UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA PERIODE 28 APRIL-01 JUNI 2014 KEMALA Hi. BADAR (2008730077) TUTOR : Dr. Susanto, Sp.S 23/06/2014 1 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur REFERAT EPILEPSI 23/06/2014 2 Epilepsi berasal dari kata Yunani yang berarti "serangan" atau penyakit yang timbul secara tiba- tiba. Epilepsi merupakan penyakit yang umum terjadi dan penting di masyarakat DEFINISI EPILEPSI Kumpulan gejala dan tanda klinis, ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermitten. Terjadi oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron neuron secara paroksismal. DEFINISI BANGKITAN EPILEPSI Manifestasi klinis yang serupa dan berulang secara paroksismal. Disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang spontan. Bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut ( unprovoked) Dept. Of Neurology RSUD Cianjur DEFINISI 23/06/2014 3 Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya.
DEFINISI SINDROM EPILEPSI Sekumpulan gejala dan tanda klinis epilepsi yang terjadi bersama sama meliputi berbagai etiologi, umur, awitan (onset), jenis serangan, faktor pencetus , kronisitas. Dept. Of Neurology RSUD Cianjur EPIDEMIOLOGI 23/06/2014 4 Sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami epilepsi. Angka epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. 80-90% diantaranya tidak mendapatkan pengobatan apapun.
Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar 50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai 100/100,000.
Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun (262/100.000 kasus) dan uisa lanjut di atas 65 tahun (81/100.000 kasus).
Jakarta (RSCM), angka kejadian epilepsi pada anak cukup tinggi, yaitu pada anak usia 1 bulan sampai 16 tahun berkisar 40 kasus per 100.000.
Dept. Of Neurology RSUD Cianjur 23/06/2014 5 Epilepsi idiopatik Epilepsi simptomatik Epilepsi kriptogenik ETIOLOGI Dept. Of Neurology RSUD Cianjur Klasifikasi Internasional Kejang Epilepsi menurut International League Against Epilepsy (ILAE) 1981 I . Kejang Parsial (fokal) A. Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran) Dengan gejala motorik Dengan gejala sensorik Dengan gejala otonomik Dengan gejala psikis
B. Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran) 1. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran Dengan automatisme 2. Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejang Dengan gangguan kesadaran saja Dengan automatisme
C. Kejang umum sekunder/ kejang parsial yang menjadi umum (tonik-klonik, tonik atau klonik) 1. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang umum 2. Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang umum 3. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan berkembang menjadi kejang umum 23/06/2014 6 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur II. Kejang umum (konvulsi atau non-konvulsi)
Klasifikasi Epilepsi berdasarkan Sindroma menurut ILAE 1989 : I. Berkaitan dengan letak fokus A. Idiopatik Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes Childhood epilepsy with occipital paroxysm B. Simptomatik Lobus temporalis Lobus frontalis Lobus parietalis Lobus oksipitalis
23/06/2014 8 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur II. Epilepsi Umum A. Idiopatik Benign neonatal familial convulsions, benign neonatal convulsions Benign myoclonic epilepsy in infancy Childhood absence epilepsy Juvenile absence epilepsy Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal) Epilepsy with grand mal seizures upon awakening Other generalized idiopathic epilepsies B. Epilepsi Umum Kriptogenik atau Simtomatik Wests syndrome (infantile spasms) Lennox gastaut syndrome Epilepsy with myoclonic astatic seizures Epilepsy with myoclonic absences
C. Simtomatik Etiologi non spesifik Early myoclonic encephalopathy Specific disease states presenting with seizures 23/06/2014 9 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur PATOFISIOLOGI Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan melepas muatan listrik.
Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Kalsium dan Natrium dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Kalsium akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi.
23/06/2014 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur 10 Gejala Kejang Parsial Simpleks Serangan di mana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala berupa: deja vu Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat dijelaskan Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada bagian tubuh tertentu. Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu Halusinasi
23/06/2014 11 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur Gejala (2) Kejang parsial (psikomotor) kompleks Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak akan mengingat waktu serangan. Gejalanya meliputi: Gerakan seperti mencucu atau mengunyah Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang atau memainkan pakaiannya Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling dalam keadaan seperti sedang bingung Gerakan menendang atau meninju yang berulang-ulang Berbicara tidak jelas seperti menggumam.
23/06/2014 12 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur 23/06/2014 13 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur Gejala (4) Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan kesadaran, kehilangan keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak tanpa alasan yang jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Gejala (5) Pada saat fase klonik: terjadi kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol, mengompol atau buang air besar yang tidak dapat dikontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur setelah serangan semacam ini. Gejala (3) Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal) Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap: tahap tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Serangan jenis ini biasa didahului oleh aura. LANGKAH DIAGNOSTIK 23/06/2014 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur 14 ANAMNESIS
- Pola atau bentuk serangan - Lama serangan - Gejala sebelum, selama dan paska serangan - Frekueensi serangan - Faktor pencetus - Ada atau tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang - Usia saat serangan terjadinya pertama - Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan - Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya - Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
23/06/2014 15 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur Pemeriksaan Fisik dan Neurologis Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi
Pemeriksaan Fisik dan Neurologis Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi seperti trauma kepala infeksi telinga atau sinus gangguan kongenital gangguan neurologik fokal atau difus Pada anak-anak, diperiksa : keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh. 23/06/2014 16 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur PEMERIKSAAN PENUNJANG 23/06/2014 17 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur a. Elektro ensefalografi (EEG) Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi. Akan tetapi EEG bukanlah gold standard untuk diagnosis. Hasil EEG dikatakan bermakna jika didukung oleh klinis. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal : Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak. Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding seharusnya misal gelombang delta. Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya Gelombang tajam, paku (spike) , dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.
Rekaman video EEG
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat diperlukan pada persiapan operasi.
23/06/2014 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur 18
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRl lebih sensitif dan secara anatomik akan ta Tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri serta untuk membantu terapi pembedahan.
23/06/2014 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur 19 A CT or CAT scan (computed tomography) is a much more sensitive imaging technique than X-ray, allowing high definition not only of the bony structures, but of the soft tissues.
Laboratorium : Darah Cairan serebrospinal (infeksi SSP)
23/06/2014 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur 20 PENATALAKSANAAN 23/06/2014 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur 21 Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien. Prinsip terapi farmakologi epilepsi yakni : 23/06/2014 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur 22 Obat Anti Epilepsi (OAE) mulai diberikan bila diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat minimal dua kali bangkitan dalam setahun, pasien dan keluarga telah mengetahui tujuan pengobatan dan kemungkinan efek sampingnya. Terapi dimulai dengan monoterapi Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping; kadar obat dalam plasma ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif. Bila dengan pengguanaan dosis maksimum Obat Anti Epilepsi tidak dapat mengontrol bangkitan, ditambahkan Obat Anti Epilepsi kedua. Bila Obat Anti Epilepsi kedua telah mencapai kadar terapi, maka Obat Anti Epilepsi pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan. Penambahan Obat Anti Epilepsi ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi dengan pengguanaan dosis maksimal kedua Obat Anti Epilepsi pertama. 23/06/2014 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur 23 Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila kemungkinan kekambuhan tinggi , yaitu bila: dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG, terdapat riwayat epilepsi saudara sekandung, riwayat trauma kepala disertai penurunan kesadaran, bangkitan pertama merupakan status epileptikus.
Prinsip mekanisme kerja obat anti epilepsi : Meningkatkan neurotransmiter inhibisi (GABA) Menurunkan eksitasi: melalui modifikasi konduksi ion: Na + , Ca 2+ , K + , dan Cl - atau aktivitas neurotransmiter.
Pada anak-anak penghentian Obat Anti Epilepsi secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 2 tahun bebas serangan, syaratnya:
23/06/2014 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur 24 Penghentian Obat Anti Epilepsi dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan Bila digunakan lebih dari satu Obat Anti Epilepsi, maka penghentian dimulai dari satu Obat Anti Epilepsi yang bukan utama. 23/06/2014 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur 25 TIPE BANGKITAN OAE LINI PERTAMA OAE LINI KEDUA OAE LINI KETIGA LENA Sodium Valproat Lamotrigine Ethosuximide Levetiracetam Zonisamide MIOKLONIK Sodium Valproat Topiramate Levetiracetam Zonisamide Clobazam Lamotrigine Clonazepam Phenobarbital TONIK KLONIK Sodium Valproat Clobazam Phenitoin Phenobarbital Lamotrigine Oxcarbazepine Topiramate Levetiracetam Zonisamide Primidone ATONIK Sodium Valproat Lamotrigine Topiramate Felbamate PARTIAL Lamotrigine Topiramate Carbamazepine Oxarbazepine Phenitoin Phenobarbital Gabapentin Sodium Valproat Levetiracetam Zonisamide Pregabalin Tiagabine Vigabatrin Felbamate Primidone TIDAK TERKLASIFIKASIKAN Sodium Valproat Lamotrigine Topiramate Levetiracetam Zonisamide Pemilihan Obat Anti Epilepsi pada pasien remaja dan dewasa berdasarkan bentuk bangkitan 23/06/2014 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur 26 Pemilihan Obat Anti Epilepsi didasarkan pada sindrom epilepsi 23/06/2014 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur 27 JENIS BANGKITAN OAE LINI PERTAMA OAE LINI KEDUA AOE LAIN YANG DAPAT DIPERTIMBANGKAN EPILEPSI LENA PADA ANAK KECIL (CAE) Sodium Valproat Lamotrigine
23/06/2014 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur 30 OBAT EFEK SAMPING YANG MENGANCAM JIWA EFEK SAMPING MINOR Carbamazepine Anemia aplastik, hepatoksisitas, sindroma Steven-Johnson, lupuslike syndrome Dizziness, ataksia, diplopia, mual, kelelahan, leukopeni, trombositopeni, hiponatremia, ruam, gangguan, perilaku, tiks Phenytoin Anemia aplastik, gangguan fungsi hati, sindroma Steven Johnson, lupuslike syndrome, pseudolymphoma Hipertrofi gusi, hirsutisme, ataksia, nistagmus, diplopia, ruam, anoreksia, mual, makrositosis, neuropati perifer Valproic acid Hepatatotoksik, hiperamonemia, leukopeni, trombositopeni, pankreatitis Mual, muntah, rambut menipis, tremor, amenore, peningkatan BB, konstipasi Phenobarbital Hepatotoksik, gangguan jaringan ikat dan sumsum tulang, sindroma Steven Johnson Mengantuk, ataksia, nistagmus, ruam kulit, depresi, hiperaktiv (pada anak), gangguan belajar Levetiracetam Belum diketahui Mual, nyeri kepala, dizzines, kelemahan, mengantuk, gangguan perilaku 23/06/2014 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur 31 Gabapentin Belum diketahui Somnolen, kelelahan, ataksia, dizziness, peningkatan BB, gangguan perilaku (pada anak) Lemotrigin Sindrom Steven-Johnson, gangguan hepar akut, kegagalan multi organ Ruam, dizziness, tremor, atakia, diplopia, pandangan kabur, nyeri kepala, mual, muntah, insomnia Okskarbazepin Ruam kulit Dizziness, ataksia, nyeri kepala, mual, kelelahan, hiponatremia Topiramat Batu ginjal, hipohidrosis, gangguan fungsi hati Gangguan kognitif, kesulitan menemukan kata, dizziness, ataksia, nyeri kepala, kelelahan, mual, penurunan BB, parestesia, glukoma Zonisamid Batu ginjal, hipohidrosis, anemia aplastik Mual, nyeri kepala, dizziness, kelelahan, parestesia, ruam, gangguan berbahasa STATUS EPILEPTIKUS 23/06/2014 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur 32 DEFINIS
Bangkitan yang berlangsung lebih dari 30 menit atau adanya 2 bangkitan atau lebih tanpa pemulihan kesadaran diantaranya.
23/06/2014 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur 33 KLASIFIKASI
SE Konvulsif (bangkitan umum tonik klonik) SE Non Konvulsif ( bangkitan bukan umum tonik klonik), pada 1/3 kasus SE terbagi atas: SE Lena SE Parsial Kompleks SE Non Konvulsivus Pada Pasien Koma SE Pada Pasien Gangguan Belajar
23/06/2014 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur 34 Tabel 5. Penanganan SE Konvulsif 23/06/2014 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur 35 STADIUM PENTALAKSANAAN Stadium I ( 0 10 menit)
Memperbaiki fungsi kardio- respirasi Memperbaiki jalan nafas,O2, resusitasi Stadium II ( 1 60 menit)
Pemeriksaan status neurologik Vital sign : TD, Nadi, dan Suhu. EKG Pasang infus pada PD besar Ambil darah 50 100 cc Pemeriksaan Lab OAE emergensi : diazepam 10 20 mg IV ( kecepatan 2 5 mg/ mnt atau rectal dapat diulang15 menit kemudian) Glukosa 50 % 50 cc dengan atau tanpa Thiamin 250 mg IV Tangani asidosis
23/06/2014 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur 36 STADIUM PENTALAKSANAAN Stadium III ( 0 60/90 menit)
Tentukan etiologi Bila kejang terus selama 30 menit setelah pemberian diazepam pertama, beri phenytoin IV 15 18 mg/ kg, kecepatan 50 mg /mnt Mulai terapi dengan vasopressor bila diperlukan. Koreksi komplikasi. Stadium IV ( 30 90 menit)
Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30 60 mnt, transfer ICU, beri Propofol ( 2 mg / kg BB bolus IV, diulang bila perlu) atau Thiopentone ( 100 250 mg bolus IV dalam 20 mnt, dilanjutkan bolus 50 mg setiap 2- 3 menit ), dilanjutkan s/d 12 24 jam setelah bangkitan klinis atau bangkitan EEG terakhir, tapering off. Memantau bangkitan & EEG, tekanan intrakranial, memulai pemberian OAE dosis rumatan.
Tabel 6. Penanganan SE Non Konvulsivus 23/06/2014 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur 37 TIPE TERAPI PILIHAN TERAPI LAIN SE LENA Benzodiazepine iv / oral Valproate iv
SE PARSIAL KOMPLEKS Clobazam oral Lorazepam / Phenytoin/ Phenobarbital iv
SE NON KONVULSIVUS PADA PASIEN KOMA Phenytoin iv atau Phenobarbital
anestesia dengan thiopentone, pentobarbital, propofol atau midazolam.
Penghentian pemberian Obat Anti Epilepsi
Syarat umumnya : Penghentian Obat Anti Epilepsi dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan. Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan. Bila digunakan lebih dari satu Obat Anti Epilepsi, maka penghentian dimulai dari satu Obat Anti Epilepsi yang bukan utama.
23/06/2014 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur 38 PROGNOSA Prognosis umumnya baik, 70 80% pasien yang mengalami epilepsy akan sembuh, dan kurang lebih pasien akan bisa lepaa sobat 20 - 30% mungkin akan berkembang menjadi epilepsi kronis pengobatan semakin sulit 5 % di antaranya akan tergantung pada orang lain dalam kehidupan sehari-hari Pasien dengan lebih dari satu jenis epilepsi, mengalami retardasi mental, dan gangguan psikiatri dan neurologik prognosis jelek
23/06/2014 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur 39 DAFTARA PUSTAKA
http://www.epilepsy.ca/eng/content/sheet.html http://www.searo.who.int/LinkFiles/Technical_documents_Ment-134.pdf Tjahjadi,P.,Dikot,Y,Gunawan,D. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi. In : Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 2005. p119-127. Heilbroner, Peter. Seizures, Epilepsy, and Related Disorder, Pediatric Neurology: Essentials for General Practice. 1 st ed. 2007 http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15816939 Octaviana F. Epilepsi. In: Medicinus Scientific Journal of pharmaceutical development and medical application. Vol.21 Nov-Des 2008. p.121-2. http://www.who.int/mental_health/neurology/epilepsy_atlas_introdion.pdf http://www.epilepsyfoundation.org/about/statistics.cfm http://epilepsiindonesia.com/pengobatan/epilepsi-dan-anak/pahami-gejala-epilepsi-pada-anak-2 http://www.epilepsysociety.org.uk/AboutEpilepsy/Whatisepilepsy/Causesofepilepsy Shorvon SD. HANDBOOK OF Epilepsy Treatment Forms, Causes and Therapy in Children and Adults.2 nd ed. America: Blackwell Publishing Ltd. 2005 Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit. Ed: 6. Jakarta: EGC Aminoff MJ dkk. Clinical Neurology. 6 th ed. New York: McGraw-Hill. Wilkinson I. Essential neurology. 4 th ed. USA: Blackwell Publishing. 2005 PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Ed. 3. Jakarta. 2008 http://www.medscape.com/viewarticle/726809 Kliegman. Treatment of Epilepsy.Nelson Textbook of Pediatrics. Philadelphia: Saundres Elsevier. 2008. 593(6)
23/06/2014 Dept. Of Neurology RSUD Cianjur 40 Thank You