Anda di halaman 1dari 82

1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Dalam tahap pertumbuhan gigi dan perkembangan oklusi, khususnya
periode transisi pergantian gigi sulung menjadi gigi permanen terdapat banyak
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan lengkung gigi. Kebiasaan merupakan
faktor penting yang menjadi penyebab dan berkembangnya penyakit dalam
rongga mulut. Seringkali, kebiasaan dilakukan tanpa disadari yang ternyata dapat
merusak atau membahayakan bagian rongga mulutnya.
1

Orang tua menemukan banyak kebiasaan dan perilaku anak-anak mereka
yang mengganggu.

Bila orangtua tidak mengambil sikap berlebihan, maka si anak
akhirnya akan menghentikan kebiasaannya tersebut dengan sendirinya. Umumnya
kebiasaan anak akan menghilang ketika anak mencapai usia sekolah, namun
dampak dari kebiasaan buruk ini akan berpengaruh pada perkembangan rongga
mulut, seperti pada jaringan keras (gigi dan tulang alveolar), jaringan pendukung
gigi (gingival dan ligamentum periodontal) maupun mukosa mulut lainnya (lidah,
bibir, pipi, palatum, dan lain-lain).
2,3

Kebiasaan anak muncul dalam berbagai kondisi. Dalam kondisi ringan,
beberapa perilaku tidak mengganggu aktivitas normal sehari-hari dan karenanya
bukan merupakan gangguan kejiwaan. Namun, kondisi ringan dari perilaku
tersebut dapat berkembang untuk menyebabkan melemahnya fungsi fisik atau
psikologis.
4

2

Kebiasaan dapat timbul sebagai suatu cara bagi anak untuk tetap
menyibukkan diri bila merasakan sesuatu yang kurang menyenangkan baginya.
Tetapi pada sebagian besar anak, kebiasaan tersebut biasanya dilakukan untuk
menenangkan diri ketika ia merasa tertekan, sedang stres, bosan, lelah, frustasi
dan tidak nyaman ataupun saat ia sedang tertidur lelap.
5

Dalam perkembangan dan pertumbuhannya, banyak anak memiliki
kebiasaan tertentu dalam berperilaku. Ada kebiasaan yang bersifat sementara,
tetapi ada juga kebiasaan yang tidak mudah dihilangkan. Beberapa kebiasaan anak
harus tetap diperhatikan karena dapat bertahan lama bila tidak ditangani segera,
bahkan akan mengganggu fungsi optimal anak, dimana dapat mengakibatkan
interaksi sosial negatif misalnya dihindari oleh teman-teman dan anggota
keluarga. Kebiasaan buruk yang bertahan selama perkembangan anak,
menyebabkan gangguan pada perkembangan struktur mulut seperti maloklusi.
Maloklusi bukan penyakit, melainkan keadaan morfologi yang menyimpang dari
oklusi normal dan standar estetika pada kelompok etnik tertentu.
6,4,5

Kebiasaan abnormal dapat mempengaruhi pertumbuhan yang normal dari
rahang, mengganggu pertumbuhan cranial, dan fisiologi oklusi. Pola kebiasaan
dapat mengganggu otot yang terkait dengan pertumbuhan tulang yang salah, gigi
malposisi, cara bernafas yang salah, gangguan berbicara, gangguan otot-otot
wajah dan psikologis. Kebiasaan seperti mengisap ibu jari, menggigit bibir,
menjulurkan lidah di antara gigi-gigi, bernafas melalui mulut, dan bruxism
merupakan kebiasaan yang dapat menimbulkan terjadinya anomali letak gigi dan
hubungan rahang. Kebiasaan ini harus segera dihentikan apabila gigi permanen
3

pertama sudah nampak erupsi di mulut. Aktivitas orofasial yang abnormal
merupakan penyebab maloklusi yang paling sering ditemui.
7,8

Pengawasan terhadap terjadinya penyimpangan pertumbuhan yang
dilakukan dengan perawatan ortodontik sedini mungkin akan menghilangkan
kebiasaan buruk. Dalam bidang kedokteran gigi, semakin banyak ahli orthodontik
yang memperhatikan cara untuk mengatasi gangguan pertumbuhan rahang dan
gigi geligi yang disebabkan oleh ketidakseimbangan aktivitas bibir dan lidah pada
periode gigi bercampur.
7,8

Orang tua, ahli anak, psikiater, ahli patologi, dan dokter gigi telah
mendiskusikan mengenai kebiasaan ini masing-masing dengan pandangan
berdasarkan disiplin ilmunya. Dari segi pandangan dokter gigi, yang menjadi
fokus utamanya dari kebiasaan buruk ini terbagi dua, yaitu : (1) bagaimana
hubungan kesehatan secara umum, psikologis, dan budaya terhadap kebiasaan
buruk anak; (2) apa saja manifestasi dan implikasi dari kebiasaan buruk tersebut
di dalam rongga mulut.
9
Tanggung jawab utama dari dokter gigi adalah bagaimana menjaga
kesehatan gigi anak. Bahaya dari kebiasaan buruk ini tergantung dari seberapa
sering kebiasaan dilakukan yang mungkin dapat menyebabkan maloklusi gigi
ataupun kerusakan pada jaringan lunak. Setiap kebiasaan buruk harus dinilai
secara individual pada masing-masing anak, karena setiap anak memiliki cara
yang berbeda dalam melakukan kebiasaannya. Oleh karena itu, kita harus
memperhatikan kesehatan pasien secara umum, psikologis, budaya, pertumbuhan
dan perkembangan dari kebiasaan tersebut.
9
4

Sebagai dokter gigi, kita harus dapat mendiagnosa apa saja dampak yang
ditimbulkan dari kebiasaan dalam rongga mulut. Jika tidak yakin dari segi
pengaruhnya, maka kita harus menyusun suatu konsultasi gigi yang tepat.
Konsultasi ini harus dilakukan bersama-sama ahli anak, psikiater, ataupun ahli
patologis. Jika semua konsultasi yang tepat telah diselesaikan, klinisi bekerja
sebagai penyambung dengan melalui konsultasi bersama spesialis yang nantinya
akan menentukan rencana perawatan yang sesuai pada anak. Tentu saja banyak
kebiasaan dalam rongga mulut yang sederhana dan tidak membutuhkan konsultasi
yang berlebihan.
9

Latar belakang penulis memilih kebiasaan buruk pada anak sebagai
permasalahan karena mengingat cukup banyak akibat yang ditimbulkannya,
sehingga memerlukan pemahaman bagi setiap orang tua akan kesehatan gigi dan
mulut anaknya.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan membahas secara
terperinci beberapa kebiasaan buruk pada anak yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan yang normal dari rahang, mengganggu pertumbuhan cranial,
fisiologi oklusi, interaksi sosial, etiologi dan cara menangani kebiasaan buruk
yang telah menjadi suatu pola perilaku si anak.





5

I.2. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang timbul sebagai berikut:
1. Apakah sajakah macam-macam kebiasaan buruk pada anak?
2. Apa sajakah faktor yang mempengaruhi kebiasaan buruk pada anak?
3. Bagaimana pencegahan dan penanganan kebiasaan buruk pada anak?
4. Bagaimana hubungan kebiasaan buruk pada anak terhadap maloklusi?

I.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan skripsi ini adalah :
1. Memberi pemaparan mengenai berbagai macam kebiasaan buruk dan
dampaknya dalam rongga mulut anak.
2. Menguraikan berbagai faktor yang mempengaruhi kebiasaan buruk dalam
rongga mulut anak.
3. Memberi uraian mengenai penanganan kebiasaan buruk dalam rongga mulut
anak, baik pada jaringan lunak maupun jaringan keras rongga mulut.
4. Menguraikan hubungan maloklusi terhadap kebiasaan buruk dalam rongga
mulut anak.

I.4 Metode Penulisan
Penulis menggunakan metode studi pustaka dalam menyusun skripsi ini.
Referensi yang digunakan oleh penulis antara lain buku-buku teks, dan jurnal,
serta artikel-artikel dari internet yang memuat informasi yang relevan sebagai
bahan penunjang penyusunan skripsi ini.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Kebiasaan Buruk Pada Anak
II.1.1 Pengertian Oral Habit
Dalam Kamus Dorland kebiasaan didefenisikan sebagai sesuatu bersifat
permanen dan konstan yang menunjukkan aktifitas berulang secara otomatis
disebabkan oleh proses alami yang kompleks dimana melibatkan kontraksi otot
yang dapat berefek pada fungsi mastikasi, respirasi, fonetik, dan estetik.
2

Kebiasaan normal menyebabkan konstruksi fungsi dentofasial dan
memegang peranan penting dalam perkembangan wajah normal dan fisiologi
oklusal. Sebaliknya, kebiasaan buruk dapat menyebabkan gangguan dalam pola
perkembangan dentofasial. Setiap kebiasaan dapat menyebabkan tekanan
abnormal pada struktur dentofasial yang menyebabkan malformasi pada struktur
dan hubungan interstruktural.
10


II.1.2 Perkembangan Oral habit
Oral habit sering kali ditemukan pada anak-anak sejak berusia satu bulan.
Hal ini tidak akan menyebabkan masalah yang berarti dalam rongga mulut saat
itu, karena pada dasarnya tubuh dapat memberikan respon terhadap rangsangan
dari luar sejak masih dalam kandungan. Respon tersebut merupakan pertanda
bahwa perkembangan psikologis anak sudah dimulai, terlihat dari tingkah laku
spontan atau reaksi berulang. Permasalahan akan muncul ketika kebiasaan
7

tersebut terus berlanjut hingga anak mulai memasuki usia sekolah dimana
kebiasaan ini terus dilakukan karena orang tua kurang memperhatikan anaknya.
Jika kebiasaan tersebut dihentikan sebelum masa erupsi gigi permanen, hal
tersebut tidak akan memberikan efek jangka panjang. Namun jika kebiasaan
tersebut berkelanjutan maka dapat terjadi keadaan openbite anterior, posterior
crossbites, dan maloklusi lainnya.
11

Menurut Christensen dan Fields, oral habit dideteksi pada usia 3-6 tahun
melalui pemeriksaan klinis yang merupakan masalah penting karena pada usia ini
oral habit dianggap abnormal.
10
Perkembangan oral habit terbagi menjadi 3 periode yaitu periode
mengisap, periode menggigit, dan periode multiple transfer. Periode mengisap
berkembang sejak bayi masih trimester ketiga dalam kandungan ibu. Kebiasaan
ini dilakukan berkembang untuk melatih sistem neuromuskular dimana
merupakan perkembangan sistem sempurna yang ditemukan sejak lahir sehingga
fase mulut pada bayi yang baru lahir terpenuhi dengan baik. Keahlian mengisap
jari ini dimulai sejak minggu ke-19 karena otak bayi telah mencapai jutaan saraf
motorik sehingga ia mampu membuat gerakan sadar tersebut. Masa transisi dari
periode mengisap ke periode menggigit terjadi dalam periode yang singkat dan
disebut sebagai periode transisi. Periode menggigit berkembang sejak usia pra-
sekolah (4-5 tahun) dan berakhir pada usia sekolah (6-12 tahun).
10,12



8

II.1.3 Macam-macam Oral habit Pada Anak
Ada beberapa macam kebiasaan buruk pada anak, di antaranya adalah
mengisap ibu jari atau jari tangan (thumb or finger sucking), mengisap bibir atau
menggigit bibir (lip sucking or lip biting), mengisap botol susu (bottle sucking),
menjulurkan lidah (tongue thrusting), bernafas melalui mulut (mouth breathing),
dan bruksisme (bruxism).
13

II.1.3.1 Kebiasaan mengisap ibu jari (Thumb or finger sucking)
A. Gambaran Umum Thumb/Finger Sucking
Oral habit telah berkembang sejak bayi masih dalam kandungan ibunya
yaitu refleks mengisap ibu jari, dimana lama-kelamaan akan menjadi kebiasaan
yang menyenangkan baginya karena merasa sangat nyaman sehingga dapat
membuatnya tertidur. Apabila kebiasaan ini tetap bertahan hingga tumbuhnya gigi
permanen maka akan dapat menimbulkan masalah dengan lengkung gigi dan
pertumbuhannya dalam mulut. Seberapa sering seorang anak mengisap ibu jari
akan menentukan muncul atau tidaknya masalah kesehatan gigi.
(14,10,15)
Thumb/finger sucking adalah sebuah kebiasaan dimana anak
menempatkan jari atau ibu jarinya di belakang gigi, kontak dengan bagian atas
mulut, mengisap dengan bibir, dan gigi tertutup rapat. Aktivitas mengisap jari dan
ibu jari sangat berkaitan dengan otot-otot sekitar rongga mulut.
16,17



9






Gambar 1. Kebiasaan thumb and finger sucking.
Sumber : http://travel.okezone.com/read/2009/12/29/196/289072/ayo-cegah-anak-mengisap-
jempol. Accessed on 20
th
Jun 2011

Kebiasan mengisap ibu jari merupakan satu-satunya gerakan yang
dilakukan pada saat bayi baru lahir untuk mendapatkan makanan. Mengisap ibu
jari pada tahun-tahun pertama haruslah dipandang sebagai hal yang normal dan
belum perlu untuk dicegah. Karena kalau dicegah, akan menyebabkan kekacauan
perkembangan psikologi anak, sedangkan akibat yang ditimbulkan terhadap gigi
dan rahang belum dapat dipastikan.
18

Mengisap ibu jari pada bayi kurang dari 6 bulan merupakan salah satu
ekspresi bayi untuk kebutuhan mengisap, terutama kalau sedang lapar. Tetapi
setelah bayi berusia lebih dari 6 bulan, mengisap jari memberikan arti lain. Bayi
ini membutuhkan ketentraman dan kenikmatan sama seperti yang pernah mereka
alami dulu sewaktu masih kecil. Kini mereka akan mengisap jari kalau sedang
lelah atau mengantuk. Bagi mereka ibu jari merupakan salah satu benda
penghibur. Seringkali nilai ibu jari sedemikian pentingnya bagi anak, sehingga
setelah bertahun-tahun kemudian mereka baru ingin berhenti melakukan
kebiasaan tersebut.
19

10

Mengisap ibu jari merupakan sebuah perilaku, bukan sebuah gangguan.
Seiring pertambahan usia, diharapkan kebiasaan buruk tersebut akan hilang
dengan sendirinya. Kebiasaan ini sering ditemukan pada anak-anak usia muda dan
bisa dianggap normal pada masa bayi dan akan menjadi tidak normal jika
berlanjut sampai masa akhir anak-anak. Hal ini sering terjadi dalam masa
pertumbuhan, sebanyak 25-50% pada anak-anak yang berusia 2 tahun dan hanya
15-20% pada anak-anak yang berusia 5-6 tahun.
(4,20,17)
Sebagian anak mempunyai kebiasaan mengisap sesuatu (misalnya jari)
yang tidak memberi nilai nutrisi (non-nutritive), sebagai suatu kebiasaan yang
dapat dianggap wajar. Akan tetapi, kebiasaan mengisap yang berkepanjangan
akan menghasilkan maloklusi. Keadaan ini dapat terjadi karena adanya kombinasi
tekanan langsung dari ibu jari dan perubahan pola tekanan bibir dan pipi pada saat
istirahat.
62
Tekanan pipi pada sudut mulut merupakan tekanan yang tertinggi.
Tekanan otot pipi terhadap gigi-gigi posterior rahang atas ini meningkat akibat
kontraksi otot buccinator selama mengisap pada saat yang sama, sehingga
memberikan risiko lengkung maksila menjadi berbentuk V, ukurannya sempit dan
dalam.
21,22

Ada beberapa variasi maloklusi tertentu tergantung jari yang diisap dan
juga penempatan jari yang diisap. Sejauh mana gigi berpindah tempat berkorelasi
dengan lamanya pengisapan per hari daripada oleh besarnya kekuatan pengisapan.
Seorang anak yang mengisap kuat-kuat tetapi hanya sebentar tidak terlalu banyak
berpengaruh pada letak giginya, sebaliknya seorang anak yang mengisap jari
meskipun dilakukan tidak terlalu kuat tetapi dalam waktu yang lama (misalnya
11

selama tidur malam masih menempatkan jari di dalam mulut) dapat menyebabkan
maloklusi yang nyata.
23

Bila jari ditempatkan di antara gigi atas dan bawah, lidah terpaksa
diturunkan yang menyebabkan turunnya tekanan lidah pada sisi palatal geligi
posterior atas. Pada saat yang sama tekanan dari pipi meningkat dan muskulus
buccinator berkontraksi pada saat mengisap. Tekanan pipi paling besar pada sudut
mulut dan mungkin keadaan ini dapat menjelaskan mengapa lengkung maksila
cenderung berbentuk huruf V dengan kontraksi pada regio kaninus daripada
molar. Kebiasaan mengisap yang melebihi batas ambang keseimbangan tekanan
dapat menimbulkan perubahan bentuk lengkung geligi, akan tetapi sedikit
pengaruhnya terhadap bentuk rahang.
23
Aktivitas mengisap jari sangat berhubungan dengan otot-otot rongga
mulut. Aktivitas ini sangat sering ditemukan pada anak-anak usia muda dan bisa
dianggap normal pada masa bayi, meskipun hal ini menjadi tidak normal jika
berlanjut sampai masa akhir anak-anak. Sebagian besar anak akan menghentikan
kebiasaan ini dengan sendirinya pada usia antara 2 hingga 4 tahun, walaupun
demikian lebih mudah untuk menghentikan setiap kebiasaan ketika masih awal.
1

Kebiasaan mengisap jari pada awal masa anak-anak kelihatannya
merupakan aktivitas bawaan pada banyak anak, tetapi berlanjutnya aktivitas ini
setelah masa bayi berlalu adalah hasil belajar. Pada kedua keadaan ini, kebiasaan
mengisap jari yang berlanjut akan mulai terbentuk sejak awal perkembangan
oklusal hingga bisa mengubah posisi gigi-geligi.
24
12

Anak-anak sering sekali mempunyai kebiasaan buruk mengisap ibu jari
atau menggigit kuku atau pensil. Kebiasaan buruk ini bila tidak lekas dihentikan
pada anak sebelum gigi permanennya tumbuh, akan menyebabkan terganggunya
perkembangan gigi permanen yang dapat menyebabkan maloklusi (gigi yang
tidak pas pada saat rahang ditutup).
14

Kebiasaan mengisap jari hanya akan benar-benar merupakan masalah jika
kebiasaan ini berlanjut sampai periode gigi geligi tetap. Kelihatannya kebiasaan
ini tidak mempengaruhi pertumbuhan bagian basal dari rahang, karena efeknya
terbatas pada gigi geligi dan prosesus alveolaris dari rahang. Bila kebiasaan ini
dihentikan, segmen dento-alveolar biasanya akan bertumbuh ke posisi oklusal
yang tepat, kecuali bila beberapa faktor, seperti aktivitas lidah atau bibir
menghalanginya. Belum diketahui apakah gigitan terbalik unilateral bisa membaik
dengan spontan.
24

B. Etiologi Thumb/Finger Sucking
Kebiasaan mengisap jari dapat disebabkan oleh hal-hal berikut; Orangtua
terlambat memberi minum susu pada anak yang sudah berusia 1-2 tahun sehingga
anak mencari benda-benda lain untuk dimasukkan ke dalam mulutnya. Kurang
eratnya jalinan kasih sayang antara orang tua dengan anaknya sehingga anak
mencari perhatian dengan melakukan hal-hal yang tidak disukai orang tuanya.
Anak mengalami gangguan emosi, misalnya merasa sedih dan kesepian sehingga
mencari ketenangan dengan cara mengisap jarinya.
25
13

Bayi kurang puas mengisap susu dari ibu. Hal ini mungkin terjadi karena
hanya sedikit ASI yang keluar akibat adanya gangguan kesehatan pada ibu,
sehingga tidak mencukupi kebutuhan si anak. Mungkin ibu terlalu sibuk bekerja
di luar rumah. Selain itu ada juga ibu yang memang tidak ingin menyusui bayinya
karena takut bentuk buah dadanya menjadi jelek. Sebagai gantinya bayi diberi
susu botol dengan bentuk puting susu ibu, sehingga gerak fisiologis otot-otot
bibir, lidah dan pipi tidak normal. Pada saat bayi mengisap susu ibunya, bibir akan
menempel pada susu ibu dan tumbuh perasaan nyaman. Tetapi jika bayi mengisap
susu dari dot yang tidak sesuai maka perasaan tersebut sama sekali tidak ada.
Apalagi kalau lubang dot terlalu besar maka kebiasaan mengisap dari mulut bayi
sama sekali berkurang sehingga mencari kepuasan dan kenikmatan dengan
mengisap sesuatu, dimana yang paling mudah yaitu ibu jari.
26,27
Hampir 80% bayi mempunyai kebiasaan mengisap ibu jari atau jari
lainnya. Biasanya keadaan ini terjadi sampai bayi berusia sekitar 18 bulan. Akan
tetapi, kadang-kadang masih dijumpai pada anak usia prasekolah bahkan sampai
berumur 4 tahun ke atas. Secara alami ia mulai menggunakan otot bibir dan
mulut. Ketidakpuasan mengisap ASI dapat membuat anak suka mengisap jari
tangannya sendiri. Jika kebiasaan ini berlanjut dapat berakibat pertumbuhan gigi
berubah posisi. Adanya kebiasaan oral mempengaruhi kegagalan dalam menyusui
dan konsekuensinya mungkin menyebabkan penyapihan dini (proses penghentian
penyusuan ASI pada bayi) atau sebaliknya penyapihan dini menyebabkan tidak
terpenuhinya kebutuhan anak untuk mengisap dan akhirnya bayi mengisap yang
14

tidak bergizi seperti mengisap ibu jari dan penggunaan botol yang dapat
menghasilkan maloklusi.
(28,6,29)

Selain untuk memuaskan insting mengisap, faktor lain yang dapat
menyebabkan kebiasaan buruk adalah keinginan untuk menarik perhatian, rasa
tidak aman, dan sehabis dimarahi atau dihukum. Beberapa psikiater percaya
bahwa mengisap ibu jari untuk menarik perhatian ibu, ini disebabkan oleh
kebutuhan anak untuk dekat pada ibunya. Kurangnya cinta dan perhatian pada
bayi dan anak-anak dapat meningkatkan resiko untuk mengisap jari. Rasa jemu
terhadap permainan dan keadaan sekelilingnya, maka dengan cara mengisap ibu
jari akan merupakan hal yang dapat mengatasi kesukaran yang dihadapinya.

Mengisap memiliki efek menyenangkan, menenangkan, dan sering membantu
anak untuk bisa tertidur. Namun, akan mengkhawatirkan bila gigi permanen mulai
erupsi (sekitar usia 5 tahun) karena akan mengubah bentuk gigi, palatum, atau
gigitan pada anak.
(17,16,26,30)

C. Akibat Thumb/Finger Sucking
Kebiasaan mengisap jari atau benda-benda lain dalam waktu yang
berkepanjangan dapat menyebabkan maloklusi. Dari faktor-faktor penyebab
maloklusi, yang paling menentukan tingkat keparahan adalah intensitas, frekuensi,
dan durasi pengisapan. Maloklusi yang terjadi juga ditentukan oleh jari mana yang
diisap, dan bagaimana pasien meletakkan jarinya pada waktu mengisap yang
menimbulkan adanya tekanan ke arah atas gigi depan, dan bagian bawah jari akan
menekan lidah sehingga mendorong gigi bawah dan bibir sedangkan dagu
15

terdesak ke dalam. Akibatnya anak dapat memiliki profil muka yang cembung
akibat gigi depan yang maju. Anak yang terbiasa menghisap jempol atau
menghisap dot umumnya lebih besar kemungkinan untuk memiliki wajah yang
kurang proporsional saat remaja hingga dewasa, dibandingkan dengan anak yang
diberi ASI dalam periode waktu yang cukup lama dan tidak pernah memiliki
kebiasaan menghisap jari atau dot.
(31,26,22)

Efek kebiasaan mengisap terhadap perkembangan oklusal sangat
bervariasi, dan sampai batas tertentu tergantung pada pola aktivitas kebiasaan
yang sesungguhnya. Mengisap ibu jari bisa diperkirakan akan memberi efek yang
berbeda daripada mengisap jari lain. Kadang-kadang tidak terlihat adanya efek
sama sekali. Tapi yang paling sering terjadi adalah adanya ibu jari di antara gigi-
gigi yang sedang bererupsi akan membuat timbulnya gigitan terbuka anterior,
yang biasanya asimetris, lebih nyata pada sisi yang digunakan untuk mengisap ibu
jari. Jika lidah juga protrusi, gigitan terbuka cenderung lebih besar, sehingga gigi-
gigi anterior rahang atas protrusif. Di samping itu palatum bagian depan menjadi
tinggi, sehingga bentuk lengkung rahang menjadi segitiga tidak oval dan susunan
gigi depan menjadi lebih maju dari sebagaimana seharusnya, area untuk tumbuh
giginya menjadi lebih sempit. Akibatnya, gigi menjadi tumbuh bertumpuk-
tumpuk. Perkembangan rahang ke arah lateral terganggu, seringkali juga terlihat
gigitan terbalik disebabkan oleh menyempitnya tekanan udara intraoral, yang
barangkali terkombinasi dengan aktivitas otot-otot bukal. Penyempitan ringan dari
lengkung gigi ini bisa menyebabkan rahang bawah menempati jalur penutupan
translokasi, dengan disertai perkembangan gigitan terbalik pada salah satu sisi
16

yang pada akhirnya membutuhkan perawatan ortodonti untuk mengembalikan gigi
mereka ke posisi yang seharusnya.
(1,24,32)


Gambar 2. Kebiasaan mengisap ibu jari menyebabkan openbite anterior
Sumber : http://apotek-tunas.blogspot.com/2008/11/rapikan-gigi-sejak-dini.html.
Accessed on 20
th
Jan 2011

Kebiasaan mengisap jari pada fase geligi sulung tidak mempunyai dampak
pada gigi permanen bila kebiasaan tersebut telah berhenti sebelum gigi permanen
erupsi. Bila kebiasaan ini terus berlanjut sampai gigi permanen erupsi akan
terdapat maloklusi dengan tanda-tanda berupa insisivus atas proklinasi dan
terdapat diastema, gigitan terbuka, lengkung atas sempit serta retroklinasi insisivi
bawah.
31
Bila kebiasaan mengisap ibu jari bertahan sampai umur 4 tahun maka akan
menyebabkan maloklusi gigi susu dan permanen, juga dapat menyebabkan
masalah pada tulang-tulang di sekitar mulut. Resiko tinggi ditemukan pada anak
yang mengisap ibu jari pada waktu siang dan malam. Dengan pengisapan yang
terus menerus terjadi jari abnormal seperti hiperekstensi jari, terbentuk callus,
17

iritasi, eksema, dan paronikia (jamur kuku). Efek psikologis pada anak akan
menimbulkan menurunnya kepercayaan diri anak karena anak sering diejek oleh
saudara atau orangtuanya. Dapat juga terjadi keracunan yang tidak disengaja, anak
yang mengisap ibu jari terpapar tinggi terhadap keracunan yang tidak disengaja,
misalnya keracunan Pb. Resiko infeksi saluran cerna pun meningkat.
28


D. Penanganan Thumb/Finger Sucking
Perawatan psikologis
Bila kebiasaan ini menetap setelah anak berumur 4 tahun, maka orang tua
disarankan untuk mulai melakukan pendekatan kepada anak agar dapat
menghilangkan kebiasaan buruknya tersebut, antara lain
28
:
a) Mengetahui penyebab. Ketahui kebiasaan anak sehari-hari termasuk cara
anak beradaptasi terhadap lingkungan sekitar. Faktor emosional dan
psikologis dapat menjadi faktor pencetus kebiasaan mengisap ibu jari.
b) Menguatkan anak. Menumbuhkan rasa ketertarikan pada anak untuk
menghentikan kebiasaan tersebut. Orang tua diingatkan untuk tidak
memberikan hukuman pada anak karena anak akan makin menolak untuk
menghentikan kebiasaan ini.
c) Mengingatkan anak. Buat semacam agenda atau kalender yang mencatat
keberhasilan anak untuk tidak mengisap ibu jari.
d) Berikan penghargaan. Orang tua dapat memberikan pujian dan hadiah yang
disenangi si anak, bila anak sudah berhasil menghilangkan kebiasaannya.

18

Perawatan eksta oral
Perawatan ekstra oral yang dapat dilakukan pada anak yang memiliki
kebiasaan mengisap ibu jari atau jari tangan lainnya, antara lain
17,20
:
a) Ibu jari atau jari diolesi bahan yang tidak enak (pahit) dan tidak berbahaya,
misalnya betadine. Ini diberikan pada waktu-waktu anak sering memulai
kebiasaannya mengisap ibu jari.
b) Ibu jari diberi satu atau dua plester anti air.
c) Penggunaan thumb guard atau finger guard.





Gambar 3. Thumb guard dan finger guard
Sumber : http://www.plioz.com/braeak-the-habit-thumbguard-and-fingerguard/#more-376.
Accessed on 20
th
Jun 2011

d) Sarung tangan.
e) Penggunaan thumb crib (fixed palatal crib) pada bagian palatum.




Gambar 4. Thumb crib
Sumber : http://www.medicalera.com/info_answer.php?thread=13548.
Accessed on 20
th
Jun 2011
19

Pada umumnya mengisap ibu jari dapat diberhentikan dengan memberikan
nasehat berupa penjelasan secara halus dan bijaksana untuk mendapatkan
kerjasama yang baik dengan anak mengenai kebiasaan buruk mengisap ibu jari,
misalnya kotoran pada sela-sela kuku akan masuk ke mulut dan menyebabkan
sakit perut. Usahakan anak sadar dan tahu betul mengapa ia harus menghentikan
kebiasaannya. Karena anak-anak memiliki keterbatasan kemampuan penalaran
secara logis, namun tidak ada salahnya memberitahukan bahwa akan jauh lebih
baik gigi yang terlihat di masa depan jika mereka menghentikan kebiasaan itu.
33,27

Selanjutnya jangan biarkan anak melamun atau berkhayal, berilah
kesibukan dengan menemani bermain atau memberi dongeng sebelum tidur.
Jangan sekali-kali melarang secara langsung dengan keras misalnya mencabut ibu
jari yang sedang diisap dengan kasar atau mengejek dan memperolok-olok. Hal
ini akan mengganggu perkembangan jiwanya. Apabila kebiasaan tersebut disertai
kebiasaan lain misalnya menarik-narik ujung rambut, memegang-megang daun
telinga, menarik ke arah baju, ujung bantal dan lain-lain maka usaha pertama ialah
menghilang kebiasaan sekunder tersebut misalnya, rambut dipotong pendek, anak
diberi baju kaos, tanpa kerah, tidur tanpa bantal dan lain-lain maka kebiasaan
primernya akan berhenti. Dapat pula kita memberikan permen atau kue sebagai
pengganti ibu jari yang diisapnya, memberikan pujian, upah atau hadiah kecil
sebagai imbalan untuk menghentikannya.
(14,26,34)
Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kebiasaan mengisap
jari pada anak antara lain; mengusahakan agar bayi mengisap susu ibu selama
mungkin maksimal 2 tahun. Jika ibu terpaksa tidak dapat menyusui, berikan dot
20

yang sesuai dengan bentuk puting susu ibu. Kalau keluarnya air susu ibu terlalu
deras sehingga anak cepat kenyang, berilah dot latihan yang bentuknya sesuai
dengan bentuk puting susu ibu untuk menyalurkan kemampuan naluri mengisap
dari si bayi. Ibu harus mengusahakan pemberian makan dan minum tepat pada
waktunya sehingga bayi tidak merasa lapar.
26
Kebanyakan anak-anak akan menghentikan sendiri kebiasaan mereka
tersebut pada kisaran umur 2-4 tahun, namun lebih mudah jika orang tua
menghentikan kebiasaan tersebut sedini mungkin. Kalau kebiasaan mengisap jari
dapat berhenti sebelum anak berusia 5 tahun, maka kelainan yang timbul dapat
membaik dengan sendirinya karena fungsi otot-otot sekitar mulut yang normal.
Namun tidak demikian bila gigi tetap telah muncul dan kegiatan mengisap ibu jari
maupun botol susu masih berlanjut hingga melewati usia 6 tahun dan berlangsung
intensif akan merupakan kebiasaan buruk dan akibat yang ditimbulkan tidak dapat
baik dengan sendirinya sehingga terpaksa harus diperbaiki dengan bantuan
perawatan ortodonsi yang akan memerlukan biaya tidak sedikit.
(35,26,32)
Anak yang berusia 3 tahun berilah perhatian dan kasih sayang yang lebih.
Akan tetapi, apabila kebiasaan tersebut masih terus berlanjut, orangtua dapat
mencoba mengoleskan bahan-bahan atau obat pada permukaan ibu jari dengan
cairan yang pahit (kina), pedas (lada) atau rasa getir (minyak kayu putih) pada jari
yang sering mereka isap. Usaha lain yaitu memberi sarung tangan atau membalut
ibu jari dengan alat tertentu seperti plester.
(14,25,27)

Jika anak yang berumur 4 tahun keatas masih juga melakukan kebiasaan
mengisap ibu jari, dimana seharusnya anak ini sudah mengalihkan perhatiannya
21

dengan bermain, maka secara psikologis ada sesuatu yang tidak normal. Untuk
menghilangkan kebiasaan buruk tersebut, orangtua harus mencari penyebabnya
dahulu. Apabila penyebabnya sudah diketahui, secara bertahap orangtua dapat
menghilangkannya dengan cara melakukan pendekatan psikologis kepada
anak.
14,25
Apabila usia anak lebih dari 7 tahun dan masih melakukannya, sebaiknya
orangtua bekerjasama dengan dokter gigi untuk menghentikan kebiasaan buruk si
anak. Dokter gigi akan membuat alat ortodonti untuk mencegah berkontaknya ibu
jari dengan langit-langit rongga mulut sehingga kenikmatan mengisap jari akan
terhalangi oleh alat tersebut. Perawatan ini baru dilakukan apabila metode
pendekatan psikologis tidak berhasil. Alat ortodonsi yang dibutuhkan dalam
menangani kasus ini adalah removable appliance atau palatal arch modified yang
berfungsi untuk menghentikan siklus yang menyenangkan yang berhubungan
dengan kebiasaan menghisap jari.
25,11

Dapat juga digunakan perban Ace
TM
yang dibungkus pas tapi tidak terlalu
ketat pada pertengahan lengan yang biasa digunakan untuk kegiatan mengisap
jari. Tangan tidak tercakup, dan perban tidak menghambat aliran darah di lengan.
Setelah di tempat tidur, anak akan berpikir bahwa ia dapat menempatkan jari pada
mulutnya. Namun dengan adanya perban Ace yang memiliki elastisitas cukup
tinggi akan mengeluarkan jari dari mulutnya sehingga memungkinkan untuk jatuh
pada saat anak tertidur.
33
Sudah banyak waktu dan usaha yang dicurahkan untuk mendorong anak-
anak berhenti mengisap jari, tapi efek mengisap bibir biasanya kurang disadari.
22

Hasil berbagai percobaan menunjukkan bahwa usaha untuk menghentikan
kebiasaan mengisap jari biasanya gagal kecuali jika si anak sendiri yang ingin
menghentikannya. Pada kasus ini, pemasangan piranti di dalam mulut anak
sesudah mendiskusikannya dengan si anak, biasanya sudah cukup untuk
menghentikan kebiasaan tersebut. Dengan kata lain, ini berarti menunda setiap
usaha untuk menghentikan kebiasaan tersebut sampai anak berusia 8 tahun atau
lebih, dimana pada usia tersebut kebanyakan anak memang sudah menghentikan
kebiasaan ini.
24


II.1.3.2. Mengisap Bibir/Menggigit Bibir (Lip Sucking/Lip Biting)
A. Gambaran Umum Lip Sucking/Lip Biting
Kebiasaan buruk pada anak-anak sering dihubungkan dengan keadaan
psikologis penderitanya. Kebiasaan yang sering dilakukan pada anak usia 4-6
tahun ini, dapat merubah kedudukan gigi depan atas ke arah depan, sedang gigi
depan bawah ke arah dalam. Gigi yang protrusi akibat dari kebiasaan mengisap
bibir bawah sejak kecil menyebabkan anak sering menjadi bahan pembicaraan
teman-temannya, sehingga secara psikologis anak merasa kurang percaya diri.
Oleh sebab itu, intensitas mengisap bibir bawah juga semakin meningkat. Selain
menyebabkan protrusi, kebiasaan ini juga dapat membuat pertumbuhan gigi
menjadi tertahan.

Salah satu penelitian menunjukkan 50% anak-anak tuna wisma
yang mempunyai oral habit, prevalensi mengisap atau menggigit bibir sebanyak
17,37%.
(20,6,2)

23

Kestabilan dan posisi gigi banyak mempengaruhi keseimbangan otot-otot
sekitarnya. Kekuatan dari otot-otot orbicularis oris dan otot-otot buccinator yang
diseimbangkan oleh kekuatan yang berlawanan dari lidah. Keseimbangan otot-
otot daerah sekitar mulut dapat mengganggu apabila pasien memiliki kebiasaan
buruk seperti mengisap ibu jari, menjulurkan lidah, mengisap bibir, dan bernafas
melalui mulut.
36




Gambar 5. Kebiasaan lip sucking/lip biting
Sumber : Palmer, B. The importance of breastfeeding as it relates to the total health
section B Missouri J. 2002

Gigi berada dalam keadaan keseimbangan dinamis yang konstan.
Keseimbangan kekuatan antar otot yang dipercaya dapat mempengaruhi posisi
dan kestabilan dent alveolar complex. Graber mendeskripsikan mekanisme otot-
otot buccinator. Dalam mekanisme ini, kekuatan yang mendorong gigi dihasilkan
oleh otot orbicularis oris, otot buccinators, otot penarik superior pharyngeal yang
diseimbangkan oleh kekuatan yang berlawanan dari lidah. Kerja yang berlebihan
otot-otot orbicularis mempengaruhi pertumbuhan kraniofasial, memicu terjadinya
penyempitan lengkung gigi, mengurangi ruang untuk gigi dan lidah serta
terhalangnya pertumbuhan mandibula.
36,29


24

B. Etiologi Lip Sucking/Lip Biting
Beberapa faktor penyebab yang menjadi etiologi dari kebiasaan mengisap
bibir atau menggigit bibir adalah
(17,30,20)
:
a) Stress. Cobalah untuk mencari tahu apa yang mungkin membuat anak stress
dan bantu mereka untuk menghadapinya. Dalam hal ini orang tua harus
berperan aktif mencari tahu tentang sebab-sebab kebiasaan mengisap bibir
pada anaknya. Berikan kesempatan anak untuk berbicara mengenai hal-hal
yang mungkin mengkhawatirkan mereka, melakukan kontak mata, dan aktif
mendengarkan.
b) Variasi atau sebagai pengganti dari kebiasaan mengisap ibu jari atau jari. Hal
ini dilakukan untuk memuaskan insting mengisap si anak karena mengisap
memiliki efek menyenangkan, menenangkan, dan sering membantu anak
untuk bisa tertidur.

C. Akibat Lip Sucking/Lip Biting
Kebiasaan mengisap atau menggigit bibir bawah akan mengakibatkan
hipertonicity otot-otot mentalis. Kebiasaan buruk dapat menjadi faktor utama atau
merupakan faktor yang kedua. Kebiasaan mengisap bibir yang menjadi faktor
utama akan terdapat overjet yang besar dengan gigi anterior rahang atas condong
ke labial dan gigi anterior rahang bawah condong ke lingual diikuti perbedaan
skeletal yang ringan. Kebiasaan mengisap bibir mengakibatkan overjet normal.
Kebiasaan mengisap bibir sebagai faktor kedua biasanya terjadi disebabkan oleh
perbedaan sagital, seperti retrognatik mandibula. Inklinasi gigi incisivus rahang
25

atas bisa normal dan jarak antara gigi rahang atas dan rahang bawah terjadi setelah
proses adaptasi.
36

D. Penanganan Lip Sucking/ Lip Biting
Penanganan yang dapat dilakukan untuk menghilangkan kebiasaan
mengisap bibir atau menggigit bibir pada anak-anak antara lain
17,20
:
a) Myotherapi (latihan bibir)
Memanjangkan bibir atas menutupi incisivus rahang atas dan
menumpangkan bibir bawah dengan tekanan di atas bibir atas
Memainkan alat tiup
b) Orang tua harus berperan aktif mencari tahu tentang sebab-sebab yang
membuat anak stress. Konsultasi dengan seorang psikiater merupakan salah
satu hal yang dapat membantu dalam menghilangkan kebiasaan buruk ini.

II.1.3.3 Menjulurkan Lidah (Tongue thrusting)
A. Gambaran Umum Tongue thrusting
Sejak tahun 1958, istilah tongue thrust atau menyodorkan lidah telah
dijelaskan dan dibahas dalam pembicaraan dan diskusi dalam bidang kedokteran
gigi serta dipublikasikan oleh banyak penulis. Telah dicatat bahwa sejumlah besar
anak-anak pada usia sekolah memiliki kebiasaan menyodorkan lidah. Menurut
literatur baru-baru ini, sebanyak 67-95% dari anak-anak yang berusia 5-8 tahun
melakukan kebiasaan tongue thrust dalam jangka waktu yang lama akan
berhubungan dengan masalah orthodontik atau gangguan pengucapan. Pada satu
26

negara, kira-kira 20-80% pasien orthodontik memiliki beberapa bentuk kasus
tongue thrust.
37

Kebiasaan mendorong lidah sebetulnya bukan merupakan kebiasaan tetapi
lebih berupa adaptasi terhadap adanya gigitan terbuka misalnya karena mengisap
jari. Kebiasaan menjulurkan lidah biasanya dilakukan pada saat menelan. Pola
menelan yang normal adalah gigi pada posisi oklusi, bibir tertutup, dan lidah
berkontak dengan palatum. Ada 2 bentuk penelanan dengan menjulurkan lidah,
yaitu
13,7
:
a) Penelanan dengan menjulurkan lidah sederhana, biasanya berhubungan
dengan kebiasaan mengisap jari.
b) Menjulurkan lidah kompleks, berhubungan dengan gangguan pernafasan
kronis, bernafas melalui mulut, tonsillitis atau faringitis.
Dari teori keseimbangan, tekanan lidah yang ringan tetapi berlangsung
lama pada gigi dapat menyebabkan adanya perubahan letak gigi dan
menghasilkan efek yang nyata. Dorongan lidah yang hanya sebentar tidak akan
menghasilkan perubahan pada letak gigi. Tekanan lidah pada penelanan yang
tidak benar hanya berlangsung kira-kira 1 detik. Penelanan secara ini hanya terjadi
kurang lebih 800 kali pada saat seseorang terjaga dan hanya sedikit pada waktu
tidur sehingga sehari hanya kurang dari 1000 kali. Tekanan selama seribu detik
(kurang lebih 17 menit) tidak cukup untuk mempengaruhi keseimbangan.
Sebaliknya, pasien yang meletakkan lidahnya ke depan sehingga memberikan
tekanan yang terus-menerus pada gigi, meskipun tekanan yang terjadi kecil tetapi
berlangsung lama, dapat menyebabkan perubahan letak gigi baik jurusan vertikal
27

maupun horizontal. Pada pasien yang posisi lidahnya normal pada saat menelan
tidak banyak pengaruhnya terhadap letak gigi.
23

Kebiasaan tongue thrusting, yaitu suatu kebiasaan menjulurkan lidah ke
depan dan menekan gigi-gigi seri pada waktu istirahat, selama berbicara atau
menelan. Adanya kebiasaan menjulurkan lidah ke depan ini memungkinkan
terjadinya ketidakseimbangan otot-otot di sekitar lengkung gigi dan otot-otot
mulut, sehingga dapat mempengaruhi posisi gigi. Gigi depan atas akan merongos
ke depan dan terjadi gigitan terbuka. Dan apabila menekan lidah ke pipi sambil
menggigitnya maka dapat menyebabkan gigi belakang menjadi miring ke arah
dalam. Terjadi penyimpangan pola menelan dan berbicara yang tidak
normal.
(19,32,38,27)

Pada umumnya penderita tongue thrust menampilkan ciri tertentu pada
ekspresi wajah pada saat menelan, yaitu bibir menutup dan otot-otot sekeliling
mulut tegang pada posisi istirahat kedua bibir dan lidah menutupi permukaan gigi-
gigi bawah atau lidah menjulur ke depan, bernapas melalui mulut, dan mengisap
ibu jari. Kebiasaan menjulurkan lidah ini biasanya timbul karena adanya
pembesaran amandel atau tonsil, lengkung gigi atas yang menyempit, lidah yang
besar, atau karena aspek psikologis.
19

Menjulurkan lidah merupakan kebiasaan menempatkan lidah dalam posisi
yang salah pada saat menelan, terlalu jauh ke depan atau ke samping.
Diperkirakan bahwa setiap 24 jam menelan 1.200 hingga 2.000 kali, dengan
tekanan sekitar 4 pon tiap kali menelan. Tekanan ini konstan sehingga lidah akan
memaksa gigi keluar dari kesejajaran lengkung gigi. Selain tekanan yang
28

diberikan saat menelan, mengganggu saraf dan juga mendorong lidah terhadap
gigi ketika sedang beristirahat. Ini merupakan kebiasaan, spontan dari alam bawah
sadar yang sulit untuk diperbaiki.
39

B. Etiologi Tongue thrusting
Sebenarnya, tidak ada penyebab spesifik dari masalah tongue thrust ini.
Namun diduga hal-hal yang dapat menyebabkan tongue thrust tersebut antara lain
yaitu
(40,7,13)
:
1. Jenis puting susu buatan yang diberikan pada bayi.
2. Kebiasaan mengisap ibu jari. Walaupun mengisap jari tidak dilakukan lagi,
akan tetapi telah terbentuk openbite maka lidah sering terjulur ke depan untuk
mempertahankan penutupan bagian depan selama proses penelanan.
3. Alergi, hidung tersumbat, atau obstruksi pernapasan sehingga bernafas
melalui mulut yang menyebabkan posisi lidah turun di dasar mulut.
4. Tonsil yang besar, adenoid, atau infeksi tenggorokan yang menyebabkan
kesulitan pada saat menelan. Pangkal lidah membesar ketika tonsil
mengalami inflamasi, sehingga untuk mengatasinya mandibula secara refleks
turun ke bawah, memisahkan gigi, dan menyediakan ruangan yang lebih
untuk lidah dapat terjulur ke depan selama menelan, agar didapat posisi yang
lebih nyaman.
5. Ukuran lidah yang abnormal atau macroglossia, dapat mengubah
keseimbangan tekanan lidah dengan bibir dan pipi sehingga incisivus
bergerak ke labial.
29

6. Faktor keturunan, misalnya sudut garis rahang.
7. Kelainan neurologis dan muskular serta kelainan fisiologis lainnya.
8. Frenulum lingual yang pendek (tongue tied).

C. Akibat Tongue thrusting
Kebiasaan menjulurkan lidah ke depan, memungkinkan terjadinya
ketidakseimbangan otot-otot di sekitar lengkung gigi dan otot-otot mulut,
sehingga dapat mempengaruhi posisi gigi. Gerakan menelan dengan posisi lidah
menjulur akan menimbulkan maloklusi pada gigi anak seperti gigi-gigi seri atas
dan bawah terdorong ke arah bibir (protrusi) dan terjadi gigitan terbuka (open
bite).
19,32
Jika pasien biasa menjulurkan lidah, bibir akan menjadi sedemikian
kencang, tetapi tidak dapat melakukan prosedur penelanan mekanis sampai bibir-
bibir membuka rongga mulut. Dalam mekanisme penelanan yang normal, lidah
berada di atap mulut dan ketika pasien menelan, maka lidah akan melebar dan ikut
memberi gaya ekspansi transversal pada segmen-segmen bukal. Tetapi, pada
kasus pasien dengan kebiasaan menjulurkan lidah, lidahnya tidak menggeser
secara vertikal ke arah palatum. Lidah malah bergerak melewati gigi-gigi anterior
dan menyebabkan gigi memencar.
41
Tongue thrust merupakan akibat lanjut dari anak yang mempunyai
kebiasaan mengisap ibu jari, meski tidak semua anak yang mengisap ibu jari
melakukan tongue thrust. Diagnosa tongue thrust dapat diketahui oleh dokter gigi
30

dengan alat khusus untuk memeriksa tongue thrust, yaitu dengan alat Linguometer
yang dimasukkan ke dalam mulut pasien.
19

Beberapa masalah yang ditimbulkan akibat tongue thrust, antara lain
37,7
:
a) Anterior openbite merupakan kasus yang paling umum terjadi akibat tongue
thrust. Dalam kasus ini, bibir depan tidak menutup dan anak sering
membiarkan mulutnya terbuka dengan posisi lidah lebih maju daripada bibir.
Secara umum, lidah yang berukuran besar biasanya disertai menjulurkan
lidah. Openbite anterior pada umumnya mengakibatkan gangguan estetik,
pengunyahan maupun gangguan dalam pengucapan kata-kata yang
mengandung huruf s, z, dan sh.
b) Anterior thrust. Gigi incisivus atas sangat menonjol dan gigi incisivus bawah
tertarik ke dalam oleh bibir bawah. Jenis ini paling sering terjadi disertai
dengan dorongan M.mentalis yang kuat.
c) Unilateral thrust. Secara karakteristik, ada gigitan terbuka pada satu sisi.
d) Bilateral thrust. Gigitan anterior tertutup namun gigi posterior dari premolar
pertama ke molar dapat terbuka pada kedua sisinya. Kasus seperti ini pada
umumnya sangat sulit untuk dikoreksi.
e) Bilateral anterior openbite, dimana hanya gigi molar yang berkontak. Pada
kasus ini ukuran lidah yang besar juga mempengaruhi.
f) Closed bite thrust menunjukkan protrusi ganda yang berarti gigi-gigi rahang
atas maupun rahang bawah mengalami gigitan yang terbuka lebar.
Posisi lidah yang tidak normal dan penyimpangan yang dinamakan
gerakan lidah yang normal saat menelan telah lama terkait dengan openbite
31

anterior dan protrusi incisivus rahang atas. Prevalensi posisi lidah secara anterior
relatif tinggi pada anak-anak, Proffit menyatakan bahwa kondisi ini sering disebut
tongue thrust, deviate swallow, visceral swallow, atau infantile swallow. Dia juga
percaya bahwa dua alasan utamanya berhubungan dengan psikologi (maturasi)
dan anatomi (pertumbuhan) anak itu sendiri. Bayi normal memposisikan lidahnya
secara anterior di dalam mulut saat posisi istirahat dan menelan.
40





Gambar 6. Kebiasaan tongue thrust
Sumber : Palmer, B. The importance of breastfeeding as it relates to the total health
section B Missouri J. 2002


D. Penanganan Tongue thrusting
Penanganan yang bisa dilakukan untuk menghilangkan kebiasaan
menyodorkan lidah pada anak-anak adalah
41,42
:
a) Terapi bicara
b) Latihan myofunctional
Menarik bibir bawah pasien. Sementara bibir menjauh dari gigi, pasien
diminta untuk menelan. Jika pasien biasa menyodorkan lidahnya, bibir akan
menjadi sedemikian kencang seolah berusaha untuk menarik jari-jari yang
menarik bibir pada saat pasien berusaha menelan. Pasien yang menyodorkan lidah
32

tidak dapat melakukan prosedur penelanan mekanis sampai bibir-bibir membuka
rongga mulut.
c) Latihan lidah
Berlatih meletakkan posisi lidah yang benar saat menelan. Pasien harus
belajar melakukan klik. Prosedur ini mengharuskan pasien meletakkan ujung
lidah pada atap mulut dan menghentakkannya lepas dari palatum untuk membuat
suara klik. Posisi lidah pada palatum selama aktivitas ini kira-kira seperti posisi
jika menelan dengan tepat. Pasien juga diminta membuat suara gumaman dimana
pasien akan mengisap udara ke dalam atap mulutnya di sekeliling lidah. Selama
latihan ini, lidah secara alamiah meletakkan dirinya ke atap anterior palatum.
Selanjutnya pasien akan meletakkan ujung lidah di posisi ini dan menelan.
Latihan ini dilakukan terus-menerus sampai gerakan otot-otot menjadi lebih
mudah dan lebih alamiah.
Manajemen perawatan yang dapat dilakukan mulai dari mengontrol
kebiasaan buruknya, terapi myofunctional, ortodonsi hingga kemungkinan operasi
bila tingkat keparahannya tinggi.
38
Penanganan kebiasaan buruk dapat dikoreksi oleh dokter gigi namun harus
dikonsultasikan terlebih dahulu. Dapat pula diatasi dengan cara mekanik berupa
alat-alat khusus yang diberikan dokter gigi untuk dipakai anak, meski tetap ada
kemungkinan gagal. Cara kedua adalah dengan myotherapy. Myoterapi ini adalah
latihan otot-otot lidah dan mulut untuk meletakkan lidah pada waktu menelan dan
istirahat pada posisi yang benar. Latihan menelan ini dilakukan setelah penyebab-
penyebab terjadinya tongue thrust dihilangkan. Terdapat penurunan jumlah
33

tongue thrust pada anak di atas usia 8 tahun yang menunjukkan bahwa kebiasaan
tongue thrust dapat hilang dengan sendirinya.
19

II.1.3.4 Bernapas melalui mulut (Mouth breathing)
A. Gambaran Umum Mouth breathing
Kebiasaan bernapas melalui mulut dapat diamati pada orang-orang yang
juga melakukan kebiasaan menjulurkan lidah (mendorong gigi dengan lidah
sehingga menyebabkan terjadinya gigitan terbuka di anterior. Gingivitis juga
dapat terlihat pada orang dengan kebiasaan ini. Perubahan-perubahan pada
gingiva, meliputi eritema, edema, pembesaran gingiva, dan mengkilatnya
permukaan gingiva di daerah yang cenderung menjadi kering. Regio maksila
anterior adalah daerah yang sering terlibat. Efek merusak pada kebiasaan ini
biasanya karena iritasi pada daerah yang mengalami kekeringan atau dehidrasi
pada permukaannya.
1

Anak yang bernapas melalui mulut biasanya berwajah sempit, gigi depan
atas maju ke arah labial, serta bibir terbuka dengan bibir bawah yang terletak di
belakang insisivus atas. Karena kurangnya stimulasi muskular normal dari lidah
dan karena adanya tekanan berlebih pada kaninus dan daerah molar oleh otot
orbicularis oris dan buccinator, maka segmen bukal dari rahang atas berkontraksi
mengakibatkan maksila berbentuk V dan palatal tinggi. Sehingga anak dengan
kebiasaan ini biasanya berwajah panjang dan sempit.
21


34

B. Etiologi Mouth breathing
Kebiasaan bernapas melalui mulut ini dipicu oleh tersumbatnya hidung
sebagai saluran pernapasan normal. Hal ini dapat terjadi karena adanya kelainan
anatomi hidung atau penyakit-penyakit hidung, antara lain polip hidung, sinusitis,
rhinitis kronis dan pembesaran tonsil di belakang hidung. Pada beberapa orang,
kebiasaan ini biasanya disertai lemahnya tonus bibir atas.
25

Pernapasan mulut terjadi karena seseorang tidak mampu untuk bernafas
melalui hidung akibat adanya obstruksi pada saluran pernafasan atas. Kebiasaan
ini disebabkan oleh penyumbatan rongga hidung, yang dapat mengganggu
pertumbuhan tulang di sekitar mulut dan rahang, wajah menjadi sempit dan
panjang, dan gigi bisa jadi tonggos. Pernafasan mulut menghasilkan suatu
model aktivitas otot wajah dan otot lidah yang abnormal. Bernafas melalui mulut
menyebabkan mulut sering terbuka sehingga terdapat ruang untuk lidah berada di
antara rahang dan terbentuklah openbite anterior.
(43,6,7)

Bernafas melalui hidung berkaitan dengan fungsi-fungsi normal
pengunyahan dan menelan serta postur lidah dan bibir yang melibatkan aksi
muskulus yang normal dimana akan menstimulasi pertumbuhan fasial dan
perkembangan tulang yang adekuat. Adaptasi dari pernafasan hidung ke
pernafasan mulut menyebabkan terjadinya beberapa hal yang tidak sehat, seperti
infeksi telinga tengah yang kronis, sinusitis, infeksi saluran nafas atas, gangguan
tidur, dan gangguan pertumbuhan wajah. Pernafasan mulut seringkali
berhubungan dengan penurunan asupan oksigen ke dalam paru-paru, yang dapat
35

menyebabkan berkurangnya energi. Anak-anak yang bernafas melalui mulut
seringkali mudah lemah dalam latihan olahraga.
43
Cara bernafas melalui mulut sering merupakan reaksi terhadap berbagai
jenis obstruksi nasal dan/atau nasofaring. Obstruksi nasal tersebut dapat
disebabkan oleh alergi, hipertrofi dan inflamasi tonsil atau adenoid, diviasi septum
nasal, pembesaran konka dan hipertrofi membran mukosa nasal. Jika obstruksi
tersebut bersifat sementara, seperti pada waktu flu dan alergi, maka perubahan
struktur ini tidak permanen, tetapi dapat juga menjadi permanen setelah obstruksi
tadi hilang yang mengakibatkan timbulnya kebiasaan bernafas melalui mulut.
Kegagalan hidung untuk berfungsi sebagai saluran pernafasan utama, akan
menyebabkan tubuh secara otomatis beradaptasi dengan menggunakan mulut
sebagai saluran untuk bernafas. Kegagalan ini biasanya disebabkan oleh karena
adanya hambatan atau obstruksi pada saluran pernafasan atas. Obstruksi pada
saluran pernafasan atas dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
43,23
:
1. Faktor psikologis, meliputi anak-anak yang mengalami kecemasan, rasa sakit
dan frustasi, anak-anak dengan retardasi mental, anak-anak yang mengalami
trauma kecelakaan.
2. Faktor lokal, merupakan penyebab terjadinya pernafasan mulut yang
disebabkan oleh keadaan dari gigi dan mulut, meliputi : pencabutan gigi
sulung yang terlalu cepat, kehilangan gigi permanen, adanya gangguan
oklusal, seperti kontak prematur antara gigi atas dan bawah, adanya mahkota
atau tumpatan yang tinggi.

36

3. Faktor sistemik, meliputi :
a. Gangguan endokrin (merupakan penyebab secara tidak langsung).
Kelainan endokrin pascalahir dapat menyebabkan percepatan atau
hambatan pertumbuhan muka, mempengaruhi derajat pematangan tulang,
penutupan sutura, resorpsi akar gigi sulung, dan erupsi gigi permanen.
b. Defisiensi nutrisi, akibat konsumsi nutrisi yang tidak adekuat atau
konsumsi nutrisi yang tidak efisien. Nutrisi yang baik ikut menentukan
kesehatan seorang anak, nutrisi yang kurang baik mempunyai dampak
yang menyerupai penyakit kronis. Penyakit kronis pada anak-anak dapat
mengubah keseimbangan energi yang diperlukan untuk pertumbuhan.
Pada anak yang menderita penyakit kronis hampir semua energi yang
didapatkan kadang-kadang kurang mencukupi untuk beraktivitas dan
bertumbuh.
c. Gangguan temporomandibular.
d. Infeksi, meliputi : hiperplasia adenoid dan tonsil. Hiperplasia adenoid dan
tonsil biasanya disebabkan oleh karena paparan yang rekuren terhadap
infeksi tonsil (tonsillitis). Tipe infeksi bisa virus seperti influenza,
parainfluenza, dan rhinovirus, maupun bakteri seperti betahemolitik,
streptococcus, staphylococcus, pneumococcus, dan hemophilococcus.
4. Rhinitis alergi merupakan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat.
Salah satu penyebab obstruksi jalan nafas hidung pada anak adalah alergi
rhinitis, yaitu mukosa hidung akan mengalami pembengkakan dan
selanjutnya menutup aliran udara. Kebanyakan rhinitis alergi dapat
37

disebabkan oleh adanya partikel-partikel di udara, rokok, makanan, dan
binatang.
5. Malformasi kongenital dan tumor seringkali muncul pada masa kanak-kanak.
Malformasi kongenital seperti stenosis koanal dan atresia bisa hilang cepat.
Tumor meliputi enchephalocle, chordoma, teratoma, cranipharyngioma,
serta kista nasoalveolar dan nasopharingeal.

C. Akibat Mouth Breathing
Kebiasaan bernafas melalui mulut dapat menyebabkan udara yang masuk
kemulut menjadikan vasokonstriksi (pengecilan pembuluh darah) dari pembuluh
kapiler di oral mukosa sehingga memudahkan terkenanya infeksi dan dapat
menyebabkan gingivitis (peradangan gusi). Selain itu juga menyebabkan bau
mulut pada orang yang bernafas melalui mulut karena adanya plak yang melekat
pada gigi dan lidah. Akibat lain yang ditimbulkan yaitu rahang atas sempit, gigi
belakang atas miring ke arah dalam, gigi depan atas tonggos (protrusif) dan terjadi
gigitan depan terbuka (openbite).
14,27





Gambar 7. Akibat mouth breathing
Sumber: http://atlantagentledental.com/articles/airway/. Accessed on 20
th
Jun 2011

38

Bernapas melalui mulut membuat banyak masalah potensial. Jika mulut
membuka, maka mandibula turun. Gigi-giginya tidak beradu di daerah posterior,
sehingga memberi kemungkinan gigi-geligi bererupsi secara berlebihan yang
mengakibatkan terjadinya pola perkembangan high angle skeletal. Pasien harus
dapat bernapas melalui hidungnya, jika mungkin dengan kedua bibir sama sekali
rileks. Oleh karena itu, semua pasien yang bernapas melalui mulut dianjurkan
untuk memeriksakan diri pada spesialis telinga, hidung dan tenggorokan sebelum
dimulainya perawatan ortodonti.
41
Pembesaran jaringan adenoid nasofaring pada anak-anak merupakan faktor
yang sering berperan dalam obstruksi nasal. Jaringan adenoid telah ada setelah
umur 6-12 bulan yang kemudian akan membesar dan kemudian pada umur 2-3
tahun, hampir separuh nasofaring ditempati oleh jaringan adenoid. Sebelum
pubertas, jaringan adenoid akan mulai mengecil secara perlahan-lahan. Biasanya,
pertumbuhan fasial (dengan meningkatnya jarak antara basis krani dan palatum)
cukup untuk memenuhi jalannya udara pernafasan. Jika ekspansi terjadi, apakah
dengan adanya pembesaran abnormal jaringan adenoid, reduksi laju pertumbuhan
tinggi wajah posterior, atau dengan adanya kombinasi kedua hal tersebut, maka
jalan nafas akan menjadi inadekuat. Anak dengan keadaan seperti ini akan
bernafas melalui mulut.

Bernafas melalui mulut diperkirakan dapat mempengaruhi aktivitas otot-
otot orofasial seperti otot bibir, lidah, dan lain-lain. Perubahan aktivitas otot-otot
tersebut akan menuntun terjadinya modifikasi pola pertumbuhan wajah dan postur
kepala yang dapat mengakibatkan timbulnya deformitas dentofasial. Menurut
39

Proffit, bernafas merupakan penentu utama postur rahang dan lidah (dan sedikit
mempengaruhi kepala), oleh sebab itu mungkin saja perubahan cara bernafas,
seperti bernafas melalui mulut dapat merubah postur kepala, rahang, dan lidah.
Hal ini akan merubah ekuilibrium tekanan pada rahang dan gigi dan
mempengaruhi pertumbuhan rahang dan posisi gigi.
44

Anak-anak yang secara alami disusui pada bulan pertama kelahiran
kemungkinan besar bernafas dari hidung, begitupun berkurangnya menyusui ASI
merupakan salah satu faktor yang memberi kontribusi terjadinya pernafasan oral
atau oronasal. Penelitian yang dilakukan oleh Leite et al yang menganalisis 100
anak-anak berusia antara 2 dan 11 tahun membuktikan bahwa botol susu
merupakan salah satu penyebab pernafasan oral sebesar 40%.
29
Beberapa akibat yang dapat ditimbulkan oleh kebiasaan bernafas melalui
mulut pada anak-anak antara lain
43
:
a) Bibir rahang atas dan rahang bawah tidak menutup sempurna
Pada bibir penderita pernafasan mulut nampak agak terbuka untuk
memungkinkannya bernafas. Adaptasi mulut untuk pernafasan mulut yang kronis
dapat terjadi perubahan dimana bibir atas dan bibir bawah berada dalam posisi
terbuka, akibatnya penderita akan mengalami kesulitan dalam menelan makanan
yang masuk ke dalam mulut.
b) Adenoid facies
Hal ini ditandai dengan penyempitan lengkung rahang atas, hipertrofi dan
keringnya bibir bawah, hipotonus bibir atas dan tampak memendek, tampak
adanya overbite yang nyata. Dikarenakan adanya fungsi yang abnormal, penderita
40

pernafasan mulut memiliki karakteristik seperti postur mulut terbuka, lubang
hidung mengecil dan kurang berkembang, arkus faring tinggi dan pasien tampak
seperti orang bodoh.




Gambar 8. Anak dengan wajah adenoid. Ciri khas anak yang bernafas melalui mulut
Sumber : http://www.entkent.com/tonsils-adenoids.html. Accessed on 19
th
Jan 2011


Akibat dari fungsi yang abnormal ini, anak-anak yang bernafas dengan
mulut beresiko mengembangkan suatu tipe perkembangan wajah yang disebut
wajah adenoid atau sindrom muka panjang. Individu ini dapat ditandai dengan
posisi mulut yang terbuka, nostril yang kecil dan kurang berkembang, bibir atas
yang pendek, gummy smile, ketinggian muka vertikal yang meningkat pada 1/3
wajah bagian bawah, ketinggian dentoalveolar yang berlebihan, dan palatum yang
dalam. Selain itu terjadi gingivitis marginal anterior di sekitar gigi anterior.
c) Maloklusi
d) Gigitan terbuka (openbite)
Pada pernafasan mulut, posisi mandibula lebih ke distal mengakibatkan
gigi incisivus bawah beroklusi dengan rugae palatum. Ketidakteraturan gigi geligi
juga dapat ditemui pada maksila yang kurang berkembang, utamanya pada
segmen anteromaksiler serta lengkung basal yang sempit.

41

D. Perawatan Mouth Breathing
Orangtua harus segera mencari penyebabnya dan membawa si anak ke
poliklinik telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) untuk mengetahui ada tidaknya
kelainan saluran pernapasan seperti terjadinya sumbatan hidung, alergi, adenoid
membesar, tonsil membesar, polip hidung, septum bengkok. Apabila tidak
ditemukan kelainan atau kelainan tersebut dapat disembuhkan, tetapi kebiasaan
buruk masih tetap dilakukan, tahap selanjutnya orangtua perlu bekerjasama
dengan dokter gigi. Dokter gigi akan membuat alat ortodonti untuk menutup jalan
napas melalui mulut. Lambat-laun si anak akan berusaha bernapas melalui
hidungnya kembali.
25,41
Perawatan untuk menghentikan pernafasan mulut pada anak dilakukan
sesuai dengan penyebab terjadinya obstruksi pernafasan atas. Penyebab obstruksi
nasal pada anak dapat ditentukan melalui pemeriksaan riwayat menyeluruh dan
fisik, yang meliputi Rhinoscopy anterior dan Nasopharingoscopy. Sebagian pasien
mendapat pemeriksaan PA dan Sepalometri lateral untuk melihat obstruksi
pernafasan atas. Prosedur seperti tonsilektomi, adenoidektomi, dan perawatan
alergi dapat membantu mengembalikan pola pertumbuhan yang normal dan postur
lidah lebih ke belakang sehingga erupsi gigi geligi anterior tidak terganggu.
Pilihan perawatan yang dapat dilakukan untuk penanganan kebiasaan bernafas
melalui antara lain
43,41
:
a) Adenoidektomi merupakan perawatan yang paling umum untuk obstruksi
nasal akibat pembesaran adenoid. Adenoidektomi merupakan suatu operasi
42

pengambilan adenoid yang mengalami pembesaran untuk mendapatkan
ukuran yang normal.
b) Medikasi antibiotik dan steroid topikal diindikasi bila obstruksi tersebut
disebabkan oleh karena infeksi, misalnya pada rinosinusitis kronis. Antibiotik
juga bisa digunakan pada pembesararan adenoid untuk menurunkan inflamasi
lokal. Kortikosteroid yang digunakan biasanya deksametasone 0,6 mg/kg
untuk menurunkan gejala pada infeksi bakteri. Antibiotik parenteral yakni
ceftriakxone 100 mg/kg perhari untuk jangka 8-10 hari.
c) Rhinitis alergi dapat dirawat dengan antihistamin, antihistamin non-sedatif,
semprotan nasal anti-inflamasi, semprotan nasal steroid, dekongestan nasal
topical dan dekongestan. Antihistamin yang sering digunakan adalah
etanolamin, etilendiamin, alkilamin, fenotiazin, dan agen lain seperti
siproheptadin, hidroksizin, dan piperazin. Efek samping antihistamin yang
sering terlihat adalah rasa ngantuk, kehilangan nafsu makan, konstipasi, efek
antikolinergik seperti kekeringan membran mukosa dan kesulitan berkemih.
d) Malformasi kongenital dan tumor yang dapat menyebabkan obstruksi nasal,
dapat dirawat dengan pendekatan pembedahan.
Keterlibatan ahli ortodontik diperlukan bila terjadi perkembangan wajah
yang abnormal atau pernafasan mulut telah mengakibatkan wajah adenoid,
dimana terjadi crossbite, dan malposisi gigi yang haru dikoreksi dengan tindakan
orthodontik.


43

II.1.3.5 Bruksisme (Bruxism)
A. Gambaran Umum Bruxism
Bruksisme atau yang paling sering dikenal dengan istilah kerot (tooth
grinding) adalah mengatupkan rahang atas dan rahang bawah yang disertai dengan
grinding (mengunyahkan) gigi-gigi atas dengan gigi-gigi bawah. Bruksisme
adalah kebiasaan bawah sadar (sering tidak disadari) walaupun ada juga yang
melakukannya ketika tidak tidur. Bruksisme dapat dilakukan dengan tekanan
keras sehingga menimbulkan suara yang keras, tapi dapat juga tanpa suara yang
berarti. Jika bruksisme dilakukan dengan tekanan kerot yang keras, akan terjadi
keausan gigi yang parah dan berlangsung dalam waktu cepat.
1

Bruksisme biasa terjadi pada anak. Kebiasaan ini biasanya muncul pada
malam hari, dan berlangsung dalam periode waktu yang lama, sehingga dapat
menyebabkan gigi sulung dan gigi permanen abrasi. Kebiasaan ini timbul pada
masa gigi-geligi sedang tumbuh. Dan jika bertahan hingga anak dewasa biasanya
disertai dengan adanya stres emosional, parasomnia, trauma cedera otak, ataupun
cacat neurologis, dengan komplikasi erosi gigi, sakit kepala, disfungsi sendi
temporomandibular, dan nyeri pada otot-otot pengunyahan.
(45,38,46)

Bruxism adalah kebiasaan buruk berupa menggesek-gesek gigi-gigi
rahang atas dan rahang bawah, bisa timbul pada masa anak-anak maupun dewasa.
Reding, Rubright, and Zimmerman melaporkan 15% anak dan remaja dalam studi
mereka menunjukkan adanya beberapa tingkatan bruxism. Biasanya terjadi pada
malam hari dan jika dilanjutkan dalam jangka waktu yang lama bisa berakibat
abrasi gigi permanen. Ketika kebiasaan tersebut berlangsung hingga masa dewasa
44

maka mengakibatkan penyakit periodontal dan atau gangguan temporomandibular
joint.

Sebagai tambahan, kasus disfungsi temporomandibular joint lebih banyak
terjadi di kalangan perempuan dewasa daripada laki-laki dewasa.
(47,40,4)

Bruxism didefinisikan sebagai gerakan mengerat dan gerakan grinding
dari gigi yang bersifat non-fungsional. Istilah ini dalam literatur sering disebut
dengan beberapa istilah yang lain, yaitu neuralgia traumatic, occlusal habit
neurosis, dan parafungsional. Pasien yang mengalami bruxism (bruxer), biasanya
tidak menyadari kebiasaan buruk yang dimilikinya tersebut, walaupun bruxism
kadang-kadang diikuti dengan suara yang mengganggu, namun pasien yang
bersangkutan seringkali baru mengetahui kebiasaan yang dimilikinya itu dari
orang tua atau teman tidurnya. Bruxism dapat juga terjadi pada siang hari,
misalnya pada saat individu yang bersangkutan mengalami stress, namun bruxism
yang paling parah adalah bruxism yang terjadi pada malam hari.
48

Bruxism pada malam hari terjadi selama tidur dan anak biasanya tidak
menyadari masalah ini. Kejadian ini biasanya singkat, berlangsung 8-9 detik,
dengan terdengar suara grinding. Bruxism pada siang hari terutama terkait dengan
mengepalkan dari gigi dan umumnya tidak menghasilkan suara terdengar.
Bruxism yang diamati pada 5-20% anak-anak. Peningkatan frekuensi selama masa
kanak-kanak, memuncak pada usia 7-10 tahun dan menurun setelah itu.
4




45




Gambar 9. Akibat bruxism
Sumber:http://www.nidcr.nih.gov/OralHealth/OralHealthInformation/ChildrensOralHealth/OralC
onditionsChildrenSpecialNeeds.htm. Accessed on 30
th
Jan 2011

Pada saat tidur di malam hari, biasanya penderita akan mengeluarkan
suara gigi-gigi yang beradu. Bila dilihat secara klinis, tampak adanya abrasi pada
permukaan atas gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah. Bila lapisan email yang
hilang cukup banyak dapat timbul rasa ngilu pada gigi-gigi yang mengalami
abrasi. Kadang terlihat adanya jejas atau tanda yang tidak rata pada tepi lidah.
47
Berdasarkan tipe gerakannya, ada bruxism yang memperlihatkan gerakan
grinding dan ada juga yang memperlihatkan gerakan static clenching, lebih
banyak pada perempuan daripada laki-laki yang menggrinding giginya, tetapi
laki-laki dan perempuan yang melakukan clenching jumlahnya sama.

Clark
menegaskan bahwa bruxism tipe clenching yang berhubungan dengan kontraksi
muskulus yang kuat dan berkelanjutan adalah lebih berbahaya. Bruxism lebih
sering dimiliki oleh kaum wanita dibandingkan pria.
(48,4,47)

B. Etiologi Bruxism
Pada beberapa individu kebiasaan bruksisme bersifat herediter. Anak-anak
yang memiliki orangtua dengan kebiasaan bruksisme lebih cenderung melakukan
kerot daripada anak-anak yang orang tuanya tidak mengerot.
1
46

Hubungan antara kondisi emosional dan tegangan otot sepertinya lebih
mudah untuk dipahami. Peningkatan tegangan otot masseter berhubungan
langsung dengan kondisi stres harian. Ada satu penelitian yang membuktikan
bahwa meningkatnya stres (yang ditunjukkan dengan kandungan epinefrin di urin)
berkorelasi dengan meningkatnya aktivitas otot masseter pada malam hari.
Penelitian-penelitian tersebut secara konsisten menunjukkan kuatnya hubungan
antara aktivitas otot masseter yang nonfungsional (dikunyahkan tapi tidak untuk
mengunyah makanan) dengan stres. Pada penelitian lain, ada yang
menghubungkan antara faktor predisposisi dalam rongga mulut, yang berupa
hubungan oklusal yang malrelasi atau adanya sangkutan oklusal atau interferens,
yang dapat memicu terjadinya bruksisme jika dikombinasikan dengan stres atau
kondisi cemas.
1
Pada anak-anak, kadang kebiasaan ini timbul pada masa gigi-geligi sedang
tumbuh.

Berikut adalah empat penyebab terjadinya bruxism, antara lain
(47,49,50,48)
:
1. Faktor psikologis
Etiologi dari bruxism termasuk kebiasaan, stress emosional (misalnya
respon terhadap kecemasan, ketegangan, kemarahan, atau rasa sakit), parasomnia
(gangguan tidur yang muncul pada ambang batas antara saat terjaga dan tidur,
misalnya gangguan mimpi buruk dan gangguan berjalan sambil tidur). Menurut
beberapa penelitian yang dianggap berkaitan dengan manifestasi dari bruxism,
antara lain gangguan kepribadian, meningkatnya stress, adanya depresi, dan
kepekaaan terhadap stress.
47

Anak-anak yang memiliki kebiasaan bruxism ternyata memiliki tingkat
kecemasan yang lebih daripada anak-anak yang tidak memiliki kebiasaan
bruxism. Tanda-tanda bruxism seperti tingkat kecemasan yang tinggi,
temporomandibular disorders, dan kerusakan gigi sebaiknya dirawat pada masa
kanak-kanak sebelum menjadi masalah ketika anak telah tumbuh dewasa.
2. Faktor morfologi
Oklusi gigi geligi dan anatomi skeletal orofasial dianggap terkait dalam
penyebab dari bruxism. Perbedaan oklusal, gangguan oklusal yang bentuknya
dapat berupa trauma oklusal ataupun tonjol yang tajam, gigi yang maloklusi
secara historis dianggap sebagai penyebab paling umum dari bruxism. Disharmoni
lokal antara bagian-bagian sistem alat kunyah yang berdampak pada peningkatan
tonus otot di region tersebut juga dipandang sebagai salah satu etiologi yang
hingga saat ini masih dapat diterima banyak kalangan.
3. Faktor patofisiologis
Bruxism kemungkinan terjadi akibat kelainan neurologis yaitu
ketidakmatangan sistem neuromuskular mastikasi, perubahan kimia otak, alkohol,
trauma, penyakit, dan obat-obatan. Hal ini berpotensi sistemik menyebabkan
aktivitas parafunctional melalui alergi makanan, kekurangan gizi, dan disfungsi
endokrin. Penyelidikan efek gangguan gizi dan endokrin bersama dengan parasit
pencernaan pada fungsi otot mastikasi, serat kepekaan terhadap trigeminal sampai
potensi alergi kemungkinan berguna untuk penelitian di masa depan baik
temporomandibular disorders dan hiperaktivitas otot mastikasi.
48

Faktor neurokimia tertentu, yaitu obat-obatan. Efek samping dari obat
yang akan menimbulkan bruxism adalah Amfetamin yang digunakan dalam
mengatasi gangguan attention-deficit/hyperactivity (ADHD) seperti
methylphenidate dan pemakaian jangka panjang Serotonin. Selain itu, bruxism
ditemukan lebih sering pada pecandu narkoba berat serta perokok.
4. Temporomandibular Disorders (TMD)
Penderita TMD cenderung memiliki insiden bruxism yang lebih tinggi dari
gangguan psikologis seperti stress, kecemasan, dan depresi. Faktor-faktor ini
dapat menyebabkan kebiasaan parafunctional. Gabungan dari dua atau lebih
faktor etiologi yang diperlukan untuk menyebabkan terjadinya bruxism, tetapi
besarnya faktor-faktor tidak penting dalam kaitannya dengan besarnya bruxism.

C. Akibat Bruxism
Bruxism dapat menyebabkan aus permukaan gigi-gigi pada rahang atas
dan rahang bawah, baik itu gigi susu maupun gigi permanen. Lapisan email yang
melindungi permukaan atas gigi hilang, sehingga dapat timbul rasa ngilu pada
gigi-gigi tersebut. Bila kebiasaan ini berlanjut terus dan berlangsung dalam waktu
lama, dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan periodontal, terjadi pada
pasien dengan bentuk tonjol yang curam, luka pada periodonsium, pulpitis,
kadang-kadang disertai peningkatan derajat mobilitas gigi yang terlibat,
maloklusi, patahnya gigi akibat tekanan yang berlebihan, dan kelainan pada sendi
temporomandibular joint.
47,48
49

Bruksisme dapat mengakibatkan hal-hal seperti: (1) sakit pada otot
pengunyahan, sakit kepala, dan sakit pada telinga; (2) gangguan bentuk gigi,
karena bruksisme menyebabkan mahkota gigi menjadi pendek dan hilang nilai
estetikanya. Email menipis akibat aktivitas grinding sehingga dentin menjadi
terbuka; (3) Kadang terlihat adanya jejas atau tanda yang tidak rata pada tepi
lidah; (4) gigi menjadi lebih sensitif dan terasa ngilu terhadap dingin, tekanan, dan
stimulus lainnya; (5) fraktur gigi dan tambalan. Tekanan besar yang dihasilkan
oleh aktivitas bruksisme dapat menyebabkan patahnya gigi dan pecahnya
tambalannya; (6) terjadi kegoyangan gigi; (7) ketidaknyamanan dan nyeri pada
sendi TMJ yang biasanya dirasakan ketika mengunyah atau berbicara.
(1,51,46)


D. Penanganan Bruxism
Ada 3 macam pendekatan untuk menanggulangi pasien dengan bruksisme.
Pendekatan perilaku biasanya diawali oleh dokter giginya melalui penjelasan dan
menyadarkan pasien akan kebiasaan yang dilakukannya. Dapat pula dianjurkan
pada pasien untuk mendapatkan terapi perilaku yang spesifik, seperti hipnosis,
biofeedback, dan semacamnya. Pendekatan secara emosional dapat diawali
dengan cara bimbingan psikologi. Hal ini bertujuan agar pasien dapat mengelola
stresnya. Pendekatan interseptif meliputi menawarkan peralatan night guard atau
bite guard (splin stabilisasi maksila) untuk melindungi permukaan gigi dan untuk
mengurangi atau untuk menyebarkan tekanan yang terbentuk di sistem
muskuloskeletal akibat bruksisme. Ada beberapa kenyataan bahwa peralatan
tersebut secara signifikan menurunkan kebiasaan bruksisme pada beberapa
50

individu. Terapi dengan menggunakan splin gigitan (night guard) secara
signifikan mengurangi tingkat bruksisme ketika splin tersebut dipakai, tapi jika
splin dilepas, bruksisme kembali terjadi. Pada penerapannya, night guard dipakai
lebih banyak untuk bruksisme yang dilakukan malam hari dibanding dengan
kebiasaan parafungsi siang hari. Dari hasil suatu penelitian disebutkan bahwa
tekanan kunyah pada saat tidur 6 kali lebih besar daripada tekanan kunyah pada
saat terjaga.

Penelitian-penelitian selanjutnya membuktikan bahwa respons
pasien-pasien bruksisme terhadap terapi oklusal dengan alat splin sangat
bervariasi.
1,51

Biasanya kasus-kasus bruxism terlambat didiagnosa karena penderita tidak
menyadari bahwa mereka memiliki kebiasaan tersebut. Untuk perawatan kasus ini
dokter gigi akan membuatkan alat tertentu yang didesain dan dibuat khusus sesuai
dengan susunan gigi-geligi pasien, alat ini disebut night-guard dan digunakan saat
tidur pada malam hari. Alat ini akan membentuk batas antara gigi-gigi rahang atas
dan rahang bawah sehingga tidak akan saling beradu. Pemakaian alat ini akan
mencegah kerusakan yang lebih jauh pada gigi-geligi dan membantu pasien dalam
menghentikan kebiasaan buruknya. Bila penyebab utama dari bruxism adalah
stres, maka melakukan konsultasi dengan psikolog merupakan salah satu hal yang
dapat membantu dalam menghilangkan kebiasaan buruk ini.
46
Penyesuaian oklusal berperan penting dalam perawatan bruksisme jika
terdapat kontak prematur, khususnya jika oklusal prematur tersebut berkaitan
dengan restorasi gigi yang kurang baik.

Terapi oklusal, bahkan setelah
digabungkan dengan bimbingan psikologis dan terapi perilaku, mungkin tidak
51

efektif pada sebagian pasien. Pada pasien yang tidak berespons terhadap
perawatan di atas, pemakaian night guard hanya bermanfaat untuk
menanggulangi efek destruksi bruksisme.
1
Penanganan yang dapat dilakukan untuk menghilangkan kebiasaan
bruxism pada anak-anak adalah
47,30
:
a) Penggunaan Night-guard
Perawatan untuk kasus ini dokter gigi akan membuatkan alat tertentu yang
didesain dan dibuat khusus sesuai dengan susunan gigi-geligi pasien, alat ini
disebut night-guard dan digunakan saat tidur pada malam hari. Alat ini akan
membentuk batas antara gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah sehingga tidak
akan saling beradu. Pemakaian alat ini akan mencegah kerusakan yang lebih jauh
pada gigi-geligi dan membantu pasien dalam menghentikan kebiasaan buruknya.





Gambar 10. Night-guard
Sumber : http://www.majdalani-dental-lab.com/4-3.html. Accessed on 30
th
Jan 2011

b) Bila penyebab utama dari bruxism adalah stress. Cobalah untuk mencari tahu
apa yang mungkin membuat anak stress dan membantu mereka menghadapinya.
Konsultasi dengan psikolog merupakan salah satu hal yang dapat membantu
dalam menghilangkan kebiasaan buruk ini.
52

II.2 Maloklusi Pada Gigi Anak
Orangtua manapun pasti menginginkan buah hatinya tumbuh menjadi
seorang anak yang baik, pintar dan berpenampilan menggemaskan serta memiliki
senyuman menarik dengan barisan giginya yang putih dan rapi. Namun
bagaimana bila kondisi yang terjadi sebaliknya. Kebanyakan anak-anak kini
ditemui memiliki gigi yang tumbuh tidak teratur. Sehingga, menyebabkan posisi
gigi-gigi tersebut berjejal. Dalam istilah medisnya situasi seperti ini disebut
dengan maloklusi.
52
Maloklusi merupakan terjadinya hubungan yang tidak sesuai pada gigi
geligi di saat rahang atas dan rahang bawah bertemu. Orangtua perlu mengetahui
gejala awal dari gangguan ini. Di antaranya yaitu gigi sering tumbuh di tempat
yang salah, mengakibatkan gigi atas dan gigi bawah tidak bertemu dengan
semestinya. Apabila anak mengalami gangguan ini, harus ditanggulangi sejak
dini, karena maloklusi mampu menurunkan kemampuan gigi anak untuk
mengigit. Akibatnya dapat terjadi gangguan makan, karena gigi tidak dalam posisi
yang benar sehingga kekuatannya menjadi berkurang. Maloklusi parah
menyebabkan anak menjadi susah berbicara. Kondisi rahang dan gigi yang
berantakan tersebut menyebabkan anak sulit mengucapkan beberapa huruf atau
kata-kata tertentu.
52

II.2.1 Pengertian Maloklusi
Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal karena
adanya ketidaksesuaian antara lengkung gigi dan lengkung rahang pada masa
53

perkembangan gigi. Terjadi ketidakteraturan gigi-gigi di luar ambang normal atau
malrelasi rahang pada ketiga bidang yaitu ruang sagital, vertikal atau transversal.
Maloklusi juga bisa merupakan variasi biologi sebagaimana variasi biologi yang
terjadi di bagian tubuh yang lain, tetapi karena variasi letak gigi mudah diamati
dan mengganggu estetik sehingga menarik perhatian dan memunculkan keinginan
untuk melakukan perawatan.
(13,53,27,15)


II.2.2 Dasar Perawatan Maloklusi
Gigi merupakan satu kesatuan dengan struktur sekitar seperti jaringan otot
pengunyah, tulang rahang, wajah yang memiliki hubungan erat dan timbal balik.
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada struktur tersebut dapat
mempengaruhi susunan gigi, sehingga diperlukan perawatan ortodontik untuk
merapikan susunan gigi yang tidak rata sekaligus mengembalikan fungsi
pengunyahan yang normal. Pasien diharapkan dapat memiliki susunan gigi yang
harmonis sehingga memperbaiki fungsi pengunyahan, cacat muka/asimetri wajah
dapat diperbaiki, dan hilangnya rasa sakit yang mungkin terjadi akibat gigitan
yang tidak seimbang karena susunan gigi yang tidak rata. Susunan gigi tidak
teratur atau wajah asimetris dapat mempengaruhi estetis dan menimbulkan
masalah psikososial bagi penderita. Gigi yang berjajar rapi dengan senyum yang
menarik biasanya dihubungkan dengan status sosial yang positif, dan hal ini dapat
mempengaruhi kepercayaan diri seseorang.
54

54

Maloklusi terjadi pada kondisi-kondisi berikut yang menjadi dasar
dilakukannya perawatan ortodonsi, dimana bertujuan untuk mengubah posisi dan
oklusi dari gigi geligi.
55

1. Jika ada gerak menutup translokasi dari mandibula, dari posisi istirahat
atau dari posisi postural adaptif ke posisi interkuspal.
2. Jika posisi gigi adalah sedemikian rupa sehingga terbentuk mekanisme
refleks yang merugikan selama fungsi pengunyahan dari mandibula.
3. Jika gigi-gigi menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak rongga mulut.
4. Jika ada gigi-gigi yang berjejal atau tidak teratur, yang bisa merupakan
pemicu bagi terjadinya penyakit periodontal dan gigi.
5. Jika ada penampilan pribadi yang kurang baik akibat posisi gigi.
6. Jika ada posisi gigi-gigi yang menghalangi bicara yang normal.
Gambaran klinis dari maloklusi berupa crowding, diastema, atau pola
gigitan yang tidak normal, misalnya crossbite atau gigitan bersilang baik anterior
maupun posterior.
27

II.2.3 Diagnosis Maloklusi
Sebelum melakukan perawatan ortodontik, perlu diketahui lebih dahulu
diagnosis suatu maloklusi. Untuk menentukan diagnosis suatu maloklusi, perlu
dilakukan pemeriksaan yang seksama untuk mendapatkan data menyeluruh
tentang pasien yang akan dirawat dan seberapa jauh terjadi penyimpangan dari
keadaan normal. Data yang perlu diketahui meliputi; (1) alasan perawatan
55

ortodontik, (2) riwayat kesehatan umum, (3) riwayat kesehatan gigi, (4)
pemeriksaan ekstra-oral dan intra-oral, (5) hubungan rahang dengan gigi geligi.
13

II.2.4 Klasifikasi Maloklusi
Setelah diagnosis ditegakkan, perlu adanya penggunaan klasifikasi dimana
sangat membantu dalam menggolongkan maloklusi yang sangat bervariasi dalam
beberapa golongan saja. Banyak klasifikasi telah diajukan akan tetapi sampai saat
ini Klasifikasi Angle merupakan klasifikasi yang paling luas digunakan di dunia
meskipun masih banyak kekurangannya. Angle berpendapat bahwa letak molar
pertama permanen tetap stabil dalam perkembangannya pada rahang sehingga
dengan melihat relasi molar dapat dilihat pula relasi rahang, kecuali jika gigi
molarnya dicabut atau tanggal.
56,27





Gambar 11. Kasus Maloklusi
Sumber : http://www.uitdev.com/clients/dentistassoc/orthodontics.html.
Accessed on 20
th
Jan 2011

Klasifikasi Maloklusi Menurut Angle
57
Klas I Angle : Tonjol mesiobukal molar pertama atas beroklusi dengan
tonjol bukal molar pertama bawah (Neutroklusi)
56

Klas II Angle : Tonjol mesiobukal molar pertama atas berada lebih ke
mesial dari posisi klas I telah melewati puncak tonjol mesiobukal molar
pertama bawah, atau gigi molar pertama bawah lebih ke distal (Distoklusi)
Klas III Angle : Tonjol mesiobukal molar pertama atas berada lebih ke
distal dari posisi klas I telah melewati puncak tonjol distobukal molar
pertama bawah, atau gigi molar pertama bawah lebih ke mesial
(Mesioklusi)






Gambar 12. Klasifikasi Maloklusi
Sumber : http://luv2dentisha.wordpress.com/2010/05/08/maloklusi/.
Accessed on 20
th
Jan 2011

II.2.5 Etiologi Maloklusi
Dalam kedokteran gigi, susunan gigi yang tidak beraturan dan hubungan
gigi antara rahang atas dan bawah tidak ideal disebut maloklusi. Maloklusi
merupakan penyimpangan dari pertumbuhkembangan yang disebabkan oleh
faktor-faktor tertentu. Secara garis besar etiologi atau penyebab suatu maloklusi
dapat digolongkan dalam faktor herediter (genetik) dan faktor lokal. Kadang-
kadang suatu maloklusi sulit ditentukan secara tepat etiologinya karena adanya
berbagai faktor (multifaktor) yang mempengaruhi pertumbuhkembangan gigi
57

anak. Dimensi kraniofasial, ukuran dan jumlah gigi sangat dipengaruhi faktor
genetik sedangkan dimensi lengkung gigi dipengaruhi oleh faktor lokal.
13,54
Faktor etiologi utama pada maloklusi tampaknya bersifat keturunan,
dimana ada ketidaksesuaian besar rahang dengan besar gigi-gigi di dalam mulut.
Genetik gigi adalah kesamaan dalam bentuk keluarga sangat sering terjadi tetapi
jenis transmisi atau tempat aksi genetiknya tidak diketahui kecuali pada beberapa
kasus. Misalnya, ukuran rahang mengikuti garis keturunan Ibu, dimana rahang
berukuran kecil, sedangkan ukuran gigi mengikuti garis keturunan bapak yang
giginya besar-besar. Maka perkiraan keturunan bisa terjadi keadaan anak dimana
memiliki rahang yang kecil namun gigi geliginya besar-besar sehingga terjadi gigi
berjejal yang dapat menyebabkan maloklusi karena gigi-gigi tersebut tidak cukup
letaknya di dalam lengkung gigi.
57,21
Pengaruh herediter dapat bermanifestasi pada disproporsi ukuran gigi dan
ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi berupa gigi berdesakan atau
maloklusi berupa diastema multipel meskipun ini jarang dijumpai. Dapat juga
terjadi disproporsi ukuran, posisi dan bentuk rahang atas dan rahang bawah yang
menghasilkan relasi rahang yang tidak harmonis.
13

Pola skeletal dari rahang, bentuk otot mulut, dan ukuran dari gigi-geligi,
semuanya dipengaruhi oleh faktor genetik. Pengaruh genetik pada skeletal yaitu
mandibula yang prognatik, muka yang panjang serta adanya deformitas muka.
Pada populasi primitif yang terisolasi jarang dijumpai maloklusi yang berupa
disproporsi ukuran rahang dan gigi sedangkan relasi rahangnya menunjukkan
relasi yang sama. Pada populasi modern lebih sering ditemukan maloklusi
58

daripada populasi primitif sehingga diduga karena adanya kawin campur
menyebabkan peningkatan prevalensi maloklusi. Cara yang lebih baik untuk
mempelajari pengaruh herediter adalah dengan mempelajari anak kembar
monozigot yang hidup pada lingkungan sama. Perkembangan pengetahuan
genetik molekuler diharapkan mampu menerangkan penyebab etiologi herediter
dengan lebih cepat.
58

Adapun faktor lokal yang menjadi penyebab terjadinya maloklusi yaitu;
(1) Gigi sulung tanggal prematur, dapat berdampak pada susunan gigi permanen.
Semakin muda umur pasien pada saat terjadi tanggal prematur gigi sulung
semakin besar akibatnya pada gigi permanen; (2) persistensi gigi, berarti gigi
permanen pengganti telah erupsi tetapi gigi sulungnya tidak tanggal; (3) kelainan
gigi, seperti hipodontia, supernumerary gigi, bentuk gigi konus, bentuk gigi
tuberkel, mikrodontia dan makrodontia; (4) trauma, jika terjadi trauma pada saat
gigi permanen sedang terbentuk maka dapat terjadi gangguan pembentukan pada
mahkota dan akar gigi; (5) pengaruh jaringan lunak, berarti tekanan dari otot
bibir, pipi dan lidah memberi pengaruh yang besar terhadap letak gigi. Meskipun
tekanan dari otot-otot ini jauh lebih kecil daripada tekanan otot pengunyah tetapi
berlangsung lebih lama sehingga dapat mengubah letak gigi.
13,21


II.2.6 Perawatan Maloklusi
Perawatan ortodontik yang komprehensif dapat dilakukan untuk
memperbaiki maloklusi yang membutuhkan waktu yang lama sehingga perlu
adanya kerjasama antara pasien dengan dokternya. Disarankan setiap anak
59

menerima evaluasi ortodonti pada usia 7 tahun. Pemeriksaan dan perawatan sedini
mungkin akan membantu mencegah keparahan maloklusi pada gigi tetap. Pada
evaluasi dini, dokter gigi atau ahli ortodonti dapat menentukan kapan perawatan
yang direkomendasikan sebaiknya mulai dilakukan. Dokter gigi atau ahli
ortodonti akan mencoba mencegah perkembangan maloklusi, jika memungkinkan.
Perawatan pencegahan dengan ortodonti dapat dimulai ketika gigi sulung belum
tanggal. Seringkali perawatan pencegahan yang efektif selesai dilakukan selama
periode pertumbuhan dan perkembangan gigi anak.
34

Berbagai jenis perawatan ortodonti, termasuk perawatan dengan
menggunakan alat lepasan, digunakan untuk mencegah dan merawat maloklusi.
Perawatan orthodonti dapat dibagi menjadi perawatan jangka pendek atau
perawatan yang berlanjut hingga berbulan-bulan atau lebih. Usia awal dimulainya
perawatan, jenis alat yang digunakan, waktu yang digunakan, dan biaya perawatan
yang dikeluarkan tergantung dari tingkat keparahan maloklusi yang akan dirawat.
Pada sebagian besar kasus, umumnya kerja sama pasien dalam pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut yang baik dan pengaturan jadwal kunjungan ke dokter
gigi merupakan faktor utama kesuksesan perawatan ortodonti.
27,15







60

BAB III
PEMBAHASAN

III.1. Hubungan Kebiasaan Buruk terhadap Maloklusi
Kebiasaan buruk dapat menyebabkan maloklusi pada periode gigi
bercampur dimana merupakan masa kritis dan sangat rentan terjadi saat gigi
sulung berganti menjadi gigi permanen. Kebiasaan ini sangat penting untuk
diketahui oleh dokter gigi jika telah terjadi deformitas. Tingkat deformitas skeletal
dan dentoalveolar dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain frekuensi, durasi,
arah dan tipe, serta intensitas dari kebiasaan tersebut. Selain itu, masih banyak
faktor yang mempengaruhi yaitu caranya, kesehatan umum anak, ada tidaknya
kebiasaan lain dan sebagainya.
9
Frekuensi atau seberapa sering anak melakukan kebiasaannya setiap hari,
sangat jelas bahwa semakin sering anak melakukan kebiasaannya, maka semakin
besar pula deformitas yang terjadi. Durasi atau berapa lama kebiasaan tersebut
dilakukan, semakin lama anak memelihara kebiasaan tersebut, maka semakin
besar pula deformitasnya. Intensitas atau seberapa sering kebiasaan itu dilakukan,
semakin sering tekanan yang diberikan, maka perubahan remodeling yang
diberikan juga semakin besar. Arah dan tipe merupakan proses remodeling tulang
sebagai respon terhadap tekanan akan terjadi pada tulang.

Suatu kebiasaan yang
berdurasi sedikitnya 6 jam sehari, berfrekuensi cukup tinggi dengan intensitas
yang cukup dapat menyebabkan maloklusi.
(9,31,2)
61

Kebiasaan buruk didiagnosa dengan cara melakukan pemeriksaan ekstra
oral dengan melihat bentuk wajah, bibir, hidung, dan jari-jari tangan yang
abnormal, sedangkan pemeriksaan intra oral dengan melihat adanya diastema,
protrusi gigi anterior rahang atas, retrusi gigi anterior rahang bawah, openbite
anterior, bentuk palatum, bentuk maksilla, overjet yang besar, retrognatik
mandibula, dan email gigi yang mengalami abrasi.
Pada kelompok usia 3-6 tahun, anak mulai memasuki lingkungan sekolah
yaitu taman kanak-kanak dimana masa ini anak mulai beradaptasi dan beraktifitas
dengan kegiatan bersama teman-teman dan guru. Mereka dihadapkan kepada
kehidupan sosial yang membutuhkan penyesuain diri secara baik, perkembangan
sosial, intelektual, bahasa, emosi, moral, dan motorik. Perkembangan tersebut
akan membuat anak merasakan kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya.
Anak yang merasa dirinya banyak kekurangan daripada kelebihan dan tidak
mampu mengatasinya, maka cenderung muncul ketegangan psikis. Perhatian
orang tua yang kurang dapat meningkatkan resiko untuk anak melakukan
kebiasaan buruk tersebut. Selain karena kurangnya perhatian, biasanya orang tua
juga lebih memanjakan anaknya sehingga tidak mau melarang si anak yang sering
melakukan kebiasaan buruk.
Prevalensi kebiasaan buruk pada anak dapat dikurangi dengan memberikan
penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut secara intensif pada anak-anak agar
mereka memiliki kesadaran sendiri untuk menghentikan kebiasaan buruk dan
menjaga kesehatan gigi dan mulutnya. Penyuluhan terhadap orang tua juga sangat
penting, mengingat anak lebih dekat dan lebih banyak waktunya bersama orang
62

tua. Penyuluhan lebih dikhususkan mengenai faktor-faktor penyebab, masalah-
masalah yang akan timbul, manifestasi oral, dan penanganannya pada anak yang
mempunyai kebiasaan buruk. Hal ini dapat membantu anak untuk mencegah dan
menghentikan kebiasaan buruknya dan memberikan pemahaman tentang
pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut.
Maloklusi yang terjadi tergantung pada kebiasaan buruk tersebut. Kelainan
yang timbul akibat kebiasaan buruk tergantung pada pola rangka wajah, dan
keterlibatan otot orofasial. Pada anak-anak, sangatlah sulit untuk menghentikan
suatu kebiasaan buruk, apalagi bila hal tersebut dirasakan si anak membawa
kenikmatan tersendiri. Bila demikian keadaannya, maka maloklusi gigi-gigi tidak
bisa dihindari lagi.
23,20


III.2. Manifestasi Oral Kebiasaan Buruk penyebab Maloklusi
A. Akibat Thumb/Finger Sucking
Kebiasaan mengisap jari atau benda-benda lain dalam waktu yang
berkepanjangan dapat menyebabkan maloklusi. Kebiasaan mengisap jari pada fase
geligi sulung tidak mempunyai dampak pada gigi permanen bila kebiasaan
tersebut telah berhenti sebelum gigi permanen erupsi. Bila kebiasaan ini terus
berlanjut sampai gigi permanen erupsi akan terdapat maloklusi dengan tanda-
tanda berupa incisivus atas proklinasi dan terdapat diastema, lengkung atas
sempit, protrusi gigi anterior rahang atas, incisivus rahang bawah retrusi atau
sedikit berdesakan, prognatik segmen premaksila, retrognatik mandibula, overjet
besar, gigitan terbuka anterior, palatum tinggi, dan gigitan silang posterior
63

bilateral. Maloklusi yang terjadi ditentukan oleh jari mana yang diisap dan
bagaimana pasien meletakkan jarinya pada waktu mengisap.
13,17

B. Akibat Lip Sucking/Lip Biting
Kebiasaan mengisap bibir bawah dapat menyebabkan proklinasi incisivus
atas disertai jarak gigit yang bertambah, retroklinasi incisivus bawah, gigitan
terbuka (openbite), protrusi gigi anterior rahang atas, retrusi gigi anterior rahang
bawah, inflamasi jaringan lunak, dan bekas gigi pada bibir bawah merah
meradang.
13,17

C. Akibat Tongue Thrust
a) Multiple diastema.
b) Protrusi gigi anterior rahang atas.
c) Protrusi gigi anterior rahang bawah.
d) Gigitan terbuka anterior.
e) Overjet besar.
17


D. Akibat Mouth Breathing
Bernafas melalui mulut yang kronis secara jelas akan merubah keadaan
gigi geligi dan lengkung gigi. Individu yang bernafas melalui mulut menunjukkan
anterior crossbite, tendensi openbite, lengkung dental atas sempit, meningkatnya
overjet dan timbul notching pada bibir atas. Kelainan klinis yang paling sering
terlihat pada individu yang bernafas melalui mulut adalah retrognati mandibula,
64

dataran mandibula yang curam dan sudut gonial bertambah besar, protrusi gigi
anterior maksila, palatal vault yang tinggi, anterior openbite, posterior crossbite,
konstriksi lengkung maksila berbentuk V, bibir atas flasid atau hipotonus, bibir
bawah hipertrofi, dan penampilan wajah yang bodoh dengan postur mulut terbuka.
Walaupun sering dijumpai tanda-tanda klinis pada individu yang bernafas
melalui mulut, tetapi hubungan sebab akibat antara perubahan cara bernafas
dengan kelainan perkembangan dentofasial yang terjadi masih belum jelas karena
perkembangan dentofasial dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti genetik dan
lingkungan.
44,17

E. Akibat Bruxism
Bruxism dapat menyebabkan hipersensitivitas termal gigi, hipermobilitas
gigi, mengauskan email gigi, fraktur gigi, cedera pada ligamen periodontal dan
periodonsium, hypercementosis, katup retak dan pulpitis, nekrosis pulpa. Gigi
yang bersangkutan biasanya juga memberikan suara perkusi yang tidak nyaring
dan terasa sakit untuk menggigit terutama pada waktu pagi hari, disfungsi dari
sendi rahang dan juga bisa terjadi sakit kepala berulang. Komplikasi lainnya
adalah kerusakan pada struktur sekitar gigi, yang meliputi resesi dan radang gusi,
resorpsi tulang alveolar, hipertrofi otot-otot pengunyahan dapat terjadi, dan
bruxism sering dikaitkan dengan nyeri wajah.
(4,48,47)



65

III.3. Penatalaksanaan Kebiasaan Buruk
Memodifikasi pola perilaku untuk jangka panjang dikenal program
pembelajaran perilaku yang meliputi : menjaga kesehatan/keberhasilan mulut,
mengoreksi kebiasaan mulut, dan pemakaian alat. Kemungkinan suksesnya
perawatan akan meningkat bila dokter, penderita, dan orang tua secara antusias
ikut terlibat. Menurut Kreit, bila hubungan ibu dan anak (penderita) erat maka
kemungkinan keberhasilan perawatan semakin besar. Pada tahun-tahun terakhir,
terdapat perhatian yang lebih besar mengenai pendekatan psikologis bagi
penderita ortodonsi. Di samping seleksi pasien dan memperbaiki motivasi,
beberapa peneliti telah mencoba dengan suatu bentuk program modifikasi
perilaku ataupun lainnya yang membuktikan kerjasama dari pasien akan menjadi
perawatan lebih efisien.
59

Kebiasaan buruk harus diatasi terlebih dahulu sebelum melakukan koreksi
gigitan terbuka. Terapi bicara, latihan lidah, dan berbagai piranti ortodontik bisa
digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk.

Betapa sulitnya mengoreksi
kebiasaan mulut sehingga menimbulkan frustasi bukan hanya untuk penderitanya
tetapi juga operator telah dikemukakan oleh para ahli sehingga senantiasa menjadi
bahan penelitian yang menarik. Berbagai metode alat telah diciptakan untuk
mengantisipasi/mengoreksi kebiasaan yang telah menjadi suatu pola perilaku si
anak.
41,60

Kebiasaan mulut sebagai penyebab maloklusi perlu dikoreksi karena
berbagai problem yang ditimbulkannya antara lain gangguan estetik, bicara, dan
fungsi pengunyahan serta relapsenya maloklusi pada pasca perawatan ortho.
66

Berbagai faktor yang perlu diperhatikan untuk mengoreksi kebiasaan mulut ini
antara lain usia, genetik, ras, kepribadian, motivasi, kerjasama anak, orang tua,
dan ortodontis, filosofi alat, adanya kebiasaan mulut lain yang terkait, besarnya
problem yang ditimbulkan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan sebelum
melakukan perawatan adalah
60,50
:
a) Usia pasien
Pasien sebaiknya berusia 7 tahun ke atas, karena pada usia ini, anak sudah
dapat lebih menerima berbagai alasan dan mengerti akan pentingnya perawatan.
b) Kematangan pasien
Hal ini penting bahwa pasien mengerti masalah yang terjadi dan memiliki
keinginan untuk memperbaikinya. Beberapa bukti menunjukkan bahwa
ketidakmatangan dari pasien menjadi kontradiksi bagi dokter gigi untuk
melakukan perawatan.
c) Orang tua yang kooperatif
Seorang anak yang telah memutuskan untuk menerima perawatan harus
mendapatkan dukungan dan dorongan penuh dari orang tua. Hal ini akan
membantu dalam periode perawatan.
d) Pertimbangan waktu
Seorang dokter gigi harus melihat dengan cermat secara menyeluruh
berkenalan dengan pasiennya selama beberapa bulan atau lebih dan mencatat
kebiasaan umum dari pasien tersebut serta kebiasaan spesifiknya untuk mengatasi
dan menghentikan kebiasaan mereka.

67

e) Penafsiran dari kerusakan yang terjadi
Seorang dokter gigi harus dapat menafsirkan seberapa luas kerusakan yang
terjadi. Hal tersebut berkaitan dengan kompleksitas yang berhubungan dengan
kerusakan akibat kebiasaan buruk. Penafsiran yang benar akan terdengar sebagai
suatu prosedur yang menjadi petunjuk pasien bagi dokter gigi sebagai penunjuk
dan keperluan evaluasi. Jika kerusakan yang terjadi tidak berarti, dokter gigi harus
memberikan penalaran yang serius untuk membatalkan terapi. Namun, jika
kerusakan terlihat jelas tetapi ditemukan ketiadaan faktor kontribusi lainnya,
dokter gigi harus dengan serius mempertimbangkan pemberian terapi.

Berikut beberapa piranti orthodontik yang dapat digunakan untuk
menghentikan kebiasaan buruk pada anak-anak, antara lain:
1. Thumb/Finger Habit Appliance
Salah satu solusi untuk menghilangkan kebiasaan mengisap ibu jari adalah
alat yang disebut "fixed palatal crib". Alat ini diletakkan oleh seorang dokter gigi
pada gigi atas anak dan ditempatkan di belakang gigi atas dan palatum. Alat ini
terdiri dari setengah lingkaran kawat stainless steel yang tersambung dengan steel
band dan disemen pada gigi molar. Alat ini membantu untuk menghentikan
kebiasaan mengisap ibu jari pada bulan pertama penggunaan.
60





68










Gambar 13. Thumb/Finger Habit Appliance
Sumber : http://www.stratfordorthodontics.ca/Treatment/OrthodonticAppliances.aspx.
Accessed on 30
th
Jan 2011


2. Lip Bumper
Lip bumper adalah busur lepasan yang disisipkan ke dalam tube tambahan
yang dikombinasi dengan kawat orthodonsia berupa klamer adams untuk retensi
pada gigi-gigi molar pertama bawah. Bagian labial anterior dari busur tersebut
mempunyai bumper akrilik yang bertumpu tepat di depan gigi-gigi incisivus
rahang bawah. Pengurangan jarak gigit dapat dilakukan dengan pemasangan
piranti orthodonsi lain berupa busur labial di rahang atas. Lip bumper tidak
disolder ke band molar dan dapat dilepas. Lip bumper merupakan suatu pilihan
yang tepat. Pemakaian lip bumper dapat menimbulkan rasa tidak nyaman pada
pemakainya dan bukan hal mudah bagi anak-anak untuk menghilangkan
kebiasaan buruk tersebut. Maka dari itu, sekali lagi dikatakan, diperlukan motivasi
yang kuat pada penderita dan orang tuanya.
50,20

Fungsi dari lip bumper
36,60
:

a) Menghilangkan kebiasaan buruk, seperti mengisap atau menggigit bibir
bawah dan mengisap ibu jari.
b) Untuk melebarkan lengkung gigi baik pada rahang atas ataupun pada rahang
bawah, menambah panjang dan lebar lengkung rahang untuk mendapatkan
69

ruang bagi gigi-gigi permanen yang erupsi dan mengatasi gigi-gigi yang
berjejal.
c) Menghindarkan tekanan otot bibir dan mengurangi hipertonicity otot
mentalis.
d) Mengurangi overjet.
e) Mempertahankan molar agar tidak bergeser ke mesial.





Gambar 14. Lip bumper
Sumber : http://www.drbarrowes.com/parts.asp. Accessed on 29
th
Jan 2011


3. Oral screen
Oral screen merupakan salah satu alat efektif yang paling mudah
digunakan untuk mengoreksi protrusi gigi anterior rahang atas. Alat ini
diistilahkan sebagai physiologic appliance karena alat ini tidak menyebabkan
pergerakan gigi dengan bantuan kawat, tetapi menghasilkan gaya yang menahan
gigi anterior rahang atas dengan cara menekan perioral musculature.
Oral screen digunakan pada kasus maloklusi untuk mengoreksi protrusif
rahang atas dan openbite. Ada beberapa metode dan bahan yang digunakan untuk
membuat oral screen (karet, akrilik, flexiglass, dan plastik tidak tahan panas).
70

Penggunaan oral screen sebagaimana mestinya setiap malam dan pada waktu
tidur. Fungsi dari oral screen adalah :
a) Menghilangkan kebiasaan buruk, seperti :
Menggigit bibir. Membuat kompetensi bibir yang lebih baik dan
mengurangi kecenderungan menggigit bibir (slack-lipped) yang sering
terlihat pada kasus openbite anterior.
Menjulurkan lidah. Mengendalikan kecenderungan lidah untuk mengisap
ke daerah openbite dan kemudian meningkatkan keseluruhan pola
mengunyah. Oral screen juga mendorong lidah untuk mengisap ke arah
lateral yang lebih efektif dalam menyeimbangkan gerakan otot-otot pipi.
Menghalangi bernafas melalui mulut. Pola pergerakan udara yang lebih
normal melewati hidung akan terbentuk, dan kekeringan rongga mulut
serta odem pada gingival yang terlihat pada pasien mouth breathing akan
berkurang.
b) Membatasi seminimal mungkin pergerakan otot mentalis pada bibir bawah.
Ini juga membantu untuk menormalkan pola mengunyah.
c) Sebagai alat pengingat bagi anak untuk latihan mengurangi kebiasaan
buruknya yang diinstruksikan oleh dokter gigi.
50

4. Tongue Thrusting Appliance
Salah satu piranti orthodontik untuk menghilangkan kebiasaan mengisap
jempol dan menjulurkan lidah adalah menggunakan tongue crib yang dinilai
efektif untuk kasus gigitan terbuka anterior tipe dental pada gigi bercampur.

Cara
yang dilakukan untuk memperbaiki kebiasaan menyodorkan lidah dengan
71

memberikan pasien tongue thrusting appliance. Fungsi dari tongue thrusting
appliance menghilangkan kebiasaan buruk, seperti : mengisap ibu jari dan
menjulurkan lidah.
41,60











Gambar 15. Tongue Thrusting Appliance
Sumber:http://www.stratfordorthodontics.ca/Treatment/OrthodonticAppliances.aspx.
Accessed on 30
th
Jan 2011


5. Pre-Orthodontic Trainer
Pre-orthodontic Trainer merupakan alat miofungsional yang dirancang
oleh Dr.Chris Farrell. Alat tersebut merupakan alat yang siap pakai, tidak perlu
dicetak maupun dibentuk sehingga tidak perlu dikerjakan di laboratorium. Alat ini
berbentuk seperti parabolik menyerupai lengkung rahang atas dan rahang bawah
yang alami, yaitu sempit di bagian anterior dan lebar di bagian posterior. Tersedia
dalam satu ukuran yang universal sehingga sesuai untuk semua rahang anak-anak
yang besar maupun yang kecil.
Fungsi dari Pre-orthodontic Trainer :
a) Memperbaiki keadaan profil wajah yang konveks dan gigi geligi dengan cara
memberikan latihan otot-otot sekitar mulut.
b) Mengurangi kebiasaan buruk, seperti:
Bernafas melalui mulut (mouth breathing)
72

Menyodorkan lidah (tongue thrust)
Mengisap ibu jari (thumb sucking)
Bruxism
c) Membantu penentuan posisi rahang agar gigi tetap berada pada lengkung
rahangnya sehingga mempermudah perawatan orthodontik di masa yang akan
datang dan mengurangi kemungkinan pencabutan gigi yang tidak
diperlukan.
(61)






Gambar 16. Pre-Orthodontic Trainer
Sumber : http://www.orthodonticproductsonline.com/issues/articles/2007-07_09.asp.
Accessed on 14
th
Feb 2011










73

BAB IV
PENUTUP

IV.1 Kesimpulan
Posisi gigi geligi yang baik merupakan faktor yang penting untuk estetis,
fungsi, dan memelihara atau memperbaiki kesehatan gigi. Adakalanya maloklusi
tidak menimbulkan gangguan pada kesehatan seseorang tetapi dapat menimbulkan
gangguan fungsi yang tidak diinginkan dan ketidakseimbangan estetik. Estetika
yang kurang baik bisa ditimbulkan oleh adanya kebiasaan buruk anak sejak kecil
yaitu oral habit dimana merupakan penyimpangan fungsi serta perilaku yang
dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan struktur gigi dan
rahang, misalnya seperti mengisap jari, mengisap botol susu, menjulurkan lidah,
bernapas melalui mulut, dan bruksisme. Namun tidak semua kebiasaan buruk
dapat menyebabkan maloklusi, kecuali yang memiliki faktor yang berpengaruh
seperti lamanya kebiasaan itu berlangsung, frekuensi kebiasaan yang sering
dilakukan, dan intensitas tekanan yang mengenai gigi geliginya.

III.2 Saran
Penulis menyarankan agar diharapkan adanya perhatian khusus bagi anak
yang sedang dalam masa tumbuh kembang dimana sering melakukan kebiasaan
buruk. Karena kebiasaan ini dapat mengganggu masa pertumbuhan dan
perkembangan mereka, dan apabila dibiarkan begitu saja akan sangat sulit untuk
dihentikan.
74

DAFTAR PUSTAKA

1. Megananda H.P, Eliza H, Neneng N. Ilmu Pencegahan Penyakit
Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta 2009.
2. Dunia Anak. Menghentikan Kebiasaan Buruk Anak. Available from:
http://duniaanak.rawins.com. Accessed: 2011 Juni 20
th
.
3. Donald J.F, Mark L.W, James F. Pediatric Dental Medicine. Lea &
Febiger: Philadelphia 1980.
4. Ilmu Kesehatan Gigi. Kebiasaan-kebiasaan buruk anak terhadap gigi
anak. Available from: http://ilmukesehatangigi.com. Accessed: 2011
Juni 20
th
.
5. Ozaena. Pengaruh kebiasaan jelek anak terhadap Gigi. Available
from: http://ozaena.blogspot.com. Accessed: 2011 Juni 20
th
.
6. Prevention Indonesia. Menyelamatkan si kecil dari kebiasaan buruk
yang merusak gigi. Available from: http://preventionindonesia.com.
Accessed: 2011 Juni 20
th
.
7. Heriyanto, Eddy. Kebiasaan Buruk dan gigi berjejal. Available from:
http://kedokterangigiuniversitashasanuddinmakassar.com. Accessed: 2011
Juni 20
th
.
8. Rahardjo, Pambudi. Ortodonti Dasar. Airlangga University Press:
2009.
75

9. Suryanegara, Rina. Memperbaiki dan memperindah posisi gigi anak.
Trubus Agriwidya: 2000.
10. Foster, TD. Buku Ajar Ortodonsi. Third Edition. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta 1993.
11. Machfoedz, Ircham. Yetti Zein, A. Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut
Anak-anak dan Ibu Hamil. Fitramaya: Yogyakarta 2005.
12. Suryawati, Ni Putu. Perawatan Gigi Anak. Tim Dian Rakyat: Jakarta
2010.
13. Gildasya, Eriska, Syarief. Prevalence of oral habits in homeless
children under care of Yayasan Bahtera Bandung. Department of
Pediatric Dentistry.
14. Gartika, Meirina. The effect of oral habits in the oral cavity of
children and its treatment. Department of Pediatric Dentistry Faculty of
Dentistry Universitas Padjadjaran: Bandung.
15. Pinkham, J.R. Pediatric Dentistry, Infancy Through Adolescence.
Second Edition. W.B. Saunders Company: Philadelphia.
16. McDonald, Avery, Dean. Dentistry For The Child And Adolescent
Eighth Edition. C.V. Mosby Company: Washington 1988.
17. McDonald, R.E. Avery, D.R. Dentistry For The Child And
Adolescent Fifth Edition. C.V. Mosby Company.
18. Mathewson, RJ. Primosch, RE. Fundamental Of Pediatric Dentistry.
Third Edition. Quintessence Books.
76

19. Steven, MA. Clinical Section. The Ace
TM
Bandage approach to digit-
sucking habits. American Academy of Pediatric Dentistry: 1999.
20. Health Information Library. Malocclusion caused by sucking
behaviors. Available from: http://healthinformationlibrary.com.
Accessed: 2011 Juni.
21. Clinical Affairs. Policy on Oral Habits. American Academy of
Pediatric Dentistry: 2000.
22. Swathi. Oral Habits in Children. Available from:
http://swathi180.hubpages.com. Accessed: 2011 Juni 20
th
.
23. Thumb and Finger-sucking Habits. Available from:
http://orthodontists.org. Accessed: 2011 Juni 20
th
.
24. Alexander, RG. Teknik Alexander, Konsep dan Filosofi
Kontemporer. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta 1996.
25. Foster, TD. Buku Ajar Ortodonsi. Third Edition. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta 1993.
26. Rahardjo, Pambudi. Ortodonti Dasar. Airlangga University Press:
2008.
27. Rahardjo, Pambudi. Ortodonti Dasar. Surabaya: Airlangga University
Press: 2009. p.54-5
28. Heriyanto, Eddy. Maloklusi pada anak. Available from: http://fkg-
unhas.blogspot.com. Accessed: 2011 Juni 20
th
.
29. Noname. Perawatan Orthodontik. Available from:
http://gigi.klikdokter.com. Accessed: 2011 Juni 20
th
.
77

30. Anggatama. Oklusi dan Maloklusi. Available from:
http://anggatama.wordpress.com. Accessed: 2011 Juni 20
th
.
31. Noname. Akibat yang Ditimbulkan dari Bruxism. Available from:
http://www.ilmukesehatan.com. Accessed: 2011 Juni 20
th
.
32. Noname. Maloklusi. Available from: http://dscku.blogspot.com/.
Accessed: 2011 Juni 20
th
.
33. Noname. Kesehatan Gigi Anak. Available from:
http://www.allcaredentalcentre.com. Accessed: 2011 Juni 20
th
.
34. Noname. Mencegah Maloklusi. Available from:
http://www.ilmukesehatangigi.com. Accessed: 2011 Juni 20
th
.
35. Noname. Maloklusi. Available from:
http://luv2dentisha.wordpress.com. Accessed: 2011 Juni 20
th
.
36. Noname. Etiologi maloklusi. Available from: http://www.scribd.com.
Accessed: 2011 Juni 20
th
.
37. Belindch. Pengaruh Kebiasaan Mengisap Ibu Jari Sebagai Faktor
Etiologi Open Bite Anterior. Available from:
http://belindch.wordpress.com. Accessed: 2011 Juni 20
th
.
38. Hariyadi, Effi. 7 Keajaiban Janin Dalam Kandungan. Available
from: http://effihariyadi.blogspot.com. Accessed: 2011 Juni 20
th
.
39. Noname. Efek Buruk Bayi Menghisap Jempol. Available from:
http://www.google.com. Accessed: 2011 Juni 20
th
.
40. Noname. Tongue Thrusting and Myofunctional Therapy. Available
from: http://www.bracessandiego.com. Accessed: 2011 Juni 20
th
.
78

41. Banani, Inna. Resiko Penggunaan Dot. Available from: http://aimi-
asi.org.
42. Noname. Thumb sucking. Available from:
http://www.medicalera.com.
43. Blog Dondy. Kebiasaan buruk pada gigi (Bruksism). Available from:
http://drgdondy.blogspot.com. Accessed: 2011 Juni 20
th
.
44. Travel Okezone. Ayo cegah anak mengisap jempol. Available from:
http://travel.okezone.com. Accessed: 2011 Juni 20
th
.
45. Nurfaisah. Maloklusi akibat pencabutan dini gigi geraham. Available
from: http://praktekdoktergiginurfaisah.blogspot.com.
46. Noname. Klasifikasi Oklusi Angle. Available from:
http://www.doktergigionline.com. Accessed: 2011 Juni 20
th
.
47. Apotek Tunas. Rapikan Gigi Sejak Dini. Available from: http://apotek-
tunas.blogspot.com. Accessed: 2011 Juni 20
th
.
48. Achmad, Harun. Maloklusi, Gigi Tonggos pada anak. Available from:
http://doktergigianakmakassar.blogspot.com. Accessed: 2011 Juni 20
th
.
49. Noname. Orthodontics. Available from: http://cbchealth.blogspot.com.
Accessed: 2011 Juni 20
th
.
50. Adi. Pergerakan Gigi Dalam Bidang Ortodonsia Dengan Alat
Cekat. Available from: http://adifkgugm.wordpress.com.
51. Noname. Perawatan Ortodonti Interseptif Bagi Anak. Available
from: http://gigisehatbadansehat.blogspot.com. Accessed: 2011 Juni 20
th
.
79

52. Paritusta, Lindi. Penggunaan Mouthguard Pada Pasien Anak Dengan
Riwayat Trauma Dental. Available from: http://www.gigigeligi.com.
53. Boyse, K.R.N., dkk. Bad Habits and annoying behaviors.
http://www.med.umich.edu/yourchild/topics/badhabit.htm. Accessed on
16
th
Nov 2010
54. Ellis, C.R. Childhood habit behaviors and stereotypic movement
disorder. Available from : URL :
http://emedicine.medscape.com/article/914071-overview. Accessed on 10
th

Dec 2010
55. Setyaningsih, Nuniek. Gigi susu anak. Available from : URL :
http://www.dentiadental.com/2010/general/gigi-susu-anak/. Accessed on
30
th
Nov 2010
56. Laksimiastuti, S.R. Pemakaian lip bumper pada anak-anak dengan
kebiasaan jelek menggigit bibir bawah dan menghisap ibu jari.
Denta jurnal kedokteran gigi, vol.1-no.2. 2007. p. 90-4
57. Bahirrah, S., Oeripto, A. Perawatan open bite anterior dengan teknik
multiloop edgewise archwire (meaw). Dentika dental journal, vol.14-
no.1. 2009. p. 87-92
58. Mokhtar, M. Dasar-dasar orthodonti : Pertumbuhan dan
perkembangan kraniodentofasial. Medan : Bina insani pustaka. 2002.
p.1-5;21
80

59. Ruslan, K., Zen, Y. Efek alat pre-orthodontic trainer pada perawatan
dini maloklusi kelas II divisi I. Majalah ilmiah kedokteran gigi, vol.21-
no.4. 2006. p.160-9
60. O.P., Kharbanda, dkk. Oral habits in school going children of Delhi : a
prevalence study. J Indian soc pedo prev dent, vol.3-no.21. 2003. p. 120-4.
Available from : URL : medind.nic.in/jao/t03/i3/jaot03i3p120o.pdf. Accessed
on 30
th
Nov 2010
61. Onyeaso, C.O. Oral habits among 7-10 year-old school children in
ibadan, Nigeria. The east african medical journal, vol.81-no.1.2004
Available from: URL:
www.ajol.info/index.php/eamj/article/viewFile/8789/2027. Accessed on 24
th

March 2011
62. Rahardjo, Pambudi. Diagnosis ortodontik. Surabaya : Airlangga
University Press. 2008. p.35-7
63. Faqs. Thumb sucking. Available from : URL :
http://www.growingwell.com/cop/thumbsucking.htm. Accessed on 26
th
Nov
2010
64. Hidajah, Norman. Gambaran klinis, etiologi dan perawatan maloklusi
akibat oral habits. Jurnal kedokteran gigi mahasaraswati, vol.1-no.3. 2003.
p.89-90
65. Bahirrah, S. Implikasi penyapihan dini terhadap perkembangan motorik
oral. Dentika dental journal, vol.14-no.1. 2009. p.98-101
81

66. Irakoesno. Menanggulangi kebiasaan menghisap jempol. Available from
: URL : http://www.dokterkecil.com/lihat.php?kat=2&id=127. Accessed on 4
th

Nov 2010
67. Budhiawan, M., Krisnawati. The use of lip bumper to overcome lower
lip sucking habit. Padjadjaran journal of dentistry, vol.22-no.1. 2010.
p.62-7
68. Hirsh, Gary. Tongue thrusting. Available from : URL :
http://www.bracessandiego.com/tongue_thrust.htm. Accessed on 26
th
Jan
2011
69. Milasari, D.V., I.W.S., Prihandini. Penatalaksanaan maloklusi dengan
gigitan terbuka anterior. Majalah kedokteran gigi, vol.15-no.2. 2008.
p.223-6
70. Achmad, H. Pernafasan mulut pada anak akibat obstruksi saluran nafas
atas. Jurnal kedokteran gigi Indonesia kongres XXII PDGI. 2005. p.478-483
71. Sumartiono, L.H., Koesoemahardja, H.D. Implikasi klinis perubahan cara
bernafas terhadap aktivitas otot dan struktur dentofasial. Majalah ilmiah
kedokteran gigi, th.19-no.56. 2004. p.89-95
72. NN. Bruxism. Available from : URL :
adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/bruxism.pdf. Accessed on 26
th
Nov
2010
73. Kristanti, Y. Pengaruh bruxism terhadap gangguan persendian
temporomandibular. Majalah ilmiah kedokteran gigi Indonesia, vol.III-
no.6. 2001. p.115-8
82

74. Seraj, B., Ahmadi,R., Mirkarimi,M., Ghadimi,S., Beheshti, M.
Temporomandibular disorders and parafunctional habits in children
and adolescence. Available from : URL :
www.sid.ir/en/VEWSSID/J_pdf/101720090107.pdf. Accessed on 24
th
March
2011
75. American Academy of Pediatrics. Bruxism.
http://www.aap.org/oralhealth/pact/ch8_intro.cfm. Accessed on 27
th
Jan 2011
76. Lesmana, M. Manajemen perilaku pada perawatan orthodonsi. Jurnal
kedokteran gigi Indonesia PDGI, vol.52-no.3. 2003. p.26-31
77. Mathewson, R.J., Prismoch, R.E. Fundamentals of pediatric dentistry. 3
rd

ed. Chicago : Quintessence publishing co,inc. 2004. p.353-4
78. Stratford Orthodontics. Orthodontic appliances. Available from : URL :
http://www.stratfordorthodontics.ca/Treatment/OrthodonticAppliances.aspx.
Accessed on 24
th
March 2011
79. Williams, J.K., dkk. Alat-alat ortodonsi cekat: prinsip & praktik. Jakarta
: EGC. 2000. p.68
80. Barrowes, J. Kendall. Appliances. Available from : URL :
http://www.drbarrowes.com/parts.asp. Accessed on 24
th
March 2011
81. Achmad, H., Runkat, J. Koreksi protrusif dengan oral screen pada anak
sebagai tahap terapi awal maloklusi kelas II divisi I. Dentika dental
journal, vol.13-no.2. 2008. p.174-9

Anda mungkin juga menyukai