Anda di halaman 1dari 32

Etika (FILSAFAT BIDANG MORAL)

SEBAGAI CABANG FILSAFAT



Berawal dari filsafat yunani, yang dimulai dengan filsafat alam.
Dilanjutkan dengan filsafat manusia.
Pembahasan tentang manusia berkembang dari konteks keberadaannya, dan mulai
mempertanyakan bagaimana manusia harus hdup agar hidupnya baik
Etika adalah pembahasan mengenai baik (good), buruk (bad), semestinya
(ought to), benar (right), dan salah (wrong). Yang paling menonjol adalah tentang
baik atau good dan teori tentang kewajiban (obligation). Keduanya bertalian
dengan hati nurani. Bernaung di bawah filsafat moral .
Dalam pemakaain sehari-hari, etika dapat dibedakan dalam tiga arti: (1)
etika sebagai sistem nilai. Etika disini diartikan sebagai nilai-nilai dan norma-
norma moral yang menjadi pegangan hidup atau sebagai pedoman penilaian baik-
buruknya perilaku manusia, baik secara individual maupun social dalam suatu
masyarakat; (2) etika sebagai kode etik. Etika diartikan sebagai kumpulan
norma dan nilai-nilai moral yang wajib diperhatikan oleh pemegang profesi
tertentu; (3) etika sebagai ilmu. Etika diartikan sebagai ilmu yang melakukan
refleksi kritis dan sistematis tentang moralitas
Menurut Robert C. Solomon dalam Etika: Suatu Pengantar, etika adalah
bagian filsafat yang meliputi hidup baik, menjadi orang baik, dan menginginkan
hal-hal yang baik dalam hidup. Kata etika menunjuk pada disiplin ilmu yang
mempelajari nilai-nilai dan pembenarannya, serta nilai-nilai hidup kita yang
sesungguhnya dan hukum-hukum tingkah laku kita.
Etika bisa dibilang sesuatu yang membatasi. Membatasi dalam hal ini
memiliki tujuan agar tidak terjadi deviasi nilai dalam sistem masyarakat.
Sebenarnya pembenaran atau penyalahan tindakan mempunyai sifat relatif.
Karena etika memiliki nilai subyektivitas, mencakup pandangan dan pemikiran
individu yang terkadang dianggap berbeda dengan kaum mayoritas yang
memiliki regulasi dan penataan yang telah dikukuhkan. Etika adalah ilmu yang
reflektif dan kritis. Norma-norma dan pandangan moral dengan sendirinya sudah
terdapat dalam masyarakat.
Pada hakikatnya, etika mengandung sebuah pilihan.[3] Kebebasan untuk
memilih apa yang akan dilakukan, dijadikan dasar, atau hal-hal lain yang bersifat
harus dipilih. Di sinilah ilmu dan etika membuat problematika. Ilmu yang saat
ini semakin berkembang, terkadang mengabaikan nilai-nilai yang telah tertanam.
Namun bila dipikirkan secara lebih mendalam, ilmu yang dalam
perkembangannya dikekang oleh nilai-nilai, seakan tidak memiliki kebebasan
untuk maju. Menurut Aristoteles, jika sebelumnya sudah dipatok apakah
bermanfaat atau tidak, ilmu tidak akan berkembang.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Etika adalah suatu nilai
yang berasal dari pemikiran individu mengenai segala sesuatu yang baik atau
buruk sebagai dasar serta pembatas tingkah laku individu dalam masyarakat
sehingga sesuai dengan budaya masyarakat. Etika merupakan ilmu yang
membahas standart nilai dalam memandang segala sesuatu. Dalam hal ini selalu
terkait dengan tindakan individu baik dalam hubungannya dengan dirinya sendiri
maupun dengan orang lain. Etika dapat diwujudkan dalam bentuk tata tertib yang
prinsipnya mengatur tentang perilaku mahasiswa guna menunjang tercapainya
tujuan. Misalnya dalam tata tertib dalam kehidupan kampus, tata tertib ujian,
ketentuan-ketentuan pemilihan lembaga kemahasiswaan dll.

Pengertian etika
Secara etimologis ethos(yunani) = adapt kebiasaan; cara bertindak.
Sebagai ilmu : refleksi kritis, metodis dan sistematis tentang tingkah laku
manusia.
Sifat fisiologisnya : melampaui data daktual. Bertanya tentang yang harus dan
tidak boleh, yang baik dan yang buruk.
Etika merupakan salah satu dalam kelompok filsafat praktis yang
merupakan suatu pemikiran yang mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-
pandangan moral. Etika juga berkaitan dengan masalah predikat nilai susila dan
tidak susila atau baik dan buruk. Sesungguhnya etika lebih banyak
bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungannya
dengan tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986).
Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis
Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang ajaran-
ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini
sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma, adat, wejangan dan
adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak menghasilkan
suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan sebuah pemikiran yang
kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahi dan mampu
mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.
Didalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral
persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab,
baik tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap
tuhan sebagai sang pencipta.
Filsuf Aristoteles, dalam bukunya
Etika Nikomacheia, menjelaskan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut:
Terminius Techicus,
Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan
yang mempelajari tindakan manusia.
Manner dan Custom,
Membahas etika yang berkaitan dengan tata caradan kebiasaan (adat) yang
melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan
pengertian baik dan buruk suatu tingkah laku manusia.

Pembagian etika








ILMU FILSAFAT
FILSAFAT PRAKTIS
FILSAFAT TEORITIS
Etika
Etika umum
Etika khusus
Individual
sosial

Etika deskriptif.
Etika normative.
Etika terdiri dari etika umum dan etika khusus. Menurut Magnis Suseno (1987),
Etika umum : prinsip moral dasar.
Etika khusus : etika terapan.

etika khusus dibagi menjadi dua yaitu etika individual dan etika sosial, yang
keduanya berhubungan dengan tingkah laku sebagai warga masyarakat. Etika
individual membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri yang kaitannya
dengan kedudukan sebagai warga negara. Sedangkan etika sosial membahas
tentang kewajiban manusia sebagai anggota masyarakat atau umat manusia. Etika
individual sangat berkaitan erat dengan etika sosial. Etika sosial berfungsi
membuat manusia menjadi sadar akan tanggungjawabnya sebagai manusia dalam
kehidupannya sebagai anggota masyarakat menurut semua dimensinya.


Fungsi Etika
Memberi orientasi kritis dan rasional dalam menghadapi pluralisme moral, yang
diakibatkan oleh :
Adanya aneka pandangan moral.
Adanya gelombang modernisasi.
Munculnya bebagai ideologi.
Fungsi etika menggariskan beberapa prinsip atau ukuran asas untuk
menentukan apakah tingkah laku yang betul, apakah yang salah, apakah tingkah
laku yang bertanggungjawab dan apakah yang tidak.

Tugas pokok etika mempelajari norma-norma yang dianggap berlaku.
Mempersoalkan hak dari setiap lembaga normatif.
Mengarahkan orang untuk :
Kritis dan rasional.
Percaya pada diri sendiri.
Bertindak sesuai yang dapat dipertanggung jawabkan secara moral.

Penerapan Etika
Plato dan Aristoteles telah menentukan apa yang disebut etika normatif,
secara umum yaitu merupakan salah satu hal untuk menentukan cara berparilaku
yang baik dalam kehidupan.Tujuan etika tergantung pada objek penelitian karena
bebas menentukan tindakan dari apa yang kita pikirkan namun tetap disesuaikan
dengan etika. Subyektif yaitu tergantung pada subjek apa yang ditanyakan.
Sedangkan Intersubjektif yaitu tergantung pada kesepakatan antara subyek.
Beberapa penerapan etika dalam kehidupan sehari- hari:
a) Dalam diri individu
1. Memanfaatkan dengan bijak teknologi yang tersedia
2. Bergaul dengan teman yang baik
3. Bekerja keras
4. Tidak mudah mengeluh
5. Selalu optimis
6. Jauhkan dari sifat sombong
7. Memiliki target
8. Memanfaatkan waktu sebaik mungkin
9. Introspeksi diri

b) Dalam bergaul di masyarakat
1. Menjadi teladan yang baik di masyarakat
2. Berperilaku dan bertutur kata yang baik
3. Menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
telah dipelajari
Etika dan etiket
Persamaan
Keduanya menyangkut perilaku manusia.
Keduanya mengatur perilaku manusaia secara normatif

Perbedaan
Etiket menyangkut cara, etika menyangkut boleh atau tidak boleh suatu tindakan
dilakukan.
Etiket berlaku dalam pergaulan. Etika tetap berlaku, dengan atau tanpa kehadiran
orang lain.
Etiket lebih bersifat relatif, etika lebih bersifat absolut
Etiket : penampilan lahiriah, etika penampilan batiniah

Etika dan Moralitas
Moralitas
Sistem nilai (tradisi kepercayaan dalam agama dan kepercayaan)
Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran, diwariskan turun temurun
Sebagai petunjuk konkret mausia dalam menjalankan hidupnya

Etika
Sebuah refleksi kritis dan rasional tentang nilai, ajaran dan pandangan-pandangan
moral
Moralitas adalah seuah ajaran, sedangkan etika adalah sebuah ilmu (ilmu tentang
moralitas)

Etika Moral
Objek nyata Adat-istiadat
Teori dan ilmu Nilai dan norma
Benar salah Baik buruk
Pikiran (otak kiri) Perasaan (otak kanan)
Rasional Dogmatis
Masyarakat modern Masyarakat konservatif
Tabel 1 Perbedaan etika dan moral



Etika dan Agama
Agama mendasarkan diri pada wahtu, sedangkan etika pada rasio
Orang beriman menemukan orientasi dasar kehidupannya dalam agamanya. Etika
membantu memberi orientasi rasional terhadap iman
Secara khusus etika diperlukan untuk dua hal berikut:
Mengatasi interpretasi yang berbeda-beda atas ajaran-ajaran moral yang
termuat dalam wahyu
Membantu pemecahan masalah-masalah moral yang baru muncul
kemudian yang tidak secara langsung disinggung dalam wahyu

Nilai pada umumnya
Nilai : sesuatu yang baik, yang dianggap berharga, yang memiliki suatu arti
Nilai didahului oleh fakta
Nilai berkaitan dengan subyek
Nilai bersifat prktis-pragmatis
Nilai hanya secara potensial ada dalam diri obyek

Nilai moral
Ada bermacam-macam nilai
Nilai moral sebagai nilai paling tinggi
Berkaitan dengan tanggung jawab
Berkaitan tuntutan hati nurani
Mewajibkan secara mutlak
Perlu diterapkan pada nilai-nilai (umum)

Norma pada umumnya
Kaidah pertimbangan penilaian.
Mengandung saksi dan pahala.

Jenis-jenis norma perilaku
Norma khusus : norma teksnis dan permainan, bersifat sementara untuk mencapai
tujuan tertentu .
Norma umum : norma sopan santun, norma hukum dan norma moral.

Kekhususan norma moral
Mulai berlakunya tidak dapt dipastikan.
Belum tentu dapat dipaksakan dan dituntut pelanggarnya.
Menentukan baik-buruknya perilaku dai sudut etis.
Sebagai norma tertinggi.
Tidak dapt dicabut walau semakin sedikit orang yang menghayatinya.
Bisa bentuk positif atau negatif.

Sifat-sifat khas norma moral
Kemutlakan norma moral .
Pandangan dan praktek etis yang berbeda-beda dalam pelbagai kebudayaan dapat
menimbulkan relativisme moral. Akan tetapi relativisme ini tidak taham uji
karena beberapa konsekuensi berikut:
Tidak mengakui perbedaan mutu etis antara berbagai kebudayaan
Tolak ukur penilaian etis bagi perilaku siatu masyarakat hanya
berdasarkan kaidah-kaidah moral (budaya, kebiasaan) masyarakat itu.
Tidak mungkin terjadi kemajuan dalam bidang moral
Objektivitas norma moral
Ada sifat subjektivitas norma moral
Nilai dan norma moral tidak ditentukan oelh selera pribadi
Dapat dilakukan diskusi / dialog mengenai norma-norma moral
Objektivitas norma moral tidak menghapus kebebasan
Universalitas norma moral
kalu absolut maka harus universal, berlakuu selalu dan dimana-mana
mendapat tantangan dari etika situasi
etika situasi dalam bentuk ekstrim tidak tahan uji

Kaitan norma dan nilai
Norma sebagai ekspresi nilai.
Norma sebagai pelindung nilai.
Noram hanya pula arti karena ada nilai dibelakangnya.
Norma dapat juga menyembunyikan atau mengaburkan nilai.

Pola pelaksanaan norma
Imperatif hipotesis
Bersyarat, untuk mencapai tujuan tertentu
Berdasarkan pengalaman
Imperatif kategoris
Tidak bersyarat
Berlaku utuk segala keadaan
Tidak berdasarkan pengalaman

dasarnya adalah seperangkat kewajiban-kewajiban tentang kebaikan (good)
yang pelaksananya (executor) tidak ditunjuk. Executor-nya menjadi jelas ketika
sang subyek berhadap opsi baik atau burukyang baik itulah materi kewajiban
ekskutor dalam situasi ini.
Peranan moral akan sangat kentara ketika perkembangan ilmu terjadi pada
saat tahap peralihan dari kontemplasi ke tahap manipulasi. Pada tahap
kontemplasi, masalah moral berkaitan dengan metafisik keilmuan, sedangkan
pada tahap manipulasi masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan
pengetahuan ilmiah itu sendiri. Dengan kata lain ketika ilmu dihadapkan pada
kenyataan, maka yang dibicarakan adakah tentang aksiologi keilmuan.
Dua perkara asas yang menjadi tumpuan dalam etika ialah akhlak individu
seperti takrifan individu yang baik dan peraturan-peraturan sosial seperti peraturan
mengenai benar atau salah (moraliti) yang menghadkan tingkah laku individu
(Mohamad Mohsin & Hamdzun 2002).Sidi Gazalba dalam buku beliau
Sistematika Filsafat merumuskan bahawa etika ialah teori mengenai laku-
perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk dan sejauh mana pula
dapat ditentukan oleh akal.
Menurut Abdul Fatah Hassan (2001) pula, etika menyelidik, memikirkan
dan mempertimbangkan mengenai yang baik dan yang buruk.
Etika melihat secara universal perbuatan manusia.
Etika juga merujuk kepada falsafah tingkah laku manusia yang dilihat dari
aspek lahiriah dan batiniah.Ini tidak serupa dengan moral yang merupakan ajaran,
kumpulan peraturan dan ketetapan, lisan atau bertulis mengenai bagaimana
manusia perlu bertindak supaya menjadi manusia yang baik.
Moral memandu manusia tentang cara bagaimana manusia harus bertingkah laku
(tingkah laku baik) manakala etika pula mengenai mengapakah manusia mesti
mengikuti arahan moral tersebut.
Etika merupakan tingkah laku dan kelakuan moral yang dijangka diikuti
oleh manusia sejagat manakala ilmu etika merupakan satu disiplin ilmu yang
mengkaji tentang moral, prinsip moral, kaedah moral dan tindakan serta kelakuan
manusia yang betul.
Sebelum menentukan sejauhmana peran moral dalam penggunaan ilmu
atau teknologi, ada dua kelompok yang memandang hubungan antara ilmu dan
moral. Kelompok pertama, memandang bahwa ilmu itu harus bersifat netral,
bebas dari nilai-nilai ontologi dan aksiologi. Dalam hal ini, fungsi ilmuwan adalah
menemukan pengetahuan selanjutnya terserah kepada orang lain untuk
mempergunakan untuk tujuan baik atau buruk. Kelompok pertama ini ingin
melanjutkan tradisi kenetralannya secara total seperti pada waktu Galileo.
Kelompok kedua, berpendapat bahwa kenetralan terhadap nilai hanyalah terbatas
pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan
obyek penelitian, kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral. Hal ini
ditegaskan oleh Charles Darwin bahwa kesadaran kita akan moral dalam
penggunakan ilmu kita sejogyanya menggunakan pikiran kita .
Persoalan baru yang muncul saat menerapkan nilai moral ialah konflik yang
menimbulkan dilema nurani mana yang baik, benar, yang mana yang tidak dan
mana yang selayaknya. Disinilah, etika memainkan peranannya, etika berkaitan
dengan apa yang seharusnya atau terkait dengan apa yang baik dan tidak baik
untuk kita lakukan serta apa yang salah dan apa yang benar. Menurut J.Osdar,
oleh filsuf Yunani kuno, Aristoteles, kata etika dipakai untuk menunjukkan
filsafat moral. Kata moral punya arti sama dengan kosakata etika. Kata moral
berasal dari bahasa Latin, yakni mos (jamaknya mores). Artinya kebiasaan, adat.
Di sini kata moral dan etika punya arti yang sama

Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis
tentang adat kebiasaan, nilai- nilai, dan norma perilaku manusia yang dianggap
baik atau tidak baik. Dalam etika masih dijumpai banyak teori yang mencoba
untuk menjelaskan suatu tindakan, sifat, atau objek perilaku yang sama dari sudut
pandang atau perspektif yang berlainan. Berikut ini beberapa teori etika:

1. Egoisme
Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan
egoisme.Pertama, egoisme psikologis, adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa
semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (self
servis).Menurut teori ini, orang bolah saja yakin ada tindakan mereka yang
bersifat luhur dan suka berkorban, namun semua tindakan yang terkesan luhur
dan/ atau tindakan yang suka berkorban tersebut hanyalah sebuah ilusi.Pada
kenyataannya, setiap orang hanya peduli pada dirinya sendiri. Menurut teori ini,
tidak ada tindakan yang sesungguhnya bersifat altruisme, yaitusuatu tindakan
yang peduli pada orang lain atau mengutamakan kepentingan orang lain dengan
mengorbankan kepentingan dirinya. Kedua, egoisme etis, adalah tindakan yang
dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self-interest).
Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan
kepentingan orang lain, sedangkan tindakan mementingkan diri sendiri tidak
selalu merugikan kepentingan orang lain. Berikut adalah pokok-pokok pandangan
egoisme etis:
a. Egoisme etis tidak mengatakan bahwa orang harus membela kepentingannya
sendiri maupun kepentingan orang lain.
b. Egoisme etis hanya berkeyakinan bahwa satu-satunya tuga adalah kepentingan
diri.
c. Meski egois etis berkeyakinan bahwa satu-satunya tugas adalah membela
kepentingan diri, tetapi egoisme etis juga tidak mengatakan bahwa anda harus
menghindari tindakan
menolong orang lain
d. Menurut paham egoisme etis, tindakan menolong orang lain dianggap sebagai
tindakan
untuk menolong diri sendiri karena mungkin saja kepentingan orang lain tersebut
bertautan dengan kepentingan diri sehingga dalam menolong orang lain
sebenarnya juga dalam rangka memenuhi kepentingan diri.
e. Inti dari paham egoisme etis adalah apabila ada tindakan yang menguntungkan
orang lain, maka keuntungan bagi orang lain ini bukanlah alasan yang membuat
tindakan itu benar. Yang membuat tindakan itu benar adalah kenyataan bahwa
tindakan itu menguntungkan diri sendiri.
Alasan yang mendukung teori egoisme:
a. Argumen bahwa altruisme adalah tindakan menghancurkan diri sendiri.
Tindakan peduli
terhadap orang lain merupakan gangguan ofensif bagi kepentingan sendiri. Cinta
kasih
kepada orang lain juga akan merendahkan martabat dan kehormatan orang
tersebut.
b. Pandangan terhadap kepentingan diri adalah pandangan yang paling sesuai
dengan moralitas akal sehat. Pada akhirnya semua tindakan dapat dijelaskan dari
prinsip
fundamental kepentingan diri.
Alasan yang menentang teori egoisme etis:
a. Egoisme etis tidak mampu memecahkan konflik-konflik kepentingan. Kita
memerlukan
aturan moral karena dalam kenyataannya sering kali dijumpai kepentingan-
kepentingan yang bertabrakan.
b. Egoisme etis bersifat sewenang-wenang. Egoisme etis dapat dijadikan sebagai
pembenaran atas timbulnya rasisme.

2. Utilitarianisme
Menurut teori ini, suatu tindakan dikatakan baik jika membawa manfaat
bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat (the greatest happiness of the greatest
number). Paham utilitarianisme sebagai berikut: (1) Ukuran baik tidaknya suatu
tindakan dilihat dari akibat, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan itu, apakah
memberi manfaat atau tidak, (2) dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-
satunya parameter yang penting adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah
ketidakbahagiaan, (3) kesejahteraan setiap orang sama pentingnya. Perbedaan
paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada siapa yang
memperoleh manfaat.Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan
individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut pandang
kepentingan orang banyak (kepentingan orang banyak).
Kritik terhadap teori utilitarianisme:
a. Utilitarianisme hanya menekankan tujuan/mnfaat pada pencapaian kebahagiaan
duniawi
dan mengabaikan aspek rohani.
b. Utilitarianisme mengorbankan prinsip keadilan dan hak individu /minoritas
demi
keuntungan mayoritas orang banyak.

3. Deontologi
Paradigma teori deontologi saham berbeda dengan paham egoisme dan
utilitarianisme, yang keduanya sama-sama menilai baik buruknya suatu tindakan
memberikan manfaat entah untuk individu (egoisme) atau untuk banyak
orang/kelompok masyarakat (utilitarianisme), maka tindakan itu dikatakan
etis.Sebaliknya, jika akibat suatu tindakan merugikan individu atau sebagian besar
kelompok masyarakat, maka tindakan tersebut dikatakan tidak etis. Teori yang
menilai suatu tindakan berdasarkan hasil, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan
tersebut disebut teori teleology

Sangat berbeda dengan paham teleologi yang menilai etis atau tidaknya
suatu tindakan berdasarkan hasil, tujuan, atau konsekuensi dari tindakan tersebut,
paham deontologi justru mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada
kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi, atau akibat dari tindakan
tersebut. Konsekuensi suatu tindakan tidak boleh menjdi pertimbangan untuk
menilai etis atau tidaknya suatu tindakan. Kant berpendapat bahwa kewajiban
moral harus dilaksanakan demi kewajiban itu sendiri, bukan karena keinginan
untuk memperoleh tujuan kebahagiaan, bukan juga karena kewajiban moral iu
diperintahkan oleh Tuhan. Moralitas hendaknya bersifat otonom dan harus
berpusat pada pengertian manusia berdasarkan akal sehat yang dimiliki manusia
itu sendiri, yang berarti kewajiban moral mutlak itu bersifat rasional.
Walaupun teori deontologi tidak lagi mengkaitkan kriteria kebaikan moral
dengan tujuan tindakan sebagaimana teori egoisme dan tlitarianisme, namun teori
ini juga mendapat kritikan tajam terutama dari kaum agamawan.Kant mencoba
membangun teorinya hanya berlandaskan pemikiran rasional dengan berangkat
dari asumsi bahwa karena manusia bermartabat, maka setiap perlakuan manusia
terhadap manusia lainnya harus dilandasi oleh kewajiban moral universal. Tidak
ada tujuan lain selain mematuhi kewajiban moral demi kewajiban itu sendiri.

4. Teori Hak
Suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau tindakan
tersebut sesuai dengan HAM. Menurut Bentens (200), teori hak merupakan suatu
aspek dari deontologi (teori kewajiban) karena hak tidak dapat dipisahkan dengan
kewajiban. Bila suatu tindakan merupakan hak bagi seseorang, maka sebenarnya
tindakan yang sama merupakan kewajiban bagi orang lain. Teori hak sebenarnya
didsarkan atas asumsi bahwa manusia mempunyai martabat dan semua manusia
mempunyai martabat yang sama.
Hak asasi manusia didasarkan atas beberapa sumber otoritas, yaitu
a. Hak hukum (legal right), adalah hak yang didasarkan atas sistem/yurisdiksi
hukum suatu
negara, di mana sumber hukum tertinggi suatu negara adalah Undang-Undang
Dasar
negara yang bersangkutan.
b. Hak moral atau kemanusiaan (moral, human right), dihubungkan dengan
pribadi manusia
secara individu, atau dalam beberapa kasus dihubungkan dengan kelompok bukan
dengan masyarakat dalam arti luas. Hak moral berkaitan dengan kepentingan
individu sepanjang kepentingan individu itu tidak melanggar hak-hak orang lain
c. Hak kontraktual (contractual right), mengikat individu-individu yang membuat
kesepakatan/kontrak bersama dalam wujud hak dan kewajiban masing-masing
kontrak.
Teori hak atau yang lebih dikenal dengan prinsip-prinsip HAM mulai
banyak mendapat dukungan masyarakat dunia termasuk dari PBB.Piagam PBB
sendiri merupakan salah satu sumber hukum penting untuk penegakan
HAM.Dalam Piagam PBB disebutkan ketentuan umum tentang hak dan
kemerdekaan setiap orang. PBB telah mendeklarasikan prinsip-prinsip HAM
universal pada tahun 1948, yang lebih dikenal dengan nama Universal Declaration
of Human Rights. (UdoHR). Diaharapkan semua negara di dunia dapat
menggunakan UdoHR sebagai dasar bagi penegakan HAM dan pembuatan
berbagai undang-undang/peraturan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Pada
intinya dalam UdoHR diatur hak-hak kemanusiaan, antara lain mengenai
kehidupan, kebebasan dan keamanan, kebebasan dari penahanan, peangkapan dan
pengasingan sewenang-wenang, hak memperoleh memperoleh peradilan umum
yang bebas, independen dan tidak memihak, kebebasan dalam mengeluarkan
pendapat, menganut agama, menentukan sesuatu yang baik atau buruk menurut
nuraninya, serta kebebasan untuk berkelompok secara damai.

5. Teori Keutamaan (Virtue Theory)
Teori keutamaan berangkat dari manusianya (Bertens, 2000).Teori
keutamaan tidak menanyakan tindakan mana yang etis dan tindakan mana yang
tidak etis.Teori ini tidak lagi mempertanyakan suatu tindakan, tetapi berangkat
dari pertanyaan mengenai sifat-sifat atau karakter yang harus dimiliki oleh
seseorang agar bisa disebut sebagai manusia utama, dan sifat-sifat atau karakter
yang mencerminkan manusia hina.Karakter/sifat utama dapat didefinisikan
sebagai disposisi sifat/watak yang telah melekat/dimiliki oleh seseorang dan
memungkinkan dia untuk selalu bertingkah laku yang secara moral dinilai
baik.Mereka yang selalu melakukan tingkah laku buruk secar amoral disebut
manusia hina. Bertens (200) memberikan contoh sifat keutamaan, antara lain:
kebijaksanaan, keadilan, dan kerendahan hati. Sedangkan untuk pelaku bisnis,
sifat utama yang perlu dimiliki antara lain: kejujuran, kewajaran (fairness),
kepercayaan dan keuletan.

6. Teori Etika Teonom
Sebagaimana dianut oleh semua penganut agama di dunia bahwa ada
tujuan akhir yang ingin dicapai umat manusia selain tujuan yang bersifat duniawi,
yaitu untuk memperoleh kebahagiaan surgawi. Teori etika teonom dilandasi oleh
filsafat kristen, yang mengatakan bahwa karakter moral manusia ditentukan secara
hakiki oleh kesesuaian hubungannya dengan kehendak Allah. Perilaku manusia
secara moral dianggap baik jika sepadan dengan kehendak Allah, dan perilaku
manusia dianggap tidak baik bila tidak mengikuti aturan/perintah Allah
sebagaiman dituangkan dalam kitab suci.
Sebagaimana teori etika yang memperkenalkan konsep kewajiban tak
bersyarat diperlukan untuk mencapai tujuan tertinggi yang bersifat mutlak.
Kelemahan teori etika Kant teletak pada pengabaian adanya tujuan mutlak, tujuan
tertinggi yang harus dicapai umat manusia, walaupun ia memperkenalkan etika
kewajiban mutlak. Moralitas dikatakan bersifat mutlak hanya bila moralitas itu
dikatakan dengan tujuan tertinggi umat manusia.Segala sesuatu yang bersifat
mutlak tidak dapat diperdebatkan dengan pendekatan rasional karena semua yang
bersifat mutlak melampaui tingkat kecerdasan rasional yang dimiliki manusia.

7. Konsekuensialisme
Teori ini menjawab apa yang harus kita lakukan, dengan memandang
konsekuensi dari bebagai jawaban. Ini berarti bahwa yang harus dianggap etis
adalah konsekuensi yang membawa paling banyak hal yang menguntungkan,
melebihi segala hal merugikan, atau yang mengakibatkan kebaikan terbesar bagi
jumlah orang terbesar. Manfaat paling besar daru teori ini adalah bahwa teori ini
sangat memperhatikan dampak aktual sebuah keputusan tertentu dan
memperhatikan bagaimana orang terpengaruh. Kelemahan dari teori ini bahwa
lingkungan tidak menyediakan standar untuk mengukur hasilnya.


8. Intuisionisme
teori ini berusaha memecahkan dilema-dilema etis dengan berpijak pada
intuisi, yaitu kemungkinan yang dimiliki seseorang untuk mengetahui secara
langsung apakah sesuatu baik atau buruk. Dengan demikian seorang intuisionis
mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk berdasarkan perasaan moralnya,
bukan berdasarkan situasi, kewajiban atau hak. Dengan intuisi kita dapat
meramalkan kemungkinan-kemunginan yang terjadi tetapi kita tidak dapat
mempertanggungjawabkan keputusan tersebut karena kita tidak dapat
menjelaskan proses pengambilan keputusan.

Etika menjadi acuan bagi pengembangan ilmu pengetahuan karena
penghormatan atas manusia. Sebagaimana dikemukakan, oleh Imanuel Kant,
penghormatan kepada martabat manusia adalah suatu keharusan karena manusia
adalah satu-satunya makhluk yang merupakan tujuan pada dirinya, tidak boleh
ditaklukkan untuk tujuan lain.

Berbagai teori etika yang diuraikan di atas hakikatnya menjelaskan
tindakan. Tindakan juga bisa dipandang dari dua sudut yaitu benar-salah, dan adil-
tidak adil (atau keadilan). Thomas Aquinas (1225-1274) menjelaskan bahwa
terdapat berbagai macam keadilan antara lain:
1. Keadilan umum (general justice), yaitu kebaikan bersama, menempatkan
kepentingan umum di atas kepentingan pribadi.
2. Keadilan distributif (distributive justice), yaitu kebaikan dalam membagi hasil,
negara, perusahaan, dan sejenisnya harus membagi hasil yang sama kepada
seluruh anggotanya
3. Keadilan komutatif (commutative justice), yaitu kebaikan dalam memberi hak,
setiap orang harus memberi kepada oang lain apa yang menjadi haknya.

Bertens (2000:97-102) menjelaskan dalam keadilan distributif dijelaskan
dengan berbagai teori antara lain:
1. Teori egalitarianisme, yaitu pembagian yang sama kepada seluruh anggota
suatu organisasi; ini produk dari Revolusi Perancis 1789, landasannya adalah
"sama rata sama rasa"
2. Teori sosialistis, yaitu pembagian berdasar kebutuhan, yang dinyatakan oleh
Louis Blanc (1811-1882), "from each according his ability to each according to
his needs".
3. Teori liberalistis, yaitu pembagian berdasar prestasi kerja; mereka yang bekerja
yang mendapat pembagian hasil kerja.
Hakikatnya tindakan itu merupakan hal yang primer bagi manusia karena
tindakan dapat mengubah sesuatu menjadi sesuatu yang lain, sedangkan pikiran
itu merupakan ha1 yang sekunder bagi manusia karena pikiran tanpa disertai
tindakan tidak ada artinya
apa-apa, bahkan jika manusia hanya berpikir saja, ia akan menjadi "paranormal",
tetapi pikiran (ide) itu memiliki peranan penting sebagai penuntun atau petunjuk
untuk melakukan tindakan.
Kattsoff (2004:344-357) menjelaskan bahwa berbagai jenis tentang etika
antara lain:
1) Etika deskriptif, yaitu cabang dari sosiologi yang mendeskripkan perilaku
sosial dan tanggapan terhadap moral sosial.
2) Etika normatif, yaitu tanggapan dan penilaian atas perbuatan berdasar norma-
norma sosial, menjawab pertanyaan "apa yang seharusnya dikerjakan?"
3) Etika kefilsafatan, yaitu mencari makna atas perbuatan
4) Etika praktis, yaitu menjelaskan perbuatan yang benar dan baik berdasar azas
manfaat, misalnya dokter menyuntik mati pasien yang sudah lama sekarat,
mahasiswa memberi contekan kepada temannya saat ujian.
5) Etika teologis, yaitu tindakan yang benar berdasar tujuan akhir yang ingin
dicapai (kebahagiaan, kenikmatan), yang melahirkan: (a) etika hedonisme
psikologis yaitu mengejar kenikmatanpribadi, dan (b) etika hedonisme atruistis
(utilitarianisme), yaitu mengejar kebahagian dan kenikmatan seluruh masyarakat.



Relasi Etika Filosofis dan Etika Teologis
Terdapat perdebatan mengenai posisi etika filosofis dan etika teologis di
dalam ranah etika. Ada tiga jawaban yang dikemukakan mengenai pertanyaan di
atas, yaitu:
Revisionisme
Berasal dari Augustinus (354-430) yang menyatakan bahwa etika teologis
bertugas untuk merevisi, yaitu mengoreksi dan memperbaiki etika filosofis.
Sintesis
Dikemukakan oleh Thomas Aquinas (1225-1274). Hasilnya adalah etika
filosofis menjadi lapisan bawah yang bersifat umum, sedangkan etika
teologis menjadi lapisan atas yang bersifat khusus.
Diaparalelisme
F.E.D. Schleiermacher (1768-1834) menganggap etika teologis dan etika
filosofis sebagai gejala-gejala yang sejajar. Hal tersebut dapat
diumpamakan seperti sepasang rel kereta api yang sejajar.
Mengenai pandangan-pandangan di atas, ada beberapa pihak keberatan.
Pandangan Augustinus, dapat dilihat dengan jelas bahwa etika filosofis tidak
dihormati. Terhadap pandangan Thomas Aquinas, kritik yang dilancarkan juga
sama yaitu belum dihormatinya etika filosofis yang setara dengan etika teologis,
walaupun kedudukan etika filosofis telah diperkuat. Terakhir, terhadap pandangan
Schleiermacher, diberikan kritik bahwa meskipun keduanya telah dianggap
setingkat namun belum ada pertemuan di antara mereka.
Ada pendapat lain yang menyatakan perlunya suatu hubungan yang dialogis
antara keduanya. Dengan hubungan dialogis ini maka relasi keduanya dapat
terjalin dan bukan hanya saling menatap dari dua horizon yang paralel saja.
Selanjutnya diharapkan dari hubungan yang dialogis ini dapat dicapai suatu tujuan
bersama yang mulia, yaitu membantu manusia dalam bagaimana ia seharusnya
hidup.


6) Etika hipotesis, yaitu tindakan yang benar yang berakibat membahagian banyak
orang; misalnya dokter menyuntik mati pasien yang lama sekarat, demi
mengurangi penderitaan pasien
dan keluarganya.
7) Etika kepentingan atau etika kelas, yaitu tindakan yang benar berdasar
kepentingan kelas sosial tertentu. Etika kelas ini disebut etika Marxis, karena Karl
Marx membagi kelas sosial menjadi dua kelas, yaitu: (1) kelas pemilik alat
produksi, atau kelas penguasa dan (2) klas bukan pemilik alat produksi, atau kelas
dikuasai.

Etika Kelas
Kattsoff (2004:355) menjelaskan, menurut Marx, etika kelas ialah
tindakan yang benar karena membela kepentingan kelasnya. Kelas pemilik alat
produksi, tindakan yang benar adalah mempertahankan dan mengembangkan
kepemilikan atas alat produksi; kelas penguasa, tindakan yang benar adalah
mempertahankan dan mengembangkan kekuasannya. Kelas bukan pemilik alat
produksi, tindakan yang benar adalah merebut alat-alat produksi menjadi milik
kaum buruh atau milik bersama; kelas yang dikuasi, tindakan yang benar adalah
merebut kekuasaan menjadi penguasa.
Kelas sosial juga dapat dikategorikan menjadi kelas revolusioner dan kelas
reaksioner atau kelas konservatif.
1) Etika kelas revolusioner ialah tindakan yang benar adalah merebut kekuasaan
politik, ha1 itu dilakukan oleh kaum borjuis Perancis melalui Revolusi Perancis
1789, kaum buruh Rusia
melalui Revolusi Rusia 191 7, dan revolusi-revolusi bangsa-bangsa terjajah.
2) Etika kelas reaksioner ialah tindakan yang benar dalam mempertahankan
kekuasaan politik dan ekonomi, ha1 itu dilakukan oleh kaum feodal dalam
revolusi borjuis, dilakukan kaum borjuis dalam revolusi buruh, dilakukan oleh
kaum kolonial dalam revolusi kemerdekaan.
Kaum Marxis adalah penganut etika hedonistik karena mementingkan
kelasnya sendiri dengan mengabaikan bahkan menghancurkan kelas lainnya yaitu
kelas feodal, kelas borjuis, dan kelas kolonialis. Mereka (kaum Marxis) menganut
etika masyarakat tanpa kelas, yaitu
tindakan yang benar untuk membangun masyarakat tanpa kelas, dimana tidak ada
penindas dan yang ditindas; untuk mewujudkannya melalui revolusi sosialis. Di
samping itu kaum Marxis mengadopsi etika relativisme, di mana tindakan benar-
salah tergantung sistem sosial tertentu atau sistem kebudayaan tertentu.
Definisi Ilmu
Ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh secara sistematis dengan
metode- metode tertentu yang telah memenuhi persyaratan yang disepakati
ilmuwan. Namun, dengan perkembangan yang semakin pesat di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi, Ilmu dianggap sebagai sesuatu yang bebas nilai
karena terkadang mengabaikan nilai- nilai (etika) di masyarakat, melampaui batas
kemanusiaan, seperti kloning manusia.
Pengembangan Ilmu seharusnya bisa menghasilkan inovasi-inovasi baru
yang bermanfaat meningkatkan kesejahteraan manusia yang tidak melepaskan diri
dari etika sehingga dapat diterima secara menyeluruh oleh masyarakat. Etika
digunakan sebagai landasan dalam bertindak dengan menyesuaikan pada nilai-
nilai dan norma-norma, mengatur adab tingkah laku manusia. Etika terkadang
disebut sebagai filsafat moral karena berisi konsep konsep moral, mengarahkan
seseorang untuk kritis , rasional, percaya diri, bertindak sesuai adab yang berlaku.
Etika Keilmuwan
Istilah etika keilmuwan mengantarkan kita pada kontemplasi mendalam,
baik mengenai hakekat, proses pembentukan, lembaga yang memproduksi ilmu
lingkungan yang kondusif dalam pengembangan ilmu, maupun moralitas dalam
memperoleh dan mendayagunakan ilmu tersebut.
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan
bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal
dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos
yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun S.Suriasumantri
mengartika aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh.
Hubungan antara Ilmu dengan Etika
Dalam psikologi, dikenal konsep diri dari Freud yang dikenal dengan
nama id, ego dan super-ego. Id adalah bagian kepribadian yang
menyimpan dorongan-dorongan biologis (hawa nafsu dalam agama) dan hasrat-
hasrat yang mengandung dua instink: libido (konstruktif) dan thanatos (destruktif
dan agresif). Ego adalah penyelaras antara id dan realitas dunia luar. Super-
ego adalah polisi kepribadian yang mewakili ideal, hati nurani (JRakhmat, 1985).
Dalam agama, ada sisi destruktif manusia, yaitu sisi angkara murka (hawa nafsu).
Ketika manusia memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk tujuan praktis, mereka
dapat saja hanya memfungsikan id-nya, sehingga dapat dipastikan bahwa
manfaat pengetahuan mungkin diarahkan untuk hal-hal yang destruktif. Milsanya,
dalam pertarungan antara id dan ego, dimana ego kalah sementara super-ego tidak
berfungsi optimal, maka tentu nafsu angkara murka yang mengendalikan tindak
manusia dalam menjatuhkan pilihan dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan. Dari
hal tersebut, kebaikan yang diperoleh manusia adalah nihil. Kisah dua kali perang
dunia, kerusakan lingkungan, penipisan lapisan ozon, adalah pilihan id dari
kepribadian manusia yang mengalahkan ego maupun super-ego-nya.
Oleh karena itu, pada tingkat aksiologis, pembicaraan tentang nilai-nilai adalah
hal yang mutlak. Nilai ini menyangkut etika, moral, dan tanggungjawab manusia
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk dimanfaatkan bagi sebesar-besar
kemaslahatan manusia itu sendiri. Karena dalam penerapannya, ilmu pengetahuan
juga punya bias negatif dan destruktif, maka diperlukan patron nilai dan norma
untuk mengendalikan potensi id (libido) dan nafsu angkara murka manusia
ketika hendak bergelut dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan. Di sinilah etika
menjadi ketentuan mutlak, yang akan menjadi well-supporting bagi pemanfaatan
ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan derajat hidup serta
kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Hakikat moral, tempat ilmuan
mengembalikan kesuksesannya.
Definisi etika ilmu ditinjau dari berbagai sudut pandang
Etika tidak hanya sebagai ilmu, namun dapat dikembangkan sebagai ilmu
terapan yang dapat diaplikasikan secara langsung dalam mengatasi berbagai
permasalahan memgenai kehidupan masyarakat. Oleh karenanya etika sendiri bias
dijelaskan dengan menggunakan berbagai sudut pandang . Beberapa diantara
pembagian etika adalah etika individual,etika sosial, dan etika terapan. Etika
merupakan salah satu jalan yang dapat memecahkan kasus-kasus dalam
masyarakat dengan prinsip-prinsip etisnya, oleh karena itu perlu dikaitkan dengan
ilmu ilmu lainnya. Inilah yang dimaksud dengan etika ilmu yaitu suatu etika yang
dikaitkan dengan bagaimana penerapan den pengembangan keilmuan yang baik
dan benar tanpa menimbulkan masalah dalam masyarakat. Hal hal yang
berkaitan dengan etika ilmu diantaranya;

Etika di depan ilmu dan teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kini semakin pesat, jika
tidak dikendalikan maka nantinya akan dapat memicu timbulnya berbagai
masalah. Kesenjangan akan nilai nilai adat dan kebudayaan kini juga semakin
luntur, tidak semua ilmu dan teknologi bisa dikembangkan sebebas-
bebasnya.Oleh karena itu sangat dibutuhkan batasan yang bisa mengatur
pelaksanaan dan pengembangan IPTEK saat ini. Beberapa diantara etika ilmu
yang diterapkan adalah :

1. Etika Terapan
Sikap pro, kontra atau netral dalam menghadapi masalah dengan
mengetahui informasi yang sesuai, pembahasan berdasarkan rasio, senantiasa
berpegang pada norma-norma moral. Hasilnya adalah lahirnya kode etik profesi
yaitu suatu tingkah laku moral suatu kelompok dalam masyarakat yang
dirumuskan melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang
teguh oleh seluruh anggota kelompok. Manfaat kode etik adalah menjamin
kepentingan pasien serta sebagai petunjuk moral bagi suatu profesi. Kode etik
dibuat oleh kelompok profesi itu sendiri yang akan menjadi self regulation serta
selalu diawasi terus menerus pelaksanaannya.

2. Etika Profesi
Profesi pada umumnya merupakan pekerjaan kelompok yang mengandalkan
keahlian khusus, pengabdian dan pelayanan kepada masyarakat sebagai sumber
mencari nafkah.
Ciri-ciri profesi (terutama profesi luhur)
a) Memiliki kemampuan yang dituntut untuk itu
b) Memilih kaidah dan standar moral yang tinggi
c) Mengutamakan pengabdian kepada masyarakat
d) Ada izin khusus untuk pelaksanaannya
e) Menjadi anggota suatu organisasi profesi

Prinsip prinsip etika profesi
Sikap tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya,
senantiasa hormat terhadap hak orang lain.
Etika profesi khusus / luhur
a) Etika profesi = Keseluruhan tuntutan moral yang harus ada dalam pelaksanaan
sebuah profesi.
b) Secara konkret hal itu terwujud dalam kode etik = kumpulan kewajiban yang
mengikat para profesional dalam parkteknya.
c) Memiliki idealisme tinggi dan realistis, yaitu sikap dan tindakannya dilandasi
oleh motivasi untuk mau melaksanakan hal-hal yang luhur Menuju
3. Etika Bisnis
1.Pandangan praktis realis
Menurut pandangan ini tujuan dan motivasi satu- satunya dari bisnis adalah
untuk mendapatkan keuntungan. Memang secara umum bisnis untuk mencari
keuntungan, tanpa ada keuntungan maka tidaklah mungkin bisnis bisa
berkembang , padahal dengan adanya bisnis dapat membuka lapangan pekerjaan,
mengembangkan berbagai inovasi terbaru yang kreatif, hal ini memberikan
sumbangan dalam kemajuan perekonomian negara. Apabila dipandang dari segi
moral bisnis bukanlah sesuatu yang buruk, namun lebih baik lagi jika dalam bisnis
diberika aturan agar tidak melampaui batas nilai- nilai yang sesuai di masyarakat.
2. Pandangan Ideal
Menurut pandangan ideal tujuan bisnis adalah untuk melayani kebutuhan
dan meningkatkan standar hidup masyarakat. Keuntungan bukan tujuan utama,
namun sebagai hasil dari bisnis ini.

3. Manfaat Studi Filsafat Etika
Tujuan mempelajari etika bisnis adalah:
1) Menanamkan kesadaran dimensi etis dalam bisnis
2) Memperkenalkan pengetahuan moral dalam bisnis
3) Membantu pebisnis bersikap dan bertindak berdasarkan moral
4) Membantu pelaku bisnis berpikir kritis-dialektis dalam melakukan bisnis.
Dalam mempelajari etika terjadi dilema etika dan problem etika. Dilema
etika = problem moral yaitu mengevaluasi tindakan individu vs komunitas, itu
artinya tindakan individu itu dinyatakan baik jika tidak bertentangan dengan
moral komunitas setempat. Sedangkan problem etika yaitu mengevaluasi dan
memilih standar moral yang digunakan sebagai pedoman bertindak. Dalam sistem
sosial yang berbeda terjadi normal moral yang berbeda; individu mengalami
kesulitan untuk memilih moral standar yang umum digunakan sebagai pedoman
tindakan manusia. Moral standar itu pada umumnya adalah:
1) Perbuatan menolong sesama manusia di semua tempat itu dinyatakan perbuatan
yang baik
2) Perbuatan berbohong dan menipu orang lain di semua tempat itu dinyatakan
perbuatan yang buruk; manusia harus mengadopsi norma standar untuk pedoman
tindakannya.
Di samping itu manusia pada umumnya dilema dalam memahami etika
dan nilai (value). Etika mempelajari tindakan baik-buruk berdasarkan ilmu,
sedangkan nilai adalah sesuatu yang
dihormati, dijunjung tinggi, dan diperjuangkan, ia merupakan keyakinan yang
bersumber pada adat-istiadat dan ajaran Agama.
Manusia juga mengalami kesulitan untuk memahami etika, etos, dan
etiket. Etika adalah tindakan yang benar berdasar ilmu pengetahuan; ia bersikap
kritis terhadap tindakan; etos ialah semangat atau dorongan untuk bertindak benar
berdasar kebudayaan, oleh sebab itu ia dekat dengan moral; dan etiket ialah
tindakan baik-buruk berdasar norma sosial, ia dekat dengan adat-istiadat. Etos dan
etikat adalah produk kebudayaan dalam suatu masyarakat tertentu tentang
tindakan baik-buruk. Etika adalah produk pemikiran benar-salah suatu tindakan
berdasar kondisi obyektif; dinyatakan benar jika pikiran cocok dengan kondisi
obyektif, dan dinyatakan salah jika
pikiran tidak cocok dengan kondisi obyektif.

Hukum dan Etika
Hukum ialah seperangkat aturan yang dibuat oleh penguasa (kepala suku atau
kepala negara) untuk mengatur interaksi anggotanya agar hidup tertib. Jika
masyarakat hidup tertib, maka
kekuasaan kepala suku atau kepala negara langgeng (status quo), dan masyarakat
bisa hidup tenteram dan damai. Dalam interaksi sosial itu, yang berbuat
melanggar hukum dihukum setelah diadakan pembuktian, dan berbuat baik
dilindungi.
Dalam kegiatan bisnis, hukum diperlukan untuk mengatur transaksi bisnis
agar dalam traksaksi itu saling menguntungkan, atau tidak ada yang dirugikan. Di
samping itu hukum dalam bisnis juga mengatur hubungan antara pemilik kapital
dengan manajer dan buruh, yang dikemas dalam hukum perburuhan. Buruh harus
dilindungi oleh hukum agar tidak menjadi obyek pemilik kapital, demikian juga
pemilik kapital juga dilindungi oleh hukum agar hak miliknya tidak
disalahgunakan oleh manajer dan buruh.
Dalam praktek bisnis sering terjadi tindakan perusahaan yang melanggar
hukum, antara lain tindakan yang merugikan:
1) Buruhnya dan karyawannya, misalnya uang lembur, uang cuti, uang pesangon,
uang jasa, uang tunjangan kesehatan dan perumahan tidak dibayar oleh
perusahaan dengan berbagai alasan; tindakan yang demikian itu perusahaan telah
melakukan tindakan kriminal terhadap buruh dan karyawannya; tindakan tindakan
kriminal terhadap buruh dan karyawannya; tindakan yang
demikian disebut tindakan tidak etis dan tidak bermoral yang berakibat
pemogokan buruh, pengunduran diri buruh, dan demontrasi buruh.
2) Perusahaan lain, misalnya tidak membayar utang, melakukan transaksi bisnis
yang curang dan manipulasi, dan sebagainya; tindakan yang demikian itu
perusahaan telah melakukan tindakan kriminal terhadap perusahaan lain; tindakan
yang demikian disebut tindakan tidak etis dan tidak bermoral yang berakibat tidak
ada pihak bersedia berbinis dengannya.
3) Masyarakat, misalnya dampak kegiatan operasi (industri) mengakibatkan
pencemaran udara, air, dan kerusakan lingkungan fisik dan sosial; tindakan vang
demikian itu perusahaan telah melakukan-tindakan kriminal terhadap masyarakat;
tindakah yang demikian disebut tindakah tidak etis dan tidak bermoral yang
berakibat masyarakt akan menghancurkan perusahaan, dengan jalan memboikot
produknya, merusak pabriknya, dan lain sebagainya.
Hukum berbeda dengan etika. Hukum berbicara pembuktian atas tindakan
benar atau salah bedasar aturan yang dibuat penguasa. Etika berbicara tindakan
benar atau salah berdasar ilu dan moral. Orang yang beretika dapat relatif tidak
melanggar hukum karena tahu dan tundukk terhadap norma sosial. Dalam hukum
tindakan salah bisa menjadi bena jika tindakan it menguntungkan penguasa,
karena yang mengadili itu penguasa, demikian juga tindakan benar bisa menjadi
salah jika tindakan itu merugikan penguasa. Tetapi dalam etika, hal itu sulit
terjadi; suatu tindakan benar akan tetap benar dan tindakan salah akan tetap salah
karena didasarkan pada penilaian masyarakat; penilaian masyarakat sulit
dimanipulasi. Contoh kasus hukum yang paling mengerikan adalah orang
dinyatakan bersalah (si A) oleh hakim dan dihukum bertahun yang tahun,
kemudian dibebaskan karena terbukti yang bersalah orang lain (si B); contoh
lainnya orang dihukum bertahun-tahun tanpa proses pengadilan, mereka
dinyatakan bersalah karena menjadi simpatisan Partai Komunis Indonesia, itu
terjadi di zaman Order Baru Indonesia (1965-1998).

Tantangan etika mengubah sikap
1. Perlu dibangun kesadaran moral akan niali ontologis segenap makhluk hidup
2. Manusia hrus segera mengubah sikapnya terhadap alam. Piet Leenhouwers
(seorang guru besar filsafat di tilburg dan eindhoven) menegaskan : manusia
harus mundur selangkah, dari raja despotis semesta alam, pusat dunia dan
kosmos, menjadi hamba, sebagai bertanggungjawab, yang juga tergantung
dari kosmos (dari egosentris ke ekosentrisme)
3. Dua sikap ekstrim harus ditolak
4. Sikap yang tepat dalam memandang dan memperlakukan alam (paham
mistisisme alam).
1. Penerapan Etika ilmu dalam kehidupan
2. Definisi secara umum kelompok
mengenai etika ilmu dalam kehidupan














KESIMPULAN

Dalam pemakaain sehari-hari, etika dapat dibedakan dalam tiga arti, yaitu
etika sebagai sistem nilai, etika sebagai kode etik, etika sebagai ilmu.
Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahi dan mampu
mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.
Etika terdiri dari etika umum (prinsip moral dasar) dan etika khusus (etika
terapan). Etika khusus dibagi menjadi dua yaitu etika individual dan etika sosial.
Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis
tentang adat kebiasaan, nilai- nilai, dan norma perilaku manusia yang dianggap
baik atau tidak baik.





















DAFTAR PUSTAKA

Abbas Hanami M. 1980. Di sekitar Masalah Ilmu ; Suatu Problema Filsafat.
Surabaya : Bina Ilmu.. 1983. Epistemologi. Yogyakarta : Yasbit Filsafat
UGM
Amri, Amsal. 2003. Studi Filsafat Pendidikan. Banda Aceh: Yayasan PeNA
Anonim. 2009. Pengertian Etika. Available on
http://www.scribd.com/doc/8365104/PENGERTIAN-ETIKA Accessed
December 2011
Arjana, Ib. 2010. Kajian Etika dan Filsafat Hedonisme. Available on http://arjana-
stahn.blogspot.com/2010/01/kajian-etika-dan-filsafat-hedonisme_09.html
Accessed December 2011
Bakker, A. H. 1987. Dikos dan Kosmos : Makalah seminar Lingkungan Hidup.
Yogyakarta : Yasbit Filsafat UGM
Beni, Ahmad S. 2009. Filsafat Ilmu ( kontemplasi filosofis tentang seluk beluk
sumber dan tujuan ilmu pengetahuan ). Bandung. Pustaka Setia.
Bertens, K. 1999. Etika. Jakarta: Gramedia
Brown, H. L. 1979. Perception, Theory and Commitmen, The New Philosophy of
Science. Chicago : The University of Chicago press.
Depdikbud. 1981. Filsafat Ilmu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Dewi. 2009. EtikaKeilmuan. Available on
http://dewi.studentsblog.undip.ac.id/2009/05/29/etika keilmuan/ Accessed
December 2011
Franz Magnis-Suseno, 1987. Etika Dasar: Masalah-masalah pokok Filsafat
Moral. Yogyakarta:Kanisius, hal. 96.
Huibers, T. 1986. Manusia Merenungkan Dirinya. Yogyakarta : Kanisius.
Kattoff. L. Element of Philosophy. Diterjemahkan oleh Soejono Soemargono
dengan judul Pengantar Filsafat. Yogyakarta : Tiara Wacana.
Jacob T. 1987. Manusia, Ilmu dan Teknologi ; Pergumulan Abadi dalam Perang
dan Damai. Yogyakarta : Tiara Wacana.
Juhana, S Praja. 2003. Alran-Aliran Filsafat Dan Etika. Jakarta. Prenada Media.
Junaidi, Wawan. 2009 Etika Ilmu dan Ilmu Pengetahuan. Available on
http://wawan-junaidi.blogspot.com/2009/06/etika-ilmu-dan-ilmu-
pengetahuan.html Accessed December 2011.
Lachman, S. J. 1960. The Foundation of Knowledge. New York : Vantage Press.
Louis O. Kattsoff, 1986. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana, hal. 349.
Maspaitella, Elifas Tomix. Manusia dalam Diskursus Filsafat. Available on
http://kutikukata.blogspot.com: Accessed December 2011
Muladi. Etika Keilmuwan, HAM, dan Demokrasi. Makalah kuliah perdana
Pascasarjana Universitas Diponegoro
Ramadhan, M Suradi. 2009. Teori Nilai (Etika). Available on
www.dpdimmriau.co.cc. Accessed December 2011.
Robert C. Solomon, 1984. Etika: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga, hal.4.
Searles, H.Tanpa tahun. Logics and Scientific Methods. Diterjemahkan oleh
Soejono Soemargono dan Sri Budiyah. Yogyakarta : Fakultas Filsafat
UGM.
Sumarna, Cecep. 2008. Filsafat Ilmu. Bandung: Mulia Press.
Suparlan, Suharsono. 2008. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta. Ar-Ruzz Media.
Suria Sumantri, Jujun. Ed. 1978. Ilmu dalam Perspektif : Sebuah Kumpulan
Karangan tentang Hakikat Ilmu. Jakarta : Gramedia.
Suryanto. Kesusilaan=LI. www.google.com: Tritarahardja, Umar dan S.L. La
Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Suseno, Magnis. 1988. Kuasa dan Moral. Jakarta : Gramedia.
Suwarto Adi. 2007. Kehidupan Tiruan dan Etika Ilmu. Available on
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0711/05/opini/3969705.htm
Accessed December 2011
Ululalbab, Wahyu. 2009. Nilai, Etika, Idealisme Dalam Filsafat. Available on
http://wahyu-ululalbab.blogspot.com. Accessed December 2011
www.wikipedia.com: Filasafat. Diakses pada 21 Oktober 2008

Anda mungkin juga menyukai