Anda di halaman 1dari 4

1

EFIFTA PRATAMA ANANDA-101111133-IKMB11


Persepsi Sosial dan Atribusi di Organisasi
PERSEPSI SOSIAL
Persepsi (perception) adalah proses dimana individu mengatur
dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris (panca indra) mereka
guna memberi arti bagi lingkungan mereka. Namun, apa yang diterima
seseorang pada dasarnya bisa berbeda dari realitas objektif. Keputusan-
keputusan dan kualitas penetapan akhir individual dalam suatu
organisasi, sebagian besar dipengaruhi oleh persepsi. Persepsi berbeda
dengan sensasi, sensasi hanya berupa kesan sesaat saat stimulus baru
diterima otak dan belum diorganisasikan dengan stimulus lainnya
dengan ingatan-ingatan yang berhubungan dengan stimulus tersebut.
Faktor yang mempengaruhi persepsi (seperti pada bagan disamping)
terdiri dari faktor penerima (the perceiver), situasi (the situation), dan
objek sasaran (the target).
Syarat terjadinya persepsi:
a. Adanya objek : objek stimulus alat indra (reseptor). Stimulus berasal dari luar individu (langsung
mengenai alat indra/ reseptor) dan dari dalam diri individu (langsung mengenai saraf sensoris yang bekerja
sebagai reseptor).
b. Adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk mengadakan persepsi.
c. Adanya alat indra sebagai reseptor penerima stimulus.
d. Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak (pusat saraf atau pusat kesadaran). Dari otak
dibawa melalui saraf motoris sebagai alat untuk mengadakan respons.
Proses terjadinya persepsi melewati tiga proses yaitu proses fisik,
proses fisiologis, dan psikologis seperti pada bagan disamping.
Dalam berhubungan dengan orang lain, persepsi memainkan
peranan yang penting. Persepsi tersebut mengenai orang lain dan
untuk memahami orang lain inilah yang dikenal dengan persepsi
sosial (Sarwono, 1997). Persepsi sosial berhubungan secara langsung
dengan cara individu melihat dan menilai orang lain, oleh karena itu proses persepsi sosial melibatkan orang yang
melihat atau menilai dan orang yang dinilai (Thoha,2000).
Jalan pintas yang digunakan untuk menilai individu lain diantaranya :
a. Persepsi selektif: menginterpretasikan secara selektif apa yang dilihat seseorang berdasarkan minat, latar
belakang, pengalaman, dan sikap seseorang. Karakteristik apapun yang membuat seseorang, objek, atau
peristiwa bisa dikenali dengan mudah, meningkatkan kemungkinan untuk diterima. Selain itu,
meningkatkan kita untuk membaca individu lain dengan cepat, tetapi tetap terdapat risiko bahwa kita

2
EFIFTA PRATAMA ANANDA-101111133-IKMB11
Persepsi Sosial dan Atribusi di Organisasi
mendapatkan gambaran yang tidak akurat karena kita melihat apa yang ingin kita lihat dan menarik
kesimpulan yang tidak beralasan.
b. Efek halo: membuat sebuah gambaran umum tentang seseorang individu berdasarkan sebuah karakteristik
seperti kepandaian, keramahan, atau penampilan. Misalnya: murid yang menilai gurunya sifat guru
tersebut pendiam, percaya diri, pandai, sangat cakap, tetapi gayanya kurang bersemangat maka dari itu
siswanya member nilai rendah.
c. Efek-efek kontras: evaluasi tentang karakteristik seseorang yang dipengaruhi oleh perbandingan-
perbandingan dengan orang lain yang baru ditemui, yang mendapat nilai lebih tinggi atau lebih rendah
untuk karakteristik-karakteristik yang sama.
d. Proyeksi: menghubungkan karakteristik diri sendiri dengan individu lain. Mudah untuk menilai individu
lain bila kita beranggapan bahwa mereka mirip dengan diri kita. Misalnya anda orang yang jujur dan bisa
dipercaya jadi anda meganggap orang lain juga jujur dan dapat dipercaya.
e. Pembentukan stereotip: menilai seseorang berdasarkan persepsi tentang kelompok di mana ia tergabung.

ATRIBUSI
Dalam persepsi sosial dikenal dengan adanya Teori Hubungan. Teori hubungan (attribution theory)
adalah usaha ketika individu-individu mengamati perilaku untuk menetukan apakah hal ini disebabkan secara
internal atau eksternal. Perilaku yang disebabkan secara internal (atribusi disposisional) adalah perilaku yang
diyakini dipengaruhi oleh kendali pribadi seorang individu. Perilaku yang disebabkan secara eksternal (atribusi
situasional) dianggap sebagai akibat dari sebab-sebab luar yaitu individu tersebut dianggap telah dipaksa
berperilaku demikian oleh situasi. Misalnya salah seorang karyawan terlambat kerja, ada yang menghubungkan
keterlambatannya dengan pesta sampai larut malam dan kemudian bangun kesiangan ini yang disebut hubungan
internal. Ada juga yang menghubungkan keterlambatannya dengan kecelakaan mobil yang membuat kemacetan
lalu lintas pada jalan ini yang disebut hubungan eksternal.
Selain itu, atribusi merupakan proses dimana kita mencoba mencari informasi mengenai bagaimana
seseorang berbuat dan mengapa mereka berbuat demikian. Salah satu pendekatan yang menyediakan dasar untuk
memahami hubungan antara persepsi dan perilaku adalah teori atribusi. Teori atribusi berkaitan dengan proses di
mana individu menginterpretasikan bahwa peristiwa di sekitar mereka disebabkan oleh bagian lingkungan mereka
yang relative stabil.





3
EFIFTA PRATAMA ANANDA-101111133-IKMB11
Persepsi Sosial dan Atribusi di Organisasi
Secara singkat, teori atribusi berusaha untuk menjelaskan bagian mengapa dari perilaku. Bagan di bawah ini
menunjukkan proses atribusi:
Berdasarkan teori atribusi, penyebab yang dipersepsikan dari suatu peristiwalah dan bukan peristiwa aktual
itu sendiri yang mempengaruhi perilaku seseorang. Secara lebih spesifik, individu akan berusaha menganalisis
mengapa peristiwa tertentu muncul dan hasil dari analisis tersebut akan mempengaruhi perilaku mereka di masa
mendatang. Proses atribusi juga dapat menjadi hal yang penting dalam memahami perilaku dari orang lain.
Perilaku orang lain dapat diperiksa atas dasar keunikan, konsistensi dan konsensus. Keunikan merupakan
tingkatan di mana seseorang berperilaku secara serupa dalam situasi yang berbeda. Konsistensi merupakan
tingkatan di mana seseorang menunjukkan perilaku yang sama pada waktu yang berbeda. Konsensus merupakan
tingkatan di mana orang lain menunjukkan perilaku yang sama.
Contoh : Caroline memperoleh nilai yang buruk dalam tes di kelas perilaku organisasinya professor berusaha
memahami alasan perilaku Caroline (yg memperoleh nilai buruk dalam tes) mencoba untuk menetukan tingkat
keunikan, konsistensi dan consensus.
Jika Caroline cenderung memperoleh hasil yang buruk dalam tes pelajaran yang lain termasuk keunikan
yang rendah
Jika Caroline memiliki nilai buruk pada tes sebelumnya dari pelajaran ini konsistensinya tinggi
Jika tidak ada mahasiswa yang memperoleh nilai buruk dalam tes konsensus yang rendah
Maka dari pernyataan di atas professor tersebut mungkin membuat atribusi internal berkenaan dengan perilaku
Caroline. Misalnya karena kurangnya motivasi belajar Caroline, kebiasaan belajar yang buruk dll.
Jika terdapat konsensus yang tinggi maka bisa saja professor tersebut yang membuat tes yang buruk atau kunci
jawaban yang salah berkenaan dengan atribusi eksternal (di luar Caroline).




4
EFIFTA PRATAMA ANANDA-101111133-IKMB11
Persepsi Sosial dan Atribusi di Organisasi
Mengetahui sejauh mana perilaku seseorang menunjukkan kualitas ini dapat sangat bermanfaat dalam membantu
kita memahami perilaku tersebut.




Tentu saja tidak semua atribusi benar. Kontribusi penting lain yang dibuat oleh teori atribusi adalah
pengidentifikasian dari kesalahan sistematis atau bias yang menyebabkan distorsi dalam atribusi. Salah satu
kesalahan tersebut disebut kesalahan atribusi mendasar (fundamental attribution error). Kesalahan atribusi
mendasar adalah kecenderungan untuk merendahkan pentingnya faktor-faktor eksternal dan melebih-lebihkan
pentingnya faktor internal ketika membuat atribusi mengenai perilaku orang lain. Contohnya terdapat kecelakaan
yang tinggi supervisor mengatribusikan karena kecerobohan karyawan (internal), bukan mempertimbangkan
peralatan yang mungkin tua atau buruk (eksternal).
Kesalaha yang sering terjadi lainnya adalah self-serving bias. Hal ini digambarkan dalam kecenderungan orang
untuk menerima pujian untuk pekerjaan yang berhasil dan menyangkal tanggung jawab untuk pekerjaan yang
buruk. Self-serving bias mengarahkan kita untuk menyimpulkan bahwa ketika kita berhasil, hal tersebut
disebabkan oleh usaha kita yang luar biasa, sementara jika kita gagal hal tersebut disebabkan oleh faktor-faktor
yang berada di luar kendali kita.
Implikasi manajerial dari suatu pendekatan atribusi terhadap pemahaman perilaku kerja merupakan hal
yang penting. Untuk mempengaruhi perilaku karyawan, manajer harus memahami atribusi yang dibuat oleh
karyawan. Selain itu manajer tidak dapat mengasumsikan bahwa atribusi mereka bebas dari kesalahan. Pemahaman
ini, dipadukan dengan usaha memahami atribusi yang dibuat karyawan, dapat meningkatkan kemampuan manajer
untuk memiliki dampak positif terhadap perilaku karyawan.

DAFTAR PUSTAKA
Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2012. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat
Ivancevich, John M. dkk. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta: Erlangga
Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG

Anda mungkin juga menyukai