Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PEMBAHASAN
A.Latar belakang
Usaha mempelajari sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadis ini
diharapkan dapat mengetahui sikap dan tindakan umat Islam yang sebenarnya.
Khususnya para ulama ahli hadis,terhadap hadis serta usaha pembinaan dan
pemeliharaan mereka pada tiap-tiap periodenya sampai akhirnya terwujud kitab-
kitab hasil tadwin secarasempurna. Bahkan, menguatnya kajian hadis dalam dunia
islam tidak lepas dari upaya umat islam yang melakukan counter balik terhadap
sangkaan-sangkaan negatif kalangan orientalis terhadap keaslian hadis. Goldziger
misalnya, ia meragukan sebagian besar keaslian (orisinalitas) hadis, oleh yang
diriwayatkan oleh Bukhari sekalipun. Salah satu alasannya adalah semenjak
wafatnya Nabi Muhammad SAW dengan masa upaya pentadwinan hadis sangat
jauh, menurutnya, sangat sulit untuk menjaga tingkat orisinalitas hadis
tersebut.[1]Sebab studi tentang keberadaan hadis selalu makin menarik untuk di kaji
seiring dengan perkembangan manusia yang semakin kritis. Oleh karena itu
mengkaji sejarah ini berarti melakukan upaya mengungkap fakta-fakta yang
sebenarnya sehingga sulit untuk ditolak keberadaannya. Perjalanan hadis pada tiap-
tiap periodenya mengalami berbagai persoalan dan hambatan yang dihadapinya,
yang antara satu periode dengan periode lainnya tidak sama, maka pengungkapan
sejarah persoalannya perlu diajukan ciri-ciri khusus dan persoalan-persoalan
tersebut.


BAB II
PEMBAHASAN

A. PERKEMBANGAN HADIS PADA MASA RASUL SAW
Membicarakan hadis pada masa Rasul SAW berarti membicarakan
hadis pada awal pertumbuhannya. Maka dalam uraiannya akan terkait
langsung dengan pribadi Rasul SAW sebagai sumber hadis. Rasul SAW
membina umatnya selama 23 tahun . Masa ini merupakan kurun waktu
turunnya wahyu dan sekaligus diwujudkannya Hadis.
Wahyu yang diturunkan Allah SWT kepadanya dijelaskannya melalui
perkataan(aqwal),perbuatan(afal),dan penetapan (taqrir)-nya. Sehingga apa
yang didengar,dilihat dan disaksikan oleh para sahabat merupakan pedoman
bagi amaliah dan ubudiyah mereka. Rasul SAW merupakan satu-satunya
bagi para sahabat, karena ia memiliki sifat kesempurnaan dan keutamaan
selaku Rasul Allah SWT yang berbeda dengan manusia lainnya.
1. Cara Rasul SAW Menyampaikan Hadis
Ada suatu keistimewaan pada masa ini yang membedakannya
dengan masa lainnya. Umat islam secara langsung menerima hadis dari
Rasul SAW tanpa hijab. Allah menurunksan al-Quran dan mengutus Nabi
Muhammad SAW sebagai utusan-Nya adalah sebuah paket yang tidak dapat
dipisahkan,dan apa-apa yang disampaikannya juga merupakan wahyu.
Kedudukan Nabi yang demikian itu secara otomatis menjadikan semua
perkataan,perbuatan dan taqrir Nabi sebagai referensi para sahabat. Para sahabat
secara proaktif berguru dan bertanya kepadanya tentang segala sesuatu yang
mereka tidak mengetahuinya baik dalam urusan dunia maupun akhirat.
Oleh karena itu, tempat-tempat pertemuan diantara kedua belah pihak
sangatlah terbuka dalam banyak kesempatan. Tempat yang biasa digunakan Rasul
SAW cukup bervariasi, seperti di masjid, rumahnya sendiri, pasar, ketika dalam
perjalanan (safar) dan ketika muqim (berada di rumah)

Ada beberapa cara Rasul menyampaikan hadis kepada para sahabat,yaitu :
Pertama, melalui para jamaah pada pusat pembinaaannya yang
disebut majlis al-Ilmi. Melalui hadis ini para sahabat memperoleh banyak peluang
untuk menerima hadis,sehingga mereka berusaha untuk selalu mengkonsentrasikan
diri guna mengikuti kegiatan dan ajaran yang diberikan oleh Nabi.
Kedua, dalam banyak kesempatan Rasul juga menyampaikan hadisnya
melalui para sahabat tertentu,yang kemudian disampaikannya kepada orang lain.
Hal ini karena terkadang ketika ia mewujudkan hadis,para sahabat yang hadir hanya
beberapa orang saja,baik karena disengaja oleh Rasul sendiri atau secara kebetulan
para sahabat yang hadir hanya beberapa orang saja,bahkan hanya satu
orang,seperti hadis-hadis yang ditulis oleh Abdullah ibn Amr ibn Al-Ash.
cara yang dilakukan Rasul adalah melalui ceramah atau pidato di tempat
terbuka,seperti ketika haji wada dan fathul Makkah
2. Perbedaan para sahabat dalam menguasai hadis
Di antara para sahabat tidak sama kadar perolehan dan penguasaan
hadis. Ada yang memilikinya lebih banyak, tetapi ada yang sedikit sekali. Hal
ini tergantung kepada beberapa hal, pertama, perbedaan mereka dalam soal
kesempatan bersama Rasul, kedua, perbedaan mereka dalam soal
kesanggupan bertanya kepada sahabat lain,ketiga ,perbedaan mereka
karena berbedanya waktu masuk Islam dan jarak tempat tinggal dari masjid
Rasul.

3. Menghafal dan Menulis Hadis
a. Menghafal hadis
Untuk memelihara kemurnian dan mencapai kemaslahatan al-Quran
dan Hadis,sebagai dua sumber ajaran Islam, Rasul menempuh jalan yang
berbeda. Yaitu menghafal dan menulis.
Ada dorongan kuat yang cukup memberikan motivasi kepada para
sahabat dalam kegiatan menghafal hadis ini.Pertama, karena kegiatan
menghafal merupakan budaya bangsa Arab yang telah diwarisinya sejak
praislam dan mereka terkenal kuat hafalannya; kedua, Rasul banyak
memberikan spirit melalui doa-doanya; ketiga, seringkali ia menjanjikan
kebaikan akhirat kepada yang menghafal dan menyampaikannya kepada
orang lain.
b. Menulis Hadis
Beberapa sahabat yang memiliki catatan dan penulisan terhadap hadis :
Abdullah ibn Amr Al-Ash,Jabir ibn Abdillah ibn Amr Al-Anshari, Abu Hurairah Al-
Dausi, Abu Shah (Umar ibn Saad Al-Anmari)
c. Mempertemukan Dua Hadis yang Bertentangan
Dengan melihat dua kelompok hadis yang kelihatannya terjadi kontradiksi,seperti
para hadis dari Abu Said Al-Hudri di satu pihak,dengan hadis dari Abdullah ibn Amr
ibn Al-Ash. Diantara mereka ada yang menggugurkan salah satunya,seperti dengan
jalan nasikh dan mansukh dan ada yang berkompromi keduanya sehingga keduanya
tetap digunakan (mamul)

Perkembangan hadis pada masa sahabat sampai sekarang
Periode kedua sejarah perkembangan hadis adalah masa sahabat,
khususnya masa khalafa al-rashidin yang berlangsung sekitar tahun 11-40 H. Masa
ini disebut juga masa sahabat besar.
1. Menjaga Pesan Rasul SAW
Pada masa menjelang akhir kerasulannya,Rasul berpesan kepada
para sahabat agar berpegang teguh kepada al-Quran dan Hadis serta
mengajarkannya kepada orang lain, sebagaimana sabdanya: yang artinya,
Telah aku tinggalkan untuk kalian dua macam, yang tidak akan sesat setelah
berpegang kepada keduanya, yaitu kitab Allah (al-Quran) dan Sn=unahku (al-
Hadis). (HR. Malik). Dan sabdanya pula:
Sampaikanlah dariku walau satu ayat atau satu hadis
2. Berhati-hati dalam Meriwayatkan dan Menerima Hadis
Perhatian para sahabat pada masa ini terutama sekali terfokus pada
usaha memelihara dan menyebarkan al-Quran. Ini terlihat bagaimana al-
Quran dibukukan pada masa Abu Bakar atas saran Umar bin Khattab.
Usaha pembukuan ini diulang juga pada masa Usman bin Affan, sehingga
melahirkan Mushaf Usmani
Kehati-hatian dari usaha membatasi periwayatan yang dilakukan para
sahabat,disebabkan karena mereka khawatir terjadinya kekeliruan,yang
padahal mereka sadari bahwa hadis merupakan sumber tasri setelah al-
Quran,yang harus dijaga dari kekeliruannya sebagaimana al-Quran.
Setelah Rasul wafat Abu Bakar pernah mengumpulkan para sahabat. Kepada
mereka,ia berkata : Kalian meriwayatkan hadis-hadis Rasul SAW yang
diperselisihkan orang-orang setelah kalian akan lebih banyak berselisih karenanya.
Maka janganlah kalian meriwayatkan hadis(tersebut)
3. Periwayatan Hadis dengan Lafaz dan Makna
Pembatasan atau penyederhanaan periwayatan hadis,yang ditunjukkan oleh
para sahabat dengan sikap kehati-hatiannya,tidak berarti hadis-hadis rasul tidak
diriwayatkan.
Ada dua jalan para sahabat dalam meriwayatkan hadis dari Rasul
SAW. Pertama, dengan jalan periwayatan lafdzi(redaksinya persis seperti yang
disampaikan Rasul) dan kedua, dengan jalan periwayatan maknawi(maknanya saja)
a. Periwayatan Lafdzi
Periwayatan lafdzi adalah periwayatan hadis yang redaksinya atau matannya
persis seperti yang diwurudkan Rasul SAW. Ini hanya bisa dilakukan apabila mereka
hafal benar apa yang disabdakan Rasul SAW.
b. Periwayatan Maknawi
Periwayatan maknawi artinya periwayatan hadis yang matannya tidak persis
sama dengan yang di dengarnya dari Rasul SAW,akan tetapi isi atau maknanya
tetap terjaga secara utuh,sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Rasul SAW,tanpa
ada perubahan sedikitpun.
Namun para sahabat tetap hati-hati dalam melakukannya. Ibn Masud
misalnya,ketika ia meriwayatkan hadis ada istilah-istilah tertentu yang digunakan
untuk menguatkan penukilannya,seperti dengan kata: qala Rasul SAW
hakadza(Rasul SAW telah bersabda begini),atau nahwan atau qala Rasul
SAW qariban min hadza.

B. PEMBAGIAN HADITS
a. berdasarkan kuantitas periwayat
Pembagian Hadits berdasarkan Kuantitas Rawi Hadits ditinjau dari segi
sedikit banyaknya rawi yang menjadi sumber berita terbagi pada dua macam,
yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad.
1. Hadits mutawatir Mutawatir, menurut bahasa, adalah isim fail musytaq dari
Attawatur artinya At-tatabu (berturut-turut). Adapun hadits mutawatir menurut istilah
ulama hadits adalah : Khabar yang didasarkan pada pancaindra yang dikabarkan
oleh sejumlah orang yang mustahil menurut adat mereka bersepakat untuk
mengkabarkan berita itu dengan dusta.
- -rawi
mereka sampaikan itu harus benar-benar hasil pendengaran atau penglihatan
sendiri. Jumlah rawinya harus mencapai kuantitas tertentu sehingga tidak mungkin
mereka sepakat untuk berdusta. Dengan demikian, jumlahnya adalah relatif, tidak
ada batas tertentu. Menurut Abu Ath-thayib jumlah perawinya empat orang, Ashhab
As-SyafiI menyatakan lima orang, dan ulama lain menyatakan mencapai 20 atau 40
orang. Adanya keseimbangan jumlah antara para rawi dalam Thabaqah pertama
dengan jumlah rawi dalam Thabaqah berikutnya. Klasifikasi Hadits Mutawattir Hadits
Mutawattir Lafdzi Hadits Mutawtiir Manawi Hadits Mutawatir 'Amali
2. Hadits Ahad Hadits ahad adalah hadits yang jumlah rawinya tidak sampai pada
jumlah mutawatir, tidak memenuhi syarat mutawatir, dan tidak pula sampai pada
derajat mutawatir. Hal ini dinyatakan dalam kaidah ilmu hadits berikut ini : Hadits
tentang Hadit -Qasayani, sebagian ulama
Dhahiriyah dan Ibnu Dawud, mengatakan bahwa kita tidak wajib beramal dengan
hadits ahad. Jumhur ulama ushul menetapkan bahwa hadits ahad memberi faedah
dhan. Oleh karena itu, hadits ahad wajib diamalkan sesudah diakui kesahihannya.
Sebagian ulama menetapkan bahwa hadits ahad diamalkan dalam segala bidang.
b. berdasarkan kualitas periwayat
Hadits Marfu Hadits Marfu adalah perkataan, perbuatan, atau taqrir yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., baik sanad hadits tersebut
bersambungsambung atau terputus-putus, baik yang menyandarkan hadits itu
sahabat maupun lainnya. Marfu artinya yang diangkat, yang dimajukan, yang
diambil, yang dirangkaikan, yang disampaikan. Hadits Mauquf Hadits Mauquf adalah
hadits yang disandarkan kepada sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan, atau
jangan menunggu datangnya pagi hari, dan bila kau berada di waktu pagi jangan
menunggu datangnya sore hari. Ambillah dari waktu sehatmu persediaan untuk
waktu sakitmu dan dari waktu hidupmu untuk persediaan matimu. (HR. Bukhari)
Hadits Maqthu Hadits Maqthu adalah hadits yang disandarkan kepada tabiin
atau orang sebawahnya, baik perkataan atau perbuatan. Dari segi bahasa, berarti
hadits yang terputus. Contohnya ialah perkataan Haram bin Jubair, seorang
tabiin besar, ujarnya: Orang mukmin itu bila telah mengenal tuhanya azza
wajalla, niscaya iamencintainya dan bila ia mencintainya Allah
menerimanya.

C. MARTABAT HADITS SHAHIH
Martabat hadits shahih dibagi tiga:
1.Martabat rawi
Untuk menetapkan termasuknya seseorang perowi dalam satu-satu
martabat, cukup kita perhatikan kepada sifat yang disebutkan ulama untuk
masing-masing rawi.
Sungguhpun begitu, sering di dalam kitab-kitab, kita dapati hal
martabat itu ulama singkatkan saja dengan sebutan Sianu lebih hafazh dari
si anu, atau lebih teliti dari si anu, atau lebih dlabit dari si anu, dan
seumpamanya.

Seperti dikatakan:
Hisyam bin Abi Abdillah lebih teliti dan lebih dhobit dari Aban bin Yazid.
Abu Nuaim, Syaikh Bukhari, lebih hafazh dari Muhammad bin Katsir, Syaikh Abi
Dawud.
Ibnu Aj-lan, tentang hafalannya, di bawah ibnu Abi Dzib.
2. Martabat sanad
Martabat sanad ini, sebenarnya bergantung kepada rawi-rawi. Kalau rawi-
rawi bermartabat tinggi, tentu sanadnya pun turut tinggi. Demikian juga, kalau rawi-
rawinya bermartabat pertengahan atau rendah.
Oleh karena itu, martabat bagi sanad hadits shahih juga boleh dibagi kepada tiga
derajat, yaitu:
1. Ul-ya (yang tinggi).
2. Wush-tha (yang pertengahan).
3. Dun-ya (yang rendah).




3. Martabat Matan
Karena melihat kepada ketelitian seseorang Mukharrij dalam memeriksa
sifat-sifat dan keadaan masing-masing rawi, terdapatlah beberapa tingkatan
martabat bagi matan Hadits-hadits shahih.
Maratabat pertama: hadits (matan) yag diriwayatkan oleh imam-imam Bukhari,
Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, NasaI dan Ibnu Majjah.)[8]
Martabat kedua: hadits yang hanya diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bersama-
sama. Atau disebut dengan Muttafaq Alaih, artinya yang disetujui.)
Martabat ketiga: hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari saja.
Martabat keempat: hadits yang diriwayatkan oleh imama Muslim saja.
Martabat kelima: hadits yang diriwayatkan oleh ahli hadits lain menurut syarat
Bukhari dan Muslim.
Martabat keenam: hadits yang diriwayatkan oleh ahli hadits lain menurut syarat
bukhari saja.
Martabat ketujuh: hadits yang diriwayatkan oleh ahli hadits lain menurut syarat
Muslim saja.
Martabat kedelapan: hadits yang disahkan oleh imam-imam selain imam Bukhari
dan Muslim.[9]
Contoh Hadits Shahih:
Bermartabat pertama,

.( )
Artinya: telah bersabda Rasulullah Saw. : Lima perkara m,asuk bilangan agama;
mencukur ranbut kemaluan, berkhitan, menggunting misai, mencabut rambut ketiak,
dan memotong kuku.
Hadits ini dikatakan matannya bermaratbat yang paling tinggi tentang
sahnya, karena diriwayatkan oleh imam-imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud,
Turmudzi, Nasai dan ibnu Majah, bahkan ada juga diriwayatkan oleh iamm
Ahmad.
Contoh Hadits Shahih:
Bermartabat delapan:

. ( )
Artinya; Telah besabda Rasullullah Saw: Tidak ada satupun perkara yang lebih berat
dalam timbangannya daripada kelakuan yang baik.
Hadits ini, matannya dikatakan paling rendah tentang sahnya, karena diriwayatkan
oleh Abu Dawud dan Turmudzi serta disahkan oleh Turmudzi.



D. PENGERTIAN HADIS SAHIH, HASAN DAN DHAIF
Hadis Sahih Sahih menurut lughat adalah lawan dari saqim, artinya sehat
lawan sakit, haq lawan batil. Menurut ahli hadis, hadis sahih adalah hadis yang
sanadnya bersambung, dikutif oleh orang yang adil cermat dari orang yang sama,
sampai berakhir pada rasulullah SAW., atau sahabat atau tabiin, bukan hadis yang
syad (kontroversi) dan terkena illat yang menyebabkan cacat dalam
penerimaannya. Dalam definisi lain, hadis sahih adalah: Hadis yang dinukilkan
(diriwayatkan) oleh rawi-rawi yang adil, sempurna ingatannya, sanadnya
bersambung-sambung, beriilat, dan tidak janggal. * Syarat-Syarat Hadis Sahih
Rawinya bersifat adil Rawinya bersifat dhabit Sanadnya bersambung Tidak
berillat Tidak Syadz (janggal)
1. Klasifikasi Hadis Sahih Sahih li dzatih Sahih li ghairih Martabat Hadis
Sahih Hadis sahih yang paling tinggi derajatnya adalah hadis yang
bersanad ashahul asanid, kemudian berturut-turut sebagai berikut: Hadis
yang disepakati Bukhari Muslim Hadis yang disepakati imam Bukhari
sendiri Hadis yang diriwayatkan Imam Muslim sendiri Karya-Karya yang
Hanya Memuat Hadis Sahih 1. Shahih Bukhari 2. Shahih Muslim 3.
Mustadrak al-Hakim 4. Shahih Ibnu Hibban 5. Shahih Ibnu Khuzaimah
2. Hadis Hasan a. Pengertian Hadis Hasan Hasan, menurut lughat adalah sifat
musybahah dari Al-Husna, artinya bagus. Menurut Ibnu Hajar, hadis hasan
adalah. Khabar ahad yang dinukil oleh orang yang adil, kurang sempurna
hapalannya, bersambung sanadnya, tidak cacat dan tidak syadz. b.
Klasifikasi Hadis Hasan Hadis hasan terbagi atas : hasan lidzatih adalah
hadis yang memenuhi syarat-syarat hadis hasan hasan ligairih adalah hadis
dhaif yang bukan dikarenakan rawinya pelupa, banyak salah dan orang fasik,
yang mempunyai mutabi dan syahid. c. Kedudukan Hadis Sahih dan Hasan
dalam Berhujjah d. Kitab-kitab yang Mengandung Hadis Hasan Fami At-
Tirmidzi, dikenal dengan sunan At-Tirmidzi, merupakan sumber untuk
mengetahui hadis hasan. Sunan Abu Dawud Sunan Ad-daruquthi
3. Hadis Dhaif Dhaif menurut lughat adalah lemah, lawan dari qawi (yang kuat).
Adapun menurut Muhaditsin hadis dhaif adalah semua hadis yang tidak
trkumpul padanya sifat-sifat bagi hadis yang diterima dan menurut
kebanyakan pendapat ulama, hadis dhaif adalah yang tidak terkumpul
padanya sifat hadis sahih dan hasan. Hadits yang tidak sampai pada
derajat Hasan. Klasifikasi Hadis Dhaif Para ulama Muhaditsin
mengemukakan sebab-sebab tertolaknya hadis dari dua jurusan, yakni dari
jurusan sanad dan jurusan matan. Sebab-sebab tertolaknya.

Anda mungkin juga menyukai