Anda di halaman 1dari 14

V.

EXPLORATORY RESEARCH



Pada bab ini, akan dibahas teknik-teknik pelaksanaan riset eksploratori. Dalam bab ini juga
akan dibahas gambaran karakteristik dan implementasi dari teknik-teknik tersebut.

Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami metode yang
dapat digunakan dalam riset eksploratori serta menjelaskan metode karakteristik dan
mekanisme pelaksanaannya.

1. Mahasiswa mampu membedakan riset eksploratori dengan desain riset lainnya.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan karakteristik desain riset eksploratori.
3. Mahasiswa mampu menyebutkan metode pelaksanaan riset eksploratori.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan antara focus group dengan depth
interview.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan ragam bentuk focus group.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan teknik depth interview.

Kegiatan perkuliahan dilaksanakan dengan skenario sebagai berikut;
1. Perkenalan
2. Ringkasan materi yang disampaikan dengan metode ceramah, diskusi, dan Tanya
jawab
3. Pemberian contoh nyata (case study)
4. Class review dengan Tanya jawab
5. Penutup

SKENARIO PEMBELAJARAN

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


PENDAHULUAN

5.1 Posisi Bahasan dalam Concept Map
Pembahasan mengenai riset eksploratori ini adalah sebagai lanjutan dari bentuk
desain riset pada Bab sebelumnya. Dalam Bab ini akan diuraikan secara lebih rinci
karakteristik dan metode pelaksanaan riset eksploratori.

Gambar 5.1 Posisi Bahasan dalam Concept Map

5.2 Riset Eksploratori
Seperti yang telah dibahas pada Bab sebelumnya, riset eksploratori adalah jenis
rancangan riset yang bertujuan untuk memperoleh pandangan atau pemahaman terhadap
masalah yang dihadapi. Meskipun hasil dari riset ini umumnya harus diolah atau dibuktikan
kembali melalui jenis penelitian deskriptif atau kausal, namun sangat bermanfaat dalam
menguraikan masalah, yang awalnya terlalu luas dan tidak jelas, menjadi sub-masalah yang
lebih kecil, spesifik, dan tepat.

RINGKASAN MATERI
Sub-masalah tersebut dijabarkan dalam bentuk hipotesis yang merupakan sebuah
pernyataan yang menetapkan hubungan antara dua atau lebih vaiabel. Apabila masalah
sudah berbentuk hipotesis, maka masalah akan lebih mudah untuk dipahami, dipetakan,
dan dipecahkan. Hipotesis ini juga sangat membantu untuk merancang rumusan
rekomendasi perbaikan untuk mengantisipasi datangnya masalah atau agar masalah tidak
berulang.

5.3 Metode Riset Eksploratori
Berikut adalah metode-metode penelitian yang umum digunakan dalam riset
eksploratori:
5.3.1 Survey of Experts
Survei kepada ahli atau pakar ini biasa disebut sebagai metode Delphi. Dalam
metode ini, peneliti akan melakukan identifikasi atau klarifikasi masalah dengan pihak-pihak
atau orang yang sudah diakui kepakarannya terkait masalah tersebut. Bentuk survei dapat
dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan. Ada beberapa metode yang mensyaratkan
pembobotan untuk hasil interview masing-masing pakar, ada pula yang langsung
menggunakan pendapat pakar yang bersangkutan karena urgenitas dan kapasitas
penelitian.

5.3.2 Analisis Kualitatif Data Sekunder
Secara garis besar, data dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer merupakan data yang dicari sendiri oleh peneliti. Data ini khusus
dikumpulkan dan diperoleh untuk kepentingan penelitian. Sementara data sekunder adalah
data yang telah ada. Data ini dikumpulkan oleh orang/pihak lain dan peneliti dapat langsung
mempergunakannya sesuai dengan kebutuhan.
Dalam mencari pandangan dan pemahaman terkait masalah yang sedang dihadapi,
peneliti perlu mencari informasi relevan sebanyak mungkin agar dapat menganalisis akar
permasalahan dengan lebih tepat dan objektif. Informasi yang diperoleh umumnya
merupakan data sekunder. Peneliti hanya perlu memilah dan memilih informasi apa saja
yang relevan dengan penelitian. Penjelasan lebih lengkap mengenai pemanfaatan data
sekunder dapat dilihat pada Bab VIII.

5.3.3 Riset Kualitatif
Riset kualitatif umumnya dilakukan pada saat pendefinisian masalah. Riset ini
digunakan untuk membangun hipotesis dan mengidentifikasi variabel-variabel yang akan
digunakan dalam riset. Riset ini, bersama-sama analisis data sekunder, juga mampu
menyelesaikan bagian-bagian dari riset yang tidak bisa diselesaikan melalui riset konklusif
(riset deskriptif).
Riset kualitatif menyediakan pandangan-pandangan dan pemahaman pada masalah
yang sedang dihadapi. Sementara riset kuantitatif dilaksanakan dengan mengukur data dan,
umumnya, menggunakan beberapa bentuk analisis statistik.
Riset kualitiatif memiliki beberapa prosedur yang dapat digolongkan menjadi berikut:

Gambar 5.2 Qualitative Research Procedures Classification

Prosedur pelaksaan riset kualitatif secara garis besar terbagi 2, yaitu pelaksaan riset
yang langsung maupun yang tidak langsung. Pada pelaksanaan riset langsung, tujuan
penelitian akan diberitahukan kepada responden atau secara langsung dapat diketahui pada
saat pelaksanaan riset. Sementara, pada riset tidak langsung, tujuan penelitian akan
disembunyikan dari responden. Peneliti tidak secara jelas menyatakan tujuan penelitian. Hal
ini bertujuan agar responden dapat lebih bebas dalam mengutarakan hal-hal yang ada
dalam pikirannya, tidak secara sadar membatasi dirinya dalam kepentingan-kepentingan
tertentu.
Seperti yang tertera dalam Gambar 5.2, penelitian langsung dilakukan dengan cara
focus group dan depth interview.
a. Focus Group
Sebuah focus group adalah sebuah wawancara terhadap sekelompok kecil responden
yang dipimpin oleh seorang moderator, dimana lingkungan dan suasana yang ditampilkan
tidak kaku dan wawancara dapat mengalir secara alami. Tujuan utama dari focus group
adalah memperoleh pemahaman dengan cara mendengarkan respon dari sekelompok
responden tersebut terkait isu masalah yang dibawakan oleh moderator/peneliti. Responden
yang dipilih umumnya berasal dari target pasar yang sesuai dengan masalah. Berikut adalah
karakteristik umum dari focus group:
Tabel 5.1 Karakteristik Focus Group
Kriteria Keterangan
Ukuran kelompok 8-12 orang
Komposisi kelompok Homogen; responden diseleksi terlebih dahulu
Kondisi lingkungan
fisik
Memiliki kesan santai; atmosfir yang dibawakan
bersifat informal
Durasi waktu 1-3 jam
Pencatatan Menggunakan audiocassette dan videotape
Moderator
Memiliki kemampuan observasi, interpersonal,
dan komunikasi yang baik

Moderator, sebagai pelaksana pengumpul data yang penting, harus memiliki beberapa
kriteria sebagai berikut:
- Akrab dan menyenangkan
- Membiarkan diskusi berjalan dengan sendirinya
- Mampu memancing keterlibatan semua responden
- Mampu memancing penjelasan lebih lanjut mengenai komentar atau bahasan yang
disampaikan oleh responden
- Mampu mendorong responden yang kurang responsif untuk berpartisipasi
- Mampu berimprovisasi dan mengawal jalannya diskusi
- Mampu mendeteksi hal-hal yang akan mengeruhkan suasana dan mengalihkannya
menjadi kondusif kembali.
Untuk memaksimalkan efektifitas dari focus group, terdapat prosedur yang sebaiknya
diikuti oleh peneliti, yaitu:
Menentukan tujuan dari riset pemasaran yang sedang dilakukan serta
mendefinisikan masalah
Menentukan tujuan dari riset kualitiatif dengan lebih spesifik
Membuat pernyataan yang akan dijawab dalam focus group
Membuat kuesioner seleksi
Membuat outline bagi moderator
Menjalankan focus group interview
Me-review rekaman dan menganalisis data yang diperoleh
Menyimpulkan temuan dan membuat perencanaan lanjutan

Gambar 5.3 Prosedur Perencanaan dan Pelaksanaan Focus Group

Dalam perkembangannya, pelaksanaan focus group telah mengalami berbagai
penyesuaian. Penyesuaian ini sesuai dengan konsep fleksibilitas yang dimiliki oleh focus
group. Dengan memberikan beberapa penyesuaian, efektifitas terhadap beragam kasus
yang pernah dihadapi menjadi lebih terpenuhi. Berikut adalah beberapa variasi dalam
pelaksanaan focus group:
- Two-way focus group
Focus group jenis ini memiliki lebih dari satu kelompok (group). Salah satu kelompok
akan mendengarkan dan memperhatikan respon dari kelompok yang lain. Kemudian,
kelompok tersebut akan diminta reaksi atau responnya terhadap respon kelompok pertama.
- Dual-moderator group
Pelaksanaan focus group jenis ini dipimpin oleh dua orang moderator. Salah satu
moderator bertugas memperlancar jalannya diskusi, sementara satu lainnya bertugas untuk
memastikan diskusi berjalan sesuai dengan tema yang diangkat.
- Dueling-moderator group
Focus group ini juga memiliki dua orang moderator. Namun, kedua moderator ini berdiri
pada sisi yang berlawan. Hal ini memungkinkan peneliti untuk melihat masalah dari dua hal
yang saling bertentangan.



- Respondent-moderator group
Dalam pelaksanaan focus group ini, moderator akan meminta salah satu responden
yang terpilih untuk berperan menjadi moderator. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan
partisipasi responden dan melihat dinamika dalam kelompok.
- Client-participant groups
Focus group jenis ini melibatkan pihak perusahaan dalam pelaksanaannya. Tugas wakil
perusahaan ini adalah untuk memberikan klarisikasi terhadap hal-hal yang kurang atau
salah dipahami oleh responden, sehingga diskusi dapat berjalan dengan lebih efektif.
- Mini groups
Focus group ini dilaksanakan oleh seorang moderator dan 4-5 orang responden. Hal ini
dimaksudkan agar akar permasalahan maupun solusi dapat tergali lebih dalam. Diskusi jenis
ini digunakan saat jumlah standar focus group tidak memungkinkan eksplorasi lebih dalam
dari para responden.
- Telesession groups
Pelaksanaan focus group ini adalah dengan menggunakan telepon atau tele-conference.
Selain dengan menggunakan dua macam media tersebut, telesession juga dapat dilakukan
secara on-line.

Keuntungan dari penelitian dengan menggunakan focus group adalah:
1. Synergism
Mengumpulkan sekelompok orang bersama-sama mampu menghasilkan informasi,
pemahaman, dan pendapat yang lebih luas jika dibandingkan dengan mengumpulkan
informasi secara perorangan.
2. Snowballing
Akan terjadi efek berkelanjutan saat sekelompok orang disatukan dalam sebuah forum.
Pendapat dan reaksi seseorang akan memancing keluarnya pendapat dan reaksi lain dari
orang lain pula.
3. Stimulation
Umumnya, setelah diberikan pengarahan singkat mengenai tujuan dan proses
pelaksanaan diskusi, responden tergerak untuk mengeluarkan pendapat mereka dan
menunjukkan apa yang mereka rasakan mengenai masalah yang diutarakan.
4. Security
Umumnya, setiap responden memiliki perasaan atau pengalaman yang sama dengan
responden yang lain terkait masalah yang dibahas. Oleh karenanya, mereka merasa aman
dan nyaman saat mengutarakan pendapat dan perasaan mereka.


5. Spontaneity
Karena responden tidak diminta untuk menjawab pertanyaan yang bersifat spesifik,
responden dapat mengeluarkan secara spontan apa yang ada dalam pikiran mereka.
6. Serendipity
Dengan responden merasa aman, nyaman, dan bebas dalam berbicara, sering terjadi
terpancingnya pendapat-pendapat yang baru yang mungkin saja efektif untuk dijadikan
solusi permasalahan.
7. Specialization
Responden dapat berbicara dengan bebas dan dapat membaur satu sama lain. Hal ini
dapat mengurangi kebutuhan akan disediakannya pewawancara yang handal yang biasanya
berbiaya tinggi.
8. Scientific scrutiny
Selama proses diskusi berlangsung para ahli atau peneliti dapat terus mengawasi
jalannya diskusi serta memerhatikan dan mengevaluasi reaksi dari responden. Selain itu,
jalannya diskusi terekam sepenuhnya sehingga jika sewaktu-waktu perlu evaluasi ulang
atau pengamatan ulang, peneliti dan para ahli dapat menggunakan rekaman yang tersedia.
9. Structure
Focus group juga memungkinkan fleksibilitas dalam menangani dan menggali
pandangan dan pendapat responden. Fleksibilitas ini disesuaikan dengan isi diskusi,
sehhingga responden tidak merasa terbebani dan peneliti dapat menghemat sumber daya.
10. Speed
Dalam pelaksanaan focus group, setiap individu seolah-olah telah diwawancara secara
perorangan. Informasi yang diperoleh bisa merepresentasikan hasil yang diperoleh jika
wawancara dilakukan satu per satu. Hal ini dapat mempercepat proses pengumpulan data.

Meskipun focus group merupakan metode yang memiliki banyak keuntungan, namun
tidak berarti menjadi yang terbaik. Terdapat beberapa kekurangan jika penelitian hanya
menggunakan teknik focus group untuk mengumpulkan data, berikut adalah diantaranya:
1. Misuse
Focus group tidaklah diperuntukan untuk mencari hasil atau dijadikan kesimpulan. Hasil
dari focus group seharusnya digunakan untuk bahan eksplorasi.
2. Misjudge
Hasil dari focus group dapat dengan mudahnya disalahartikan jika dibandingkan dengan
teknik pengumpulan data yang lainnya. Hasil, reaksi, pendapat responden dalam focus
group mengandung bias yang cukup besar.


3. Moderation
Jalannya diskusi sebenarnya sangat sulit untuk diatur atau dibatasi sesuai dengan yang
diharapkan. Hanya sedikit moderator yang benar-benar memiliki kemampuan yang
dibutuhkan. Hasil diskusi sangat bergantung pada kecakapan moderator.
4. Messy
Sifat focus group yang tidak terstruktur dan fleksibel membuat reaksi responden sulit
untuk dikodekan, dianalisis, dan diinterpretasikan.
5. Misrepresentation
Hasil dari focus group tidak representatif terhadap populasi dan tidak dapat
diproyeksikan secara langsung. Oleh karenanya, focus group harus sangat menghidari
terjadinya misuse.

Dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan dari dilakukannya focus group,
berikut adalah contoh pemanfaatan focus group dalam beberapa kesempatan:
1. Untuk memahami persepsi, preferensi, serta perilaku pelanggan terkait suatu kategori
produk;
2. Untuk mengetahui pendapat pelanggan terhadap konsep baru produk;
3. Untuk mengumpulkan pendapat-pendapat baru mangenai produk yang sudah lama ada;
4. Untuk membangun konsep dan bahan yang kreatif yang dapat digunakan dalam iklan;
5. Untuk mengetahui kesan terhadap kebijakan harga yang akan dan/atau telah ditetapkan;
6. Untuk mengetahui reaksi awal pelanggan mengenai program pemasaran tertentu.

b. Depth Interview
Selain focus group, penelitian eksploratori langsung juga dapat dilakukan dengan
menggunakan metode depth interview. Metode ini adalah metode wawancara yang tidak
terstruktur, langsung, dan bersifa perorangan. Seorang responden akan ditangani oleh
seorang pewawancara handal untuk menggali motivasi, anggapan, sikap, dan perasaan
responden terhadap masalah atau isu yang sedang dibahas.
Depth interview memiliki karakteristik yang kurang lebih sama dengan focus group.
Hanya saja, wawancara terhadap responden dalam depth interview dilakukan satu per satu.
Selain itu, waktu pelaksanannya berkisar 30 menit hingga lebih dari satu jam untuk setiap
responden. Pewawancara akan memulai dengan pertanyaan yang bersifat umum.
Kemudian pertanyaan berikutnya akan disesuaikan dengan respon dari responden tersebut.
Pewawancara akan terus berusaha menggali hingga setiap jawaban yang diberikan
responden dapat diketahui makna dan penyebabnya secara jelas.

Terdapat 3 teknik yang dapat digunakan untuk menggali informasi dalam depth
interview, yaitu:
1. Laddering
Dengan teknik ini, pertanyaan akan diarahkan dari karakteristik produk ke karakteristik
pelanggan. Teknik ini akan membantu peneliti dalam memahami perbedaan makna yang
diberikan oleh konsumen pada sebuah produk atau permasalahan.
2. Hidden issu questioning
Teknik ini digunakan dengan menggali dari pusat kekecewaan konsumen (responden),
dari hal yang menjadi perhatian utama konsumen (responden). Pada teknik ini, pandangan
umum, perhatian umum, atau gaya hidup secara umum bukanlah menjadi bahasan utama.
3. Symbolic analysis
Pada teknik ini, jawaban responden akan diasumsikan sebagai simbol. Pertanyaan yang
diberikan pada responden bukanlah pertanyaan yang langsung mengenai permasalahan.
Untuk mengetahui persepsi responden mengenai sesuatu, responden akan diberi
pertanyaan yang merupakan kebalikan dari kenyataan saat ini. Misalnya saja saat
pewawancara ingin mengetahui manfaat jasa penerbangan (pesawat terbang komersial),
responden akan ditanya seperti berikut: Apa yang akan Anda lakukan jika Anda tidak bisa
lagi menaiki pesawat terbang? Jika responden menjawab dengan Mungkin saya akan
beralih ke surat atau telepon internasional., maka dapat diartikan bahwa bagi responden
tersebut, jasa penerbangan menawarkan akomodasi komunikasi face-to-face.
Melihat pentingnya peranan pewawancara dalam depth interview, maka pewawancara
sebaiknya mampu membuat responden lebih nyaman dan santai dan menghindari kesan
superior; mampu melihat seluruh proses secara obyektif dan menghidari keterlibatan secara
pribadi (subyektif/berpihak); mampu menanyakan pertanyaan dengan cara yang tepat,
mampu menggali responden; serta tidak puas hanya dengan jawaban ya atau tidak.
Seperti halnya focus group, depth interview juga memiliki kekurangan dan kelebihan.
Dengan depth interview, peneliti dapat menemukan pendapat dan pemahaman yang lebih
luas dan dalam bila dibandingkan dengan focus group. Depth interview juga mampu
mengalamatkan setiap reaksi, respon, maupun pendapat ke masing-masing individu yang
memang memilikinya; tidak seperti focus group yang sulit untuk menentukan responden
mana yang memiliki respon tertentu. Informasi yang dihasilkan dari depth interview pun lebih
bebas, asli, dan terbebas dari intervensi pihak manapun.
Di sisi lain, depth interview sulit untuk dilakukan mengingat pewawancara yang handal
masih jarang dan mahal, sementara hasil depth interview sangat ditentukan oleh
kemampuan pewawancara. Data yang diperoleh terkadang sulit untuk direpresentasikan
maupun diolah, untuk itu dibutuhkan psikolog yang juga handal. Selain itu, waktu yang
diperlukan untuk wawancara cukup banyak. Kombinasi dari mahalnya biaya yang harus
dikeluarkan serta banyaknya waktu yang harus disediakan membuat depth interview jarang
digunakan dalam penelitian. Berikut adalah jenis penelitian yang dapat memanfaatkan depth
interview:
- Penelitian terperinci terkait pembelian kendaraan bermotor;
- Pembahasan rahasia dengan topik yang sensitif, misal: keuangan, penggunaan gigi
palsu;
- Penelitian di mana norma lingkungan dan sosial masih sangat kuat mengikat dan dapat
mengancam kehidupan responden;
- Pemahaman lanjutan megenai perilaku yang rumit;
- Wawancara dengan orang-orang profesional, misal: pakar industri;
- Wawancara dengan pihak kompetitor;

Sementara, penelitian eksploratori tidak langsung dapat dilakukan melalui projective
techniques. Projective techniques merupakan teknik yang dilakukan untuk memancing
respon atau jawaban yang tepat dari responden, di mana responden tidak diberi
pemahaman awal mengenai tujuan dilakukannya riset. Dalam teknik ini, responden tidak
diminta untuk menggambarkan perilakunya sendiri, melainkan responden akan diminta
untuk menginterpretasikan perilaku pihak lain. Pada saat menginterpretasikan perilaku pihak
lain itulah, responden secara tidak langsung memproyeksikan dirinya sendiri. Oleh
karenanya, dibutuhkan situasi yang secara sengaja dibuat tidak terstruktur, samar-samar,
dan ambigu. Semakin responden tidak merasakan tujuan penelitian, semakin muncul reaksi
asli responden.
Projective techniques dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu: association,
completion, construction, dan expressive techniques.
a. Association techniques
Dalam teknik asosiasi ini, responden akan diberikan stimuli dan diminta untuk merespon
sesuai dengan yang pertama kali terpikirkan olehnya. Word association adalah salah satu
teknik asosiasi yang paling sering digunakan. Dalam pelaksanaan teknik word association,
responden akan diberi daftar kata yang ditunjukkan satu per satu. Kemudian, responden
akan diminta untuk merespon dengan kata pertama yang muncul di benak responden.
Kata-kata yang akan ditunjukkan pada responden, yang biasa disebut juga dengan test
words, akan dicampur dengan kata-kata lain yang sebenarnya tidak ada hubungannya
dengan riset. Hal ini dimaksudkan agar responden tidak mampu menebak tujuan atau arah
asli dari penelitian.
Respon dari responden akan dianalisis dengan cara menghitung: frekuensi kata yang
digunakan sebagai respon, jumlah waktu yang diperlukan sebelum respon akhirnya
diberikan, dan jumlah responden yang tidak memberikan respon sama sekali dalam selang
waktu yang diberikan. Responden yang tidak memberikan respon sama sekali akan
dianggap memiliki keterkaitan emosional yang sangat tinggi hingga tidak memberikan
respon. Pola respon yang diberikan oleh masing-masing responden akan dijadikan penentu
perilaku atau persepsi responden terhadap masalah yang sebenarnya.
Dalam perkembangannya, responden bisa jadi diminta untuk memberikan lebih dari satu
kata dalam merespon test words. Selain itu, bisa jadi peneliti tidak lagi menggunakan test
words, tetapi menggunakan kalimat tanya yang dapat dijawab dengan cepat dan spesifik.
b. Completion techniques
Dengan menggunakan teknik ini, responden akan diminta untuk melengkapi stimulus
yang diberikan. Stimulus tersebut dapat berupa kalimat maupun cerita. Saat responden
dihadapkan pada sentence completion, responden akan diajukan beberapa kalimat tidak
lengkap dan diminta untuk melengkapinya.
Sementara pada story completion, responden akan diberikan sebagian cerita dan
diminta untuk membuat/memberikan kesimpulan maupun lanjutan cerita dengan bahasa
responden sendiri. Umumnya, sama seperti word association, responden akan diminta
mengisi sesuai dengan yang pertama muncul dalam benak mereka.
c. Construction techniques
Teknik ini sangat mirip dengan teknik story completion, hanya saja petunjuk yang
diberikan kepada responden lebih sedikit. Responden harus memberikan respon dalam
bentuk cerita, dialog, maupun deskripsi lain. Teknik konstruksi ini menggunakan gambar dan
kartun sebagai alat bantunya.
Picture response techniques awalnya berasal dari thematic apperception test (TAT) yang
memiliki serangkaian gambar biasa dan gambar tidak biasa. Dalam beberapa gambar,
aktifitas atau subyek terlihat jelas, namun beberapa lainnya tidak. Interpretasi responden
terhadap gambar-gambar tersebut menunjukkan kepribadian responden tersebut. Dalam
penelitian, umumnya responden akan diminta untuk menceritakan ulang gambar tersebut.
Cartoon test techniques menggunakan gambar kartun yang berada dalam situasi dan
lokasi tertentu. Kartun tersebut umumnya sedang bercakap-cakap atau berpikir. Responden
akan diminta melengkapi dialog dan/atau pemikiran sesuai dengan yang ditangkap
responden dari keseluruhan gambar dan/atau percakapan.
d. Expressive techniques
Dalam teknik ini, responden akan diberikan situasi, baik secara verbal maupun visual,
dan diminta untuk menggambarkan perasaan serta perilaku responden lain terkait situasi
yang telah diutarakan. Responden dapat menggunakan role playing maupun third-person
techniques.
Dengan role playing, responden akan diminta untuk memerankan orang lain atau
membayangkan perilaku dari orang lain. Sementara pada third-person techniques,
responden akan ditunjukkan suatu situasi yang kemudian membayangkan pihak ketiga yang
terlibat dalam situasi tersebut. Responden harus membayangkan dan mengutarakan apa
yang dipikirkan oleh pihak ketiga tersebut. Peneliti akan menganggap bahwa responden
akan memasukkan perasaan, tanggapan, dan perilakunya sendiri dalam peran yang
dimainkannya.

Sebagai bahan pertimbangan pemilihan teknik riset eksploratori, berikut disajikan
kelebihan dan kekurangan dari projective techniques. Projective techniques mampu
mengumpulkan respon yang sulit diperoleh jika tujuan penelitian diberitahukan. Selain itu,
pada saat dilakukan wawancara maupun diskusi, baik responden maupun peneliti dapat
salah interpretasi yang menjadikan hasil wawancara atau diskusi menjadi salah. Dengan
menggunakan projective techniques, hasil yang diperoleh menjadi lebih valid karena tujuan
penelitian diabaikan. Sementara, kekurangan projective techniques sama seperti teknik riset
kualitatif, yaitu dibutuhkan pewawancara dan penerjemah respon yang sangat handal untuk
mampu mengekstrak jawaban responden.
Projective techniques, terkecuali word association, termasuk jarang digunakan
dibandingkan focus group dan depth interview. Manfaat penggunaan projective techniques
dapat optimal saat: penelitian langsung tidak dimungkinkan untuk dilakukan, untuk menggali
pemahaman dan pendapat awal, serta dilaksanakan dengan cara dan sistem yang
professional.

Berikut adalah tabel perbandingan antara tiga teknik besar riset kualitatif:
Tabel 5.2 Perbanding Tiga Teknik Riset Kualitatif
Kriteria Focus Group Depth Interview
Projective
Techniques
Tingkat struktur (keteraturan) Cukup tinggi Sedang Cenderung rendah
Kemampuan untuk meneliti
masing-masing responden
Rendah Tinggi Sedang
Bias moderator Sedang Cenderung tinggi
Dari rendah hingga
tinggi
Bias interpretasi
Cenderung
rendah
Sedang Cenderung tinggi
Mengetahui informasi yang
tersembunyi
Rendah
Sedang hingga
tinggi
Tinggi
Memperoleh informasi yang
inovatif
Tinggi Sedang Rendah
Memperoleh informasi yang
sensitif
Rendah Sedang Tinggi
Keterlibatan
perilaku/pertanyaan yang tidak
biasa
Tidak ada
Terdapat, di
beberapa
penelitian
Ada
Manfaat secara keseluruhan
Sangat
bermanfaat
Bermanfaat Cukup bermanfaat



LATIHAN SOAL
1. Jelaskan tujuan dilakukannya riset eksploratori!
2. Metode apa saja yang umum digunakan dalam riset eksploratori!
3. Mengapa tujuan dilakukannya riset kualitatif dapat disembunyikan maupun
ditunjukkan?
4. Sebutkan dan jelaskan teknik-teknik untuk menggali informasi dalam depth interview!
5. Gambarkan secara singkat karakteristik dan pelaksanaan focus group!

1. Churchill, Gilbert A., Jr., dan Iacobucci, Dawn, Marketing Research: Methodological
Foundations, South-Western, Ohio, 2002.
2. Malhotra, Naresh K., dan Birks, David F., Marketing Research: An Applied
Approach, Prentice Hall, New Jersey, 2007.

REFERENSI

EVALUASI

Anda mungkin juga menyukai