Anda di halaman 1dari 8

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Keperawatan Dengan Judul :



LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK DP DENGAN THIPOID
DI RUANG MELATI RSUD KARANGAYAR

Telah Mendapat persetujuan dari Pembimbing Akademik dan Klinik




Menyetujui,




Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik


.









LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK DP DENGAN THIPOID
DI RUANG MELATI RSUD KARANGAYAR

A. PENGERTIAN
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan
bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,
pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum (Soegeng
Soegijanto, 2002).
Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala,
kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari
limpa/hati/kedua-duanya (Samsuridjal D dan heru S, 2003)

B. ETIOLOGI
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh
demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat terjadi antara
lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian (Soetjiningsih 2002).

C. MANEFESTASI KLINIS
Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi
dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih
bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu minggu/lebih, terdapat
gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu pertama,
keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam,
nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan yang
meningkat. Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa
demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa disertai
gangguan kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah tifoid dan tampak kering, dilapisi
selaput kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak lebih kemerahan. Sejalan
dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan gambaran anak
tangga. Menjelang akhir minggu pertama, pasien menjadi bertambah toksik (Ranuh,
Hariyono, dan dkk. 2001)
Gambaran klinik tifus abdominalis
1) Keluhan:
a. Nyeri kepala (frontal)
b. Kurang enak di perut
c. Nyeri tulang, persendian, dan otot
d. Berak-berak
e. Muntah
2) Gejala:
Demam
Nyeri tekan perut
Bronkitis
Toksik
Letargik
Lidah tifus (kotor)

D. PATOFISIOLOGI
Kuman salmonella typhosa masuk kedalam saluran cerna, bersama makanan
dan minuman, sabagian besar akan mati oleh asam lambung HCL dan sebagian ada
yang lolos (hidup), kemudian kuman masuk kedalam usus (plag payer) dan
mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan bakterimia primer dan
mengakibatkan perdangan setempat, kemudian kuman melalui pembuluh darah limfe
akan menuju ke organ RES terutama pada organ hati dan limfe. Di organ RES ini
sebagian kuman akan difagosif dan sebagian yang tidak difagosif akan berkembang
biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar ke organ lain, terutama
usus halus sehingga menyebabkan peradangan yang mengakibatkan malabsorbsi
nutrien dan hiperperistaltik usus sehingga terjadi diare. Pada hipotalamus akan
menekan termoregulasi yang mengakibatkan demam remiten dan terjadi
hipermetabolisme tubuh akibatnya tubuh menjadi mudah lelah.Selain itu endotoksin
yang masuk kepembuluh darah kapiler menyebabkan roseola pada kulit dan lidah
hiperemi. Pada hati dan limpa akan terjadi hepatospleno megali. Konstipasi bisa
terjadi menyebabkan komplikasi intestinal (perdarahan usus, perfarasi, peritonitis) dan
ekstra intestinal (pnemonia, meningitis, kolesistitis, neuropsikratrik) (Widiastuti
Samekto 2001).



E. PATHWAY

































F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh.
Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
3. Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri
Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella
typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:
Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri
Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri
Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakter.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk
diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan
menderita Demam Tifoid. (Widiastuti Samekto, 2001)

G. PENATALAKSANAAN
Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan
secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas
Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg
sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)
Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan
selama jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari
Golongan Fluorokuinolon
a. Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
b. Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
c. Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
d. Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
e. Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari.
f. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu
seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah
terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain
kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001)

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi
2. Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
3. Resiko tinggi kurang volume cairan b/d kehilangan cairan sekunder terhadap diare
4. Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap
infeksi akut
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi b/d kesalahan interpretasi informasi,
kurang mengingat
(Lynda juall, Carpenito, 2000)
I. INTERVENSI
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi
Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi:
a. Dorong tirah baring
b. Anjurkan istirahat sebelum makan
c. Berikan kebersihan oral
d. Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan menyenangkan
e. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
f. Kolaborasi pemberian nutrisi, terapi IV sesuai indikasi
2. Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
Tujuan: Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal
Intervensi:
a. Pantau suhu klien
b. Berikan kompres mandi hangat
c. Kolaborasi pemberian antipiretik



3. Resiko tinggi kurang volume cairan b/d kehilangan cairan sekunder terhadap diare
Tujuan: Mempertahankan volume cairan adekuat dengan membran mukosa,
turgor kulit baik, kapiler baik, tanda vital stabil, keseimbangan dan
kebutuhan urin normal
Intervensi:
a. Awasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang tidak terlihat
b. Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa turgor kulit dan
pengisian kapiler
c. Kaji tanda vital
d. Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring
e. Kolaborasi utnuk pemberian cairan parenteral

4. Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap
infeksi akut
Tujuan: Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi:
a. Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
b. Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik
c. Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi
d. Berikan aktifitas hiburan yang tepat (nonton TV, radio)

5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi b/d kesalahan interpretasi informasi,
kurang mengingat
Tujuan: Dapat menyatakan pemahaman proses penyakit
Intervensi:
a. Berikan nformasi tentang cara mempertahankan pemasukan makanan yang
memuaskan dilingkungan yang jauh dari rumah
b. Tentukan persepsi tentang proses penyakit
c. Kaji ulang proses penyakit, penyebab/efek hubungan faktor yang
menimbulkan gejala dan mengidentifikasi cara menurunkan faktor pendukung






DAFTAR PUSTAKA

Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi pertama.
Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001.
Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba
Medika. Jakarta. 2002.
Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang. 2001.
Soetjiningsih. 2002. Tumbuh Kembang Anak. EGC : Jakarta
Lynda juall, Carpenito, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan / Lynda juall
Carpenito, Editor Edisi Bahasa Indonesia, Monica Ester (Edisi 8), Jakarta: EGC.
Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. Imunisasi Dewasa. FKUI. Jakarta. 2003.

Anda mungkin juga menyukai