BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cerebrovascular accident (CVA) merupakan penyakit sistem persarafan
yang paling sering dijumpai (Muttaqin, 2012 : 234). Stroke adalah salah satu
penyakit saraf yang cukup memprihatinkan, karena penyakit ini juga disebut
serangan otak atau brain attack yang merupakan penyebab kematian ketiga di
dunia setelah penyakit jantung dan kanker, serta merupakan penyebab
kecacatan utama di Indonesia (Tabrani, 2008 : 198).
Berdasarkan data WHO (2010), setiap tahunnya terdapat 15 juta orang di
seluruh dunia menderita stroke. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun
terdapat 500.000 penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau
125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat. kejadian
stroke hemoragik sekitar 20% dari seluruh total kasus stroke (Yayasan Stroke
Indonesia, 2012). Dinas Kesehatan Jawa Timur tahun 2013 menunjukkan
bahwa prevalensi stroke hemoragikadalah 275.000 kasus. Menurut data dari
rekam medik RSUD Genteng pada tahun 2011 prevalensi stroke sekitar 683
kasus, sedangkan pada tahun 2012 sebanyak 732 kasus dan pada tahun 2013
sebanyak 754 kasus.
Suplai darah ke otak dapat berubah makin lambat maupun makin cepat
karena terjadi gangguan yaitu trombus yang berasal dari plak arterosklerosis
atau darah beku pada area yang stenosis atau terjadi turbulensi. Trombus dapat
pecah dari pembuluh darah dan terbawa sebagai emboli dalam pembuluh
2
darah (Muttaqin, 2008 : 240). Oklusi pada pembuluh darah serebri oleh emboli
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis yang menyebabkan
dilatasi bahkan pecah atau ruptur pada aneurisma dan ruptur arteri sklerotik
sehingga terjadi perdarahan pada otak (Hartwig, 2005 : 1119). Perdarahan
dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan spasme arteri, spasme serebri
dan peningkatan tekanan intrakranial yang dapat mengakibatkan perubahan
pada perfusi jaringan cerebral (Batticaca, 2008 : 57).
Prinsip penatalaksanaan stroke hemoragik adalah menghentikan
perdarahan yang terjadi di pembuluh darah otak untuk mencegah terjadinya
kematian dan kecacatan secara permanen (Widagdo, 2008 : 234). Terapi
pembedah merupakan salah satu pilihan terapi untuk stroke hemoragik dengan
perdarahan otak yang sangat luas (Sidharta, 2008 : 260). Sedangkan untuk
reperfusi dapat diatasi dengan pemberian osmotik diuretik untuk menurunkan
tekanan intrakranial dengan menurunkan semua isi air dan volume cairan
serebro spinal dan dengan menurunkan volume darah berhubungan dengan
vasokonstriksi. Osmotik diuretik juga meningkatkan perfusi serebral dengan
menurunkan viskositas darah atau dengan mengubah reaksi sel darah merah
(Campbel, 2005 : 6001) .
Berdasarkan data dari latar belakang diatas penulis tertarik untuk
melakukan pengelolaan kasus kedalam penulisan ilmiah dengan judul
Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi : Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Nafas Pada Pasien Cedera Kepala Berat Diruang Bedah di
RSUD GENTENG-BANYUWANGITAHUN 2014.
3
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan oksigenasi :
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada pasien Cedera Kepala Berat
Diruang Bedah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Genteng Banyuwangi
tahun 2014?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan Asuhan Keperawatan Pemenuhan
Kebutuhan Oksigenasi : Gangguan Perfusi Jaringan Cerebral Pada Pasien
Stroke Hemoragic Diruang Dalam Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Genteng Banyuwangi Tahun 2014?
2. Tujuan khusus
Mahasiswa mampu :
a. Mengkaji Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi :
Gangguan Perfusi Jaringan Cerebral Pada Pasien Stroke Hemoragic
Diruang Dalam RSUD Genteng Banyuwangi Tahun 2014.
b. Merumuskan diagnosa Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan
Oksigenasi : Gangguan Perfusi Jaringan Cerebral Pada Pasien Stroke
Hemoragic Diruang Dalam RSUD Genteng Banyuwangi Tahun 2014.
c. Merencanakan Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan
Oksigenasi : Gangguan Perfusi Jaringan Cerebral Pada Pasien Stroke
Hemoragic Diruang Dalam RSUD Genteng Banyuwangi Tahun 2014.
4
d. Melaksanakan Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan
Oksigenasi : Gangguan Perfusi Jaringan Cerebral Pada Pasien Stroke
Hemoragic Diruang Dalam RSUD Genteng Banyuwangi Tahun 2014.
e. Mengevaluasi Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan
Oksigenasi : Gangguan Perfusi Jaringan Cerebral Pada Pasien Stroke
Hemoragic Diruang Dalam RSUD Genteng Banyuwangi Tahun 2014.
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada proposal ini meliputi:
1. Bagian awal terdiri: halaman sampul, halaman judul, halaman persetujuan,
halaman pengesahan.
2. Bab 1 pendahuluan : pada bab ini membahas latar belakang, rumusan
masalah, tujuan, manfaat, sistematika penulisan, pengumpulan data.
3. Bab 2 Tinjauan kepustakaan : pada bab ini membahas tentang konsep
cedera kepala, konsep oksigenasi dan konsep asuhan keperawatan cedera
kepala.
4. Bagian akhir terdiri dari : daftar pustaka, penutup dan lampiran.
E. Pengumpulan Data
1. Observasi
Yaitu dengan cara mengamati langsung keadaan klien melalui
pemeriksaan fisik secara inspeksi, perkusi, palpasi, dan auskultasi pada
pasien cedera kepala untuk mendapatkan data objektif.
5
2. Wawancara
Yaitu pengumpulan data dengan melakukan komunikasi lisan yang
didapat secara langsung dari klien (autonamnesa) dan keluaraga
(alloanamnesa) untuk mendapatkan data subjektif.
3. Studi dokumentasi
Yaitu pengumpulakan data yang didapatkan dari buku status
kesehatan klien yaitu meliputi catatan medic yang berhungan dengan
klien.
4. Studi kepustakaan
Dilakukan dengan cara penggunaan buku-buku sumber untuk
mendapatkan landasan teori yang berkaitan dengan kasus yang dihadapi,
sehingga dapat membandingakan teori dengan fakta di lahan praktik.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep teori
1. Definisi
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer subtansi otak yang terjadi secara
spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena
pecahnya pembuluh arteri, vena, kapiler (Muttaqin, 2012 : 237)
2. Etiologi
Menurut Muttaqin (2008:236), penyebab stroke hemoragik adalah
perdarahan otak yang terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi.
Penyebab perdarahan otak yang paling umum terjadi adalah:
a. Aneurisma berry, biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari aterosklerosis.
c. Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis.
d. Malformasi arteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh
darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk ke vena.
e. Ruptur arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan
dan degenerasi pembuluh darah.
7
3. Pathway Keperawatan Stroke Hemorogic
Faktor-faktor resiko stroke
Aneurisma, malformasi,
arterovenous
Perembesan darah kedalam
parenkim otak
Penekanan jaringan otak
Infark otak edema dan herniasi
otak
Stroke hemoragic
(cerebrovaskular accident)
Tekanan intrakranial
meningkat
Infark serebral
3. Penurunan
perfusi jaringan
cerebral
Kehilangan
kontrol volunter
Hemiplegi dan
hemiparesis
6. Kerusakan
mobilitas fisik
Herniasi falks serebri
dan foramen magnum
Kompresi batang otak
Depresi saraf kardiovaskuler
dan pernafasan
2. Gangguan pola
nafas
Koma
Kelemahan
fisik
Disfungsi bahasa
dan komunikasi
Disartria, disfasia, afasia,
apraksia
7. Kerusakan
komunikasi
verbal
Kemampuan
batuk menurun,
produksi sekret
meningkat
Disfungsi
kandung kemih
dan saluran
pencernaan
1.Ketidakefektif
an bersihan
jalan nafas
9. Ketidak mampuan
perawatan diri (ADL)
Penurunan tingkat
kesadaran
Penekanan
jaringan
setempat
8. Resiko
kerusakan
intregitas kulit
5. Gangguan
eliminasi alvi dan
urine
Gambar 2.1 Patofisiologi Stroke Hemoragic ke masalah
keperawatan (Muttaqin, 2008 : 241)
Intake nutrisi
tidak adekuat
4. Nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
8
4. Maniefestasi klinis
Menurut Batticaca (2008 : 58) Gejala klinis pada stroke hemoragic
berupa :
a. Perdarahan intraserebral
1) Tidak jelas, kecuali nyeri kepala hebat karena hipertensi.
2) Serangan terjadi pada siang hari, saat beraktivitas, dan emosi atau
marah.
3) Mual atau muntah pada permulaan serangan.
4) Hemiparesis atau hemiplegi terjadi sejak awal serangan.
5) Kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma (65% terjadi
kurang dari
1
/
2
jam 2 jam; < 2% terjadi setelah 2 jam-19 jam).
b. Perdarahan subarakhnoid
1) Nyeri kepala hebat dan mendadak.
2) Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi.
3) Ada gejala atau tanda meningeal.
4) Papiledema terjadi bila pada perdarahan subarakhnoid karena
pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri
karotis interna.
Gejala klinis pada stroke akut berupa :
1) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis)
yang timbul mendadak,
2) Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan
hemisensorik),
9
3) Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi,
stupor, atau koma),
4) Afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara),
5) Disartria (bicara pelo atau cadel),
6) Ataksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran),
7) Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala).
B. Konsep asuhan keperawatan cedera kepala
1. Pengkajian
a. Identitas
Serangan stroke hemoragic sering terjadi pada usia 20-60 tahun,
prevalensi antara pria dan wanita sama (Batticaca, 2008 : 58) .
b. Alasan masuk rumah sakit
Biasanya klien dibawa kerumah sakit dengan alasan penurunan
kesadaran secara mendadak (Muttaqin, 2008 : 242).
c. Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan kesadaran (Widagdo dkk, 2008 : 87)
d. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang : Serangan stroke hemoragic
seringkali berlangsung sangat mendadak saat klien sedang
melakukan aktivitas. Selain gejala kelumpuhan separuh badan atau
gangguan otak lain dapat juga terjadi nyeri kepala, mual, muntah,
bahkan kejang sampai tidak sadar (Muttaqin, 2008 : 242).
10
2) Riwayat Penyakit Sebelumnya : Adanya riwayat hipertensi,
riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, dan kegemukan. Pemakaian obat-obat yang sering
digunakan klien, seperti antihipertensi, antilipidemia, penghambat
beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok dan konsumsi alkohol
(Muttaqin, 2008 : 243).
3) Riwayat Penyakit Keluarga : Biasanya ada riwayat keluarga yang
menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke
dari generasi terdahulu (Muttaqin, 2008 : 243).
e. Pemeriksaan Fisik
1) KeadaanUmum : Umumnya mengalami penurunan kesadaran
berkisar pada tingkat letargi, stupor, sampai koma (Muttaqin, 2008
: 244).
2) Tanda-tanda Vital : Tekanan darah meningkat, denyut nadi
bervariasi, pernafasan meningkat jika terjadi gangguan pada saraf
pernafasan maupun jalan nafas (Muttaqin, 2008 : 244).
3) Body Sistem
a) Sistem Persyarafan
Tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa sampai koma
(Muttaqin, 2008 : 245).
11
Pengkajian Fungsi Serebral :
(1) Status Mental : Pada klien stroke biasanya penampilan,
tingkah laku, gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas
motorik dan status mental klien mengalami perubahan
(Muttaqin, 2008 : 245).
(2) Fungsi Intelektual : Didapatkan penurunan dalam ingatan
dan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Penurunan kemampuan berhitung, kalkulasi dan brain
damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan
perbedaan yang tidak begitu nyata (Muttaqin, 2008 : 245).
(3) Kemampuan Bahasa : Lesi pada daerah hemisfer yang
dominan pada bagian posterior dari girus temporalis
superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis
inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, disartria
(kesulitan berbicara) (Muttaqin, 2008 : 245).
(4) Lobus Frontal : Lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan
klien ini menghadapi masalah frustrasiDepresi dan masalah
psikologis lain juga umum terjadi dalam program
rehabilitasi mereka. (Muttaqin, 2008 : 245).
(5) Hemisfer : Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese
sebelah kiri tubuh, penilaian buruk dan mempunyai
12
kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan
terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke
hemifer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat
dan sangat hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah
kanan, disfagia global, afasia, dan mudah frustrasi
(Muttaqin, 2008 : 245).
Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin (2008, 246), Pemeriksaan ini meliputi
pemeriksaan saraf kranial I-XII.
(1) Saraf I : Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
(2) Saraf II : Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensori primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial).
(3) Saraf III, IV, dan VI : Jika akibat stroke mengakibatkan
paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan
penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi
yang sakit.
(4) Saraf V : Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan
paralisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan
koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
13
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot
pterigoideus internus dan eksternus.
(5) Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
(6) Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
(7) Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik dan
kesulitan membuka mulut.
(8) Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
(9) Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi
dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
b) Sistem persepsi sensori
Terjadi disfungsi persepsi visual, Gangguan hubungan
visual-spasial, dan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit (Muttaqin, 2008 : 246).
c) Sistem Pernafasan
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, terdapat peningkatan
produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas,
dan peningkatan frekuensi pernapasan, terdapat bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang
14
sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat
kesadaran koma (Muttaqin, 2008 : 244).
d) Sistem Kardiovaskuler
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.
Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi
hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg) (Muttaqin, 2008 :
244).
e) Sistem Gastrointestinal
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas (Muttaqin, 2008 : 248).
f) Sistem Urologi
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia
urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril (Muttaqin, 2008 :
248).
15
g) Sistem Reproduksi
Terjadi penurunan gairah seksual akibat kerusakan fungsi
kognitif dan efek psikologis (Muttaqin, 2008 : 248).
h) Sistem Muskuloskletal
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia
(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh,
adalah tanda yang lain. Adanya kesulitan untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi,
serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas
dan istirahat (Muttaqin, 2008 : 248).
i) Sistem Integument
Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk.
Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama
pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami
masalah mobilitas fisik (Muttaqin, 2008 : 248).
j) Sistem Endokrin
Tidak ada gangguan pada sistem endokrin
k) Imun
Tidak ada gangguan pada sistem imun
16
f. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Widagdo dkk (2008 : 87) pada pasien dengan stroke
hemoragic dapat dilakukan pemeriksaan diagnostik sebagai berikut :
1) Angiografi serebral : Menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan
untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskular.
2) Lumbal pungsi : Terdapat tekanan yang meningkat dan disertai
bercak darah, peningkatan jumlah protein, hasil pemeriksaan likuor
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif.
3) CT scan : Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak
edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau
iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel,
atau menyebar ke permukaan otak.
4) MRI (Magnetic Imaging Resonance) : Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari
hemoragik.
5) USG Doppler : Mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis).
6) EEG : Menunjukkan masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam
jaringan otak.
17
7) Pemeriksaan kimia darah : Gula darah dapat mencapai 250 mg di
dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali selain
itu juga dapat terjadi peningkatan kolestrol LDL.
g. Penatalaksanaan
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2007, 199) dan Batticaca (2008,
62), penatalaksanaan pada pasien stroke adalah :
1) Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan
2) Masukkan klien ke unit perawatan saraf untuk dirawat di bagian
bedah saraf.
3) Berusaha mempertahankan saluran nafas yang paten, yaitu sering
lakukan pengisapan lendir, oksigenasi, kalau perlu lakukan
trakeostomi, membantu pernapasan.
4) Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi klien termasuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
5) Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
6) Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit
memainkan peran sangat penting dalam pembentukan trombus dan
embolisasi.
7) Terapi perdarahan dan perawatan pembuluh darah
a) Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi
(1) Aminocaproic acid 100-150 ml% dalam cairan isotonik 2
kali selama 3-5 hari, kemudian 1 kali selama 1-3 hari.
(2) Antagonis untuk pemecahan permanen : Gordox dosis
pertama 300.000 IU kemudian 100.000 IU 4 kali perhari
18
IV, Contical dosis pertama 30.000 ATU, kemudian 10.000
ATU X 2 per hari selama 5-10 hari.
b) Natrii Etamsylate (Dynone) 250 mg 4 kali perhari IV sampai
10 hari
8) Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan
otak.
2. Diagnosa keperawatan
Menurut Arif muttaqin (2008 : 253-254), diagnosa yang bisa muncul
pada pasien stroke hemoragic adalah :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi
sekret, penurunan kemampuan batuk, penurunan mobilitas fisik
sekunder, perubahan tingkat kesadaran
1) Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan secret atau
obstruksi saluran nafas guna mempertahankan jalan nafas yang
bersih
2) Batasan karakteristik
a) Subjektif : Dispnea
b) Objektif : Suara nafas tambahan (seperti rales, crackle, ronchi
dan mengi), perubahan irama dan frekuensi pernafasan, batuk
tidak efektif, sianosis, ortopnea, gelisah, sputum berlebih.
3) Factor yang berhubungan : Spasme jalan nafas, secret di bronki,
eksudat di alveoli, mucus berlebih, retensi secret.
19
b. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan depresi pada
pusat pernapasan diotak
1) Definisi : Inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberikan vebtilasi
yang tidak adekuat
2) Batasan karakteristik
a) Subjektif : Dispnea, nafas pendek
b) Objektif : Perubahan pekskursi dada, bradipnea, penurunan
tekanan inspirasi-ekspirasi, nafas cuping hidung, ortopnea, fase
ekspirasi memanjang, kecepatan ekspirasi, taakipnea,
penggunaan otot bantu assesoris untuk bernafas.
3) Factor yang berhubungan : Deformitas dinding dada,
hiperventilasi, sindrom hipoventilasi, kerusakan muskuluskeletal,
imaturitas neurologis, disfungsi neuromuscular, kerusakan persepsi
atau kognitif, cedera kepala dan medulla spinalis
c. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubugan dengan perdarahan
intraserebri, oklusi otak, vasospasme, edema otak
1) Definisi : Penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan
pengiriman nutrisi kejaringan pada tingkat kapiler
2) Batasan karakteristik
a) Subjektif : -
b) Objektif : Perubahan status mental, perubahan perilaku,
perubahan respon motorik, perubahan reaksi pupil, kesulitan
20
menelan, kelemahan atau paralisis ekstremitas, paralisis,
ketidaknormalan dalam berbicara.
3) Factor yang berhubungan : Perubahan afinitas hemoglobin
terhadap oksigen, perubahan konsentrasi hemoglobin dalam darah,
gangguan pertukaran, hipervolemia, hipoventilasi, hipovolemia,
gangguan transport oksigen melalui alveoli dan membrane kapiler,
gangguan aliran arteri atau vena.
d. Nutrisi, ketidakseimbangan : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan
1) Definisi : Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan metabolik.
2) Batasan karakteristik
a) Subjektif : Nyeri abdomen, menolak makan, indigesti (non
NANDA International), persepsi ketidakmampuan untuk
mencerna makanan, melaporkan perubahan sensasi rasa,
melaporkan kurangnya makan.
b) Objektif : Pembuluh kapiler rapuh, diare, adanya bukti
kekurangan makan, bising usus hiperaktif,membran mukosa
pucat, tonus otot buruk, kelemahan otot yang berfungsi untuk
menelan atau mengunyah.
3) Factor yang berhubungan : Ketidakmampuan pemasukan atau
mencerna makanan atau atau mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan factor biologis, psikologis atau ekonomi.
21
e. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan disfungsi
saluran perncernaan
1) Definisi : Penurunan frekuensi defekasi yang disertai pengeluaran
feses yang sulit atau tidak lampias atau pengeluaran feses yang
sangat keras dan kering
2) Batasan karakteristik
a) Subjektif : Nyeri abdomen, nyeri tekan pada abdomen dengan
atau tanpa resistensi otot yang dapat dipalpasi, anoreksia,
perasaan penuh atau tekanan pada rektum, kelelahan umum,
sakit kepala, peningkatan tekanan abdomen, indigesti, mual,
nyeri saat defekasi.
b) Objektif : Tampilan atipikal pada lansia, darah merah segar
menyertai pengeluaran feses, perbahan pada suara abdomen
(borborigmi), perubahan pada pola defekasi, penurunan
frekuensi, penurunan volume feses, distensi abdomen, feses
yang kering, keras dan padat, bising usus hipoaktif atau
hiperaktif, pengeluaran feses cair, massa abdomen dapat
dipalpasi, bunyi pekak pada perkusi abdomen, adanya feses
seperti pasta directum, flatus berat, mengejan saat defekasi,
tidak mampu mengeluarkan feses, muntah
3) Faktor yang berhubungan : Kelemahan otot abdomen, kebiasaan
menyangkal dan mengabaikan desakan untuk defekasi, aktifitas
fisik yang tidak memadai, kebiasaan defekasi yang tidak teratur,
22
perubahan lingkungan baru-baru ini, depresi, stress emosi, konfusi
mental.
f. Kerusakan mobilitas fisik berhubugan dengan hemiplegi dan
hemiparese
1) Definisi : Keterbatasan dalam kebebasan untuk pergerakan
tertentupada bagian tubuh atau satu atau lebih ekstremitas
2) Batasan karakteristik :
a) Subjektif : -
b) Objektif : penurunan waktu reaksi, kesulitan membolak-
balikkan posisi tubuh, perubahan cara berjalan, keterbatasan
untuk melakukan keterampilan motorik kasar dan halus,
gerakan tidak teratur atau tidak terkoordinasi, melambatnya
pergerakan
3) Faktor yang berhubungan : Gangguan kognitif, penurunan
kekuatan, kendali atau massa otot, gangguan muskuluskeletal,
gangguan neuromuskular, gangguan sensori persepsi.
g. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan pada
area bicara di hemisfer otak
1) Definisi : Penurunan, keterlambatan, atau tidak adanya kemampuan
untuk menerima, memproses, menghantarkan, dan menggunakan
sistem simbol (segala sesuatu yang memiliki atau menghantarkan
makna)
2) Batasan karakteristik :
23
a) Subjektif : -
b) Objektif : Tidak ada kontak mata atau kesulitan dalam
kehadiran tertentu, kesulitan mengungkapkan pikiran secara
verbal, kesulitan mengolah kata-kata atau kalimat, kesulitan
dalam mengkomprehensifkan dan mempertahankan pola
komunikasi yang biasanya, tidak ada atau tidak dapat berbicara,
disorientasi dalam waktu, ruang, dan orang, ketidakmampuan
atau kesulitan dalam menggunakan ekspresi tubuh atau wajah,
verbalisasi yang tidak sesuai, bicara pelo, gangguan parsial atau
total, kesulitan dalam berbicara atau mengungkapkan dengan
kata-kata.
3) Faktor yang berhubungan : perubahan pada sistem saraf pusat,
gangguan persepsi, tumor otak, penurunan sirkulasi di otak, kondisi
emosi.
h. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama
1) Definisi : Kulit beresiko terhadap kerusakan
2) Faktor resiko : Zat kimia, ekskresi dan sekresi, usia ekstrem atau
tua, kelembapan, hipertermia, hipotermia, faktor mekanis (friksi,
penekanan, restrain), kelembapan kulit, imobilisasi fisik, radiasi,
perubahan pigmentasi, perubahan turgor kulit, faktor
perkembangan, ketidakseimbangan nutrisi, faktor imunologis,
24
gangguan sirkulasi, gangguan status metabolik, gangguan sensasi,
faktor psikogenik, penonjolan tulang.
3. Intervensi keperawatan
Berdasarkan intervensi keperawatan menurut NANDA (2013), antara
lain :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan sputum
Tujuan / kriteria evaluasi NOC (Nursing Outcome Classification) :
1) Menunjukkan pembersihan jalan nafas yang efektif
2) Menunjukkan status pernafasan : Kepatenan jalan nafas, yang
dibuktikan oleh indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5 :
gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan)
Kriteria hasil :
Kepatenan jalan nafas, ventilasi tidak terganggu, kemudahan bernafas,
frekuensi dan irama pernafasan normal, pergerakan sputum keluar dari
jalan nafas.
Intervensi NIC (Nursing Interventions Classification) :
1) Aktifitas keperawatan
a) Posisikan kepala klien head till, chinlift, jow trhust bila perlu
b) Kaji dan dokumentasikan hal-hal berikut ini :
(1) Ketidakefektifan pemberian oksigen dan terapi lain
(2) Keefektifan obat resep
(3) Kecenderungan penurunan pada gas darah arteri
25
(4) frekuensi, kedalaman dan upaya pernafasan
(5) faktor yang berhubungan, seperti nyeri, batuk tidak efektif,
mukus kental dan keletihan
c) Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk
mengetahui penurunan atau ketiadaan ventilasi dan adanya
suara nafas tambahan
d) Berikan oksigenasi dengan O2 100 % mengguakan masker
rebreathing sebelum dilakukan penghisapan, minimal 4 5 x
pernafasan.
e) Pengisapan jalan nafasa NIC
(1) Tentukan pengisapan oral atau trakea.
(2) Pantau status oksigen pasien (tingkat SaO
2
dan S
v
O
2
) dan
status hemodinamik (tingkat MAP) dan irama jantung.
(3) Catat jenis dan jumlah sekret yang dikumpulkan.
f) Atur posisi pasien yang memungkinkan untuk pengembangan
maksimal rongga dada (misalnya, bagian kepala tempat tidur
ditinggikan 45 derajat).
2) Aktivitas kolaboratif
a) Rundingkan dengan ahli terapi pernafasan.
b) Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi
atau peralatan pendukung.
26
c) Berikan udara atau oksigen 10-15 lpm dengan masker
rebreathing yang telah dihumidifikasi (dilembabkan) dengan
suhu humidifier tetap hangat ( 35 37,8 C)
d) Berikan terapi Aerosol atau albuterol tersedia dalam nebulizer
solution 0,63 mg/ml, 1,25 mg/ml, 2,5 mg/ml, dan 5 mg/ml
diencerkan dalam 2-5 ml NaCl 0,9% diberikan 2-3 kali selama
1 hari dan perawatan paru lainya sesuai dengan kebijakan dan
protokol institusi.
b. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan depresi pada
pusat pernapasan diotak
Tujuan / kriteria evaluasi NOC (Nursing Outcome Classification):
1) Menunjukkan pola pernafasan efektif.
2) Menunjukkan status pernafasan : ventilasi tidak terganggu yang
dibuktikan oleh indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5 :
gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, tidak ada gangguan).
3) Menunjukkan tidak ada gangguan ststus pernafasan : ventilasi yang
dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5 : ganggaun
ekstrem, berat, sedang, ringan, tidak ada gangguan).
Kriteria hasil :
Status ventilasi dan pernafasan yang tidak terganggu, kepatenan jalan
nafas, tidak ada penyimpangan tanda-tanda vital dari retang normal,
kedalaman inspirasi dan kemudahan bernafas, ekspasi dada simetris,
tidak ada penggunaan otot aksesorius, tidak ada suara nafas tambahan,
27
tidak ada nafas pendek, nilai analisa gas darah dalam batas normal
dengan Interpretasi Hasil AGD sebagai berikut :
1) pH atau ion H+ : Nilai normal pH berkisar antara 7,35 sampai 7,45.
2) PO2, PO2 dibawah 60 mmHg mengindikasikan terjadinya
hipoksemia perlunya pemberian oksigen tambahan. Kadar normal
PO2 adalah 80-100 mmHg.
3) PCO2, Nilai normal PCO2 adalah 35-45 mmHg.
4) HCO3-, nilai yang rendah menggambarkan asidosis metabolik dan
begitu pula sebaliknya. Kadar HCO3- normal berada dalam rentang
22-26 mmol/l.
5) Base excess (BE), BE bernilai positif menunjukkan kondisi
alkalosis metabolik dan sebaliknya, BE bernilai negatif
menunjukkan kondisi asidosis metabolik. Nilai normal BE adalah -
2 sampai 2 mmol/l
6) Saturasi O2, menggambarkan kemampuan darah untuk mengikat
oksigen. Nilai normalnya adalah 95-98 %. (Hubble, 2007 : 470 -
471)
Intervensi NIC (Nursing Interventions Classification) :
1) Aktiftas keperawatan
a) Pantau adanya pucat dan sianosis
b) Pantau efek obat pada status pernafasan
c) Tentukan lokasi dan luasnya krepitasi di sangkar iga
d) Kaji kebutuhan insersi jalan nafas
28
e) Observasi dan dokumentasi ekspansi dada bilateral pada pasien
yang terpasang ventilator
f) Pemantauan pernafasan (NIC)
(1) Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan upaya pernafasan.
(2) Perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan,
penggunaan otot bantu, serta retraksi otot supraklavikular
dan interkosta.
(3) Pantau pernafasan yang berbunyi, seperti mendengkur.
(4) Pantau pola pernafasan : bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
pernafasan kusmaul, pernafasan cheyne-stokes,dan
pernafasan apneastik, pernfasan biot dan pernafasan
ataksik.
(5) Perhatikan lokasi trakea.
(6) Auskultasi suara nafas, perhatikan area penurunan atau
tidak adanya ventilasi dan adanya suara nafas tambahan
(7) Pantau kegelisahan, ansietas dan lapar udara.
(8) Catat perubahan pada SaO
2,
SvO
2,
CO
2
akhir tidal, dan nilai
gas darah arteri (GDA).
2) Aktifitas kolaboratif
a) Kolaborasi dalam pemberian oksigen 10-15 lpm dengan masker
rebreathing.
b) Konsultasikan dengan ahli terapi pernafasan untuk memastikan
keadekuatan fungsi ventilator mekanis.
29
c) Laporkan perubahan sensori, bunyi nafas, pola pernafasan, nilai
GDA, sputum, dan sebagainya.
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan desak
ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan
baik bersifat intraserebral hematoma , subdural hematoma dan epidural
hematoma.
Tujuan / kriteria evaluasi NOC (Nursing Outcome Classification):
1) Mendemonstrasikan peningkatan kapasitas adaptif intrakranial,
2) Menunjukkan status neurologis yang dibuktikan oleh indikator
sebagai berikut (sebutkan 1-5, gangguan ektrem, berat, sedang,
ringan, tidak ada gangguan)
Kriteria hasil :
Status neurologis : kesadaran, pengendalian kejang, ukuran dan
reaktifitas pupil, komunikasi sesuai dengan komunikasi, pola nafas
teratur, tekanan darah dan tekanan intrakranial dalam batas normal,
fungsi sensorik/motorik spinal, fungsi sensorik/motorik pusat.
Intervensi NIC (Nursing Interventions Classification) :
1) Aktifitas keperawatan
a) Pantau tekanan intracranial dan tekanan perfusi cerebral secara
continue
b) Pantau status neurologis pada interval yang teratur (misalnya :
kesadaran, tanda - tanda vital, ukuran, bentuk, dan reaksi pupil
terhadap cahaya, kesimetrisan pupil, status kesadaran/mental,
30
respon terhadap stimulus nyeri, kemampuan untuk mengikuti
perintah, kesimetrisan respon motorik, refleks, seperti babinski,
berkedip, batuk, muntah atau gag).
c) Perhatiakan kejadian yang merangsang terjadinya perubahan
bentuk gelombang TIK
d) Tentukan data dasar tanda vital dan irama jantung, dan pantau
adanya perubahan.
e) Pemantauan Tekanan Intrakranial (NIC)
(1) Pantau slang tekanan terhadap tekanan adanya gelembung
(2) Pantau jumlah dan kecepatan drainage cairan cerebrospinal
(3) Pantau asupan dan haluaran
(4) Pantau area insersi terhadap infeksi
(5) Pantau suhu dan hitung sel darah putih
(6) Periksa kaku kuduk pada pasien
(7) Pantau tekanan perfusi serebral (Cerebral Perfusion
Preasure / CPP). Jika CPP turun dibawah 80 mmHg,
iskemia dapat terjadi (Jones, 2009 : 111)
(8) Ubah posisi pasien dengan kepala ditinggikan 30-45 derajat
dan dengan leher dalam posisi netral (sangga dengan bantal
pasir, bantal kecil atau selimut/handuk yang digulung)
2) Aktivitas kolaboratif
31
a) Ikuti protokol untuk pemeliharaan keadekuatan tekanan darah
sitemik, dengan menjaga agar tekanan perfusi cerebral 50
mmHg (Widagdo dkk, 2008 : 111).
b) Berikan obat-obatan untuk meningkatkan volume intravaskuler,
sesuai program. Dapat diberikan aspirin dengan dosis 50-
325/mg setiap hari atau dypiridamole extended release
25/200mg dua kali sehari (Jones, 2009 : 123).
c) Berikan loop deuretik osmotik sesuai program. Dapat diberikan
manitol (Osmitrol) 0,25-1 g/KgBB dan batasi cairan jika
diperlukan (Jones, 2009 : 124).
32
Daftar Pustaka
Batticaca Fransisca B, (2008),Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan, Jakarta : Salemba Medika
Dinkes Jatim, (2013) Profil kesehatan Jawa Timur Tahun (2013).
http//www.depkes.go.id/profil_Kesehatan_Prov_Kab_Kesehatan_Jawa
Timur_2013. Pdf diakses taggal 13 mei 2014 hari selasa jam 12.00 Wib
Campbel, WW. The Neurologic Examination. Lippincott Willems and
Wilkens 530 Walnut Street, Philadelphia, 2005. 600-6001.
Hartwig MS. Penyakit serebral. Dalam: Price SA, Wilson LM, editors.
Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. volume 2.
Jakarta: EGC;2005. Hal. 1119-21
Hubble SMA. Acid-Base and Blood Gas Analysis. Anesthesia and I ntensive
Care Medicine2007; 11: 471-3
Muttaqin, Arif, (2008), Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan sistem persarafan, Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin, Arif, (2012), Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan sistem persarafan, Jakarta : Salemba Medika
Morton, Patricia Gonce, (2013), Keperawatan Kritis : pendekatan asuhan
holistik, Alih bahasa Fruriolina Ariani, Edisi 8, Jakarta : EGC
Musliha, (2013), Keperawatan Gawat Darurat : Pendekatan NANDA, NI C,
NOC, Yogyakarta : Nuha Medika.
Rab, Tabrani, (2008), Agenda Gawat Darurat (Critical Care), Bandung : PT.
Alumni
Sidharta P. Neurologi klinis dalam praktek umum. Jakarta: Dian Rakyat. 2008.
Hal. 260-89
Tarwoto dan Wartonah, et. al. (2007). Keperawatan Medikal Bedah, Gangguan
Sistem Persarafan. J akarta : Sagung Seto.
Widagdo, dkk, (2008), Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan, Jakarta : TIM, 2008
Wilkinson dan Ahern, (2013), Buku saku diagnosis keperawatan : diagnosis
NANDA, intervensi NI C, kriteria hasil Noc, alih bahasa Wahyuningsih,
Ed Widiarti. Ed 9. Jakarta : EGC 2013