSEK

Tidak ditemukan
Biaya langsung berbagai lab & tenaga
ahli pada saat penyidikan = Rp.
25.000.000,-
Biaya transportasi dan akomodasi =
Rp. 20.000.000,-

Biaya survey dan langsung tenaga
ahli pada saat penghitungan kerugian
= Rp. 10.000.000,-

Biaya supervisi pelaksanaan selama 3
tahun oleh PPNS dan/atau tenaga
ahli = Rp. 120.000.000,-

Biaya langsung lainnya = Rp. -

V. KERUGIAN AKIBAT BIAYA VERIFIKASI KASUS
: Lab, Tenaga Ahli, Supervisi, dsb. (tergantung
kompleksitas masalah, luasnya dampak
pencemaran, jarak lokasi, dll.)












Subtotal
Rp. 175.000.000,-
TOTAL = I (Alternatif 1) + II + III + IV + V

TOTAL = I (Alternatif 2) + II + III + IV + V
Rp. 2.509.350.000,-

Rp. 2.537.750.000,-

Catatan:
Nilai total kerugian tersebut belum termasuk: denda
administrasi (bila ada) dan biaya serah terima limbah B3 ke
pengangkuy atau pengelola berizin, yang selama ini masih
tersimpan di TPS Pabrik E namun tidak mencemari lingkungan,
yakni sludge IPAL = 350 ton dan ash-batubara = 1.150 ton.
58


Komparasi:
Berikut adalah komparasi biaya pengelolaan limbah B3 bila
dikelola dengan baik dan benar terhadap dan bila tidak.

Komparasi Biaya Pengelolaan Per 2 Tahun Sludge IPAL Ash-Batubara
Jumlah Ton Limbah B3 Total, selama 2
tahun
720 5760
Jumlah Ton Limbah B3 yang disimpan di
TPS
350 1150
Biaya per ton pengangkutan atau
pengelolaan oleh pihak ke-3 berizin
Rp. 500.000,- Rp. 60.000,-

Bila dikelola dengan benar Rp. 360.000.000 Rp. 345.6000.000
Total Rp. 705.6000.000
Bila Tidak dikelola dengan benar
Total Kerugian = I (Alternatif 1) + II + III + IV
+ V


Rp. 2.509.350.000,-
Rp. 175.000.000 Rp. 69.000.000
Total Rp. 2.753.350.000

b. Penghitungan biaya clean-up/remediasi

Penghitungan biaya clean-up/remediasi limbah B3 (bahan
berbahaya dan beracun) di pengaruhi banyak hal antara lain:
1. Memerlukan survey dan studi pendahuluan untuk
mengidentifikasi kondisi kawasan tercemar dan sekitarnya
apakah dekat dengan hunian, fasilitas umum, fasilitas pabrik
yang berbahaya, luas cemaran dan kedekatannya sumber-
sumber air permukaan (site investigation), maupun
karakterisasi jenis-jenis limbah yang mencemari. Termasuk
identifikasi kondisi limbah di bawah permukaan tanah, apakah
sudah membentuk DNAPL (dense non aquaus phase liquid)
yang sulit dimobilisasi keluar atau belum.
2. Tergantung kondisi lahan kawasan tercemar, antara lain:
topografi, jenis lapisan tanah dan porositasnya, kedalaman
muka air tanah, dan juga kemudahan aksesabilitasnya.
3. Jenis polutan yang mencemari tanah dan air tanah itu sendiri,
antara lain: sifat kimia-fisiknya, konsentrasi, heterogenitas dan
komposisinya (bila merupakan campuran deri sekian banyak
limbah).
4. Jenis teknologi clean-up/remediasi yang kemudian dipilih. Bila
teknologi pengolahan limbah cair yang sudah dikenal (beserta
turunan dan kombinasinya) berjumlah sekitar 100 jenis,
pengolahan emisi udara/gas berjumlah sekitar 25 jenis, maka
peralatan treatment untuk clean-up hingga saat ini berjumlah
tidak kurang 500 jenis.
5. Tingkat kebersihan (clean-up) yang akan dituju dan dicapai
apakah mengikuti: standar baku mutu nasional, mutu kondisi
lahan sebelumnya, pembersihan hingga kedalaman muka air
tanah atau lebih dalam lagi atau hanya sekedar pembersihan
limbah di atas tanah permukaan saja (stripping).
59

6. Faktor-faktor alam lainnya, misal: curah hujan (run-off water),
kecepatan angin (vaporable material), intensitas dan lamanya
penimbunan.
Meskipun sangat tidak mudah melakukan penyederhanaan
penghitungan Biaya Pencemaran kegiatan clean-up lingkungan
tercemar, namun pendekatan berikut bisa digunakan sebagai
gambaran awal penghitungan biaya clean-up:

Informasi resmi biaya penanganan limbah secara secure landfill
saat ini maksimal sekitar US$ 250 (tergantung kategori limbah
B3, berdasar tarif PPLI). Artinya, dengan menambahkan biaya
keruk (stripping), angkut dan transportasi, atau biaya gali dan
timbun (dig and refill), juga biaya identifikasi situ dan
karakterisasi limbah B3, serta biaya administrasi lainnya
(termasuk biaya recovery korban pencemaran limbah B3 dan
biaya perkara, dsb.), maka biaya penanganan limbah B3 bisa
diprediksi dalam jangkauan yang pantas untuk wilayah
Indonesia. Meskipun penghitungan berbasis full cost treatment
tergantung kasus per kasus tetap merupakan yang terbaik dan
fair. Berikut contoh biaya penuh dari EPA-USA menggunakan
teknologi bioventing:

Tabel 4.31 Tehnologi Tanah menggunakan Ventilasi Biologi/Bioventilasi
(Soil Technology Bioventing)

Tehnologi Tanah Ventilasi Biologi/Bioventilasi
Parameter Skenario A Skenario B Skenario C Skenario D
Area kecil (small site) Area luas (large site)
Mudah (easy) Sukar
(difficult)
Mudah (easy) Sukar (difficult)
Tipe Instalasi (Type of
Installation)
Sumur tegak
(vertical well)
Sumur tegak
(vertical well)
Sumur tegak
(vertical well)
Sumur tegak
(vertical well)
Tipe Tanah (Soil Type) Pasir-debu/pasir
bercampur
lumpur (Sand-
Silt/Sand-Clay
Mixture
Pasir-
debu/pasir
bercampur
lumpur
(Sand-
Silt/Sand-
Clay Mixture
Pasir-
debu/pasir
bercampur
lumpur (Sand-
Silt/Sand-Clay
Mixture
Pasir-
debu/pasir
bercampur
lumpur (Sand-
Silt/Sand-Clay
Mixture
Tingkat aman
(Safety Level)
D D D D
Area permukaan yang
terkontaminasi [Surface Area of
Contamination (SF)]
450 450 9.000 9.000
Dasar kedalaman yang
terkontaminasi [Depth to base of
contamination (ft)]
5 5 5 5
Volume yang terkontaminasi
[Contaminated (cubic feet)]
2.250 2.250 45.000 45.000
Volume yang terkontaminasi
[Contaminated (cubic yards)]
83 83 1.667 1.667
Penggalian (Drilling)
Avg well depth (ft) 5 5 5 5
Tipe formasi (formation type)
Tingkat aman (Safety Level) D D D D
Diameter sumur [Well diameter
(in)]
2 2 2 2
Metode penggalian (Drilling
method)
Hollow stem Hollow stem Hollow stem Hollow stem
Bahan konstruksi sumur (Well
contruction Material)
PVC Schedule
40
PVC
Schedule 40
PVC Schedule
40
PVC Schedule
40
Avg. # of soil samples per well 1 1 1 1
Kepentingan untuk kontaminasi SVOCs SVOCs SVOCs SVOCs
60

(Contaminant of interest)
Extraction Well Spacing (ft) 35 22 35 22
# of Vapor Extraction Wells 1 2 10 24
Avg. Vapor Flow Rate per well
(CFM)
3.0 1.5 3.0 1.5
Total Vapor Flow Rate (CFM) 3.0 3.0 30.0 36.0
Biaya Bioventilasi (Bioventing
Marked-up Costs)
$16.547 $18.919 $5.336 $9.141
Biaya tambahan (Additional
Cost):

Operasional dan pemeliharaan
(O&M)
$40.237 $40.237 $53.954 $53.954
Biaya operasional dan
pemeliharaan per tahun (Years
of O&M)
2.0 2.0 5.0 5.0
Remedial design $2.317 $2.649 $5.336 $9.141
Biaya total (Total Marked-up
Costs)
$59.101 $61.805 $100.334 $139.266
Biaya per cubic foot (Cost per
cubic foot)
$26 $27 $2 $3
Biaya per m3 (Cost per cubic
meter)
$928 $970 $79 $109
Biaya per cubic yard (Cost per
cubic yards)
$709 $742 $80 $84

1) Apapun jenis teknologi clean-up yang kemudian akan dipilih dan
digunakan, maka jumlah total biaya penanganannya (berarti
penghitungan Biaya Pencemaran) hendaknya tidak lebih mahal
dari biaya rekapitulasi pada poin no. 1.
2) Penghitungan Biaya Pencemaran, hanyalah sebuah pendekatan
sederhana untuk dipakai pada tahapan awal ini. Namun,
sesungguhnya biaya Kerugian Lingkungan (menyangkut
lingkungan hidup dan kesehatan) bisa jauh lebih tinggi dari Biaya
Pencemaran.
3) Berbeda dengan kasus-kasus pencemaran limbah cair di sungai
atau pencemaran emisi udara/gas, dimana limbahnya pada
masa-masa berikut tidak memungkinkan lagi ditangani secara
efektif karena sudah terlarutkan air sungai dan/atau terbawa ke
laut (untuk kasus limbah cair), serta terbawa angin dan udara
atmosfir (untuk kasus limbah emisi), maka untuk kasus-kasus
pencemaran limbah B3 ke dalam tanah atau air tanah, apalagi
bila terbentuk DNAPL, maka limbah-limbah B3 tersebut bisa
terus ada dalam jangka waktu lama (puluhan tahun), karena
dilepaskan ke lingkungan secara perlahan-lahan secara
akumulatif. Untuk alasan itu, sebagian besar dana hasil
pembayaran Biaya Pencemaran tersebut, hendaknya sebagian
besar tetap harus dikembalikan ke lingkungan untuk clean-up
dan perbaikan.

5. Kerusakan Lingkungan akibat Pembakaran Hutan dan Lahan

a. Penghitungan Gas Rumah Kaca Hasil Kebakaran Lahan
Terjadi kebakaran lahan di PT.BCD di Desa Nanga Seberuang,
Kecamatan Semitau, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi
Kalimantan Barat, dengan data yang diperoleh dari lapangan
adalah sebagai berikut:
A = Areal yang terbakar adalah 100 ha = 1,0 km
2
61

B = Muatan bahan bakar rata-rata adalah 40 ton/ha = 4.000
ton/km
2

E = Efisiensi pembakaran adalah 0,5

Total massa dari gambut yang dikonsumsi pada saat kebakaran
berlangsung di PT. BCD di Desa Nanga Seberuang, Kecamatan
Semitau, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat
adalah sebagai berikut:

M = 1,0 km
2
x 4.000 ton/km
2
x 0,5 = 2000 ton

Nilai karbon yang dihasilkan dari kebakaran yang terjadi adalah
sebagai berikut:

M (C) = 0,45 x 2000 ton = 900 ton karbon

Nilai CO2 (Karbon dioksida) yang dilepaskan ke atmosfir selama
proses kebakaran berlangsung adalah sebagai berikut:

M (CO2) = 0,5 x 0,7 x 900 ton = 315 ton CO2

Nilai emisi gas jenis lain adalah sebagai berikut:


CH4 = 1,04 % x 315 ton CO2 = 3,276 ton CH4
NOx = 0,46 % x 315 ton CO2 = 1,449 ton NOx
NH3 = 1,28 % x 315 ton CO2 = 4,032 ton NH3
O3 = 1,06 % x 315 ton CO2 = 3,339 ton O3

CO = 18,5 % x 315 ton CO2 = 58,275 ton CO


Total Bahan Partikel (TBP) yang dilepaskan selama kebakaran
berlangsung adalah sebagai berikut:

TBP = 160 ton/1000 ton x 2000 ton = 320 ton.

Contoh : Penghitungan Kerugian

Berdasarkan informasi dan melalui investigasi di lapangan maka
penghitungan kerugian akibat kebakaran lahan di PT.BCD di Desa
Nanga Seberuang, Kecamatan Semitau, Kabupaten Kapuas Hulu,
Provinsi Kalimantan Barat, seluas 100 ha adalah sebagai berikut:
b. Kerugian lingkungan:
1) Penyimpanan air
Sebagai pengganti fungsi lapisan permukaan sebagai
penyimpan air yang rusak maka perlu dibangun tempat
penyimpanan air buatan dengan cara membuat reservoir
buatan. Reservoir tersebut harus mempunyai kemampuan
menyimpan air sebanyak 650 m
3
/ha. Karena gambut yang
62

rusak adalah seluas 100 ha maka reservoir yang dibuatpun
untuk seluas areal tersebut dengan perincian sebagai berikut:
2) Biaya pembuatan reservoir
Untuk menampung air 650 m
3
/ha diperlukan reservoir
berukuran lebar 20 m x panjang 25 m x tinggi 1.5 m. Biaya
pembangunan diasumsikan per m
2
= Rp.100.000,-

Per hektar lahan yang hilang, diperlukan biaya:
(2,5 m x 1.5 m x 25 m) + (20 m x 25 m)] x Rp.100.000/m
2

= 635 m
2
x Rp. 100.000/m
2

= Rp.63.500.000/ha

Untuk lahan yang hilang seluas 8 ha, diperlukan biaya
pembuatannya:
= Rp.63.500.000/ha x 100 ha = Rp. 6.350.000.000.

Biaya pemeliharaan reservoir
= Rp.100.000.000/th x 15 th = Rp. 1.500.000.000
Biaya yang dibutuhkan untuk membangun dan
memelihara reservoir buatan tersebut adalah
Rp.7.850.000.000.

3) Pengaturan tata air
Biaya pengaturan tata air didasarkan kepada kepada biaya
yang dikeluarkan per ha dalam pengaturan tata air yaitu
sebesar Rp. 30.000 per ha, sehingga biaya yang harus
dikeluarkan untuk pengaturan tata air seluas 100 ha adalah
sebesar: Rp.30.000/ha x 100 ha = Rp.3.000.000.
4) Pengendalian erosi
Biaya pengendalian erosi akibat dari lahan yang terbakar
didasarkan pada besaran penghitungan Pangestu dan Ahmad
(1998) yakni sebesar Rp.1.225.000 per ha, sehingga biaya yang
dibutuhkan untuk pengendalian erosi untuk lahan seluas 100
ha yang rusak karena pembakaran adalah : Rp. 1.225.000/ha
x 100 ha : Rp.122.500.000.
5) Pembentuk tanah
Biaya pembentukan tanah akibat rusak karena pembakaran
yakni sebesar Rp. 50.000 per ha, sehingga biaya yang
dibutuhkan untuk pembentukan tanah seluas 100 ha yang
rusak adalah : Rp. 50.000/ha x 100 ha: Rp. 5.000.000.
6) Pendaur ulang unsur hara
Biaya pendaur ulang unsur hara yang hilang akibat
pembakaran yakni sebesar Rp. 4.610.000 per ha, sehingga
untuk lahan seluas 100 ha maka biaya yang dibutuhkan
adalah sebesar: Rp. 4.610.000/ha x100 ha : Rp. 461.000.000.

63

7) Pengurai limbah
Biaya pengurai limbah yang hilang karena rusaknya gambut
akibat pembakaran yakni sebesar Rp. 435.000 per ha,
sehingga untuk lahan seluas 100 ha maka dibutuhkan biaya:
Rp. 435.000/ha x 100 ha : Rp. 43.500.000.
8) Keanekaragaman hayati
Akibat rusaknya lahan karena pembakaran maka tidak sedikit
keanekaragaman hayati yang hilang, untuk itu lahan tersebut
perlu dipulihkan. Biaya pemulihan bagi keanekaragaman
hayati ini yakni sebesar US$300 (Rp. 2.700.000) per ha,
sehingga untuk lahan yang rusak seluas 100 ha dibutuhkan
biaya : Rp. 2.700.000/ha x 100 ha : Rp. 270.000.000.
9) Sumberdaya genetik
Biaya pemulihan akibat hilangnya sumberdaya genetic adalah
sebesar Rp. US$ 41 (Rp.410.000) per ha sehingga untuk lahan
seluas 100 ha diperlukan biaya sebesar : Rp. 410.000/ha x
100 ha : Rp. 41.000.000.
10) Pelepasan karbon (carbon release)
Akibat adanya pembakaran maka terjadi pelepasan karbon
sehingga untuk mengembalikannya perlu dilakukan kegiatan
pemulihan yang dibutuhkan sebesar US$ 10 (Rp. 90.000) per
ton karbon ha, sehingga untuk lahan seluas 100 ha
dibutuhkan biaya sebesar Rp. 90.000/ton x 315 ton:
Rp.28.350.000.
11) Perosot karbon (carbon reduction)
Dengan adanya penggunaan api dalam penyiapan lahan maka
terjadi perosotan karbon tersedia (carbon reeduction), untuk
itu perlu dipulihkan. biaya perosot karbon per ha adalah US$
10 (Rp.90.000) sehingga biaya yang diperlukan untuk
memulihkannya adalah sebesar: Rp. 90.000/ha x 58,275 ton:
Rp. 5.244.750.
Biaya total yang harus dikeluarkan dalam rangka pemulihan dari
segi kerusakan ekologis dengan mempertimbangkan 10 parameter
diatas adalah sebesar Rp. 8.829.594.750.
c. Kerugian ekonomi
Pada bagian kerusakan ekonomi ini terdapat dua parameter
penting yang patut dipertimbangkan yaitu:
Hilangnya umur pakai
Akibat kegiatan pembakaran, maka umur pakai lahan menjadi
berkurang + 15 tahun dibandingakan dengan tanpa bakar. Untuk
itu seandainya tanaman mulai berproduksi pada umur 4 tahun,
sehingga telah hilang umur pakai lahan selama 11 tahun maka
biaya yang telah hilang selama 11 tahun tersebut seandainya
lahan tetap berproduksi adalah sebagai berikut:

64


1. Biaya penanaman untuk 100/ha Rp. 1.324.498.300
2. Biaya pemeliharaan tahun pertama Rp. 487.984.800
3. Biaya pemeliharaan tahun ke-dua Rp. 446.100.000
4. Biaya pemeliharaan tahun ke-tiga Rp. 646.500.000
5. Biaya pemeliharaan tahun ke-empat Rp. 646.500.000
6. Biaya pemeliharaan tahun ke-lima Rp. 581.000.000
7. Biaya pemeliharaan tahun ke enam dan tujuh Rp. 6.760.000.000
8. Total biaya yang dibutuhkan untuk 15 tahun Rp. 10.699.683.100
9. Biaya hasil penjualan selama 11 tahun Rp. 14.520.000.000
10. Keuntungan yang hilang karena pembakaran Rp. 3.820.316.900
11. Total keuntungan yang hilang karena
pembakaran sehingga hilangnya umur pakai
selama 15 tahun
Rp 3.820.316.900
12. Total biaya yang harus dikeluarkan dalam
mengganti kerugian akibat kerusakan
lingkungan serta hilangnya keuntungan secara
ekonomis
Rp. 12.649.911.650

d. Kerusakan tidak ternilai (immaterial)
Kerusakan tidak ternilai adalah kerusakan yang terjadi namun
sangat sulit untuk dikuantifikasikan, sehingga dinyatakan dalam
bentuk kualitatif saja. Kerusakan inmaterial yang dimaksud
adalah adanya pernyataan negara sebagai negara pencemar
akibat asap yang ditimbulkan dari pembakaran serta adanya
ancaman boikot terhadap produk yang dihasilkan dari areal
penyiapan dengan menggunakan api.

Dalam upaya memulihkan lahan seluas 100 ha yang rusak
karena pembakaran yang sebenarnya tidak harus terjadi, maka
lahan yang rusak tersebut harus dipulihkan meskipun
sesungguhnya difahami adalah merupakan hal yang mustahil
untuk mengembalikan kepada keadaan seperti sebelum terbakar.
Untuk itu didapatkan pendekatan pemulihan lahan yang terbakar
tersebut dengan material yang mempunyai kedekatan fungsi yaitu
kompos.

Berikut disampaikan pehitungan mengenai biaya yang harus
digunakan dalam rangka pemulihan lahan bekas terbakar di di
PT. BCD di Desa Nanga Seberuang, Kecamatan Semitau,
Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat seluas 100
ha dengan menggunakan kompos.

e. Biaya Pemulihan lingkungan (lahan bekas terbakar)

Pemulihan lahan yang rusak akibat pembakaran dengan kompos
yang diangkut dengan menggunakan truk tronton dengan
kapasitas 20 m
3
adalah sebagai berikut:

1) Biaya pembelian kompos untuk mengisi 8 ha lahan yang rusak
dengan ketebalan rata rata gambut yang terbakar adalah 10
cm dengan penghitungan biaya sebagai berikut:
100 ha x 0.1 m (10 cm) x 1 ha (10.000 m
2
) x Rp. 200.000/m
3
Rp. 20.000.000.000.
65

2) Biaya angkut dengan menggunakan tronton kapasitas angkut
20 m
3
/truk maka diperlukan biaya angkut hingga lokasi lahan
yang terbakar adalah:
100.000.m
3
/20m
3
x Rp. 800.000 (sewa truk) Rp.
4.000.000.000.
3) Biaya penyebaran kompos di areal yang terbakar seluas 100
ha Rp. 200.000.000.
1 ha (1000 m3) = 20.000 karung (a 50 kg)/200/orang x
Rp.20.000 x 100 ha
4) Biaya pemulihan untuk mengaktifkan fungsi ekologis yang
hilang
i. Pendaur ulang unsur hara Rp. 461.000.000
ii. Pengurai limbah Rp. 43.500.000
iii. Keanekaragaman hayati Rp. 270.000.000
iv. Sumberdaya genetik Rp. 41.000.000
v. Pelepasan karbon Rp. 28.350.000
vi. f. Perosot Karbon Rp. 5.244.750

Total biaya yang harus dikeluarkan untuk memulihkan lahan
seluas 100 ha dengan pemberian kompos dengan alat angkut
truk tronton kapasitas 20 m3/truk serta dengan
mengeluarkan biaya untuk memfungsikan faktor ekologis yang
hilang dan mengganti kerugian yang rusak akibat pembakaran
adalah sebesar Rp. 37.699.006.400.

6. Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Pertambangan

CONTOH:
Kasus Kerusakan Lingkungan Akibat Pertambangan Emas, Pasir
Besi, Bauksit, Batubara, Nikel, Golongan C Pada Lahan, Kawasan
Lindung, Kawasan Hutan Dan Kawasan Konservasi.

Konsep ganti rugi pada kasus kerusakan lingkungan akibat
pertambangan Emas, Pasir Besi, Batubara, Nikel, Bauksit, galian
golongan C pada Lahan, Kawasan Lindung, Kawasan Hutan dan
Kawasan Konservasi menggunakan Pendekatan Berdasarkan Prinsip
Biaya Penuh (Full Cost Principle): Tahun dasar Approach (BA) yang
dimodifikasi, adapun komponen ganti rugi meliputi 3 komponen
yaitu biaya kerugian ekologis, biaya kerugian ekonomi dan biaya
pemulihan ekologis.

c. Biaya Kerugian Lingkungan

Untuk kasus kerusakan lingkungan akibat pertambangan Emas,
Pasir Besi, Batubara, Nikel, Bauksit, galian golongan C pada
Lahan, Kawasan Lindung, Kawasan Hutan dan Kawasan
Konservasi yang berakibat pada kerusakan ekologis yaitu :



66




1) Biaya Menghidupkan Fungsi Tata Air

Biomassa dan fungsi hutan yang mengalami kerusakan dapat
dipulihkan melalui kegiatan rehabilitasi dan restorasi lahan dan
hutan selama 100 tahun. Guna menghidupkan fungsi
hidroorologis hutan yang mengalami kerusakan seperti sediakala
maka diperlukan kegiatan rehabilitasi lahan, pengembalian
lapisan tanah (sub soil dan top soil), penanaman jenis endemik,
pemeliharaan, penjarangan, pembebasan, pengayaan jenis flora
dan fauna, pemupukan, pemberian bahan organik, pengapuran,
dan inokulasi mikroba maka diperlukan biaya sebesar Rp
40.500.000,-/tahun. Biaya menghidupkan fungsi tata air hutan
dan lahan tersebut setiap tahunnya disetarakan minimal dengan
biaya pembuatan reservoir.


CHTA = KA x BCR (Rp/ha) x 100 tahun x LA x IHK1/ IHK


CHTA : Biaya menghidupkan fungsi tata air (Rp/m3)
BHTA : Tahun dasarbiaya menghidupkan tata air Rp
40.500.000,- (1999)
LA : Lahan yang hilang/tidak berfungsi karena dirusak
(ha)
KA : Kadar air m
3
/401m
3
per ha
IHK1 : Indeks harga pada tahun terjadi kerusakan
IHK : Indeks harga tahun dasar(tahun 1999)

2) Biaya pengaturan tata air

Biaya pengaturan tata air didasarkan kepada manfaat air (nilai
ekonomi) dalam ekosistem daerah aliran sungai (DAS) adalah
sebesar Rp 22.810.000,- /ha.


CTA= BTA (Rp/ha) x IHK1/ IHK x LA

CTA : Biaya pengaturan tata air
BTA : Tahun dasarbiaya pengaturan tata air ( Rp
22.810.000,-)
IHK1 : Indeks harga pada tahun terjadi kerusakan
IHK` : Indeks harga tahun dasar(tahun 1999)


3) Biaya pengendalian erosi dan limpasan

Biaya pengendalian erosi dan limpasan dalam daerah aliran
sungai (DAS) sebesar Rp 6.000.000,-/ha


CEL = BEL (Rp/ha) x IHK1/ IHK x LA
67


CUH = BUH (Rp/ha) x IHK1/ IHK x LA


CEL : Biaya erosi dan limpasan
BEL : Biaya erosi dan limpasan tahun dasar(Rp 6.000.000,-)
IHK1 : Indeks harga pada tahun terjadi kerusakan
IHK : Indeks harga tahun dasar

4) Biaya pembentukan tanah

Pembentukan tanah sebesar Rp 500.000,-/ha


CPT = BPT (Rp/ha) x IHK1/ IHK x LA

CPT : Biaya pembentukan tanah
BPT : Biaya pembentukan tanah tahun dasar(Rp 500.000,-
/ha)
IHK1 : Indeks harga pada tahun terjadi kerusakan
IHK : Indeks harga tahun dasar

5) Biaya hilang unsur hara

Biaya hilangnya unsur hara akibat pertambangan Rp 4.610.000,-
/ha




CUH : Biaya hilangnya unsur hara
BUH : Tahun dasarbiaya hilangnya unsur hara
(Rp 4.610.000,-)
IHK1 : Indeks harga pada tahun terjadi kerusakan
IHK : Indeks harga tahun dasar

6) Biaya fungsi pengurai limbah

Biaya hilangnya fungsi pengurai limbah yaitu sebesar Rp
435.000,-


CPL = BPL (Rp/ha) x IHK1/ IHK x LA

CPL : Biaya fungsi pengurai limbah
BPL : Tahun dasarbiaya pengurai limbah ( Rp 435.000,-
/ha)
IHK1 : Indeks harga pada tahun terjadi kerusakan
IHK : Indeks harga tahun dasar

7) Biaya pemulihan biodiversity

Biaya pemulihan biodiversity yaitu sebesar Rp 2.700.000,/ha

68



C Car = B Car (Rp/ha) x LA x IHK1/ IHK

CNE = KE x KT x 10
7
kG/ha x HE x LA

CPB = BPBL (Rp/ha) x IHK1/ IHK x LA

CPB : Biaya pemulihan biodiversity
BPL : Tahun dasarbiaya pemulihan biodiversity ( Rp
2.700.000,-/ha)
IHK1 : Indeks harga pada tahun terjadi kerusakan
IHK : Indeks harga tahun dasar

8) Biaya pemulihan genetik

Biaya pemulihan genetik adalah sebesar Rp. 410.000,-/ ha


C gen = B gen (Rp/ha) ) x IHK1/ IHK x LA


CPB : Biaya pemulihan genetik
BPL : Tahun dasarbiaya pemulihan genetik ( Rp 410.000,-
/ha)
IHK1 : Indeks harga pada tahun terjadi kerusakan
IHK : Indeks harga tahun dasar

9) Biaya pelepasan karbon

Biaya pelepasan karbon telah hilang karbon pada tanah hutan
sebesar Rp 32.310.000,- /ha




CPB : Biaya pelepasan carbon
B Car : Tahun dasarbiaya pelepasan carbon ( Rp 32.310.000,-
/ha)
IHK1 : Indeks harga pada tahun terjadi kerusakan
IHK : Indeks harga tahun dasar(tahun 2003)

Total kerugian ekologis


CKEg = CHTA + CTA + CEL + CPT + CUH + CPL + CPB + Cgen +
C car

CKEg : Biaya total kerusakan ekologis

d. Kerugian Masyarakat

Kerugian masyarakat terdiri atas 3 hal yaitu:
1) Nilai emas, nikel, pasir besi, batu bara, bauksit, nikel, dan
golongan galian C

69




CNE : Biaya nilai emas
KE : Kadar emas, nikel, pasir besi, batu bara, nikel (%)
KT : Ketebalan tanah yang rusak (m)
HE : Harga emas, nikel, pasir besi, batu bara, nikel tahun
berjalan (Rp)

2) Hilangnya umur pakai lahan

Pada bagian kerusakan ekonomi ini terdapat parameter penting
yang patut dipertimbangkan yaitu hilangnya umur pakai lahan
selama 100 tahun, hal ini disebabkan pemulihan fungsi lahan
ekologis hutan lindung (alam) memerlukan waktu sekitar 100
tahun, walaupun pada kenyataan secara umum tidak akan
kembali.

pada 1 ha tanah nilai pakai lahan ekonomi sebesar Rp.
32.000.000,- /ha

CUPL = 100 x BUPL x IHK1/ IHK x LA

CUPL : Biaya hilangnya umur pakai lahan
BUPL : Base line biaya hilangnya umur pakai lahan (Rp
32.000.000/ha)
IHK1 : Indeks harga pada tahun terjadi kerusakan
IHK : Indeks harga tahun dasar(tahun 2002)

3) Hilangnya nilai tanah

Pada kegiatan pertambangan emas tertutup terdapat tanah
yang hilang pada kawasan ekosistem (tanah dan hutan) dimana
nilai ekonomi tanah yang hilang sebesar Rp. 50.000 /m3

CNT = NL x IHK1/ IHK2004 x VTH

CNT : Biaya hilangnya umur pakai lahan
NL : Base line nilai tanah Rp 50.000,-/m3
VTH : Volume tanah yang hilang (m3)
IHK1 : Indeks harga pada tahun terjadi kerusakan
IHK : Indeks harga tahun dasar(tahun 2004)

Total biaya kerugian ekonomi akibat kerusakan lingkungan
akibat pertambangan Emas, Pasir Besi, Batubara, Nikel,
Bauksit, galian golongan C pada Lahan, Kawasan Lindung,
Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi

CKEk = CNE + CUPL + CNT

CKEk : Biaya total kerusakan ekonomi



70


e. Biaya Pemulihan Lingkungan

Biaya pemulihan untuk mengaktifkan fungsi lingkungan yang
hilang adalah penjumlahan penyediaan air melalui pembangunan
reservoir, pengendalian erosi dan limpasan, pendaur ulang unsur
hara, pengurai limbah, keragaman biodiversity, sumberdaya
genetik dan pelepasan karbon.

CPEg = CR + CEL + CPT + CUH + CPL + CPB + Cgen + C car

CPEg : Biaya total pemulihan lingkungan
CR : Biaya pembuatan reservoir Rp 40.500.000,-/ha

Jumlah Total Kerugian Akibat Kerusakan Lingkungan Dari
Kegiatan Pertambangan Emas, Pasir Besi, Batubara, Nikel,
Bauksit, galian golongan C pada Lahan, Kawasan Lindung,
Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi yaitu:

CTGC = CKEg + CKEk + CPEg

7. Kerusakan Lingkungan Akibat Perambahan Lahan Dan Hutan Pada
Kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS), Kawasan Lindung, Kawasan
Hutan Dan Kawasan Konservasi.

CONTOH:
Konsep ganti kerugian pada kasus Kerusakan Lingkungan akibat
Perambahan Lahan dan hutan pada Kawasan Daerah Aliran Sungai
(DAS), kawasan lindung, kawasan hutan dan kawasan konservasi
menggunakan Pendekatan Berdasarkan Prinsip Biaya Penuh (Full
Cost Principle): Tahun dasarApproach (BA) yang dimodifikasi, adapun
komponen ganti rugi meliputi 3 komponen yaitu biaya kerugian
ekologis, biaya kerugian ekonomi dan biaya pemulihan ekologis.

a. Kerugian Lingkungan

Untuk kasus Kerusakan Lingkungan akibat Perambahan Lahan
dan hutan pada Kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS), kawasan
lindung, kawasan hutan dan kawasan konservasi yang berakibat
pada kerusakan ekologis yaitu:

1) Biaya Menghidupkan Fungsi Tata Air

Biomassa dan fungsi hutan dan lahan yang mengalami
kerusakan dapat dipulihkan melalui kegiatan rehabilitasi dan
restorasi lahan dan hutan selama 100 tahun. Guna
menghidupkan fungsi hidroorologis hutan dan lahan yang
mengalami kerusakan seperti sediakala maka diperlukan
kegiatan rehabilitasi lahan, pengembalian lapisan tanah (sub
soil dan top soil), penanaman jenis endemik, pemeliharaan,
penjarangan, pembebasan, pengayaan jenis flora dan fauna,
pemupukan, pemberian bahan organik, pengapuran, dan
71




CPT = BPT (Rp/ha) x IHK1/ IHK x LA
inokulasi mikroba maka diperlukan biaya sebesar Rp
40.500.000,-/tahun. Biaya menghidupkan fungsi tata air lahan
dan hutan tersebut setiap tahunnya disetarakan minimal
dengan biaya pembuatan reservoir.


CHTA = KA x BCR (Rp/ha) x 100 tahun x LA x IHK1/ IHK

CHTA : Biaya menghidupkan fungsi tata air (Rp/m3)
BHTA : Tahun dasarbiaya menghidupkan tata air Rp
40.500.000,- (1999)
LA : Lahan yang hilang/tidak berfungsi karena dirusak
(ha)
KA : Kadar air m
3
/401m
3
per ha
IHK1 : Indeks harga pada tahun terjadi kerusakan
IHK : Indeks harga tahun dasar(tahun 1999)

2) Biaya pengaturan tata air
Biaya pengaturan tata air didasarkan kepada manfaat air (nilai
ekonomi) dalam ekosistem daerah aliran sungai (DAS) adalah
sebesar Rp 22.810.000,- /ha.

CTA= BTA (Rp/ha) x IHK1/ IHK x LA

CTA : Biaya pengaturan tata air
BTA : Tahun dasar biaya pengaturan tata air
(Rp 22.810.000,-)
IHK1 : Indeks harga pada tahun terjadi kerusakan
IHK : Indeks harga tahun dasar (tahun 1999)

3) Biaya pengendalian erosi dan limpasan
Biaya pengendalian erosi dan limpasan dalam daerah aliran
sungai (DAS) sebesar Rp 6.000.000,-/ha


CEL = BEL (Rp/ha) x IHK1/ IHK x LA

CEL : Biaya erosi dan limpasan
BEL : Biaya erosi dan limpasan tahun dasar (Rp 6.000.000,-)
IHK1 : Indeks harga pada tahun terjadi kerusakan
IHK : Indeks harga tahun dasartahun dasar

4) Biaya pembentukan tanah
Pembentukan tanah sebesar Rp 500.000,-/ha




CPT : Biaya pembentukan tanah
BPT : Biaya pembentukan tanah tahun dasar (Rp
500.000,/ha)
72





IHK1 : Indeks harga pada tahun terjadi kerusakan
IHK : Indeks harga tahun dasartahun dasar

5) Biaya hilang unsur hara
Biaya hilangnya unsur hara akibat penambangan emas Rp
4.610.000,-/ha


CUH = BUH (Rp/ha) x IHK1/ IHK x LA


CUH : Biaya hilangnya unsur hara
BUH : Tahun dasarbiaya hilangnya unsur hara ( Rp
4.610.000,-)
IHK1 : Indeks harga pada tahun terjadi kerusakan
IHK : Indeks harga tahun dasartahun dasar

6) Biaya fungsi pengurai limbah
Biaya hilangnya fungsi pengurai limbah yaitu sebesar Rp
435.000,-


CPL = BPL (Rp/ha) x IHK1/ IHK x LA

CPL : Biaya fungsi pengurai limbah
BPL : Tahun dasarbiaya pengurai limbah ( Rp 435.000,-
/ha)
IHK1 : Indeks harga pada tahun terjadi kerusakan
IHK : Indeks harga tahun dasar

7) Biaya pemulihan biodiversity
Biaya pemulihan biodiversity yaitu sebesar Rp 2.700.000,/ha


CPB = BPBL (Rp/ha) x IHK1/ IHK x LA

CPB : Biaya pemulihan biodiversity
BPL : Tahun dasarbiaya pemulihan biodiversity ( Rp
2.700.000,- /ha)
IHK1 : Indeks harga pada tahun terjadi kerusakan
IHK : Indeks harga tahun dasar

8) Biaya pemulihan genetik
Biaya pemulihan genetik adalah sebesar Rp. 410.000,-/ ha


C gen = B gen (Rp/ha) ) x IHK1/ IHK x LA

CPB : Biaya pemulihan genetik
BPL : Tahun dasarbiaya pemulihan genetik ( Rp 410.000,-
/ha)
73





IHK1 : Indeks harga pada tahun terjadi kerusakan
IHK : Indeks harga tahun dasar

9) Biaya pelepasan karbon
Biaya pelepasan karbon telah hilang karbon pada tanah hutan
sebesar Rp 32.310.000,- /ha


C Car = B Car (Rp/ha) x LA x IHK1/ IHK


CPB : Biaya pelepasan carbon
B Car : Tahun dasarbiaya pelepasan carbon ( Rp
32.310.000,-/ha)
IHK1 : Indeks harga pada tahun terjadi kerusakan
IHK : Indeks harga tahun dasar (tahun 2003)

Total kerugian ekologis


CKEg = CHTA + CTA + CEL + CPT + CUH + CPL + CPB + Cgen
+ C car

CKEg : Biaya total kerusakan ekologis

b. Kerugian Masyarakat

Biaya kerugian masyarakat terdiri atas 2 hal yaitu :

1) Nilai kayu (biomassa)

Biaya nilai kayu (biomassa) Rp 3.300.000,-/m3


CNK = VH x Rp 3.300.000,-/m3

CNK : Biaya nilai kayu
KE : Volume hutan yang dirambah

2) Hilangnya umur pakai lahan

Pada bagian kerusakan ekonomi ini terdapat parameter
penting yang patut dipertimbangkan yaitu hilangnya umur
pakai lahan selama 100 tahun, hal ini disebabkan pemulihan
fungsi lahan dan ekologis hutan memerlukan waktu sekitar
100 tahun, walaupun pada kenyataan secara umum tidak
akan kembali. Pada 1 ha tanah nilai pakai lahan ekonomi
sebesar Rp. 32.000.000,- /ha

CUPL = 100 x BUPL x IHK1/ IHK x LA

74




CUPL : Biaya hilangnya umur pakai lahan
BUPL : Base line biaya hilangnya umur pakai lahan (Rp
32.000.000/ha)
IHK1 : Indeks harga pada tahun terjadi kerusakan
IHK : Indeks harga tahun dasar (tahun 2002)


CKEk = CKNK + CUPL

c. Biaya Pemulihan Ekologis

Biaya pemulihan untuk mengaktifkan fungsi ekologis yang hilang
adalah penjumlahan penyediaan air melalui pembangunan
reservoir, pengendalian erosi dan limpasan, pendaur ulang unsur
hara, pengurai limbah, keragaman biodiversity, sumberdaya
genetik dan pelepasan karbon

CPEg = CR + CEL + CPT + CUH + CPL + CPB + Cgen + C car


CPEg : Biaya total pemulihan ekologis
CR : Biaya pembuatan reservoir Rp 40.500.000,-/ha

Biaya total ganti rugi Kerusakan Lingkungan akibat Perambahan
Lahan dan hutan pada Kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS),
kawasan lindung, kawasan hutan dan kawasan konservasi yaitu:

CTGC = CKEg + CKEk + CPEg

8. Pencemaran Lingkungan Akibat Kerusakan Lingkungan

CONTOH:
Kerusakan Lahan atau Tanah akibat Pencemaran Tanah

a. Kerusakan Ekologis

1) Biaya Menghidupkan Tata Air

Biomassa dan fungsi hutan yang mengalami kerusakan dapat
dipulihkan melalui kegiatan rehabilitasi dan restorasi lahan
dan hutan selama 100 tahun. Guna menghidupkan fungsi
hidroorologis hutan yang mengalami kerusakan seperti
sediakala maka diperlukan kegiatan rehabilitasi lahan,
pengembalian lapisan tanah (sub soil dan top soil), penanaman
jenis endemik, pemeliharaan, penjarangan, pembebasan,
pengayaan jenis flora dan fauna, pemupukan, pemberian
bahan organik, pengapuran, dan inokulasi mikroba maka
diperlukan biaya sebesar Rp 40.500.000,-/tahun. Biaya
menghidupkan fungsi tata air hutan dan lahan tersebut setiap
tahunnya disetarakan minimal dengan biaya pembuatan
reservoir.
75


Untuk kawasan hutan dan tanah yang rusak akibat
pencemaran dari landfill seluas 5 ha , biaya menghidupkan
tata air adalah = 5 ha x Rp 40.500.000,-/ha x 100 th = Rp
20.250.000.000,-

2) Pengaturan Tata Air

Biaya pengaturan tata air didasarkan kepada manfaat air
dalam ekosistem daerah aliran sungai (DAS) atau lahan adalah
Rp 22.810.000,-, sehingga biaya yang harus dikeluarkan
untuk pengaturan tata air sebesar untuk luas 5 ha dengan
asumsi perbaikan tegakan selama 100 tahun sebesar = 5 ha x
Rp 22.810.000,- x 100 th = Rp 11.405.000.000,-

3) Pengendalian Erosi dan Limpasan

Biaya pengendalian erosi dan limpasan akibat pencemaran
dari landfill dengan pembuatan teras dan rorak yaitu sebesar
Rp 6.000.000 per ha. Biaya yang dibutuhkan untuk
pengendalian erosi dan limpasan seluas 5 ha adalah: 5 ha X
Rp 6.000.000,-/ha = Rp 30.000.000,-

4) Pembentukan Tanah

Biaya pembentukan tanah akibat rusak karena perusakan
yaitu sebesar Rp 500.000,-/ha.
Biaya yang dibutuhkan untuk pembentukan tanah seluas 5 ha
yang rusak akibat pencemaran adalah: 5 ha x Rp 500.000/ha
= Rp 2.500.000,-

5) Pendaur Ulang Unsur Hara

Biaya pendaur ulang unsur hara yang hilang akibat
perusakan tanah yaitu sebesar Rp 4.610.000 per ha.
Biaya untuk pendaur ulang unsur hara seluas 5 ha
dibutuhkan dana sebesar : 5 ha X Rp 4.610.000 = Rp
23.050.000,-

6) Pengurai Limbah
Biaya pengurai limbah yang hilang karena kerusakan lahan
yaitu sebesar Rp 435.000 per ha.
Biaya yang dibutuhkan untuk pengurai limbah seluas 5 ha
adalah : 5 ha x Rp 435.000,-/ha = Rp 2.175.000,-

7) Keanekaraganman Hayati
Akibat rusaknya lahan karena pencemaran dari landfill maka
tidak sedikit keanekaragaman hayati yang hilang untuk itu
biaya yang dibutuhkan untuk memulihkan keanekaragaman
hayati yaitu sebesar Rp 2.700.000,- per ha. Lahan yang
76

dibutuhkan memulihkan keanekaragaman hayati seluas 5 ha
sebesar : 5 ha x Rp 2.700.000,- = Rp 13.500.000,-

8) Sumberdaya Genetik
Biaya pemulihan akibat hilangnya sumberdaya genetik adalah
sebesar Rp 410.000,- per ha, sehingga untuk lahan seluas 5
ha biaya yang dibutuhkan untuk memulihkan sebesar: 5 ha x
Rp 410.000,- = Rp 2.050.000,-

9) Pelepasan Karbon
Akibat adanya limpasan air limbah dari landfill telah terjadi
kerusakan tanah hutan telah hilang karbon pada hutan atau
tanah sebanyak 359 ton/ha, dan biaya yang dibutuhkan
untuk pemulihan Rp 90.000,- per ton per ha. Untuk itu biaya
yang dikeluarkan seluas 5 ha adalah sebagai berikut: 5 ha x
359 ton/ha x Rp 90.000,-/ton = Rp 161.550.000,-

b. Kerusakan Ekonomi
Pada bagian kerusakan ekonomi ini terdapat parameter penting
yang patut dipertimbangkan yaitu hilangnya umur pakai lahan
selama 100 tahun. Untuk itu seandainya lahan tersebut
digunakan untuk budidaya pada 1 ha tanah hutan Rp
32.000.000,- / ha.
Kerugian ekonomi dalam 5 ha selama 100 tahun yaitu : 5 ha x Rp
32.000.000,-/ha x 100 tahun = Rp 16.000.000.000,-

c. Kerusakan tidak ternilai (inmaterial)
Kerusakan tidak ternilai adalah kerusakan yang terjadi namun
sangat sulit untuk dikuntifikasikan, sehingga dinyatakan dalam
bentuk kualitatif saja. Kerusakan inmaterial yang dimaksud
adalah adanya pernyataan negara lain bahwa Indonesia sebagai
negara perusak lingkungan.

Dalam upaya memulihkan lahan kawasan hutan karena
pencemaran menurut fungsinya karena kawasan hutan tersebut
harus dipulihkan. Meskipun kegiatan tersebut sebenarnya
mustahil untuk mengembalikan seperti sediakala.

Biaya pemulihan untuk mengaktifkan fungsi ekologi yang hilang
adalah:

No Uraian Kegiatan Biaya
1. Biaya menghidupkan tata air Rp. 20.250.000.000
2. Biaya pengendalian limpasan dan erosi Rp. 30.000.000
3. Biaya pembentukan tanah Rp. 2.500.000
4. Biaya pendaur ulang unsur hara Rp. 23.050.000
5. Biaya pengurai limbah Rp. 2.175.000
6. Biaya keanekaragaman hayati Rp. 13.000.000
7. Biaya sumberdaya genetik Rp. 2.050.000
8. Biaya pelepasan karbon Rp. 161.550.000
Total Rp. 20.484.825.000

77

Sehingga total yang biaya kerugian dalam kasus perusakan
kawasan hutan akibat pencemaran landfill adalah:

1) Kerusakan Ekologi Rp 31.889.825.000,-
2) Kerusakan Ekonomi Rp 16.000.000.000,-
3) Pemulihan Ekologi Rp 20.484.825.000 ,-

-------------------------------
Total kerugian perusakan Rp 67.374.650.000,-
(Enam puluh tujuh milyar tiga ratus tujuh puluh empat juta
enam ratus lima puluh ribu rupiah).


MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BALTHASAR KAMBUAYA

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,



Inar Ichsana Ishak













1

SALINAN






PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN PERUMUSAN MATERI MUATAN PERLINDUNGAN DAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,


Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63 ayat (1)
huruf b Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu di
susun pedoman mengenai perumusan materi muatan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam
peraturan perundang-undangan;
b. bahwa dalam membentuk peraturan perundang-undangan
di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,
mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Pedoman
Perumusan Materi Pokok Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Dalam Peraturan Perundang-Undangan;


Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

2

4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta
Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara;
5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16
Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Lingkungan Hidup;


MEMUTUSKAN:


Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
TENTANG PEDOMAN PERUMUSAN MATERI MUATAN
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.

Pasal 1
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan panduan bagi perancang
peraturan perundang-undangan dalam merumuskan materi muatan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.

Pasal 2
Pedoman perumusan materi muatan peraturan perundang-undangan di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 3
Pedoman perumusan materi muatan peraturan perundang-undangan di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 memuat:
BAB I Umum
BAB II Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan Lingkungan
Hidup
a. Peraturan Perundang-undangan Lingkungan Hidup Spesifik;
b. Instrumen Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
c. KapasitasSumber Daya Manusia dalam UU PPLH;
d. Kapasitas Kelembagaan Untuk Melaksanakan Tugas Dan
Wewenang;
e. Data dan Informasi Mengenai Materi Muatan Spesifik;
f. Peran Masyarakat;
g. Pilihan Bentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai
Materi Muatan Spesifik.






3



Pasal 4
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Desember 2011

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.


BALTHASAR KAMBUAYA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Desember 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 838



Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,



Inar Ichsana Ishak

1

LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 14 Tahun 2011
TANGGAL : 13 Desember 2011


PEDOMAN PERUMUSAN MATERI MUATAN LINGKUNGAN HIDUP
DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

I. UMUM
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan mengikat Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden, Kementeria
n, Lembaga, Gubernur, Bupati/Walikota yang berwenang untuk
mengusulkan suatu peraturan perundang-undangan. Dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan ini, perbedaan
terdapat pada kewenangan yang diserahkan oleh peraturan
perundang-undangan kepada lembaga atau pejabat sesuai
kewenangannya berupa penentuan materi muatan yang akan
diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Wewenang mengatur materi muatan yang layak menjadi
peraturan perundang-undangan diseleksi sesuai proses
pembentukannya sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011. Oleh karena itu pedoman mengenai
perumusan materi muatan lingkungan hidup ini tidak mungkin
mengikat setiap pejabat/lembaga yang membentuk peraturan
perundan-undangan di bidang lingkungan hidup yang telah
ditetapkan menjadi kewenangannya berdasarkan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).

Pedoman ini merupakan pelaksanaan tugas dan wewenang
Menteri Negara Lingkungan Hidup melakukan pembinaan
terhadap pelaksanaan kebijaksanaan nasional, peraturan daerah,
dan peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
63 ayat (1) huruf o UU PPLH. Pembinaan di sini jelas bersifat
searah yang tidak mengikat atau tidak mempunyai konsekuensi
hukum jika tidak ditaati. Untuk memperkuat bahwa pedoman ini
adalah suatu kebijakan yang menjadi wewenang Menteri
Lingkungan Hidup, pedoman ini diatur dalam Peraturan Menteri.



2

A. Peraturan Perundang-undangan
1 Pasal 1 angka 2 UU PPUU mencantumkan bahwa
Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis
yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum
dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau
pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan
dalam Peraturan Perundang-undangan.

2 Peraturan perundang-undangan terdiri dari:
1) Undang-Undang Dasar;
2) Undang-Undang;
3) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4) Peraturan Pemerintah;
5) Peraturan Presiden; dan
6) Peraturan Daerah.

3 Layak atau tidak layaknya suatu peraturan sebagai
peraturan perundang-undangan berdasarkan kriteria
berikut ini:
1) norma hukum berlaku kepada siapa saja (berlaku
umum);
2) mempunyai konsekuensi hukum apabila norma
dilanggar;
3) dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau
pejabat yang berwenang;
4) dibentuk atau ditetapkan melalui proses yang
ditetapkan UU PPUU.

B. Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria
1. Norma adalah peraturan/kaidah yang diciptakan oleh
kekuasaan resmi atau Negara yang sifatnya mengikat dan
memaksa. Pengertian ini memberikan penafsiran bahwa
norma harus memenuhi criteria sebagai berikut:
a. mempunyai materi muatan yang wajib dilindungi
dan/atau dikelola;
b. mempunyai instrumen kendali untuk mengarahkan,
mengendalikan, dan/atau menghentikan suatu
kegiatan;
c. mempunyai sanksi atau konsekuensi hukum untuk
mendukung penerapan instrumen PPLH agar mengikat
setiap pelaku atau pelaksana kegiatan.

2. Standar adalah kesepakatan mengenai spesifikasi teknis
atau kriteria yang akurat yang digunakan sebagai
peraturan, petunjuk, atau definisi tertentu untuk
menjamin suatu barang, produk, proses, atau jasa sesuai
3

dengan yang telah ditetapkan. Standar dalam peraturan
perundang-undangan lingkungan hidup menggunakan
istilah baku mutu lingkungan dan kriteria baku kerusakan
yang akurat yang digunakan sebagai aturan untuk
menjamin kualitas lingkungan hidup yang baik dan sehat
dapat dicapai.

3. Prosedur adalah suatu rangkaian metode yang telah
menjadi pola tetap dalam melakukan suatu pekerjaan yang
merupakan suatu kesatuan. Pengertian prosedur pada
dasarnya sama dengan standar hanya fokus pada metoda.
Oleh sebab itu prosedur lebih dikenal sebagai Standard of
Procedure (SOP).

Semua kegiatan yang diorganisir ke dalam fungsi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan, dan penegakan hukum akan melahirkan
berbagai macam SOP. SOP inventarisasi, SOP menetapkan
kawasan lindung, dan SOP menyusun Rencana
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah
sebagian kecil SOP pada kegiatan untuk melaksanakan
fungsi perencanaan.

Fungsi pengendalian dalam hal pencegahan dapat
melahirkan prosedur penyusunan Amdal atau UKL-UPL,
prosedur permohonan izin, prosedur penetapan baku mutu
lingkungan, kriteria baku kerusakan. Sedangkan fungsi
pengendalian mengenai penanggulangan dan pemulihan,
pedoman tata cara penanggulangan dan tata cara
pemulihan lingkungan sangat membantu dalam
pelaksanaanya baik yang akan dilaksanakan oleh
pemerintah maupun penanggung jawab usaha dan/atau
lingkungan.

4. Kriteria adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian atau
penetapan sesuatu. Pada dasarnya pengertian kriteria
sama dengan standar. Dalam peraturan perundang-
undangan lingkungan hidup kriteria baku kerusakan
digunakan untuk menilai atau menetapkan apakah suatu
kegiatan telah merusak lingkungan hidup.

Pengertian peraturan perundang-undangan, norma, standar,
prosedur, dan kriteria memberikan pemahaman bahwa tidak
semua amanat UU PPLH dapat dilaksanakan dalam
pembentukan suatu peraturan perundang-undangan
tersendiri. Amanat undang-undang untuk membentuk
4

ketentuan dalam peraturan pemerintah menginterpretasikan
suatu norma yang mengikat secara umum harus menerapkan
instrumen kendali tertentu disertai dengan sanksi atau
konsekuensi hukum.

Penerapan instrumen kendali yang efektif perlu dirinci,
dijabarkan atau dijelaskan dalam pedoman berupa standar,
prosedur, dan kriteria yang bersifat teknis. Pedoman yang
bersifat teknis tersebut cukup diatur dalam Peraturan
Menteri.

C. Kriteria PUU di Bidang Lingkungan Hidup
Dengan memperhatikan pengertian peraturan perundang-
undangan sebagaimana dimaksud dalam UU PPUU, kriteria
PUU di bidang lingkungan hidup memuat:
1. tujuan peraturan perundang-undangan yang merupakan
rincian atau sasaran dari tujuan UU PPLH meliputi:
a. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup;
b. mmenjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan
manusia;
c. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan
kelestarian ekosistem;
d. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
lingkungan hidup;
f. menjamin sepenuhnya keadilan generasi masa kini dan
generasi masa depan;
g. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas
lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi
manusia;
h. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara
bijaksana;
i. mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
j. mengantisipasi isu lingkungan global.

2. fungsi manajemen Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (PPLH) untuk mencapai tujuan
peraturan perundang-undangan, yaitu:
a. perencanaan;
b. pemanfaatan;
c. pengendalian;
d. pemeliharaan;
e. pengawasan; dan

5

f. penegakan hukum.

Fungsi tersebut harus dijabarkan dalam langkah atau
kegiatan sebagai prosedur atau tata cara untuk mencapai
tujuan secara efektif dan efisien.

3. instrumen Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (PPLH). Instrumen PPLH menjadi instrumen kendali
apabila diperkuat mengenai konsekuensi hukumnya.

Instrumen PPLH merupakan penentu pencapaian tujuan
Undang-Undang. Fungsi manajemen perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan
dan penegakan hukum memiliki instrumennya masing-
masing untuk mengarahkan, mengendalikan dan
menghentikan usaha dan/atau kegiatan yang
mengakibatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan
hidup. Intrumen PPLH meliputi:
a. Instrumen perencanaan;
b. Instrumen pengendalian yang bersifat:
1) promosi;
2) pencegahan; dan
3) penegakan.

Semua instrumen perencanaan dan pengendalian harus
diterapkan pada materi muatan lingkungan yang akan
dikelola dan dilindungi. Pengaturan rinci instrumen PPLH
tanpa mengaitkan materi muatan lingkungan dan
konsekuensi hukum tidak mempunyai dampak apapun
dan tidak memenuhi kriteria peraturan perundang-
undangan.

4. Peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM)
untuk melaksanakan fungsi PPLH, melalui:
a. peningkatan kapasitas pelaksana atau pelaku untuk
seluruh kegiatan PPLH; dan
b. peningkatan kapasitas masyarakat untuk dapat
berperan di dalam PPLH.

5. tugas dan wewenang lembaga/unit pelaksana fungsi
PPLH:
a. tugas dan wewenang untuk melaksanakan fungsi
fungsi PPLH
b. perangkat lunak dan keras agar unit yang
melaksanakan kegiatan sesuai fungsinya, yaitu:
6

1) perangkat keras, seperti laboratorium, perangkat
teknologi informasi; dan
2) perangkat lunak SOP kegiatan untuk melaksanakan
fungsi tertentu.
6. Data dan informasi materi muatan lingkungan spesifik
sebagai pelaksanaan hak mendapat informasi untuk
berperan serta dalam PPLH.
7. Peran masyarakat sebagai bentuk pelaksanaan hak
masyarakat melakukan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.

II. MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
LINGKUNGAN HIDUP

A. Peraturan Perundang-undangan Lingkungan Hidup
Spesifik
1 Tujuan.
Peraturan perundang-undangan spesifik adalah peraturan
perundang-undangan mengenai muatan materi yang
angkat dilindungi dan dikelola.

Contoh Tujuan Peraturan Perundang-undangan

No. Materi Muatan Tujuan
1 Perlindungan dan
Pengelolaan air
a. Menjamin keselamatan,
kesehatan, dan kehidupan
manusia;
b. Menjaga kelestarian fungi
air dan sumber air;
c. Mengendalikan
pemanfaatan sumber air
secara bijaksana.

2. Perlindungan dan
Pengelolaan Ekosistem
Gambut
melestrikan fungsi ekosistem
gambut dan mencegah
terjadinya perusakan
ekosistem gambut
3. Pengelolaan Sampah Meningkatkan kesehaan
masyarakat dan kualitas
lingkungan serta menjadikan
sampah sebagai sumber daya
4. Dan seterusnya


7

2 Fungsi manajemen perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup meliputi kegiatan:
a. perencanaan PPLH terdiri dari :
1) inventarisasi lingkungan hidup
2) penetapan wilayah ekoregion
3) penyusunan RPPLH
b. pemanfatan sumber daya alam berdasarkan
1) RPPLH
2) perkiraan daya dukung dan daya tampung
c. pengendalian pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan terdiri dari:
1) pencegahan
2) penanggulangan
3) pemulihan
d. pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui
upaya:
1) konservasi sumber daya alam
2) pencadangan sumber daya alam
3) pelestarian fungsi atmosfer
e. pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan terhadap:
1) peraturan perundang-undangan
2) izin lingkungan
f. penegakan hukum lingkungan terdiri dari:
1) administrasi
2) penyelesaian sengketa
3) pidana

Pola fungsi manajemen perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup tidak selalu sama di dalam peraturan
perundang-undangan yang materi muatannya spesifik.
Untuk mencapai tujuan yang bersifat spesifik, peraturan
pelaksana harus tetap merujuk fungsi manajemen
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai
pelaksanaan UU PPLH.

Contoh Dan Prospek Fungsi Manajemen PUU
di Bidang Materi Muatan Spesifik

No. Materi Muatan Pola Fungsi Manajemen
1. Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Perencanaan,
Pemanfaatan,
pengendalian,
pengawasan, dan

8

No Materi Muatan Pola Fungsi Manajemen
penegakan hukum.
2. Pengelolaan Limbah
B3
Pengurangan,
penyimpanan,
pengumpulan,
pengangkutan,
pemanfaatan
pengolahan, dan
penimbunan.
3. Pelestarian fungsi
atmosfer
Mitigasi dan adaptasi
perubahan iklim,
pengurangan dan
penghapusan bahan
perusak ozon, dan
pengendalian hujan
asam
4. Dan seterusnya

Setiap fungsi manajemen perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan
hukum tidak selalu dapat dirinci ke dalam kegiatan yang
berbeda dalam peraturan pelaksanaannya. Banyak fungsi
tersebut terdiri dari komponen kegiatan yang sama karena
fungsi tersebut tidak mutlak sebagai tahapan yang
berurutan. Fungsi pemeliharaan lingkungan hidup
tertentu sudah harus dilakukan pada kegiatan penetapan
kawasan lindung yang ada pada tahap perencanaan dan
kegiatan pemulihan yang ada dalam pengendalian. Fungsi
pemanfaatan, kegiatannya dapat bersinggungan dengan
atau menjadi bagian dari fungsi perencanaan dan fungsi
pengendalian.

Kata kuncinya penetapan fungsi terhadap suatu
perlindungan lingkungan ataupun pengelolaan lingkungan
hidup dengan materi muatan spesifik ditentukan oleh
karakteristik objek peraturan perundang-undangan
lingkungan hidup yang akan disusun.

3 Bentuk peraturan perundang-undangan
Pada saat ini, keberadaan peraturan perundang-undangan
di bidang lingkungan hidup belum memadai untuk
melaksanaan dan mencapai tujuan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009. Peraturan pelaksanaan ini dapat
melahirkan undang-undang baru, peraturan pemerintah,
peraturan presiden, peraturan daerah maupun peraturan
9

menteri yang dibentuk untuk memberikan pedoman rinci
agar peraturan perundang-undangan efektif. Peraturan
efektif ditentukan instrumen kendali disertai dengan
konsekuensinya sehingga peraturan menteri akan lebih
memberikan pedoman bagaimana menerapkan instrumen
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

a. Pembentukan Undang-Undang.
Kebutuhan penyusunan undang-undang harus
disesuaikan dengan kriteria kelayakan materi
muatan yang:
1) menimbulkan hak baru yang tidak tercantum dalam
UU PPLH;
2) menimbulkan kewajiban dan beban baru berupa
sanksi pidana maupun pajak dalam UU PPLH; dan
3) melakukan pengesahan perjanjian internasional di
bidang lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang
Perjanjian Internasional.

Contoh Dan Prospek Pembentukan Undang-Undang
Pelaksanaan UU PPLH

No. Muatan Materi UU/RUU
1. Sampah sebagai bagian
dari limbah padat
Pengelolaan Sampah
2. Pengesahan Protokol
Kyoto
Pengesahan Kyoto
Protocol to the United
Nations Framework
Convention on Climate
Change (Protokol
Kyoto atas Konvensi
Kerangka Kerja
Perserikatan Bangsa-
Bangsa tentang
Perubahan Iklim)
3. Sumber daya genetika
sebagai bagian dari
makhluk hidup
Pengelolaan Sumber
Daya Genetika
4. dan seterusnya





10

b. Pembentukan Peraturan Pemerintah
Peraturan pemerintah dibentuk untuk melaksanakan
UU PPLH. Pengertian lingkungan hidup menurut
Undang-undang terlalu umum sehingga belum efektif
untuk dilaksanakan. Oleh karena itu peraturan
pemerintah sebagai pelaksanaan undang-undang
harus mempunyai materi muatan yang lebih spesifik.
Proyeksi pembentukan peraturan perundang dengan
materi muatan spesifik berdasarkan pengertian
lingkungan hidup dalam UU PPLH adalah:

1) peraturan pemerintah mengenai pengelolaan benda
padat, cair, dan/atau gas tertentu merujuk pada
komponen benda.
Contoh Peraturan Pemerintah dengan Materi
Muatan Mengenai Benda

No. Muatan Materi Benda (padat, gas, cair)
1. Bahan berbahaya
dan beracun
Padat, gas, dan cair
2 Mitigasi
perubahan iklim
Memelihara kestabilan gas
rumah kaca
3. Perlindungan dan
Pengelolaan air
Perlindungan sumber air
dan pengelolaan air limbah
4. dan seterusnya

2) peraturan pemerintah mengenai perlindungan dan
pengelolaan suatu kondisi tertentu merujuk pada
komponen kondisi sebagai obyek peraturan.

Contoh Peraturan Pemerintah dengan Materi
Muatan Mengenai Kondisi

No. Muatan Materi Kondisi
1. Perlindungan
dan Pengelolaan
Air
Kualitas yang menjamin
kesehatan yang dapat
dimanfaatkan generasi
sekarang dan akan datang
2 Perlindungan
dan Pengelolaan
Udara
Kualitas udara yag
menjamin kesehatan dan
makhluk hidup lainya
3. Perlindungan
dan Pengelolaan
ekosistem
daratan
Memelihara kestabilan
tutupan lahan untuk
mencegah terjadinya
bencana lingkungan
11

No Materi Muatan Kondisi
4. dan seterusnya

3) peraturan pemerintah mengenai perlindungan dan
pengelolaan daya atau energi merujuk pada daya
sebagai materi muatan.

Contoh Peraturan Pemerintah dengan Muatan
Materi Mengenai Energi

No. Muatan Materi energi
1. Perlindungan dan
Pengelolaan Air
Panas (suhu) yang
harmonis untuk biota laut
2 Perlindungan dan
Pengelolaan
udara
standar kebisingan, suhu
atau getaran yang layak
untuk manusia dan
makhluk hidup lainnya
3. Perlindungan dan
Pengelolaan
Ekosistem
Daratan
batas getaran yang dapat
diserap oleh tanah, atau
tingkat cahaya yang
dibutuhkan untuk proses
fotosintesis biomassa
4. dan seterusnya

4) peraturan pemerintah mengenai perlindungan dan
pengelolaan makhluk hidup, yaitu gen, spesies atau
ekosistem merujuk pada makhluk hidup sebagai
materi muatan peraturan.

Contoh Peraturan Pemerintah dengan Materi
Muatan Makhluk Hidup.

No. Muatan Materi Makhluk Hidup
1 Keamanan hayati
produk rekayasa
genetika
gen
2. Perlindungan dan
pengelolaan ekosistem
Gambut.
ekosistem
3. Perlindungan harimau
Sumatera, harimau
Jawa, orang hutan, dll
spesies
4. dan seterusnya


12

Proyeksi peraturan pemerintah tersebut tidak harus
mewakili setiap komponen lingkungan, karena dapat
berkaitan satu sama lain, yaitu:
a) peraturan mengenai kondisi tutupan lahan
berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan
karst;
b) peraturan mengenai pengelolaan gas rumah kaca
berkaitan dengan pencegahan iklim ekstrim.

Peraturan pemerintah seharusnya tidak mengenai
materi muatan akibat kegiatan tertentu, karena
ukuran dampak lingkungan tidak didasarkan pada
jenis usaha dan/atau kegiatan tetapi pada
lingkungan yang diwujudkan dalam indeks
lingkungan yang terdiri dari parameter fisika,
biologi, dan kimia. Peraturan pemerintah yang
terkait dengan kegiatan menjadikan:
a) tujuan UU PPLH menjadi tidak jelas apakah
untuk perlindungan lingkungan atau untuk
kepentingan ekonomi.
b) terbitnya peraturan menjadi tidak terbatas
sesuai dengan banyaknya jenis usaha dan/atau
kegiatan yang ada di Indonesia.

c. Pembentukan Peraturan Presiden
UU PPUU, tidak membedakan antara peraturan
pemerintah dengan peraturan presiden baik dari segi
materi muatan maupun proses penyusunannya.
Berdasarkan kajian dalam penyusunan keduanya,
perbedaan ada pada:
1) Peraturan Presiden dibentuk untuk melaksanakan
lebih satu peraturan pemerintah yang berasal dari
Undang-Undang yang berbeda yang ketentuannya
terkait dengan lingkungan hidup.
2) Peraturan Presiden dapat digunakan sebagai proses
pengesahan perjanjian internasional untuk
amandemen perjanjian internasional dalam bentuk
protokol atau dibawahnya, sedangkan peraturan
pemerintah tidak digunakan sebagai bentuk
pengesahan perjanjian internasional.





13

Contoh Peraturan Presiden dengan Materi Muatan
di bidang Lingkungan Hidup.

No. Muatan Materi RPerpres
1 Bahan Perusak Ozon Pengesahan
Amandemen Beijing
atas Protocol Montreal
tentang Bahan-bahan
yang Merusak Lapisan
Ozon
2. Gas Rumah Kaca Rencana Aksi Nasional
Penurunan Emisi Gas
Rumah Kaca
3. Limbah Bahan
Berbahaya
Amandemen atas
Konvensi Basel tentang
Pengawasan
Perpindahan Lintas
Batas Limbah Bahan
Berbahaya dan
Pembuangannya
4. dan seterusnya

d. Pembentukan Peraturan Daerah
Sebagaimana Peraturan Presiden, materi muatan
Peraturan Daerah tidak berbeda dengan Peraturan
Pemerintah. Berdasarkan kajian perbedaan terdapat
pada:
1) Peraturan Daerah sebagai pelaksanaan Peraturan
Pemerintah, materi muatannya harus merujuk
kepada lingkungan hidup di suatu daerah
tertentu.
2) Peraturan Daerah dapat memuat sanksi pidana,
sedangkan Peraturan Pemerintah tidak.

Pedoman perumusan materi muatan untuk Peraturan
Daerah dimuat dalam Peraturan Menteri tersendiri.

B. Instrumen Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
Berdasarkan kriteria untuk menetapkan peraturan
perundang-undangan, instrumenPPLH tidak layak diatur
dalam peraturan perundang-undangan baik dalam bentuk
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, maupun
Peraturan Daerah secara mandiri karena instrumen PPLH
14

adalah bagian dari norma. Instrumen PPLH menjadi efektif
apabila bersifat mengikat, yaitu harus:
a diterpakan langsung pada materi muatan yang akan
dilindungi atau dikelola; dan
b diperkuat dengan konsekuensi hukum apabila tidak
ditaati.

Biasanya untuk menerapkan instrumen PPLH dalam materi
muatan perlu dijabarkan dalam standar, prosedur, dan/atau
kriteria atau kombinasi dari semuanya sebagai pedoman.
Standar, prosedur, dan/atau kriteria merupakan dasar untuk
menilai atau mengukur tingkat ketaatan suatu usaha
dan/atau kegiatan. Ketidakpatuhan terhadap standar,
prosedur, dan kriteria mempunyai konsekuensi hukum atau
kekuatan mengikat harus berdsarkan ketentuan yang telah
diatur dalam UU PPLH. Dengan demikian, standar, prosedur,
kriterian dan/atau pedoman lain tidak mengatur konsekuensi
hukum, terlebih lagi mengenai sanksi .

Pengaturan lebih rinci mengenai penerapan instrumen PPLH
pada materi muatan materi spesifik, selayaknya dimuat
sebagai kebijakan dalam Peraturan Menteri berdasarkan
tugas dan wewenang Menteri yang diamanatkan dalam Pasal
63 ayat (1) dan Pasal 64 UU PPLH.

Memperhatikan konsekuensi hukum atau kemampuan
mengikat suatu peraturan perundang-undagang mengenai
materi muatan tertentu, Instrumen PPLH dapat dikategorikan
menjadi:
a. instrumen perencanaan; dan
b. instrumen pengendalian yang terdiri dari:
1) promosi bentuk pengendalian yang tidak mempunyai
konsekuensi hukum berupa sanksi. Konsekuensi
hukum dalam bentuk pembinaan berupa bantuan
teknis, bantuan keuangan, atau advokasi;
2) pencegahan. Instrumen kendali bersifat pencegahan
meliputi: izin, baku mutu, kriteria baku kerusakan,
anggaran berbasis lingkungan. Instrumen pengendali
pencegahan harus didukung dengan konsekuensi
hukum;
3) penegakan. Instrumen kendali bersifat
penegakan/pemaksaan adalah instrumen untuk
mengoreksi kegiatan, dan/atau menghentikan kegiatan
yang sudah terjadi, meliputi: perintah pemulihan,
perintah penanggulangan, membayar ganti rugi, dan
hukuman kurungan badan. Instrumen kendali
15

pemaksaan mendukung penerapan instrumen
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup baik
untk instrumen perencanaan mau pun instrumen
kendali yang bersifat pencegahan.

Dalam penyusunan materi muatan lingkungan hidup,
instrumen kendali adalah faktor kunci untuk mencapai
tujuan UU PPLH. Penggunaan instrumen tidak berarti
pilihan salah satu instrumen PPLH saja. Penerapan
instrumen akan lebih efektif dikembangkan dengan
menggunakan kombinasi dari beberapa instrumen PPLH
sejauh tidak melanggar hak azasi pelaku atau pelaksana
kegiatan.

Kombinasi penggabungan beberapa instrumen dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. tujuan baku mutu air atau ambien ditetapkan sebagai
kondisi ideal kualitas air;
b. untuk mencapai tujuan kualitas air, setiap kegiatan
yang mempengaruhi kualitas air dikendalikan melalui
izin;
c. baku mutu air limbah, baku mutu emisi dapat
digunakan sebagai persyaratan perizinan;
d. pelanggaran terhadap persyaratan perizinan dapat
dikenakan sanksi administrasi dan/atau menerapkan
instrumen ekonomi;
e. tidak mempunyai izin dikenakan sanksi pidana.

1. Instrumen perencanaan PPLH meliputi:
a. Inventarisasi lingkungan hidup terdiri atas inventarisasi
lingkungan hidup:
1) Inventarisasi lingkungan hidup terdiri atas
inventarisasi lingkungan hidup
a) Tingkat nasional:
b) Tingakt pulau/kepulauan; dan
c) Tingkat wilayah ekoregion
2) Inventarisasi lingkungan hidup dilaksanakan untuk
memperoleh data dan informasi mengenai sumber
daya alam yang meliputi:
a) Potensi dan ketersediaan;
b) Jenis yang dimanfaatkan
c) Bentuk penguasaan
d) Pengetahuan pengelolaan
e) Bentuk kerusakan; dan

16

f) Konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat
pengelolaan

b. Penetapan Wilayah/Ekoregion
1) Menteri menetapkan ekoregion berdasarkan
inventarisasi lingkungan hidup
2) Penetapan wilayah ekoregion dilaksanakan dengan
mempertimbangkan kesamaan:
a) Karakteristik bentang alam;
b) Daerah aliran sungai;
c) Iklim;
d) Flora dan fauna;
e) Sosial budaya;
f) Ekonomi;
g) Kelembagaan masyarakat; dan
h) Hasil inventarisasi lingkungan hidup

Memperhatikan ketentuan mengenai penetapan
wilayah/ekoregion, ketentuan ini tidak untuk dijadikan
acuan dalam penyusunan peraturan pelaksanaan
dengan materi muatan tertentu. Penetapan
wilayah/ekoregion adalah kebijakan nasional yang
menjadi pertimbangan di dalam penentuan kriteria yang
menjadi acuan untuk menyusun dan mengevaluasi UU
PPLH bukan untuk melaksanakan UU PPLH tersebut.

c. RPPLH menurut UU PPLH ditetapkan rambu-rambunya
sebagai berikut:
1) Dalam Pasal 1 angka 4 UU PPLH menyatakan bahwa
RPPLH adalah perencanaan tertulis yang memuat
potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya
perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun
waktu tertentu;
2) RPPLH terdiri atas RPPLH tingkat nasional, RPPLH
tingkat provinsi, dan RPPLH tingkat
kabupaten/kota;
3) RPPLH tingkat nasional disusun berdasarkan
inventarisasi nasional yang disusun oleh Menteri
dalam bentuk Peraturan Pemerintah;
4) RPPLH tingkat provinsi disusun berdasarkan RPPLH
nasional, tingkat pulau/kepulauan, dan
inventarisasi tingkat ekoregion yang disusun oleh
Gubernur dalam bentuk Peraturan Daerah Provinsi;
5) RPPLH kabupaten/kota disusun berdasarkan
RPPLH provinsi, inventarisasi tingkat
pulau/kepulauan, dan inventarisasi tingkat
17

ekoregion yang disusun oleh bupati/walikota dalam
bentuk Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;
6) Penyusunan RPPLH harus memperhatikan
keragaman karakter dan fungsi ekologis, sebaran
penduduk, sebaran potensi sumber daya alam,
kearifan lokal, aspirasi masyarakat, dan perubahan
iklim;
7) Muatan RPPLH antara lain pemanfaatan dan/atau
pencadangan sumber daya alam, pemeliharaan dan
perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkungan
hidup, pengendalian, pemantauan, serta
pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam,
dan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan
iklim;
8) RPPLH ini akan menjadi dasar penyusunan dan
dimuat dalam rencana pembangunan jangka
panjang dan rencana pembangunan jangka
menengah.

UU PPLH memerintahkan agar ketentuan lebih lanjut
mengenai RPPLH akan diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Ketentuan lebih lanjut ini tidak mungkin
diartikan sebagai penjabarannya di dalam peraturan
pemerintah tersendiri disebabkan:
a. RPPLH adalah bagian dari instrumen perencanaan
untuk mengatur materi muatan lingkungan hidup
spesifik.
b. RPPLH adalah kebijakan pemerintah yang
pelaksanaannya mengikuti Pasal 63 ayat (1) huruf c
UU PPLH.


Contoh Peraturan Pemerintah Dengan Materi
Muatan Menerapkan Instrumen Perencanaan

No. Muatan Materi Instrumen Perencanaan
1. Perlindungan
dan Pengelolaan
ekosistem
gambut
Inventarisasi ekosistem
gambut,
pemetaan kawasan
ekosistem gambut,
penetapan kawasan
lindung dan budi daya
ekosistem gambut, dan
rencana perlindungan dan
pengelolaan ekosistem
18

No. Muatan Materi Instrumen Ekonomi
gambut
2. Perlindungan
dan pengelolaan
air
Inventarisasi sumber air
dan identifikasi sumber
pencemar air,
pemetaan air tercemar,
rencana perlindungan dan
pengelolaan air
3. Pengelolaan
limbah B3
Inventarisasi limbah B3
dan identifikasi sumber
limbah B3,
rencana pengelolaan
limbah B3
4. dan seterusnya

c. Instrumen pengendalian yang bersifat promosi penaatan.
1. Setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan
aktif dalam proses pengambilan keputusan dan
pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2. Dalam rangka peningkatan kompetensi setiap anggota
masyarakat untuk berperan serta dalam perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah dan
Pemerintah Daerah antara lain, berupa:
1) pendidikan;
2) pelatihan;
3) pembinaan;
4) sosialisasi; dan
5) penghargaan.
3. Instrumen promosi penaatan adalah instrumen PPLH
yang tidak mempunyai konsekuensi hukum berbentuk
sanksi baik administrasi, perdata, atau pidana. Dalam
pelaksanaan instrumen promosi penaatan ini umumnya
dijabarkan dalam dalam peraturan perundang-
undangan sebagai berikut:
1) memberikan informasi, workshop, seminar dalam
rangka pendidikan;
2) memberikan bantuan teknis dalam rangka pelatihan;
3) memberikan dana alokasi khusus atau bantuan
keuangan;
4) memberikan advokasi atau konsultasi; dan
5) memberikan penetapan standar, prosedur, dan
kriteria dalam rangka pembinaan.

19

Contoh dan Prospek Peraturan Pemerintah dengan
Materi Muatan Menerapkan Instrumen Promosi
Penaatan

No. Muatan Materi Instrumen Promosi penaatan
1. Perlindungan
dan Pengelolaan
Ekosistem
Gambut
Inventarisasi ekosistem
gambut, diturunkan ke
Peraturan Menteri sebagai
kebijakan tata cara
melakukan inventarisasi
ekosiste gambut.
Penyusunan rencana
perlindungandan
pengelolaan ekosistem
gambut (RPPEG),
diturunkan ke Peraturan
Menteri sebagai kebijakan
mengenai tata cara
penyusunan RPPEG
Tata cara ini dilanjutkan
dengan bantuan teknis dan
pelatihan serta bentuk
promosi penaatan lainnya
2. Perlindungan
dan Pengelolaan
Air
Inventarisasi sumber air
dan sumber pencemaran,
diturunkan dalam
Peraturan Menteri sebagai
kebijakan mengenai tata
cara melakukan
inventarisasi keduanya.
Penyusunan rencana
perlindungan dan
pengelolaan air (RPPA),
Menteri menyusun
kebijakan mengenai tata
cara penyusunan RPPA
Penetapan daya
dukung/daya tampung,
diturunkan dalam
Peraturan Menteri sebagai
kebijakan Menteri
mengenai daya dukung dan
daya tampung air
Tata cara ini dilanjutkan
dengan bantuan teknis dan
20

pelatihan serta bentuk
promosi penaatan lainnya
3. dan seterusnya


d. Instrumen Pengendalian Yang Bersifat Pencegahan.
Instrumen pencegahan dalam UU PPLH meliputi: izin, baku
mutu, standar, prosedur, kriteria, kompetensi, dan anggaran
berbasis lingkungan.
1. KAJIAN Lingkungan Hidup Strategis.
1) Dalam Pasal 1 angka 10 UU PPLH menyatakan
bahwa KLHS adalah rangkaian analisis yang
sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk
memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi
dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau
kebijakan, rencana, dan/atau program.
2) KLHS dilaksanakan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah dalam penyusunan atau evaluasi
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta
rencana rincinya, Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP), dan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota, serta kebijakan, rencana,
dan/atau program yang berpotensi menimbulkan
dampak dan/atau risiko lingkungan hidup.
3) KLHS menggunakan mekanisme
a) pengkajian pengaruh kebijakan, rencana,
dan/atau program terhadap kondisi lingkungan
hidup di suatu wilayah;
b) perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan,
rencana, dan/atau program; dan
c) rekomendasi perbaikan untuk pengambilan
keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program
yang mengintegrasikan prinsip pembangunan
berkelanjutan. Hasil mekanisme ini akan menjadi
dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program
pembangunan dalam suatu wilayah.
4) Kajian yang dimuat dalam KLHS antara lain
kapasitas daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup untuk pembangunan, perkiraan
mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup,
kinerja layanan/jasa ekosistem, efisiensi
pemanfaatan sumber daya alam, tingkat kerentanan
dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim,
21

dan tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman
hayati.
5) Apabila hasil KLHS menyatakan bahwa daya
dukung dan daya tampung sudah terlampaui maka
kebijakan, rencana, dan/atau program
pembangunan tersebut wajib diperbaiki sesuai
dengan rekomendasi KLHS, dansegala usaha
dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup tidak
diperbolehkan lagi.
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai KLHS akan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.


Contoh dan Prospek Peraturan Pemerintah
dengan Materi Muatan Menerapkan Instrumen
KLHS

No. Muatan Materi Instrumen KLHS
1. Perlindungan
dan Pengelolaan
Ekosistem
Gambut
Pengaturan mengenai cara
penetapan kawasan lindung
dan budi daya ekosistem
gambut digunakan untuk
mengevaluasi dan menyusun
Rencana Tata Ruang
Wilayah.
2. Perlindungan
dan pengelolaan
Ekosistem
Perairan Darat
Ketentuan yang terkait
dengan rencana
pemanfaatan ekosistem
dalam suatu kawasan
lindung dan budi daya.
3. Perlindungan
dan pengelolaan
Ekosistem
Pesisir dan
Lautan
Ketentuan yang terkait
dengan rencana
pemanfaatan ekosistem
dalam suatu kawasan
lindung dan budi daya.
4. dan seterusnya

2. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
1) Dalam Pasal 1 angka 11 UU PPLH menyatakan
bahwa Amdal adalah kajian mengenai dampak
penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
22

2) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak
penting terhadap lingkungan hidup wajib
memiliki Amdal.
3) Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria
besarnya jumlah penduduk yang akan terkena
dampak rencana usaha dan/atau kegiatan, luas
wilayah penyebaran dampak, intensitas dan
lamanya dampak berlangsung, banyaknya
komponen lingkungan hidup lain yang akan
terkena dampak, sifat kumulatif dampak,
berbalik atau tidak berbaliknya dampak,
dan/atau kriteria lain sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4) Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak
penting terhadap lingkungan hidup terdiri atas:
a) pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b) eksploitasi sumber daya alam baik yang
terbarukan maupun yang tidak terbarukan;
c) proses dan kegiatan yang secara potensial
dapat menimbulkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan
dan kemerosotan sumber daya alam dalam
pemanfaatannya;
d) proses dan kegiatan yang hasilnya dapat
mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan
buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
e) proses dan kegiatan yang hasilnya akan
mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi
sumber daya alam dan/atau perlindungan
cagar budaya;
f) introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan,
dan jasad renik;
g) pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan
nonhayati;
h) kegiatan yang mempunyai risiko tinggi
dan/atau mempengaruhi pertahanan negara;
dan/atau
i) penerapan teknologi yang diperkirakan
mempunyai potensi besar untuk
mempengaruhi lingkungan hidup.
5) Jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib
dilengkapi dengan Amdal diatur lebih lanjut
dengan peraturan Menteri.
6) Dokumen Amdal memuat:
a) pengkajian mengenai dampak rencana usaha
dan/atau kegiatan;
23

b) evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana
usaha dan/atau kegiatan;
c) saran masukan serta tanggapan masyarakat
terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan;
d) prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat
penting dampak yang terjadi jika rencana
usaha dan/atau kegiatan tersebut
dilaksanakan;
e) evaluasi secara holistik terhadap dampak yang
terjadi untuk menentukan kelayakan atau
ketidaklayakan lingkungan hidup; dan
f) rencana pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup.
7) Proses penyusunan dokumen Amdal dapat meminta
bantuan kepada pihak lain yang telah
memperoleh sertifikat kompetensi penyusun
Amdal dengan kriteria:
a) penguasaan metodologi penyusunan Amdal;
b) kemampuan melakukan pelingkupan,
prakiraan, dan evaluasi dampak serta
pengambilan keputusan; dan
c) kemampuan menyusun rencana pengelolaan
dan pemantauan lingkungan hidup.
8) Sertifikat kompetensi penyusun Amdal
diterbitkan oleh lembaga sertifikasi kompetensi
penyusun Amdal yang ditetapkan oleh Menteri
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
9) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi dan
kriteria kompetensi penyusun Amdal diatur
dengan Peraturan Menteri LH Nomor 07 Tahun
2010.
10) Komisi Penilai Amdal wajib memiliki lisensi dari
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya yang persyaratan dan
tatacara lisensinya diatur dengan Peraturan
Menteri LH Nomor 15 Tahun 2010.
11) Berdasarkan hasil penilaian Komisi Penilai
Amdal, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
menetapkan keputusan kelayakan atau
ketidaklayakan lingkungan hidup sesuai dengan
kewenangannya.

Ketentuan mengenai Amdal diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah mengenai izin lingkungan sebagai
perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
24

1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup.

Contoh dan Prospek Peraturan Pemerintah
dengan Materi Muatan Menerapkan Instrumen
Amdal

No. Muatan Materi Instrumen Amdal
1. Perlindungan
dan Pengelolaan
Air
Pengendalian pemanfaatan
air dan pembuangan air
limbah memerlukan izin
lingkungan untuk setiap
usaha dan/atau kegiatan
yang wajib Amdal
2. Perlindungan
Fungsi Atmosfer
Peningkatan penyerapan
dan pengurangan emisi gas
rumah kaca melaui izin
lingkungan untuk setiap
usaha dan/atau kegiatan
yang wajib Amdal
3. Pengelolaan
limbah B3
Ketentuan yang terkait
dengan pengolahan dan
penimbunan limbah B3
melalui izin lingkungan
untuk setiap usaha
dan/atau kegiatan yang
wajib Amdal.
4. dan seterusnya


3. Analisis risiko lingkungan
1) Analisis risiko lingkungan adalah prosedur yang
antara lain digunakan untuk mengkaji pelepasan
dan peredaran produk rekayasa genetik dan
pebersihan (clean up) limbah B3;
2) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan
hidup, ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan,
dan/atau kesehatan dan keselamatan manusia
wajib melakukan analisis risiko lingkungan hidup
yang terdiri dari:
a) pengkajian risiko;
b) pengelolaan risiko; dan
c) komunikasi risiko.
25

3) Pengkajian risiko meliputi seluruh proses mulai dari
identifikasi bahaya, penaksiran besarnya
konsekuensi atau akibat, dan penaksiran
kemungkinan munculnya dampak yang tidak
diinginkan, baik terhadap keamanan dan kesehatan
manusia maupun lingkungan hidup;
4) Pengelolaan risiko meliputi evaluasi risiko atau
seleksi risiko yang memerlukan pengelolaan,
identifikasi pilihan penglolaan risiko, pemilihan
tindakan untuk pengelolaan, dan
pengimplementasian tindakan yang dipilih;
dan/atau
5) Komunikasi risiko adalah proses interaktif dari
pertukaran informasi dan pendapat di antara
individu, kelompok, dan institusi yang berkenaan
dengan risiko.

Contoh dan Prospek Peraturan Pemerintah
dengan Materi Muatan Menerapkan Instrumen
Analisa Risiko Lingkungan

No. Muatan Materi Instrumen Analisis Risiko
Lingkungan
1. Keamanan
Hayati Produk
Rekayasa
Genetika
Ketentuan mengenai wajib
melakukan kajian risiko
lingkungan sebelum
memasukkan atau
menghasilkan produk hasil
rekayasa genetika yang akan
diintroduksi ke lingkungan.
2. Pengelolaan
Bahan Beracun
Berbahaya
Ketentuan mengenai wajib
melakukan kajian risiko
lingkungan sebelum
memasukkan atau
menghasilkan bahan
beracun dan berbahaya
tertentu yang akan
diintroduksi ke lingkungan.
3. dan seterusnya


4. UKL-UPL
1) UKL-UPL adalah pengelolaan dan pemantauan
terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak
berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang
26

diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
2) Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya
disebut SPPL, adalah pernyataan kesanggupan dari
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk
melakukan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup atas dampak lingkungan hidup
dari usaha dan/atau kegiatannya di luar usaha
dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL.
3) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak
termasuk dalam kriteria wajib Amdal, wajib
memiliki UKL-UPL yang penetapan jenis usaha
dan/atau kegiatannya oleh Gubernur atau
bupati/walikota.
4) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib
dilengkapi UKL-UPL wajib membuat SPPL.
5) Jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib UKL-UPL
atau SPPL ditetapkan oleh gubernur atau
bupati/walikota berdasarkan hasil penapisan.

Penjabaran lebih lanjut mengenai UKL-UPL dan SPPL
telah diatur dalam Peraturan Menteri Negara LH Nomor
13 Tahun 2010 tentang UKL-UPL dan SPPL.


Contoh dan Prospek Peraturan Pemerintah
dengan Materi Muatan Menerapkan Instrumen
UKL-UPL

No. Muatan Materi Instrumen UKL-UPL
1. Perlindungan
dan Pengelolaan
Air
Pengendalian pemanfaatan
air dan pembuangan air
limbah memerlkan izin
lingkungan untuk setiap
usaha dan/atau kegiatan
yang wajib UKL-UPLH
2. Perlindungan
Fungsi Atmosfer
Peningkatan penyerapan
dan pengurangan emisi gas
rumah kaca melaui izin
lingkungan untuk setiap
usaha dan/atau kegiatan
yang wajibUKL-UPL
3. Pengelolaan
limbah B3
Ketentuan yang terkait
dengan pengolahan dan
27

penimbunan limbah B3
melalui izin lingkungan
untuk setiap usaha
dan/atau kegiatan yang
wajib UKL-UPL
4. dan seterusnya


5. Izin lingkungan
1) Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada
setiap orang yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam
rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin
usaha dan/atau kegiatan.
2) Izin lingkungan diterbitkan berdasarkan
keputusan kelayakan lingkungan hidup atau
rekomendasi UKL-UPL.
3) Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
4) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya wajib menolak permohonan
izin lingkungan apabila permohonan izin tidak
dilengkapi dengan Amdal atau UKL-UPL.
5) Izin lingkungan dapat dibatalkan apabila:
a) persyaratan yang diajukan dalam permohonan
izin mengandung cacat hukum, kekeliruan,
penyalahgunaan, serta ketidakbenaran
dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau
informasi;
b) penerbitannya tanpa memenuhi syarat
sebagaimana tercantum dalam keputusan
komisi tentang kelayakan lingkungan hidup
atau rekomendasi UKL-UPL; atau
c) kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen
Amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
Selain itu izin lingkungan juga dapat
dibatalkan melalui keputusan pengadilan tata
usaha negara.
6) Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk
memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha
28

dan/atau kegiatan dibatalkan. Dalam hal usaha
dan/atau kegiatan mengalami perubahan,
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
wajib memperbarui izin lingkungan.
7) Ketentuan mengenai izin lingkungan diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Contoh dan Prospek Peraturan Pemerintah
dengan Materi Muatan Menerapkan Izin
lingkungan dan Izin Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup

No. Muatan Materi Instrumen izin
1. Izin lingkungan izin lingkungan sebagai
syarat memperoleh izin
usaha dan/atau kegiatan
yang wajib Amdal atau UK-
UPL sebelum usaha
dan/atau kegiatan
beroperasi.
Izin lingkungan wajib
memuat persyaratan izin
perlindungan dan
pengelolaan lingkunan
hidup (PPLH) yang wajib
dimiliki pada tahap
operasional
Izin lingkungan dapat
dipindahtangankan
(diperdagangkan)
izin PPLH efektif apabila
dicantumkan dalam PUU
mengenai Muatan Materi
tertentu

2. Perlindungan
dan pengelolaan
Air
izin lingkungan untuk
pemanfaatan air
izin perlindungan dan
pengelolaan lingkungan
hidup berupa pembuangan
air limbah dan
pemanfaatan air limbah

3. Pengelolaan
limbah B3
izin lingkungan sebagai
persyaratan memperoleh
29

izin usaha dan/atau
kegiatan pengelolaan
limbah B3
izin PPLH untuk
operasional kegiatan
penyimpanan,
pengumpulan,
pengangkutan,
pemanfaatan, pengolahan,
dan/atau penimbunan.
4. dan seterusnya

6. Instrumen ekonomi lingkungan
a. Dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan
hidup, Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
mengembangkan dan menerapkan instrumen
ekonomi lingkungan hidup.

b. Instrumen ekonomi lingkungan hidup meliputi:
1) perencanaan pembangunan dan kegiatan
ekonomi;
2) pendanaan lingkungan hidup; dan
3) insentif dan/atau disinsentif.

c. Instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan
ekonomi meliputi:
1) neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup;
2) penyusunan produk domestik bruto dan produk
domestik regional bruto yang mencakup
penyusutan sumber daya alam dan kerusakan
lingkungan hidup;
3) mekanisme kompensasi/imbal jasa lingkungan
hidup antar daerah; dan
4) internalisasi biaya lingkungan hidup.
d. Instrumen pendanaan lingkungan hidup meliputi:
1) dana jaminan pemulihan lingkungan hidup;
2) dana penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup; dan
3) dana amanah/bantuan untuk konservasi.

e. Insentif dan/atau disinsentif diterapkan dalam
bentuk:
1) pengadaan barang dan jasa yang ramah
lingkungan hidup;

30

2) penerapan pajak, retribusi, dan subsidi
lingkungan hidup;

3) pengembangan sistem lembaga keuangan dan
pasar modal yang ramah lingkungan hidup;
4) pengembangan sistem perdagangan izin
pembuangan limbah dan/atau emisi;
5) pengembangan sistem pembayaran jasa
lingkungan hidup;
6) pengembangan asuransi lingkungan hidup;
7) pengembangan sistem label ramah lingkungan
hidup; dan
8) sistem penghargaan kinerja di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Contoh dan Prospek Peraturan Pemerintah
dengan Materi Muatan Menerapkan Instrumen
Ekonomi

No. Muatan Materi Instrumen ekonomi
1. Perlindungan
dan Pengelolaan
Air
Internalisasi biaya
lingkungan hidup setiap
satuan pemanfaatan
sumber air atau
pembuangan limbah ke
badan air
Asuransi ligkungan atau
dana jaminan pemulihan
kualitas air
Asuransi lingkungan atau
dana penanggulangan
pencemaran dan/atau
kerusakan dan pemulihan
sumber daya air
2. Perlindungan
dan pengelolaan
ekosistem
gambut
Internalisasi biaya
lingkungan hidup setiap
satuan pemanfaatan
ekosistem gambut
Asuransi lingkugan atau
dana jaminan pemulihan
ekosistem gambut
Asuransi lingkungan atau
dana penanggulangan
kerusakan dan pemulihan
ekosistem gambut
31

No. Muatan Materi Instrumen Ekonomi
3. Pengelolaan
limbah B3
Internalisasi biaya
lingkungan hidup setiap
satuan penimbunan limbah
B3
Asuransi lingkugan atau
dana jaminan pemulihan
lahan terkontaminasi
Asuransi lingkungan atau
dana penanggulangan
kerusakan dan pemulihan
akibat limbah B3
4. dan seterusnya


7. Baku Mutu Lingkungan dan Kriteria Baku Kerusakan.
a) Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas
atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam
suatu sumber daya tertentu sebagai unsur
lingkungan hidup.
b) Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan
hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup.
c) Baku mutu lingkungan hidup meliputi baku mutu
air, baku mutu air limbah, baku mutu air laut, baku
mutu udara ambien, baku mutu emisi, baku mutu
gangguan, dan baku mutu lain sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
d) Ketentuan mengenai baku mutu air, baku mutu air
laut, baku mutu udara ambien, dan baku mutu lain
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah.
e) Ketentuan mengenai baku mutu air limbah, baku
mutu emisi, dan baku mutu gangguan diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Menteri.

32

Contoh dan Prospek Peraturan Pemerintah
dengan Materi Muatan Menerapkan Baku Mutu
Lingkungan atau Kriteria Baku Kerusakan

No. Muatan Materi Kriteria Baku Kerusakan
1. Perlindungan
dan Pengelolaan
Air
penetapan baku mutu
ambien yang apabila tidak
sesuai dinyatakan kondisi
air tercemar
baku mutu air limbah
adalah kriteria parameter
yang harus ditaati untuk
membuang air limbah ke
badan air
2. Perlindungan
dan pengelolaan
ekosistem
gambut
penetapan kriteria baku
kerusakan ekosistem
gambut untuk menyatakan
bahwa kondisi ekosistem
gambut rusak

3. Perlindungan
dan Pengelolaan
udara
baku mutu ambien udara
untuk menyatakan bahwa
kondisi udara tercemar
limbah B3
baku mutu emisi adalah
persyaratan kriteria
parameter emisi yang wajib
ditaati untuk melepaskan
gas atau partikulat ke
udara
4. dan seterusnya

8. Anggaran Berbasis Lingkungan
1) Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia serta pemerintah daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah wajib mengalokasikan
anggaran yang memadai untuk membiayai kegiatan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,
dan program pembangunan yang berwawasan
lingkungan hidup.
2) Pemerintah wajib mengalokasikan anggaran dana
alokasi khusus lingkungan hidup yang memadai
untuk diberikan kepada daerah yang memiliki
kinerja perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang baik.
33

3) Dalam rangka pemulihan kondisi lingkungan hidup
yang kualitasnya telah mengalami pencemaran
dan/atau kerusakan, Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib mengalokasikan anggaran untuk
pemulihan lingkungan hidup.

6. Instrumen pengendalian yang bersifat penegakan hukum.
Instrumen penegakan bersifat represif berarti mengoreksi
kegiatan, dan/atau menghentikan kegiatan yang sudah
terjadi meliputi:
1) Sanksi administrasi, berupa paksaaan pemerintah
a) penghentian kegiatan;
b) pemulihan;
c) penanggulangan;
d) pembekuan izin; dan/atau
e) pencabutan izin;
2) Sanksi perdata berupa
a) membayar ganti rugi; dan/atau
b) melakukan tindakan tertentu
3) Sanksi pidana berupa kurungan badan.

Contoh Atau Proyeksi Materi Muatan Mengenai
Penerapan Sanksi

No Materi Muatan Sanksi
1. Perlindungan
dan Pengelolaan
Air
Administrasi berupa
peringatan tertulis, paksaan
pemerintahan, pembekuan
izin, dan pencabutan izin
apabila melanggar
persyaraatan dan kewajiban
dalam izin PPLH dan UU
PPLH.
Membayar kerugian
lingkungan dan melakukan
penanggulangan dan
pemulihan fungsi air
Pidana apabila tidak
mempunyai izin PPLH:
4) pembuangan; dan/atau
5) pemanfaatan air limbah
2. Perlindungan
dan pengelolaan
ekosistem
gambut
Administrasi berupa
peringatan tertulis, paksaan
pemerintahan, pembekuan
izin, dan
34

No Materi Muatan Sanksi
pencabutan izin apabila
melanggar persyaratan dan
kewajiban dalam izin
lingkungan
Membayar kerugian
lingkungan dan melakukan
penanggulangan dan
pemulihan fungsi ekosistem
gambut
Pidana apabila membakar
lahan gambut dan tidak
mempunyai izin lingkungan
3. Perlindungan
dan Pengelolaan
udara
Administrasi berupa
peringatan tertulis, paksaan
pemerintahan, pembekuan
izin, dan pencabutan izin
apabila melanggar
persyaraatan dan kewajiban
dalam izin PPLH
Membayar kerugian
lingkungan dan melakukan
penanggulangan dan
pemulihan fungsi udara
Pidana apabila tidak
mempunyai izin PPLH
pembuangan emisi
4. dan seterusnya

C.KAPASITAS Sumber daya manusia sebagai UU PPLH.
Ketentuan peningkatan kapasitas SDM dalam UU PPLH tidak
diatur dalam suatu bab atau bagian tertentu, tetapi tersebar
di dalam bab atau bagian, antara lain:
1. Sertifikasi dan kriteria kompetensi penyusun Amdal diatur
dengan Peraturan Menteri terdapat dalam Pasal 28 ayat
(4).
Amanat ketentuan ini telah diatur dalam Peraturan
Menteri LH Nomor 07 Tahun 2010 tentang Sertifikasi
Kompetensi Penyusunan Dokumen Amdal dan
Persyaratan Lembaga Pelatihan Kompetensi Penyusun
Dokumen Amdal.

2. Sertifikat kompetensi auditor lingkungan hidup diatur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
tercantum dalam Pasal 51 ayat (4).
35

3. Pemerintah bertugas dan berwenang memberikan
pendidikan dan pelatihan (Pasal 63 ayat(1) huruf w)
Pelaksanaan dari amanat ini merujuk Peraturan Menteri
LH Nomor 26 tahun 2009 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan di bidang
Lingkungan Hidup.
4. Peran masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup terdapat dalam Pasal 70 ayat(3). Peran
masyarakat untuk melakukan peran ini harus tercantum
dalam peraturan perundang-undangan spesifik dan
peningkatan peran serta dari dilaksanakan untuk
meningkatkan kompetensi setiap anggota masyarakat
melakui pendidikan dan pelatihan sesuai perannya dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup spesifik
tersebut.
5. Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup merupakan pejabat
fungsional dalam Pasal 71 ayat (3). Kompetentsi mengenai
pejabat fungsional pengawasan ini mulai dari Pejabat
Pengawas Tingkat Pertama hingga Pejabat Pengawas
Tingkat Madya diatur dalam Peraturan Menteri Penertiban
Aparatur Negara Nomor 39 tahun 2011 tentang Jabatan
Fungsional Pengawas Lingkungan Hidup.
6. Penyidik Pegawai Negeri Sipil ditetapkan harus melalui
program pendidikan dan pelatihan sesuai peraturan
perundang-undangan. Kompetensi Penyidik Pegawai
Negeri Sipil (PPNS) lingkungan hidup harus melalui
pendidikan dan pelatihan dengan kurikulum khusus.
Mekanisme ini sudah dilaksanakan, hanya standard
kompetensi perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Sesuai dengan kebijakan Nasional, seluruh pelaksana
kegiatan PPLH disyaratkan di dalam peraturan pemerintah
terkait mempunyai sertifikat kompetensi sebagaimana Amdal,
Audit lingkungan hidup, dan lain-lain.

Proyeksi ke depan akan lahir berbagai kompetensi sebagai
persyaratan yang akan dikenakan kepada pelaksana kegiatan
di bidang PPLH. Standar kompetensi ini harus dimasukkan
pada materi muatan peraturan perundang-undangan
lingkungan hidup spesifik, namun demikian pengaturan yang
bersifat teknis dan rinci diatur dalam Peraturan Menteri.




36

D. Kapasitas Kelembagaan Untuk Melaksanakan Tugas Dan
Wewenang.
Kementerian Lingkungan Hidup maupun Badan Lingkungan
Hidup sebagai lembaga yang melaksanakan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup harus mempunyai unit yang
menjalankan fungsi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan
hukum untuk mencapai tujuan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Dalam melaksanakan tugasnya, setiap unit
dari fungsi harus mempunyai prosedur kerja agar seluruh
kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dapat bersinergi baik di pusat dan di daerah.

Sebagaimana kapasitas sumber daya manusia, ketentuan
yang terkait dengan peningkatan kapasitas kelembagaan
dalam UU PPLH tidak diatur dalam bab atau bagian tersendiri
tetapi tergabung di dalam kewenangan dan tugas Pemerintah,
pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten kota.

Kapasitas kelembagaan harus mampu untuk melaksanakan
tugas dan wewenang yang diamanatkan dalam Pasal 63 UU
PPLH yang meliputi:
1. Kementerian Lingkungan hidup sesuai dengan Pasal 63
ayat (1) UU PPLH
a. menetapkan kebijakan nasional;
b. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria;
c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai RPPLH nasional;
d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai
KLHS;
e. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai
Amdal dan UKL-UPL;
f. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam
nasional dan emisi gas rumah kaca;
g. mengembangkan standar kerja sama;
h. mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
i. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai sumber daya alam hayati dan nonhayati,
keanekaragaman hayati, sumber daya genetik, dan
keamanan hayati produk rekayasa genetik;
j. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai
pengendalian dampak perubahan iklim dan
perlindungan lapisan ozon;
k. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai B3, limbah, serta limbah B3;
37

l. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai
perlindungan lingkungan laut;
m. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup lintas batas negara;
n. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah,
dan peraturan kepala daerah;
o. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan
peraturan perundang- undangan;
p. mengembangkan dan menerapkan instrument
lingkungan hidup;
q. mengoordinasikan dan memfasilitasi kerjasama
penyelesaian perselisihan antar daerah serta
penyelesaian sengketa;
r. mengembangkan dan melaksanakan kebijakan
pengelolaan pengaduan masyarakat;
s. menetapkan standar pelayanan minimal;
t. menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan
keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal,
dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
u. mengelola informasi lingkungan hidup nasional;
v. mengoordinasikan, mengembangkan, dan
menyosialisasikan pemanfaatan teknologi ramah
lingkungan hidup;
w. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan,
dan penghargaan;
x. mengembangkan sarana dan standar laboratorium
lingkungan hidup;
y. menerbitkan izin lingkungan;
z. menetapkan wilayah ekoregion; dan
. melakukan penegakan hukum lingkungan hidup.

2. Pemerintah provinsi sesuai dengan Pasal 63 ayat (2) UU
PPLH:
a. menetapkan kebijakan tingkat provinsi;
b. menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi;
c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai
RPPLH provinsi;
d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai
Amdal dan UKL-UPL;
e. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam
dan emisi gas rumah kaca pada tingkat provinsi;
38

f. mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan
kemitraan;
g. mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
lintas kabupaten/kota;
h. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah, dan
peraturan kepala daerah kabupaten/kota;
i. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan
perundang-undangan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
j. mengembangkan dan menerapkan instrumen
lingkungan hidup;
k. mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama dan
penyelesaian perselisihan antarkabupaten/antarkota
serta penyelesaian sengketa;
l. melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan
pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang
program dan kegiatan;
m. melaksanakan standar pelayanan minimal;
n. menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan
keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal,
dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan
perlindungan danpengelolaan lingkungan hidup pada
tingkat provinsi;
o. mengelola informasi lingkungan hidup tingkat provinsi;
p. mengembangkan dan menyosialisasikan pemanfaatan
teknologi ramah lingkungan hidup;
q. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan
penghargaan;
r. menerbitkan izin lingkungan pada tingkat provinsi;
dan
s. melakukan penegakan hukum lingkungan hidup
pada tingkat provinsi.

3. Pemerintah Kabupaten kota sesuai dengan Pasal 63 ayat
(3) UU PPLH:
a. menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota;
b. menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat
kabupaten/kota;
c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai RPPLH kabupaten/kota;
d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai Amdal dan UKL-UPL;
39

e. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam
dan emisi gas rumah kaca pada tingkat
kabupaten/kota;
f. mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan
kemitraan;
g. mengembangkan dan menerapkan instrumen
lingkungan hidup;
h. memfasilitasi penyelesaian sengketa;
i. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan
perundang- undangan;
j. melaksanakan standar pelayanan minimal;
k. melaksanakan kebijakan mengenai tata cara
pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat,
kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang
terkait dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup pada tingkat kabupaten/kota;
l. mengelola informasi lingkungan hidup tingkat
kabupaten/kota;
m. mengembangkan dan melaksanakan kebijakan
sistem informasi lingkungan hidup tingkat
kabupaten/kota;
n. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan
penghargaan;
o. menerbitkan izin lingkungan pada tingkat
kabupaten/kota; dan
p. melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada
tingkat kabupaten/kota.

4. Tugas dan wewenang Kementerian Lingkungan Hidup
mengengai kapasitas kelembagaan untuk menyusun
kebijakan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 63 UU
PPLH terdiri dari:
a. penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria;
b. pengembangan standar kerja sama;
c. penetapan standar pelayanan minimal; dan
d. mengembangkan sarana dan standar laboratorium
lingkungan hidup.

5. Tugas dan wewenang Pemerintah dan pemerintah daerah
tersebut dilaksanakan dan/atau dikoordinasikan oleh
Menteri.



40

E. Data dan Informasi Mengenai Materi Muatan Spesifik
Hak atas informasi lingkungan hidup merupakan suatu
konsekuensi logis dari hak berperan dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang berlandaskan pada asas
keterbukaan.

Hak atas informasi lingkunan hidup akan meningkatkan nilai
dan efektifitas peran serta dalam pengelolaan lingkungan
hidup, di samping akan membuka peluang bagi masyrakat
untuk mengaktualisasikan haknya atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat.

Informasi dapat berupa data, keterangan, atau informasi lain
yang berkenaan dengan perlindungan dan penglolaan
lingkungan hidup yang menurut sifat dan tujuannya memang
terbuka untuk diketahui masyarakat, seperti dokumen
Amdal, laporan dan evaluasi hasil pemantauan lingkungan
hidup, baik pemantauan penaatan maupun pemantauan
perubahan kualitas lingkungan hidup dan rencana tata
ruang.

Peraturan Pemerintah mengenai informasi lingkungan hidup
spesifik perlu mengatur data dan informasi spesifik sebagai
pelaksanaan hak setiap anggota masyarakat agar dapat
berperan serta dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.

Pelaksanaan UU PPLH mengenai informasi lingkungan hidup
ini dapat merujuk Peraturan Menteri LH Nomor 07 Tahun
2011 tentang Pelayanan Informasi Publik.

Contoh dan Prospek Peraturan Pemerintah dengan Materi
Muatan Mengenai Data dan Informasi

No. Muatan Materi Data dan Informasi
1. Perlindungan
dan Pengelolaan
Air
Inventarisasi sumber air dan
sumber pencemar, status air
tercemar, izin lingkungan
dan izin perlindungan dan
pengelolaan lingkungan
hidup
2. Perlindungan
dan Pengelolaan
Ekosistem
Gambut
Inventarisasi kawasan
lindung dan budi daya
ekosistem gambut, izin
pemanfaatan ekosistem
41

No. Muatan Materi Data dan Informasi
gambut,
3. Pengelolaan
limbah B3
Inventarisasi limbah B3, izin
lingkungan dan izin
perlindungan dan
pengelolaan lingkungan
hidup, penanggulangan
keadaan darurat
4. dan seterusnya

F. Peran Masyarakat.
1. Setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif
dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
2. Peran setiap anggota masyarakat dilakukan untuk:
a meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
b meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat,
dan kemitraan;
c menumbuhkembangkan kemampuan kepeloporan
masyarakat
d menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat
untuk melakukan pengawasan sosial; dan
e mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal
dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
3. Asas kearifan lokal adalah bahwa dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-
nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat.
4. Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan Hidup,
Pemerintah menetapkan kebijakan mengenai tata cara
pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat yang terkait
dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Berdasarkan rambu-rambu mengenai hak masyarakat
berperan aktif dalam PPLH, tugas dan wewenang pemerintah
adalah mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan
lokal dalam rangka pelestarian lingkungan hidup.

Tugas dan wewenang pemerintah bukan menetapkan
kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan
masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 63 ayat (1) huruf t.
42

Pelaksanaan hak masyarakat hukum adat untuk berperan
serta dengan menggunakan budaya dan kearifan lokal yang
hidup dalam masyarakat hukum adat dapat diwujudkan dalam
dua bentuk, yaitu:
a. peraturan pemerintah tersendiri agar budaya dan kearifan
lokal merupakan metode yang efektif untuk dikembangkan
dan dijaga dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
b. materi muatan pada peraturan perundangan mengenai
materi muatan spesifik, apabila fungsi manajemen kearifan
lokal berlaku efektif untuk mencapai tujuan pelestarian
lingkungan. Berlaku efektif berarti telah ada pengakuan
terhadap budaya dan kearifan lokal sebagai suatu metode
untuk digunakan pada peraturan perundangan mengenai
materi muatan spesifik.

Contoh dan Prospek Peraturan Pemerintah
dengan Materi Muatan mengenai Peran
Masyarakat

No. Muatan Materi Peran Masyarakat
1. Perlindungan
fungsi
lingkungan
hidup oleh
masyarakat
hukum adat
fungsi manajemen
perlindungan menggunakan
kearifan lokal masyarakat
hukum adat
2. Perlindungan
dan Pengelolaan
Air
mengembangkan dan
menjaga budaya dan
kearifan lokal yang masih
digunakan dalam rangka
pelestarian fungsi air.

3. Perlindungan
dan pengelolaan
ekosistem
gambut
mengembangkan dan
menjaga budaya dan
kearifan lokal yang masih
digunakan dalam rangka
pelestarian fungsi lindung
dan budi daya ekosistem
gambut.

4. dan seterusnya



43

G. Pilihan Bentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai
Materi Muatan Spesifik.
1. Dalam pembentukan peraturan pelaksanaan UU PPLH,
Kementerian Lingkungan Hidup tidak terfokus pada
amanat UU PPLH saja tetapi juga wajib
mempertimbangkan UU PPUU.
2. Peraturan Pemerintah adalah bentuk Peraturan
Perundang-undangan yang akan mendominasi
pelaksanaan UU PPLH.
3. Peraturan Presiden dibentuk untuk pengesahan
amandemen suatu perjanjian internasional bukan
pengesahan perjanjian internasional. Selain itu, Peraturan
Presiden dibentuk untuk melaksanakan lebih dari satu
peraturan pemerintah yang lahir dari Undang-undang
yang berbeda yang terkait dengan lingkungan hidup.
4. Berdasarkan UU PPLH, amanat penyusunan instrumen
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
meliputi instrumen perencanaan, instrumen pengendali
preventif, dan instrumen pengendali represif diartikan
diatur dalam peraturan pemerintah mengenai
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan
materi muatan spesifik.
5. Peraturan Menteri dapat digunakan sebagai pelaksanaan
peraturan perundang-undangan di atasnya untuk
ketentuan instrumen PPLH yang bersifat teknis ilmiah
seperti: pelaksanaan inventarisasi, penetapan daya
dukung dan daya tampung, tata cara KLHS, tata cara
Amdal, dan tata cara penetapan baku mutu lingkungan.
6. Peraturan Menteri juga dapat digunakan sebagai
pelaksanaan peraturan perundang-undangan di atasnya
yang terkait dengan kompetensi sumber daya manusia,
yaitu tata cara pengangkatan dan penetapan pejabat
fungsional, penilai, dan penyusun Amdal. Peraturan
Menteri juga dapat digunakan sebagai kebijakan atau
pedoman yang tidak mempunyai konsekuensi hukum.

MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP,
ttd.
BALTHASAR KAMBUAYA
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,



Inar Ichsana Ishak

S A L I N A N





PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH
DI BIDANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

DENGAN TAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan kewenangan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,
pemerintahan daerah dapat menyusun Peraturan Daerah;
b. bahwa untuk menyusun Peraturan Daerah di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, berdasarkan
ketentuan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
wajib memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup
dan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
c. bahwa untuk melaksanakan kewenangan pembinaan terhadap
Peraturan Daerah sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal
63 ayat (1) huruf n Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
perlu ditetapkan pedoman terkait dengan materi muatan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam
Peraturan Daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang
Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah di Bidang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;


Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4438) sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5234);


4. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 31,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3815);
5. Peraturan Peerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3853);
8. Peraturan Peerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang
Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
267, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4068);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang
Pengendalian Kerusakan dan/atau Pencemaran Lingkungan
Hidup Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor
153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4161);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
12. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
13. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun
2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Lingkungan Hidup;


MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG
PEDOMAN MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH
DI BIDANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
HIDUP.







Pasal 1
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan panduan
kepada pemerintahan daerah dalam perumusan materi muatan
rancangan peraturan daerah di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 2
Pedoman Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah di Bidang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini.

Pasal 3
Pedoman Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 memuat:
a. dasar hukum Peraturan Daerah;
b. dasar pertimbangan perlunya Peraturan Daerah; dan
c. materi muatan Peraturan Daerah.

Pasal 4
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2011

MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

Diundangkan di Jakarta BALTHASAR KAMBUAYA
pada tanggal 28 Desember 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd


AMIR SYAMSUDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 932


Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,




Inar Ichsana Ishak

LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN MATERI MUATAN
RANCANGAN PERATURAN DAERAH DI
BIDANG PERLINDUNGAN DAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PEDOMAN MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH
DI BIDANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP


I. DASAR HUKUM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH.
1. Pasal 136 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa, Peraturan Daerah
dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah
provinsi/kabupaten/kota dan tugas pembantuan, merupakan penjabaran
lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan
memperhatikan ciri khas masing-masing daerah, dan dilarang bertentangan
dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi.

2. Pasal 44 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) menyatakan bahwa, setiap
penyusunan peraturan peraturan perundang-undangan pada tingkat
nasional dan daerah wajib memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan
hidup dan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.

3. Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (UU PPUU) bahwa, materi muatan
Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan daerah Kabupaten/Kota berisi
materi muatan dalam rangka menyelengarakan otonomi daerah dan tugas
pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau
penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan lebih tinggi.

4. Dasar hukum sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 3
berlaku pula terhadap pembentukan Peraturan Daerah di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.


II. DASAR PERTIMBANGAN PERLUNYA PERATURAN DAERAH
Dalam pembentukan Peraturan Daerah di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, selain memperhatikan dasar hukum Peraturan Daerah, juga
dilakukan atas dasar pertimbangan:

1. Kewenangan.
Kewenangan pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam ketentuan
Pasal 63 ayat (2) dan ayat (3) UUPPLH dan Lampiran H Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota. Untuk melaksanakan kewenangan tersebut,
pemerintahan daerah dapat menetapkan kebijakan dalam suatu Peraturan
Daerah. Namun demikian, tidak setiap kewenangan harus diatur dalam
Peraturan Daerah.

2. Kebutuhan.
Kebutuhan pemerintahan daerah mengenai perlunya Peraturan Daerah
untuk memberikan landasan dalam penyelesaian masalah lingkungan hidup
spesifik daerah, kebutuhan mendesak atau prioritas dalam pelestarian
fungsi lingkungan hidup pada saat ini dan yang akan datang.

3. Kemampuan.
Kemampuan pemerintahan daerah untuk melaksanakan Peraturan Daerah,
antara lain kelembagaan dan sumber daya manusia.

4. Dukungan Sistem.
Dukungan sistem untuk melaksanakan Peraturan Daerah, antara lain
sistem keuangan, mekanisme kerja (SOP) aparatur pemerintah daerah dan
partisipasi masyarakat.


III. MATERI MUATAN

Dalam perumusan materi muatan Rancangan Peraturan Daerah di Bidang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup harus memperhatikan
perlindungan fungsi lingkungan hidup dan prinsip perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Penormaan prinsip perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dalam Rancangan Peraturan Daerah harus
memperhatikan kepentingan nasional dan ekosistem suatu daerah. Sedangkan
perumusan normanya harus mencerminkan asas-asas yang melandasinya.

Struktur materi muatan dalam pedoman ini tidak selalu merupakan urutan
yang menggambarkan penamaan Bab, Bagian atau Paragraf, dan tidak
menunjukkan hirarki penormaan materi muatan dalam Rancangan Peraturan
Daerah, melainkan prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam perumusan
norma.

Secara keseluruhan materi muatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup sangat luas. Namun demikian materi muatan tersebut tidak harus
dimuat secara keseluruhan, tergantung dari jenis Peraturan Daerah dan
kebutuhan pengaturan di daerah. Hendaknya materi muatan yang dipilih tidak
melampaui judul dari rancangan Peraturan Daerah.

Secara keseluruhan materi muatan Rancangan Peraturan Daerah di Bidang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai berikut:

1. PERENCANAAN.
Dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup agar dapat menunjang
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup,
pemerintahan daerah berwenang untuk menetapkan Rencana Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) provinsi atau RPPLH
kabupaten/kota. RPPLH merupakan perencanaan tertulis yang memuat
rencana mengenai pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam,
pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan fungsi lingkungan hidup,
pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber
daya alam, dan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. RPPLH
provinsi disusun berdasarkan RPPLH nasional, inventarisasi tingkat
pulau/kepulauan, dan inventarisasi tingkat ekoregion. RPPLH
kabupaten/kota disusun berdasarkan RPPLH provinsi, inventarisasi tingkat
pulau/kepulauan, dan inventarisasi tingkat ekoregion. RPPLH provinsi
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi. RPPLH kabupaten/kota
ditetapkan dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota. RPPLH menjadi
dasar penyusunan dan dimuat dalam rencana pembangunan jangka

panjang (RPJP) dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM).
RPPLH provinsi atau RPPLH kabupaten/kota disusun sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. PEMANFAATAN.
Pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup di provinsi
dilakukan berdasarkan RPPLH provinsi. Pemanfaatan sumber daya alam
dan lingkungan hidup di kabupaten/kota dilakukan berdasarkan RPPLH
kabupaten/kota. Jika RPPLH provinsi atau RPPLH kabupaten/kota belum
tersusun, pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup di
provinsi atau kabupaten/kota didasarkan pada daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup dengan memperhatikan keberlanjutan proses
dan fungsi lingkungan hidup, keberlanjutan produktivitas lingkungan
hidup, dan keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.
Gubernur menetapkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
provinsi dan ekoregion lintas kabupaten/kota. Bupati/walikota
menetapkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
kabupaten/kota dan ekoregion di wilayah kabupaten/kota. Penetapan daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang dilakukan oleh
gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan pedoman tata cara
penetapan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan.

3. PENGENDALIAN.
Untuk melestarikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
dilakukan pengendalian pencemaran dan/atau pengendalian kerusakan
lingkungan hidup. Dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup dapat terlibat berbagai pihak, baik
pemerintah daerah, dunia usaha dan/atau masyarakat sesuai dengan
tugas, wewenang dan perannya masing-masing. Pengendalian pencemaran
dan/atau pengendalian kerusakan lingkungan hidup meliputi:

a. Pencegahan.
Pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
dilakukan sebelum terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup. Untuk mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup dilakukan melalui instrumen:

1) Kajian Lingkungan Hidup Strategis.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat
KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistimatis, menyeluruh, dan
partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana,
dan/atau program. Pelaksanaan KLHS merupakan kewajiban bagi
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota untuk
memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah
menjadi dasar dan telah terintegrasi dalam kebijakan, rencana dan
program (KRP) pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota. KLHS dilaksanakan pada tahap penyusunan dan
evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana
rincinya, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD), Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD),
dan KRP lainnya yang berpotensi menimbulkan dampak
dan/atau risiko terhadap lingkungan hidup. Oleh karena itu,
KLHS tidak merupakan dokumen yang berdiri sendiri,
melainkan terkait dengan KRP. Untuk melaksanakan KLHS dalam
penyusunan dan evaluasi KRP, pemerintah provinsi dan pemerintah


kabupaten/kota cukup mengacu pada peraturan perundang-
undangan yang mengatur KLHS. Dengan demikian, untuk
menyelenggarakan KLHS, pemerintah provinsi atau pemerintah
kabupaten/kota tidak perlu mengatur kembali tata cara
penyelenggaraan KLHS melalui delegasi kewenangan mengatur dalam
peraturan daerah atau peraturan kepala daerah.

2) Tata Ruang
Penyusunan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dilakukan dengan
memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup,
serta dilakukan KLHS sebelum RTRW ditetapkan. Namun jika RTRW
telah ditetapkan tetapi belum dilakukan KLHS, KLHS dapat
dilaksanakan pada tahap evaluasi RTRW. Selain itu, bagi usaha
dan/atau kegiatan yang wajib analisis mengenai dampak lingkungan
hidup (Amdal) atau upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya
pemantauan lingkungan hidup (UKL-UPL) yang lokasi rencana usaha
dan/atau kegiatan tidak sesuai dengan RTRW, AMDAL atau UKL-UPL
bagi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan ditolak.

3) Baku Mutu Lingkungan Hidup.
Untuk menentukan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur
melalui baku mutu lingkungan hidup. Baku lingkungan hidup adalah
ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen
yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur
lingkungan hidup. Baku mutu lingkungan hidup terdiri dari baku
mutu media penerima beban limbah (air, air laut, dan udara), dan
baku mutu buangan (air limbah, emisi dan gangguan):

a). Baku Mutu Air
Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah
permukaan tanah, kecuali air laut dan air fosil. Baku mutu air
adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar
yang ditenggang keberadaannya di dalam air. Baku mutu air di
daerah hanya dapat ditetapkan dengan peraturan daerah
provinsi, dengan ketentuan lebih ketat dari baku mutu air
nasional. Baku mutu air berlaku untuk akuifer, mata air, sungai,
rawa, danau, situ, waduk, dan muara. Selain itu, pemerintah
provinsi juga dapat menetapkan parameter tambahan di luar
parameter baku mutu air nasional. Baku mutu air dan parameter
tambahan tersebut dicantumkan dalam lampiran yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan daerah
provinsi.

b). Baku Mutu Udara Ambien
Untuk menentukan terjadinya pencemaran udara ambien diukur
melalui baku mutu udara ambien. Udara ambien adalah udara
bebas dipermukaan bumi pada lapisan troposfor yang berada di
dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan
dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan
unsur lingkungan hidup lainnya. Baku mutu udara ambien
adalah ukuran batas atau kadar zat,energi, dan/atau komponen
yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya dalam udara ambien. Baku mutu
udara ambien hanya dapat ditetapkan oleh pemerintah provinsi,
dengan ketentuan lebih ketat atau sama dengan baku mutu

udara nasional. Baku mutu udara ambien daerah tersebut
dicantumkan dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari peraturan daerah provinsi.

c). Baku Mutu Air Laut
Laut adalah ruang wilayah lautan yang merupakan kesatuan
geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional. Untuk
menentukan terjadinya pencemaran air laut ditetapkan baku
mutu air laut. Baku mutu air laut adalah ukuran batas atau
kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau
harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya di dalam air laut. Baku mutu air laut di daerah
hanya dapat ditetapkan dalam Peraturan Daerah provinsi, dengan
ketentuan lebih ketat dari baku mutu air laut nasional. Baku
mutu air laut daerah tersebut dicantumkan dalam lampiran yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan daerah
provinsi.

d). Baku Mutu Air Limbah.
Limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan
yang berwujud cair. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas
atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar
yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan
dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan
atau kegiatan. Baku mutu air limbah di daerah hanya dapat
ditetapkan dengan Peraturan Daerah provinsi, dengan ketentuan
lebih ketat dengan baku mutu air limbah nasional. Baku mutu air
limbah provinsi harus dicantumkan dalam lampiran yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
provinsi. Materi muatan rancangan Peraturan Daerah provinsi
yang mengatur baku mutu air limbah mengatur norma kewajiban
bagi setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk
melakukan pengolahan air limbah dan air limbah yang dibuang
ke sumber air, ke laut dan/atau dimanfaatkan untuk aplikasi
pada tanah telah mentaati baku mutu air limbah yang telah
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Selain itu, Peraturan Daerah provinsi perlu mengatur
norma larangan bagi setiap penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang melakukan pengenceran air limbah, membuang air
limbah ke laut tanpa izin Menteri Negara Lingkungan Hidup,
membuang air limbah ke sumber air dan/atau memanfaatkan air
limbah untuk aplikasi pada tanah sebelum mendapatkan izin dari
bupati/walikota.

e). Baku Mutu Emisi.
Emisi merupakan zat, energi dan/atau komponen lain yang
dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk dan/atau
dimasukkannya ke dalam udara ambien yang mempunyai
dan/atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar.
Sumber emisi dari setiap usaha dan/atau kegiatan yang
mengeluarkan emisi dari sumber bergerak, sumber bergerak
spesifik, sumber tidak bergerak, maupun sumber tidak bergerak
spesifik. Baku mutu emisi udara sumber tidak bergerak, dan
baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor lama dan
sumber bergerak lainnya yang sudah beroperasi seperti dump
truk, alat berat, kapal bermotor hanya dapat ditetapkan dengan

peraturan gubernur, dengan ketentuan lebih ketat dengan baku
mutu emisi nasional. Baku mutu emisi provinsi tersebut
dicantumkan dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari peraturan gubernur. Selain itu, dalam rancangan
peraturan gubernur perlu mengatur norma kewajiban bagi setiap
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk mentaati
baku mutu emisi sumber bergerak atau baku mutu emisi gas
buang kendaraan bermotor lama.

e). Baku Mutu Gangguan
Baku mutu gangguan adalah batas kadar maksimum sumber
gangguan yang diperbolehkan masuk ke udara dan/atau zat
padat. Baku mutu gangguan terdiri atas baku mutu kebisingan,
baku mutu getaran dan baku mutu kebauan. Baku mutu
kebisingan dan getaran sumber tidak bergerak dan baku mutu
kebisingan kendaraan bermotor lama dan sumber bergerak
lainnya yang sudah beroperasi seperti dump truk, alat berat,
kapal bermotor hanya dapat ditetapkan dengan peraturan
gubernur, dengan ketentuan lebih ketat dengan baku mutu
gangguan nasional. Selain itu, dalam rancangan peraturan
gubernur perlu diatur norma kewajiban bagi setiap penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan untuk mentaati baku mutu
kebisingan, baku mutu getaran dan baku mutu kebauan.


4) Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup,
ditetapkan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat
fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat
ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan
fungsinya. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup akibat
kebakaran hutan dan/atau lahan skala provinsi atau skala
kabupaten/kota ditetapkan oleh gubernur atau bupati/walikota.
Kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa pada skala
provinsi atau kabupaten/kota juga ditetapkan oleh gubernur atau
bupati/walikota. Dalam peraturan gubernur atau bupati/walikota
tersebut supaya dirumuskan norma kewajiban bagi setiap
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk mentaati kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

5) AMDAL, UKL-UPL dan Surat Kesanggupan Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan Hidup (disebut SPPL).
Amdal adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Dalam materi muatan
Amdal supaya mewajibkan setiap rencana usaha dan/atau kegiatan
yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup untuk memiliki
Amdal. Kriteria mengenai dampak penting, kriteria usaha dan/atau
kegiatan yang berdampak penting, dan jenis usaha dan/atau
kegiatan wajib Amdal yang menjadi kewenangan gubernur atau
bupati/walikota tidak perlu dirumuskan kembali dalam suatu
rancangan Peraturan Daerah, melainkan cukup mengacu pada
ketentuan peraturan perundang-undangan. Kecuali jika gubernur
atau bupati/ walikota akan menetapkan skala/besaran jenis rencana
usaha dan/atau kegiatan lebih kecil dari skala/besaran yang telah
ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup atas dasar

pertimbangan ilmiah mengenai daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup, serta tipologi ekosistem setempat diperkirakan
berdampak penting terhadap lingkungan hidup, gubernur atau
bupati/walikota dapat menetapkan jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan tersebut sebagai jenis rencana usaha dan/atau kegiatan
yang wajib dilengkapi dengan Amdal.

Dalam materi muatan Amdal juga perlu mewajibkan setiap penyusun
dokumen Amdal untuk memiliki sertifikasi kompetensi dan
mewajibkan komisi penilai Amdal untuk memiliki lisensi. Sertifikasi
kompetensi dan lisensi tersebut cukup mengacu pada ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak
berdampak penting terhadap lingkungan hidup untuk memiliki UKL-
UPL. UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha
dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Sedangkan setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak
diwajibkan untuk memiliki Amdal atau UKL-UPL diwajibkan untuk
membuat SKPPL, yang selanjutnya disebut SPPL. Jika kepala daerah
belum menetapkan jenis usaha dan/atau kegiatan wajib UKL-UPL
dan SPPL. Dalam rancangan peraturan daerah juga perlu mewajibkan
bupati/walikota untuk menetapkan jenis usaha dan/atau kegiatan
wajib UKL-UPL atau SPPL.

6) Perizinan Lingkungan
Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-
UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
Materi muatan perizinan lingkungan supaya mengatur norma
kewajiban bagi setiap usaha dan/atau kegiatan yang keputusan
kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPLnya menjadi
kewenangan provinsi atau kabupaten/kota untuk memiliki izin
lingkungan dari gubernur atau bupati/walikota. Selain itu, materi
muatan izin lingkungan juga mengatur norma bagi setiap usaha
dan/atau kegiatan untuk memiliki izin perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup (PPLH). Izin PPLH diberikan pada tahap usaha
dan/atau kegiatan yang telah beroperasi. Adapun jenis izin PPLH
yang dapat diterbitkan oleh pemerintah daerah merupakan
kewenangan pemerintah daerah yang diberikan secara atribusi
sebagaimana diatur dalam Lampiran H Peraturan Pemerintah Nomor
38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota.

Izin PPLH yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota
meliputi izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air, izin
pemanfaatan air limbah untuk aplikasi pada tanah, izin
pengumpulan limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3)
pada skala kabupaten/kota kecuali minyak pelumas/oli bekas, izin
lokasi pengolahan limbah B3, dan izin penyimpanan sementara
limbah B3 di industri atau usaha suatu kegiatan.




Izin PPLH yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi meliputi
rekomendasi izin pengumpulan limbah B3 skala nasional, dan izin
pengumpulan limbah B3 skala provinsi (sumber limbah lintas
kabupaten/kota) kecuali minyak pelumas/oli bekas.

Dalam merumuskan norma perizinan PPLH supaya mencakup:
a) pejabat yang berwenang menerbitkan izin di provinsi oleh
gubernur sedangkan di kabupaten/kota oleh bupati/ walikota;
b) jenis izin yang diberikan merupakan kewenangan pemerintah
provinsi atau pemerintah kabupaten/kota dalam penerbitan izin
sebagaimana tercantum dalam lampiran H Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
c) persyaratan izin sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan
kriteria yang diatur oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup;
d) prosedur/mekanisme permohonan izin;
e) masa berlakunya izin 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang;
f) berakhirnya izin; dan
g) peran serta masyarakat dalam pemberian izin.

7) Instrumen ekonomi lingkungan hidup.
Instrumen ekonomi lingkungan hidup adalah seperangkat kebijakan
ekonomi untuk mendorong pemerintah daerah, atau setiap orang ke
arah pelestarian fungsi lingkungan hidup. Instrumen ekonomi
lingkungan hidup. Instrumen ekonomi lingkungan hidup, antara lain:
a) Neraca Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup (NSDA dan
LH).
Pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk menyusun dan
menggunakan NSDA dan LH dalam perencanaan pembangunan
dan kegiatan ekonomi. Demikian pula pada setiap pengambilan
keputusan penetapan target pertumbuhan ekonomi, pemanfaatan
dan konservasi SDA dan LH harus didasarkan atas kajian NSDA
dan LH. NSDA dan LH provinsi merupakan kompilasi NSDA dan
LH yang disusun oleh setiap Satuan Kerja Pemerintah Daerah
(SKPD) provinsi dan kabupaten/kota

Dalam instrumen ekonomi lingkungan hidup, gubernur
menetapkan penyusunan NSDA dan LH dan mengkoordinasikan
pelaksanaannya serta menggunakannya sebagai dasar
perencanaan, pertumbuhan ekonomi dan kebijakan pemanfaatan
SDA dan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan.

NSDA dan LH kabupaten/kota merupakan kompilasi NSDA dan
LH yang disusun oleh SKPD kabupaten/kota. Bupati/walikota
menetapkan penyusunan NSDA dan LH dan mengoordinasikan
pelaksanaannya serta menggunakannya sebagai dasar
perencanaan, pertumbuhan ekonomi dan kebijakan pemanfaatan
SDA dan LH yang berkelanjutan.

b) Produk Domestik Bruto dan Produk Domestik Regional Bruto
(PDB/PDRB).
PDB/PDRB Hijau disusun oleh pemerintah daerah. PDB/PDRB
Hijau digunakan oleh pemerintah daerah untuk memberikan arah
perencanaan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang

lebih berkelanjutan, memberikan gambaran yang lebih tepat
terhadap hasil pembangunan, mengukur kinerja pembangunan
berdasarkan pertimbangan lingkungan hidup, dan pengambilan
keputusan pemanfaatan dan konservasi sumber daya alam dan
lingkungan hidup.

c) Mekanisme kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup
antardaerah.
SKPD provinsi dan kabupaten/kota yang tugasnya terkait dengan
pemanfaatan dan pengelolaan SDA dan LH menyediakan data
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Kegiatan ekonomi
yang diperkirakan mempengaruhi jasa lingkungan hidup di
daerah lain untuk melakukan perencanaan pemanfaatannya
dengan baik. Untuk dapat melaksanakan kompensasi/imbal jasa
lingkungan hidup harus tunduk pada daya tampung/daya
dukung guna tidak melebihi daya eksploitatif jasa lingkungan
hidup. Penerima manfaat imbal jasa lingkungan hidup harus
menyediakan anggaran untuk memberi kompensasi/imbal jasa
lingkungan hidup. Pemerintah daerah menganggarkan dana
untuk pembayaran jasa lingkungan hidup. Anggaran untuk
pembayaran kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup dapat
diambil dari kompensasi/ imbal jasa lingkungan hidup melalui
anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Nilai
kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup harus digunakan
sebesar-besarnya untuk kegiatan konservasi, peningkatan
kapasitas masyarakat, pengembangan perekonomian berbasis
keberlanjutan, dan pengembangan infrastruktur pendukungnya.

Kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup didasari kerja sama
antarpemerintah daerah dan/atau masyarakat sebagai pihak
penyedia dan pemanfaat jasa lingkungan hidup. Pemerintah
daerah mempunyai kewajiban untuk menanggung biaya
internalisasi dari kegiatan pembangunan, sedangkan pemanfaat
SDA dan pelaku pencemaran mempunyai kewajiban untuk
menanggung biaya internalisasi kerusakan lingkungan hidup
yang terkait dengan kegiatannya.


d) Dana penjaminan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dapat
menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan fungsi
lingkungan hidup dengan menggunakan dana jaminan pemulihan
lingkungan hidup untuk upaya pemulihan lingkungan hidup
pasca operasi dan/atau penanganan tanggap darurat apabila
badan usaha tidak melakukan kewajibannya. Pejabat yang
menerbitkan izin lingkungan mengawasi pelaksanaan dana
jaminan pemulihan lingkungan hidup.

e) Dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan
pemulihan lingkungan hidup .
Pemerintah daerah menyiapkan dana penanggulangan
pencemaran dan/atau kerusakan dan pemulihan lingkungan

hidup melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan
pemulihan merupakan dana yang disiapkan oleh pemerintah
daerah untuk penanggulangan dan pemulihan lingkungan hidup
akibat peristiwa yang tidak jelas sumber dan pelaku pencemaran
dan/atau perusakan serta kegiatan tanggap darurat. Kegiatan
tanggap darurat tersebut merupakan kegiatan untuk
penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan pemulihan
sebelum pelaku pencemaran dan perusakan diketahui.

f) Pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan hidup.
Pemerintah daerah mendorong pengadaan barang dan jasa yang
ramah lingkungan hidup.

g) Pengembangan sistem penghargaan kinerja di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pemerintah daerah mengembangkan sistem penghargaan kinerja
di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Sistem tersebut bertujuan untuk memberikan penghargaan
kepada perseorangan, masyarakat/ kelompok, lembaga dan
instansi pemerintah yang berjasa dalam melakukan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup. Pemerintah daerah dalam
mengembangkan sistem penghargaan kinerja tersebut dilakukan
dengan menyusun program-program penghargaan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, menyusun
kriteria-kriteria penilaian dan kelayakan pemberian penghargaan,
menyosialisasikan program-program penghargaan, dan
melakukan harmonisasi dengan penghargaan kinerja di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di instansi
pemerintah.

h) Pengembangan sistem pembayaran jasa lingkungan hidup.
Peran pemerintah daerah dalam memfasilitasi pengembangan
sistem pembayaran jasa lingkungan hidup, dengan menginisiasi
pembayaran jasa lingkungan hidup apabila terdapat potensi
dan/atau kerusakan lingkungan hidup, memberikan subsidi
lingkungan hidup kepada setiap orang yang usaha dan/atau
kegiatannya berdampak terhadap perbaikan fungsi lingkungan
hidup dan mengalokasikan anggaran subsidi bagi usaha
dan/atau kegiatan tersebut.


8) Analisis Risiko Lingkungan Hidup.
Analisis risiko lingkungan hidup adalah prosedur yang antara lain
digunakan untuk mengkaji pelapasan dan peredaran produk
rekayasa genetik dan pembersihan (clean up) limbah bahan
berbahaya dan beracun. Setiap usaha dan/kegiatan yang berpotensi
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, ancaman
terhadap ekosistem dan kehidupan, dan/atau kesehatan dan
keselamatan manusia untuk melakukan analisis resiko lingkungan
hidup. Analisis Resiko Lingkungan Hidup terdiri dari pengkajian
risiko, pengelolaan risiko, dan komunikasi risiko. Pengkajian risiko
meliputi seluruh proses mulai dari identifikasi bahaya, penaksiran

besarnya konsekuensi atau akibat, dan penaksiran kemungkinan
munculnya dampak yang diinginkan, baik terhadap keamanan dan
kesehatan manusia maupun lingkungan hidup. Pengelolaan risiko
meliputi evaluasi risiko atau seleksi risiko yang memerlukan
pengelolaan, identifikasi pilihan pengelolaan risiko, pemilihan
tindakan untuk pengelolaan, dan pengimplementasian tindakan yang
dipilih. Pelaksanaan analisis risiko lingkungan hidup sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

9) Audit Lingkungan Hidup.
Audit lingkungan hidup adalah evaluasi yang dilakukan untuk
menilai ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
terhadap persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan oleh
pemerintah. Gubernur atau bupati/walikota hanya dapat mendorong
bagi setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk
melakukan audit lingkungan hidup yang bersifat sukarela. Selain itu,
gubernur atau bupati/walikota dapat mengusulkan kepada Menteri
Negara Lingkungan Hidup untuk dikeluarkannya perintah
pelaksanaan audit lingkungan hidup yang diwajibkan dan audit
lingkungan berkala. Mekanisme pelaksanaan audit lingkungan hidup
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


b. Penanggulangan.
Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
yang sedang berlangsung dilakukan setelah terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Penanggulangan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup merupakan tanggung jawab
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan. Jika penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan penanggulangan,
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dapat memerintahkan
kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan, melaksanakan atau
dengan menunjuk pihak ketiga untuk melakukan penanggulangan
dengan beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atau
menggunakan dana pejaminan penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup. Penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup merupakan tindakan untuk menghentikan
sumber dampak, mengurangi dan memperkecil sebaran dampak, dan
melakukan tindakan pengurangan risiko yang timbul terhadap
lingkungan hidup, termasuk upaya untuk mengurangi kerugian lain
yang ditimbulkan akibat dampak yang terjadi dari usaha dan/atau
kegiatan. Pelaksanaan penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup tidak membebaskan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pemulihan, memberikan
ganti kerugian dan/atau tuntutan pidana.


c. Pemulihan.

Pemulihan kondisi lingkungan hidup yang tercemar dan/atau rusak
dilakukan akibat terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.

Pemulihan lingkungan hidup merupakan upaya dan tindakan untuk
memperbaiki kualitas lingkungan hidup yang tercemar dan/atau rusak
agar kembali pada keadaan semula sesuai daya dukung, daya tampung
dan produktivitas lingkungan, atau alih fungsi pemanfaatan dan relokasi
kegiatan sumber pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Pemulihan lingkungan hidup merupakan tanggung jawab penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan. Jika penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan tidak melaksanakan pemulihan lingkungan hidup, pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangannya dapat memerintahkan kepada
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan, melaksanakan atau
menunjuk pihak ketiga untuk melaksanakan pemulihan lingkungan
hidup dengan beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
atau melalui dana penjaminan pemulihan lingkungan. Pelaksanaan
pemulihan kondisi lingkungan hidup yang tercemar tidak membebaskan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk memberikan ganti
kerugian dan/atau tuntutan pidana.


4. PEMELIHARAAN.
Pemeliharaan lingkungan hidup adalah upaya yang dilakukan untuk
menjaga pelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya
penurunan atau kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh
perbuatan manusia. Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui
upaya konservasi sumber daya alam, pencadangan sumber daya alam, dan
pelestarian fungsi atmosfir.

Konservasi sumber daya alam, antara lain konservasi sumber daya air,
ekosistem hutan, ekosistem pesisir dan laut, energi, ekosistem hutan,
ekosistem pesisir dan laut, energi, ekosistem lahan gambut, dan ekosistem
kars. Koservasi sumber daya alam meliputi kegiatan perlindungan sumber
daya alam, pengawetan sumber daya alam untuk menjaga keutuhan dan
keaslian sumber daya alam beserta ekosistemnya, dan pemanfaatan secara
lestari sumber daya alam.

Pencadangan sumber daya alam merupakan sumber daya alam yang tidak
dapat dikelola dalam jangka waktu tertentu. Pencadangan sumber daya
alam meliputi sumber daya alam yang dapat dikelola dalam jangka panjang
dan waktu tertentu sesui dengan kebutuhan. Untuk melaksanakan
pencadangan sumber daya alam, pemerintah provinsi atau pemerintah
kabupaten/kota dan perseorangan dapat membangun taman
keanekaragaman hayati di luar kawasan hutan, ruang terbuka hijau (RTH)
paling sedikit 30 % dari luasan pulau/kepulauan, dan/atau menanam dan
memelihara pohon di luar kawasan hutan khususnya tanaman langka.

Pelestarian fungsi atmofer dilakukan melalui mitigasi dan adaptasi
perubahan iklim, perlindungan lapisan ozon, dan perlindungan terhadap
hujan asam. Mitigasi perubahan iklim dilakukan melalui upaya penurunan
emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada bidang-bidang prioritas secara terukur,
terlaporkan dan terverifikasi dengan melaksanakan inventarisasi GRK.
Sedangkan adaptasi perubahan iklim dilakukan sejalan dengan kegiatan
penurunan emisi GRK pada bidang-bidang prioritas tersebut. Perlindungan
lapisan ozon diimplementasikan dengan melaksanakan inventarisasi Bahan
Pencemar Ozon (BPO), dan menyusun serta menetapkan kebijakan
perlindungan lapisan ozon skala provinsi dan kabupaten/kota. Pemerintah
daerah juga perlu menyusun dan menetapkan kebijakan perlindungan
terhadap hujan asam skala provinsi dan kabupaten/kota, dan melakukan
upaya pemantauan kualitas udara; pemantauan dampak Hujan Asam; dan
penaatan terhadap Baku Mutu Udara Ambien, dan Baku Mutu Emisi.

5. PENGELOLAAN LIMBAH BERBAHAYA DAN BERACUN (PL-B3).
Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah
B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
Pengelolaan limbah B3 merupakan kegiatan yang meliputi pengurangan,

penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan,
dan/atau penimbunan. Dalam materi muatan rancangan Peraturan Daerah
perlu mewajibkan penghasil limbah B3 untuk melakukan pengelolaan
limbah B3, baik dilakukan oleh penghasil sendiri atau diserahkan kepada
pihak lain yang telah memiliki izin. Ruang lingkup materi muatan yang
diatur dalam rancangan Peraturan Daerah provinsi meliputi izin
pengumpulan limbah B3 skala provinsi (sumber limbah lintas
kabupaten/kota) kecuali minyak pelumas/oli bekas, rekomendasi izin
pengumpulan limbah B3 skala nasional, pengawasan pelaksanaan
pengelolaan limbah B3 skala provinsi, pengawasan pelaksanaan pemulihan
akibat pencemaran limbah B3 pada skala provinsi, pengawasan
pelaksanaan sistem tanggap darurat skala provinsi, dan pengawasan
penanggulangan kecelakaan pengelolaan limbah B3 skala provinsi.
Sedangkan ruang lingkup materi muatan yang diatur dalam rancangan
Peraturan Daerah kabupaten/kota meliputi Izin lokasi pengolahan limbah
B3, izin pengumpulan limbah B3 pada skala kabupaten/kota kecuali
minyak pelumas/oli bekas, izin penyimpanan sementara limbah B3 di
industri atau usaha suatu kegiatan, pengawasan pelaksanaan pengelolaan
limbah B3 skala kabupaten/kota, pengawasan pelaksanaan pemulihan
akibat pencemaran limbah B3 pada skala kabupaten/kota, pengawasan
pelaksanaan sistim tanggap darurat skala kabupten/kota, dan pengawasan
penanggulangan kecelakaan pengelolaan limbah B3 kabupaten/kota.

6. DUMPING.
Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan,
dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah,konsentrasi,
waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media
lingkungan hidup tertentu. Dalam Peraturan Daerah yang mengatur materi
muatan dumping supaya mengatur norma larangan bagi setiap orang yang
meliputi orang-perorangan, kelompok orang dan badan usaha, baik yang
berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum yang melakukan
dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup dengan izin
dari gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau
didelegasikan pengaturannya ke dalam peraturan kepala daerah.

7. HAK, KEWAJIBAN DAN LARANGAN.
Dalam rancangan Peraturan Daerah perlu dirumuskan apa yang menjadi
hak dan kewajiban para pemangku kepentingan yang berkaitan dengan
materi muatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Sepanjang
mengenai hak dan kewajiban pemerintah daerah dirumuskan sebagai tugas
dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam kaitannya dengan materi
muatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Rumusan norma
tentang tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah tersebut mempunyai
konsekuensi, misalnya: menyediakan pendanaan bagi terselenggaranya
pokok materi aspek perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,
pembinaan dan pengembangan kapasitas kelembagaan dan sumber
daya manusia di daerah. Pengaturan mengenai kewajiban masyarakat
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, selain untuk
masyarakat pada umumnya, misalnya: melaporkan kepada aparat
terdekat mengenai terjadinya kasus pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup, juga ditujukan bagi pemegang izin lingkungan,
misalnya: kewajiban untuk mematuhi persyaratan dan kewajiban
dalam izin lingkungan, kewajiban untuk melakukan pemantauan dan
menyampaikan hasil pemantauannya kepada instansi lingkungan hidup.
Pengaturan mengenai larangan karena ada konsekuensi
dengan ketentuan pidana dalam rancangan Peraturan Daerah,

sehingga dalam merumuskan norma larangan supaya lebih dititik beratkan
pada larangan yang bobot pelanggarannya lebih ringan dari ketentuan
dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, misalnya:tidak membuat
saluran pembuangan air limbah yang kedap air, tidak memasang alat
pengukur debit air limbah (flow meter), tidak melakukan pengolahan air
limbah, dan tidak melaporkan hasil pemantauan air limbah.

8. SISTEM INFORMASI LINGKUNGAN HIDUP.
Dalam rancangan Peraturan Daerah supaya mewajibkan pemerintah
provinsi atau pemerintah kabupaten/kota untuk mengembangkan sistem
informasi lingkungan hidup yang memuat paling sedikit status lingkungan
hidup, peta rawan lingkungan hidup, dan informasi lingkungan hidup
lainnya. Sistem informasi lingkungan hidup dilakukan secara terpadu dan
terkoordinasi serta wajib dipublikasikan kepada masyarakat.


9. PERAN SERTA MASYARAKAT.
Peran serta masyarakat merupakan hak demokrasi yang melekat pada
setiap orang, sehingga substansi dan prosedurnya paling sedikit harus
mencerminkan jaminan hak atas informasi,hak untuk berperanserta dalam
pengambilan keputusan, dan hak atas akses keadilan dalam perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup.


10. PERLINDUNGAN DAN PENGAKUAN MASYARAKAT ADAT.
Dalam rancangan peraturan daerah sedapat mungkin diupayakan untuk
mengatur tata cara pengakuan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan
hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Pengakuan masyarakat ini diatur sepanjang
masyarakat adat atau kearifan lokal masih ada dan diakui keberadaannya.
Materi muatan perlindungan dan pengakuan masyarakat adat diatur
sepanjang materi muatan yang tertuang di dalam rancangan Peraturan
Daerah ada relevansinya dengan masyarakat adat, misalnya rancangan
Peraturan Daerah yang terkait dengan kegiatan pertambangan dan
kehutanan.

11. TUGAS DAN WEWENANG.
Dalam merumuskan norma wewenang ini terutama menunjuk pada
penetapan kebijakan pemerintah daerah dan program pelaksanaannya
dalam kaitan dengan pokok materi aspek perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang diatur dalam rancangan Peraturan Daerah.
Disamping itu, keterpaduan antarsektor di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup merupakan tuntutan arah kebijakan yang
juga harus dinormakan dalam suatu rancangan Peraturan Daerah.
Keterpaduan antarsektor seperti pertambangan, kehutanan, perindustrian,
pariwisata, perumahan dan lain sebagainya dilakukan secara sinergis
dalam rangka penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup di daerah. Dalam merumuskan tugas, wewenang dan kewajiban
pemerintah daerah di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup supaya mengacu pada ketentuan Pasal 63 ayat (2) dan ayat (3)
Udang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Lampiran H Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.

12. KELEMBAGAAN LINGKUNGAN HIDUP.
Dalam merumuskan norma kelembagaan pada intinya menunjuk lembaga
yang ditugasi untuk melaksanakan kewenangan provinsi atau
kabupaten/kota sebagaimana diatur dalam Pasal 63 ayat (2) dan ayat (3)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Lampiran H Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota. Lembaga yang mempunyai beban kerja berdasarkan
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut tidak cukup hanya
suatu organisasi yang menetapkan dan melakukan koordinasi pelaksanaan
kebijakan, tetapi dibutuhkan suatu organisasi dengan portofolio
menetapkan, melaksanakan, dan mengawasi kebijakan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Selain itu, lembaga tersebut diharapkan
juga mempunyai ruang lingkup wewenang untuk mengawasi sumber daya
alam untuk kepentingan konservasi. Untuk menjamin terlaksananya tugas
pokok dan fungsi lembaga tersebut dibutuhkan dukungan pendanaan dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang memadai.

13. KERJA SAMA DAERAH.
Dalam hal tertentu rancangan Peraturan Daerah yang mengatur materi
muatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dapat
dirumuskan norma kerja sama daerah mengenai pokok materi aspek
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Kerja sama daerah dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan terutama
dengan daerah yang saling berpengaruh secara timbal balik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila suatu daerah menjadi
satu kesatuan ekosistem dengan daerah lain, daerah yang ditetapkan
menjadi daerah konservasi perlu mendapatkan insentif dari daerah lain
yang memperoleh manfaat dari penetapan sebagai daerah konservasi. Kerja
sama daerah dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dapat
dilakukan secara vertikal maupun horizontal, yaitu antara gubernur
dengan gubernur lain, atau antara gubernur dengan bupati/walikota, atau
antara bupati/walikota dengan bupati/walikota lain, dan/atau antara
gubernur, bupati/walikota dengan pihak ketiga. Yang dimaksud dengan
pihak ketiga meliputi Lembaga Pemerintah Kementerian/Lembaga
Pemerintah Non Kementerian atau perusahaan swasta yang berbadan
hukum, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD), Koperasi, Yayasan, dan lembaga di dalam negeri lainnya yang
berbadan hukum. Pihak-pihak yang akan melakukan kerja sama tersebut
dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban. Dalam
penormaan materi muatan kerja sama daerah tetap berpedoman pada
peraturan perundang-undangan, antara lain Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, dan Peraturan Pemerintah Nomor
50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah.


14. PEMANTAUAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP.
Dalam merumuskan norma pemantauan kualitas lingkungan hidup dengan
mewajibkan kepada pemerintah daerah untuk mengetahui kecenderungan
kualitas lingkungan hidup, misalnya: sungai, danau, laut dan udara.
Adapun frekuensi pemantauan kualitas lingkungan hidup yang dilakukan
oleh pemerintah daerah telah ditentukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Selain itu, pemantauan lingkungan hidup dapat

dilakukan oleh pihak penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan serta
masyarakat.

15. PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP.
Rumusan norma pengawasan dalam rancangan Peraturan Daerah meliputi:
a. siapa yang berwenang melakukan pengawasan;
Pejabat yang berwenang melakukan pengawasan di provinsi adalah
gubernur, sedangkan di kabupaten/kota adalah bupati/walikota. Untuk
melaksanakan pengawasan, gubernur atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya menetapkan pejabat pengawas lingkungan
hidup daerah sebagai jabatan fungsional lingkungan hidup.
b. tujuan pengawasan;
Secara umum, pengawasan bertujuan untuk mengetahui tingkat
ketaatan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
persyaratan dan kewajiban yang tercantum dalam izin lingkungan dan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup
c. wewenang pejabat pengawas;
Kewenangan pengawas lingkungan diatur dalam Pasal 74 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang meliputi: melakukan
pemantauan, minta keterangan, membuat salinan dari dokumen dan
atau membuat catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu,
memotret, membuat rekaman audio visual, mengambil sampel,
memeriksa peralatan, memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi,
dan/atau menghentikan pelanggaran tertentu.
d. kewajiban pejabat pengawas: membawa surat tugas dan tanda
pengenal, memperhatikan situasi dan kondisi di tempat
pengawasan,dan melaporkan hasil pengawasan.
e. Mekanisme pengawasan lingkungan.
Dalam merumuskan norma mekanisme pengawasan lingkungan
didelegasikan pengaturannya dalam peraturan gubernur atau
bupati/walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

16. SANKSI ADMINISTRATIF.
Dalam merumuskan norma sanksi administratif harus memperhatikan dan
mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. pelanggaran administratif yang berupa pelanggaran terhadap
persyaratan dan kewajiban yang tercantum dalam izin lingkungan dan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
b. pejabat yang berwenang mengenakan sanksi administratif;
c. jenis sanksi administratif yang dikenakan terhadap pelanggaran
administratif meliputi: teguran tertulis, paksaan pemerintah, denda atas
keterlambatan pelaksanaan paksaan pemerintah, pembekuan izin, dan
pencabutan izin.
d. tindakan pejabat yang berwenang menerbitkan izin dalam menerapkan
sanksi administratif;
e. prosedur dan pentahapan penerapan sanksi administratif sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

17. PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP.
Sengketa lingkungan hidup merupakan perselisihan antara dua pihak atau
lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak
pada lingkungan hidup. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat
dilakukan diluar pengadilan maupun melalui pengadilan tergantung
kesepakatan para pihak yang bersengketa. Pemerintah daerah bertindak

sebagai pihak yang mewakili lingkungan hidup atas pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang bukan milik privat. Pemerintah daerah
juga dapat bertindak sebagai pihak ketiga (fasilitator, dan mediator) dalam
penyelesaian sengketa lingkungan hidup. Pemerintah Daerah memfasilitasi
masyarakat dalam pembentukan lembaga penyelesaian sengketa
lingkungan hidup di luar pengadilan.

18. PENDANAAN.
Dalam merumuskan norma tentang pendanaan bagi penyelenggaraan
pokok materi aspek pengelolaan lingkungan hidup dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk kegiatan
pemantauan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah,
atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk pelaksanaan
pencegahan, penanggulangan dan pemulihan lingkungan.



MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BALTHASAR KAMBUAYA
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,




Inar Ichsana Ishak




1

S A L I N A N




PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH
TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS
SAMPAH RUMAH TANGGA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa telah terjadi perubahan paradigma dalam pengelolaan
sampah, semula pengelolaan sampah dilakukan dengan cara
kumpul, angkut dan buang, menjadi pendekatan yang
komprehensif dari hulu, sejak sebelum sampah dihasilkan
suatu produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai hilir
pada fase produk sudah digunakan sehingga menjadi sampah,
yang kemudian dikembalikan ke media lingkungan hidup
secara aman;
b. bahwa untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan daerah
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Sampah, pemerintahan daerah
berwenang untuk membentuk Peraturan Daerah yang
mengatur materi muatan pengelolaan sampah rumah tangga
dan sampah sejenis sampah rumah tangga;
c. bahwa untuk membentuk Peraturan Daerah sebagaimana
dimaksud dalam huruf b dilakukan berdasarkan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan, namun dari segi materi
muatan pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis
sampah rumah tangga masih diperlukan suatu pedoman;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Pedoman
Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah Tentang
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4438) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 ahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 485);
2


3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
6. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun
2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Lingkungan Hidup;


MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG
PEDOMAN MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH
TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH
SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA.

Pasal 1
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan panduan bagi
pemerintahan daerah dalam perumusan materi muatan Rancangan
Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Pasal 2
Pedoman Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini.

Pasal 3
Pedoman Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 memuat:
a. hak dan kewajiban;
b. perizinan;
c. penanganan sampah;
d. pembiayaan dan kompensasi;
e. peran masyarakat;
f. larangan;
g. pengawasan; dan
h. sanksi administratif.

3

Pasal 4
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.



Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2011

MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BALTHASAR KAMBUAYA

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

AMIR SYAMSUDIN


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 933

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,




Inar Ichsana Ishak
4

LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN MATERI MUATAN
RANCANGAN PERATURAN DAERAH
TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH
RUMAH TANGGA DAN SAMPAH
SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA


PEDOMAN MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH
TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS
SAMPAH RUMAH TANGGA


Materi muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga paling sedikit memuat:

1. Hak dan Kewajiban.

a. Hak.
Pengaturan hak dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga paling
sedikit memuat hak untuk mendapatkan pelayanan, berpartisipasi dalam
proses pengambilan keputusan penyelenggaraan dan pengawasan, memperoleh
informasi yang benar, akurat, dan tepat waktu, mendapatkan perlindungan
dan kompensasi akibat dampak negatif dari kegiatan tempat pemrosesan akhir
(TPA) dan memperoleh pembinaan mengenai pengelolaan sampah yang baik
dan berwawasan lingkungan.

b. Kewajiban.
Pengaturan kewajiban dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga meliputi kewajiban orang perseorangan, kelompok orang, dan/atau
badan hukum, setiap pengelola kawasan, dan setiap produsen. Kewajiban
orang perseorangan, kelompok orang, dan/atau badan hukum untuk
mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan
lingkungan. Kewajiban setiap pengelola kawasan untuk menyediakan fasilitas
pemilahan sampah. Sedangkan kewajiban setiap produsen untuk mengelola
kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit
terurai oleh proses alam.

2. Perizinan.

Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga
oleh pihak ketiga harus mendapatkan izin dari bupati/walikota. Kegiatan
pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga
yang memerlukan izin meliputi pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan
akhir. Permohonan izin pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis
sampah rumah tangga harus memenuhi persyaratan administratif yang memuat
data akta pendirian perusahaan, nama penanggung jawab kegiatan, nama
perusahaan, alamat perusahaan, bidang usaha dan/atau kegiatan, nomor telepon
perusahaan, wakil perusahaan yang dapat dihubungi, dan sertifikat kompetensi
dan/atau sertifikat pelatihan. Apabila kegiatan pengelolaan sampah
merupakan wajib analisis mengenai dampak lingkungan hidup (Amdal) atau
5

upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup
(UKL-UPL), permohonan izin dilengkapi dengan izin lingkungan. AMDAL
merupakan kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan
yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Sedangkan UKL-UPL merupakan pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha
dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
usaha dan/atau kegiatan. Izin pengangkutan sampah berlaku selama 1 (satu)
tahun dan dapat diperpanjang. Izin pengolahan dan pemrosesan akhir sampah
berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. Izin pengelolaan sampah
berakhir apabila masa berlakunya berakhir, badan usaha pemegang izin
pengelolaan sampah bubar dan/atau dicabut.


3. Penanganan Sampah.

Dalam penyelenggaraan penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis
sampah rumah tangga, gubernur atau bupati/walikota menetapkan kebijakan
dan strategi penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah
rumah tangga. Kebijakan tersebut memuat arah kebijakan penanganan sampah,
dan program penanganan sampah. Khusus bagi pemerintah kabupaten/kota,
selain menetapkan kebijakan dan strategi kabupaten/kota dalam penanganan
sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, juga
menyusun dokumen rencana induk dan studi kelayakan penanganan sampah
rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. Rencana induk paling
sedikit memuat pemilahan sampah, pengumpulan sampah, pengangkutan
sampah, pengolahan sampah, pemrosesan akhir sampah, dan pendanaan.
Rencana induk tersebut ditetapkan untuk jangka waktu paling sedikit 10
(sepuluh) tahun.

Penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga
yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota meliputi:

a. Pemilahan
Kegiatan pemilahan sampah dilakukan dalam bentuk pengelompokan dan
pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah.
Pemilahan sampah dilakukan oleh orang perseorangan, kelompok orang atau
badan hukum pada sumbernya, pengelola kawasan, dan pemerintah
kabupaten/kota. Pemilahan sampah dilakukan melalui kegiatan
pengelompokkan sampah paling sedikit menjadi 5 (lima) jenis sampah yang
terdiri atas sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta
limbah bahan berbahaya dan beracun, sampah yang mudah terurai, sampah
yang dapat digunakan kembali, sampah yang dapat didaur ulang, dan sampah
lainnya. Sarana pemilahan sampah disediakan oleh pengelola kawasan dan
pemerintah kabupaten/kota. Pemilahan sampah menggunakan sarana yang
memenuhi persyaratan, jumlah sarana sesuai dengan jenis pengelompokkan
sampah, diberi simbol atau tanda dan bahan, bentuk, dan warna wadah.

b. Pengumpulan
Pengumpulan sampah dilakukan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan
sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara (TPS) atau
tempat pengolahan sampah terpadu (TPST). Pengumpulan sampah dilakukan
oleh pengelola kawasan dan pemerintah kabupaten/kota. Pengelola kawasan
dalam melakukan pengumpulan menyediakan TPS, tempat pengolahan
sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) yang selanjutnya disebut
TPS 3R , dan/atau alat pengumpul untuk sampah terpilah. TPS merupakan
tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan,
6

dan/atau TPST. TPST merupakan tempat dilaksanakannya kegiatan
pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan,
dan pemrosesan akhir sampah. Sedangkan TPS 3R merupakan tempat
dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, dan
pendauran ulang skala kawasan.

Dalam penyelenggaraan pengumpulan sampah, pemerintah kabupaten/kota
menyediakan TPS dan/atau TPS 3R pada wilayah permukiman. TPS dan/atau
TPS 3R tersebut supaya memenuhi persyaratan yang meliputi sarana untuk
pengelompokan sampah paling sedikit 5 (lima) jenis sampah, luas lokasi dan
kapasitas sesuai kebutuhan, lokasi yang mudah diakses, tidak mencemari
lingkungan, jadual pengumpulan dan pengangkutan.

c. Pengangkutan
Pengangkutan sampah dilakukan dalam bentuk membawa sampah dari
sumber dan/atau dari TPS atau dari TPST menuju ke TPA. Pengangkutan
sampah dari TPS dan/atau TPS 3R ke TPA atau TPST dilakukan oleh
pemerintah kabupaten/kota dengan menyediakan alat angkut sampah terpilah
paling sedikit 5 (lima) jenis sampah dan tidak mencemari lingkungan.
Pemerintah kabupaten/kota dalam pengangkutan sampah dapat menyediakan
stasiun peralihan antara.

d. Pengolahan
Pengolahan sampah dilakukan dalam bentuk mengubah karakteristik,
komposisi, dan jumlah sampah. Pengolahan sampah dilakukan oleh
pemerintah kabupaten/kota, orang perseorangan, kelompok orang dan/atau
badan hukum pada sumbernya, dan pengelola kawasan. Kegiatan pengolahan
sampah meliputi pemadatan, pengomposan, daur ulang materi, dan/atau daur
ulang energi. Pengelola kawasan menyediakan fasilitas pengolahan sampah
skala kawasan yang berupa TPS 3R. Sedangkan pemerintah kabupaten/kota
menyediakan fasilitas pengolahan sampah pada wilayah permukiman yang
berupa TPS 3R, stasiun peralihan antara, TPA, dan/atau TPST. Apabila dua
atau lebih kabupaten/kota melakukan pengolahan sampah bersama dan
memerlukan pengangkutan sampah lintas kabupaten/kota, pemerintah
kabupaten/kota dapat mengusulkan kepada pemerintah provinsi untuk
menyediakan stasiun peralihan antara dan alat angkut.

e. Pemrosesan akhir sampah.
Pemrosesan akhir sampah dilakukan dalam bentuk pengembalian sampah
dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara
aman. Pemrosesan akhir sampah dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota
dengan menggunakan metode lahan uruk terkendali, metode lahan uruk
saniter, dan teknologi ramah lingkungan. Pemerintah kabupaten/kota
menyediakan dan mengoperasikan TPA dengan melakukan pemilihan lokasi
sesuai rencana tata ruang wilayah (RTRW) provinsi dan/atau RTRW
kabupaten/kota, menyusun analisis biaya dan teknologi, dan menyusun
rancangan teknis. Lokasi TPA paling sedikit memenuhi aspek geologi,
hidrogeologi, kemiringan zona, jarak dari lapangan terbang, jarak dari
permukiman, tidak berada di kawasan lindung/cagar alam, dan bukan
merupakan daerah banjir periode ulang 5 (lima) tahunan. Pemerintah
kabupaten/kota dalam menyediakan TPA melengkapi fasilitas dasar, fasilitas
perlindungan lingkungan, fasilitas operasi, dan fasilitas penunjang.

Apabila TPA tidak dioperasikan sesuai dengan persyaratan teknis, harus
dilakukan penutupan dan/atau rehabilitasi. Penyediaan fasilitas pengolahan
dan pemrosesan akhir sampah dilakukan melalui tahapan perencanaan,
pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan. Pembangunan fasilitas
7

pengolahan dan pemrosesan akhir meliputi kegiatan konstruksi, supervisi, dan
uji coba

4. Pembiayaan dan Kompensasi

a. Pembiayaan
Pembiayaan penyelenggaraan pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah
sejenis sampah rumah tangga bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD), dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Sumber pembiayaan tersebut
dapat berupa retribusi, dan/atau penerimaan dari badan layanan umum
daerah.

b. Kompensasi.
Kompensasi merupakan pemberian imbalan kepada orang perseorangan,
kelompok orang, dan/atau badan hukum yang terkena dampak negatif yang
ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di TPA. Pemerintah
kabupaten/kota secara sendiri atau secara bersama dapat memberikan
kompensasi sebagai akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan
pemrosesan akhir sampah. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan
pemrosesan akhir sampah diakibatkan oleh pencemaran air, pencemaran
udara, pencemaran tanah, longsor, kebakaran, ledakan gas metan, dan/atau
hal lain yang menimbulkan dampak negatif. Kompensasi dapat berbentuk
relokasi penduduk, pemulihan lingkungan, biaya kesehatan dan pengobatan,
penyediaan fasilitas sanitasi dan kesehatan, dan/atau kompensasi dalam
bentuk lain. Kompensasi harus dianggarkan dalam APBD.


5. Peran Masyarakat.

Masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan sampah berupa pemberian usul,
pertimbangan, dan saran kepada pemerintah daerah dalam perumusan
kebijakan pengelolaan sampah, melaksanakan penanganan sampah rumah
tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang dilakukan secara
mandiri atau bermitra dengan pemerintah, pemberian pendidikan dan pelatihan
serta pendampingan oleh kelompok masyarakat kepada anggota masyarakat.
Masyarakat juga dapat melakukan pengaduan mengenai pengelolaan sampah
kepada pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah kabupaten/kota melakukan
pengelolaan pengaduan masyarakat sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 9 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Pengaduan dan Penanganan Pengaduan Akibat Dugaan Pencemaran/Kerusakan
Lingkungan Hidup.


6. Larangan.

Norma larangan yang harus dimuat dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
meliputi melakukan pembuangan sampah tidak pada tempat yang telah
ditentukan dan disediakan, melakukan penanganan sampah dengan
pembuangan terbuka ditempat pemrosesan akhir, dan/atau membakar sampah
yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah.

Pembuangan sampah tidak pada tempatnya merupakan pembuangan sampah
yang tidak dilakukan di TPS dan/atau TPST yang disediakan oleh pemerintah
daerah.


8

Penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat pemrosesan akhir
sampah tidak sejalan dengan ketentuan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan
sampah dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan kontribusi
terhadap pemanasan global.

7. Pengawasan.

Pengawasan terhadap kebijakan pengelolaan sampah kabupaten/kota dilakukan
oleh gubernur. Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan sampah oleh
pengelola sampah dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota secara sendiri-
sendiri maupun secara bersama-sama sesuai dengan kesepakatan kerja sama.
Gubernur melaksanakan pengawasan kepada pemerintah kabupaten/kota dalam
pelaksanaan pengelolaan sampah. Bupati/walikota melakukan pengawasan
terhadap pengelola sampah dalam kegiatan penanganan sampah, pelaksanaan
penanggulangan kecelakaan dan pencemaran lingkungan hidup akibat kegiatan
penanganan sampah, dan pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan hidup
akibat kecelakaan dan pencemaran lingkungan dari kegiatan penanganan
sampah.

8. Sanksi Administratif.

Penerapan sanksi administratif dilakukan oleh bupati/walikota kepada pengelola
sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang melanggar
ketentuan dan persyaratan yang ditetapkan dalam izin. Sanksi administratif yang
dapat diterapkan oleh bupati/walikota dapat berupa paksaan pemerintahan, uang
paksa dan/atau pencabutan izin. Paksaan pemerintahan dapat diterapkan kepada
pemegang izin pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah
rumah tangga. Apabila paksaan pemerintahan tidak dilaksanakan,
bupati/walikota dapat menerapkan uang paksa atas keterlambatan pelaksanaan
paksaan pemerintahan. Apabila paksaan pemerintahan dan uang paksa tidak
dilaksanakan oleh pemegang izin, bupati/walikota dapat mencabut izin. Tata cara
dan mekanisme penerapan sanksi administratif secara rinci dapat didelegasikan
dalam peraturan bupati/walikota.



MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BALTHASAR KAMBUAYA


Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,




Inar Ichsana Ishak

SALINAN
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PEMANFAATAN DANA ALOKASI KHUSUS
BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN ANGGARAN 2012
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk memperkuat pelaksanaan Standar Pelayanan
Minimum (SPM) bidang lingkungan hidup daerah
kabupaten/kota dan mendukung upaya adaptasi dan
mitigasi perubahan iklim, Pemerintah telah menetapkan
kebijakan pengalokasian Dana Alokasi Khusus bidang
lingkungan hidup;
b. bahwa untuk melaksanakan kebijakan pengalokasian Dana
Alokasi Khusus bidang lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, diperlukan Petunjuk Teknis
Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus Bidang Lingkungan
Hidup Tahun Anggaran 2012;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Petunjuk Teknis
Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus Bidang Lingkungan
Hidup Tahun Anggaran 2012;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4286);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4355);
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerinthan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

2
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3853);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang
Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
267, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4068);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4161);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana
Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4575);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata
Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4663);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 06 Tahun 2008 tentang
Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4815);
14. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
15. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta
Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara;
16. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah;

17. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 19
Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang

3
Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Daerah
Kabupaten/Kota;
18. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 06
Tahun 2009 tentang Laboratorium Lingkungan;
19. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11
Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian
Lingkungan Hidup Tahun 2010-2014;
20. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16
Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Lingkungan Hidup;
21. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.07/2011
tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana Alokasi Khusus
Tahun Anggaran 2012;
22. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10
Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2010 tentang
Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup 2010-
2014;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETUNJUK TEKNIS
PEMANFAATAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG
LINGKUNGAN HIDUP TAHUN ANGGARAN 2012.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Dana Alokasi Khusus Bidang Lingkungan Hidup, yang
selanjutnya disebut DAK Bidang LH adalah dana yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan
untuk membantu mendanai kegiatan pemantauan kualitas
lingkungan hidup, pengendalian pencemaran lingkungan
hidup, perlindungan fungsi lingkungan hidup, dan dalam
rangka mendukung upaya adaptasi dan mitigasi perubahan
iklim yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan
prioritas nasional.
2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya
disebut APBN adalah Rencana Keuangan Tahunan
Pemerintahan Negara yang disetujui Dewan Perwakilan
Rakyat.
3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang
selanjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui
bersama oleh Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

4
4. Instansi Lingkungan Hidup Daerah adalah instansi yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup daerah.
5. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.

Pasal 2
Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Menteri ini
meliputi:
a. tujuan dan sasaran;
b. kegiatan DAK Bidang LH;
c. anggaran DAK Bidang LH;
d. pembinaan; dan
e. pelaporan.
Pasal 3
DAK Bidang LH bertujuan meningkatkan penyelenggaraan,
tanggung jawab, peran pemerintah kabupaten/kota dalam:
a. melaksanakan standar pelayanan minimal bidang
lingkungan hidup daerah kabupaten/kota; dan
b. mendukung upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Pasal 4
DAK Bidang LH mempunyai sasaran untuk melengkapi sarana
dan prasarana fisik perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup di kabupaten/kota.

Pasal 5
Penyelenggaraan, tanggung jawab, dan peran pemerintah
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi
peningkatan:
a. kinerja pemerintah kabupaten/kota dalam perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup secara berkelanjutan;
b. kemandirian pemerintah kabupaten/kota dalam melakukan
upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
c. dukungan kepada bupati/walikota dalam:
1. menetapkan kelas air pada sungai prioritas di
wilayahnya;
2. menurunkan beban pencemaran pada air, udara, dan
tanah;
3. menetapkan kebijakan pengurangan volume sampah;
4. menambah luas ruang terbuka hijau yang berfungsi
sebagai paru-paru kota;


5
5. pemulihan fungsi sungai dan danau;
6. menyusun Status Lingkungan Hidup Daerah; dan
7. menunjang program unggulan antara lain:
a) Adiwiyata;
b) Adipura,
c) Menuju Indonesia Hijau; dan/atau
d) Langit Biru.

Pasal 6
(1) Kegiatan DAK bidang LH meliputi:
a. pengadaan alat pemantauan dan pengawasan kualitas
lingkungan hidup;
b. pengadaan alat pengendalian pencemaran lingkungan
hidup;
c. pengadaan sarana dan prasarana dalam rangka
adaptasi dan mitigasi perubahan iklim; dan
d. pengadaan sarana dan prasarana perlindungan fungsi
lingkungan hidup.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih
berdasarkan pertimbangan:
a. merupakan bagian dari pencapaian indikator kinerja
utama Kementerian Lingkungan Hidup;
b. prioritas penanganan masalah lingkungan hidup yang
dihadapi;
c. kondisi lingkungan hidup setempat;
d. keberlanjutan dan kesinambungan kegiatan;
e. kesesuaian dengan perencanaan daerah;
f. jumlah alokasi anggaran; dan
g. ketersediaan sumber daya manusia.

Pasal 7
(1) Kegiatan pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf a meliputi:
a. peralatan laboratorium permanen untuk uji kualitas air,
udara, dan tanah;
b. peralatan laboratorium portable untuk uji kualitas air,
udara, dan tanah; dan
c. kendaraan operasional pemantauan dan pengawasan
lingkungan.
(2) Kegiatan pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara terbatas dan bersyarat.


6
Pasal 8
(1) Pengadaan peralatan untuk peralatan laboratorium
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a:
a. untuk melengkapi dan menambah peralatan laboratorium
permanen karena bertambahnya jumlah parameter yang
diukur;
b. hanya diperkenankan bagi kabupaten/kota yang telah
mengoperasikan laboratorium dan telah memiliki sumber
daya manusia yang kompeten serta didukung dengan
ketersediaan anggaran yang tetap atau rutin.
(2) Kabupaten/kota yang akan melakukan pengadaan peralatan
laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memperoleh rekomendasi dari kepala Instansi Lingkungan
Hidup Daerah provinsi dan/atau kepala Pusat Pengelolaan
Ekoregion.
(3) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dikeluarkan setelah dilakukan penilaian usulan dan
pengamatan lapangan terhadap rencana pengadaan peralatan
laboratorium lingkungan.

Pasal 9
Pengadaan peralatan untuk peralatan laboratorium portable
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b untuk
kabupaten/kota yang:
a. belum pernah memiliki peralatan laboratorium permanen
atau portable; dan
b. baru mendapatkan alokasi DAK Bidang LH.

Pasal 10
(1) Pengadaan kendaraan operasional pemantauan dan
pengawasan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal ayat 7 ayat (1) huruf c untuk kendaraan operasional
pemantauan dan/atau pengawasan terhadap kegiatan
industri pertambangan, energi, minyak, gas, agro industri,
dan manufaktur.
(2) Pengadaan kendaraan operasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1):
a. hanya untuk kabupaten/kota yang memiliki industri
pertambangan, energi, minyak, gas, agro industri, dan
manufaktur; dan
b. harus mendapat rekomendasi dari kepala Instansi
Lingkungan Hidup Daerah provinsi dan/atau kepala
Pusat Pengelolaan Ekoregion.
(3) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
dikeluarkan setelah dilakukan penilaian usulan dan
pengamatan lapangan terhadap rencana pengadaan
kendaraan operasional.

7

Pasal 11
Kegiatan pengadaan alat pengendalian pencemaran lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) huruf b
meliputi:
a. sarana dan prasarana pengolahan air limbah untuk:
1. Usaha Kecil dan Menengah (UKM);
2. fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas, dan
klinik); serta
3. kebutuhan komunal;
b. sarana dan prasarana pengelolaan sampah dengan prinsip
3R (reuse, recycle, recovery) di tempat penampungan
sampah sementara, fasilitas umum, dan fasilitas sosial,
serta sekolah-sekolah.

Pasal 12
Kegiatan pengadaan sarana dan prasarana dalam rangka
adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, meliputi:
a. pembuatan taman hijau, taman kehati dan hutan kota; dan
b. sarana dan prasarana pengolahan limbah organik menjadi
biogas.

Pasal 13
Kegiatan pengadaan sarana dan prasarana perlindungan fungsi
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1) huruf d, meliputi:
a. sarana dan prasarana pembuatan sumur resapan;
b. sarana dan prasarana pembuatan lubang resapan biopori;
c. sarana dan prasarana pembuatan embung (kolam
tampungan air);
d. penanaman pohon di sekitar mata air;
e. sarana dan prasarana pengolah gulma (tanaman
pengganggu) dan pembuatan media tanam (bitumen); dan
f. sarana dan prasarana pencegah longsor.

Pasal 14
(1) Pelaksanaan kegiatan DAK bidang LH sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 13
dilaksanakan sesuai pedoman pelaksanaan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan

8
perundang-undangan mengenai pengadaan barang dan jasa
pemerintah.
Pasal 15
(1) Anggaran DAK Bidang LH bersumber dari:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara; dan
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah.
(2) DAK Bidang LH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a digunakan untuk membiayai keluaran kegiatan yang
bersifat fisik.
(3) DAK Bidang LH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b digunakan:
a. sebagai dana pendamping untuk membiayai keluaran
kegiatan yang bersifat fisik sebagaimana dimaksud pada
ayat (2); dan/atau
b. untuk membiayai:
1. biaya administrasi proyek;
2. biaya penyiapan proyek fisik;
3. biaya penelitian;
4. biaya pelatihan;
5. honor;
6. biaya perjalanan pegawai daerah; dan
7. lain-lain biaya umum sejenis yang meliputi:
a) biaya pengambilan sampel untuk pemantauan
kualitas air, udara dan tanah;
b) biaya pengambilan data sampah; dan
c) biaya untuk penyusunan laporan.
(4) Dana pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a dialokasikan paling sedikit 10% (sepuluh
perseratus) dari jumlah DAK Bidang LH yang diterimanya.


Pasal 16
(1) Menteri dan/atau gubernur melakukan pembinaan kepada
pemerintah kabupaten/kota dalam pelaksanaan DAK
Bidang LH.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Menteri dalam bentuk:
a. pemberian pedoman dan standar;
b. pemberian rekomendasi pengadaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 10 melalui kepala
Pusat Pengelolaan Ekoregion;
c. rapat kerja teknis;
d. bimbingan teknis; dan/atau

9
e. pemantauan dan evaluasi.
(3) Menteri melimpahkan pelaksanaan pemantauan dan
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
kepada gubernur melalui mekanisme pemanfaatan dana
dekonsentrasi bidang lingkungan hidup tahun anggaran
2012.
(4) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh gubernur dalam bentuk:
a. pemberian pedoman, standar;
b. pemberian rekomendasi pengadaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 10 melalui kepala
Instansi Lingkungan Hidup Daerah provinsi;
c. koordinasi perencanaan pemanfaatan;
d. pemantauan dan evaluasi.

Pasal 17
(1) Bupati/walikota wajib menyusun dan menyampaikan
laporan pelaksanaan kegiatan DAK Bidang LH kepada:
a. Menteri melalui Sekretaris Kementerian Lingkungan
Hidup dengan tembusan Kepala Pusat Pengelolaan
Ekoregion; dan
b. gubernur melalui kepala Instansi Lingkungan Hidup
Daerah provinsi.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
a. laporan triwulan kemajuan pelaksanaan kegiatan dan
anggaran;
b. laporan tahunan realisasi pelaksanaan kegiatan; dan
c. laporan hasil:
1. pemantauan kualitas lingkungan;
2. pengendalian pencemaran lingkungan;
3. perlindungan fungsi lingkungan hidup; dan
4. adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sebagai bagian
dari laporan Status Lingkungan Hidup Daerah.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun
sesuai dengan pedoman penyusunan laporan DAK bidang
LH sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.

Pasal 18
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2011
tentang Petunjuk Teknis Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus
Bidang Lingkungan Hidup Tahun 2011 dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.

10
Pasal 19
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 2011

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BALTHASAR KAMBUAYA
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 19 Januari 2012

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

AMIR SYAMSUDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 90

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas




Inar Ichsana Ishak
1

LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
NOMOR 17 TAHUN
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PEMANFAATAN DANA
ALOKASI KHUSUS BIDANG LINGKUNGAN
HIDUP TAHUN ANGGARAN 2012

PEDOMAN PELAKSANAAN KEGIATAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG
LINGKUNGAN HIDUP TAHUN ANGGARAN 2012

I. PENDAHULUAN

Pelaksanaan DAK Bidang LH Tahun Anggaran 2012 adalah untuk melengkapi
sarana dan prasarana fisik perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di
kabupaten/kota.

Prioritas pemanfaatan DAK Bidang LH adalah pada kegiatan-kegiatan yang
berdampak nyata terhadap upaya perbaikan dan peningkatan kualitas
lingkungan, yang diselenggarakan dalam rangka pelaksanaan SPM bidang
lingkungan hidup daerah kabupaten/kota dan mendukung upaya mitigasi dan
adaptasi perubahan iklim. Lingkup kegiatan yang dilaksanakan dalam DAK
Bidang LH Tahun 2012 adalah:
a. Pengadaan alat pemantauan dan pengawasan kualitas lingkungan hidup
secara terbatas dan bersyarat;
b. Pengadaan alat pengendalian pencemaran lingkungan hidup;
c. Pengadaan sarana dan prasarana untuk mendukung mitigasi dan adaptasi
perubahan iklim, dan
d. Pengadaan sarana dan prasarana perlindungan fungsi lingkungan hidup.

Manfaat yang diharapkan dari pengadaan sarana dan prasarana tersebut
antara lain adalah:

Kegiatan Manfaat Kegiatan
1. Pengadaan alat pemantauan
dan pengawasan kualitas
lingkungan hidup
Untuk menguji kualitas air, udara dan
tanah sehingga dapat digunakan sebagai
alat pemantauan dan pengawasan kualitas
lingkungan hidup di kabupaten/kota
2. Pengadaan alat pengendalian
pencemaran lingkungan
hidup
Sebagai upaya pencegahan dan
pengendaliaan pencemaran lingkungan
hidup untuk dapat mengurangi beban
pencemaran di kabupaten/kota
3. Pengadaan sarana dan
prasarana dalam rangka
adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim
Sebagai upaya untuk mendukung mitigasi
dan adaptasi perubahan iklim di
kabupaten/kota
4. Pengadaan sarana dan
prasarana perlindungan
fungsi lingkungan hidup
Sebagai upaya melindungi dan
mempertahankan fungsi lingkungan hidup
di kabupaten/kota

Untuk memilih dan melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut perlu
pertimbangan dan gambaran tentang manfaat serta kesesuaian
penyelenggaraan kegiatan dengan kebutuhan dan kemampuan
kabupaten/kota dalam pelaksanaannya. Sehingga pengadaan sarana dan
2

prasarana fisik perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
dialokasikan dapat dilaksanakan dengan optimal dan berkelanjutan.

Dalam Lampiran ini akan disampaikan pedoman yang menjelaskan teknis
pelaksanaan kegiatan, dan diharapkan dapat membantu kabupaten/kota
dalam menetapkan pilihan dan menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan
sasaran dan tujuan pelaksanaan DAK Bidang LH Tahun 2012.

Di dalam lampiran ini dimuat pula dua program tambahan untuk memperkaya
dan mempertajam pencapaian sasaran DAK 2012 yaitu Bank Sampah dan
Adiwiyata. Kedua program tambahan ini tidak menjadi kegiatan yang terpisah
atau kegiatan baru, namun untuk mendorong pengembangan kedua program
tersebut melalui pengalokasian kegiatan-kegiatan fisik dari menu yang sudah
ditetapkan dalam lingkup kegiatan dan rincian kegiatan yang tercantum dalam
Peraturan Menteri ini, terutama pada lokus-lokus yang akan dilaksanakan.

II. TUJUAN

Pedoman ini disusun dengan tujuan untuk memberikan arahan teknis bagi
Kabupaten/Kota penerima DAK Bidang LH dalam melaksanakan kegiatan,
sesuai dengan lingkup kegiatan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup tentang Petunjuk Teknis Pemanfaatan DAK Bidang
LH 2012.

Tidak semua kegiatan yang ada pada pedoman ini harus dilaksanakan.
Kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan pertimbangan pemilihan
kegiatan, seperti yang dijelaskan pada pasal 13, Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup tentang Petunjuk Teknis Pemanfaatan DAK Bidang LH
2012.

III. PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN KEGIATAN

Di dalam panduan ini dijelaskan secara rinci dan teknis berikut contoh-contoh
gambar untuk tiap-tiap kegiatan sehingga Kabupaten/Kota pelaksana DAK
Bidang LH 2012 memiliki arahan teknis yang dapat menjadi acuan dalam
pelaksanaannya.

Apabila di dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan kegiatan
terdapat kendala-kendala dapat menghubungi unit teknis terkait.

A. Pengadaan Sarana dan Prasarana Pemantauan Kualitas Lingkungan Hidup

Sarana dan prasarana pemantauan kualitas lingkungan hidup yang dapat
dialokasikan melalui anggaran DAK Bidang LH Tahun 2012 adalah sebagai
berikut:
1. Peralatan laboratorium permanen
2. Peralatan laboratorium lainnya, yang terdiri dari peralatan sampling air
portable, sampling udara ambient dan sampling udara emisi sumber
tidak bergerak, serta pengujian kualitas tanah
3. Kendaraan operasional pemantauan dan pengawasan kualitas
lingkungan





3

Ruang lingkup kegiatan:
1. Peralatan Laboratorium Permanen

Pengadaan peralatan laboratorium permanen baik untuk uji kualitas air,
udara dan tanah wajib mengacu pada ketentuan pasal 8 ayat (1) huruf a,
b, c, dan d Peraturan Menteri ini.

2. Peralatan Laboratorium lainnya

a) Peralatan Sampling Air Portable

Peralatan sampling air portable diperlukan untuk pengujian sampel
kualitas air, untuk parameter DO, BOD, COD, TSS, Amonia, pH dan fecal
coliform. Peralatan dengan fungsi yang sama dan sudah diadakan pada
tahun sebelumnya, tidak diperbolehkan, kecuali untuk penggantian alat
yang rusak.

b) Peralatan Sampling Udara Ambien.

Peralatan sampling udara ambien paling sedikit dapat dipergunakan
untuk mengambil sampel dari parameter: Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen
Dioksida (NO2), Ozon (O3), Timah Hitam (Pb), Total Suspended Particulate
(TSP), Particulate Matter dengan ukuran kurang dari 10 mikron (PM10)
dan Particulate Matter dengan ukuran kurang 2,5 mikron (PM2,5).
Pengadaan peralatan sampling udara ambien sebaiknya dilengkapi
dengan alat ukur meteorologi yang dapat mengukur kecepatan angin,
arah angin, temperatur udara, kelembaban udara dan solar radiation
(radiasi sinar matahari). Peralatan sampling udara ambient diperlukan
untuk melengkapi peralatan pengujian di laboratorium yang sudah
tersedia sebelumnya.

Bagi kota-kota yang sudah memiliki alat pemantauan kualitas udara
ambien otomatis (AQMS). Pengadaan peralatan ini wajib mengacu pada
ketentuan pasal 8 ayat (1) huruf a, b, c, dan d Peraturan Menteri ini.
Peralatan dengan fungsi yang sama dan sudah diadakan pada tahun
sebelumnya tidak diperbolehkan, kecuali untuk penggantian alat yang
rusak.

Peralatan sampling udara ambient (manual) terdiri atas :

No Parameter Peralatan Sampling
1. Sulfur dioksida (SO2) Botol Impinger
2. Nitrogen dioksida (NO2) Midget Impinger
3. Ozon (O3)/ Oksidan
fotokimia (Ox)
Botol Impinger
4. Total Suspended Particulate
(TSP)
High Volume Air Sampler (HVAS)
5. Particulate Matter < 10 um
(PM10)
- High Volume Air Sampler dilengkapi
dengan
- Gent Sampler
6. Particulate Matter < 2,5 Um
(PM2,5)
- Gent Sampler

c) Peralatan sampling udara emisi sumber tidak bergerak.

Peralatan sampling udara emisi sumber tidak bergerak perlu diadakan
terutama bagi kabupaten/kota yang mempunyai industri, pertambangan,
4

dan pembangkit listrik. Peralatan yang perlu diadakan adalah peralatan
sampling yang mampu untuk melakukan pengukuran parameter SO2,
NOx, Amonia (NH3), CO, Total partikulat, dan parameter logam. Peralatan
dengan fungsi yang sama dan sudah diadakan pada tahun sebelumnya
tidak diperbolehkan, kecuali untuk penggantian alat yang rusak.

Gambar 1. Contoh alat ukur otomatis untuk pengujian
kadar gas emisi sumber tidak bergerak



d) Peralatan pengujian kualitas tanah

Untuk pemantauan kerusakan tanah akibat produksi biomassa
diperlukan seperangkat peralatan yang dapat digunakan untuk
mengukur parameter fisik, kimia dan biologi tanah, sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang
Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa. Peralatan
terdiri dari alat pengambilan sampel tanah dan alat pengujian sampel
tanah. Peralatan dengan fungsi yang sama dan sudah diadakan pada
tahun sebelumnya tidak diperbolehkan, kecuali untuk penggantian alat
yang rusak.

Gambar 2. Contoh Alat pengukur kerusakan tanah, pH indikator strip
(pH stick) skala untuk mengukur pH 0 -14





















5

3. Kendaraan operasional pemantauan dan pengawasan lingkungan

Pengadaan kendaraan operasional pemantauan dan pengawasan
lingkungan wajib mengacu pada ketentuan pasal 8 ayat (2) huruf a dan b
Peraturan Menteri ini.

B. Pengadaan Sarana dan Prasarana Pengendalian Pencemaran Lingkungan
Hidup

Sarana dan prasarana pengendalian pencemaran lingkungan hidup yang
dapat dialokasikan melalui anggaran DAK Bidang LH Tahun 2012 adalah
sebagai berikut:
1. Instalasi pengolah air limbah usaha kecil dan menengah (IPAL UKM)
2. Instalasi pengolah air limbah fasilitas kesehatan (IPAL fasilitas
kesehatan)
3. Instalasi pengolah air limbah komunal (IPAL Komunal)
4. Pengolah sampah dengan prinsip 3 R

Ruang Lingkup Kegiatan

1. Instalasi Pengolah Air Limbah Usaha Kecil dan Menengah (IPAL UKM).

Pembangunan IPAL UKM dirancang sesuai dengan debit, konsentrasi
dan kapasitas pengolahan air limbah, sehingga memenuhi baku mutu
lingkungan. Contoh layout IPAL UKM adalah seperti pada Gambar 1 di
bawah ini.

Gambar 3.
Contoh lay out IPAL UKM


2. Instalasi pengolah air limbah pada fasilitas kesehatan (IPAL fasilitas
kesehatan)

Pembangunan IPAL fasilitas kesehatan dimaksudkan untuk mengolah
air limbah yang dihasilkan dari kegiatan pada fasilitas kesehatan
(rumah sakit, puskesmas, dan klinik).

Proses pengolahan air limbah rumah sakit secara umum dilakukan
melalui tahapan sebagai berikut:

6

a) Pengolahan awal (pretreatment)
Tahap pengolahan ini melibatkan proses fisik yang bertujuan
untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dalam
aliran air limbah. Beberapa proses pengolahan yang berlangsung
pada tahap ini ialah penyaringan dan pemindahan grit (screen and
grit removal), penyamaan (equalization) dan
pengendapan/penyimpanan (storage), serta pemisahan minyak (oil
separation).

b) Pengolahan tahap pertama (primary treatment)
Pada dasarnya, pengolahan tahap pertama ini masih memiliki
tujuan yang sama dengan pengolahan awal. Letak perbedaannya
ialah pada proses yang berlangsung. Proses yang terjadi pada
pengolahan tahap pertama ialah netralisasi (neutralization),
penambahan bahan kimia (chemical addition) dan koagulasi,
pengapungan (flotation), pengendapan (sedimentation), dan
penyaringan (filtration).

c) Pengolahan tahap kedua (secondary treatment)
Pengolahan tahap kedua dirancang untuk menghilangkan zat-zat
terlarut dari air limbah yang tidak dapat dihilangkan dengan
proses fisik biasa. Peralatan pengolahan yang umum digunakan
pada pengolahan tahap ini ialah pengaktifan sludge (activated
sludge), bak anaerobik (anaerobic lagoon), penyaringan (tricking
filter), bak aerasi (aerated lagoon), stabilisasi (stabilization basin),
rotating biological contactor (RBC), serta anaerobic contactor dan
penyaringan (filter).

d) Pengolahan tahap ketiga (tertiary treatment)
Proses-proses yang terlibat dalam pengolahan air limbah tahap
ketiga ialah koagulasi dan pengendapan (coagulation and
sedimentation), penyaringan (filtration), penyerapan karbon (carbon
adsorption), pertukaran ion (ion exchange), membran pemisah
(membrane separation), serta pengapungan (thickening gravity atau
flotation).

e) Pengolahan lumpur (sludge treatment)
Lumpur yang terbentuk sebagai hasil keempat tahap pengolahan
sebelumnya kemudian diolah kembali melalui proses digestion
atau wet combustion, pressure filtration, vacuum filtration,
centrifugation, lagooning or drying bed, incineration, atau landfill.

Gambar 4. Skema pengolahan air limbah rumah sakit



7

Gambar. 5 Contoh layout sistem pengolahan air limbah rumah sakit



3. Instalasi pengolah air limbah komunal (IPAL Komunal)

Pengolahan air limbah domestik permukiman dapat dilakukan dengan
on site system (setempat) dan off site system (perpipaan). Pemilihan
sistem pengolahan sangat tergantung pada tingkat kepadatan
permukiman dan ketersediaan lahan. Untuk permukiman padat
penduduk akan sangat efektif dan relatif murah apabila disediakan
sistem pengolahan dengan perpipaan. Demikian halnya permukiman
yang berada dalam kompleks perumahan sistem pengolahan dengan
perpipaan akan lebih sesuai dibandingkan dengan sistem setempat.
Perkantoran, asrama, rumah susun, aparteman, rumah makan ataupun
rumah yang letaknya saling berjauhan maka sistem pengolahan
setempat sangat disarankan untuk dipilih.
Berdasarkan komposisi air limbah domestik dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu air limbah yang berasal dari aktivitas mandi dan cuci
(grey water) dan air limbah yang berasal dari toilet (black water). Air
limbah yang berasal dari toilet dapat diolah melalui proses biogas
namun dengan ketentuan minimal 100 orang dimana jumlah biogas
yang dihasilkan sebesar 2,3 m
3
per hari (1 m
3
biogas setara dengan 0,46
kg LPG)
Pengolahan air limbah domestik dapat juga digabungkan dengan
teknologi biogas. Air limbah yang dihasilkan dari aktivitas mandi dan
cuci dapat digabung dengan air limbah dari toilet diolah melalui
instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sedangkan tinja yang ada akan
disalurkan ke tangki biogas. Adapun diagram alir pengolahan air limbah
domestik dengan penggabungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
dibawah ini .














8

Gambar 6. Diagram alir pengolahan air limbah domestik

4. Pengelolaan sampah dengan prinsip 3 R

Pembangunan unit pengelolaan sampah terutama diarahkan dalam
rangka penerapan prinsip 3R (reuse, recycle, recovery). Pengadaan
sarana dan prasarana tersebut dapat dilakukan di tempat
penampungan sampah sementara (TPS), fasilitas umum, fasilitas sosial,
dan sekolah-sekolah.

Unit pengelolaan sampah dimaksud terdiri dari :
1. Bak sampah;
2. Tong sampah;
3. Gerobak sampah;
4. Alat daur ulang sampah;
5. Alat pencacah sampah;
6. Alat pencacah plastik;
7. Alat pembuat biji plastik;
8. Alat pemilah sampah;
9. Bangunan rumah atap pengolah sampah;
10. Kendaraan roda dua pengangkut sampah;
11. Truck sampah;
12. Kontainer sampah;
13. Composter
14. conveyor pemilah sampah;
15. dryer;
16. arm roll.
















9

Gambar 7.
Contoh Lay Out Pengolahan Sampah Organik


10

Gambar 8.
Contoh Bangunan Unit Pengolah Sampah




Gambar 9.
Contoh Unit Transportasi Sampah









C. Pengadaan Sarana dan Prasarana Dalam Rangka Adaptasi dan Mitigasi
Perubahan Iklim

Sarana dan prasarana untuk mendukung upaya adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim yang dapat dialokasikan melalui anggaran DAK Bidang LH
Tahun 2012 adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan Taman Kehati/Taman Hijau/Hutan Kota
2. Pengadaan unit pengolah limbah organik menjadi biogas




11

Ruang Lingkup Kegiatan

1. Pembuatan Taman Kehati, Taman Hijau/Hutan Kota

Dalam rangka memperluas ruang terbuka hijau (RTH) yang berfungsi
untuk menangkap gas CO2 yang merupakan salah satu gas rumah kaca
(GRK), dan sekaligus berfungsi sebagai paru-paru kota, perlu dibuat
Taman Kehati, Taman Hijau/Hutan Kota. Pembuatan taman tersebut
selain mendorong penurunan emisi GRK, juga membantu pencadangan
sumber daya alam hayati (plasma nutfah) dalam rangka penyelamatan
dari ancaman yang tinggi terhadap kelestarian berbagai jenis tanaman
lokal daerah.

a. Taman Keanekaragaman Hayati (Taman Kehati)

Pembangunan Taman Kehati merupakan upaya untuk membangun
dan mengembangkan kawasan pencadangan sumberdaya alam yang
berfungsi sebagai konservasi in situ dan eks situ guna
menyelamatkan berbagai jenis tumbuhan dan satwa lokal, baik yang
liar maupun yang dibudidayakan terutama yang langka dan
terancam punah. Selain fungsi utamanya sebagai kawasan
penyelamatan tumbuhan lokal, Taman Keanekaragaman Hayati ini
juga diharapkan dapat berfungsi sebagai sumber bibit/pemuliaan,
sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan
dan penyuluhan, serta wisata alam dan sebagai ruang terbuka hijau.

Selain itu salah satu fungsi Taman Kehati yang juga sangat penting
adalah sebagai sarana penelitian dan pengembangan
keanekaragaman hayati, termasuk pengembangan bioteknologi.
Dengan adanya penelitian dan pengembangan bioteknologi ini
diharapkan dapat menghasilkan produk yang lebih berkualitas dan
melimpah sehingga pada akhirnya akan berperan dalam peningkatan
kesejahteraan masyarakat.

Fungsi dan manfaat Taman Kehati adalah untuk:
1. koleksi tumbuhan;
2. pengembangbiakan tumbuhan dan satwa pendukung penyedia
bibit;
3. sumber genetik tumbuhan dan tanaman lokal;
4. sarana pendidikan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan
dan ekowisata;
5. sumber bibit dan benih;
6. ruang terbuka hijau;
7. penambahan tutupan vegetasi.

Konsep dasar pembangunan Taman Kehati didasarkan pada:
1. Pencadangan sumberdaya alam hayati (UU 32 Tahun 2009)
2. Pencadangan mempunyai makna harus dapat menghasilkan biji
yang fertil dengan keragaman genetik tinggi. Keragaman genetik
akan terjamin jika populasinya 60 individu.
3. Prioritas penyelamatan adalah berbagai spesies tumbuhan
lokal/endemik/langka (spesies utama) yang penyerbukan
dan/atau pemencaran bijinya harus dibantu oleh satwa
12

4. Satwa yang membantu penyerbukan adalah kelompok kelelawar,
burung, serangga, moluska. Untuk tetap dapat berfungsi,
kelompok satwa tersebut juga harus lestari. Untuk itu, sumber
pakan satwa tersebut harus tersedia secara cukup sepanjang
tahun spesies pendukung.
5. Sebagai jendela informasi tumbuhan langka/endemik/lokal
dalam upaya pelestarian sumber daya genetik.


Gambar 10.
Contoh Gambar Taman Kehati di Provinsi Lampung



















b. Pembuatan Taman Hijau/Hutan Kota

Pembuatan Taman Hijau dan atau Hutan Kota setidaknya dapat
memenuhi 3 (tiga) fungsi, yaitu (1) sebagai penyerap karbon dalam
rangka mengurangi emisi gas rumah kaca; (2) sebagai penyimpan air
(fungsi hidrologis); dan (3) sebagai penyejuk dan untuk keindahan kota
(fungsi estetika). Akan lebih baik apabila pembangunan taman hijau dan
atau hutan kota dapat memenuhi fungsi keempat, yaitu dapat
dimanfaatkan sebagai sarana tempat berkumpulnya masyarakat untuk
berolahraga dan berekreasi (fungsi sosial). Mengingat pentingnya fungsi-
fungsi tersebut diatas, pembuatan taman hijau dan atau hutan kota
setidaknya harus memenuhi 3 (tiga) fungsi pertama. Untuk memenuhi 3
(fungsi) diatas, tanaman yang ditanam di dalam taman tersebut harus
tanaman/pohon yang berumur panjang.














13

Gambar 11.
Contoh Gambar Taman Hijau







Keterangan gambar : Taman Kota di Kota Surabaya yang dapat dimanfaatkan masyarakat
sebagai tempat untuk sosialisasi dan rekreasi (disamping fungsi utamanya untuk menyerap
karbon, fungsi hidrologis dan fungsi sosial)

Gambar 12.
Contoh Gambar Hutan Kota







Keterangan gambar : Hutan Kota Babakan Siliwangi di Bandung, yang ditetapkan sebagai
Hutan Dunia (World City Forest) pada tanggal 1 Oktober 2011

2. Pengadaan Unit Pengolah Limbah Organik menjadi Biogas

Penanganan limbah organik yang baik dapat memperbaiki lingkungan
dan menghasilkan nilai tambah ekonomi misalnya bagi para peternak
dan petani. Pemanfaatan limbah organik yang tadinya tidak bermanfaat
menjadi berhasil guna menjadi gas metan sebagai energi, pupuk cair
dan pupuk padat organik.

Sumber pencemar yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan
biogas, antara lain adalah:
14

a. kotoran ternak;
b. eceng gondok;
c. sisa proses pembuatan tahu dan ampas tahu;

Dalam pembuatan biogas pertimbangan desain teknis perlu dilakukan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan desain dan model
instalasi biogas, antara lain adalah :
a. desain sederhana, dalam hal konstruksi, operasional dan
perawatan;
b. bahan baku mudah didapat, jenis bahan baku yang dapat
digunakan adalah bahan bangunan dan bahan fabrikan (fiber);
c. mudah diperbaiki, aman dan bila memungkinkan mudah
dipindahkan;
d. harga terjangkau oleh petani dan peternak, dan umur
pemakaiannya lama.

Gambar 13.
Contoh Desain Biodigiser untuk eceng gondok

















Gambar 13.






Gambar 14.
Contoh Rencana Desain Biodigiser untuk Kotoran Sapi













Keterangan : Desain Biodigister Tampak Samping dan Atas
15

Instalasi Penglolahan Air Limbah (IPAL) Biogas

Gambar 15. Prinsip Kerja Teknologi Biogas




Gambar 16. Teknis IPAL Biogas Industri Tahu




Investasi awal yang diperlukan untuk membangun sarana fisik IPAL biogas
industri tahu relatif kecil per meter kubik bangunan, ditambah dengan biaya
pemipaan (LPTP, 2010). Penentuan kapasitas IPAL yang dirancang didasarkan
pada volume air limbah produksi tahu dikalikan dengan waktu tinggal yang
biasanya 3 hari, sebagai berikut:
Volume limbah per hari (m3/hari) = Jumlah bahan baku kedelai (kg/hari) x 15
liter

Kapasitas IPAL (m3) = Volume limbah (m3/hari) x 3 hari waktu tinggal
Investasi Bangunan IPAL (Rp) = Rp. 9.5 X Kapasitas IPAL (m3)

16

Sedangkan biaya pembangunan biodigester ternak sapi tergantung pada bahan
bangunan yang digunakan. Biodigester dengan bahan utama fero semen
diperkirakan memerlukan biaya tidak terlalu besar untuk setiap unit
biodigester terkecil yang efesien untuk dibangun. Unit biodigester terkecil
tersebut kurang lebih berukuran 4 m3 yang dapat manampung kotoran sapi
maksimal 4 ekor.

Gambar 17. Teknis Biodigester Ternak Sapi
Kapasitas 4 m3 dengan bahan ferro semen




Gambar 18. Teknis Biodigester Ternak Sapi Kapasitas 4 m3 dengan bahan Fiber





17

D. Pengadaan Sarana Dan Prasarana Perlindungan Fungsi Lingkungan Hidup
Sarana dan prasarana perlindungan fungsi lingkungan yang dapat
dialokasikan melalui anggaran DAK Bidang LH Tahun 2012 adalah sebagai
berikut:
1. Sumur resapan;
2. Lubang resapan biopori;
3. Embung (kolam tampungan air);
4. Penanaman pohon di sekitar mata air;
5. Pencacah gulma (tanaman pengganggu) dan pembuatan media tanam
(bitumen);
6. Pencegah longsor tebing sungai ramah lingkungan.


Ruang Lingkup Kegiatan

1. Sumur Resapan
Dalam proses pembuatan sumur resapan terdapat beberapa hal yang
harus diperhatikan, diantaranya adalah komponen bangunan sumur
resapan, persyaratan lokasi pembuatan dan persyaratan
konstruksi/desain dari sumur resapan itu sendiri.
a. Komponen Bangunan Sumur Resapan:
1) Saluran air sebagai jalan air yang akan dimasukkan ke dalam
sumur;
2) Bak kontrol yang berfungsi untuk menyaring air sebelum masuk
sumur resapan;
3) Pipa pemasukan atau saluran air masuk. Ukuran tergantung
jumlah aliran permukaan yang akan masuk;
4) Sumur resapan; serta
5) Pipa pembuangan yang berfungsi sebagai saluran pembuangan jika
air dalam sumur resapan sudah penuh.

b. Persyaratan Lokasi:
1) Sumur resapan dangkal harus berada pada lahan yang datar, tidak
berada pada lahan yang berlerang, curam, atau labil;
2) Sumur resapan dangkal dijauhkan dari tempat penimbunan
sampah, jauh dari septic tank (minimal 10 meter diukur dari tepi)
dan berjarak minimum 1 meter dari pondasi bangunan;
3) Lokasi sumur resapan yang akan dibuat supaya dicatat koordinat
geografisnya yang meliputi: lintang dan bujur, ketinggian lokasi
(dpl). Dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) atau
dengan ekstrapolasi peta topografi yang tersedia. Data koordinat
sumur resapan ini selanjutnya diperlukan untuk menyusun sistem
basis data pengelolaan lahan dan air sekaligus memantau kinerja
pelaksanaan kegiatan yang telah berjalan.

c. Persyaratan Konstruksi / Desain Teknis Sumur Resapan :
1) Bentuk sumur resapan dangkal boleh bundar atau empat persegi.
2) Sumur resapan dangkal harus diberi penutup, dapat
menggunakan pelat beton bertulang.
18

2-10 m
tergantun
g Jenis
dan
Lapisan
Tanah
3) Air hujan yang masuk ke dalam sumur resapan dangkal harus
melalui bak kontrol sebagai sediment mengendap di bagian
bawahnya.
4) Saluran air hujan yang masuk ke dalam sumur resapan dapat
menggunakan pipa berdiameter 6 inchi.
5) Jarak bak kontrol dengan sumur resapan dangkal kurang lebih 50
centimeter.
6) kedalaman sumur resapan dangkal sekitar antara 2 10 meter
diatas air tanah dangkal (sesuai dengan kedalaman air tanahnya).
7) kontruksi bangunan pada dinding sumur resapan dangkal dapat
menggunakan batako, bata merah dengan komposisi ada sela-sela
/pori-pori dengan bahan yang kasar(pecahan bata merah, kerikil
yang berongga).
8) Bagian dasar sumur resapan dangkal diisi dengan pecahan batu,
ijuk serta arang yang disusun secara berongga.
9) Bak kontrol dan sumur resapan dangkal dibersihkan setiap musim
kemarau dan musim penghujan dengan mengangkat bahan
pengendap (arang aktif, pasir, kerikil dan ijuk).

Gambar 19. Desain Konstruksi Sumur Resapan Dangkal










bak kontrol sedimen
10-15 cm kerakal / koral

Arang Aktif
Pasir
Koral
Injuk
19



Gambar 20. Desain Sistem peresapan pada Saluran Air Hujan (Tampak Samping)




Gambar 21. Desain Tutup dan Buis Beton Sistem peresapan pada Saluran Air Hujan










20

Gambar 22. Desain Sistem peresapan pada Saluran Air Hujan (tampak atas).






Gambar 23. Desain Bak Kontrol Sistem peresapan pada Saluran Air Hujan.





Keterangan:
Gambar 24 memperlihatkan desain yang unik pada buis beton yang ditanam pada bak/ sumur
peresapan. Bentuk/tipe sistem peresapan ini sengaja didesain agar air yang masuk ke dalam
sumur dapat segera diresapkan ke dalam tanah. Sehingga laju infiltrasi tanah menjadi lebih
besar, selain itu desain ini juga memperhatikan kekuatan rancang bangun sistem peresapan
itu sendiri.

21

2. Lubang Resapan Biopori
Lubang Resapan Biopori (LBR) adalah lubang silidris yang dibuat secara
vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 30 cm, kedalaman sekitar
100 cm atau melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang kemudian
diisi sampah orgtanik untuk mendorong terbentuknya biopori. Biopori
adalah pori berbentuk liang (terowongan kecil) yang dibentuk oleh
aktivitas fauna tanah atau akar tanaman.
Lubang Resapan Biopori (LBR) dapat dibuat di halaman rumah,
perkantoran, lapangan parkir, parit atau selokan yang berfungsi untuk
aliran pembuangan air hujan saja, serta di lahan kebun dan areal
terbuka lainnya.

Cara Pembuatan:
1. Buat lubang silindris ke dalam tanah dengan diameter 10 cm,
kedalaman 100 cm atau jangan melampaui kedalaman air tanah
pada dasar saluran atau alur yang telah dibuat dengan
menggunakan bambu, pipa besi atau alat bor tanah. Jarak antar
lubang 50 100 cm;
2. Mulut atau pangkal lubang dapat diperkuat dengan adukan semen
selebar 2- 3 cm, setebal 2 cm disekeliling mulut lubang;
3. Isi lubang LBR dengan sampah organik yang berasal dari dedaunan,
pangkasan rumput dari halaman atau sampah dapur;
4. Sampah organik perlu selalu ditambahkan ke dalam lubang yang
isinya sudah berkurang atau menyusut karena proses pelapukan;
serta
5. Kompos yang terbentuk dalam lubang dapat diambil setelah 2 3
bulan.



Gambar 24. Pembuatan lubang resapan dengan bor tanah atau Lubang Biopori




Membuat
lubang
dengan bor
tanah

22


Jumlah lubang biopori yang ada sebaiknya dihitung berdasarkan besar kecil
hujan, laju resapan air dan wilayah yang tidak meresap air dengan rumus :

Intensitas hujan (mm/jam) x luas bidang kedap air (m
2
)
laju resapan air perlubang (liter / jam).

Contoh:
Untuk daerah dengan intensitas hujan 50 mm/jam (hujan lebat), dengan laju
peresapan air perlubang 3 liter/menit (180 liter/jam) pada 100 m bidang kedap
perlu dibuat sebanyak : (50 x 100) : 180 = 28 lubang.

Gambar 25. Peralatan dalam membuat LRB dan bahan pengisi LRB


3. Embung (kolam tampungan air)
Metode kolam tampungan drainase dalam skala besar sangat mudah
untuk disosialisasikan melalui pola pemenuhan kebutuhan bahan
urugan atau bahan galian C (Gambar 27). Pemerintah dan masyarakat
dapat mencari lokasi tambang galian C, kemudian dikeruk. Hasil
galiannya dipakai sebagai bahan urug, bekas galiannya dipakai sebagai
kolam resapan air hujan sekaligus dapat dikembangkan untuk rekreasi.
Cara ini banyak dipraktekkan di negara-negara maju sehingga dalam
jangka waktu tertentu mereka mempunyai banyak sekali danau buatan
23


dari tambang galian C. Di samping itu, konstruksi kolam dapat dibangun
di areal permukiman.

Gambar 26. Kolam penampung air hujan (embung) dan drainase ramah lingkungan
pada pemukiman dan areal pertanian/perkebunan


















Selain di areal permukiman, dikenal juga kolam konservasi air hujan di
areal pertanian (Gambar 28). Kelebihan air hujan yang jatuh di areal
pertanian, termasuk limpasan dari jalan dan perkampungan di sekitar
areal pertanian, dapat ditampung pada kolam-kolam penampungan,
tidak langsung dibuang ke sungai.
Dimensi areal konservasi disesuaikan dengan luas daerah tangkapan air
hujan yang akan dimasukkan ke kolam tersebut dan karakteristik air
hujan. Perencanaan dimensi kolam dapat dilakukan dengan hitungan
rumus-rumus drainase hujan aliran biasa.


Gambar 27. Kolam konservasi air hujan di areal pertanian










4. Penanaman Pohon di Sekitar Mata Ai
Penanaman pohon di sekitar sumber


mata air yang berada di luar dan dalam kawasan hutan diutamakan
jenis tanaman lokal yang berumur panjang. Namun demikian apabila
ada alasan teknis lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan secara
bekas galian C yang dimanfaatkan
sebagai kolam tampungan air
(embung) sekaligus untuk rekreasi
masyarakat
kolam konservasi di areal pertanian /
perkebunan
sempadan sungai
sungai
sawah / tegalan
kolam
tampungan
air
selokan
menuju
kolam
24

ilmiah (saran dari ahli) dapat menggunakan tanaman lainnya dari luar
daerah. Umur dan besar bibit tanaman disesuaikan kondisi setempat.

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
1. Lokasi penanaman dapat berada di luar dan dalam kawasan hutan,
dan harus berada di sekitar sumber atau mata air;
2. Mudah terjangkau untuk akses pemeliharaan;
3. Lahan untuk lokasi penanaman bukan milik perseorangan atau
sejenisnya untuk memudahkan pengendalian;
4. Koordinasi dengan instansi terkait.

Komponen kegiatan penanaman pohon di sekitar sumber mata air yang
berada di luar kawasan hutan meliputi:
1) Pengadaan bibit tanaman;
2) Biaya penanaman;
3) Biaya pemeliharaan.


Gambar 28. Jarak tanam pohon di sekitar mata air



Teknis pelaksanaan penanaman pohon di sekitar mata air :
a. Pohon yang akan ditanam dipastikan memiliki ketinggian dan diameter
batang yang mencukupi dan dapat hidup di lokasi penanaman;
b. Tanam pohon yang sudah dipilih terlebih dahulu jenis pohonnya sesuai
dengan kondisi dan karakteristik lokasi penanaman, masukkan kedalam
lubang tanam yang telah disediakan terlebih dahulu;
c. Gunakan jarak tanam yang ideal dan mencukupi untuk ruang tumbuh
tanaman, bisa 3x3 meter, 4x4 meter, atau 5x5 meter (tergantung dari
jenis pohon yang ditanam);
d. Berikan pupuk organik (lebih direkomendasikan daripada pupuk jenis
kimia) di sekitar lokasi penanaman pohon, dan siram dengan air
secukupnya;
Jarak Tanam Pohon (3x3 meter, atau 4x4 meter, atau 5x5 meter)
Mata Air
25

e. Kemudian lakukan penjarangan dan penyiangan pohon dalam
pemeliharaannya, untuk memastikan kondisi pohon yang ditanam dapat
tumbuh dengan baik.

5. Pengolah Gulma (tanaman pengganggu) dan Pembuatan Media Tanam
(bitumen)
Pada dasarnya semua bahan organik yang mengandung unsur Karbon
(C) dan Nitrogen (N) dapat dikomposkan. Bahan organik yang dimaksud
antara lain jerami (limbah pertanian), tanaman air (Eceng Gondok,
Azolla, Ganggang biru) kotoran ternak, limbah industri (padat dan cair),
limbah rumah tangga (tinja, urine, sampah rumah tangga dan sampah
kota). Pemilihan bahan organik yang akan dikomposkan harus dilakukan
dengan baik terutama dengan besarnya nisbah Karbon Nitrogen (C/N),
karena nisbah C/N akan menentukan kecepatan/laju pengomposan.
Bahan organik yang mempunyai nisbah C/N yang tinggi memerlukan
waktu pengomposan yang cukup lama. Persyaratan agar terjadi
pengomposan yang optimal adalah nisbah C/N antara 30 s/d 50. Dalam
penuntun praktis ini bahan baku organik yang digunakan adalah Eceng
Gondok, jerami dan kotoran ternak. Selain itu digunakan bahan lain
yaitu EM4 untuk pasokan mikroorganisme.



Gambar 29. Jerami dan Enceng Gondok
sebagai material potensial untuk pembuatan pupuk organik



Peralatan yang digunakan dalam pengolahan gulma antara lain adalah :
a. Peralatan Manual
(1). Sekop, cangkul atau garpu digunakan untuk
pengadukan, pengumpulan dan penggeseran bahan
kompos, pembalikan dan penempatan dalam wadah.
(2). Ayakan / saringan digunakan untuk mengayak pupuk
organik yang sudah matang, untuk mendapatkan
ukuran yang diinginkan.
(3). Parang atau sabit digunakan untuk pencacahan secara
manual apabila bahan kompos berukuran besar.
(4). Ember digunakan untuk pencampuran air dengan
mikroorganisme pengaktif ataupun untuk perbanyakan
26

mikroorganisme pengaktif. Pencampuran dapat
dilakukan dalam gembor.
(5). Gembor digunakan untuk menyiram bahan kompos
dengan bahan pengaktif atau agar merata untuk
menjaga kelembaban.
(6). Sarung tangan, masker dan sepatu bot digunakan
sebagai pelindung untuk menjaga kesehatan dengan
semaksimal mungkin menghidari kontak langsung
dengan bahan baku dan kompos.
(7). Timbangan digunakan untuk menyiapkan bahanbahan
kompos dengan perbandinganperbandingan tertentu
dan untuk menimbang pupuk organik yang dihasilkan.
(8). Termometer digunakan untuk mengukur suhu pada saat
proses pengomposan. Jika suhu terlalu tinggi maka
harus dilakukan penurunan dengan cara pembalikan,
atau dibuat ventilasi untuk aliran udara.
(9). pH-meter digunakan untuk mengukur derajat
kemasaman, yaitu dengan ditancapkan ke dalam
campuran kompos dalam bak pengomposan.

b. Mesin Pencacah
Salah satu faktor yang menentukan kualitas kompos Eceng Gondok yang
dihasilkan, adalah tingkat kehalusan pencacahan Eceng Gondok dan
bahan baku lainnya. Semakin halus bahan-bahan sebelum
dikomposkan, kualitas kompos yang dihasilkan cenderung semakin baik.
Pencacahan dapat dilakukan misalnya dengan mesin pemotong rumput
gajah, mesin penggiling, atau modifikasi keduanya. Pada umumnya
mesin pencacah memiliki 3 bagian yaitu :
1) motor penggerak (mesin diesel berkekuatan 8 PK, 10 PK dan
seterusnya tergantung jumlah dan kapasitas penggilingan).
2) Bagian pencacah/penggiling yang terdiri dari leher/ as roda, dan
komponen yang bergerak yaitu pisau-pisau.
3) Bagian transmisi berupa sabuk (karet) yang dipasang dengan
ketegangan tertentu, tidak terlalu kendor maupun terlalu kencang.
Ada pula yang berupa gigi atau batang kaku.
Gambar 30. Contoh mesin pencacah dan penggiling







d
e
b
c
a
27

Keterangan : (a) mesin pencacah, (b) mesin pencacah, (c) pisau-pisau
pencacah, (d) proses pencacahan, (e) hasil pencacahan (Dok: HM, 2006).
Mesin ini harus dioperasikan sesuai petunjuk pengopera-sian yang
diinformasikan pada saat membeli atau dalam manual alat, serta harus
dirawat bagian-bagiannya sehingga pisau-pisaunya tidak tumpul, mesin
tidak berkarat dan macet, sehingga dapat digunakan untuk waktu
bertahun-tahun.

c. Bak Pengomposan
Agar mendapatkan hasil pupuk organik yang baik, bak pengomposan
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
(1). Memiliki kapasitas volume, dan lingkungan yang diinginkan.
(2). Terletak di tempat yang memungkinkan diterimanya sinar matahari
sehingga tercapai suhu pengomposan yang diperlukan dan tertutup
dari curah hujan.
(3). Bak pengomposan dapat berupa lubang yang digali di tanah, bak
dari kayu atau bambu, bekas drum, bak dinding beton, ataupun bak
pengomposan plastik yang telah dijual di pasaran.

Gambar 31. Contoh bak pengomposan dari bambu, dengan satu sisi yang dapat dibuka/ tutup
dan (b) Contoh desain bak pengomposan dari beton,
dengan sekat kayu yang dapat dibuka/tutup.






Gambar 32. Berbagai macam teknologi penghalus dan
pengayak pupuk organik yang matang.












(d)
(b)
(e)
(a)
(b) (a)

28

Teknik Pembuatan Media Tanam dari Enceng Gondok :
a) Proses Pengomposan :
Pengomposan adalah suatu usaha pengolahan bahan organik secara
biologi menjadi produk yang bersifat higienis dan humik, dapat
memperbaiki struktur tanah dan memberikan zat makanan bagi
tanaman. Pengomposan merupakan gabungan dari proses fisik,
kimia dan enzimologi yang terjadi selama degradasi bahan organik
dengan kondisi yang optimal.
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik maupun anaerobik.
Pengomposan secara aerobik sering digunakan, karena mudah dan
murah untuk dilakukan serta tidak memerlukan kontrol proses yang
sulit. Pengomposan secara aerobik membutuhkan mikroba aerob
untuk mendegradasi bahan organik, sementara pengomposan
anaerobik membutuhkan mikroba anaerobik.

b) Perubahan Fisik :
Selama proses pengomposan terjadi perubahan fisik dan kimia dari
bahan yang dikomposkan. Perubahan warna di akhir
pengomposan warna berubah menyerupai warna tanah.
Perubahan suhu Perubahan suhu merupakan parameter bagi
tingkat kegiatan perombakan bahan organik oleh mikroorganisme.
Jika proses pengomposan terjadi dengan baik, suhu akan naik pada
awal pengomposan kemudian turun, sampai akhir pengomposan
suhu sedikit di atas suhu udara.
Penyusutan volume dan pengurangan bobot. Penyusutan volume dan
pengurangan bobot yang terjadi selama proses pengomposan
disebabkan adanya proses pencernaan oleh mikroorganisme. Selama
proses ini bahan organik diuraikan menjadi unsur-unsur yang dapat
diserap oleh mikroorganisme tersebut.
Perubahan bau (kompos yang sudah matang tidak berbau, atau
hampir berbau sama dengan tanah/humus).
Perubahan struktur kompos (struktur kompos biasanya lepas, tidak
lengket dan tidak menggumpal).

c) Persiapan Bahan dan Penetapan Formula :
Pemilihan dan penetapan formula bahan baku pupuk organik sangat
penting agar memenuhi kriteria persyaratan terjadinya proses
pengomposan yang ideal.
Dalam hal pemilihan bahan baku Eceng Gondok, jerami dan kotoran
ternak harus diperhatikan ukuran, kelembaban dan pembandingan
bahan baku. Untuk memenuhi persyaratan ukuran yang ideal, Eceng
Gondok dan jerami dapat dicacah dengan mesin pencacah.
Sedangkan kotoran ternak yang digunakan dapat disesuaikan dengan
potensi daerah misalnya kotoran ayam, sapi, kambing, kerbau atau
guano (burung).
Dalam hal penentuan formula bahan baku dapat dipilih beberapa
alternatif antara lain:
Eceng Gondok: kotoran ternak = 70%:30 % (dalam berat).
29

Eceng Gondok: jerami: kotoran ternak 35% : 35% : 30% (dalam
berat).
Sebagai pengaktif mikroorganisme dapat digunakan EM4 atau
produk sejenis lainnya yang mudah diperoleh di pasaran.

d) Pengemasan:
Pengemasan pupuk organik biasanya dilakukan untuk keperluan
komersial atau jika akan disimpan. Pengemasan pupuk organik untuk
keperluan komersial dimaksudkan untuk:
Memudahkan bongkar muat
Menjaga kualitas pupuk
Agar kelihatan menarik

6. Pencegah Longsor Tebing Sungai Ramah Lingkungan
Tebing sungai yang merupakan bagian dari sempadan sungai,
merupakan komponen ekosistem sungai yang sangat penting dan perlu
kita jaga kelestariannya. Terdapat 2 (dua) mahzab besar dalam hal
pengelolaan dan penanganan permasalahan tebing sungai, diantaranya
adalah melalui konsep sipil teknis yang salah satunya melalui penurapan
sungai; serta konsep eko-hidraulik sungai yang lebih pro-lingkungan.


Gambar 33. Konsep penanganan bantaran sungai melalui sipil teknis penurapan
versus konsep eko-hidraulik


Gambar 34. Penggunaan tebing turap versus konstruksi eko-hidraulik

30



Kombinasi yang dapat digunakan dalam usaha perlindungan tebing sungai
adalah dengan melakukan penurapan tebing sungai tetapi dengan
mengkombinasikannya dengan penanaman pohon, seperti dapat terlihat pada
di bawah ini:

Gambar 35. Penerapan konsep eko-hidraulik dalam penurapan tebing sungai





Dikes, non eco-hydraulic
construction
Eco-hydraulic
construction
31

BANK SAMPAH


Salah satu filosofi dasar ditetapkannya Undang Undang Nomor 18 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Sampah adalah sudah saatnya memutarbalik
cara pandang kita terhadap sampah dan cara kita memperlakukan sampah.
Sudah saatnya kita memandang sampah sebagai sesuatu yang punya nilai
guna dan manfaat. Sehingga sudah tidak layak lagi jika sampah dibuang
percuma. Idiom yang dikenalkan salah seorang praktisi pengelolaan
sampah, yaitu dulu sampah sekarang berkah adalah istilah yang sungguh
tepat memaknai perubahan paradigma tentang sampah.


Bank sampah adalah salah satu strategi penerapan 3R dalam pengelolaan
sampah di tingkat masyarakat. Pelaksanaan bank sampah pada prinsipnya
adalah satu rekayasa sosial (social engineering) untuk mengajak
masyarakat memilah sampah. Mengajak masyarakat memilah sampah
adalah pekerjaan yang sangat sulit karena menyangkut kebiasaan, budaya,
dan ketidakpedulian sebagian besar masyarakat yang sangat rendah.
Melalui bank sampah, akhirnya ditemukan satu solusi inovatif untuk
memaksa masyarakat memilah sampah. Dengan menyamakan sampah
serupa uang atau barang berharga yang dapat ditabung, masyarakat
akhirnya terdidik untuk menghargai sampah sesuai jenis dan nilainya
sehingga mereka mau memilah sampah.


Tujuan Bank Sampah

Tujuan Bank Sampah ini adalah sebagai solusi reduksi sampah di tingkat
masyarakat karena kemampuannya yang menjadi bagian dari sistem rantai
pengumpulan sampah yang terintegrasi, meningkatkan kesehatan
masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai
sumber daya.


Arah Tujuan Pengelolaan Sampah

Dengan mengacu pada kebijakan nasional sebagaimana diuraikan di atas,
maka arah tujuan strategi ini dapat dirumuskan secara indikatif sebagai
berikut :

a. Pengurangan sampah, meliputi kegiatan :
- pembatasan timbulan sampah;
- pendauran ulang sampah dan/atau;
- pemanfaatan kembali sampah.
b. Penanganan sampah, meliputi kegiatan :
- pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah
sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah;
- pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah
dari seumber sampa ke tempat penampungan sementara atau tempat
pengolahan sampah terpadu;
- pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau
dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat
pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir;
- pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan
jumlah sampah; dan/atau
32

- pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah
dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan
secara aman.

c. Pemanfaatan sampah;
d. Peningkatan kapasitas; dan
e. Pengembangan kerjasama international.


Indikator Arah Tujuan

Rencana aksi ini merupakan program dalam rangka pengendalian pencemaran
lingkungan dari sampah, yang pencapaiannya diindikasikan dengan dua
indikator pokok, yaitu:
a. Indikator substansial (outcome/output) tentang pengurangan beban
pencemaran lingkungan dari sampah (limbah padat domestik);
b. Indikator manajerial (proses/input) mengenai kapasitas, upaya dan kinerja
kelembagaan, termasuk indikator good governance dan indikator yang
bersifat cross cutting.

Dua indikator di atas dirumuskan menjadi tolok ukur sebagai berikut :
1. Peningkatan dan penguatan ekonomi kerakyatan serta lingkungan yang
bersih dan hijau sehingga tercipta masyarakat yang sehat.
2. Diwujudkannya Good Governance dalam pengelolaan sampah dan
pengendalian pencemaran lingkungan dari sampah, sehingga terwujud
kelembagaan yang kapasitasnya meningkat secara berkelanjutan.





Faktor Kunci Keberhasilan

Tipologi faktor-faktor kunci, yang diprediksi paling menentukan keberhasilan
upaya menuju arah tujuan pengendalian pencemaan lingkungan dari sampah
melalui penerapan Bank Sampah adalah:
Komitmen para pimpinan di jajaran pemerintah pusat dan daerah;
Kapasitas kelembagaan dan pengorganisasian dalam jajaran pemerintah;
ARAH TUJUAN
RENCANA AKSI
1. Melestarikan fungsi lingkungan-
hidup dan peningkatan ekonomi
rakyat
Kontekstual rencana aksi :
Membaiknya lingkungan dan ekonomi
rakyat
2. Mengembangkan good governance
pada pengelolaan samapah dan
pengendalian pencemaran
lingkungan dari sampah
KEBIJAKAN NASIONAL
Diagram Penentuan Arah Tujuan
Kontekstual rencana aksi :
Menguatnya kapasitas dan kinerja
kelembagaan untuk peningkatan
pelaksanaan rencana aksi
33

Wawasan, apresiasi, aspirasi, dukungan dan partisipasi publik;
Sistem pendanaan;
Peraturan perundang-undangan, termasuk petunjuk pelaksanaan dan
petunjuk teknis;
Pengelolaan data dan sistem informasi, termasuk pelaporan berkala.


Strategi

Berdasarkan arah tujuan dan factor kunci sebagaimana dikemukakan di atas,
maka rencana aksi dilakukan dengan strategi sebagai berikut :
Revitalisasi data dan informasi yang mengindikasikan status kondisi
pengelolaan sampah dan urgensinya serta aksesibilitasnya kepada para
pengambil keputusan dalam rangka membangun komitmen para pimpinan
dan apresiasi serta partisipasi masyarakat;
Pelaksanaannya dilakukan bertahap, dimulai dengan lingkup sasaran dan
target yang disesuaikan dengan tingkat kapasitas kelembagaan pada saat
dimulai;
Penggalangan sumber daya kelembagaan, yang secara parsial relatif kecil,
menjadi satu kesatuan yang sinergik, melalui kemitraan, harmonisasi,
sinkronisasi, mobilisasi dan/atau kerjasama dengan pemerintah daerah
(provinsi, kabupetan, kota), lembaga/instansi pusat terkait dan konstituen
masyarakat;
Pengembangan kapasitas dilakukan secara simultan bersamaan dengan
pelaksanaan rencana aksi dan pengembangan kapasitas tersebut
didasarkan pada hasil pengkajian kebutuhan. Sedangkan pengkajian
kebutuhan tersebut didasarkan pada hasil pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan rencana aksi termaksud di atas.


Peran Pemerintah
a. Pusat :
1. Menyusun Pedoman Teknis Pembangunan dan Operasional bank
sampah
2. Pembangunan bank sampah percontohan
3. Modal awal untuk bank sampah dengan sistem pinjaman modal
bergulir
4. Mencarikan Mitra sebagai sumber pendanaan lain (CSR, hibah dan
PKBL)
5. Mengintegrasikan antara bank sampah dengan EPR
6. Monitoring dan evaluasi bank sampah
7. Kerjasama internasional

b. Daerah :
1. Replikasi percontohan bank sampah yang sudah berhasil
2. Pendampingan dan bantuan teknis
3. Pelatihan
4. Monitoring dan evaluasi bank sampah
5. Bantuan hibah

Parameter Evaluasi Keberhasilan

Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan rencana aksi ini, dan untuk
penyesuaian rencana kerja tahunan, serta pelaporan berkala sesuai dengan
prinsip akuntabilitas dan transparansi maka dilakukan pemantauan dan
34

evaluasi. Secara garis besar parameter-parameternya meliputi tiga tipologi
yaitu yang mengindikasikan proses, keluaran hasil kegiatan (output), dan hasil
berupa kemanfaatan sebagai dampak positifnya (outcome). Parameter-
parameter dari tiap tipologi tersebut diuraikan sebagaimana ditunjukkan
dalam Tabel di bawah ini.

Indikator Keberhasilan dan Contoh Parameternya
Tipologi Indikator Parameter
Proses
Komitmen dan agenda kemitraan / kerjasama
Intensitas pertemuan koordinasi
Keterpaduan dalam penyusunan rencana aksi
Peraturan, petunjuk pelaksanaan, dan petunjuk
teknis
Pendataan, pelaporan, publikasi, aksesibilitas
Kompetensi aparatur pelaksana
Lainnya : .............
Keluaran (output)
Komitmen dan agenda kemitraan / kerjasama
Intensitas koordinasi dan efektifitasnya
Rencana Aksi pencapaian target pembangunan
bank sampah di tiap kabupaten/kota
Partisipasi sektor swasta
Partisipasi konstituen masyarakat
Data hasil pemantauan
Lainnya : .............
Hasil (outcome)
Tingkat kesehatan dan sanitasi
Peningkatan potensi sumber pendapatan
penduduk
Penurunan anggaran belanja untuk
penanggulangan wabah penyakit karena sampah
Peningkatan PAD
Lainnya : .............


Pentahapan

Pelaksanaan rencana aksi ini direncanakan untuk dilakukan secara bertahap.
Secara garis besar tahapannya adalah :
Tahap perintis (start up);
Tahap peningkatan lingkup kerja (scale up);
Tahap pemantapan sistem (steady state).

Keberhasilannya dalam tahap pertama, hingga 2014, ditargetkan pada
indikator proses dan keluarannya (output). Pada tahap perintisan, terutama
apabila kapasitas kelembagaan masih terbatas, pelingkupan lokasi kerjanya
difokuskan pada satu kecamatan, dengan pembangunan 5 bank sampah, agar
sumberdaya kelembagaan yang ada dapat difokuskan untuk intensifikasi
pelaksanaan operasional bank sampah, sehingga hasilnya berupa terpilah dan
terolahnya sampah di lokasi tersebut yang meninbgkat secara signifikan.

Target keberhasilan dalam tahap lima tahun kedua, 20142019, ditambah
dengan indikator hasil dan dampak positif sebagai akibat dari pendaya-gunaan
masyarakat dalam pengelolaan sampah (outcome).





35

Pelingkupan

Sedangkan pelingkupannya meliputi tiga dimensi ruang lingkup, yaitu: lingkup
lokasi kerja, lingkup kelompok sasaran, dan lingkup kegiatan.

Lingkup Lokasi Kerja
Lingkup lokasi kerjanya meliputi Kabupaten/ Kota, yang dapat berupa
kawasan RT, RK, Kelurahan atau Kecamatan

Lingkup Kelompok Sasaran
Kelompok sasaran rencana aksi ini adalah lokasi sumber sampah yang dapat
meliputi permukiman, pasar, sekolah, dan kantor.

Lingkup Kegiatan
Kegiatan rencana aksi ini pada hakekatnya adalah pembangunan bank
sampah yang kegiatannya meliputi pemilahan sampah, pendaur ulangan
sampah anorganik dan organik.


Pencapaian sasaran-sasaran pokok rencana aksi ini, sebagaimana dijelaskan
dalam bab sebelumnya, dilakukan melalui pelaksanaan kegiatan yang
dikelompokkan berdasarkan tipologi kelompok sasaran dan piranti kebijakan
pengendaliannya, menjadi paket-paket kegiatan sebagaimana ditunjukkan dam
tabel berikut ini.

Tipologi Paket Kegiatan
Sasaran Kegiatan Keterangan
Pengolahan
sampah
A Pemilahan sampah;
B
Daur ulang sampah
anorganik

C Komposting
D Penerapan EPR
E Lainnya;
Meningkatkan
kapasitas dan
kinerja
kelembagaan
F
Pengembangan
Kelembagaan dan
Peningkatan Kapasitas;

G
Pengelolaan Data,
Informasi, dan Publikasi

H
Penyediaan sarana dan
prasarana pengelolaan
sampah yang mamadai

I
Sosialisasi Dan
Partisipasi Masyarakat.

J Lainnya: .




36

Konsep bank sampah ini dimaksudkan sebagai panduan dan untuk
menyelaraskan serta menyerasikan (harmonisasi) proses penyusunan rencana
aksi pengelolaan sampah pada suatu kabupaten/kota. Harmonisasi ini
dimaksudkan agar pelaksanaannya dapat sinergik, saling menguntungkan
(simbiose mutualistis), secara efektif dan efisien, menuju pencapaian sasaran
dan tujuan pengelolaan sampah. Harmonisasi antar sektor seperti Kementerian
Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Sosial dan PKK
diperlukan mengingat bahwa cukup banyak unit kerja yang memiliki
wewenang, tugas dan/atau fungsi berkaitan dengan pengelolaan sampah dan
kesejahteraan masyarakat, baik dalam jajaran pemerintah di tingkat nasional
maupun di tingkat daerah.

Kelembagaan bank sampah :
a. Koperasi
b. Yayasan

Persyaratan minimal kantor bank sampah:

No
Komponen Dari
Bank Sampah
Spesifikasi
1 2 4
I






KONSTRUKSI UMUM BANGUNAN BANK
SAMPAH

1. Lantai

a. Kuat/ Utuh
b. Bersih
c. Pertemuan lantai dan dinding
berbentuk konus/lengkung
d. Kedap air
e. Rata
f. Tidak licin
g. tidak miring
h. Luas lantai bank sampah > 40 m2
2. Dinding

a. Kuat
b. Rata
c. Bersih
d. Berwarna terang
e. Kering
3. Ventilasi *) :
3.1. Apabila Bank Sampah dengan Ventilasi
Gabungan (Alam dan Mekanis)
a. Ventilasi alam, lubang ventilasi
minimum 15% x luas lantai
b. Ventilasi mekanis (fan, AC, exhauter)
3.2. Apabila Bank Sampah Hanya Ventilasi
Alam
Lubang ventilasi min. 15% x luas lantai
4. Atap a. Bebas serangga dan tikus
b. Tidak bocor
c. Kuat
5. Langit-langit a. Tinggi langit-langit minimal 2,7m
dari lantai
b. Kuat
c. Berwarna terang
d. Mudah dibersihkan
6. Pintu Bank Sampah





a. Dapat mencegah masuknya serangga
dan tikus
b. Kuat
c.Membuka kearah luar
7. Lingkungan Bank Sampah :
7.1. Pagar a. aman dari risiko kecelakaan
b. Kuat
37

7.2. Halaman


a. Bersih
b. Tidak berdebu/ tidak becek
c. Tersedia tempat sampah
tertutup
7.3. Taman a. Indah dan rapi
b. Ada pohon perindang
7.4. Parkir a. Terpisah dari ruang
perawatan
b. Bersih
c. Tertata/rapi
8. Drainase Sekitar Bank Sampah a. Ada sumur resapan/Biopori
b. Air mengalir lancar
9. Ruang pelayanan penabung a. Terdapat ruang pemilahan sampah
b. Terdapat meja, kursi, timbangan,
almari, APAR
c. Terdapat instrumen bank sampah
d. Bebas serangga & tikus
f. Tidak berbau (terutama H2S dan atau
NH3)
g. Pencahayaan 100-200 lux
h. Suhu Ruang 22 - 24 C (Apabila
Bank Sampah dengan AC) atau suhu
kamar (tanpa AC)


Standard Nasional Manajemen Bank Sampah

1. Nama Bank Sampah :
2. Alamat Bank Sampah :

NO
KOMPONEN DARI
BANK SAMPAH
SUB-KOMPONEN
1 2 4
I. Penabung Sampah a. Dilakukan penyuluhan bank sampah
minimal tiga bulan sekali
b. Setiap penabung diberikan 3
wadah/tempat sampah terpilah
c. Penabung mendapat buku rekening
dan nomor rekening tabungan
sampah
d. Telah melakukan pemilahan sampah
e. Telah melakukan upaya mengurangi
sampah
II. Pengelola Bank Sampah a. Menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD) selama melayani penabung
sampah
b. Mencuci tangan menggunakan sabun
sebelum dan sesudah melayani
penabung sampah
c. Direktur Bank Sampah
Berpendidikan minimal
SMA/sederajat
d. Telah mengikuti pelatihan bank
sampah
e. Melakukan Monitoring dan Evaluasi
(MONEV) minimal sebulan sekali
dengan melakukan rapat pengelola
bank sampah
f. Jumlah pengelola harian minimal 5
orang
g. Pengelola mendapat gaji/insentif
setiap bulan
III.
Pengepul/Pembeli Sampah/Industri Daur
Ulang
a. Tidak melakukan pembakaran
sampah
b. Mempunyai naskah kerjasama/MOU
38

dengan Bank Sampah sebagai mitra
dalam pengelolaan sampah
c. Mampu menjaga kebersihan
lingkungan seperti tidak adanya
jentik nyamuk dalam sampah
kaleng/botol
d. Mempunyai ijin usaha
IV.
Pengelolaan Sampah di Bank Sampah a. Sampah layak tabung diambil oleh
pengepul maksimal sebulan sekali
b. Sampah layak kreasi didaurulang
oleh pengrajin binaan bank sampah
c. Sampah layak kompos dikelola skala
RT dan atau skala komunal
d. Sampah layak buang (residu) diambil
petugas PU seminggu 2 kali
e. Cakupan wilayah pelayanan bank
sampah minimal satu kelurahan (>
500 kepala keluarga)
f. Sampah yang diangkut ke TPA
berkurang 30-40% setiap bulannya
g. Jumlah penabung bertambah rata-
rata 5-10 penabung setiap bulannya
h. Adanya replikasi bank sampah
setempat ke wilayah lain
V.
Peran Instansi (Pemerintah dan/atau
swasta) Terkait Bank Sampah
a. Sebagai fasilitator dalam
pembangunan dan pelaksanaan Bank
Sampah
b. Menyediakan data Pengepul/Pembeli
Sampah bagi bank sampah
c. Menyediakan data industri daur
ulang
d. Memberikan reward bagi bank sampah
VI
Alat dan Bahan untuk operasional Bank
Sampah
Buku Tabungan
Alat tulis
Komputer PC
*) pilih salah satu yang sesuai

Catatan:
Yang dimaksud dengan fasilitator adalah:
Membantu dalam memfasilitasi keperluan pembangunan dan pelaksanaan bank sampah,
antara lain:
a. membantu dalam memfasilitasi penggalangan dana CSR
b. penyediaan infrastruktur, sarana dan prasarana bagi berdirinya bank sampah
c. pengurusan perijinan usaha bank sampah
d. membantu dalam memasarkan produk daur ulang sampah (kompos, kerajinan)


ADIWIYATA

Penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah di sekolah-sekolah
peserta Program Adiwiyata.

Dalam mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan perlu
didukung sarana dan prasarana yang mencerminkan upaya pengelolaan
lingkungan hidup. Salah satu upaya pengelolaan dan pengembangan sarana
dan prasarana tersebut adalah dengan pengembangan sistem pengelolaan
sampah di sekolah-sekolah.

Pengembangan sistem pengelolaan sampah di sekolah dilakukan melalui
kegiatan-kegiatan yang terkait dengan upaya pembatasan timbulan sampah
(reduce), pendauran ulang sampah (recycle), pemanfaatan kembali sampah
(reuse).

39

Sarana dan prasarana pengelolaan sampah di sekolah yang dapat dialokasikan
dari anggaran DAK Bidang LH Tahun 2012 antara lain meliputi :
a. Sarana dan prasarana penampungan dan pemilahan sampah;
b. Sarana dan prasarana pendauran ulang sampah;
c. Sarana dan prasarana pemanfaatan kembali sampah; serta
d. Sarana dan prasarana pengolahan sampah (kompos) dan
e. kegiatan lain yang terkait dengan upaya pengelolaan sampah dilingkungan
sekolah yang bersifat fisik.


MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BALTHASAR KAMBUAYA


Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas




Inar Ichsana Ishak

1
LAMPIRAN II
PERATURAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
NOMOR 17 TAHUN
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PEMANFAATAN
DANA ALOKASI KHUSUS
BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
TAHUN ANGGARAN 2012

PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN
DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

I. LAPORAN KEGIATAN DAK BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

A. JENIS LAPORAN

Laporan yang harus disusun dan disampaikan kepada Menteri melalui
Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup dan Kepala Pusat Pengelolaan
Ekoregion dalam rangka pelaksanaan kegiatan yang dibiayai DAK Bidang LH,
meliputi:
1. Laporan triwulan kemajuan pelaksanaan kegiatan dan anggaran.
Muatan dan tata laksana laporan triwulan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana
Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2012.
2. Laporan tahunan realisasi pelaksanaan kegiatan.
Memuat realisasi pelaksanaan kegiatan secara keseluruhan dalam satu
tahun serta memasukkan rangkuman dari keseluruhan Laporan Triwulan
yang disusun.
3. Laporan hasil kegiatan, terdiri atas:
a. laporan hasil DAK untuk pemantauan kualitas lingkungan;
b. laporan hasil DAK untuk pengendalian pencemaran lingkungan;
c. laporan hasil DAK untuk perlindungan fungsi lingkungan hidup;
d. laporan hasil DAK untuk penurunan emisi GRK; dan
e. laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD).

B. LAPORAN HASIL DAK UNTUK PEMANTAUAN KUALITAS LINGKUNGAN

Laporan hasil DAK untuk pemantauan kualitas lingkungan disampaikan
kepada Menteri c.q. Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup dengan
tembusan kepada Kepala Pusat Pengelolaan Ekoregion dan Kepala Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Lingkungan Hidup Provinsi dalam bentuk
hard copy/cetak dan file soft copy paling lama minggu ketiga bulan November.

Laporan hasil DAK untuk pemantauan kualitas lingkungan terdiri atas:
1. Laporan Hasil Pemantauan Kualitas Air Sungai, memuat:
a. Bab I Pendahuluan, memuat:
1) kondisi dan tekanan yang terjadi di sungai prioritas selama 5 (lima)
tahun terakhir, serta isu-isu yang muncul selama 1 (satu) tahun
terakhir;
2) ringkasan hasil pemantauan kualitas air sungai prioritas; dan
3) target pelestarian sungai prioritas.



2
b. Bab II Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Pemantauan Kualitas Air,
memuat:
1) Gambaran optimasi keseluruhan sarana dan prasarana pemantauan
kualitas air yang tersedia sampai dengan tahun anggaran 2012 yang
meliputi:
a) kondisi sarana dan prasarana pemantauan kualitas air yang
tersedia sampai dengan tahun anggaran 2011 (apabila sudah
ada); dan
b) manfaat pengadaan sarana dan prasarana tahun anggaran 2012
terhadap optimasi penggunaan sarana dan prasarana
pemantauan kualitas air secara keseluruhan.

2) Ringkasan pemanfaatan DAK dalam pengadaan sarana dan
prasarana pemantauan kualitas air tahun anggaran 2012 yang
meliputi:
a) alasan pemilihan jenis/spesifikasi sarana dan prasarana yang
diadakan melalui DAK;
b) ringkasan proses pengadaan sarana dan prasarana tersebut;
c) pencapaian antara rencana dan pelaksanaan kegiatan (termasuk
realisasi anggaran dan kegiatan);
d) hasil akhir yang terbangun atau tersedia;
e) kendala yang dihadapi; dan
f) masukan untuk perbaikan ke depan.

3) Ringkasan pemanfaatan sarana dan prasarana dalam pelaksanaan
pemantauan kualitas air tahun anggaran 2012 yang meliputi:
a) proporsi pelaksanaan pemantauan dengan menggunakan
peralatan dan sumberdaya manusia (SDM) yang dimiliki terhadap
keseluruhan jumlah pemantauan yang dilakukan selama tahun
anggaran 2012 (sebagai kebalikan dari proporsi pelaksanaan
pemantauan yang dilakukan pihak lain/pihak ketiga);
b) upaya pemanfaatan dan hasil positif yang diperoleh;
c) kendala dan hambatan yang dihadapi; dan
d) masukan untuk perbaikan ke depan.

c. Bab III Hasil Pemantauan Kualitas Air Sungai Prioritas, memuat:
1) Metoda Sampling, yang meliputi:
a) penyampaian informasi tentang cara pengambilan sampling dan
lokasi (titik) pengambilannya; dan
b) penyampaian data tentang pelaksana dan laboratorium yang
melaksanakan pengambilan sampel dan analisis.
2. Penyampaian data/tabel pemantauan kualitas air sungai. Laporan
Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Pemantauan Kualitas Udara,
memuat:
a. Gambaran optimasi keseluruhan sarana dan prasarana pemantauan
kualitas udara yang tersedia sampai dengan tahun anggaran 2012
yang meliputi:
1) kondisi sarana dan prasarana pemantauan kualitas udara yang
tersedia sampai dengan tahun anggaran 2011 (apabila sudah ada);
dan
2) manfaat pengadaan sarana dan prasarana tahun anggaran 2012
terhadap optimasi penggunaan sarana dan prasarana pemantauan
kualitas udara secara keseluruhan.



3
b. Ringkasan pemanfaatan DAK dalam pengadaan sarana dan prasarana
pemantauan kualitas udara tahun anggaran 2012 yang meliputi:
1) alasan pemilihan jenis/spesifikasi sarana dan prasarana yang
diadakan melalui DAK;
2) ringkasan proses pengadaan sarana dan prasarana tersebut;
3) pencapaian antara rencana dan pelaksanaan kegiatan (termasuk
realisasi anggaran dan kegiatan);
4) hasil akhir yang terbangun atau tersedia;
5) kendala yang dihadapi; dan
6) masukan untuk perbaikan ke depan.

c. Ringkasan pemanfaatan sarana dan prasarana dalam pelaksanaan
pemantauan kualitas udara tahun anggaran 2012 yang meliputi:
1) proporsi pelaksanaan pemantauan dengan menggunakan
peralatan dan sumberdaya manusia (SDM) yang dimiliki terhadap
keseluruhan jumlah pemantauan yang dilakukan selama tahun
anggaran 2012 (sebagai kebalikan dari proporsi pelaksanaan
pemantauan yang dilakukan pihak lain/pihak ketiga);
2) upaya pemanfaatan dan hasil positif yang diperoleh;
3) kendala dan hambatan yang dihadapi; dan
4) masukan untuk perbaikan ke depan.

3. Laporan Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Pemantauan Kualitas Tanah
untuk Produksi Biomassa, memuat:
1. Bab I Hasil Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Pemantauan Kualitas
Tanah untuk Produksi Biomassa, meliputi:
1) Gambaran optimasi keseluruhan sarana dan prasarana
pemantauan kualitas tanah yang tersedia sampai dengan tahun
anggaran 2012 yang meliputi:
a) kondisi sarana dan prasarana pemantauan kualitas tanah yang
tersedia sampai dengan tahun anggaran 2011 (apabila sudah
ada); dan
b) manfaat pengadaan sarana dan prasarana tahun anggaran
2012 terhadap optimasi penggunaan sarana dan prasarana
pemantauan kualitas tanah secara keseluruhan.
2) Ringkasan pemanfaatan DAK dalam pengadaan sarana dan
prasarana pemantauan kualitas tanah tahun anggaran 2012 yang
meliputi:
a) alasan pemilihan jenis/spesifikasi sarana dan prasarana yang
diadakan melalui DAK;
b) ringkasan proses pengadaan sarana dan prasarana tersebut;
c) pencapaian antara rencana dan pelaksanaan kegiatan
(termasuk realisasi anggaran dan kegiatan);
d) hasil akhir yang terbangun atau tersedia;
e) kendala-kendala yang dihadapi; dan
f) masukan untuk perbaikan ke depan.

3) Ringkasan pemanfaatan sarana dan prasarana dalam pelaksanaan
pemantauan kualitas tanah tahun anggaran 2012 yang meliputi:
a) proporsi pelaksanaan pemantauan dengan menggunakan
peralatan dan SDM yang dimiliki terhadap keseluruhan jumlah
pemantauan yang dilakukan selama tahun anggaran 2012
(sebagai kebalikan dari proporsi pelaksanaan pemantauan yang
dilakukan pihak lain/pihak ketiga);
b) upaya pemanfaatan dan hasil positif yang diperoleh;
c) kendala dan hambatan yang dihadapi; dan
d) masukan untuk perbaikan ke depan.
4

2. Bab II Hasil Pemantauan Kualitas Tanah, memuat:
1) Metoda sampling, meliputi:
a) penyampaian informasi tentang cara pengambilan sampling dan
lokasi (titik) pengambilannya; dan
b) penyampaian data tentang pelaksana dan laboratorium yang
melaksanakan pengambilan sampel dan analisis.

2) Penyampaian data/tabel pemantauan kualitas tanah sebagaimana
contoh berikut:

CONTOH:
LAPORAN PEMANTAUAN
KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA

A. Umum
1. No. Form :
2. Tanggal Pemantauan :
3. Nama Observer :
4. GPS-UTM : Zone..........S/N; X :............; Y :..............
Elevasi : .............. m dpl
5. Lokasi : Provinsi : ............. Kab : .............. Kec : ..................
Desa : ................... Dusun/KP :........................
6. Penggunaan lahan :
7. Vegetasi/tanaman (eksisting) :
8. Lereng : (%)
9. Erosi aktual : 1) Tidak erosi; 2) Erosi; 3) Longsor; 4) Lainnya
10.Tindakan konservasi : 1) Tidak diteras; 2) Diteras; 3) Lainnya
11.Konservasi vegetatif :
12.Catatan :

B. Parameter Kerusakan Tanah Lahan Kering
1. Ketebalan solum : (cm)
2. Kebatuan permukaan : (%)
3. Komposisi fraksi pasir : (%) koloid; (%) pasir kuarsatik
4. Berat isi : (g/cm3)
5. Porositas total : (mV)
6. Derajat pelulusan air : (%)
7. pH (H2O) 1 : 2,5 :
8. Daya hantar listrik : (mS/cm)
9. Redoks : (mV)
10.Jumlah mikroba : (cfu/g tanah)
11.Lapisan tanah tererosi : (cm/thn)

C. Parameter Kerusakan Lahan Gambut
1. Subsidensi gambut diatas pasir kuarsa : (cm/thn)
2. Kedalaman lapisan berpirit dari permukaan tanah : (cm)
3. Kedalaman air tanah dangkal : (cm)
4. Redoksi untuk tanah berpirit : (mV)
5. Redoksi untuk gambut : (mV)
6. pH (H2O) 1 : 2,5 :
7. Daya hantar listrik : (mS/cm)
8. Jumlah mikroba : (cfu/g tanah)




5
C. LAPORAN HASIL DAK UNTUK PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN

Laporan hasil DAK untuk pengendalian pencemaran lingkungan disampaikan
kepada Menteri c.q. Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup dengan
tembusan kepada Kepala Pusat Pengelolaan Ekoregion dan Kepala SKPD
Lingkungan Hidup Provinsi dalam bentuk hard copy/cetak dan file soft copy
paling lama minggu ketiga bulan November.

Laporan hasil DAK untuk pengendalian pencemaran lingkungan terdiri atas:

1. Laporan Pemanfaatan Sarana dan Prasarana IPAL Laboratorium, UKM,
dan/atau Fasilitas Kesehatan (bila lebih dari satu, diuraikan tersendiri),
memuat:
a. Gambaran optimasi keseluruhan sarana dan prasarana IPAL
Laboratorium, UKM dan/atau Fasilitas Kesehatan yang tersedia
sampai dengan tahun anggaran 2012 yang meliputi:
1) kondisi sarana dan prasarana IPAL yang tersedia sampai dengan
tahun anggaran 2011 (apabila sudah ada); dan
2) manfaat pengadaan sarana dan prasarana tahun anggaran 2012
terhadap optimasi penggunaan sarana dan prasarana IPAL secara
keseluruhan.

b. Ringkasan pemanfaatan DAK dalam pengadaan sarana dan prasarana
IPAL tahun anggaran 2012 yang meliputi:
1) alasan pemilihan jenis/spesifikasi sarana dan prasarana yang
diadakan melalui DAK;
2) ringkasan proses pengadaan sarana dan prasarana tersebut;
3) pencapaian antara rencana dan pelaksanaan kegiatan (termasuk
realisasi anggaran dan kegiatan);
4) hasil akhir yang terbangun atau tersedia;
5) kendala yang dihadapi;dan
6) masukan untuk perbaikan ke depan.

c. Ringkasan pemanfaatan sarana dan prasarana dalam pelaksanaan
pengolahan air limbah tahun anggaran 2012 yang meliputi:
1) upaya pemanfaatan dan hasil yang diperoleh;
2) kendala dan hambatan yang dihadapi; dan
3) masukan untuk perbaikan ke depan.
2. Laporan Hasil Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Penunjang Pengelolaan
Sampah di TPS Fasum dan Fasos, memuat:
a. Bab I Pendahuluan.
1) menceritakan kondisi pengelolaan persampahan secara umum dan
pada fasilitas umum dan fasilitas sosial secara khusus; dan
2) menyampaikan target pengelolaan sampah fasilitas umum dan
fasilitas sosial dengan penekanan khusus pada TPS.
b. Bab II Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Transportasi dan Pengolah
Sampah pada TPS Fasum dan Fasos, memuat:
1) Gambaran optimasi keseluruhan sarana dan prasarana prasarana
transportasi dan pengolah sampah pada TPS Fasum dan Fasos
yang tersedia sampai dengan tahun anggaran 2012 yang meliputi:
a) kondisi sarana dan prasarana yang tersedia sampai dengan
tahun anggaran 2011; dan
b) manfaat pengadaan sarana dan prasarana tahun anggaran
2012 terhadap optimasi penggunaan sarana dan prasarana
transportasi dan pengolah sampah pada TPS fasum dan fasos
secara keseluruhan.
6

2) Ringkasan pemanfaatan DAK dalam pengadaan sarana dan
prasarana transportasi dan pengolah sampah TPS fasum dan fasos
tahun anggaran 2012 yang meliputi:
a) alasan pemilihan jenis/spesifikasi sarana dan prasarana yang
diadakan melalui DAK;
b) ringkasan proses pengadaan sarana dan prasarana tersebut;
c) pencapaian antara rencana dan pelaksanaan kegiatan
(termasuk realisasi anggaran dan kegiatan);
d) hasil akhir yang terbangun atau tersedia;
e) kendala yang dihadapi; dan
f) masukan untuk perbaikan ke depan.

3) Ringkasan pemanfaatan sarana dan prasarana tersebut tahun
anggaran 2012 yang meliputi:
a) upaya pemanfaatan dan hasil positif yang diperoleh;
b) kendala dan hambatan yang dihadapi; dan
c) masukan untuk perbaikan ke depan.

c. Bab III Laporan Periodik Bulanan Terhadap Volume Sampah
Harian sesuai dengan contoh format di bawah ini:

CONTOH FORMAT
LAPORAN PERIODIK BULANAN TERHADAP VOLUME SAMPAH HARIAN
UNTUK TAHUN BERJALAN

A. Umum
1. Nama kabupaten/kota :
2. Provinsi :
3. Jumlah penduduk kabupaten/kota
a. Administratif : (jiwa)
b. Di wilayah dengan kepadatan penduduk > 5000 jiwa/km2 :
(jiwa)
c. Tingkat pertumbuhan penduduk : (% per tahun)
4. Luas wilayah kota
a. Luas administratif :
b. Luas wilayah yang mendapat pelayanan kebersihan :

B. Pengelolaan Persampahan
1. Timbulan sampah :
2. Sampah terangkut :
3. Sistem pengolahan sampah kota (contoh : landfill, incinerator dan
3R) :
4. Kapasitas kegiatan 3R (re-use, reduce, recycle) yang telah tersedia/
dilaksanakan :
a. Teknologi pengkomposan :
b. Teknologi pembuatan kertas daur ulang :
c. Teknologi pembuatan plastik :
d. Teknologi logam :
e. Teknologi pembuatan gelas :
f. Teknologi pembakaran :
g. Lain-lain (sebutkan) :
5. Uraian kegiatan 3R (re-use, reduce, recycle) yang dilaksanakan
dengan menggunakan dana DAK :
a. Sumber sampah dan pengelola unit 3R terkait :
b. Pengelola dan lokasi 3R yang menerapkan :
1) pemilahan
7
2) pencacahan
3) pengepakan
4) pengkomposan
5) daur ulang (sebutkan pula jenis sampah yang didaur ulang)
c. Uraian siklus dan alur sistem 3R setiap pengelola dan lokasi:
d. Lokasi pembuangan dan metoda pengolahan residu/produk
sampah yang tidak terdaur ulang:
e. Biaya dan sumber pendanaan operasional dan pemeliharaan
setiap pengelola dan lokasi:
f. Rincian sarana dan prasarana setiap pengelola dan lokasi:
1) Hanggar utama
a) jenis konstruksi
b) luas (m2)
c) unit penerima sampah
d) pilah manual (Belt conveyor)
e) pemotong (Shredder)
f) area untuk stok
g) bengkel dan gudang
h) unit pemotong plastik
i) area dan unit penyaring kompos
j) fasum, antara lain tempat ibadah, toilet, dan keamanan.
2) Hanggar pengkomposan dan unit lain
a) jenis konstruksi
b) luas (m2)
c) proses pengomposan : windows, dipercepat, stok produk
dan gudang kompos
3) Kantor administrasi
a) jenis konstruksi
b) luas (m2)
4) Utilitas
a) sumber air kebutuhan proses
b) sumber air untuk lain-lain
c) sumlah kW penggunaan listrik
d) sumber listrik (PLN/genset)
g. Target pencapaian program 3R dalam pengurangan sampah :
1) Tahun 2012 : (%)
2) Tahun 2015 : (%)
3) Tahun 2020 : (%)


D. LAPORAN HASIL DAK UNTUK PENCEGAHAN PERUBAHAN IKLIM

Laporan hasil DAK untuk pencegahan perubahan iklim disampaikan kepada
Menteri c.q. Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup dengan tembusan
kepada Kepala Pusat Pengelolaan Ekoregion dan Kepala SKPD Lingkungan
Hidup Provinsi dalam bentuk hard copy/cetak dan file soft copy paling lama
minggu ketiga bulan November.

Laporan hasil DAK untuk penurunan emisi GRK terdiri atas:

1. Laporan penyediaan RTH sebagai paru-paru kota dan pelestarian kehati
dalam bentuk taman hijau, taman kota, dan/atau taman kehati (bila lebih
dari satu, diuraikan tersendiri), memuat:
a. Gambaran keberadaan RTH yang berfungsi sebagai paru-paru kota
sampai dengan tahun anggaran 2012 yang meliputi:
1) kondisi RTH yang memang murni ditujukan sebagai paru-paru kota
tersedia sampai dengan tahun anggaran 2011; dan
8
2) peran dan posisi taman hijau, taman kota, dan/atau taman kehati
tambahan yang diadakan tahun anggaran 2012 terhadap
perencanaan pencegahab perubahan iklim secara umum.

b. Ringkasan pemanfaatan DAK dalam pengadaan taman hijau, taman
kota dan/atau taman kehati tahun anggaran 2012 yang meliputi:
a) alasan pemilihan lokasi, luasan, dan spesifikasi taman hijau, taman
kota dan/atau taman kehati yang diadakan melalui DAK;
b) ringkasan proses pengadaan;
c) pencapaian antara rencana dan pelaksanaan kegiatan (termasuk
realisasi anggaran dan kegiatan);
d) hasil akhir yang terbangun atau tersedia;
e) kendala dan hambatan yang dihadapi; dan
f) masukan untuk perbaikan ke depan.

2. Laporan Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Pengolah Limbah Organik
menjadi Biogas, memuat:
a. Gambaran optimasi keseluruhan sarana dan prasarana pengolah
limbah organik menjadi biogas yang tersedia sampai dengan tahun
anggaran 2012 yang meliputi:
1) kondisi sarana dan prasarana pemantauan yang tersedia sampai
dengan tahun anggaran 2011 (apabila sudah ada); dan
2) manfaat pengadaan sarana dan prasarana tahun anggaran 2012
terhadap optimasi penggunaan sarana dan prasarana pengolah
limbah organik menjadi biogas secara keseluruhan.

b. Ringkasan pemanfaatan DAK dalam pengadaan sarana dan prasarana
pengolah limbah organik menjadi biogas tahun 2012 yang meliputi:
1) alasan pemilihan jenis/spesifikasi sarana dan prasarana yang
diadakan melalui DAK;
2) ringkasan proses pengadaan sarana dan prasarana tersebut;
3) pencapaian antara rencana dan pelaksanaan kegiatan (termasuk
realisasi anggaran dan kegiatan);
4) hasil akhir yang terbangun atau tersedia;
5) kendala yang dihadapi; dan
6) masukan untuk perbaikan ke depan.

c. Ringkasan pemanfaatan sarana dan prasarana pengolah limbah
organik menjadi biogas tahun 2012 yang meliputi:
1) upaya pemanfaatan dan hasil positif yang diperoleh;
2) kendala dan hambatan yang dihadapi; dan
3) masukan untuk perbaikan ke depan.

E. LAPORAN HASIL DAK UNTUK PERLINDUNGAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP

Laporan hasil DAK untuk perlindungan fungsi lingkungan hidup disampaikan
kepada Menteri c.q. Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup dengan
tembusan kepada Kepala Pusat Pengelolaan Ekoregion dan Kepala SKPD
Lingkungan Hidup Provinsi dalam bentuk hard copy/cetak dan file soft copy
paling lama minggu ketiga bulan November.

Laporan hasil DAK untuk perlindungan fungsi lingkungan hidup terdiri atas:

1. Laporan Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Sumur Resapan dan/atau
Biopori (bila lebih dari satu, diuraikan tersendiri), memuat:
9
a. Gambaran optimasi keseluruhan sarana dan prasarana sumur resapan
dan/atau biopori yang tersedia sampai dengan tahun anggaran 2012
yang meliputi:
1) kondisi sarana dan prasarana yang tersedia sampai dengan tahun
anggaran 2011 (apabila sudah ada); dan
2) manfaat pengadaan sarana dan prasarana tahun anggaran 2012
terhadap optimasi penggunaan sarana dan prasarana sumur
resapan dan/atau biopori secara keseluruhan.

b. Ringkasan pemanfaatan DAK dalam pengadaan sarana dan prasarana
sumur resapan dan/atau biopori tahun anggaran 2012 yang meliputi:
1) alasan pemilihan jenis/spesifikasi sarana dan prasarana yang
diadakan melalui DAK;
2) ringkasan proses pengadaan sarana dan prasarana tersebut;
3) pencapaian antara rencana dan pelaksanaan kegiatan (termasuk
realisasi anggaran dan kegiatan);
4) hasil akhir yang terbangun atau tersedia;
5) kendala yang dihadapi; dan
6) masukan untuk perbaikan ke depan.

c. Ringkasan pemanfaatan sarana dan prasarana sumur resapan
dan/atau biopori tahun anggaran 2012 yang meliputi:
1) upaya pemanfaatan dan hasil yang diperoleh;
2) kendala dan hambatan yang dihadapi; dan
3) masukan untuk perbaikan ke depan.

2. Laporan Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Pengolah Gulma, memuat:
a. Gambaran optimasi keseluruhan sarana dan prasarana pengolah
gulma yang tersedia sampai dengan tahun anggaran 2012 yang
meliputi:
1) kondisi sarana dan prasarana yang tersedia sampai dengan tahun
anggaran 2011 (apabila sudah ada); dan
2) manfaat pengadaan sarana dan prasarana tahun anggaran 2012
terhadap optimasi penggunaan sarana dan prasarana pengolah
gulma secara keseluruhan.

b. Ringkasan pemanfaatan DAK dalam pengadaan sarana dan prasarana
pengolah gulma tahun anggaran 2012 yang meliputi:
1) alasan pemilihan jenis/spesifikasi sarana dan prasarana yang
diadakan melalui DAK;
2) ringkasan proses pengadaan sarana dan prasarana tersebut;
3) pencapaian antara rencana dan pelaksanaan kegiatan (termasuk
realisasi anggaran dan kegiatan);
4) hasil akhir yang terbangun atau tersedia;
5) kendala yang dihadapi; dan
6) masukan untuk perbaikan ke depan.

c. Ringkasan pemanfaatan sarana dan prasarana pengolah gulma tahun
anggaran 2012 yang meliputi:
1) upaya pemanfaatan dan hasil yang diperoleh;
2) kendala dan hambatan yang dihadapi; dan
3) masukan untuk perbaikan ke depan.

3. Laporan Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Pencegah Longsor, memuat:
a. Gambaran optimasi keseluruhan sarana dan prasarana pencegah
longsor yang tersedia sampai dengan tahun anggaran 2012 yang
meliputi:
10
1) kondisi sarana dan prasarana yang tersedia sampai dengan tahun
anggaran 2011 (apabila sudah ada); dan
2) manfaat pengadaan sarana dan prasarana tahun anggaran 2012
terhadap optimasi penggunaan sarana dan prasarana pencegah
longsor secara keseluruhan.
b. Ringkasan pemanfaatan DAK dalam pengadaan sarana dan prasarana
pencegah longsor tahun anggaran 2012 yang meliputi:
1) alasan pemilihan jenis/spesifikasi sarana dan prasarana yang
diadakan melalui DAK;
2) ringkasan proses pengadaan sarana dan prasarana tersebut;
3) pencapaian antara rencana dan pelaksanaan kegiatan (termasuk
realisasi anggaran dan kegiatan);
4) hasil akhir yang terbangun atau tersedia;
5) kendala yang dihadapi; dan
6) masukan untuk perbaikan ke depan.

c. Ringkasan pemanfaatan sarana dan prasarana pencegah longsor tahun
anggaran 2012 yang meliputi:
1) upaya pemanfaatan dan hasil yang diperoleh;
2) kendala dan hambatan yang dihadapi; dan
3) masukan untuk perbaikan ke depan.

F. LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (SLHD)

Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) disampaikan kepada
Deputi Pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan Kapasitas cq. Asdep Data
dan Informasi dengan tembusan kepada Kepala Pusat Pengelolaan Ekoregion
dan Kepala SKPD Lingkungan Hidup Provinsi dalam bentuk hard copy/cetak
dan file soft copy paling lama minggu ketiga bulan November.

Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) disusun dalam format
sebagai berikut :

1. Buku I : Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD)
Outline Buku I, memuat:
a. kata pengantar (ditandatangani bupati atau walikota);
b. daftar Isi;
c. daftar tabel;
d. daftar gambar;
e. Bab I : Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya
1) lahan dan hutan;
2) keanekaragaman hayati;
3) air;
4) udara;
5) laut, pesisir dan pantai;
6) iklim; dan
7) bencana alam.
f. Bab II : Tekanan Terhadap Lingkungan
1) kependudukan;
2) permukiman;
3) kesehatan;
4) pertanian;
5) industry;
6) pertambangan;
7) energy;
8) transportasi;
9) pariwisata; dan
11
10) limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3).
g. Bab III : Upaya Pengelolaan Lingkungan
1) rehabilitasi lingkungan;
2) AMDAL;
3) penegakan hukum;
4) peran serta masyarakat; dan
5) kelembagaan.

2. Buku II : Data Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD)
a. memuat kompilasi tabel dan grafik pendukung keterangan pada Buku I;
dan
b. sistematika pembagian Bab-babnya disesuaikan dengan outline Buku I.


II. FORMAT LAPORAN

A. LAPORAN TRIWULAN KEMAJUAN PELAKSANAAN KEGIATAN DAN
ANGGARAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN
2012


Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I Pendahuluan
Menyajikan ringkasan seluruh isi laporan, antara lain tentang :
a. Kesesuaian perencanaan dengan pelaksanaan kegiatan dalam
triwulan bersangkutan
b. Ringkasan penjelasan realisasi anggaran (keuangan) dan kegiatan
(fisik) dalam triwulan bersangkutan
c. Ringkasan penjelasan kendala dan permasalahan yang dihadapi
dalam pelaksanaan kegiatan selama triwulan yang bersangkutan
d. Ringkasan tindak lanjut kedepan (triwulan selanjutnya)

BAB II Hasil Pelaksanaan Kegiatan
Mengisi tabel (matrik) terlampir disampaikan, dan dilengkapi dengan
penjelasan tentang
a. Pelaksanaan kegiatan selama triwulan yang bersangkutan
b. Kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan
kegiatan

BAB III Kesimpulan
Menyajikan tentang hasil pelaksanaan kegiatan dan tindak lanjut
kedepan (triwulan selanjutnya)










12

Laporan Triwulan : I / II / III / IV
Kabupaten/Kota : ..
Provinsi : ..


Realisasi Pelaksanaan DAK Bidang Lingkungan Hidup Tahun 2012

NO KEGIATAN
PAGU
(Rp)
REALISASI
KETERANGAN ANGGARAN
(% )
FISIK
(%)









TOTAL Rp.




Catatan :
- realisasi anggaran dalam % (perseratus)
- realisasi fisik kegiatan dalam % (perseratus), dilengkapi dengan keterangan
bentuk capaian kegiatan sampai saat itu

. ... 2012
Mengetahui,


(Kepala Institusi LH Kabupaten/Kota)
13
B. LAPORAN TAHUNAN PELAKSANAAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG
LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2012

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I Pendahuluan
Menyajikan ringkasan seluruh isi laporan, antara lain tentang:
a. Latar belakang dan tujuan pelaksanaan DAK Bidang LH 2012
(terkait dengan pemanfaatan kegiatan dengan kebutuhan dan isu
lingkungan hidup di daerah)
b. Kesesuaian perencanaan kegiatan dengan capaian hasil kegiatan
c. Ringkasan pelaksanaan kegiatan (realisasi anggaran/keuangan
dan fisik)
d. Ringkasan penjelasan kendala dan permasalahan yang dihadapi
dalam pelaksanaan
e. Ringkasan tindak lanjut kedepan

BAB II Hasil Pelaksanaan Kegiatan
Menjelaskan pelaksanaan pemanfaatan DAK Bidang LH 2012, antara
lain:
a. Mengisi matrik Realisasi Pelaksanaan DAK Bidang LH Tahun
2012 (terlampir)
b. Pelaksanaan kegiatan sampai dengan triwulan IV
c. Pencapaian target dan upaya pemantauan pelaksanaan kegiatan
d. Kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan
kegiatan

BAB III Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Kegiatan
Menceritakan optimalisasi sarana dan prasarana DAK Bidang LH,
antara lain :
a. Mengisi matrik Lingkup Pemanfaatan DAK Bidang Lingkungan
Hidup Tahun 2012 (terlampir)
b. Upaya optimalisasi pemanfaatan
c. Keberhasilan success story dan kendala dalam pemanfaatan
d. Foto sarana dan prasarana kegiatan

BAB IV Kesimpulan dan Rekomendasi
Menyajikan tentang hasil pelaksanaan kegiatan dan tindak lanjut
kedepan

Lampiran Memuat informasi lainnya yang tidak dapat disampaikan dalam isi
pokok laporan, tetapi perlu untuk dilampirkan, antara lain :
a. Matrik realisasi pelaksanaan DAK Bidang LH triwulan IV
b. Laporan-laporan lainnya terkait pelaksanaan DAK Bidang LH











14
MATRIK LINGKUP PEMANFAATAN DAK


Kabupaten/Kota : ..
Provinsi : ..


Lingkup Pemanfaatan DAK Bidang Lingkungan Hidup Tahun 2012


NO KEGIATAN PEMANFAATAN LOKASI






















15
FORMAT LAPORAN TAHUNAN

Laporan Pelaksanaan DAK Bid LH Tahun 2012
Kabupaten/Kota : ..
Provinsi : ..

Realisasi Pelaksanaan Kegiatan DAK BIdang Lingkungan Hidup Tahun 2012

NO KEGIATAN
PAGU
Jumlah
Rp
Nilai
Kontrak
Rp


Pelaksana
DAK Bid LH
(APBN)

Rp
Dana
Pendamping
(APBD)

Rp
Dana
Pendukung
(apabila
ada)
Rp





TOTAL Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.

. ... 2012
Mengetahui,


(Kepala Institusi LH Kabupaten/Kota)


MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BALTHASAR KAMBUAYA
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas



Inar Ichsana Ishak


PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 01 TAHUN 2012

TENTANG

PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 43 ayat (3)
huruf h dan Pasal 63 ayat (1) huruf n Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Menteri melakukan
pembinaan dan pengawasan serta memberikan
penghargaan kinerja di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup melalui program menuju
indonesia hijau;
a. bahwa Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Program Menuju Indonesia
Hijau sudah tidak sesuai dengan perkembangan
kebijakan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, sehingga perlu dilakukan perubahan;
a. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik
Indonesia tentang Program Menuju Indonesia Hijau;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
1. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
1. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara
serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara;
1. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16
Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Lingkungan Hidup;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA TENTANG PROGRAM MENUJU
INDONESIA HIJAU.


1


- 2 -

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
3. Program Menuju Indonesia Hijau yang selanjutnya
disebut Program MIH adalah program pembinaan dan
pengawasan dalam pelaksanaan konservasi kawasan
berfungsi lindung, pengendalian kerusakan lingkungan
dan penanganan perubahan iklim yang dilaksanakan
melalui penilaian kinerja pemerintah daerah.
3. Tutupan vegetasi adalah tutupan lahan yang berupa
hutan primer, hutan sekunder, perkebunan, kebun
campuran, dan semak-belukar.
3. Kawasan berfungsi lindung adalah kawasan yang secara
fisik memiliki fungsi perlindungan tatanan lingkungan
hidup, seperti kawasan tangkapan air, kawasan resapan
air, lahan dengan kemiringan lebih besar dari 40%
(empatpuluh persen), sekitar mata air, lahan gambut,
sekitar danau/waduk, sempadan sungai, dan sempadan
pantai.

Pasal 2

Program MIH bertujuan untuk mendorong pemerintah
daerah menambah tutupan vegetasi dalam rangka:
. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
. mendorong pemanfaatan tutupan vegetasi secara
bijaksana; dan
. meningkatkan resapan gas rumah kaca dalam rangka
mitigasi perubahan iklim.

Pasal 3

(0) Program MIH dilaksanakan oleh:
. Menteri, dengan peserta:
0. pemerintah provinsi; dan
0. pemerintah kabupaten yang mampu
mempertahankan tutupan vegetasi di kawasan
berfungsi lindung.
. gubernur, dengan peserta:
0. pemerintah kabupaten; dan
0. pemerintah kota terkait dengan ekosistem lintas
kabupaten.
(0) Gubernur menyampaikan hasil pelaksanaan program
MIH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
kepada Menteri paling sedikit sekali dalam 1 (satu)
tahun.

Pasal 4

Program Menuju Indonesia Hijau dilaksanakan melalui
tahapan:
. penyusunan profil pengelolaan tutupan vegetasi provinsi
dan kabupaten;
. pemantauan perubahan tutupan vegetasi;
. penilaian kinerja pemerintah daerah;
. penetapan hasil penilaian kinerja pemerintah daerah; dan
. pemberian penghargaan.

- 3 -

Pasal 5

(1) Penyusunan profil pengelolaan tutupan vegetasi provinsi
dan kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf a paling sedikit memuat data dan informasi
mengenai kebijakan, program, dan kegiatan terkait
dengan:
a. konservasi kawasan berfungsi lindung;
b. pengendalian kerusakan tutupan vegetasi; dan
c. mitigasi perubahan iklim melalui tutupan vegetasi.
(2) Profil pengelolaan tutupan vegetasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disusun oleh:
a. gubernur, untuk profil pengelolaan tutupan vegetasi
provinsi; atau
b. bupati, untuk profil pengelolaan tutupan vegetasi
kabupaten.

Pasal 6

(1) Pemantauan perubahan tutupan vegetasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf b dilakukan melalui
interpretasi citra satelit dan verifikasi lapangan.
(2) Pemantauan perubahan tutupan vegetasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dilakukan oleh Menteri.

Pasal 7

(1) Penilaian kinerja pemerintah daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf c dilakukan terhadap:
a. pemerintah provinsi; dan
b. pemerintah kabupaten.
(2) Penilaian kinerja untuk pemerintah provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi
aspek:
a. fisik; dan
b. manajemen.
(3) Penilaian kinerja untuk pemerintah kabupaten
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi
aspek:
a. fisik;
b. manajemen;
c. peranserta masyarakat; dan
d. kegiatan plus.

Pasal 8

(1) Penilaian kinerja pemerintah daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), dilakukan oleh:
a. tim verifikasi;
b. tim pengarah; dan
c. dewan pertimbangan penilaian.
(2) Kegiatan penilaian kinerja meliputi:
a. verifikasi lapangan yang dilakukan oleh Tim verifikasi;
b. evaluasi pelaksanaan program yang dilakukan oleh
Tim Pengarah; dan
- 4 -

c. penilaian usulan calon penerima penghargaan
raksaniyata oleh dewan pertimbangan penilaian.
(4) Pelaksana penilaian kinerja pemerintah daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh:
c. Menteri, untuk program MIH sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a; dan
c. gubernur, untuk program MIH sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b.

Pasal 9

(2) Berdasarkan hasil verifikasi lapangan, evaluasi
pelaksanaan program, dan usulan penerima
penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(2), ditetapkan penerima penghargaan raksaniyata oleh:
c. Menteri untuk Program MIH sebagaimana dimaksud
Pasal 3 ayat (1) huruf a; atau
c. gubernur untuk Program MIH sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b.
(2) Menteri atau gubernur memberikan penghargaan
raksaniyata kepada pemerintah daerah berdasarkan
hasil penetapan penerima penghargaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).

Pasal 10

Pelaksanaan Program MIH dari Pasal 3 sampai dengan Pasal
10 dijabarkan lebih rinci dalam pedoman umum Program
MIH sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini.

Pasal 11

Untuk mencapai tujuan program MIH, Menteri atau
gubernur memberikan:
. konsultasi;
. bantuan teknis; dan/atau
. pelatihan.

Pasal 12

Dana pelaksanaan program MIH dibebankan pada:
. anggaran pendapatan dan belanja negara, untuk program
MIH yang dilaksanakan oleh Menteri; atau
. anggaran pendapatan dan belanja daerah, untuk program
MIH yang dilaksanakan oleh gubernur.

Pasal 13

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2006
tentang Program Menuju Indonesia Hijau dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 14
- 5 -


Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam berita Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 3 Januari 2012

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BALTHASAR KAMBUAYA

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 9 Januari 2012

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 32


Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas



Inar Ichsana Ishak





















- 6 -

LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
NOMOR 01 TAHUN 2012
TENTANG
PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU


PEDOMAN UMUM PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU

I. Pendahuluan
Program Menuju Indonesia Hijau (Program MIH) merupakan salah satu
instrumen untuk pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
kebijakan nasional, peraturan daerah dan peraturan kepala daerah,
sebagaimana diatur dalam Pasal 63 ayat (1) huruf n Undang-undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam
pelaksanaan pembinaan dan pengawasan tersebut, Program MIH ini ditujukan
bagi pelaksanaan kebijakan mengenai konservasi kawasan berfungsi lindung,
pengendalian kerusakan lingkungan dan antisipasi penanganan perubahan
iklim. Program MIH dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia pada
Peringatan Hari Lingkungan Hidup se-Dunia tanggal 12 Juni 2006, sebagai
respon terhadap kondisi kerusakan lingkungan dan kejadian bencana yang
semakin memprihatinkan.

Dalam lima tahun terakhir ini kondisi kerusakan lingkungan masih tinggi.
Laju deforestasi pada kurun waktu 2003-2006 masih sekitar 1,17 juta ha per
tahun, merupakan penyebab meningkatnya luas lahan kritis. Luas lahan kritis
dan sangat kritis di Indonesia saat ini mencapai 30,19 juta hektar. Sedangkan
kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan kritis sampai dengan tahun 2009, baru
tercapai 2,029 juta hektar dari target seluas 5 juta hektar.

Permasalahan lain yang menyebabkan kerusakan hutan adalah kejadian
kebakaran hutan, tekanan demografi dan illegal logging. Masih banyaknya hot
spot merupakan permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan hutan.
Sementara itu, kawasan konservasi seluas 27,3 juta hektar dan hutan lindung
seluas 31,60 juta hektar saat ini juga mengalami degradasi, sehingga
dikhawatirkan mengganggu pelestarian fungsi dan tatanan lingkungan hidup
serta perannya sebagai penyangga kehidupan. Tekanan demografi terhadap
kawasan konservasi dan konversi lahan menyebabkan fragmentasi habitat
satwa yang berdampak pada menurunnya atau terancam punahnya populasi
tumbuhan dan satwa. Luas kawasan konservasi yang dirambah saat ini
mencapai 460.407,89 hektar.


Pada ekosistem pesisir, laut dan pulau-pulau kecil, kondisinya juga semakin
rusak dan menyebabkan menurunnya ketersediaan sumber daya plasma
nutfah dan meluasnya abrasi pantai. Kerusakan ekosistem pesisir, laut dan
pulau-pulau kecil tersebut salah satunya akibat deforestasi hutan mangrove.
Kondisi kerusakan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil tersebut masih
diperparah dengan adanya dampak perubahan iklim. Selama kurun waktu
2006 2008, jumlah pulau yang tenggelam diperkirakan mencapai sekitar 20
pulau lebih. Selain itu, ekosistem pesisir khususnya terumbu karang dan
padang lamun akan terganggu, yang pada akhirnya akan mengancam
ketersediaan ikan sebagai sumber pangan bagi masyarakat.

- 7 -

Demikian pula, pengelolaan pulau-pulau kecil saat ini belum optimal.
Indonesia yang memiliki banyak pulau-pulau kecil, dalam tiga dasawarsa
terakhir masih kurang atau tidak memperoleh perhatian dan atau tersentuh
kegiatan pembangunan. Pulau kecil sangat rentan terhadap perubahan alam
karena daya dukung lingkungannya sangat terbatas dan cenderung
mempunyai spesies endemik yang tinggi.

Penanganan isu perubahan iklim (climate change) baik berupa kegiatan
adaptasi maupun mitigasi belum dilaksanakan secara optimal di Indonesia.
Padahal Indonesia sebagai negara kepulauan yang melimpah sumberdaya
alam dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi di daerah tropis,
mempunyai posisi yang rentan dan strategis untuk berperan dalam menangani
isu ini. Program adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim mutlak
dilakukan, yang selain untuk menghindari dampak perubahan iklim juga
untuk mengurangi degradasi kualitas lingkungan hidup. Dalam upaya mitigasi
perubahan iklim, Pemerintah telah menetapkan komitmen target penurunan
emisi gas rumah kaca pada tahun 2020 sebesar 26% (business as usual) atau
41% (apabila ada bantuan luar negeri).

Dari kondisi lingkungan sebagaimana diuraikan di atas, fungsi dan tatanan
lingkungan hidup salah satunya diperankan oleh tingkat tutupan vegetasi
pada masing-masing ekosistem dan ekoregion. Upaya perbaikan lingkungan
yang dilakukan melalui pengelolaan tutupan vegetasi bertujuan untuk
mewujudkan Indonesia menjadi lebih hijau. Tingkat tutupan vegatasi pada
masing-masing daerah yang perlu dipertahankan atau ditambah ditentukan
oleh keberadaan kawasan berfungsi lindung, seperti kawasan tangkapan air,
resapan air, kawasan rawan longsor (lahan dengan kelerengan >40%), gambut,
sekitar mata air dan danau/waduk, serta sempadan sungai dan pantai.


II. Arahan Pencapaian Program

A. Visi
MENUJU INDONESIA HIJAU 2020

B. Misi
Untuk Menuju Indonesia Hijau 2020, Misi yang dilakukan adalah:
1. Menjamin pelestarian fungsi dan tatanan lingkungan hidup dalam
pemanfaatan sumber daya alam yang berkesinambungan dengan
memperhatikan kearifan lokal.
2. Memperkuat kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan
pengelolaan lingkungan hidup, dalam pelaksanaan koordinasi,
kemitraan, fasilitasi dan bimbingan teknis.
3. Mendorong diterapkannya tatakelola lingkungan hidup yang transparan,
partisipatif dan akuntabel.

C. Tujuan
Program MIH bertujuan untuk menambah tutupan vegetasi dalam rangka
meningkatkan kualitas, pelestarian fungsi dan tatanan lingkungan hidup
secara mandiri di daerah.

D. Sasaran
Sasaran pelaksanaan Program MIH, yakni:
1. Bertambahnya luasan tutupan vegetasi sesuai dengan tipe ekosistemnya.
2. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat melalui pelestarian fungsi dan
tatanan lingkungan hidup, dalam upaya:
- 8 -

a. Pengendalian kerusakan sumber air.
b. Pengendalian kerusakan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil.
c. Pengelolaan keanekaragaman hayati.
3. Meningkatnya upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
4. Terbangunnya kolaborasi para pihak dalam upaya konservasi kawasan
berfungsi lindung dan pelestarian keanekaragaman hayati.

E. Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan
Dalam pelaksanaan pembangunan nasional perlu memperhatikan tiga pilar
pembangunan berkelanjutan secara seimbang, yakni pertumbuhan
ekonomi, pembangunan sosial dan pelestarian lingkungan hidup. Untuk
pelaksanaan pembangunan nasional tersebut, pemerintah menetapkan
kebijakan umum pembangunan nasional yang harus memihak pada empat
hal, yakni penciptaan lapangan kerja (pro-job), pengentasan kemiskinan
(pro-poor), pertumbuhan (pro-growth), dan lingkungan hidup (pro-
environment).

Sesuai dengan visi Program Menuju Indonesia Hijau, yakni Menuju
Indonesia Hijau 2020, maka penilaian kinerja pemerintah daerah harus
mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan tersebut, yakni:

1. Lingkungan hidup yang lestari
Prinsip lingkungan hidup yang lestari merupakan prinsip utama yang
harus menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan pembangunan.
Lingkungan hidup yang lestari dinilai dari meningkatnya kualitas
lingkungan (tutupan vegetasi), fungsi (pada kawasan berfungsi lindung)
dan tatanan lingkungan hidup.

2. Kondisi sosial yang kuat
Prinsip sosial yang kuat merupakan perwujudan partisipasi yang tinggi
dari masyarakat dalam pelaksanaan pelestarian fungsi dan tatanan
lingkungan hidup yang didukung oleh ekonomi masyarakat yang mandiri.
Kondisi sosial yang kuat dinilai dari tingkat kemandirian, keberdayaan
dan kemitraan masyarakat. Keberadaan kearifan lokal merupakan
perwujudan kemandirian masyarakat yang dinilai dari upaya
mempertahankan keberlangsungannya. Pemanfaatan potensi sumber
daya alam setempat diarahkan pada upaya peningkatan keberdayaan dan
kemitraan masyarakat.

3. Ekonomi berbasis jasa lingkungan
Prinsip ekonomi yang berbasis jasa lingkungan merupakan salah satu
penerapan instrumen kegiatan ekonomi yang membutuhkan kelestarian
fungsi lingkungan hidup. Penerapan ekonomi berbasis jasa lingkungan
dinilai dari jenis dan distribusi pemanfaatan jasa lingkungan, serta
tingkat ekonomi yang dihasilkan dari pemanfaatan jasa lingkungan.

III. Strategi Pelaksanaan

A. Menuju Indonesia Hijau Plus (MIH Plus)
MIH Plus merupakan pelaksanaan Program MIH yang dilakukan
penambahan terkait:

1. Pemerintah daerah yang dinilai.
Untuk lebih meningkatkan sinergi antarkabupaten (dan bahkan kota)
dan antarprovinsi, maka pada pelaksanaan Program MIH Plus ini selain
- 9 -

terhadap kabupaten juga dilakukan penilaian kinerja pemerintah
provinsi.

2. Ruang lingkup penilaian kinerja.
Selain tiga aspek yang telah dilaksanakan pada Program MIH
sebelumnya, yakni aspek fisik, manajemen dan peranserta masyarakat,
dalam MIH Plus ini penilaian kinerja ditambahkan terhadap kegiatan
plus dan tingkat kesulitan yang menyesuaikan karakteristik wilayah
masing-masing. Penambahan nilai plus, apabila pemerintah kabupaten
melakukan kegiatan-kegiatan nasional, yang meliputi:
a. Pembangunan dan pengelolaan taman keanekaragaman hayati
(Taman Kehati);
b. Pelaksanaan perlindungan mata air (Permata), gerakan sumur
resapan dan biopori;
c. Inventarisasi sumber emisi gas rumah kaca;
d. Kajian resiko adaptasi perubahan iklim (KRAPI);
e. Pemulihan kerusakan pesisir berbasis pemberdayaan dan ekonomi
masyarakat setempat.

B. Penilaian Kinerja Pemerintah Daerah
Strategi yang dilakukan pada Program MIH, yakni penilaian kinerja
pemerintah daerah dalam melakukan konservasi kawasan berfungsi
lindung, pelaksanaan mengendalikan kerusakan lingkungan, dan
menangani perubahan iklim. Sistem penghargaan kinerja pemerintah
daerah yang dilakukan melalui Program MIH ini, merupakan salah satu
bentuk pelaksanaan sistem insentif dan disinsentif sebagaimana diatur
dalam Pasal 43 ayat (3) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Penilaian kinerja pemerintah daerah dilakukan terhadap pemerintah
kabupaten dan pemerintah provinsi. Dalam pelaksanaan penilaian kinerja
pemerintah provinsi, cakupannya meliputi wilayah pemerintah kabupaten
dan pemerintah kota.

C. Ruang Lingkup Wilayah
Dalam pelaksanaan penilaian kinerja pemerintah daerah, ruang lingkup
wilayah yang diterapkan meliputi:
1. Wilayah daratan (termasuk wilayah perairan darat), dan
2. Wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil.

Untuk keperluan kesetaraan kinerja yang didasarkan pada kondisi
lingkungan dan ekosistem serta kepadatan penduduk, dalam penilaian
kinerja memperhatikan 3 (tiga) hal sebagai berikut:

1. Ekosistem Kepulauan (2):
a. Pulau Besar
b. Kepulauan


Gambar 1.
Pengelompokan Wilayah
Pulau Besar (Warna Biru)
dan Kepulauan (Warna
Coklat)


- 10 -


2. Ekoregion Nasional (16):
. Dataran Material Aluvium Beriklim Basah
. Dataran Material Aluvium Beriklim Kering
. Dataran Berbatuan Sedimen Beriklim Basah
. Dataran Berbatuan Sedimen Beriklim Kering
. Perbukitan Berbatuan Sedimen Beriklim Basah
. Perbukitan Berbatuan Sedimen Beriklim Kering
. Perbukitan Berbatuan Beku Beriklim Basah
. Perbukitan Berbatuan Beku Beriklim Kering
. Perbukitan Berbatuan Metamof Beriklim Basah
. Perbukitan Berbatuan Metamof Beriklim Kering
. Pegunungan Berbatuan Sedimen Beriklim Basah
. Pegunungan Berbatuan Sedimen Beriklim Kering
. Pegunungan Berbatuan Beku Beriklim Basah
. Pegunungan Berbatuan Beku Beriklim Kering
. Pegunungan Berbatuan Metamorf Beriklim Basah
. Pegunungan Berbatuan Metamorf Beriklim Kering




Gambar 2.
Peta Ekoregion Nasional






Berdasarkan interaksi dari ketiga unsur tersebut, tingkat kesulitan daerah
dikelompokkan sebagaimana tabel 1 dan 2.

1. Pulau Besar
Tabel 1. Tingkat Kesulitan Berdasarkan Morfologi, Iklim dan Kepadatan
Penduduk Pada Pulau Besar

MORFOLOGI
Dataran
(<150 mdpl)
Perbukitan
(150-1500 mdpl)
Pegunungan
(>1500 mdpl)
1 2 2 4 3 6 JARANG
2 4 4 8 6 12 SEDANG
3 6 6 12 9 18 PADAT
P
E
N
D
U
D
U
K

Beriklim
Basah
Beriklim
Kering
Beriklim
Basah
Beriklim
Kering
Beriklim
Basah
Beriklim
Kering
IKLIM







- 11 -


2. Kepulauan
Tabel 2. Tingkat Kesulitan Berdasarkan Morfologi, Iklim dan Kepadatan
Penduduk Pada Kepulauan

IKLIM
Beriklim
Basah
Beriklim
Kering
2 4 JARANG
4 8 SEDANG
6 12 PADAT
P
E
N
D
U
D
U
K


Dari kalkulasi interaksi unsur morfologi, iklim dan kepadatan penduduk,
tingkat kesulitan daerah dikelompokkan menjadi lima sebagaimana tabel
3.

Tabel 3. Pengelompokan Kabupaten/Provinsi Berdasarkan Tingkat
Kesulitan

Tingkat
Kesulitan
Kelom
-pok
Kriteria Nilai
Lokasi Kabupaten/Provinsi (Dominasi)
1 Sangat
rendah
1-3 Pulau besar:
. Dataran, beriklim basah dan penduduk
jarang hingga padat.
. Dataran, beriklim kering dan penduduk
jarang.
. Perbukitan dan pegunungan, beriklim
basah dan penduduk jarang.
Kepulauan:
Beriklim basah dan penduduk jarang.
2 Rendah 4-6 Pulau besar
c. Dataran, beriklim kering dan penduduk
sedang hingga padat.
c. Perbukitan, beriklim basah dan penduduk
sedang hingga padat.
c. Perbukitan, beriklim kering dan penduduk
jarang.
c. Pegunungan, beriklim basah dan penduduk
sedang.
c. Pegunungan, beriklim kering dan penduduk
jarang.
Kepulauan:
e. Beriklim basah dan penduduk sedang
hingga padat.
e. Beriklim kering dan penduduk jarang.
3 Sedang 8-9 Pulau besar:
b. Perbukitan, beriklim kering dan penduduk
sedang.
b. Pegunungan, beriklim basah dan penduduk
padat.
Kepulauan:
Beriklim kering dan penduduk sedang.
- 12 -

Tingkat
Kesulitan
Kelom
-pok
Kriteria Nilai
Lokasi Kabupaten/Provinsi (Dominasi)
4 Tinggi 12 Pulau besar:
b. Perbukitan, beriklim kering dan penduduk
padat.
b. Pegunungan, beriklim kering dan penduduk
sedang.
Kepulauan:
Beriklim kering dan penduduk padat.
5 Sangat
tinggi
18 Pulau besar
Pegunungan, beriklim kering dan penduduk
padat.

D. Ruang Lingkup Penilaian Kinerja
1. Penilaian Kinerja Pemerintah Kabupaten
Ruang lingkup penilaian kinerja pemerintah kabupaten terdiri dari aspek
Fisik, Manajemen, Peranserta Masyarakat dan Kegiatan Plus.
a. Aspek Fisik
Penilaian terhadap aspek fisik bertujuan untuk mengetahui kondisi
kualitas, fungsi dan tatanan lingkungan hidup sebagai hasil dari
langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah daerah bersama-
sama masyarakat.

Ruang lingkup penilaian aspek fisik terdiri dari:
1) Pengelolaan tutupan vegetasi, yang meliputi:
a) Mempertahankan tutupan hutan secara total wilayah, dan/atau
b) Menambah tutupan vegetasi secara total wilayah dan/atau pada
kawasan berfungsi lindung.
c) Kondisi tutupan vegetasi pada kawasan berfungsi lindung.
Keterangan:
Tutupan hutan adalah hutan primer, hutan sekunder dan mangrove.
Tutupan vegetasi adalah hutan primer, hutan sekunder, mangrove,
perkebunan, kebun campuran dan semak/belukar.
Kabupaten yang tidak memiliki tutupan hutan, maka penilaian
mempertahankan tutupan hutan tidak dilakukan tetapi dilakukan
penilaian menambah tutupan vegetasi.

2) Keanekaragaman hayati.
Penilaian kondisi fisik keanekaragaman hayati, dilakukan terhadap
indek keragaman dari tutupan atau penggunaan lahan.

b. Aspek Manajemen (Pemerintah Kabupaten)
Aspek manajemen pemerintah daerah merupakan respon dari kondisi
lingkungan yang digambarkan pada aspek fisik. Pada kondisi
lingkungan yang baik (misalnya tutupan vegetasi yang masih memadai,
maka harus dipertahankan), namun pada kondisi lingkungan yang
kurang baik (misalnya terjadi erosi atau abrasi, maka harus dilakukan
pemulihan).

Ruang lingkup penilaian aspek manajemen terdiri dari:
1) Pendanaan (alokasi APBD).
2) Kelembagaan (bentuk institusi dan prosedur yang dilakukan).
3) Kebijakan (peraturan/regulasi).
4) Program (dalam kaitannya dengan pelaksanaan peraturan/regulasi).
- 13 -



Ruang lingkup kegiatan pada penilaian aspek manajemen ini antara
lain:
1) Pengelolaan tutupan vegetasi dan keanekaragaman hayati.
2) Pengendalian kerusakan sumber-sumber air (perairan darat).
3) Pengendalian kerusakan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil.
4) Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
5) Penanganan bencana, seperti kebakaran hutan dan lahan, banjir,
tanah longsor.

c. Aspek Peranserta Masyarakat
Masyarakat merupakan komponen utama dalam menentukan
keberhasilan dari respon yang dilakukan oleh pemerintah daerah
dalam mengelola kondisi lingkungan yang ada.

Ruang lingkup penilaian aspek peranserta masyarakat terdiri dari:
1) Keberadaan kearifan lokal.
2) Masyarakat peduli.
3) Dunia usaha peduli.

2. Penilaian Kinerja Pemerintah Provinsi
Ruang lingkup penilaian kinerja pemerintah provinsi terdiri dari aspek,
Fisik dan Manajemen.

a. Aspek Fisik
Penilaian terhadap aspek fisik bertujuan untuk mengetahui kondisi
kualitas, fungsi dan tatanan lingkungan hidup sebagai hasil dari
langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah provinsi bersama-
sama dengan pemerintah kabupaten/kota.

Ruang lingkup penilaian aspek fisik terdiri dari:
Pengelolaan tutupan vegetasi meliputi:
1) Mempertahankan tutupan hutan secara total wilayah, dan
2) Kondisi tutupan vegetasi pada ekosistem lintas kabupaten/kota
seperti Daerah Aliran Sungai, danau, gambut.

b. Aspek Manajemen (Pemerintah Provinsi)
Aspek manajemen pemerintah daerah merupakan respon dari kondisi
lingkungan yang digambarkan pada aspek fisik. Pada kondisi
lingkungan yang baik (misalnya tutupan vegetasi yang masih memadai,
maka harus dipertahankan), namun pada kondisi lingkungan yang
kurang baik (misalnya terjadi erosi atau abrasi, maka harus dilakukan
pemulihan).

Ruang lingkup penilaian aspek manajemen terdiri dari:
1) Pendanaan (alokasi APBD).
2) Kelembagaan (wadah dan pelaksanaan koordinasi).
3) Kebijakan (peraturan/regulasi).
4) Program (dalam kaitannya dengan pelaksanaan peraturan/regulasi).

Ruang lingkup kegiatan pada penilaian aspek manajemen ini antara
lain:
1) Pengelolaan tutupan vegetasi dan keanekaragaman hayati.
2) Pengendalian kerusakan sumber-sumber air (perairan darat).
3) Pengendalian kerusakan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil.
- 14 -

4) Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
5) Penanganan bencana, seperti kebakaran hutan-lahan, banjir, tanah
longsor.

IV. Tahapan Pelaksanaan Program

A. Pembinaan
Pembinaan dalam rangka pelaksanaan konservasi, pengendalian kerusakan
lingkungan dan perubahan iklim dilakukan sesuai kewenangan, oleh :
1. Kementerian Lingkungan Hidup cq. Deputi III MENLH Bidang
Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim.
2. Badan Lingkungan Hidup atau Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Daerah Provinsi.
3. Badan/Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota.

Pembinaan dilakukan melalui berbagai kegiatan, antara lain:
1. Pertemuan teknis, dalam rangka pengembangan dan sinergi pelaksanaan
program.
2. Sosialisasi, untuk penguatan substansi pelaksanaan program.
3. Bimbingan teknis, untuk penguatan substansi pelaksanaan kegiatan yang
lebih detail.
4. Pengembangan instrumen insentif dan disinsentif, untuk mendorong
peningkatan kuantitas dan kualitas kinerja provinsi dan kabupaten.
5. Pelatihan, terhadap anggota Tim Penilai untuk pelaksanaan pengawasan
kinerja.

B. Penyampaian Profil Pengelolaan Tutupan Vegetasi Provinsi dan Profil
Pengelolaan Tutupan Vegetasi Kabupaten
Profil pengelolaan tutupan vegetasi provinsi dan profil pengelolaan tutupan
vegetasi kabupaten merupakan rangkaian informasi yang berisi data,
kebijakan, program dan kegiatan di lingkup pemerintah daerah, terkait
dengan konservasi kawasan berfungsi lindung, pengendalian kerusakan
lingkungan hidup dan penanganan perubahan iklim. Profil disusun
berdasarkan daftar kuesioner yang ditetapkan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup.

Daftar kuesioner disampaikan kepada seluruh provinsi dan kabupaten
setiap bulan Januari. Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten
selanjutnya menyusun profil pengelolaan tutupan vegetasi yang dilakukan
melalui koordinasi dengan berbagai unit atau instansi terkait.

Profil pengelolaan tutupan vegetasi provinsi dan profil pengelolaan tutupan
vegetasi kabupaten disampaikan kembali kepada Kementerian Lingkungan
Hidup cq Deputi III MENLH Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan
dan Perubahan Iklim paling lambat bulan Juni, dengan tahapan sebagai
berikut:
0. Bupati menyampaikan profil pengelolaan tutupan vegetasi kabupaten
kepada gubernur paling lambat bulan Mei.
0. Gubernur menyampaikan profil pengelolaan tutupan vegetasi kabupaten
dan profil pengelolaan tutupan vegetasi provinsi kepada Kementerian
Lingkungan Hidup cq Deputi III MENLH Bidang Pengendalian Kerusakan
Lingkungan dan Perubahan Iklim paling lambat bulan Juni.




- 15 -

C. Pemantauan Perubahan Tutupan Vegetasi
Salah satu indikator kinerja dalam pelaksanaan konservasi kawasan
berfungsi lindung, pengendalian kerusakan lingkungan hidup dan
penanganan perubahan iklim adalah tingkat perubahan tutupan vegetasi.
Pemantauan perubahan tutupan vegetasi dilakukan melalui kegiatan
interpretasi citra satelit dan verifikasi lapangan yang dilakukan pada setiap
tahun.

Dari hasil pelaksanaan pemantauan tutupan vegetasi tahun 2005-2010,
diperoleh baseline tutupan vegetasi berdasarkan pendekatan fungsi
lahan/kawasan. Tingkat perubahan tutupan vegetasi pada tahun 2005-
2010 menjadi acuan yang dapat digunakan sebagai penilaian kinerja
pemerintah daerah dalam 2 tahun terakhir. Indikator kinerja dari hasil
pemantauan perubahan tutupan vegetasi meliputi:
1. Mempertahankan tutupan berhutan.
2. Menurunkan emisi gas rumah kaca dari sektor land use, land use change
forestry (LULUCF).
3. Menambah tutupan vegetasi pada lahan-lahan berfungsi lindung.

D. Evaluasi Kinerja Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten
1. Evaluasi profil pengelolaan tutupan vegetasi provinsi dan profil
pengelolaan tutupan vegetasi kabupaten
a. Evaluasi profil pengelolaan tutupan vegetasi dilakukan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup cq. Deputi III MENLH Bidang
Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim.
b. Dari hasil evaluasi profil pengelolaan tutupan vegetasi dan kondisi
perubahan tutupan vegetasi, selanjutnya Tim Pengarah menetapkan
provinsi dan kabupaten nominator.
c. Tim Pengarah ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup.
d. Tim Pengarah Diketuai oleh Deputi III MENLH Bidang Pengendalian
Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim.
e. Anggota Tim Pengarah terdiri dari Eselon I kementerian/lembaga:
1) Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
2) Kementerian Dalam Negeri
3) Kementerian Kehutanan
4) Kementerian Kelautan dan Perikanan
5) Kementerian Keuangan
6) Kementerian Pekerjaan Umum
7) Kementerian Pertanian
8) Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional
9) Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional
f. Penentuan provinsi dan kabupaten nominator dilakukan dengan
persyaratan yang meliputi:
1) Mengirimkan profil pengelolaan tutupan vegetasi sesuai dengan
format dan batas waktu yang telah ditetapkan (oleh Kementerian
Lingkungan Hidup).
2) Mampu mempertahankan tutupan hutan pada kawasan berfungsi
lindung berdasarkan data pemantauan tahun terakhir.

2. Klarifikasi terhadap Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten
Nominator
a. Klarifikasi terhadap provinsi dan kabupaten dilakukan oleh Tim
Pengarah
b. Dalam pelaksanaan klarifikasi ini disampaikan oleh gubernur/bupati
atau dapat menugaskan kepada Kepala BLH/BPLHD Provinsi dan
Kepala BLH/Sekretaris Daerah Kabupaten.
- 16 -

c. Klarifikasi dilakukan terhadap kondisi lingkungan hidup, kebijakan
dan program/kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan konservasi
kawasan berfungsi lindung, pengendalian kerusakan lingkungan hidup
dan penanganan perubahan iklim (pada kurun waktu 2 tahun
terakhir).
d. Dari hasil klarifikasi, Tim Pengarah menetapkan pemerintah provinsi
dan pemerintah kabupaten yang selanjutnya dilakukan verifikasi
lapangan.

3. Verifikasi Lapangan
a. Verifikasi lapangan dilakukan 1 (satu) kali pemantauan setiap tahun.
b. Pelaksanaan verifikasi dilakukan dalam kurun waktu minimal 5 hari
pada setiap provinsi/kabupaten.
c. Verifikasi lapangan dilakukan oleh Tim Verifikasi.
d. Verifikasi lapangan untuk penilaian kinerja pemerintah kabupaten
yang dilaksanakan Menteri, dilakukan oleh Tim Verifikasi yang
anggotanya terdiri dari wakil :
1) Kementerian/lembaga.
2) Pusat Pengelolaan Ekoregion.
3) BLH/BPLHD Provinsi
4) Perguruan Tinggi
5) Lembaga Swadaya Masyarakat
e. Verifikasi lapangan untuk penilaian kinerja pemerintah provinsi,
dilakukan oleh Tim Verifikasi yang anggotanya terdiri dari wakil :
16) Kementerian/lembaga.
16) Pusat Pengelolaan Ekoregion.
16) Perguruan Tinggi
16) Lembaga Swadaya Masyarakat
f. Anggota Tim Verifikasi untuk penilaian kinerja pemerintah kabupaten
yang dilaksanakan Menteri, pengusulan anggota yang mewakili
BLH/BPLHD, Perguruan Tinggi dan LSM oleh gubernur dan
selanjutnya ditetapkan oleh Deputi III MENLH Bidang Pengendalian
Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim.
g. Verifikasi lapangan dilaksanakan sesuai dengan Pedoman Pemantauan
dan Penilaian Kinerja Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten
yang ditetapkan oleh Deputi III MENLH Bidang Pengendalian
Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim selaku Ketua Tim
Pengarah.

4. Evaluasi Hasil Pemantauan dan Penilaian
b. Pemantauan dan penilaian yang dilakukan melalui verifikasi lapangan
oleh Tim Verifikasi selanjutnya disampaikan kepada Tim Pengarah.
b. Tim Pengarah melakukan evaluasi terhadap hasil pemantauan dan
penilaian kinerja pemerintah daerah, dan selanjutnya menetapkan
provinsi dan kabupaten berdasarkan ranking nilai dengan batas nilai
yang disepakati anggota Tim Pengarah.
b. Tim Pengarah menyampaikan hasil evaluasi kepada Dewan
Pertimbangan Penilaian.
b. Dewan Pertimbangan Penilaian ditetapkan oleh Menteri Negara
Lingkungan Hidup
b. Anggota Dewan Pertimbangan Penilaian terdiri dari:
1) Kementerian Lingkungan Hidup
2) Pemerhati lingkungan
3) Pakar/perguruan tinggi
4) Lembaga swadaya masyarakat
5) Media massa
- 17 -

b. Dewan Pertimbangan Penilaian melakukan evaluasi terhadap hasil
penilaian kinerja pemerintah provinsi dan kabupaten yang
disampaikan oleh Tim Pengarah.
b. Dalam pelaksanaan evaluasi, Dewan Pertimbangan Penilaian dapat
menggunakan data atau informasi lain yang relevan.
b. Dari hasil evaluasi, Dewan Pertimbangan Penilaian mengusulkan
kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup mengenai pemerintah
daerah yang dicalonkan sebagai penerima Penghargaan Raksaniyata.

Gambar 3. Bagan Alir Mekanisme Penilaian Kinerja Pemerintah Daerah




E. Penetapan Hasil Kinerja Pemerintah Daerah
Berdasarkan hasil verifikasi lapangan, evaluasi Tim Pengarah dan usulan
Dewan Pertimbangan Penilaian mengenai calon penerima Penghargaan
Raksaniyata, Menteri Negara Lingkungan Hidup menetapkan Pemerintah
Daerah Penerima Penghargaan Raksaniyata.

Kata Raksaniyata terdiri dari 2 kata sansekerta, yakni raksa yang artinya
perlindungan dan niyata yang artinya dikendalikan. Dari arti kata
tersebut, penghargaan Raksaniyata memiliki makna sebagai apresiasi
kepada pemerintah daerah yang dinilai berhasil melakukan konservasi
kawasan berfungsi lindung, pengendalian kerusakan lingkungan hidup dan
penanganan perubahan iklim untuk melindungi kehidupan dan
meningkatkan pendapatan masyarakat.

Penghargaan Raksaniyata terdiri dari:
1. Trophy Raksaniyata
Trophy Raksaniyata diberikan kepada pemerintah daerah yang
kinerjanya sangat baik, sesuai dengan hasil evaluasi oleh Dewan
Pertimbangan Penilaian.

2. Piagam Raksaniyata
Piagam Raksaniyata diberikan kepada pemerintah daerah yang
kinerjanya dikategorikan baik sesuai dengan hasil penilaian oleh Dewan
Pertimbangan Penilaian. Disamping itu, Piagam Raksaniyata juga dapat
diberikan kepada pemerintah daerah yang memiliki keunggulan pada
beberapa kegiatan tertentu, seperti keberhasilan penambahan tutupan
vegetasi.

F. Rencana Pelaksanaan Tahapan
Untuk keperluan sinergi pelaksanaan program antara kementerian/
lembaga, provinsi dan kabupaten, rencana pelaksanaan program dilakukan
sesuai jadual sebagaimana tabel 4.




- 18 -

Tabel 4. Rencana Pelaksanaan Program MIH

V. Tatacara Penilaian Kinerja

A. Parameter dan Kriteria Penilaian Kinerja Pemerintah Kabupaten
1. Aspek Fisik
Parameter penilaian dari aspek fisik terdiri dari:
a. Pengelolaan tutupan vegetasi.
1) Penilaian pengelolaan tutupan vegetasi dilakukan terhadap kondisi
fisik dalam mempertahankan tutupan hutan secara total wilayah,
dan/atau upaya penambahan tutupan vegetasi secara total wilayah
dan/atau pada kawasan berfungsi lindung, serta kondisi tutupan
vegetasi pada kawasan-kawasan berfungsi lindung.
2) Kawasan berfungsi lindung, yakni tangkapan air, resapan air, lahan
dengan kelerengan >40%, gambut, sekitar mata air dan
danau/waduk, serta sempadan sungai dan pantai.
3) Penilaian terhadap kondisi fisik dalam mempertahankan tutupan
hutan dan kondisi tutupan vegetasi pada kawasan-kawasan
No Kegiatan
J
a
n
u
a
r
i

F
e
b
r
u
a
r
i

M
a
r
e
t

A
p
r
i
l

M
e
i

J
u
n
i

J
u
l
i

A
g
u
s
t
u
s

S
e
p
t
e
m
b
e
r

O
k
t
o
b
e
r

N
o
v
e
m
b
e
r

D
e
s
e
m
b
e
r

Pelaksana
1. Penyampaian Daftar
Kuesioner, Hasil dan
Rencana Pelaksanaan
Program
KLH, PPE,
Provinsi
Pembinaan:
a. Rapat teknis KLH
b. Sosialisasi
2.
c. Pelatihan tim
verifikasi

KLH, PPE,
Provinsi
3. Pemantauan
Perubahan Tutupan
Vegetasi
KLH
4. Penyampaian Profil
Provinsi dan Profil
Kabupaten
Provinsi dan
Kabupaten
5. Evaluasi Perubahan
Tutupan Vegetasi,
Profil Provinsi dan
Profil Kabupaten
KLH
6. Penetapan Provinsi
dan Kabupaten
Nominator
Tim Pengarah
7. Klarifikasi Provinsi dan
Kabupaten Nominator
Tim Pengarah,
Prov dan Kab
8. Verifikasi Lapangan Tim Verifikasi
9. Evaluasi Hasil
Penilaian dan Usulan
Penetapan
Tim Pengarah,
Dewan PP
10 Penetapan Hasil
Kinerja Pemda
Menteri LH/
gubernur
11 Pemberian
Penghargaan
KLH/gubernur
- 19 -

berfungsi lindung, dilakukan melalui interpretasi citra satelit pada 2
tahun terakhir dan selanjutnya dilakukan pemantauan lapangan.
0) Sedangkan kondisi fisik dari upaya penambahan tutupan vegetasi,
didasarkan pada data yang disampaikan oleh pemerintah daerah
(melalui profil pengelolaan tutupan vegetasi) dan selanjutnya
dilakukan pemantauan lapangan.
0) Kriteria penilaian pengelolaan tutupan vegetasi sesuai tabel 5.

Tabel 5. Kriteria Penilaian Parameter Pengelolaan Tutupan Vegetasi
No Kriteria Skor 5 Skor 4 Skor 3 Skor 2 Skor 1
Mempertahankan
tutupan hutan total
wilayah
(2 tahun terakhir
dibandingkan
dengan rata-rata
2005-2010)
Tetap

Berkura
ng
<10%
Berkura
ng 10-
20%
Berkura
ng 20-
30%
Berkura
ng
>30%
Penambahan
tutupan vegetasi
total wilayah (per
tahun pada 2
tahun terakhir)

>3%
dari
lahan
kritis
2-3%
dari
lahan
kritis
1-2%
dari
lahan
kritis
<1%
lahan
kritis
Penambahan
tutupan vegetasi di
tangkapan air dan
lereng >40%, serta
resapan air
Penana
man di
>30%
dari
lahan
terdegra
dasi
Penana
man di
20-30%
dari
lahan
terdegra
dasi
Penana
man di
10-20%
dari
lahan
terdegra
dasi

1






2
Penambahan
tutupan vegetasi di
sempadan/ sekitar
sumber air (sungai,
danau/ waduk &
mata air)

Penana
man di
>5
sumber
air
Penana
man di
3-5
sumber
air
Penana
man di
1-2
sumber
air
Penambahan
tutupan vegetasi di
sempadan pantai

Penana
man di
>30%
dari
lahan
terdegra
dasi
Penana
man di
20-30%
dari
lahan
terdegra
dasi
Penana
man di
10-20%
dari
lahan
terdegr-
dasi
Kondisi tutupan
vegetasi pada
daerah tangkapan
air, resapan air,
lereng >40%
>80%
tertu
tup
vegeta
si
60-80%
tertu
tup
vegeta
si
40-60%
tertu
tup
vegeta
si
20-40%
tertu
tup
vegeta
si
<20%
tertu
tup
vegeta
si
Kondisi tutupan
vegetasi di
sempadan/sekitar
sumber air
(Sungai, danau/
waduk dan mata
air)
>80%
tertu
tup
vegeta
si
60-80%
tertu
tup
vegeta
si
40-60%
tertu
tup
vegeta
si
20-40%
tertu
tup
vegeta
si
<20%
tertu
tup
vegeta
si
3
Kondisi tutupan
vegetasi di
sempadan pantai
>80%
tertu
tup
vegeta
si
60-80%
tertu
tup
vegeta
si
40-60%
tertu
tup
vegeta
si
20-40%
tertu
tup
vegeta
si
<20%
tertu
tup
vegeta
si
- 20 -


0) Keanekaragaman hayati.
) Pengelolaan keanekaragaman hayati yang dinilai sebagai kondisi
fisik adalah indek keragaman dari tutupan atau penggunaan lahan.
) Indek keragaman dihitung berdasarkan tipe tutupan vegetasi
sebagaimana tabel 6.

Tabel 6. Penghitungan Indek Keragaman
Tutupan/penggunaan Lahan
Nilai
Keraga
man
Luas
Tutupan
Lahan/
Luas
Total
Wilayah
Indek Keragaman
(Nilai Keragaman x
Luas Tutupan
Lahan/Luas Total
Wilayah)
0. Hutan primer 10
0. Hutan sekunder 9
0. Mangrove 8
0. Rawa 8
0. Danau/waduk (badan air) 7
0. Semak/belukar 6
0. Perkebunan (campuran) 6
0. Kebun campuran 6
0. Perkebunan (monokultur) 5
0. Sawah 3
0. Tambak/empang 3
0. Ladang/tegalan 3
0. Tanah terbuka 0
0. Permukiman 0
Total

Indek keragaman:
Skor 9-10 : sangat tinggi.
Skor 7-8 : tinggi.
Skor 5-6 : sedang.
Skor 3-4 : rendah.
Skor 1-2 : sangat rendah

1) Dengan indek keragaman dari tutupan atau penggunaan lahan
mengindikasikan juga tingkat keragaman flora dan fauna.
2) Kriteria penilaian kondisi fisik keanekaragaman hayati sesuai tabel
7.

Tabel 7. Kriteria Penilaian Parameter Keanekaragaman Hayati

No Kriteria Skor 5 Skor 4 Skor 3 Skor 2 Skor 1
4 Indeks
Keragaman
Tutupan/Pengg
unaan Lahan

Indek
keraga
man
sangat
tinggi
Indek
keraga
man
tinggi
Indek
keraga
man
sedang
Indek
keraga
man
rendah
Indek
keraga
man
sangat
rendah


2. Aspek Manajemen (Pemerintah Daerah)
Parameter penilaian dari aspek manajemen pemerintah daerah terdiri
dari:
a. Pendanaan
- 21 -

Penilaian terhadap pendanaan dilakukan terhadap alokasi APBD pada
2 tahun terakhir untuk pelaksanaan konservasi kawasan berfungsi
lindung, pengendalian kerusakan lingkungan hidup dan perubahan
iklim.

b. Kelembagaan
Penilaian terhadap kelembagaan dilakukan terhadap bentuk/tingkatan
lembaga dan prosedur yang telah dilaksanakan pada pengelola
lingkungan hidup di daerah.

c. Kebijakan
Penilaian kebijakan dilakukan terhadap peraturan/regulasi dan
kebijakan lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten
terkait dengan pengelolaan tutupan vegetasi, keanekaragaman hayati,
pengendalian kerusakan perairan darat, pengendalian kerusakan
pesisir, laut dan pulau-pulau kecil, mitigasi dan adaptasi perubahan
iklim, serta penanganan bencana lingkungan.

d. Program
Penilaian terhadap program yang dilakukan, terkait dengan
implementasi dari kebijakan yang telah ditetapkan.

Penilaian terhadap aspek manajemen dilakukan berdasarkan profil
pengelolaan tutupan vegetasi yang disampaikan oleh pemerintah
kabupaten. Kriteria penilaian dilakukan sesuai tabel 8 dan tabel 9.

Tabel 8. Kriteria Penilaian Aspek Manajemen

No Kriteria
Skor
5
Skor 4 Skor 3 Skor 2 Skor 1
1 Alokasi APBD
untuk
konservasi,
pengendalian
kerusakan
lingkungan
dan
perubahan
iklim
>3% 2-3% 1-2% 0,1-1% <0,1%
Eselon 2 Eselon 3 Penggabung
an
2 Kelembagaan
pengelolaan
lingkungan
hidup daerah
Ada
prosedur
pemantau
an dan
pengawas
an dan
sudah
dilaksana
kan
Ada
prosedur
pemantaua
n dan
pengawasan
tetapi
belum
dilaksanaka
n

Ada Perda
atau
persetujuan
substansi
dari Menteri
PU
3 Kebijakan :
RTRW

Kawasan
lindung
Kawasan
lindung
Kawasan
lindung
- 22 -

No Kriteria
Skor
5
Skor 4 Skor 3 Skor 2 Skor 1
bertambah tetap berkurang
4 Kebijakan :
Alih fungsi
lahan
(kawasan
berfungsi
lindung)

Telah ada
pengem
bangan
jasa
lingkung
an
Ada
kebijakan
pengemban
gan jasa
lingkungan
Tidak
ada
kebijakan
alih
fungsi
lahan
Ada
kebijakan
alih fungsi
lahan tetapi
be-lum
dilak-
sanakan
5 Kebijakan :
Pengendalian
kerusakan
lingkungan
b. Lahan dan
hutan
b. Keanekarag
aman
hayati
b. Perairan
darat
b. Pesisir, laut
dan pulau
kecil

Masing-
masing
telah ada
peratura
n atau
regulasi
daerah
Ada
peraturan
atau
regulasi
daerah (2
dari3 atau
3 dari 4
isu)

Ada
peratura
n atau
regulasi
daerah (1
isu)
Ada
peraturan
atau
regulasi
daerah
tetapi
belum di
laksanakan

Ada perenca
naan

Ada
penanaman

Lokasi
fokus

6 Kebijakan :
Penanaman
pohon
Tersebar Acak Terbatas
7 Kebijakan :
Perubahan
Iklim
Ada
dokumen
rencana
aksi daerah
PI
Ada peta
rawan
bencana
Ada
penataan
/pengura
ngan
resiko
bencana

8 Kebijakan:
Pengelolaan
bencana
lingkungan
Tersebar Acak Terbatas
Ada
kebijakan
pemanfa an
SDA
berkelan
jutan
Ada
keberagam
an produk
Tidak
ada
keberaga
man pro-
duk (1-2
jenis)

9 Kebijakan :
Ekonomi
masyarakat
Tersebar Acak Terbatas

- 23 -

Keterangan:
Tersebar : >3/4 unit administratif (kecamatan).
Acak : - unit administratif.
Terbatas : < unit administratif

3. Aspek Peranserta Masyarakat
Parameter penilaian dari aspek peranserta masyarakat terdiri dari:
a. Keberadaan kearifan lokal.
b. Masyarakat peduli
c. Dunia usaha peduli
5) Penilaian terhadap kearifan lokal, masyarakat peduli dan dunia
usaha peduli dilakukan berdasarkan data yang disampaikan oleh
pemerintah daerah pada profil pengelolaan tutupan vegetasi.
Penilaian dilakukan melalui pemantauan lapangan.
5) Kriteria penilaian dilakukan sesuai tabel 9.

Tabel 9. Kriteria Penilaian Aspek Peranserta Masyarakat

No Kriteria Skor 5 Skor 4 Skor 3 Skor 2 Skor 1
Lahan/
air/kehati
yang
dilindungi
bertam
bah
Lahan/air
/kehati
yang
dilindungi
tetap
Lahan/
air/kehati
yang
dilindungi
berkurang
1 Kearifan
lokal
Hukum
adat
masih
dilaksana
kan
Hukum
adat
kurang
dilaksanak
an
Hukum
adat tidak
ada
/hilang

Kegiatan
atau
keanggota
an bertam
bah
Kegiatan
dan
kanggota
an tetap
Keanggo
taan
berkurang
Ada
peningkata
n ekonomi
masyara
kat
Tidak ada
peningkat
an
ekonomi
masyara
kat

2 Masyarak
at peduli
Jumlah
>20
kelompok
Jumlah
15-20
kelompok
Jumlah
5-15
kelompok
Jumlah
<5
kelompok
Pelaksana
an >5
tahun
Pelaksana
an 2-4
tahun
Pelaksana
an 1 tahun
Ada
kolaborasi
dengan
Pemda
Tidak ada
kolaborasi
dengan
Pemda

3 Dunia
usaha
peduli
Jumlah
perusaha
an >5
Jumlah
perusaha
an 3-5
Jumlah
perusaha
an 1-2




- 24 -

4. Aspek Kegiatan Plus
3) Penilaian terhadap kegiatan plus dilakukan berdasarkan data yang
disampaikan oleh pemerintah daerah pada profil pengelolaan tutupan
vegetasi.
3) Kriteria kegiatan plus sebagai berikut:
h. Pembangunan dan pengelolaan taman keanekaragaman hayati
(tahun ke-1: ada secara fisik, tahun ke-2 dan seterusnya : Kondisi
pengelolaan).
h. Pelaksanaan perlindungan mata air (Permata), gerakan sumur
resapan dan biopori (ada penetapan Perbup/SK Bup dan
perkembangan jumlah, luasan dan sebaran).
h. Inventarisasi sumber emisi gas rumah kaca (data hasil inventarisasi
dan pemanfaatan hasil inventarisasi).
h. Kajian resiko adaptasi perubahan iklim atau KRAPI (hasil kajian dan
pemanfaatan hasil kajian).
h. Pemulihan kerusakan pesisir berbasis pemberdayaan dan ekonomi
masyarakat setempat (ada perencanaan dan cakupan secara fisik).
3) Kriteria penilaian kegiatan plus dilakukan sesuai tabel 10.

Tabel 10. Kriteria Penilaian Kegiatan Plus

No Kriteria Skor 5 Skor 4 Skor 3 Skor 2 Skor 1
1 Kegiatan
Plus
Ada 5
kegiatan
Ada 4
kegiatan
Ada 3
kegiatan
Ada 2
kegiatan
Ada 1
kegiatan

B. Parameter dan Kriteria Penilaian Kinerja Pemerintah Provinsi
0. Aspek Fisik
c. Parameter penilaian dari aspek fisik dilakukan terhadap pengelolaan
tutupan vegetasi.
c. Penilaian pengelolaan tutupan vegetasi dilakukan terhadap kondisi fisik
dalam mempertahankan tutupan hutan secara total wilayah dan
kondisi tutupan vegetasi pada ekosistem yang lintas kabupaten/kota.
c. Ekosistem yang lintas kabupaten/kota tersebut adalah seperti Daerah
Aliran Sungai, danau, gambut.
c. Penilaian terhadap kondisi fisik dalam mempertahankan tutupan hutan
secara total wilayah dan kondisi tutupan vegetasi pada ekosistem yang
lintas kabupaten/kota, dilakukan melalui interpretasi citra satelit pada
2 tahun terakhir dan selanjutnya dilakukan pemantauan lapangan.
c. Kriteria penilaian pengelolaan tutupan vegetasi sesuai tabel 11.

Tabel 11. Kriteria Penilaian Parameter Pengelolaan Tutupan Vegetasi
(Provinsi)

No Kriteria Skor 5 Skor 4 Skor 3 Skor 2 Skor 1
1 Mempertahankan
tutupan hutan
total wilayah
(2 tahun terakhir
dibandingkan
dengan rata-rata
2005-2010)
Tetap

Berkura
ng 10%
Berkura
ng 10-
20%
Berkura
ng 20-
30%
Berkura
ng 30%
2 Kondisi tutupan
vegetasi pada
ekosistem lintas
kab/kota
>80%
tertutup
vegetasi
60-80%
tertutup
vegetasi
40-60%
tertutup
vegetasi
20-40%
tertutup
vegetasi
<20%
tertutup
vegetasi

- 25 -

0. Aspek Manajemen (Pemerintah Daerah)
Parameter penilaian dari aspek manajemen pemerintah daerah terdiri
dari:
b. Pendanaan
Penilaian terhadap pendanaan dilakukan terhadap alokasi APBD pada
2 tahun terakhir untuk kegiatan konservasi kawasan berfungsi
lindung, pengendalian kerusakan lingkungan hidup dan perubahan
iklim.

b. Kelembagaan
Penilaian terhadap kelembagaan dilakukan terhadap bentuk/wadah
koordinasi dalam pelaksanaan konservasi kawasan berfungsi lindung,
pengendalian kerusakan lingkungan hidup dan perubahan iklim di
daerah.

b. Kebijakan
Penilaian kebijakan dilakukan terhadap peraturan/regulasi dan
kebijakan lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah provinsi terkait
dengan pengelolaan tutupan vegetasi, keanekaragaman hayati,
pengendalian kerusakan perairan darat, pengendalian kerusakan
pesisir, laut dan pulau-pulau kecil, mitigasi dan adaptasi perubahan
iklim, serta penanganan bencana lingkungan.

b. Program
Penilaian terhadap program yang dilakukan, terkait dengan
implementasi dari kebijakan yang telah ditetapkan.

Penilaian terhadap aspek manajemen dilakukan berdasarkan profil
pengelolaan tutupan vegetasi yang disampaikan oleh pemerintah provinsi.
Kriteria penilaian dilakukan sesuai tabel 12.

Tabel 12. Kriteria Penilaian Aspek Manajemen (Provinsi)

No Kriteria Skor 5 Skor 4 Skor 3 Skor 2 Skor 1
1 Alokasi APBD
untuk konservasi,
pengendalian
kerusakan
lingkungan dan
perubahan iklim
>3% 2-3% 1-2% 0,1-1% <0,1%

Ada wadah
koordinasi
antar
kab/kota
dan ada
pertemu-
an rutin
Ada
wadah
koordin
asi
antar
kab/kot
a

Ada
rencana
kegiatan
bersama

2 Kelembagaan
(wadah dan
pelaksanaan
koordinasi)
Jumlah
kab
menya
mpaika
n profil
>15 kab
Jumlah
kab
menyamp
aikan
profil
11-15
Jumlah
kab
menya
mpaika
n profil
6-10
Jumlah
kab
menyampa
ikan profil
3-5 kab
Jumlah
kab
menya
mpaika
n profil
1-2 kab
- 26 -

No Kriteria Skor 5 Skor 4 Skor 3 Skor 2 Skor 1
kab kab

Ada kab
menerima
trophy
Ada kab
meneri
ma
piagam

Ada
Perda
atau
persetuj
uan
substan
si dari
Menteri
PU
3 Kebijakan :
RTRW

Kawasan
lindung
bertamba
h
Kawasan
lindung
tetap
Kawasa
n
lindung
berkura
ng
4 Kebijakan :
Pengendalian
kerusakan
lingkungan
d. Lahan dan
hutan
d. Keanekaragama
n hayati
d. Perairan darat
d. Pesisir, laut
dan pulau kecil

Masing-
masing
telah ada
peratura
n atau
regulasi
daerah
Ada
peratur
an atau
regulasi
daerah
(2 dari3
atau 3
dari 4
isu)

Ada
peraturan
atau
regulasi
daerah (1
isu)
Ada
peratur
an atau
regulasi
daerah
tetapi
belum
dilaksa
nakan
5 Kebijakan :
Perubahan Iklim

Ada
dokume
nrencan
a aksi
daerah
PI

Ada
peta
rawan
bencana

Ada
penataan/
pengurang
an resiko
bencana

6 Kebijakan:
Pengelolaan
bencana
lingkungan
Tersebar Acak Terbatas


C. Skoring, Pembobotan dan Rekapitulasi Penilaian Kinerja
Dalam penilaian kinerja pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi
dilakukan scoring pada masing-masing kriteria, pembobotan berdasarkan
aspek penilaian dan tingkat kesulitan.

2. Skoring tingkat kesulitan
Tingkat kesulitan sebagaimana telah diuraikan pada Bab 3, dibagi
menjadi 5 kelompok dan masing-masing skor sebagaimana tabel 13.


- 27 -

Tabel 13. Pembobotan Tingkat Kesulitan

Kelompok Tingkat Kesulitan Skor
1 Sangat rendah 1
2 Rendah 1,5
3 Sedang 2
4 Tinggi 2,5
5 Sangat tinggi 3

2. Skoring pada masing-masing kriteria
Untuk keperluan kesetaraan antar kriteria dan pembobotan antar aspek,
skoring dilakukan dengan mengkonversi skor pada masing-masing
kriteria (tabel 5 s/d tabel 13) menjadi maksimal 5.

Contoh:
Skor kriteria kebijakan penanaman pohon = 6
Skor maksimal untuk kriteria kebijakan penanaman pohon = 8
Skor konversi menjadi = (6/8) x 5 = 3,8

2. Pembobotan berdasarkan aspek penilaian
c. Penilaian kinerja pemerintah kabupaten.
Aspek fisik yang merupakan indikator utama kinerja pemerintah
kabupaten memiliki bobot sebesar 50%. Aspek manajemen yang
merupakan perwujudan dari komitmen pemerintah daerah dalam
merespon kondisi fisik yang ada memiliki bobot sebesar 30%. Aspek
peranserta masyarakat memiliki bobot sebesar 10%. Aspek kegiatan
plus dan tingkat kesulitan masing-masing bobotnya 5%.

c. Penilaian kinerja pemerintah provinsi.
Dalam penilaian kinerja pemerintah provinsi, pembobotan dilakukan
pada aspek Fisik sebesar 50% dan aspek Manajemen. Pembobotan
dilakukan terhadap aspek Fisik dan aspek Manajemen sebesar 45%.
Sedangkan tingkat kesulitan dengan bobot sebesar 5%.

2. Rekapitulasi Hasil Penilaian
Rekapitulasi dilakukan untuk mengetahui ranking kinerja pemerintah
provinsi dan kabupaten. Pelaksanaan rekapitulasi dilakukan melalui
urutan sebagai berikut:
b. Penghitungan total skor per kriteria.
b. Penghitungan konversi skor per kriteria menjadi maksimal 5.
b. Penghitungan total nilai per aspek.
b. Penghitungan pembobotan per aspek.

Format rekapitulasi sebagaimana tabel 14 dan 15.


Tabel 14. Format Rekapitulasi Penilaian Kinerja Pemerintah Kabupaten

ASPEK
KEGIATAN
PLUS
TINGKAT
KESULITAN
BOBOT 5 5
KRITERIA 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 TOTAL KABUPATEN PROVINSI NO
FISIK MANAJEMEN MASYARAKAT
50 30 10




- 28 -

Tabel 15. Format Rekapitulasi Penilaian Kinerja Pemerintah Provinsi

ASPEK
TINGKAT
KESULITAN
BOBOT 5
KRITERIA 1 2 1 2 3 4 5 6 TOTAL
50 45
NO PROVINSI
FISIK MANAJEMEN




MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,



BALTHASAR KAMBUAYA

1

SALINAN



PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 02 TAHUN 2012
TENTANG
TATA LAKSANA JABATAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL
LINGKUNGAN HIDUP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 63 ayat (1) huruf aa Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Pemerintah bertugas dan berwenang
melakukan penegakan hukum lingkungan hidup;
b. bahwa tugas dan wewenang penegakan hukum lingkungan
hidup dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Lingkungan Hidup;
c. bahwa Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup
tersebar di instansi lingkungan hidup Pusat dan daerah;
d. bahwa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Penyidik
Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup perlu pedoman;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Republik Indonesia tentang Tata Laksana Jabatan Penyidik
Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3209);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258);
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun
2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor
27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5145);
5. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
2

6. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Kedudukan,
Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan
Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 tahun
2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Lingkungan;
8. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor M.HH.01.AH.09.01 Tahun 2011 Tentang Tata
Cara Pengangkatan, Pemberhentian, Mutasi, Dan Pengambilan
Sumpah Atau Janji Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil, Dan
Bentuk, Ukuran, Warna, Format, Serta Penerbitan Kartu Tanda
Pengenal Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK
INDONESIA TENTANG TATA LAKSANA JABATAN PENYIDIK
PEGAWAI NEGERI SIPIL LINGKUNGAN HIDUP.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk
mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai
tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyidikan menurut cara yang diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana.
2. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara dan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan
tersangkanya.
3. Tindak Pidana Lingkungan Hidup adalah setiap pelanggaran
atau perbuatan yang dapat diancam dengan pidana
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun
2009 tentang Pelindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
4. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup yang
selanjutnya disebut Pejabat PPNSLH adalah pegawai negeri sipil
di instansi lingkungan hidup Pusat maupun daerah yang diberi
wewenang khusus oleh Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk
melakukan penyidikan tindak pidana lingkungan hidup.
5. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
Pasal 2
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan pedoman bagi
Pejabat PPNSLH dalam rangka menjamin pemenuhan dan
perlindungan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.



3

Pasal 3
(1) Pejabat PPNSLH diangkat oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi
manusia.
(2) Calon Pejabat PPNSLH harus memenuhi persyaratan:
a. pejabat pengawas lingkungan hidup berpangkat paling
rendah Penata Muda Tingkat I/golongan III/b;
b. berpendidikan paling rendah sarjana hukum atau sarjana
lain yang setara;
c. bertugas di bidang teknis operasional penegakan hukum;
d. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat
keterangan dokter pada rumah sakit pemerintah;
e. setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil paling
sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
f. mengikuti dan dinyatakan lulus pendidikan dan pelatihan
fungsional di bidang penyidikan.
(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
sampai dengan huruf e diajukan oleh Menteri kepada menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang hukum
dan hak asasi manusia.
(4) Pendidikan dan pelatihan fungsional sebagaimana dimaksud
dengan huruf f diselenggarakan oleh Kepolisian Negara
Republik Indonesia bekerjasama dengan Kementerian
Lingkungan Hidup.

Pasal 4
(1) Apabila persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(2) huruf a sampai dengan huruf e terpenuhi, menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang hukum dan
hak asasi manusia memberitahukan nama calon pejabat
PPNSLH kepada Menteri.
(2) Menteri mengajukan nama calon pejabat PPNSLH yang telah
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk
mengikuti pendidikan dan pelatihan di bidang penyidikan.

Pasal 5
(1) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2), calon pejabat PPNSLH harus mendapat
pertimbangan dari Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan Jaksa Agung Republik Indonesia.
(2) Permohonan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diajukan oleh Menteri.
(3) Pertimbangan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
dan Jaksa Agung Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus diberikan masing-masing dalam waktu
paling lama 30 (tigapuluh) hari sejak permohonan
pertimbangan diajukan.
4

(4) Apabila dalam waktu 30 (tigapuluh) hari pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan, Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Jaksa Agung
Republik Indonesia dianggap menyetujui.
(5) Dalam hal pertimbangan dari Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia dan Jaksa Agung Republik Indonesia telah
diterima maka Menteri menyampaikan surat pertimbangan
beserta surat tanda tamat pendidikan dan pelatihan di bidang
penyidikan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
(6) Dalam hal pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
tidak diberikan, Menteri menyampaikan surat tanda tamat
pendidikan dan pelatihan dibidang penyidikan kepada menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum dan hak asasi manusia dengan melampirkan bukti asli
tanda terima penyampaian permohonan pertimbangan kepada
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Jaksa Agung
Republik Indonesia.

Pasal 6
(1) Calon pejabat PPNSLH yang telah memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) diangkat oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum dan hak asasi manusia atas usul Menteri.
(2) Usul pengangkatan pejabat PPNSLH sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) memuat:
a. dasar hukum pemberian wewenang pejabat PPNSLH sesuai
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
b. wilayah kerja pejabat PPNSLH yang diusulkan sesuai
dengan wilayah kerja pegawai negeri sipil yang
bersangkutan bertugas;
c. fotokopi Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan di
bidang penyidikan pejabat PPNSLH yang dilegalisir;
d. surat pertimbangan dari Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan Jaksa Agung Republik Indonesia atau bukti
asli tanda terima penyampaian permohonan pertimbangan
kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
Jaksa Agung Republik Indonesia; dan
e. pas foto terbaru berwarna dengan latar belakang merah
ukuran 2x3 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 4x6
cm sebanyak 1 (satu) lembar.

Pasal 7
Apabila usul pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
telah terpenuhi, penetapan keputusan mengenai pengangkatan
pejabat PPNSLH dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.



5


Pasal 8
(1) Pegawai negeri sipil yang telah diangkat menjadi pejabat PPNSLH
diberi kartu tanda pengenal.
(2) Kartu tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
(3) Kartu tanda pengenal pejabat PPNSLH berlaku selama 5 (lima)
tahun sejak tanggal dikeluarkan dan dapat di perpanjang.
(4) Perpanjangan kartu tanda pengenal sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diajukan kepada menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia
melalui koordinator pejabat PPNSLH paling lambat 1 (satu) bulan
sebelum berakhir masa berlakunya.

Pasal 9
(1) Pejabat PPNSLH berkedudukan pada unit kerja yang bertugas di
bidang penegakan hukum lingkungan hidup di Pusat atau
daerah.
(2) Wilayah kerja Pejabat PPNSLH meliputi wilayah hukum dan zona
ekonomi eksklusif sebagaimana tercantum dalam keputusan
pengangkatannya.

Pasal 10
(1) Pejabat PPNSLH bertugas untuk melakukan penyelidikan dan
penyidikan tindak pidana lingkungan hidup sesuai dengan
peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
(2) Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) secara teknis operasional mengacu pada
pedoman penyidikan tindak pidana lingkungan hidup.

Pasal 11
(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10, Pejabat PPNSLH berwewenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau
keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
b. melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang diduga
melakukan tindak pidana di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari setiap orang
berkenaan dengan peristiwa tindak pidana di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan
dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga
terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen
lain;
6

f. melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil
pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara
tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup;
g. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
h. menghentikan penyidikan;
i. memasuki tempat tertentu, memotret, dan/atau membuat
rekaman audio visual;
j. melakukan penggeledahan terhadap badan, pakaian,
ruangan dan/atau tempat lain yang diduga merupakan
tempat dilakukannya tindak pidana; dan/atau
k. menangkap dan menahan pelaku tindak pidana.
(2) Dalam melakukan penangkapan dan penahanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf k, pejabat penyidik pegawai negeri
sipil lingkungan hidup berkoordinasi dengan penyidik Pejabat
Polisi Negara Indonesia.

Pasal 12
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Pejabat PPNSLH
dikoordinasikan oleh koordinator pejabat PPNSLH.
(2) Koordinator pejabat PPNSLH sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dijabat oleh pejabat setingkat eselon II yang
membidangi penegakan hukum pidana lingkungan dan
ditetapkan oleh Menteri.
(3) Koordinator pejabat PPNSLH bertanggung jawab atas
terlaksananya proses penyelidikan dan penyidikan yang
memenuhi aspek administratif, teknis, dan yuridis sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Koordinator pejabat PPNSLH sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) bertugas:
a. mengoordinasikan pelaksanaan tugas Pejabat PPNSLH di
pusat dan pejabat PPNSLH di daerah;
b. memfasilitasi pelatihan, dan supervisi mengenai teknis
penyelidikan dan penyidikan kepada pejabat PPNSLH; dan
c. memberikan saran dan pertimbangan kepada pejabat
PPNSLH dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan.

Pasal 13
Dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan, pejabat PPNSLH
wajib memperhatikan:
a. pedoman penyidikan tindak pidana lingkungan hidup;
b. norma-norma yang berlaku di masyarakat;
c. pembuatan laporan pertanggungjawaban;
d. kesesuaian wewenang wilayah kerja; dan
7

e. penilaian kinerja penyelidikan dan penyidikan sebagai bagian
pembinaan karir jabatan fungsional penyidik.

Pasal 14
(1) Setiap Pejabat PPNSLH wajib membawa surat penugasan dan
tanda pengenal untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan.
(2) Surat penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikeluarkan oleh atasan penyidik setingkat eselon II selaku
penyidik.
(3) Dalam hal atasan Pejabat PPNSLH bukan penyidik, surat
penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dikeluarkan oleh koordinator pejabat PPNSLH.
(4) Koordinator pejabat PPNSLH dapat menugaskan Pejabat
PPNSLH di daerah untuk melakukan penyelidikan dan
penyidikan.
(5) Penugasan Pejabat PPNSLH di daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dikoordinasikan dengan kepala instansi
lingkungan hidup di daerah.

Pasal 15
Dalam pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan, atasan pejabat
PPNSLH selaku penyidik berkoordinasi dengan pengemban fungsi
koordinasi dan pengawasan PPNS Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Pasal 16
(1) Pejabat PPNSLH Kementerian Lingkungan Hidup wajib
menyampaikan laporan hasil penyelidikan dan penyidikan
kepada koordinator Pejabat PPNSLH.
(2) Pejabat PPNSLH provinsi atau kabupaten/kota wajib
menyampaikan laporan hasil penyelidikan dan penyidikan
kepada pejabat pemberi perintah dan koordinator Pejabat
PPNSLH.
Pasal 17
Dalam hal terjadi mutasi pejabat PPNSLH di instansi lingkungan
hidup daerah, kepala instansi lingkungan hidup daerah harus
melaporkan mutasi pejabat PPNSLH kepada Menteri.

Pasal 18
(1) Pejabat PPNSLH diberhentikan dari jabatannya karena:
a. diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil;
b. tidak lagi bertugas di bidang penegakan hukum;
c. pelanggaran etika pejabat PPNSLH; atau
d. atas pemintaan sendiri secara tertulis.
(2) Pemberhentian pejabat PPNSLH sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diusulkan oleh Menteri kepada menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan
hak asasi manusia disertai dengan alasan.
8

(3) Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dikeluarkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dalam
jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
diterimanya surat usulan pemberhentian.

Pasal 19
(1) Pembinaan pejabat PPNSLH secara teknis dan administrasi
dilakukan oleh Menteri.
(2) Dalam hal jabatan fungsional PPNSLH belum ada, pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
pembinaan terhadap pejabat pengawas lingkungan hidup atau
pengendali dampak lingkungan.

Pasal 20
Dana pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan dibebankan pada:
a. Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk tingkat
Pusat; dan
b. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk tingkat
Provinsi/ kabupaten/ kota.

Pasal 21
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam berita Negara
Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada Tanggal 3 Januari 2012

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
BALTHASAR KAMBUAYA

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 9 Januari 2012

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 33

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas



Inar Ichsana Ishak


1

SALINAN



PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 02 TAHUN 2012
TENTANG
TATA LAKSANA JABATAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL
LINGKUNGAN HIDUP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 63 ayat (1) huruf aa Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Pemerintah bertugas dan berwenang
melakukan penegakan hukum lingkungan hidup;
b. bahwa tugas dan wewenang penegakan hukum lingkungan
hidup dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Lingkungan Hidup;
c. bahwa Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup
tersebar di instansi lingkungan hidup Pusat dan daerah;
d. bahwa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Penyidik
Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup perlu pedoman;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Republik Indonesia tentang Tata Laksana Jabatan Penyidik
Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3209);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258);
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun
2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor
27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5145);
5. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
2

6. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Kedudukan,
Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan
Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 tahun
2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Lingkungan;
8. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor M.HH.01.AH.09.01 Tahun 2011 Tentang Tata
Cara Pengangkatan, Pemberhentian, Mutasi, Dan Pengambilan
Sumpah Atau Janji Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil, Dan
Bentuk, Ukuran, Warna, Format, Serta Penerbitan Kartu Tanda
Pengenal Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK
INDONESIA TENTANG TATA LAKSANA JABATAN PENYIDIK
PEGAWAI NEGERI SIPIL LINGKUNGAN HIDUP.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk
mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai
tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyidikan menurut cara yang diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana.
2. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara dan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan
tersangkanya.
3. Tindak Pidana Lingkungan Hidup adalah setiap pelanggaran
atau perbuatan yang dapat diancam dengan pidana
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun
2009 tentang Pelindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
4. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup yang
selanjutnya disebut Pejabat PPNSLH adalah pegawai negeri sipil
di instansi lingkungan hidup Pusat maupun daerah yang diberi
wewenang khusus oleh Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk
melakukan penyidikan tindak pidana lingkungan hidup.
5. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
Pasal 2
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan pedoman bagi
Pejabat PPNSLH dalam rangka menjamin pemenuhan dan
perlindungan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.



3

Pasal 3
(1) Pejabat PPNSLH diangkat oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi
manusia.
(2) Calon Pejabat PPNSLH harus memenuhi persyaratan:
a. pejabat pengawas lingkungan hidup berpangkat paling
rendah Penata Muda Tingkat I/golongan III/b;
b. berpendidikan paling rendah sarjana hukum atau sarjana
lain yang setara;
c. bertugas di bidang teknis operasional penegakan hukum;
d. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat
keterangan dokter pada rumah sakit pemerintah;
e. setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil paling
sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
f. mengikuti dan dinyatakan lulus pendidikan dan pelatihan
fungsional di bidang penyidikan.
(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
sampai dengan huruf e diajukan oleh Menteri kepada menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang hukum
dan hak asasi manusia.
(4) Pendidikan dan pelatihan fungsional sebagaimana dimaksud
dengan huruf f diselenggarakan oleh Kepolisian Negara
Republik Indonesia bekerjasama dengan Kementerian
Lingkungan Hidup.

Pasal 4
(1) Apabila persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(2) huruf a sampai dengan huruf e terpenuhi, menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang hukum dan
hak asasi manusia memberitahukan nama calon pejabat
PPNSLH kepada Menteri.
(2) Menteri mengajukan nama calon pejabat PPNSLH yang telah
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk
mengikuti pendidikan dan pelatihan di bidang penyidikan.

Pasal 5
(1) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2), calon pejabat PPNSLH harus mendapat
pertimbangan dari Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan Jaksa Agung Republik Indonesia.
(2) Permohonan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diajukan oleh Menteri.
(3) Pertimbangan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
dan Jaksa Agung Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus diberikan masing-masing dalam waktu
paling lama 30 (tigapuluh) hari sejak permohonan
pertimbangan diajukan.
4

(4) Apabila dalam waktu 30 (tigapuluh) hari pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan, Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Jaksa Agung
Republik Indonesia dianggap menyetujui.
(5) Dalam hal pertimbangan dari Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia dan Jaksa Agung Republik Indonesia telah
diterima maka Menteri menyampaikan surat pertimbangan
beserta surat tanda tamat pendidikan dan pelatihan di bidang
penyidikan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
(6) Dalam hal pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
tidak diberikan, Menteri menyampaikan surat tanda tamat
pendidikan dan pelatihan dibidang penyidikan kepada menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum dan hak asasi manusia dengan melampirkan bukti asli
tanda terima penyampaian permohonan pertimbangan kepada
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Jaksa Agung
Republik Indonesia.

Pasal 6
(1) Calon pejabat PPNSLH yang telah memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) diangkat oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum dan hak asasi manusia atas usul Menteri.
(2) Usul pengangkatan pejabat PPNSLH sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) memuat:
a. dasar hukum pemberian wewenang pejabat PPNSLH sesuai
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
b. wilayah kerja pejabat PPNSLH yang diusulkan sesuai
dengan wilayah kerja pegawai negeri sipil yang
bersangkutan bertugas;
c. fotokopi Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan di
bidang penyidikan pejabat PPNSLH yang dilegalisir;
d. surat pertimbangan dari Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan Jaksa Agung Republik Indonesia atau bukti
asli tanda terima penyampaian permohonan pertimbangan
kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
Jaksa Agung Republik Indonesia; dan
e. pas foto terbaru berwarna dengan latar belakang merah
ukuran 2x3 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 4x6
cm sebanyak 1 (satu) lembar.

Pasal 7
Apabila usul pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
telah terpenuhi, penetapan keputusan mengenai pengangkatan
pejabat PPNSLH dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.



5


Pasal 8
(1) Pegawai negeri sipil yang telah diangkat menjadi pejabat PPNSLH
diberi kartu tanda pengenal.
(2) Kartu tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
(3) Kartu tanda pengenal pejabat PPNSLH berlaku selama 5 (lima)
tahun sejak tanggal dikeluarkan dan dapat di perpanjang.
(4) Perpanjangan kartu tanda pengenal sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diajukan kepada menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia
melalui koordinator pejabat PPNSLH paling lambat 1 (satu) bulan
sebelum berakhir masa berlakunya.

Pasal 9
(1) Pejabat PPNSLH berkedudukan pada unit kerja yang bertugas di
bidang penegakan hukum lingkungan hidup di Pusat atau
daerah.
(2) Wilayah kerja Pejabat PPNSLH meliputi wilayah hukum dan zona
ekonomi eksklusif sebagaimana tercantum dalam keputusan
pengangkatannya.

Pasal 10
(1) Pejabat PPNSLH bertugas untuk melakukan penyelidikan dan
penyidikan tindak pidana lingkungan hidup sesuai dengan
peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
(2) Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) secara teknis operasional mengacu pada
pedoman penyidikan tindak pidana lingkungan hidup.

Pasal 11
(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10, Pejabat PPNSLH berwewenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau
keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
b. melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang diduga
melakukan tindak pidana di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari setiap orang
berkenaan dengan peristiwa tindak pidana di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan
dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga
terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen
lain;
6

f. melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil
pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara
tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup;
g. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
h. menghentikan penyidikan;
i. memasuki tempat tertentu, memotret, dan/atau membuat
rekaman audio visual;
j. melakukan penggeledahan terhadap badan, pakaian,
ruangan dan/atau tempat lain yang diduga merupakan
tempat dilakukannya tindak pidana; dan/atau
k. menangkap dan menahan pelaku tindak pidana.
(2) Dalam melakukan penangkapan dan penahanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf k, pejabat penyidik pegawai negeri
sipil lingkungan hidup berkoordinasi dengan penyidik Pejabat
Polisi Negara Indonesia.

Pasal 12
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Pejabat PPNSLH
dikoordinasikan oleh koordinator pejabat PPNSLH.
(2) Koordinator pejabat PPNSLH sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dijabat oleh pejabat setingkat eselon II yang
membidangi penegakan hukum pidana lingkungan dan
ditetapkan oleh Menteri.
(3) Koordinator pejabat PPNSLH bertanggung jawab atas
terlaksananya proses penyelidikan dan penyidikan yang
memenuhi aspek administratif, teknis, dan yuridis sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Koordinator pejabat PPNSLH sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) bertugas:
a. mengoordinasikan pelaksanaan tugas Pejabat PPNSLH di
pusat dan pejabat PPNSLH di daerah;
b. memfasilitasi pelatihan, dan supervisi mengenai teknis
penyelidikan dan penyidikan kepada pejabat PPNSLH; dan
c. memberikan saran dan pertimbangan kepada pejabat
PPNSLH dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan.

Pasal 13
Dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan, pejabat PPNSLH
wajib memperhatikan:
a. pedoman penyidikan tindak pidana lingkungan hidup;
b. norma-norma yang berlaku di masyarakat;
c. pembuatan laporan pertanggungjawaban;
d. kesesuaian wewenang wilayah kerja; dan
7

e. penilaian kinerja penyelidikan dan penyidikan sebagai bagian
pembinaan karir jabatan fungsional penyidik.

Pasal 14
(1) Setiap Pejabat PPNSLH wajib membawa surat penugasan dan
tanda pengenal untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan.
(2) Surat penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikeluarkan oleh atasan penyidik setingkat eselon II selaku
penyidik.
(3) Dalam hal atasan Pejabat PPNSLH bukan penyidik, surat
penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dikeluarkan oleh koordinator pejabat PPNSLH.
(4) Koordinator pejabat PPNSLH dapat menugaskan Pejabat
PPNSLH di daerah untuk melakukan penyelidikan dan
penyidikan.
(5) Penugasan Pejabat PPNSLH di daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dikoordinasikan dengan kepala instansi
lingkungan hidup di daerah.

Pasal 15
Dalam pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan, atasan pejabat
PPNSLH selaku penyidik berkoordinasi dengan pengemban fungsi
koordinasi dan pengawasan PPNS Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Pasal 16
(1) Pejabat PPNSLH Kementerian Lingkungan Hidup wajib
menyampaikan laporan hasil penyelidikan dan penyidikan
kepada koordinator Pejabat PPNSLH.
(2) Pejabat PPNSLH provinsi atau kabupaten/kota wajib
menyampaikan laporan hasil penyelidikan dan penyidikan
kepada pejabat pemberi perintah dan koordinator Pejabat
PPNSLH.
Pasal 17
Dalam hal terjadi mutasi pejabat PPNSLH di instansi lingkungan
hidup daerah, kepala instansi lingkungan hidup daerah harus
melaporkan mutasi pejabat PPNSLH kepada Menteri.

Pasal 18
(1) Pejabat PPNSLH diberhentikan dari jabatannya karena:
a. diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil;
b. tidak lagi bertugas di bidang penegakan hukum;
c. pelanggaran etika pejabat PPNSLH; atau
d. atas pemintaan sendiri secara tertulis.
(2) Pemberhentian pejabat PPNSLH sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diusulkan oleh Menteri kepada menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan
hak asasi manusia disertai dengan alasan.
8

(3) Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dikeluarkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dalam
jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
diterimanya surat usulan pemberhentian.

Pasal 19
(1) Pembinaan pejabat PPNSLH secara teknis dan administrasi
dilakukan oleh Menteri.
(2) Dalam hal jabatan fungsional PPNSLH belum ada, pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
pembinaan terhadap pejabat pengawas lingkungan hidup atau
pengendali dampak lingkungan.

Pasal 20
Dana pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan dibebankan pada:
a. Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk tingkat
Pusat; dan
b. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk tingkat
Provinsi/ kabupaten/ kota.

Pasal 21
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam berita Negara
Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada Tanggal 3 Januari 2012

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
BALTHASAR KAMBUAYA

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 9 Januari 2012

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 33

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas



Inar Ichsana Ishak


BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
No.200,2012
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 03 TAHUN 2012
TENTANG
TAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa keberlanjutan keanekaragaman hayati harus
dijamin keberadaannya sehingga diperlukan pelestarian
spesies dan sumber daya genetik lokal yang langka
melalui pencadangan sumber daya alam;
b. bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 57 ayat (1) huruf b
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
untuk melaksanakan pencadangan sumber daya alam,
Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota atau perseorangan dapat membangun
taman keanekaragam hayati di luar kawasan hutan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 63 ayat (1) huruf i, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Republik Indonesia Tentang Taman
Keanekaragaman Hayati;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
djpp depk mham go id
2012, No.200 2
2. Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang
Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 47
Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara;
3. Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 24
Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi
Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas,
dan Fungsi Eselon I Kementerian negara;
4. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16
Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Lingkungan Hidup;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA TENTANG TAMAN
KEANEKARAGAMAN HAYATI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Keanekaragaman Hayati, yang selanjutnya disebut Kehati adalah
keanekaragaman makhluk hidup di muka bumi dan peranan-peranan
ekologisnya, yang meliputi keanekaragaman ekosistem,
keanekaragaman spesies, dan keanekaragaman genetik.
2. Taman Keanekaragaman Hayati, yang selanjutnya disebut Taman
Kehati adalah suatu kawasan pencadangan sumber daya alam hayati
lokal di luar kawasan hutan yang mempunyai fungsi konservasi in-situ
dan/atau ex-situ, khususnya bagi tumbuhan yang penyerbukan
dan/atau pemencaran bijinya harus dibantu oleh satwa dengan
struktur dan komposisi vegetasinya dapat mendukung kelestarian
satwa penyerbuk dan pemencar biji.
3. Program Taman Kehati adalah program Kementerian Lingkungan
Hidup yang diselenggarakan untuk menyelamatkan berbagai spesies
tumbuhan asli/lokal yang memiliki tingkat ancaman sangat tinggi
terhadap kelestariannya atau ancaman yang mengakibatkan
kepunahannya.
4. Keanekaragaman Hayati Lokal yang selanjutnya disebut Kehati Lokal
adalah spesies atau sumber daya genetik tumbuhan dan satwa
endemik, lokal yang hidup berkembang secara alamiah di daerah
tertentu.
djpp depk mham go id
2012, No.200 3
5. Pemrakarsa adalah pemerintah, pemerintah daerah, setiap orang,
dan/atau badan hukum yang memiliki inisiatif dan bertanggungjawab
untuk menyusun program taman kehati.
6. Unit Pengelola Taman Kehati adalah pemerintah, pemerintah daerah,
setiap orang, dan/atau badan hukum yang melaksanakan
pembangunan dan/atau pengelolaan taman kehati.
7. Masyarakat dan/atau setiap orang adalah orang perseorangan atau
badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak
berbadan hukum.
8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 2
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan pedoman kepada
pemrakarsa dan Unit Pengelola Taman Kehati dalam melakukan
pembangunan Taman Kehati.
Pasal 3
Taman Kehati dimanfaatkan untuk:
a. koleksi tumbuhan;
b. pengembangbiakan tumbuhan dan satwa pendukung penyedia bibit;
c. sumber genetik tumbuhan dan tanaman lokal;
d. sarana pendidikan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan
ekowisata;
e. sumber bibit dan benih;
f. ruang terbuka hijau; dan/atau
g. penambahan tutupan vegetasi.
BAB II
PERENCANAAN
Pasal 4
Perencanaan pembangunan Taman Kehati dilaksanakan melalui tahapan:
a. penetapan tapak;
b. penetapan tumbuhan lokal; dan
c. membuat desain dasar, yang meliputi:
1. desain vegetasi; dan
2. desain infrastruktur.
Pasal 5
Tapak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a harus memenuhi
kriteria:
djpp depk mham go id
2012, No.200 4
a. berada di luar kawasan hutan;
b. lahan tidak berstatus sengketa;
c. kepastian peruntukan lahan melalui penetapan;
d. diutamakan berada pada ketinggian antara 400600 meter di atas
permukaan laut;
e. diutamakan dekat dengan sumber air; dan
f. memiliki luas tertentu sesuai dengan tipe Taman Kehati sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 6
(1) Penetapan tumbuhan lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf b dilakukan melalui tahapan:
a. inventarisasi terhadap tumbuhan lokal yang meliputi spesies
suksesi puncak dari kawasan yang paling terdegradasi, endemik,
dan langka;
b. pemilihan terhadap spesies tumbuhan yang diperlukan untuk
kelestarian satwa penyerbuk, pemencar biji, dan pengendali hama
yang mengganggu spesies tumbuhan yang diselamatkan;
c. penetapan spesies tumbuhan yang akan ditanam; dan
d. validasi terhadap penetapan spesies tumbuhan yang akan
ditanam dilakukan oleh institusi yang ditunjuk pemerintah
sebagai otoritas ilmiah
(2) Inventarisasi, pemilihan, dan penetapan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh pemrakarsa dengan bantuan tenaga ahli.
Pasal 7
(1) Desain vegetasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c angka
1 harus memenuhi kriteria:
a. pada setiap hektar, ditanam spesies tumbuhan lokal dengan
populasi setiap spesiesnya berasal dari induk berbeda
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peratuan Menteri ini; dan
b. pengelompokan spesies yang ditanam memperhatikan aspek
perawakan/habitus antar spesies tumbuhan dan persyaratan
tumbuh.
(2) Desain infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c
angka 2 harus memenuhi kriteria:
a. rancangan infrastruktur memperhatikan fungsi ekosistem,
lansekap, dan estetika;
www djpp depkumham go id
2012, No.200 5
b. pengalokasian tapak terdiri atas:
1. tapak koleksi tumbuhan dengan luasan paling sedikit 90%
(sembilanpuluh perseratus) dari luas lahan; dan
2. tapak infrastruktur dengan luasan maksimal 10% (sepuluh
perseratus) yang meliputi jalan setapak, pos pemantau, drainase,
dan penampungan air.
(3) Desain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat
dilakukan oleh pemrakarsa atau menggunakan jasa tenaga ahli.
(4) Taman Kehati harus memiliki sarana dan prasarana paling sedikit
terdiri atas:
a. papan petunjuk, berupa:
1. nama Taman Kehati;
2. denah;
3. spesies tumbuhan; dan
4. satwa.
b. persemaian;
c. label setiap pohon, berupa:
1. nomor individu; dan
2. nama spesies lokal dan ilmiah;
BAB III
PENETAPAN
Pasal 8
(1) Program Taman Kehati diikuti oleh:
a. pemerintah daerah provinsi;
b. pemerintah daerah kabupaten/kota; dan/atau
c. setiap orang.
(2) Program Taman Kehati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
melibatkan pemangku kepentingan.
Pasal 9
(1) Program Taman Kehati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
dilakukan melalui tahapan:
a. pengajuan permohonan pembangunan taman kehati;
b. verifikasi persyaratan taman kehati; dan
c. persetujuan Taman Kehati.
djpp depk mham go id
2012, No.200 6
(2) Permohonan persetujuan Taman Kehati sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a diajukan kepada:
a. Menteri, untuk pembangunan Taman Kehati oleh pemerintah
daerah provinsi;
b. gubernur, untuk pembangunan Taman Kehati oleh pemerintah
daerah kabupaten/kota; dan
c. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya, untuk pembangunan Taman Kehati oleh setiap
orang.
(3) Permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
dilengkapi dengan:
a. dokumen lingkungan hidup sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
b. dokumen perencanaan pembangunan Taman Kehati;
(4) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) melakukan verifikasi terhadap permohonan yang diajukan.
(5) Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dipergunakan
sebagai dasar diterbitkannya persetujuan mengikuti Program Taman
Kehati oleh Menteri, gubernur atau bupati/walikota sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
BAB IV
PELAKSANAAN
Bagian Kesatu
Unit Pengelola Taman Kehati
Pasal 10
(1) Pelaksanaan Program Taman Kehati dilakukan oleh Unit Pengelola
Taman Kehati.
(2) Gubernur atau bupati/walikota membentuk Unit Pengelola Taman
Kehati sesuai kewenangannya.
(3) Unit pengelola Taman Kehati sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai tugas:
a. menyusun dokumen perencanaan dan program pengelolaan;
b. melaksanakan pengembangan Taman Kehati;
c. melaksanakan pemeliharaan;
d. mengembangkan pangkalan data Taman Kehati; dan
e. melaksanakan pemantauan dan pelaporan.
djpp depk mham go id
2012, No.200 7
(4) Dokumen perencanaan dan program pengelolaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a memuat:
a. sumber daya manusia yang dibutuhkan, meliputi:
1. pimpinan;
2. staf yang menangani koleksi; dan
3. petugas lapangan;
b. pembangunan sarana dan prasarana;
c. penetapan spesies prioritas yang akan dikoleksi, tempat dan
waktu pengambilan koleksi;
d. tempat dan waktu penanaman;
e. pemeliharaan yang meliputi pemupukan serta pembersihan
gulma, hama, dan penyakit;
f. observasi waktu berbunga dan berbuah;
g. pengembangan database; dan
h. pendanaan.
(5) Dokumen rencana dan program pengelolaan Taman Kehati
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dibuat untuk jangka
waktu satu tahunan dan lima tahunan.
Pasal 11
(1) Unit Pengelola Taman Kehati melaksanakan pengelolaan Taman
Kehati berdasarkan perencanaan dan program pengelolaan Taman
Kehati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2) Pengelolaan Taman Kehati sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan mempertimbangkan peningkatan nilai tambah dan
manfaat bagi masyarakat sekitar.
Bagian Kedua
Pembentukan Pangkalan Data
Pasal 12
(1) Dalam rangka pelaksanaan Program Taman Kehati, Unit Pengelola
Taman Kehati membentuk dan mengelola pangkalan data.
(2) Pangkalan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat data
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Ketiga
Pelaporan dan Pemantauan
Pasal 13
(1) Unit Pengelola Taman Kehati membuat laporan pelaksanaan
pengelolaan Taman Kehati setiap akhir tahun.
djpp depk mham go id
2012, No.200 8
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada:
a. Menteri, untuk Taman Kehati provinsi;
b. gubernur, untuk Taman Kehati kabupaten/kota; dan
c. bupati/Walikota, untuk Taman Kehati perseorangan.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat
implementasi perencanaan dan program pengelolaan Taman Kehati.
Pasal 14
Pemantauan dilakukan untuk mengetahui capaian pelaksanaan
pengelolaan Taman Kehati dibandingkan dengan rencana dan program
yang telah ditetapkan oleh Unit Pengelola Taman Kehati.
Pasal 15
(1) Menteri melaksanakan pemantauan terhadap pemerintah provinsi
dalam pengelolaan Taman Kehati.
(2) Gubernur melaksanakan pemantauan terhadap pemerintah
kabupaten/kota dalam pengelolaan Taman Kehati.
(3) Bupati/walikota melaksanakan pemantauan terhadap setiap orang
dalam pengelolaan Taman Kehati.
Pasal 16
(1) Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilakukan
dengan cara:
a. observasi langsung di lapangan; dan
b. mengevaluasi laporan tahunan.
(2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan satu kali
dalam satu tahun.
BAB V
KEMITRAAN
Pasal 17
(1) Dalam pelaksanaan Taman Kehati, pemrakarsa dapat melakukan
kerjasama dan kemitraan dengan pihak lain dari dalam negeri
maupun luar negeri sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Kerjasama sebagaimana dimakusud pada ayat (1) dilakukan melalui
kegiatan antara lain:
a. adopsi pohon;
b. keanggotaan;
djpp depk mham go id
2012, No.200 9
c. pendidikan;
d. penelitian; dan/atau
e. wisata alam.
(3) Kerjasama yang menyangkut pemanfaatan sumber daya genetik yang
berada di dalam Taman Kehati dilakukan sesuai ketentuan mengenai
akses dan pembagian keuntungan.
BAB VI
PEMBINAAN
Pasal 18
(1) Menteri melakukan pembinaan kepada pemerintah daerah dalam
pembangunan dan pengelolaan Taman Kehati.
(2) Gubernur melakukan pembinaan kepada pemerintah kabupaten/kota
dalam pembangunan dan pengelolaan Taman Kehati.
(3) Bupati/walikota melakukan pembinaan kepada masyarakat dan/atau
setiap orang dalam pembangunan dan pengelolaan Taman Kehati.
(4) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat
(3) meliputi:
a. bimbingan teknis;
b. sosialisasi; dan/atau
c. peningkatan kapasitas unit pengelola Taman Kehati.
BAB VI
PENDANAAN
Pasal 19
(1) Pembangunan Taman Kehati didanai oleh Pemrakarsa.
(2) Program Taman Kehati yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah
dapat didanai dari dana alokasi khusus dan/atau dana konsentrasi.
(3) Program Taman Kehati yang dilaksanakan oleh masyarakat dan/atau
setiap orang dapat didanai dari perusahaan swasta melalui program
tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan
(corporate social responsibility).
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
djpp depk mham go id
2012, No.200 10
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Pebruari 2012
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN
HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,
BALTHASAR KAMBUAYA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 13 Februari 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
*belum dalam bentuk lemabaran lepas
djpp depk mham go id

Anda mungkin juga menyukai