Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana bekuan-
bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan. 1
EPIDEMOLOGI DIC bisa terjadi pada 30%-50% pasien dengan sepsis. Selain itu diperkirakan DIC terjadi 1% dari semua pasien yang dirawat di rumah sakit. Di Amerika Serikat kira-kira terjadi 18.000 kasus DIC pada tahun 2009. Mortalitas dan morbiditas tergantung dari tingkat keparahan penyakit yang diderita dan juga tingkat keparahan koagulopati. 2
ETIOLOGI 4
KID merupakan mekanisme perantara berbagai penyakit dengan gejala klinis tertentu. Berbagai penyakit dapat mencetuskan KID fulminan atauderajat rendah seperti di bawah ini: 1. Penyakit yang disertai KID fulminan a. Bidang obstetric: emboli cairan amnion,abrupsi plasenta,eklamsia,abortus b. Bidang hematologi: reaksi transfusi darah, hemolisis berat,transfuse massif, leukemia c. Infeksi Septicemia,gram negative (endotoksin),gram negative (mikro polisakarida) Viremia : HIV, hepatitis, varisela, virus sitomegalo, demam dengue Parasit : Malaria Penyakit hati akut : gagal hati akut ,ikterus obstruktif Kelaian vascular 2. Penyakit di sertai KID derajat Keganasan Penyakit kardiovaskular Penyakit autoimun Peradangan Penyakit hati menahun PATOFISIOLOGI Patofisiologi 1: Consumptive Coagulopathy Pada prinsipnya DIC dapat dikenali jika terdapat aktivasi sistem pembekuan darah secara sistemik. Trombosit yang menurun terus-menerus, komponen fibrin bebas yang terus berkurang, disertai tanda-tanda perdarahan merupakan tanda dasar yang mengarah kecurigaan ke DIC. Karena dipicu penyakit/trauma berat, akan terjadi aktivasi pembekuan darah, terbentuk fibrin dan deposisi dalam pembuluh darah, sehingga menyebabkan trombus mikrovaskular pada berbagai organ yang mengarah pada kegagalan fungsi berbagai organ. Akibat koagulasi protein dan platelet tersebut, akan terjadi komplikasi perdarahan. 3,4,5
Karena terdapat deposisi fibrin, secara otomatis tubuh akan mengaktivasi sistem fibrinolitik yang menyebabkan terjadi bekuan intravaskular. Dalam sebagian kasus, terjadinya fibrinolisis (akibat pemakaian alfa2-antiplasmin) juga justru dapat menyebabkan perdarahan. Karenanya, pasien dengan DIC dapat terjadi trombosis sekaligus perdarahan dalam waktu yang bersamaan, keadaan ini cukup menyulitkan untuk dikenali dan ditatalaksana. 5
Pengendapan fibrin pada DIC terjadi dengan mekanisme yang cukup kompleks. Jalur utamanya terdiri dari dua macam, pertama, pembentukan trombin dengan perantara faktor pembekuan darah. Kedua, terdapat disfungsi fisiologis antikoagulan, misalnya pada sistem antitrombin dan sistem protein C, yang membuat pembentukan trombin secara terus-menerus. Sebenarnya ada juga jalur ketiga, yakni terdapat depresi sistem fibrinolitik sehingga menyebabkan gangguan fibrinolisis, akibatnya endapan fibrin menumpuk di pembuluh darah. Jadi sistem-sistem yang tidak berfungsi secara normal ini disebabkan oleh tingginya kadar inhibitor fibrinolitik PAI-1. Seperti yang tersebut di atas, pada beberapa kasus DIC dapat terjadi peningkatan aktivitas fibrinolitik yang menyebabkan perdarahan. Sepintas nampak membingungkan, namun karena penatalaksanaan DIC relatif suportif dan relatif mirip dengan model konvensional, maka tulisan ini akan membahas lebih dalam tentang patofisiologi DIC. 3,4
Patofisiologi 2: Depresi Prokoagulan DIC terjadi karena kelainan produksi faktor pembekuan darah, itulah penyebab utamanya. Karena banyak sekali kemungkinan gangguan produksi faktor pembekuan darah, banyak pula penyakit yang akhirnya dapat menyebabkan kelainan ini. Garis start jalur pembekuan darah ialah tersedianya protrombin (diproduksi di hati) kemudian diaktivasi oleh faktor-faktor pembekuan darah, sampai garis akhir terbentuknya trombin sebagai tanda telah terjadi pembekuan darah. 3,4
Pembentukan trombin dapat dideteksi saat tiga hingga lima jam setelah terjadinya bakteremia atau endotoksemia melalui mekanisme antigen-antibodi. Faktor koagulasi yang relatif mayor untuk dikenal ialah sistem VII(a) yang memulai pembentukan trombin, jalur ini dikenal dengan nama jalur ekstrinsik. Aktivasi pembekuan darah sangat dikendalikan oleh faktor-faktor itu sendiri, terutama pada jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik tidak terlalu memegang peranan penting dalam pembentukan trombin. Faktor pembekuan darah itu sendiri berasal dari sel-sel mononuklear dan sel-sel endotelial. Sebagian penelitian juga mengungkapkan bahwa faktor ini dihasilkan juga dari sel-sel polimorfonuklear. 3,4
Kelainan fungsi jalur-jalur alami pembekuan darah yang mengatur aktivasi faktor-faktor pembekuan darah dapat melipat gandakan pembentukan trombin dan ikut andil dalam membentuk fibrin. Kadar inhibitor trombin, antitrombin III, terdeteksi menurun di plasma pasien DIC. Penurunan kadar ini disebabkan kombinasi dari konsumsi pada pembentukan trombin, degradasi oleh enzim elastasi, sebuah substansi yang dilepaskan oleh netrofil yang teraktivasi serta sintesis yang abnormal. Besarnya kadar antitrombin III pada pasien DIC berhubungan dengan peningkatan mortalitas pasien tersebut. Antitrombin III yang rendah juga diduga berperan sebagai biang keladi terjadinya DIC hingga mencapai gagal organ. 3,4,5
Berkaitan dengan rendahnya kadar antitrombin III, dapat pula terjadi depresi sistem protein C sebagai antikoagulasi alamiah. Kelainan jalur protein C ini disebabkan down regulation trombomodulin akibat sitokin proinflamatori dari sel-sel endotelial, misalnya tumor necrosis factor-alpha (TNF-) dan interleukin 1b (IL-1b). Keadaan ini dibarengi rendahnya zimogen pembentuk protein C akan menyebabkan total protein C menjadi sangat rendah, sehingga bekuan darah akan terus menumpuk. Berbagai penelitian pada hewan (tikus) telah menunjukkan bahwa protein C berperan penting dalam morbiditas dan mortalitas DIC. 3,4
Selain antitrombin III dan protein C, terdapat pula senyawa alamiah yang memang berfungsi menghambat pembentukan faktor-faktor pembekuan darah. Senyawa ini dinamakan tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Kerja senyawa ini memblok pembentukan faktor pembekuan (bukan memblok jalur pembekuan itu sendiri), sehingga kadar senyawa ini dalam plasma sangatlah kecil, namanya pun jarang sekali kita kenal dalam buku teks. Pada penelitian dengan menambahkan TFPI rekombinan ke dalam plasma, sehingga kadar TFPI dalam tubuh jadi meningkat dari angka normal, ternyata akan menurunkan mortalitas akibat infeksi dan inflamasi sistemik. Tidak banyak pengaruh senyawa ini pada DIC, namun sebagai senyawa yang mempengaruhi faktor pembekuan darah, TFPI dapat dijadikan bahan pertimbangan terapi DIC dan kelainan koagulasi di masa depan. 3,4
Patofisiologi 3: Defek Fibrinolisis Pada keadaan aktivasi koagulasi maksimal, saat itu sistem fibrinolisis akan berhenti, karenanya endapan fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah. Namun pada keadaan bakteremia atau endotoksemia, sel-sel endotel akan menghasilkan Plasminogen Activator Inhibitor tipe 1 (PAI-1). Pada kasus DIC yang umum, kelainan sistem fibrinolisis alami (dengan antitrombin III, protein C, dan aktivator plasminogen) tidak berfungsi secara optimal, sehingga fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah. Pada beberapa kasus DIC yang jarang, misalnya DIC akibat acute myeloid leukemia M-3 (AML) atau beberapa tipe adenokasrsinoma (mis. Kanker prostat), akan terjadi hiperfibrinolisis, meskipun trombosis masih ditemukan di mana- mana serta perdarahan tetap berlangsung. Ketiga patofisiologi tersebut menyebabkan koagulasi berlebih pada pembuluh darah, trombosit akan menurun drastis dan terbentuk kompleks trombus akibat endapan fibrin yang dapat menyebabkan iskemi hingga kegagalan organ, bahkan kematian.3, 4
MANIFESTASI KLINIS 5
Gejala yang sering timbulpada klien DIC adalah sebagai berikut : 1. Perdarahan dari tempat-tempat fungsi, luka, dan membrane mukosa pada klien dengan syok, komplikasi persalinan, sepsis / kanker. 2. Perubahan kesadaran yang mengindikasikan trombus serebrum. 3. Distensi abdomen yang menandakan adanya perdarahan saluran cerna. 4. Sianosis dan takipnea akibat buruknya perfusi dan oksigenasi jaringan. 5. Hematuria akibat perdarahan atau oliguria akibat menurunnya perfusi ginjal.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Diagnostik laboratorium Gambaran hasil pemeriksan laboratorium pada KID sangat bervariasi dan dapat dipengaruhi oleh penyakit yang mendasarinya. Leukositosis sering ditemukan, granulositopenia juga dapat terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang belakang untuk mengimbangi kerusakan neutrofil. Trombositopenia. 2. Pemeriksaan hemostatis yang secara rutin dapat dilakukan adalah: masa protrombin(PT) masa tromboplastin parsial teraktivasi(aPPT), D-dimen antitrombin-III, fibrinogen dan masa protombin. 3. Pemeriksaan fragmen protombin 1+2, fibrinogen degradation product (FDP). Hasil pemeriksaan darah menunjukkan hipofibrigenemia, peningkatan produk hasil degradasi fibrin, trombositopenia, dan waktu protombin yang memanjang. 4. Pemeriksaan Laju Endap Darah Laju endap darah bukan dinyatakan tinggi / rendah tapi cepat atau lambat. Kasarnya kecepatan darah itu mengendap dalam 1 jam (mm/jam) kalau lebih cepat mengendap berarti eritrosit atau sel darah merahnya sedikit, atau ukuran eritrositnya besar dibandingkan orang normal, laju endap darah normalnya 1 -15 mm/jam. 1,5
PENALAKSANAAN Penatalaksaan yang dilakukan pada klien dengan DIC adalah sebagai berikut : a. Mengobati penyakit dasar. Dengan membaiknya penyakit yang dasar komplikasi patologik sebagai timbulnya DIC akan hilang, dan dengan sendirinya diharapkan DIC juga akan hilang. b. Terapi heparin (dapat diberikan 200 U/kg BB IV tiap 4-6 jam. c. Terapi pengganti (darah atau PRC diberikan untuk mengganti darah yang keluar , tranfusi trombosit, dan plasma beku segar untuk mengontrol perdarahan. d. Obat penghambat fibrinolitik (amicar) yang memblok akumulasi produk degradasi fibrin dan harus diberikan setelah terapi heparin dapat diberikan plasma yang mengandung faktor VII, sel darah merah, dan trombosit. 4
e. Pengobatan suportif, yaitu mempertahankan hemodinamik, tekanan darah, membebaskan jalan nafas untuk menjamin pertukaran gas, menjaga keseibangan asam basa dan elektrolit. 4
KESIMPULAN
DIC adalah suatu sindrom ditandai dengan adanya perdarahan atau kelainan pembekuan darah sehingga terjadi gangguan aliran darah yang menyebabkan kerusakan pada berbagai organ. Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan salah satunya adalah resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hemoragi sekunder. Dari diagnose tersebut, intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah memantau hasil pemeriksaan koagulasi, tanda-tanda vital, dan perubahan sisi baru dan potensial.