1- Sistem pemberian reward yang sama kepada setiap karyawan adalah sebuah kesalahan. Berdasarkan prinsip utama manajer, dalam pemberian reward seharusnya sesuai dengan kinerja yang dilakukan karyawan. Prinsip ini akan memberikan kesempatan bagi semua karyawan yang ada untuk bekerja lebih giat guna memperoleh reward yang disediakan oleh manajer. 2- Membuat pekerjaan tampak berat akan membuat kinerja kita dalam perusahaan menurun, selain itu kinerja yang turun itu akan mempengaruhi karyawan yang lain untuk ikut bermalas-malasan, karena dalam sebuah perusahaan manajer adalah standar dari karyawan- karyawan yang ada di bawahnya.Seharusnya dalam menghadapi pekerjaan kita harus menikmatinya. Pekerjaan yang kita nikmati akan membuat kinerja kita meningkat, dan apabila kinerja manajer meningkat, maka kinerja karyawan di bawahnya juga akan ikut meningkat. Kinerja yang luar biasa dapat dicapai melalui orang-orang yang biasa hanya dengan menjadikan pekerjaan tampak menyenangkan. 3- Downsizing. Kebanyakan manajer menyukai downsizing, alias penciutan organisasi. Mengapa? Karena tampaknya inilah cara paling cepat untuk menaikkan laba perusahaan. Dengan demikian, manajer akan mendapatkan bonus lebih bsar. Padahal riset menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, perusahaan yang melakukan downsizing justru lebih sulit memperoleh profit. 4-Menumpuk-numpuk kekuasaan. Manajer yang rakus akan jabatan dan kedudukan, biasanya akan mendominasi kekuasaan. Mereka akan berperilaku seperti orang- orang superior yang tidak memberikan kesempatan orang lain untuk berkembang dan berkuasa di bidangnya. 5-Tidak banyak melakukan pelatihan dan pengembangan SDM. Untuk mendapatkan karyawan yang berkualitas, manajer hendaknya melakukan penyeleksian secara mendalam dan obyektif. Karena kualitas karyawan sangat menentukan kualitas perusahaan. 6-Menghabiskan banyak waktu dengan si biang kerok. Manajer yang baik adalah manajer yang selalu mengingatkan karyawannya bila melakukan kesalahan. Bukannya selalu mengkritik dan terus-menerus menggunjing orang tersebut. 7-Mencari-cari kesalahan karyawan. Karyawan selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik untuk perusahaannya, namun manajer kadangkala selalu mencari-cari kesalahan yang tidak dilakukan karyawan. Padahal itu justru membuat karyawan jatuh mental dan malas melakukan yang terbaik untuk perusahaan. 8-Tidak memuaskan customer. Konsumen atau pelanggan adalah segalanya. Tanpa mereka sebuah perusahaan tidaklah berarti, oleh karena itu perusahaan yang baik harus berani memuaskan pelanggannya. Demi terciptanya citra yang baik dan menghasilkan profit. 9-Menghabiskan terlalu banyak waktu di kantor. Kesalahan manajer yang lainnya adalah terlalu sering duduk diam di ruang kerjanya. Tidak pernah mengamati dan mengawasi secara langsung dan intens kinerja karyawan-karyawannya. 10-Tidak mempercayai karyawan. Manajer yang egois adalah manajer yang tidak mempercayai karyawannya. Dia seolah-olah merasa benar sendiri, padahal karyawan adalah tangan dan kaki sebuah perusahaan. B. Studi Kasus
1. Contoh Kasus Avon (Perusahaan Kosmetika) Kesalahan Pricing Meski produk kosmetik ini memiliki kualitas bagus, namun harganya relatif murah. Sehingga tingkat keuntungan yang diperoleh kecil. Apalagi pemasarannya menggunakan sistem direct selling yang seharusnya harganya bisa lebih tinggi. Kini Avon tidak lagi beredar di pasar. Avon Tutup Pabriknya di Indonesia Pihak Avon Indonesia menjelaskan, keputusan itu ditetapkan melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa. Pabrik Avon yang terletak di Cilandak, Jakarta Selatan akan ditutup. Seluruh distribusi produk akan dihentikan dan kegiatan operasional akan dihentikan. Menurut Wakil Presiden Avon Kawasan Asia Tenggara, Perry Mogar, penutupan pabrik dan kegiatan operasional itu dilakukan berkaitan dengan kerugian Avon Indonesia beberapa tahun belakangan ini. Berdasarkan hasil kajian ekstensif, perusahaan Avon Indonesia beberapa tahun belakangan terus merugi, katanya. Perry mengakui, Indonesia memiliki potensi pasar jangka panjang mengingat jumlah penduduknya serta kecepatan pertumbuhan ekonominya. Namun, analisa kami menunjukkan bahwa bagi Avon untuk dapat merealisasikan potensi tersebut, dibutuhkan tambahan investasi yang signifikan, ujarnya. Akan tetapi, mengingat kegiatan operasional Avon di Indonesia telah mengalami kerugian jutaan dolar dalam beberapa tahun belakangan ini, maka untuk saat ini Avon belum siap melakukan investasi tambahan di Indonesia. Penutupan pabrik tersebut, berdampak terhadap sekitar 600 karyawan, tapi manajemen berkomitmen bahwa penutupan kegiatan operasional di Indonesia akan dilakukan secara bertanggung jawab. 2. Analisis Kasus
Dari penulusuran INFO APLI, penutupan Avon memang disebabkan oleh faktor- faktor yang sifatnya sangat basic atau mendasar, selain tentu saja ada faktor pasar yang mempengaruhi. Sejak awal, sistem operasi Avon Indonesia memang berbeda dengan Avon di negara-negara Asia lainnya, kecuali sistem operasi Avon di Philipina yang memang dijadikan rujukan di sini. Avon menggunakan sistem cabang, di mana dalam setiap kantor cabang, Avon harus membangun kantor sendiri, merekrut karyawan, dan tentu saja membiayai operasionalnya. Semakin besar perkembangan Avon, semakin banyak pula cabang yang harus didirikan, sehingga makin besar pula biaya operasionalnya. Agaknya, hal dasar inilah yang langsung atau tidak langsung mempengaruhi profitabilitas perusahaan.Dari sini dapat kita ketahui bahwa terdapat kesalahan dari pihak manajemen dalam hal efisiensi tenaga kerja. Menejer terlalu banyak merekrut tenaga kerja dan kurang mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan untuk membiayai karyawan. Sehingga keuntungan perusahaan kian menipis dan akhirnya menyebabkan kebangkrutan perusahaan. Selain itu, situasi yang sangat memberatkan, yaitu soal sewa pabrik Avon di Cilandak yang dibayar dalam mata uang dollar AS. Sebelum krisis ekonomi tahun 1998 atau saat nilai per dollar AS hanya berkisar antara Rp2000-2500, biaya sewa pabrik mungkin bukan menjadi masalah. Namun ketika krisis berlangsung dan per dollar harus dibeli dengan harga di atas Rp10.000, bahkan pernah mencapai kisaran Rp15.000-17.000, maka mulailah ongkos produksi menjadi masalah besar. Dari sini dapat kita ketahui bahwa terdapat kesalahan manajer dalam hal ketanggapan dalam menghadapi perubahan. Perubahan harga sewa tempat yang meningkat tajam akibat krisis ekonomi tahun 1998, seharusnya segera menjadikan pihak manajer tanggap dan mengambil keputusan agar efisiensi beban sewa tempat dapat segera terpenuhi. Karena kurang tangapnya seorang menejer, perusahaan ini menaggung biaya sewa yang tinggi akibatnya keuntungan yang dideapat tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Kemudian, kebangkrutan perusaahn Avon ini juga dipicu oleh harga produk yang relatif murah sehingga tidak sebanding dengan biaya-biaya produksi yang dikeluarkan. Dengan alasan persaingan dengan produk kosmetik lain, menejer kurang mempertimbangkan keuntungan yang diperoleh sehinga ia terlalu fokus terhadap satu tujuan (produk laku di pasaran) namun tidak memperhatikan dampak yang akan dialami oleh perusahaan, sehinga persahaan jatuh bangkrut dan akhirnya gulung tikar.
Tutupnya Avon Indonesia, tentu menyisakan banyak pelajaran. Di antaranya kesimpulan bahwa tidak peduli sudah berapa lama dan mapan sebuah perusahaan beroperasi, karena satu dan lain hal bisa saja perusahaan itu tutup. Bisa karena perusahaan terus menerus merugi, bisa karena bangkrut akibat salah pengelolaan, atau masalah-masalah lainnya. Yang pasti, tidak ada jaminan bahwa jika hari ini situasi tampak baik-baik saja, maka itu berarti semuanya akan baik-baik saja dan seterusnya begitu. Persaingan antar perusahaan pasti tambah ketat, sementara tantangan-tantangan eksternal juga bertambah banyak mengingat semakin dinamisnya situasi ekonomi nasional saat ini.
C. Daftar Pustaka
Wolf J. Rinke, PhD, CSP, Top 10 Stupidest Mistakes Managers Make and How to Avoid Them http://swa.co.id/updates/avon-tutup-pabriknya-di-indonesia