Anda di halaman 1dari 22

Motivasi Kerja

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas matakuliah Psikologi Industri dan Organisasi
Dosen : Laila Meiliyandrie Indah W, PhD



Disusun Oleh :
Mutiara Ristiyani Devi
Yuko Bagus Febrianto


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
2014
Kata Pengantar

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, karena kami dapat menyelesaikan
tugas pembuatan makalah kami yang berjudul Motivasi Kerja pada matakuliah
Psikologi Industri Organisasi, dengan tujuan untuk memenuhi tugas kami dalam
matakuliah Psikologi Industri Organisasi.
Melalui kata pengantar ini kami terlebih dahulu meminta maaf dan memohon
maklum bila mana isi makalah kami ini ada kekurang dan ada tulisan yang kami
buat kurang tepat.
Dengan ini Penulis mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa
syukur dan juga terimakasih, semoga Allah SWT memberkahi makalah ini
sehingga dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.

Bekasi, 04 Juni 2014

Penulis






i
Daftar Isi

Kata Pengantar ....................................................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................................................ ii
Pendahuluan .......................................................................................................... iii
BAB I : Pengertian ................................................................................................ 1
BAB II : Teori ....................................................................................................... 3
BAB III : Meningkatkan Motivasi Kerja ............................................................. 12
Kesimpulan ........................................................................................................... iv
Daftar Pustaka ....................................................................................................... v













ii
Pendahuluan

Pada makalah ini dibahas tentang motivasi kerja. Motivasi dapat dipandang
sebagai satu ciri yang ada pada calon tenaga kerja ketika diterima masuk bekerja
di perusahaan, dibawa masuk oleh tenaga kerja. Selama bekerja, motivasi tenaga
kerja mengalami perubahan-perubahan sebagai hasil interaksi antara tenaga kerja
dengan lingkungan kerja sekitarnya, sehingga dapat pula dipandang sebagai
keluaran dari tenaga kerja. Tenaga kerja mulai bekerja dengan derajat motivasi
kerja tertentu, tergantung apa yang dialami selama ia bekerja, dan tergantung
bagaimana ia persepsikan imbalan yang diberikan kepadanya atas unjuk kerjanya
ia akan mengalami kenaikan atau penurunan dari motivasi kerjanya.

Setiap hari secara sadar atau tidak sadar, kita dihadapi dan dijalani dua
macam situasi, yaitu situasi masalah (problem situation) dan situasi pilihan
(choice situation) yang juga dinamakan situasi konflik.

Dalam situasi masalah seseorang menghadapi berbagai macam rintangan
dalam upayanya mencapai sesuatu atau tujuan yang diinginkan. Proses dan
besarnya upaya seseorang untuk mengatasi rintangan-rintangan agar dapat
mencapai tujuannya menggambarkan besar motivasinya.

Kekuatan motivasi dalam keberhasilan kolektif telah dilakukan penelitian
yang dilakukan bertahun-tahun telah mengirimkan sinyal campuran mengenai
efektifitas kelompok dan tim. Sementara pada penelitian tingkat grup telah secara
luas mendukung hubungan positif antara kelompok dan karyawan saling
mempengaruhi, hanya hasil campuran pada penelitian by Stajkovic and Lee (2001)
telah ditemukan dampak pada kinerja kelompok kerja.

iii
Modifikasi perilaku organisasi adalah pendekatan perilaku terhadap
motivasi kerja, pendekatan ini menerapkan prinsip-prinsip behaviorisme yang
dikembangkan oleh BF Skinner untuk mempromosikan perilaku karyawan bahwa
majikan dianggap menguntungkan dan mencegah mereka melakukan yang tidak
tidak

















BAB I
Pengertian

1.1 Motivasi Kerja
Motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan
mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang
mengarah ke tercapainya tujuan tertentu. Jika tujuan berhasil dicapai maka
akan memuaskan atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Misalnya,
rasa haus (kebutuhan untuk minum) menyebabkan kita tertarik pada air
segar. Jika tidak haus maka kita bersikap netral terhadap air.
Berlangsungnya motivasi dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut ini:

Gambar 1.1. Proses Motivasi

Sekelompok kebutuhan yang belum dipuaskan menciptakan suatu
ketegangan yang menimbulkan dorongan-dorongan untuk melakukan
serangkaian kegiatan (berperilaku mencari) untuk menemukan dan
mencapai tujuan-tujuan khusus yang akan memuaskan sekelompok
kebutuhan tadi yang berakibat berkurangnya ketegangan.

1
Kelompok
kebutuhan yang
belum dipuaskan
Ketegangan
Dorongan-
dorongan
Melakukan
serangkaian
kegiatan (perilaku
mencari)
Tujuan telah
tercapai
(kebutuhan yang
telah dipuaskan)
Reduksi dari
ketegangan
Pada tahap dorongan-dorongan dan tahap melakukan kegiatan-
kegiatan individuberada dalam situasi pilihan: tujuan-tujuan apa saja yang
ingin dan diperkirakan dapat dicapai, yang diharapkan akan memenuhi
kelompok kebutuhan apa saja. Masing-masing tujuan memiliki harkat yang
berbeda-beda bagi individu.
Pada akhir tahap melakukan serangkaian kegiatan individu telah
mengambil keputusan, apa yang telah ia pilih, sehingga ia memasuki situasi
masalah. Ia menghadapi berbagai rintangan untuk dapat mencapai tujuan
dan memenuhi sekelompok kebutuhannya.
Tidak semua kebutuhan dapat dipuaskan pada satu saat. Pada suatu
saat sekelompok kebutuhan dapat dipuaskan, pada saat lain kelompok
kebutuhan lain. Pemuasan kebutuhan berlangsung terus menerus, secara
sadar maupun secara tidak sadar.

















2
BAB II
Teori-teori Motivasi

Banyak teori motivasi yang telah dikembangkan. Dari teori motivasi yang
ada, ada yang lebih menekankan pada Apa yang memotivasi tenaga kerja, yaitu
teori motivasi isi, dan ada yang memusatkan perhatiannya pada Bagaimana
proses motivasi berlangsung, yaitu teori motivasi proses. Teori motivasi ini
berkeyakinan tentang adanya kondisi internal dalam individu yang dinamakan
kebutuhan atau motif. Teori proses bersibuk diri dengan menemukenali dan
mempelajari proses-proses yang memprakarsai, mempertahankan dan mengakhiri
perilaku.
Dalam makalah ini akan dibahas delapan teori motivasi, empat diantaranya
yaitu: teori tata tingkat-kebutuhan, teori eksistensi-relasi-pertumbuhan, teori dua
faktor, teori motivasi berprestasi, dan empat dari teori motivasi proses yaitu: teori
pengukuhan, teori tujuan, teori expectacy, dan teori equity.
Kedelapan teori yang dibahas disini lebih saling melengkapi daripada saling
bersaing. Setiap teori telah memberikan sumbangan yang berarti tentang apa yang
diketahui tentang motivasi kerja.

2.1 Teori Motivasi Isi
a. Teori Tata Tingkat Kebutuhan
Teori ini merupakan teori motivasi kerja yang paling luas dikenal. Maslow
berpendapat bahwa kondisi manusia berada dalam kondisi mengejar yang
bersinambung. Jika suatu kebutuhan dipenuhi, langsung kebutuhan tersebut
diganti oleh kebutuhan lain. Proses berkeinginan secara nonstop
memoyivasi kita sejak lahir sampai meninggal. Maslow mengajukan bahwa
ada lima kelompok kebutuhan yang disusun secara tata tingkat sebagaimana
pada gambar 1.2. di bawah ini


3


Menurut Maslow, individu dimotivasi oleh kebutuhan yang belum
dipuaskan, yang paling rendah, paling dasar dalam tata tingkat. Begitu
tingkat kebutuhan ini dipuaskan, ia tidak akan lagi memotivasi
perilaku. Kebutuhan pada tingkat berikutnya yang lebih tinggi menjadi
dominan. Dua tingkat kebutuhan dapat beroperasi pada waktu yang
sama, tetapi kebutuhan pada tingkat lebih rendah yang dianggap
menjadi motivator yang lebih kuat dari perilaku. Maslow juga
menekankan bahwa makin tinggi tingkat kebutuhan, makin tidak
penting ia untuk mempertahankan hidup (survial) dan makin lama
pemenuhannya dapat ditunda.

Kebutuhan Fisiologikal (faali)
Kebutuhan yang timbul berdasarkan kondisi fisiologikal kita,
seperti kebutuhan untuk makan dan minum, udara segar, dan
kebutuhan lainnya yang bersifat primer atau dasar yang harus
dipenuhi. Jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka
individu berhenti eksistensinya.


4
Kebutuhan
Fisiologis
Kebutuhan
Rasa Aman
Kebutuhan
Sosial
Kebutuhan
Harga Diri
Kebutuhan
Aktualisasi Diri
Kebutuhan Rasa Aman
Kebutuhan ini masih sangat dekat dengan kebutuhan fisiologis.
Kebutuhan ini mencangkup kebutuhan untuk dilindungi dari
bahaya ancaman fisik. Dalam pekerjaan, kita jumpai kebutuhan
ini dalam bentuk rasa asing sewaktu menjadi tenaga kerja
baru, atau sewaktu pindah ke kota baru.
Kebutuhan Sosial
Kebutuhan ini mencangkup memberi dan menerima
persahabatan, cinta kasih, rasa memiliki. Setiap orang ingin
menjadi anggota kelompok sosial, ingin mempunyai teman,
sahabat maupun kekasih. Dalam pekerjaan kita jumpai
kelompok informal yang merupakan kegiatan untuk memenuhi
kebutuhan sosial seorang tenaga kerja.
Kebutuhan Harga Diri (esteem needs)
Kebutuhan ini meliputi:
- Faktor-faktor internal, seperti kebutuhan harga diri,
kepercayaan diri, otonomi dan kompetensi;
- Faktor-faktor eksternal, seperti kebutuhan untuk dikenali
dan diakui (recognition) dan status.
Kebutuhan Aktualisasi Diri
Kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan
kemampuan yang dirasakan dan dimiliki. Kebutuhan ini
mencangkup kebutuhan untuk menjadi kreatif, kebutuhan
untuk dapat merealisasikan potensinya secara penuh.
Kebutuhan ini menekankan kebebasan dalam melaksanakan
tugas pekerjaannya.





5
Teori tata tingkat kebutuhan dari Maslow ini tidak mencerminkan
adanya kebutuhan-kebutuhan yang mengarah ke motivasi kerja yang
proaktif ataupun yang reaktif.

b. Teori Eksistensi Relasi Pertumbuhan
Teori motivasi ini yang dikembangkan oleh Alderfer, dan merupakan satu
modifikasi dan reformulasi dari teori tata tingkat kebutuhan dari Maslow.
Alderfer mengelompokkan kebutuhan ke dalam tiga kelompok:
1) Kebutuhan Eksistensi (exixtence needs), merupakan kebutuhan
akan subtansi material seperti keinginan untuk memperoleh
makanan, air, perumahan, uang, mebel dan mobil. Kebutuhan ini
mencangkup kebutuhan fisiologikal dan kebutuhan rasa aman dari
Maslow.
2) Kebutuhan Hubungan (relatedness needs), merupakan kebutuhan
untuk membagi pikiran dan perasaan dengan orang lain dan
membiarkan mereka menikmati hal-hal yang sama dengan kita.
3) Kebutuhan Pertumbuhan (growth needs), merupakan kebutuhan-
kebutuhan yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan
kecakapan mereka secara penuh. Selain kebutuhan aktualisasi diri,
juga mencangkup bagian intrinsik dari kebutuhan harga diri dari
Maslow.

c. Teori Dua Faktor
Teori dua faktor juga dinamakan teori hygiene-motivasi yang
dikembangkan oleh Herzberg. Dengan menggunakan metode insiden
kritikal, ia mengumpulkan data dari 203 akuntan dan sarjana teknik.



6
Ia tanyakan kepada mereka untuk mengingat kembali saat-saat mereka
merasakan sangat senang atau sangat tidak senang dengan pekerjaan
mereka, apa saja yang menentukan rasa dengan demikian dan dampaknya
terhadap unjuk kerja dan rasa secara menyeluruh dari kesehatan. Ia temukan
bahwa faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja berbeda dengan
faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja.
Faktor-faktor yang berkaitan dengan isi dari pekerjaan, yang merupakan
faktor intrinsik dari pekerjaan yaitu tanggung jawab (responsibility),
kemajuan (advancement), Pekerjaan itu sendiri, Capaian (achievement), dan
pengakuan (recognition). Jika faktor tersebut tidak (dirasakan) ada, tenaga
kerja merasa not satisfied (tidak lagi puas), yang berbeda dari dissatisfied
(tidak puas).

2.2 Teori Motivasi Proses
Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)
Teori pengukuhan berhubungan dengan teori belajar operant
contioning dan Skinner.teori ini mempunyai dua aturan pokok: aturan
pokok yang berhubungan dengan pemrolehan jawaban-jawaban yang
benar, dan aturan pokok lainnya yang berhubungan dengan penghilangan
jawaban-jawaban yang salah.
Jika jawaban yang di inginkan belum di miliki oleh organisme, maka
jawaban tersebut perlu di bentuk. Pembentukan berlangsung jika jawaban-
jawaban yang mendekati jawaban-jawaban yang benar, pada awalnya di
kukuhkan. Secara bertahap pengukuhan positif hanya di berikan jika
perilaku yang mendekati jawaban yang benar makin mendekat, sehingga
kahirnya jawaban khusus yang di inginkan saja yang di kukuhkan.
Misalnya, sewaktu anak belajar berbicara. Dalam usahanya mengucap
kata, jika kita kedengarannya sudah seperti kata yang harus ia ucapkan kita
memujinya.

7
Makin lama ia mengucapkan kata-kata dan kalimat yang benar,
sehingga waktu ia sudah dapat mengucapkan kata-kata dengan jelas dan
tepat dan berbicara dengan kalimat pendek yang tepat, kita hanya
memujinya jika ia lakukan demikian.

2.3 Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting Theory)
Locke mengusulkan model kognitif, yang dinamakan teori tujuan,
yang mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat / intentions
(tujuan-tujuan) dengan perilaku. Teori ini secara realitif lempang dan
sederhana. Aturan dasarnya ialah penetapan dari tujuan-tujuan secara
sadar. Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan yang
pernyataannya jelas dan dapat di terima oleh tenaga kerja, akan
menghasilkan unjuk-kerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan yang
taksa (mempunyai makna lebih dr satu, KBBI), tidak khusus dan mudah di capai.
Teori Tujuan, sebagaimana dengan teori keadilan didasarkan pada dasar
inuitif dan solid.
Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management By Objectives, MBO)
menggunakan teori penetapan tujuan ini. Berdasarkan tujuan-tujuan
perusahaan, secara berurutan, disusun tujuan-tujuan untuk divis, bagian
sampai satuan kerja yang terkecil untuk diakhiri penetapan sasaran kerja
untuk setiap karyawan dalam kurun waktu tertentu.
2.4 Teori Harapan (Expectancy)
Sejak di kembangkan oleh Vroom, teori harapan dikembangkan lebih
lanjut oleh ahli lain, antara lain oleh Porter & Lawler. Dalam pembahasan
tori harapan selanjutnya akan di kemukakan teori harapan yang di kembang
kan oleh Lawler berdasarkan pengembangan lebih lanjut dari model Porter-
Lawler (1968), sebagaimana disajikan oleh Siegel & Lane (1982)


8
Orang yang mempunyai pilihan-pilihan antara berbagai hasil-keluaran
yang secara potensial dapat mereka gunakan. Dengan perkataan lain,
setiap hasil-keluaran alternative mempunyai harkat (valence = V), yang
mengacu pada ketertarikannya bagi seseorang. Hasil keluaran
alternative juga di sebut tujuan-tujuan pribadi (personal goals), dapat
disadari atau tidak oleh yang bersangkutan. Jika disadari, maknya
serupa dengan penetapan tujuan-tujuan. Jika tidak disadari, motivasi
kerjanya lebih bercorak reaktif.
Orang yang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa
upaya (effort = E) mereka akan mengarah ke perilaku unjuk-kerja
(performance = P) yang di tuju. Ini di ungkapkan sebagai harapan E-P.
Orang yang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa
hasil-hasil keluaran (outcomes = O) tertentu akan di peroleh setelah
unjuk-kerja (P) mereka. Ini di ungkapkan dalam rumusan harapan P-O.
Dalam setiap situasi, tindakan-tindakan dan upaya yang berkaitan
dengan tindakan-tindakan tadi yang di pilih oleh seorang untuk
dilaksanakan di tentukan oleh harapan-harapan (E-P dan P-O) dan
pilihan-pilihan yng dipunyai orang pada saati itu.
Model harapan dari Lawler menyatakan bahwa besar kecilnya motivasi
seseorang dapat di hitung denga rumus sebaga berikut :
Indeks motivasi = jml {(E-P) x jlm [(P-O)(V)]}
2.5 Teori Keadilan (Equility Theory)
Teori keadilan, yang dikembangkan oleh Adams bersibuk diri dengan
memberi batasan tentang apa yang di anggap adil atau wajar oleh orang
dalam kebudayaan kita ini, dan di anggap reaksi-reaksi mereka kalau
berada dalam situasi-situasi yang di persepsikan sebagai tidak adil/wajar.



9
Teori Keadilan mempunyai empat asumsi dasar sebagai berikut.
1. Orang berusaha untuk menciptakan dan memepertahankan satu
kondisi keadilan.
2. Jika dirasakan adanya kondisi ketidakadilan, kondisi ini mimbulkan
ketegangan yang memotivasi orang untuk menguranginya atau
menghilangkannya.
3. Makin bersar persepsi ketidakadilannya, makin besar motivasinya
untuk bertindak mengurangi kondisi ketegangan itu.
4. Orang akan mempersepsikan ketidakadilan yang tidak
menyenangkan (misalnya, menerima gaji terlalu sedikit) lebih cepat
daripada ketidakadilan yang menyenangkan (misalnya, mendapat
gaji terlalu besar).

Menurut teori kondisi keadilan dapat di ungkapkan ke dalam rumusan
sebagai berikut :
Hasil-Keluaran seseorang Hasil-Keluaran orang lain
Masukan seseorang Masukan orang lain


Keadilan dirasakan ada jika orang merasa bahwa perbandingan antara
hasil-keluarannya dengan masukannya sama dengan perbandingan hasil-
keluarannya orang lain (yang di anggapap penting bagi dirinya) dengan
masukannya, sebaliknya kondisi ketidak adilan timbul jika perbandingan
antara hasil-keluaran kita dengan masukan tidak sama besarnya (lebih besar
atau lebih kecil) daripada perbandingan hasil-keluaran orang lain dengan
masukannya.





10
Jika terjadi persepsi tentang ketidakadilan. Menurut teori keadilan orang
akan dapat melakukan tindakan-tindakan berikut (Howell & Dipboye, 1986)
1. Bertindak mengubah masukannya, menambah atau mengurangi
upayanya untuk bekerja.
2. Bertindak untuk mengubah hasil-keluarannya, di tingkatkan atau di
turunkan.
3. Menggeliat/merusak secara kognitif masukan dan hasil-keluarannya
sendir, mengubah persepsinya tentang perbandingan masukan dan
hasil-keluarannya sendiri.
4. Bertindak terhadap orang lain untuk mengubah masukan dan atau
hasil-keluarannya.
5. Secara fisik meninggalkan situasi, keluar dari pekerjaan.
6. Berhenti membandingkan masukan dan hasil-keluaran dengan orang
lain dan mengganti dengan acuan lain atau mencari orang lain untuk di
bandingkan.

Menurut Lawler, teori keadilan dan teori harapan cenderung membuat
prakiraan-prakiraan yang sama dan sebagai hasilnya ada usah untuk
memasukkan aspek-asperk yang di perhatikan oleh teori keadilan dalam
kerangka kerja teori harapan. Corak motivasi kerja pada teori keadilan ini
termasuk proaktif.







11
BAB III
Meningkatkan Motivasi Kerja

A. Peran Pemimpin/Atasan
Ada dua cara pokok untuk meningkatkan motivasi kerja, yaitu
bersikap keras dan memberi tujuan yang bermakna.

1) Bersikap Keras
Dengan memaksakan tenaga kerja untuk bekerja keras atau dengan
memberikan ancaman, maka tenaga kerja, tidak dapat menghindarkan
diri dari situasi yang mengancam tersebut, akan bekerja keras. Misalnya
atasan ingin menegakkan disiplin kerja sehingga menuntut bawahannya
datang tepat pada waktunya dan tampak selama jam-jam kerja terus
melaksanakan tugas mereka sampai berkahirnya jam kerja mereka, serta
mengancam akan menghukum mereka yang sekian kali tidak datang tepat
pada waktunya, atau yang tampak malas pada pekerjaanya. Jika bawahan
merasa tidak dapat keluar dari perusahaannya (karena banyak
pengangguran sehingga sulit sekali mendapatkan pekerjaaan baru), maka
ia akan berusaha agar selalu datang tepat pada waktunya dan akan
tampak bekerja selama jam-jam kerja.
Pendekatan ini dapat digambarkan sebagai berikut:




Tenaga Kerja




12
+ +
+
-
-
-
-
+
Tenaga kerja mengahadapi beberapa alternatif kegiatan, semuanya,
kecuali satu, dihayati sebagai negatif (ancaman hukuman), karena itu ia
akan memilih alternatif kegiatan yang paling kecil nilai negatifnya
(bekerja tepat pada waktunya).
Gaya kepemimpinan yang lebih berorientasi pada tugas (teori
kepemimpinan Fiedler-skor LPC rendah, teori kepemimpinan situasional-
gaya telling) menggunakan model ini untuk memotivasi tenaga kerja.
Bila tenaga kerja mengharkat tinggi nilai taat kepada atasan, maka ia
akan melakukan pekerjaannya sebagai kewajiban dan tidak merasa
dipaksa untuk bekerja, dan unjuk kerjanya akan bagus. Jika tenaga kerja
memberi harkat yang tinggi pada nilai kemandirian dan merasa telah
memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaannya, maka ia akan
merasakan pelaksanaan pekerjaannya sebagai satu paksaan.

2) Memberi Tujuan yang Bermakna
Bersama-sama dengan tenaga kerja yang bersangkutan ditemukan
tujuan-tujuan yang bermakna, sesuai dengan kemampuannya, yang dapat
dicapai melalui prestasi kerjanya yang tinggi. Misalnya tenaga keja
mengharapkan mampu mencicil rumah untuk dirinya setelah lima tahun
bekerja pada perusahaan. Cicilan setiap bulannya tidak memberatknnya
dan akan selesai dalam 10 tahun.
Jika kebijakan perusahaan memungkinkan, maka ia akan bekerja
dengan motivasi kerja yang tinggi.
Pendekatan ini mempergunakan teori penetapan tujuan dari Locke
dan dapat digambarkan sebagai berikut:




Tenaga Kerja

13
+
+
-
-
+
-
+
-

Tenaga kerja menghadapi banyak alternatif kegiatan yang
mempunyai daya tarik yang sama, kecuali satu. Daya tarik alternatif
kegiatan ini sangat besar (tanda positif yang besar). Ia akan memutuskan
untuk melakukan kegiatan ini (berusaha untuk mencapai prestasi kerja
yang baik, bermotivasi tinggi).
Pada umumnya sasaran tenaga kerja yang ingin dicapai dengan
bekerja pada suatu perusahaan berjumlah lebih dari satu. Atasan perlu
mengenali sasaran-sasaran yang bernilai tinggi dari bawahannya agar
dapat membantu bawahan untuk mencapainya dan dengan demikian
atasan memotivasi bawahannya.
Model ini digunakan dalam gaya kepemimpinan situasional-Selling
dan Participating, juga dalam kepemimpinan transformasional dan
transaksional.

B. Peran Diri Sendiri
Orang-orang dari tipe X, dari teori McGregor, memiliki motivasi kerja
yang bercorak reaktif. Mereka memerlukan orang lain untuk mendorong
mereka memaksa mereka untuk bekerja. Sistem nilai pribadi (personal
value sistem) mereka mempriortaskan kegiatan-kegiatan lain dalam
kehidupan. Bekerja dipandang sebagai satu kegiatan yang harus dilakukan
agar memperoleh gaji untuk membiayai hidup. Misalnya penyadap karet
yang bekerja selama satu minggu, setelah mendapat upah mingguannya,
pada minggu berikutnya ia tidak bekerja. Jika uangnya habis, ia akan masuk
kerja lagi. Sistem nilai yang perlu diubah. Nilai bekerja adalah mulia,
bekerja adalah ibadah, hasil kerja yang bermutu adalah nilai-nilai kerja
yang perlu dimiliki setiap tenaga kerja. Tenaga kerja tipe X perlu diubah
menjadi tenaga kerja tipe Y yang memiliki tipe kerja proaktif.
Kepemimpinan transformasional dan transaksional dapat membantu
tenaga kerja menjadi tenaga kerja dengan motivasi kerja yang proaktif.

14
C. Peran Organisasi
Berbagai kebijakan dan peraturan perusahaan dapat menarik atau
mendorong motivasi kerja seorang tenaga kerja.
Gugus Kendali Mutu (GKM = Quality Cirkels) merupakan suatu
kebijakan yang dituangkan ke dalam berbagai peraturan yang mendasari
kegiatan yang mengatur pertemuan pemecahan masalah dalam kelompok
kecil, khususnya kelompok pekerja (operator). Persoalan yang dibahan ialah
apa saja yang dapat dilakukan untuk menigkatkan jumlah dan mutu produk
yang dihasilkan oleh kelompok pekerja.
Gerakan Gugus Kendali Mutu berasal dari Jepang yang dibawa masuk
oleh orang Jepang yang bekerja dalam perusahaan patungan Jepang-
Indonesia. Di Jepang motivasi pekerja di-dorong keluar untuk melakukan
kegiatan ini. GKM dilaksanakan diluar jam kerja dan bersifat sukarela.
Banyak hasil dari GKM yang diterapkan dengan hasil baik di perusahaan.
Di Indonesia kegiatan GKM dilakuka juga diluar jam kerja, dengan
perbedaan bahwa para pekerja yang mengikuti kegiatan GKM memperoleh
upah kerja lembur (di Jepang tidak). Di Indonesia, GKM menarik keluat
motivasi dari para pekerja.
Kebijakan lain yang berkaitan dengan motivasi kerja ialah kebijakan
di bidang imbalan keuangan. Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu, pekerjaan
menjual misalnya, selain gaji diberikan juga tambahan penghasilan
(intensif) yang besarnya ditetapkan dalam peraturan tersendiri. Misalnya,
bila berhasil menjual benda tertentu yang sulit untuk dijual, maka penjual
mendapat sejumlah uang tambahan (di samping gajinya) yang relatif besar.
Contoh lain, jika penjual berhasil menjual benda dagangan lebih dari jumlah
standar yang ditetapkan, maka ia akan mendapat uang komisi atau
intensif sesuai dengan besarnya jumlah benda yang berhasil dijual di atas
jumlah standar. Motivasi kerja di-tarik keluar dengan kebijakan ini.
Di samping kebijakan dan peraturan-peraturan di atas, kebijakan dan
peraturan lain dapat disusun dan ditetapkan yang dapat mendorong atau
menarik keluar motivasi kerja tenaga kerja.
15
Kesimpulan

Motivasi artinya dorongan, bertujuan untuk menggiatkan orang-orang atau
karyawan agar mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana di
kehendaki dari orang-orang tersebut. Sumber motivasi ada 3, yakni kemungkinan
untuk berkembang, jenis pekerjaan, dan apakah mereka dapat merasa bangga
menjadi bagian dari perusahaan tempat mereka bekerja.
Setiap pemimpin harus mempelajari tiap-tiap perilaku karyawannya agar
bisa dan cocok seperti penghargaan terhadap pekerjaan, komunikasi dan
informasi, persaingan peristiwa dan kebanggaan.












iv
Daftar Pusaka

Stajkovic, A. D,, & Luthans, F. (1998a). Self-efficacy and work-related
performance: A meta-analysis. Psycfrological Bulletin, 124,24A-261.
Judge, T. A., Thoresen, C. J., Bono, J. E., & Patton, G. K.(2ml). The job
satisfaction-job performance relationship: A qualitative and quantitative review,
Psychological Bulletin, 127,37F;07.
Munandar, Sunyoto. (2001). Psikologi Industri Organisasi. Jakarta: Universitas
Indonesia













v

Anda mungkin juga menyukai