Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I
ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Ny. MY
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 56 tahun
Pendidikan : Tamat SD
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Pondok Aren, Tangerang Selatan

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Pasien diantar keluarganya dengan keluhan kelemahan sisi kanan sejak 4 hari
SMRS
B. KeluhanTambahan
Tidak bisa bicara dan berkomunikasi dengan keluarga dan sakit kepala
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien diantar keluarganya ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan
kelemahan pada tubuh sisi kanan (tungkai dan lengan kanan) sejak 4 hari SMRS.
Pasien terjatuh di kamar mandi ketika sedang buang air kecil, kemudian pasien
langsung meminta tolong kepada anaknya. kelemahan dirasakan semakin memburuk.
Menurut anak pasien setelah kelemahan lengan dan tungkai pasien menjadi tidak bisa
berbicara dan tidak mengerti pembicaraan orang lain. Menurut anak pasien, pasien
juga terdapat sakit kepala terutama sisi depan seperti di ikat sejak 3 bulan SMRS.
Sakit kepala menetap namun kelihatan memberat saat pagi hari, batuk, dan mengedan.
2

Hal ini terihat karena pada pagi hari pasien hanya diam kemudian setelah siang
sampai sore pasien bisa duduk dan ke kamar mandi.
Riwayat demam (-), ISPA (-), mencret (-), mual (-), muntah (-).gangguan
menghidu(-), kesemutan pada wajah(-), sering tersedak saat makan maupun minum(-),
telinga berdenging (-),sering jatuh saat berjalan(-). Riwayat kejang(-),
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mempunyai riwayat hipertensi namun tidak pernah meminum obat
antihipertensi, DM (+) namun pasien minum obat jika pasien badannya terasa
sakit. riwayat penyakit jantung(-), kolesterol tinggi(-).
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi (+) pada ayah pasien, Diabetes Melitus (-), Penyakit
Jantung (-), ayah pasien meninggal karena tumor otak.
F. Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasan makan asin,lalapan, berlemak,dan manis. Pasien
tidak suka mengkonsumsi sayur dan buah. Pasien tidak merokok, tidak pernah
menggunakan obat-obatan seperti narkoba, tidak meminum alkohol. Pasien jarang
berolah raga. Kegiatan sehari-hari di rumah pasien memasak, mencuci, dan
membersihkan rumah.

III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis, GCS: E4M5Vafasia Global
Sikap : Berbaring
Tekanan Darah : Kanan : 140/90 mmHg; Kiri : 140/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 36,7
0
C
Pernapasan : 22 x/menit

B. Keadaan Lokal
3

Trauma Stigmata : Vulnus (-), Hematom (-)
Pulsasi Aa. Carotis : Teraba kanan=kiri, regular, equal
Pembuluh Darah Perifer : Capillary refiil time < 3 detik
Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar
Columna Vertebralis : Lurus ditengah

Kepala :normosefal, rambut sebagian hitam sebagian putih, distribusi
merata, tidak mudah dicabut, tidak ada alopesia, benjolan (-),
nyeri tekan (-)
Mata :konjungtiva anemis -/-, ptosis -/-, lagoftalmus -/-, pupil bulat
isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak
langsung +/+.
Telinga :normotia +/+, hematoma retroaurikuler (Battles sign) -/-,
perdarahan -/-
Hidung : deviasi septum -/-, perdarahan -/-
Mulut : bibir edema (-), lidah kotor (-), perdarahan (-)
Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Leher :bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba
pembesaran KGB dan tiroid.

Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V 1 jari lateral MCL sinistra
Perkusi : batas jantung kanan pada ICS V linea parasternal dekstra
batas jantung kiri pada ICS V 1 jari lateral MCL sinistra
pinggang jantung di ICS III linea parasternal sinistra
Auskultasi : SI dan SII reguler, murmur (-), gallop (-)

Pemeriksaan Paru
Inspeksi : pergerakkan naik-turun dada simetris kanan=kiri
Palpasi : vocal fremitus kanan=kiri, tidak ada benjolan.
Perkusi : perkusi di seluruh lapang paru sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-.
4


Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : perut datar
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal

Pemeriksaan Ekstremitas
Superior : akral hangat +/+, edema -/-, sianosis -/-, clubbing fingers -/-
Inferior : akral hangat +/+, edema -/-, sianosis -/-, clubbing fingers -/-

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
A. Rangsang Selaput Otak
Kakukuduk : -
Laseque : >70
0
/ >70
0

Kernig : >135
0
/ >135
0

Brudzinsky I : -
Brudzinsky II : -/-

B. Peningkatan Tekanan Intrakranial :
Muntah proyektil (-), sakit kepala hebat (-), papil edema tidak dilakukan pemeriksaan

C. Saraf-sarafKranialis
N.I (olfaktorius) : TVD
N.II (optikus)
Aciesvisus : TVD
Visus campus : TVD
Lihatwarna : TVD
Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan

N.III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen)
Kedudukan bola mata : ortoforia +/+
5

Pergerakan bola mata : TVD
Exopthalmus : -/-
Nystagmus : -/-
Pupil
Bentuk : bulat, isokor, 3mm/3mm
Reflek cahaya langsung : +/+
Reflek cahaya tak langsung : +/+

N.V (Trigeminus)
Cabang Motorik : TVD
Cabang sensorik
Opthalmikus : TVD
Maksilaris :TVD
Mandibularis : TVD

N.VII (Fasialis)
Kesan Parese N.VII dextra sentral

N.VIII (Vestibulocochlearis)
Vestibular
Vertigo : TVD
Nistagmus : TVD
Cochlear
Tuli Konduktif : TVD
Tuli perseptif : TVD

N.IX, X (Glossopharyngeus, Vagus)
Motorik : TVD
Sensorik : TVD

N.XI (Accesorius)
6

Mengangkat bahu : TVD
Menoleh : TVD

N.XII (Hypoglossus)
Kesan parese N.XII dextra sentral
Pergerakan lidah : TVD
Atrofi : -
Fasikulasi : -
Tremor : -

D. Sistem Motorik
Ekstremitas atas proksimal distal : TVD
Ekstremitas bawah proksimal distal : TVD
Lateralisasikanan / Kesan Hemiparese dextra

E. Gerakan Involunter
Tremor : -/-
Chorea : -/-
Athetose : -/-
Miokloni : -/-
Tics : -/-

F. Trofik : hipotrofi -/-

G. Tonus : hipotoni -/-

H. Sistemsensorik
Propioseptif : TVD
Eksteroseptif : TVD

I. FungsiSerebelar
Ataxia : TVD
7

Tes Romberg : TVD
Disdiadokokinesia : TVD
Jari-jari : TVD
Jari-hidung : TVD
Tumit-lutut : TVD
J. Fungsi Luhur
Astereognosia : TVD
Apraxia : TVD
Afasia : kesan afasia global
K. FungsiOtonom
Miksi :Terpasang Kateter
Defekasi :sulit
SekretKeringat :Baik
L. Refleks-refleksFisiologis
Bisep : +2/+2
Trisep : +2/+2
Radius : +2/+2
Lutut : +2/+2
Tumit : +2/+2
M. RefleksPatologis
Hoffman Tromer : -/-
Babinsky : +/-
Chaddok : -/-
Gordon : -/-
Schaefer : -/-
Klonus lutut : -/-
Klonus tumit : -/-
N. keadaan psikis
Intelegensia :TVD
Tanda regresi :-
Demensia :TVD
8


V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Nilai Rujukan Hasil
Hematologi
Hemoglobin 11.715.5 g/dl 15,3 g/dl
Hematokrit 33-45% 81%
Leukosit 5.0-10.0 ribu/ul 14,5 ribu
Trombosit 150-440 ribu/ul 231 ribu/ul
Eritrosit 3.80-5.20 juta/ul 5,45 juta/ul
Ver/Her/Kher/Rdw
VER 80.0-100.0 fl 93,2 fl
HER 26.0-34.0 pg 29,1 pg
KHER 32.0-36.0 g/dl 31,2 g/dl
RDW 11.5-14.5% 13,9 %
Fungsi Hati
SGOT 0 34 U/l 19 U/l
SGPT 0 40 U/l 17 U/l
Protein total 6,00-8,00 g/dL 6,10 g/dL
Albumin 3,40-4,80 g/dL 3,70 g/dL
Globulin 2,50-3,00 g/dL 2,40 g/dL
Fungsi Ginjal
Ureum 20 40 mg / dl 19 mg/dl
Creatinin 0.6 1.5 mg/dl 0,8 mg/dl
Glukosa Darah
Glukosa darah sewaktu 70 140 mg/dl 127 mg/dl
Elektrolit Darah
Natrium 135 147 mmol/l 140 mmol/l
Kalium 3.10 5.10 mmol/l 3.62 mmol/l
Clorida 95 108 mmol/l 102 mmol/l
Lemak
Trigliserida <150 mg/dL 156 mg/dL
Kolesterol Total <200 mg/dL 201 mg/dL
Kolesterol HDL 28-63 mg/dL 25 mg/dL
Kolesterol LDL <130 mg/dL 145 mg/dL


b. Pemeriksaan Radiologis
9

CT. Scan Kepala











Kesan : Massa hipodens berdinding tebal di basal ganglia kiri dengan herniasi
subfalcyn DD/ Abses, malignancy

Thorax
Tulang-tulang dan jaringan lunak
dinding dada tampak baik
Sinus kostofrenikus tajam
Diafragma normal, insiprasi cukup
Paru : tidak ada infoltrat
Jantung : CTR > 50%
Trakea di tengah





VII. RESUME
Pasien diantar keluarganya ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan
kelemahan pada tubuh sisi kanan (tungkai dan lengan kanan) sejak 4 hari SMRS.
10

Pasien terjatuh di kamar mandi ketika sedang buang air kecil, kemudian pasien
langsung meminta tolong kepada anaknya. kelemahan dirasakan semakin memburuk.
Menurut anak pasien setelah kelemahan lengan dan tungkai pasien menjadi tidak bisa
berbicara dan tidak mengerti pembicaraan orang lain. Menurut anak pasien, pasien
juga terdapat sakit kepala terutama sisi depan seperti di ikat sejak 3 bulan SMRS.
Sakit kepala menetap namun kelihatan memberat saat pagi hari, batuk, dan mengedan.
Hal ini terihat karena pada pagi hari pasien hanya diam kemudian setelah siang
sampai sore pasien bisa duduk dan ke kamar mandi.
Pasien mempunyai riwayat hipertensi namun tidak pernah meminum obat
antihipertensi, DM (+) namun pasien minum obat jika pasien badannya terasa sakit.
Pemeriksaan Fisik
o Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
o Kesadaran : Compos Mentis, GCS: E4M5Vafasia Global
o Tekanan darah : Kanan : 140/90 mmHg Kiri : 140/90 mmHg

Status Neurologis
o Tanda Rangsang Meningeal
o N. Kranialis : parese N.VII dekstra sentral dan parese N. XII dekstra
o Motorik : Lateralisasi kanan / Kesan Hemiparese dextra
o Refleks Fisiologis : ++/++
o Refleks Patologis : Babinsky +/-
o Pemeriksaan Laboratorium didapatkan leukositosis, peningkatan kolestero

CT-Scan
Kesan : Massa hipodens berdinding tebal di basal ganglia kiri dengan herniasi
subfalcyn DD/ Abses, malignancy

VIII. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis klinis : parese N.VII dekstra sentral, parese N. XII dekstra,
kesan hemiparese dekstra,
11

Diagnosis etiologis : Space occupying lesion (SOL)
Diagnosis topis : Ganglia Basal

IX. PENATALAKSANAAN
Non-medikamentosa :
Elevasi kepala 30
o

Diet Tinggi Kalori dan Tinggi Protein (TKTP)
Rencana operasi (co Bedah saraf)
Medikamentosa
IVFD Nacl 0,9% 500 cc/ 12 jam/ kolf
Dexamethason 4x5 mg iv
Ranitidin 2x50 mg iv
Simvastatin 1x40 mg
FA 2x1 tab
Laxadin 3xCI
Vit B6 2x1 tab
PCT 3x500 mg

X. RENCANA PEMERIKSAAN
CT Scan kepala dengan kontras dan Tumor Marker
XI. PROGNOSA
Ad vitam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam



12

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TUMOR OTAK

Etiologi
1
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, walaupun telah
banyak penelitian yang dilakukan. Adapun faktor-faktor risiko yang perlu ditinjau, yaitu :

A.Genetik dan Familial
Predisposisi genetik pada tumor SSP muncul relatif jarang, walaupun glioma dapat
diturunkan sebagai bagian dari penyakit keluarga. Secara khusus, mutasi dari germline yang
disebut gen tumor supresor menggambarkan beberapa sindrom genetik yang menyebabkan
peningkatan insiden dari perkembangan tumor otak : type 1 neurofibromatosis (mutasi dari
NF1), Turcot syndrome (mutasi dari APC), basal cell nevus syndrome (mutasi dari PTCH),
dan Li-Fraumeni syndrome (mutasi dari TP53 atau CKEK2) berhubungan dengan
peningkatan resiko tumor otak.

Beberapa laporan kasus telah menghubungkan antara tumor
SSP dengan malformasi, termasuk meduloblastoma dengan abnormalitas sistem
gastrointestinal dan genitourinaria, ependymoma dengan malformasi arteriovenus dari
meningen, dan glioblastoma multiforme dengan malformasi arteriovenus angiomatus yang
berdekatand an fistula arterivenus pulomonal. Tumor SSP dapat berhubungan dengan
sindrom Down, kelainan yang melibatkan kromosom 21. Studi epidemiologi menemukan
bahwa kasus tumor otak bisa 2-3 kali mempunyai hubungan dengan retardasi mental,
walaupun hasilnya hanya signifikan pada satu studi.

Karena hanya sedikit dari proporsi tumor otak yang murni diturunkan, hal ini lebih
berhubungan dengan interaksi gen dengan lingkungan. Bukti tmbahan etiologi familial
berasal dari studi epidemiologi yang membandingkan keluarga dengan riwayat tumor otak
dan dengan kontrol. Secara signifikan adanya riwayat keluarga meningkatkan kejadian tumor
dan kanker jenis lainnya.

B.Riwayat Penyakit Individu
1,2,3
Infeksi
Beberapa tipe virus (termasuk retrovirus, papovirus, dan adenovirus) telah
menunjukkan sebagai penyebab tumor otak secara eksperimental pada studi pada hewan.
13

Agen infeksius lainnya yang sudah diteliti berhubungan dengan tumor adalah Toxoplasma
gondii, yang telah dilaporkan dapat menyebabkan glioma pada hewan percobaan.

Trauma
Enam dari tujuh penelitian tentang meningioma dan trauma kepala dijelaskan oleh
Preston_martin dan Mack yang melaporkan adanya hubungan resiko positif, dan rata-rata dari
7 penelitian 90% meningkatkan terjadinya meningioma pada orang dengan trauma kepala.

Kejang
Riwayat kejang telah dihubungkan secara konsisten terhadap tumor otak pada
beberapa penelitian kohort dari epilepsi dan dalam 2 penelitian kasus-kontrol pada glioma
dewasa. Untuk meningioma, satu penelitian menemukan kasus menjadi 5 kali pada orang
yang pernah kejang dan hingga 10 tahun atau lebih sebelum diagnosis.

C.Diet, Vitamin, Alkohol, Rokok, dan Zat Kimia
Senyawa N-nitroso telah diidentifikasi sebagai neurokarsinogen pada penelitian
eksperimental hewan. Senyawa ini dapat menginisiasi neurokarsinogenesis baik paparan
prenatal maupun postnatal. Sekitar setengah dari paparan senyawa ini pada manusia berasal
dari sumber endogen, yang muncul dari sistem pencernaan ketika senyawa amino (seperti
dari ikan, makanan lain, obat, dll) bertemu dengan agen nitrostating (seperti nitrit dari daging
yang diawetkan). Setengah lainnya berasal dari sumber eksogen, terutama asap rokok,
kosmetik, interior mobil, dan daging yang diawetkan. Kompleksitas lainnya dalam
menentukan sumber endogen adalah beberaoa sumber, seperti sayuran, yang mungkin
mengandung nitrat, juga tinggi vitamin yang dapat memblok pembentukan senyawa N-
nitroso.

D. Industri dan Pekerjaan
Banyak penelitian industri dan pekerjaan tentang tumor otak disebabkan karena
pengetahuan bahwa beberapa pekerja terpapar karsinogenik atau substansi neurotoksik atau
keduanya, seperti pelarut organik, hidrokarbon polisiklik aromatik, formaldehid, minyak
pelumas, akrilonitril, dan senyawa phenol dan phenolic. Beberapa bahan kimia yang
menginduksi tumor otak pada percobaan hewan adalah bagian dari paparan tempat kerja.
Beberapa senyawa seperti hidrokarbon polisiklik aromatik secara umum menginduksi tumor
14

otak melalui implantasi langsung atau secara transplasental tapi tidak melalui inhalasi atau
paparan pada kulit yang merupakan hal paling berhubungan dengan populasi pekerja.
Telah ada beberapa penelitian dari pekerja produksi dan proses karet sintetik, secara
kolektif, penelitian ini menunjukkan peningkatan resiko kejadian tumor otak sekitar 90%.
Vinyl cloride menginduksi tumor otak pada tikus, dan 9 dari 11 penelitian dari pekerja
produksi polivinyl cloride menunjukkan peningkatan resiko meninggal karena tumor otak
sebanyak dua kali. Paparan oleh viny cloride telah dihubungkan dengan peningkatan insiden
glioma stadium tinggi.

E. Radiasi Ionik
Radiasi ionik adalah faktor resiko paling tegas yang telah ditemukan pada neoplasma
glial dan meningeal. Iradiasi pada kranium, bahkan pada dosis rendah, dapat meningkatkan
insiden meningioma oleh satu faktor dari sepuluh dan insiden tumor glial oleh satu faktor dari
3 sampai 7, dengan masa laten 10 tahun atau lebih dari 20 tahun setelah paparan.
Terdapat kesepakatan yang wajar dari resiko kuat peningkatan tumor intrakranial
yang terjadi setelah terapi radiasi ionik. Bahkan dengan dosis yang realtif rendah yang
digunakan untuk terapi ringworm pada scalp (tinea kapitis) yang rata-rata 1,5 Gy, relatif
beresiko dan telah diobservasi untuk tumor selubung saraf, meningioma, dan glioma.


Pembagian Tumor Intrakranial Secara Sederhana
2,3

Klasifikasi tumor saraf pusat oleh World Health Organization (WHO), yaitu :
1. Tumor neuroepitelial
1) Tumor glial
a. Astrositoma
- Astrositoma pilositik
- Astrositoma difus
- Astrositoma anaplastik
- Glioblastoma
- Xantoastrositoma pleomorfik
- Astrositoma subependimal sel raksasa
b. Tumor oligodendroglial
- Oligodendroglioma
- Oligodendroglioma anaplastik
15

c. Glioma campuran (mixed glioma)
- Oligoastrositoma
- Oligoastrositoma anaplastik
d. Tumor ependimal
- Ependimoma myxopapilari
- Subependimoma
- Ependimoma
- Ependimoma anaplastik
e. Tumor neuroepitelial lainnya
- Astroblastoma
- Glioma koroid dari ventrikel III
- Gliomatosis serebri
2) Tumor neuronal dan campuran neuronal-glial
a. Gangliositoma
b. Ganglioglioma
c. Astrositoma desmoplastik infantil
d. Tumor disembrioplastik neuroepitelial
e. Neurositoma sentral
f. Liponeurositoma serebelar
a. Paraganglioma
3) Tumor non-glial
a. Tumor embrional
- Ependimoblastoma
- Meduloblastoma
- Tumor primitif neuroektodermal supratentorial
b. Tumor pleksus khoroideus
- Papiloma pleksus khoroideus
- Karsinoma pleksus khoroideus
c. Tumor parenkim pineal
- Pineoblastoma
- Pineositoma
- Tumor parenkim pineal dengan diferensiasi intermediet
2. Tumor meningeal
16

1) Meningioma
2) Hemangoperisitoma
3) Lesi melanositik
3. Tumor germ cell
1) Germinoma
2) Karsinoma embrional
3) Tumor sinus endodermal (yolk sac)
4) Khoriokarsinoma
5) Teratoma
6) Tumor germ cell campuran
4. Tumor sella
1) Adenoma hipofisis
2) Karsinoma hipofisis
3) Kraniofaringioma
5. Tumor dengan histogenesis yang tidak jelas
1) Hemangioblastoma kapiler
6. Limfoma system saraf pusat primer
7. Tumor nervus perifer yang mempengaruhi SSP
8. Tumor metastasis

Secara sederhana proses neoplastik di susunan saraf dapat dibedakan menjadi dua
berdasarkan asalnya, yaitu : (1) neoplasma sarafi primer dan (2) non-sarafi atau metastatik.
Neoplasma sarafi primer ada kecenderungan untuk berkembang di tempat-tempat tertentu.
Misalnya ependioma hampir selamanya berlokasi di dekat dinding ventrikel atau kanalis
sentralis medulla spinalis. Selain itu, jenis neoplasma sarafi mempunyai kecenderungan untuk
berkembang pada umur tertentu. Contohnya adalah neoplasma serebelar yang lebih banyak
ditemui pada anak-anak daripada orang dewasa. Neoplasma sarafi primer juga tidak
mempunyai kecenderungan utnuk bermetastasis di luar susunan saraf.
Disi lain, jenis neoplasma metastatik di dalam ruang kranium kebanyakan sesuai
dengan neoplasma dari bronkus dan prostat pada pria serta mammae pada wanita. Hal lain
yang kontras dari neoplasma sarafi primer adalah bahwa neoplasma metastatik lebih umum
pada orang dewasa daripada anak-anak.
17

Hal penting yang perlu diingat ketika mempelajari tumor intrakranial adalah bahwa
pembagian tumor ke dalam tumor benigna dan maligna tidak berlaku secara mutlak. Hal ini
dikarenakan tumor benigna secara histologik dapat menduduki tempat yang strategis,
sehingga dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat. Misalnya suatu pinealoma,
yang benigna secara histologi, dapat menyumbat aquaductus dan dalam waktu singkat dapat
menyebabkan tekanan intrakranium meninggi secara drastis.

Gejala Klinis Tumor Intrakranial Terhadap Sistem Saraf Pusat
Gejala klinik pada tumor intrakranial dibagi dalam 3 kategori, yaitu :
A. Gejala umum
B. Gejala lokal
C. Gejala lokal yang menyesatkan (False lokalizing features)

A. GEJALA UMUM
Gejala umum timbul karena peningkatan tekanan intrakranial atau akibat infiltrasi
difus dari tumor. Gejala yang paling sering adalah sakit kepala, perubahan status mental,
kejang, nyeri kepala hebat, papil edema, mual dan muntah. Tumor maligna (ganas)
menyebabkan gejala yang lebih progresif daripada tumor benigna (jinak). Tumor pada
lobus temporal depan dan frontal dapat berkembang menjadi tumor dengan ukuran yang
sangat besar tanpa menyebabkan defisit neurologis, dan pada mulanya hanya memberikan
gejala-gejala yang umum. Tumor pada fossa posterior atau pada lobus parietal dan
oksipital lebih sering memberikan gejala fokal dulu baru kemudian memberikan gejala
umum.
(4,5)

Tumor intrakranium pada umumnya dapat menyebabkan :
1. Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranium yang meninggi
Gangguan kesadaran akibat peningkatan tekana intrakranium dapat berakhir
hingga koma. Tekanan intrakranium yang meninggi dapat mnyebabkan ruang
tengkorak yang tertutup terdesak dan dapat pula menyebabkan perdarahan setempat.
Selain itu, jaringan otak sendiri akan bereaksi dengan menimbulkan edema, yang
berkembang karena penimbunan katabolit di sekitar jaringan neoplasmatik. Stasis
dapat pula terjadi karena penekanan pada vena dan disusuk dengan terjadi edema.
Pada umumnya tumor di fosa kranium posterior lebih cepat menimbulkan
gejala-gejala yang mencerminkan tekanan intrakranium yang meninggi. Hal ini
18

mungkin disebabkan karena aliran CSF pada aquaductus yang berpusat di fosa
kranium posterior dapat tersebumbat sehingga tekanan dapat meninggi dengan cepat.
Fenomena peningkatan tekanan intrakranium dapat diklasifikasikan menjadi tiga,
yaitu :
a. Sindroma unkus atau sindroma kompresi diansefalon ke lateral
Proses desak pertama kali terjadi pada bagian lateral dari fosa kranium medial
dan biasanya mendesak tepi medial unkus dan girus hipokampus ke arah garis
tengah dan ke kolong tepi bebas daun tentorium. Karena desakan itu, bukan
diansefalon yang pertama kali mengalami gangguan, melainkan bagian ventral
nervus okulomotoris. Akibatnya, pada awalnya akan kan terjadi dilatasi pupil
kontralateral barulah disusul dengan gangguan kesadaran. Biasanya, setelah ini
akan terjadi herniasi tentorial, yaitu keadaan terjepitnya diansefalon oleh
tentorium. Pupil yang melebar merupakan cerminan dari terjepitnya nervus
okulomotoris oleh arteri serebeli superior. Pada tahap berkembangnya paralisis
okulomotoris, kesadaran akan menurun secara progresif.
b. Sindroma kompresi sentral rostro-kaudal terhadap batang otak
Suatu tumor supratentorial akan mendesak ruang supratentorial dan secara
berangsur-angsur akan menimbulkan kompresi ke bagian rostral batang otak.
Tanda bahwa suatu tumor supratentorial mulai menggangu diansefalon biasanya
berupa gangguan perangai. Yang pertama-tama terjadi adalah keluhan cepat lupa,
tidak bisa berkonsentrasi dan tidak bisa mengingat.
Pada tahap dini, kompresi rostro-kaudal terhadap batang otak akan menyebabkan:
Respirasi yang kurang teratur
Pupil kedua sisi sempit sekali
Kedua bola mata bergerak perlahan-lahan ke samping kiri dan kanan
Gejala-gejala UMN pada kedua sisi
Pada tahap kompresi rostro-kaudal yang lebih berat, akan terjadi:
Kesadaran menurun sampai derajat paling rendah
Suhu badan mulai meningkat dan cenderung untuk melonjak terus
Respirasi cepat dan bersuara mendengkur
Pupil yang tadinya sempit berangsur-angsur melebar dan tidak lagi bereaksi
terhadap sinar cahaya
c. Herniasi serebelum di foramen magnum
19

Herniasi ini akan menyebabkan jiratan pada medula oblongata. Gejala-gejala
gangguan pupil, pernafasan, okuler dan tekanan darah berikut nadi yang
menandakan gangguan pada medula oblongata, pons, ataupun mesensefalon akan
terjadi.
2. Gejala-gejala umum tekanan intrakranium yang tinggi
Gejala umum timbul karena peningkatan tekanan intrakranial atau akibat
infiltrasi difus dari tumor. Gejala yang paling sering adalah sakit kepala, perubahan
status mental, kejang, nyeri kepala hebat, papil edema, mual dan muntah. Tumor
maligna (ganas) menyebabkan gejala yang lebih progresif daripada tumor benigna
(jinak). Tumor pada lobus temporal depan dan frontal dapat berkembang menjadi
tumor dengan ukuran yang sangat besar tanpa menyebabkan defisit neurologis, dan
pada mulanya hanya memberikan gejala-gejala yang umum. Tumor pada fossa
posterior atau pada lobus parietal dan oksipital lebih sering memberikan gejala fokal
dulu baru kemudian memberikan gejala umum.
(4,5)

a. Sakit kepala
Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak yang kemudian
berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten. Nyeri kepala berat
juga sering diperhebat oleh perubahan posisi, batuk, maneuver valsava dan
aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri kepala pada 50% penderita.
Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial sebanyak 80 % dan terutama
pada bagian frontal. Tumor pada fossa posterior memberikan nyeri alih ke
oksiput dan leher.
(4,5,6)
Sakit kepala merupakan gejala umum yang dirasakan pada
tumor intrakranium. Sifat dari sakit kepala itu adalah nyeri berdenyut-denyut atau
rasa penuh di kepala seolah-olah mau meledak. Nyerinya paling hebat di pagi
hari, karena selama tidur malam PCO
2
arteri serebral meningkat sehingga
mengakibatkan peningkatan dari CBF dan dengan demikian meningkatkan lagi
tekanan intrakranium. Lokalisasai nyeri yang unilateral akan sesuai dengan lokasi
tumornya.

Pada penderita yang tumor serebrinnya belum meluas, mungkin saja
sakit kepala belum dirasakan. Misalnya, glioma pada tahap dini dapat mendekam
di otak tanpa menimbulkan gejala apapun. Sebaliknya, astrositoma derajat 1
sekalipun dapat berefek buruk jika menduduki daerah yang penting, misalnya
daerah bicara motorik Brocca.

Neoplasma di garis tengah fosa kranium posterior
(tumor infratentorial) dapat dengan cepat menekan saluran CSS. Karena itu, sakit
20

kepala akan terasa sejak awal dan untuk waktu yang lama tidak menunjukkan
gejala defisit neurologik. Tumor infratentorial yang berlokasi di samping
(unilateral) cepat menimbulkan gejala defisit neurologik akibat pergeseran atau
atau desakan terhadap batang otak. Maka dari itu, tuli sesisi, vertigo, ataksia,
neuralgia trigeminus, oftalmoplegia (paralisis otot-otot mata) dan paresis
(paralisis ringan) perifer fasialis dapat ditemukan pada pemeriksaan.

Definisi sakit kepala dan pusing harus dapat dibedakan dengan jelas. Pusing
kepala biasanya disebabkan oleh oftalmoplegia (yang menimbulkan diplopia).
Kombinasi pusing kepala ataupun sakit kepala dan diplopia harus menimbulkan
kecurigaan terhadapa adanya tumor serebri, terutama tumor serebri infratentorial.
b. Muntah
Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari massa tumor
tersebut juga mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah berulang pada
pagi dan malam hari, dimana muntah yang proyektil tanpa didahului mual
menambah kecurigaan adanya massa intrakranial.
(4,5)
Muntah sering timbul pada
pagi hari setelah bangun tidur. Hal ini disebabkan oleh tekanan intrakranium yang
meninggi selama tidur malam, di mana PCO
2
serebral meningkat. Sifat muntah
dari penderita dengan tekanan intrakranium meninggi adalah khas, yaitu proyektil
atau muncrat yang tanpa didahului mual.
c. Kejang fokal
Kejang dapat timbul sebagai gejala dari tekanan intrakranium yang melonjak
secara cepat, terutama sebagai gejala dari glioblastoma multiform. Kejang tonik
biasanya timbul pada tumor di fosa kranium posterior.
d. Gangguan mental
Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan mood dan
berkurangnya inisiatif adalah gejala-gejala umum pada penderita dengan tumor
lobus frontal atau temporal. Gejala ini bertambah buruk dan jika tidak ditangani
dapat menyebabkan terjadinya somnolen hingga koma.
(4,5,6)
Tumor di sebagian
besar otak dapat mengakibatkan gangguan mental, misalnya demensia, apatia,
gangguan watak dan serta gangguan intelegensi dan psikosis. Gangguan emosi
juga akan terjadi terutama jika tumor tersebut mendesak sistem limbik
(khususnya amigdala dan girus cinguli) karena sistem limbik merupakan pusat
pengatur emosi.
21

e. Edema Papil
Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab dengan teknik
neuroimaging tumor dapat segera dideteksi. Edema papil pada awalnya tidak
menimbulkan gejala hilangnya kemampuan untuk melihat, tetapi edema papil
yang berkelanjutan dapat menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan
lapangan pandang perifer dan menyebabkan penglihatan kabur yang tidak
menetap.
(4,5)

f. Seizure
Adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya lambat seperti
astrositoma, oligodendroglioma dan meningioma. Paling sering terjadi pada
tumor di lobus frontal baru kemudian tumor pada lobus parietal dan temporal.

(4,5,6)

B. GEJALA KLINIK LOKAL
Gejala lokal terjadi pada tumor yeng menyebabkan destruksi parenkim, infark
atau edema. Juga akibat pelepasan faktor-faktor ke daerah sekitar tumor (contohnya :
peroksidase, ion hydrogen, enzim proteolitik dan sitokin), semuanya dapat menyebabkan
disfungsi fokal yang reversibel.
(4,,5,7)

1. Tumor di lobus frontalis / kortikal
Sakit kepala akan muncul pada tahap awal, sedangkan muntah dan papiludema
akan timbul pada tahap lanjutan. Walaupun gangguan mental dapat terjadi akibat
tumor di bagian otak manapun, namun terutama terjadi akibat tumor di bagian
frontalis dan korpus kalosum. Akan terjadi kemunduran intelegensi, ditandai dengan
gejala Witzelsucht, yaitu suka menceritakan lelucon-lelucon yang sering diulang-
ulang dan disajikan sebagai bahan tertawaan, yang bermutu rendah.
Kejang adversif (kejang tonik fokal) merupakan simptom lain dari tumor di
bagian posterior lobus frontalis, di sekitar daerah premotorik. Tumor di lobus frontalis
juga dapat menyebabkan refleks memegang dan anosmia.
Tumor lobus frontal menyebabkan terjadinya kejang umum yang diikuti
paralisis post-iktal. Meningioma kompleks atau parasagital dan glioma frontal khusus
berkaitan dengan kejang. Tanda lokal tumor frontal antara lain disartri, kelumpuhan
kontralateral, dan afasia jika hemisfer dominant dipengaruhi. Anosmia unilateral
menunjukkan adanya tumor bulbus olfaktorius.
(4,5)

22

2. Tumor di daerah presentralis
Tumor di daerah presentralis akan merangsang derah motorik sehingga
menimbulkan kejang pada sisi kontralateral sebagai gejala dini. Bila tumor di daerah
presentral sudah menimbulkan destruksi strukturil, maka gejalanya berupa
hemiparesis kontralateral. Jika tumor bertumbuh di daerah falk serebri setinggi daerah
presentralis, maka paparesis inferior akan dijumpai.
3. Tumor di lobus temporalis
Bila lobus temporalis kanan yang diduduki, gejala klinis kurang menonjol.
Kecuali, bila daerah unkus terkena, akan timbul serangan uncinate fit pada epilepsi.
Kemudian akan terjadi gangguan pada funsgi penciuman serta halusinasi auditorik
dan afasia sensorik. Hal ini logis bila dikaitkan dengan fungsi unkus sebagai pusat
penciuman dan lobus temporalis sebagai pusat pendengaran.
Gejala tumor lobus temporalis antara lain disfungsi traktus kortikospinal
kontralateral, defisit lapangan pandang homonim, perubahan kepribadian, disfungsi
memori dan kejang parsial kompleks.
4. Tumor di lobus parietalis
Tumor pada lobus parietalis dapat merangsang daerah sensorik. Jika tumor
sudah menimbulkan destruksi strukturil, maka segala macam perasa pada daerah
tubuh kontralateral yang bersangkutan tidak dapat dikenali dan dirasakan. Han ini
akan menimbulkan astereognosia dan ataksia sensorik. Bila bagian dalam parietalis
yang terkena, maka akan timbul gejala yang disebut thalamic over-reaction, yaitu
reaksi yang berlebihan terhadap rangsang protopatik. Selain itu, dapat terjadi lesi yang
menyebabkan terputusnya optic radiation sehingga dapat timbul hemianopsia.
Daerah posterior dari lobus parietalis yang berdampingan dengan lobus
temporalis dan lobus oksipitalis merupakan daerah penting bagi keutuhan fungsi luhur
sehingga destruksi pada daerah tersebut akan menyebabkan agnosia (hilangnya
kemampuan untuk mengenali rangsang sensorik) dan afasia sensorik, serta apraksia
(kegagalan untuk melakukan gerakan-gerakan yang bertujuan walaupun tidak ada
gangguan sensorik dan motorik).
Tumor hemisfer dominan menyebabkan afasia, gangguan sensoris dan
berkurangnya konsentrasi yang merupakan gejala utama tumor lobus parietal. Adapun
gejala yang lain diantaranya disfungsi traktus kortikospinal kontralateral,
23

hemianopsia/ quadrianopsia inferior homonim kontralateral dan simple motor atau
kejang sensoris.
(4,5)

5. Tumor pada lobus oksipitalis
Tumor pada lobus ini jarang ditemui. Bila ada, maka gejala yang muncul
biasanya adalah sakit kepala di daerah oksiput. Kemudian dapat disusul dengan
gangguan medan penglihatan.
Tumor lobus oksipital sering menyebabkan hemianopsia homonym yang
kongruen. Kejang fokal lobus oksipital sering ditandai dengan persepsi kontralateral
episodik terhadap cahaya senter, warna atau pada bentuk geometri.
6. Tumor pada korpus kalosum
Simdroma pada korpus kalosum meliputi gangguan mental, terutama menjadi
cepat lupa sehingga melupakan sakit kepala yang baru dialami dan mereda. Demensia
uga akan sering timbul dosertai kejang tergantung pada lokasi dan luar tumor yang
menduduki korpus kalosum.
7. Tumor pada Ventrikel Tiga dan Regio Pineal
Tumor di dalam atau yang dekat dengan ventrikel tiga menghambat ventrikel
atau aquaduktus dan menyebabkan hidrosepalus. Perubahan posisi dapat
meningkatkan tekanan ventrikel sehingga terjadi sakit kepala berat pada daerah
frontal dan verteks, muntah dan kadang-kadang pingsan. Hal ini juga menyebabkan
gangguan ingatan, diabetes insipidus, amenorea, galaktorea dan gangguan pengecapan
dan pengaturan suhu.
(4,5)
8. Tumor Batang Otak
Terutama ditandai oleh disfungsi saraf kranialis, defek lapangan pandang,
nistagmus, ataksia dan kelemahan ekstremitas. Kompresi pada ventrikel empat
menyebabkan hidrosepalus obstruktif dan menimbulkan gejala-gejala umum.
(4,5)
9. Tumor Serebellar
Muntah berulang dan sakit kepala di bagian oksiput merupakan gejala yang
sering ditemukan pada tumor serebellar. Pusing, vertigo dan nistagmus mungkin
menonjol.
(4,5)

24

C. GEJALA LOKAL YANG MENYESATKAN (FALSE LOCALIZING FEATURES)
Gejala lokal yang menyesatkan ini melibatkan neuroaksis kecil dari lokasi tumor
yang sebenarnya. Sering disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial, pergeseran
dari struktur-struktur intrakranial atau iskemi. Kelumpuhan nervus VI berkembang ketika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial yang menyebabkan kompresi saraf. Tumor lobus
frontal yang difus atau tumor pada korpus kallosum menyebabkan ataksia (frontal
ataksia).
(5)

Secara umum, tanda-tanda fisik yang dapat didiagnosis pada tumor intrakranium :
1. Papiledema (edema pada discus opticus) dapat timbul akibat tekanan intrakranium
yang meninggi atauapun karena penekanan pada nervus optikus secara langsung.
Papil akan terlihat berwarna merah tua dan ada perdarahan di sekitarnya. Untuk
melihat papiledemea, dapat dilakukan funduskopi atau oftalmoskopi. Karena ruang
subarachnoid pada otak berlanjut hingga medula spinalis, maka peningkatan tekanan
intrakranial juga akan tercermin pada ruang subarachnoid di medula spinalis. Pada
kedaan demikian, pungsi lumbal tidak boleh dilakukan dapat menyebabkan herniasi
serebelum di foramen magnus yang dapat mengkahiri kehidupan.
2. Pada anak-anak, tekanan intrakranium yang meningkat dapat menyebabkan ukuran
kepala membesar atau terenggannya sutura
3. Tekanan intrakranium yang meninggi mengakibatkan iskemi dan gangguan pada
pusat-pusat vasomorotik serebral, sehingga menimbulkan bradikardi (melambatnya
denyut jantung) atau tekanan darah sistemik meningkat secara progresif
4. Irama dan frekuensi pernapasan berubah. Kompresi pada batang otak dari luar akan
mempercepat pernafasan, sedangkan kompresi sentral rostro-kaudal terhadap batang
otak menyebabkan pernafasan yang lambat namun dalam.
5. Bagian-bagian dari tulang tengkorak dapat mengalami destruksi. Penipisan tulang
biasanya disebabkan meningioma yang bulat, sedangkan penebalan tulang sebagai
akibat rangsang dari meningioma yang gepeng.

PENUNJANG DIAGNOSIS
CT-scan dan MRI
CT scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi pasien yang diduga
menderita tumor intrakranial. Sensitifitas CT Scan untuk mendeteksi tumor yang
berpenampang kurang dari 1 cm dan terletak pada basis kranii. Gambaran CT Scan pada
25

tumor intrakranial umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa massa yang mendorong
struktur otak disekitarnya. Penekanan dan perubahan bentuk ventrikel. Biasanya tumor otak
dikelilingi jaringan udem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya
kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena
sifatnya yang hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata bila pada waktu
pemeriksaan CT scan disertai dengan pemberian zat kontras. Efek terhadap tulang berdekatan
misalnya hiperostosis akibat meningioma. Lesi yang multiple kemungkinan adanya
metastasis.
MRI lebih unggul dibanding CT scan dengan kontras karena MRI lebih baik dalam
memperlihatkan jaringan lunak. MRI juga lebih sensitif dalam mendeteksi tumor kecil,
memberikan visualisasi yang lebih detil, terutama untuk daerah dasar otak, batang otak, dan
daerah fossa posterior.



Gambar 2.3 CT Scan meningioma

Gambar 2.4 CT Scan Glioma
26


Gambar 2.4 CT Scan meduloblastoma

Angiografi
Angiografi bisa menampilkan blush tumor atau pergeseran pembuluh yang diperlukan
untuk melengkapi hasil CT scan. Pada beberapa kasus diperlukan untuk informasi prabedah
seperti mengetahui pembuluh darah yang terkena atau konstriksi pembuluh darah utama oleh
tumor.

Pemeriksaan Cairan Serebrospinal
Pemeriksaan sitologi pada cairan serebrospinal sangat membantu menegakkan
diagnosis bila berhasil mendapatkan sel tumor secara definitif. Hal ini terutama bila lokasi
tumor pada jaringan otak tidak mudah dicapai, misalnya pada tumor di daerah pineal.
Pemeriksaan cairan serebrospinal juga dapat dilakukan untuk melihat adanya tumor marker.
Meskipun tidak spesifik, beberapa tumor marker dapat mengarahkan pada adanya tumor
metastasis.
Punksi lumbal dilakukan harus benar-benar diyakini terlebih dahulu bahwa tidak ada
peningkatan tekanan intrakranial. Bila didapatkan adanya tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial, maka punksi lumbal tidak boleh dilakukan karena akan memberikan resiko besar
terjadinya herniasi otak.

Pemeriksaan cairan serebrospinal tidak rutin dilakukan, terutama pada pasien dengan
massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan
patologi anatomi, sebagai cara yang tepat untuk membedakan tumor dengan proses-proses
infeksi seperti abses serebri.



27

Tumor Marker
Usaha untuk mencari substansi yang menunjukkan pertumbuhan tumor spesifik dari
darah atau cairan serebrospinal terbatas pada hubungan antara peningkatan alfa feto protein
dan gonadotrofin khorionik manusia dengan germinoma ventrikel ketiga yang membantu
diagnosis. Perkembangan antibodi monoklonal, dengan perbaikan pada sensitivitasnya
mungkin memberikan pendekatan yang bermanfaat untuk lokasi tumor serta identifikasinya
dimasa yang akan datang.


Terapi
Penatalaksanaan pasien dengan tumor intrakranial meliputi:


a. Simptomatik
Antikonvulsi
Mengontrol epilepsi merupakan bagian penting dari tatalaksana pasien dengan tumor
otak.
Edema serebri
Jika pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial dan gambaran radiologi
memperlihatkan adanya edema serebri, maka dexametason dapat digunakan dengan
keuntungan yang signifikan. Rasa tidak menyenangkan pada pasien akan dikurangi
dan kadang-kadang juga berbahaya, gejala dan tanda status intrakranial ini akan lebih
aman bila intervensi bedah saraf akan diambil. Steroid secara langsung dapat
mengurangi edema sekeliling tumor intrakranial, namun tidak berefek langsung
terhadap tumor. Dosis deksametason 12 mg intravena diikuti 4 mg. q.i.d. sering
mengurangi perburukan klinis yang progresif dalam beberapa jam. Setelah beberapa
hari pengobatan, dosis dikurangi bertahap untuk menekan risiko efek samping yang
tidak diharapkan.






28

DAFTAR PUSTAKA

1. Informasi tentang Tumor Otak dalam http://www.medicastore.com dikutip tanggal 24
Mei 2012
2. Adams and Victors, Intracranial Neoplasms and Paraneoplastic Disorders in Manual of
Neurology edisi 7, McGraw Hill, New York, 2002 : 258 263
3. Adams and Victors, Intracranial Neoplasms and Paraneoplastic Disorders in Principles of
Neurology edisi 7, McGraw Hill, New York, 2001 : 676 721
4. Syaiful Saanin, dr, Tumor Intrakranial dalam http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/
Pendahuluan.html, dikutip tanggal 25 Mei 2012
5. Bradley, Walter G., Neuro-Oncology in Pocket Companion to Neurology in Clinical
Practice edisi 3, Butterworth, Boston 2000 : 239 267
6. Howard L.W., Lawrence P. L., Malignancy and the Nervous System in Neurology edisi 5,
Williams & Wilkins, Philadelphia, : 139 142
7. Sidharta P. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. PT Dian Rakyat : Jakarta; 1979,
p.41-43.

Anda mungkin juga menyukai