Anda di halaman 1dari 15

SISTEM HUKUM

ADAT INDONESIA


O
L
E
H

MUHAMMAD RIDHO SETIAWAN
213.01.07.248

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM
SULTAN ADAM
BANJARMASIN


PENDAHULUAN

Hukum Indonesia adalah peraturan atau norma yang berlaku di Indonesia. Setiap negara dan bangsa
di dunia memiliki sistem hukum yang berbeda-beda, salah satunya tergantung pada kondisi bangsa
dan latar belakang sejarahnya. Hukum yang berlaku di suatu wilayah tertentu disebut dengan hukum
positif (Ius Constitutum). Hukum positif di Indonesia terdiri dari hukum yang tertulis dan hukum yang
tidak tertulis. Sejak Indonesia memproklamirkan diri sebagai bangsa dan negara yang merdeka
tanggal 17 Agustus 1945, Negara Republik Indonesia telah terbentuk dan memiliki hak sendiri untuk
membat, mengatur, dan melaksanakan hukumnya sendiri. Adapun proklamasi kemerdekaan Negara
Republik Indonesia merupakan ketentuan atau norma pertama dari Tata Hukum Indonesia (Anon
n.d., 14).

Dalam Ikhtisar Hukum Indonesia, disebutkan ada empat hukum tertulis yang berlaku di Indonesia,
yaitu (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang sudah mengalami perubahan atau amandemen sebanyak
empat kali (tahun 1999, 2000, 2001, 2002), (2) Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960, (3) Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), (4) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sementara itu, hukum tidak tertulis adalah hukum kebiasaan atau hukum adat. Hukum-hukum yang
berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis berfungsi untuk mengatur dinamika yang terjadi
dalam masyarakat, demi menciptakan kondisi yang kondusif dan tercapainya keadaan masyarakat
yang tentram dan sejahtera.

Flashback pada sejarah hukum Indonesia, jauh sebelum masa kolonialisme Barat, hukum yang
berlaku di Indonesia adalah hukum adat, yang merupakan kebiasaan-kebiasaan dari masyarakat dan
biasanya hukum adat bersifat tidak tertulis. Pada masa kolonialisme Belanda, hukum Belanda juga
mulai berlaku di Indonesia meskipun hanya terbatas diberlakukan bagi golongan Eropa yang tinggal
di Indonesia.

Sumber hukum Indonesia telah diatur dalam Ketetapan MPR No.III/MPR/2000 tentang Sumber
Hukum dan Tata Urutan Perundang-undangan untuk mempertegas sumber peraturan perundang-
undangan RI. Dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa sumber hukum dasar nasional adalah
Pancasila, yang meliputi kelima asas dasar filosofi bangsa Indonesia. Kemudian, hukum apa saja yang
turut mempengaruhi terbentuknya hukum positif di Indonesia? Pada dasarnya, sistem hukum
nasional dipengaruhi oleh tiga pilar sistem hukum, yaitu sistem hukum barat, sistem hukum adat,
dan sistem hukum Islam (Anon n.d., 25).

Sistem hukum barat merupakan warisan dari kolonial barat yang pernah menduduki Indonesia
selama berabad-abad yang tidak dapat dipungkiri, selama masa kolonialisme tersebut bangsa barat
hingga Jepang juga memberlakukan dan menerapkan hukum mereka di nusantara. Hasilnya, hingga
sekarang sistem hukum kolonial masih begitu banyak mewarnai undang-undang di negara Indonesia,
salah satunya adalah Burgerlijk Wetboek (BW), yaitu hukum peninggalan kolonial Belanda yang
mengatur tentang hukum privat (perdata). Dasar dari BW masih berlaku hingga sekarang di
Indonesia, yaitu Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi semua peraturan yang
ada hingga saat Indonesia merdeka masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut
Undang-Undang Dasar ini (Anon n.d., 27). Selain dalam bidang perdata, hukum pidana di Indonesia
pun masih kental dengan pengaruh penjajah, antara lain ketika Belanda menjajah, hukum pidana
yang berlaku pun tergantung pada golongannya (golongan Eropa dan golongan bukan orang-orang
Eropa, yaitu pribumi dan timur asing). Dalam Wetboek Van Strafrectht Voor Europeanen (Stb
1866/55) disebutkan bahwa untuk golongan Eropa ancaman pidanya lebih ringan dibandingkan
untuk golongan non-Eropa.

Sistem hukum adat bersumber dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat Indonesia sebagai
cerminan dari kepribadian bangsa. Hukum adat adalah hukum nonstatutair, dimana sebagian besar
adalah hukum kebiasaan dan sebagian kecil adalah hukum Islam. Hukum adat merupakan hukum
Indonesia asli yang tidak tertulis dan mengandung unsur-unsur agama. Campur tangan Belanda
dalam hukum adat bisa terlihat dari Pepekem Cirebon yang merupakan pegangan bagi hakim-hakim
peradilan adat, yang berisikan tentang sistem hukuman seperti pemukulan, cap bakar, dirantai, dan
sebagainya. Bagaimanapun, sistem hukum adat bersendikan atas dasar-dasar pikiran bangsa
Indonesia sendiri dan berbeda dengan alam pikiran yang menguasai sistem hukum barat. Sistem
hukum adat dibagi menjadi tiga, yaitu (1) Hukum Adat mengenai Tatanegara, (2) Hukum Adat
mengenai warga, (3) Hukum Adat mengenai delik atau hukum pidana.

Sistem hukum Islam meupakan hukum yang berlaku di Indonesia jauh sebelum kedatangan
kolonialisme bangsa barat. Hukum Islam berlaku dan menyebar di Indonesia seiring dengan
penyebaran agama Islam. Sejak zaman VOC, Belanda juga sudah mengakui eksistensi hukum Islam di
Indonesia. Namun, dalam tulisan (Anon n.d., 37-39) disebutkan ada pergesekan dengan hukum
penduduk pribumi, yang pada akhirnya memunculkan beberapa teori, antara lain; (1) Teori Receptio
in Complexu, mengatakan bahwa setiap penduduk berlaku hukum sesuai agamanya masing-masing.
Pada masa teori ini, hukum Islam bagi orang Islam dikenal dengan istilah godsdienstige wetten,
muncul pembentukan pengadilan agama selain pengadilan negeri. (2) Teori Receptie, mengatakan
bahwa hukum Islam berlaku bagi orang Islam apabila ia sudah diterima oleh dan telah menjadi
hukum adat mereka. (3) Teori Receptie Exit, mensyaratkan berlakunya hukum Islam dengan
mengikuti hukum adat. (4) Teori Receptio A Contrario yang menyatakan bahwa hukum adat baru
berlaku hanya jika tidak bertentangan dengan hukum Islam. (5) Teori Eksistensi, menjelaskan bahwa
ada hukum Islam dalam hukum Nasional Indonesia.




PEMBAHASAN

HUKUM ADAT DAN PEMBANGUNAN HUKUM NASIOANAL
Sistem Hukum Nasional Indonesia
Diambil dari Buku Hukum Adat dan Pembangunan Hukum Nasional oleh DR. Mohamaad Yamin, SH,
M. Hum.
Sampai pada saat kemerdekaan negara Indonesiasetidaknya ada 3 sub sistem hukum yang berlaku
di Indonesia, yaitu Hukum slam, Hukum Adat, dan hukum Barat. Banyak istilah mengenai hukum
nasional. Menurut Satjipto Rahardjo hukum nasional adalah tata hukum baru yang lahir sebagai
akibat dari kemerdekaan bangsa Indonesia dengan Undang-undang Dasar 1945 sebagai intinya.

Sebagai suatu sistem, maka hukum nasional terdiri dari berbagai komponen, unsur atau bagian yang
terkait satu sma lainoleh satu atau lebih asas dan saling mempengaruhi, sehinnga perubahan
komponen yang satu akan menyebabkan perubahan pada komponen yang lain. Bagi sistem hukum
nasional Indonesia asas yang menjadi pengikat adalah Pancasila dan UUD 1945.

Komponen-komponen tersebut dibagi menjadi 2 yaitu komponen struktural dan komponen kultural,
serta komponen substantif. Komponen struktural ialah kelembagaan yang diciptakan dalam sistem
hukum dengan berbagai macam fungsinyadalam rangka mendukung bekerjanya sistem hukum
tersebut, contohnya adalah pengadilan, kepolisian, dll. Komponen kltural adalahnilai-nilai dan sikap-
sikap yang merupakan pengikat sistem itu, serta menentukan tempat sistem hukum ditengah-tengah
budaya bangsa secara keseluruhan. Komponen substantive adalah semua segi output dari semua
sistem hukum. Untuk mewujudkan sistem hukum nasional yang utuh dan berjiwa Pancasila dan
berdasarkan UUD 1945, maka harus dilakukan secara sistematik.

Dalam rangka mencari rumusan tentang sistem hukum yang akan dibangun, dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Pencerminan nilai-nilai Pancasila dalam Perundang-undangan.

a) Pancasila yang mengandung nilai-nilai kejiwaan bangsi Indonesia.
b) Dalam penyusunan undang-undang, pembentuk undang-undang perlu dengan tepat
menunjukkan nilai-nilai Pancasila.
c) Pencerminan nilai-nilai dalam Pancasila.

2. Mengenai sistem hukum nasional.
a) Sistem hukum nasional harus sesuai dengan kebutuhan kesadaran hukum masyarakat.
b) Landasan hukum nasioanl adalah Pancasila dan UUD 1945.
c) Harus sesuai dengan asas-asas dalam GBHN.
d) Hukum nasioanal diusahakan dalam bentuk tertulis.
e) Hukum nasional dibina kearah unifikasi.
f) Harus dipersiapkan secara mendalam.

Inventarisasi Masalah.
a) Untuk memberikan pedoman dalam menentukan sistem hukum nasional.
b) Dalam pembinaan hukum nasional untuk lapangan-lapangan tertentu dimungkinkan kodifikasi.
c) Hukum nasional harus terbuka.
d) Pembedaan dalam hukum public dan hukum privat dalam sistem hukum nasional.
Landasan sistem hukum nasional adalah Pancasila dan UUD 1945. Hal ini mengandung arti bahwa
semua komponen dari sistem hukum nasional harus mencerminkan dan bersumber dari nilai-nilai
Pancasila dan UUD 1945.Semua komponen hukum yang tidak bersumber dari kedua hal tersebut
maka hukum tersebut tidak dapat disebut sebagai sistem hukum nasional.

Bagian Kedua : Kedudukan dan Peranan Hukum Adat Dalam Pembangunan Hukum Nasional

Sebagaimana diketahui, di dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia masih terdapat pluralisme
hukum dan masih banyak berlaku berbagai macam peraturan perundang-undangan kolonialisme
belanda. Hal ini memang tidak terlepas dari ketentuan pasal 11 UUD 1945 yang menyatakan bahwa :
Segala badan negara dan peraturan yang masih langsung berlaku selama belum diadakan yang
baru menurut UUD ini .
Menurut Kusumadi Pudjosewojo bahwa : tata hukum Indonesia terdiri dari selubung yang sudah
berjubah sendiri ( UUD ), tetapi didalamnya masih terkulai tubuh colonial . Namun demikian
menurut Simorangkir bahwa tidak ada alasan untuk menyalahkan founding father Republik ini yang
membuat aturan peralihan tersebut apalagi mengkambing-hitamkan aturan peralihan pasal 11
UUD 1945.
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang akan mengalami transformasiyang mengarah
pada negara Industri yang modern. Hal ini akan membawa konsekuensi dan urgensi untuk
mengadakan perubahan-perubahan kea rah peningkatan yang lebih baik. Menurut Simorangkir ada
5 alasan mendasar yang melatarbelakangi pembangunan hukum nasional, yaitu:
Kondisi hukum positif Indonesia yang di dalamnya banyak berlaku berbagai peraturan perundangan
yang terasa dari jaman colonial.
Hukum positif yang selama ini kita miliki, sudah ketinggalan dari perkembangan jaman.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga merupakan alasan lain perlunya pembangunan
hukum nasional.
Pada dasarnya setiap peraturan perundangan yang dibuat tidaklah memiliki banyak keterbatasan,
tidak sempurna, dan tidak tahan uji sepanjang jaman.
Pendirian yang ingin melihat hukum itu sebagai alat dan yang ingin mempergunakan hukum sebagai
sarana bagi pembangunan.
Alasan yang mendasari pentingnya pembangunan hukum nasional sebnarnya sangat kompleks.
Namun menurut Abdurahman dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
Alasan yang bersifat psikologis dan politis.
Sebagai negara yang merdeka maka Indonesia harus memiliki hukum yang sejajar dengan bangsa
lainnya. Sejalan dengan itu sudah tidak selayaknya hukum colonial belanda masih dipakai dalam
hukum positif Indonesia.
Alasan yang bersifat Praktis.
Kemajemukan hukum dalam hukum positif sebagai akibat politik hukum colonial belanda
menyebabkan kerumitan dan tidak sesuai dengan masyarakat pada jaman sekarang.
Berbicara tentang pembangunan hukum tidak dapat dipisahkan dari politik hukum. Menurut Utrect
politik hukum berusaha memuat kaidah-kaidah yang akan mementukan bagaimana seharusnya
manusia bertindak. Abebarapa hal yang harus diperhatikan dalam pembangunan materi hukum,
yaitu :
Materi hukum harus meliputi aturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang berlaku di dalam
masyarakat.
Pembangunan materi hukum di arahkan pada terwujudnya sistem hukum nasionalyang mengabdi
pada kepentingan nasional.
Pembangunan materi hukum harus dilaksanakan melalui penataan pola pikir yang mendasari sistem
hukum nasional, penyusunan kerangka sistem hukum nasional, serta penginventarisasian dan
penyesuaian.

HUKUM ADAT DALAM UNDANG-UNDANG

A. Hukum Perkawinan Adat dalam UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Keanekaragaman adat budaya, tradisi, dan sistem kemasyarakatan yang terdapat di negara
Indonesia, membawa konsekuensi berlakunya hukum adat yang beragam pula. Hukum adat yang
merupakan hukum yang tidak tertulis dan berlaku dalam masyarakat adat adalah sangat tergantung
pada pola susunan masyarakat adatnya. Hukum perkawinan adat adalah bagian dari hukum yang
tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang di masyarakat yang mengatur tentang perkawinan.
UU perkawinan dimaksudkan agar menciptakan unifikasi hukum dibidang perkawinan. Dengan
berlakunya hukum tersebut maka untuk perkawinan di seluruh wilayah tanah air hanya diatur dan
berlaku UU perkawinan. Lalu muncul pertanyaan bagaimana kedudukan hukum perkawinan adat
setelah berlakunya UU perkawinan? Apakah hukum perkawinan adat masih memiliki kekuatan?.
Peraturan perkawinan yang telah ada sebelum berlakunya UU perkawinan yang dinyatakan tidak
berlaku adalah sejauh yang telah berlaku. Ketentuan hukum perkawinan adat, masih berlaku sejauh
terhadap hal-hal yang belum diatur dalam UU perkawinan.
Hukum perkawinan bukan merupakan kunci penutup bagi berlakunya berbagai peraturan
perkawinan di masyarakat, sejauh terhadap hal-hal yang belum diatur. Dapat dikatakan bahwa
hukum perkawinan adat telah mendapatkan pembatasan keberlakuannya setelah berlakunya UU
perkawinan. Ada hubungan antara hukum perkawinan adat dengan UU perkawinan, yaitu :
a) Asas-asas dn ketentuan yang sesuai.
Hukum adat pda dasarnya merupakan salah satu sumber dalam pembentukan hukum nasional,
seperti larangan perkawinan bagi yang mempunyai hubungan darah dekat, kedudukan harta benda
dalam perkawinan
b) Asas-asas dan ketentuan yang tidak diatur.
Banyak ketentuan yang tidak di atur dalam UU perkawinan. Jika hal-hal yang tidak di atur itu tidak
bertentangan dengan UU perkawinan maka hal itu masih dapat berlaku, tetapi apabila bertentangan
maka hal itu tidak berlaku lagi.
c) Asas-asas dan ketentuan yang tidak sesuai.
Terhadap beberapa asas dan ketentuan-ketentuan dalam hukum adat yang tidak sesuai secara
otomatis menjadi tidak berlaku lagi.

B. Hukum Delik Adat, KUHP, dan RUU KUHP Nasional
Menurut Soepomo bahwa sistem hukum adat segala perbuatan yang bertentangan dengan
peraturan hukum adat merupakan perbuatan ilegaldan hukum adat mengenal upaya-upaya untuk
memperbaiki hukum apabila hukum itu diperkosa.
Di dalam sistem hukum delik adat, lahirnya suatu delik adat adalah bersamaan dengan lahirnya
suatu peraturan tidak tertulis. Menurut Soepomo suatu perbuatan yang tadinya bukam nerupakan
suatu delik ada, pada suatu waktu dianggap oleh hakim sebagai perbutan yang menentang tata
tertib masyarakat sehinnga perlu di ambil upaya adat untuk memperbaikinya kembali. Hukum adat
bukanlah hukum yang bersifat statis. Hukum delik adat dapat berubah menyesuaikan diri dengan
perkembangan masyarakat. Hukm adat juga memiliki sifat yang terbuka, artinya ada suatu
perbuatan yang dipandang sebagai melanggar hukum tidak harus ada ketentuan terlebih dahulu
mengaturnyasebelum perbuatan itu dilakukan. Sifat hukum delik adat yang terbuka berbeda dengan
sistem delik hukum barat yang bersifat tertutup.
Sebelum berlakunya KUHP pada tahun 1918, hukum delik adat sepenuhnya berlaku di wilayah
masyarakat adat masing-masing.Setelah berlakunya KUHP pada tahun 1918 dimana hanya ada satu
KUHP yang berlaku untuk semua golongan penduduk di Hindia belanda, maka tidak lagi diakui
hukum adat sebagai sumber hukum pidana Indonesia.
Terhadap delik baik menurut KUHP maupun hukum adat, apabila sanksi pidana yang di berikan oleh
Pengadilan Negeri dianggap tidak mencukupi rasa keadilan sehingga masih di perlukan upaya-upaya
adat untuk memulihkan keseimbangan yang terganggu. Mulai tahun 1951 hukum positif pidana
Indonesia telah berbalik mencabut larangan hukum adat menjadi sumber hukum pidana
Indonesia. Dalam praktik pengadilan akan terdapat perkara-perkara di Pengadilan Negeri di seluruh
Indonesia, dimana seseorang dinyatakan bertanggung jawab pidana meskipun perbutannya tidak
diatur dalam KUHP.
Di dalam rangcangan KUHP nasional yang telah mengalami berbagai revisi, pada dasarnya masih
menggunakan asas legalitas sebagaimana dalam pasal 1 KUHP. Tetapi asas legalitas yang digunakan
tidak tidak bersifat mutlak atau asas legalitas terbuka.Terlepas dari asas legalitas yang terbuka dalam
KUHP nasional sebenarnya pengguraan hukum delik adat sebagai sumber hukum pidana Indonesia
juga melekat pada tugas hakim untuk memberikan keadilan.
Peran hakim di pengadilan bukan hanya menerapkan peraturan perundang-undangan pidana, tetapi
di dalam hal hakim menafsirkan suatu ketentuan pidana terhadap suatu perbuatan delik adat
seseungguhnya hakim telah membuat hukum. Tujuan pemidanaan menurut rancangan KUHP
nasional adalah :
1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman
masyarakat.
2. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang
lebih baik dan berguna.
3. Menyelesaikan konflik yang timbul oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan
mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.
4. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
Sebelum berlakunya UUPA tahun 1960, maka di bidang pertanahan terdapat dualisme hukum yang
berlaku, yaitu berlakunya peraturan-peraturan hukum adat, disamping peraturan-peraturan dari dan
yang didsarkan atas hukum barat. Dalam rangka menciptakan hukum agrarian nasional yan
sederhana dan menjamin kepastian hukum atas kepentingan rakyat Indonesia di bidang pertanahan.
Dengan berlakunya UUPA maka perrtanyaan yang timbul adalah bagaimana kedudukan hukum
tanah adat dalam sistem hukum nasioanl ?. Pengakuan dan keberadaan hukum tanah adat dalam
UUPA dapat dilihat sebagai ter goed de trouw yang bersumber dari keprihatinan dan eksistensi
hukum adat pada mas pemerintahan kolonial.
Pengakuan atas keberadaan hukum adat tersebut, bukanlah bersifat mutlak. Di dalam berbagai
ketentuan UUPA di cantumkan adanya sejumlah syarat bagi pelaksanaan hukum adat dalam hukum
agraria nasional. Hukum adat yang diakui keberadaannya oleh UUPA adalah hukum adat yang
disempurnakan dan disesuaikan dengan kepentingan masyarakat dalam negara modern dan dalam
hubungannya di dunia internasional serta di sesuaikan dengan sosialisme Indonesia.
Jadi pada dasarnya hukum adat yang menjadi sumber utama Hukum Agraria Nasional adalah prinsip-
prinsip dan konstruksi-konstruksi hukum adat yang ada di Indonesia. Yang dipergunakan.Hukum adat
yang disempurnakan tidak lain adalah hukum adat asli yang di permuda kembalibentuk-bentuk
penertaanya dengan menerima pengertian-pengertian dan lembaga-lembaga hukum barat. Apabila
di telaah pasal demi pasal maka dapat diketahuai sejumlah pasal yang mengatur dan berkaitan
dengan hukum adat, diantaranya adalah :
Pasal 2 ayat 2 yang menentuka hak menguasaidari negara.
Pasal 4 menegaskan bahwa hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan
sepenuhnya dengan bumi, air, dan angkasa.
Pasal 26 ayat 1 menyatakan jual-beli, penukaran, pemberian dengan wasiat menurut hukum adat
dan perbuatan-perbuatan lain yang di maksudkan untuk memudahkan hak milik serta pengawasanya
diatur oleh peraturan pemerintah.
Pasal 58 menyatakan selama peraturan-peraturan pelaksana undang-undang ini belum terbentuk,
maka peraturan-peraturan baik yang tertulis dan tidak tertulis mengenai bumu, air, dan
angkasaserta kekayaan serta kekayaan dan hak-hak atas tanah yang ada muali berlakunya undang-
undang ini, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketemtuan-ketentuan
dalam undang-undang ini serta taksiran yang sesuai dengan itu.
Ada beberapa bagian bahwa hukum adat dianggap sebagai induk dari sistem hukum di Indonesia
yang dipadukan dengan sistem induk yang ada dari Eropa Continental. Pada prinsipnya, Indonesia
mengalami perubahan-perubahan hukum kaitannya Indonesia pernah dijajah oleh negara-negara
Eropa (Portugis, Spanyol, Belanda) dan Jepang. Berkaitan dengan luasnya wilayah Indonesia, maka
beragam pula sistem hukum adat yang ada di Indonesia.



Ada beberapa golongan yang berkaitan dengan hukum adat :
a. Hukum adat mengenai sistem ketatanegaraan
Sebuah sistem hukum yang mengatur tata cara yang berkaitan dengan persoalan struktur
ketatanegaraan
b. Hukum adat mengenai warga
Yaitu mengenai hukum pertanahan, hukum keluarga (pertalian anak), hutang-piutang (agunan), dsb.
c. Hukum adat mengenai tindak pidana / delik.
Berkaitan dengan persoalan pelanggaran-pelanggaran pidana yang terjadi di wilayah hukum adat.

Hukum adat yang ada di Indonesia sangat beragam, tersusun atas berbagai komunitas-komunitas di
dalamnya dan keberagaman tersebut dipengaruhi oleh beberapa sebab, diantaranya :
a. Karena pengaruh agama (Islam, Kristen, Hindu, Budha, dsb.), misalnya:
- Di Jawa banyak dipengaruhi tatanan-tatanan dari zaman kerajaan Majapahit (Hindu), serta
beberapa pengaruh Islam yang datang melalui para pemuka agama.
- Di Bali juga banya dipengaruhi oleh agama Hindu sehingga peraturan-peraturan adatnya
dipengaruhi oleh ketentuan dari agama Hindu.
- Di Aceh dipengaruhi oleh agama Islam.
- Di Ambon dan sekitarnya dipengaruhi oleh agama Kristen.
b. Karena pengaruh kerajaan-kerajaan besar dahulunya, contohnya:
- Kerajaan Sriwijaya yang mempengaruhi sistem hukum adat di daerah Sumatera
- Kerajaan Majapahit yang mempengaruhi sistem hukum adat di Jawa.
c. Karena pengaruh bangsa-bangsa imigran yang pernah datang ke Indonesia, contohnya bangsa
Arab yang berpengaruh dalam pembentukan hukum adat di daerah pesisir di utara Indonesia. China
juga mempengaruhi hukum adat di beberapa daerah tertentu. Dari imigran-imigran negara Eropa
yang menjajah Indonesia (Portugis, Spanyol, Belanda).
Keberagaman Sistem Hukum Adat yang ada di Indonesia menjadi bahan penelitian dari berbagai
kalangan ilmuan. Van Hollenhoven menyatakan bahwa ada 23 komunitas hukum adat di Indonesia,
diantaranya :
1. Sistem Hukum Adat Aceh, memiliki sistem hukum adat yang kuat yang dipengaruhi oleh sistem
kerajaan, imigran dan agama. Kekuatan sistem hukum adat di Aceh dibuktikan bahwa Aceh memiliki
tatanan kenegaraan yang sudah tertata dengan baik jauh sebelum Indonesia merdeka.
2. Sistem Hukum Adat Gayo dan Batak, merupakan sistem hukum adat dengan banyak komunitas di
dalamnya yang dipengaruhi oleh agama, kerajaan serta imigran-imigran Eropa.
3. Sistem Hukum Kelompok Komunitas Adat di Kepulauan Nias, memiliki sistem hukum adat yang
banyak dipengaruhi dari imigran, baik imigran dari Eropa maupun China.
4. Sistem Hukum Adat Minangkabau, sistem hukum adat Minangkabau memiliki ketentuan adat
yang kuat pengaruhnya yang dipengaruhi dari sistem kerajaan dari Minangkabau dan juga
dipengaruhi oleh imigran Arab yang masuk ke Minangkabau.
5. Sistem Hukum Adat Kepulauan Mentawai, memiliki ketentuan adat yang kuat meski beberapa dari
ketentuan adat tersebut ada juga yang melanggar sistem hukum di Indonesia secara umum.
6. Sistem Hukum Adat Sumatera Selatan, memiliki sistem hukum adat yang banyak dipengaruhi oleh
adat kerajaan-kerajaan Melayu, dalam kaitannya dalam hukum keluarga, sistem hukuman, termasuk
juga sistem yang dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam hal jual-beli.
7. Sistem Hukum Adat Enggano, memiliki sistem hukum adat yang banyak dipengaruhi oleh sistem
hukum dari imigran Eropa.
8. Sistem Hukum Adat Komunitas Melayu (di wilayah Sumatera Selatan bagian utara, dekat dengan
Malaka), sistem hukum adatnya sangat dipengaruhi oleh budaya Melayu.
9. Sistem Hukum Adat Bangka-Belitung, memiliki sistem adat sendiri yang kuat pengaruhnya bagi
penduduk di daerah sana.
10. Sistem Hukum Adat Kalimantan, merupakan sistem hukum adat yang banyak dipengaruhi oleh
adat-istiadat suku Dayak Kaharingan yang masih mempercayai kepercayaan Animisme.
11. Sistem Hukum Adat Suku Sangihe, Talaud, memiliki sistem hukum adat yang banyak dipengaruhi
oleh imigran China.
12. Sistem Hukum Adat Gorontalo.
13. Sistem Hukum Adat Toraja, merupakan sistem hukum adat dengan didasarkan atas pengaruh
adat komunitas Tana Toraja.
14.Sistem Hukum Adat Sulawesi Selatan, tetutama Bugis, yang memiliki sistem hukum adat yang
banyak dipengaruhi oleh kerajaan-kerajaan.
15. Sistem Hukum Adat Maluku Utara.
16. Sistem Hukum Adat Ambon, merupakan sistem hukum adat yang dipengaruhi oleh agama-agama
Eropa (Kristen-Katolik)
17. Sistem Hukum Adat Maluku Tenggara (Tual, Maluku Utara).
18.Sistem Hukum Adat Papua.
19. Sistem Hukum Adat Nusa Tenggara Timur (Kupang), memiliki sistem hukum adat yang banyak
dipengaruhi oleh budaya-budaya Portugal.
20.Sistem Hukum Adat Nusa Tenggara Barat (Bali, Lombok), sistem hukum adatnya dipengaruhi oleh
ajaran keagamaan Hindu.
21. Sistem Hukum Adat Jawa Pesisir & Madura (Jember, Banyuwangi, Situbondo, Madura), memiliki
sistem hukum adat yang dipengaruhi oleh kebudayaan dan adat-istiadat Madura.
22. Sistem Hukum Adat Jawa Mataram (Blitar, Tulungagung, Kediri, perbatasan Jatim-Jateng),
merupakan sistem hukum adat yang dipengaruhi oleh sistem kerajaan yang dahulu pernah ada dan
mempengaruhi kehidupan masyarakatnya.
23. Sistem Hukum Adat Sunda, merupakan sistem hukum adat yang pengaruhnya didasarkan atas
pengaruh kerajaan dan kebudayaan Sunda pada umumnya.




















PENUTUP
Dapat disimpulkan bahwa sumber sistem hukum positif di Indonesia adalah dari hukum barat,
hukum adat, dan hukum Islam. Ketiganya merupakan pedoman dari pembentukan perundang-
undangan di Indonesia. Sehingga, pengaruh dari kolonialisme pun ada bahkan sebagian masih
digunakan hingga sekarang. Namun pada hakikatnya, hukum yang bersumber dari hukum adat
merupakan cerminan dari kepribadian bangsa Indonesia sendiri serta hukum agama yang diadopsi
dari agama bangsa Indonesia sendiri.
ecara garis besar sistem hukum yang sering manjadi cirri pada bentuk hukum ialah dengan sistem
terbuka dan tertutup . Yang dimaksud dengan sistem tertutup adalah sistem yang terisolir sama
sekali dari lingkungan . Batas-batasnya (boundaries) tertutup bagi pertukaran informasi dan energi
yang ada pada lingkungan sosial . Sehingga dalam sistem hukum yang bersifat tertutup tidak
memasukkan factor-faktor yang ada pada pusat informasi dan energi disekitar lingkungan kehidupan
masyarakat, yang merupakan sumber-sumber luar yang mempengaruhi sistem hukum itu sendiri.
Oleh Karenanya sistem hukum tertutup dapat mengalami entropi yang bergerak ke arah
disorganisasi atau kematian .
Sedangkan yang dimaksud dengan sistem hukum terbuka, dikatakan oleh Sudikno
Mertokusumo bahwa sistem terbuka mempunyai hubungan timbale balik dengan lingkungannya.
Dimana sistem hukum merupakan satu kesatuan unsur-unsur (yakni peraturan dan penetapan) yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan, sosial, ekonomi, sejarah dan sebagainya . Dan sebaliknya
sistem hukum mempengaruhi faktor-faktor diluar sistem hukum tersebut . Peraturan-peraturan
hukum terbuka untuk penafsiran yang berbeda, oleh karena itu selalu terjadi perkembangan .
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sistem hukum Indonesia berbentuk sistem terbuka .
Kenyataan ini tidak berarti bahwa tidak terdapat perbedaan tatanan diantara kaidah-kaidah hukum .
Seperti sekelompok kaidah hukum tertentu memang memiliki sifat lebih umum ketimbang suatu
kelompok lainnya . Dalam kerangka itu kita sudah menetapkan asas hukum sebagai suatu jenis
khusus kaidah hukum, yakni kaidah penilaian yang memiliki cirri suatu derajat keumuman yang lebih
tinggi .
Meskipun dikatakan bahwa sistem hukum itu terbuka, namun didalam sistem hukum itu ada
bagian-bagian yang sifatnya tertutup . Ini berarti bahwa pembentuk Undang-Undang tidak member
kebebasan untuk membentuk hukum . Hukum keluargan dan Hukum benda merupakan sistem
tertutup, yang berarti bahwa lemabaga-lembaga hukum dalam hukum keluarga dan benda jumlah
dan jenisnya tetap . Tidak dimungkinkan orang menciptakan hak-hak kebendaan baru kecuali oleh
pembentuk Undang-undnag . Sebaliknya hukum perserikatan sisemnya terbuka; setiap orang bebas
untuk membuat jenis perjanjian apapun di luar yang ditentukan oleh Undang-undang . Oleh sebab
itu bervariasinya aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum sudah dapat menghalangi
bahwa mereka akan dapat dikumpulkan menjadi satu kesatuan, tanpa menimbulkan erugian pada
isinya .
Dimana berbagai asas hukum yang ada pada landasan (basis) suatu sistem hukum
menghalangi tersusunnya suatu keseluruhan yang tertutup . Nilai-nilai, yang memperoleh bentuk
dalam asas-asas hukum, mengajukan (tuntutan) berbagai syarat pada sistem itu, yang tidak dapat
semuanya pada waktu yang bersamaan diwujudkan . Pada akhirnya berbagai kepentingan
kemasyarakatan dan tujuan politik memainkan peranan di dalam hukum, yang seringkali
bertentangan . Semua itu dengan derajat yang berubah-ubah dan dengan cara yang berbeda-beda
berpengaruh dalam praktek hukum, yang mengakibatkan bahwa bertolak dari praktek, orang tidak
mungkin akan sampai pada suatu sistem hukum terunifikasi secara penuh (volledig uniform
rechtssysteem) . Karena itu, sistem hukum memiliki cirri sebagai suatu sistem terbuka, yang
didalamnya orang hanya dapat menunjukan di sana sini ada perkaitan . Karena hukum itu berisi
peraturan-peraturan hukum yang sifatnya tidak lengkap dan tdak mungkin lengkap .























DAFTAR PUSAKA

http://andraina_af-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-78343-
Introduction%20to%20Indonesian%20Studies-Sistem%20Hukum%20Indonesia.html

http://gregorius-adrian.blogspot.com/2012/05/hukum-adat-dan-sistem-sosial.html

http://www.caesardemas.com/2013/05/sistem-hukum-adat-di-indonesia_3042.html

http://klikby.blogspot.com/2013/01/sistem-hukum.html

http://www.bimbingan.org/sistem-hukum-adat.htm

Anda mungkin juga menyukai