ANALISA ALIRAN FLUIDA PADA MIXING CRUDE OIL STORAGE TANK
DENGAN CFD
Penyusun : KELOMPOK 3 (TP REG A) 1. Ade Kurnia Saputra 2. Arman Setyawan ( 1201044) 3. Ranggi Harris P 4. Tika Angraini 5. Alfin ilman bahtiar 6. Siti Ardilah 7. Laillya Nurjannah
JURUSAN S1 TEKNIK PERMINYAKAN SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI BALIKPAPAN 2014 PANDAHULUAN Industri Minyak merupakan suatu industri yang sangat vital untuk menyokong industri-industri yang lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara umum, proses yang berlangsung dalam pengolahan minyak dapat digolongkan menjadi 5 bagian, salah satunya adalah proses mixing. Minyak mentah yang baru dipompa, memiliki karakteristik fluida yang berbeda-beda ( misalnya : densitas, viskositas, titik didih rata-rata, dll ) dari tiap sumur pengeboran. Agar dapat dimanfaatkan secara optimal, minyak mentah tersebut harus diproses terlebih dahulu. Karena minyak mentah merupakan campuran yang amat kompleks yang tersusun dari berbagai senyawa hidrokarbon. Di dalam proses mixing terjadi percepatan perpindahan panas, baik yang disertai atau tidak disertai reaksi kimia yang telah banyak diteliti oleh para peneliti terdahulu , Zwietering ( 1958 )[12]. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh pengaduk yang mengubah energi mekanis tersebut menjadi energi kinetik. Selanjutnya, energi kinetik ini menimbulkan sirkulasi aliran fluida dan pusaran aliran di ujung blade yang mengakibatkan terjadinya proses pencampuran. Adapun tujuan dari proses mixing ini adalah untuk menghasilkan keseragaman statis ataupun dinamis pada sistem multi fase, memfasilitasi perpindahan massa atau energi di antara bagian bagian dari sistem yang tidak seragam, menunjukkan perubahan fasa pada sistem multi komponendengan atau tanpa perubahan komposisi. Sedangkan Faktor - faktor yang mempengaruhi proses pengadukan dan pencampuran (proses mixing) diantaranya ialah jenis pengaduk, kecepatan putar pengaduk, ukuran serta perbandingan ( proporsi ) tangki, sekat dan agitator serta karakteistik fluida. Pada penelitian penelitian sebelumnya masih banyak permasalahan yang belum terselesaikan yang berhubungan dengan apa yang terjadi pada skala partikel. Contohnya dalam hal perpindahan massa dan panas, beban mekanis pada partikel hasil dari benturan partikel partikel dan partikel dengan pengaduk dan bagaimana adanya partikel dapat mempengaruhi pola aliran secara local dan global pada tangki seperti struktur pusaran disekitar pengaduk, kebutuhan tenaga, sirkulasi dan waktu pencampuran makro ( macro mxing time ) dan distribusi kuantitas turbulen ( Derkesen, 1999 )[2]. Pilpala dan Mukhlas ( 2007 )[10] menunjukkan adanya perubahan pola aliran fluida menyebabkan distribusi konsentrasi padatan tidak merata dan akan menambah lama waktu pengadukan jadi hasilnya tidak optimal. Dengan diketahuinya aliran dan kecenderungan hidrodinamika dalam tangki berpengaduk diharapkan dapat diprediksi mixing time yang selanjutnya dapat digunakan untuk mendesain peralatan mixing.
TINJAUAN PUSTAKA Pola Alir Liquid Impeller Pitch Blade Turbine ( PBT ) adalah tipe impeller dengan aliran aksial, sirkulasi aliran beroperasi secara pumping down dan pumping up yang mana seringkali digunakan. Menurut Nurtono,et,al ( 2009 )[9]. Aliran yang dihasilkan oleh pumping down PBT terdapat tiga pola aliran yang dikenali yaitu: 1. Double Circulation ( DC ) Pada Pola DC terdapat dua circulation loops, yang utama melalui daerah dintara blades dan yang kedua dekat dengan dasar tangki. Pola ini dipertimbangkan sebagai aliran rata rata dari impeller PBT. Dua loops dihasilkan dari jet yang diinduksi oleh impeller, mengenai dinding yangki dibawah ketinggian impeller sebelum akhirnya terpisah menjadi dua aliran. Satu langsung turun dan dipantulkan oleh dasar tangki, menjadi loop kedua. Aliran lain bergerak secara aksial mendekati dinding samping dari tangki, dan kemudian kembali pada impeller shaft, mengalir turun menuju impeller menjadi loop utama. 2. Full Circulation Discharge ( FC ) Pada Pola FC menggambarkan dimana impeller menghasilkan pumping down circulation loop yang hampir terjadi diseluruh tangki. 3. Main Circulation Interaction ( IP ) Pada Pola IP menggambarkan aliran yang berpotongan melalui sumbu axis dari tangki. Bagian dari loop kedua yang mengalir diatas dasar tangki berpotongan terhadap boundary diantara loop utama dan kedua pada sisi yang berseberangan. Parameter Hidrodinamika dalam Tangki Berpengaduk Menurut Geankoplis ( 2003 )[8], dalam suatu peningkatan skala pada tangki berpengaduk, jika kesamaan geometrik peralatan skala kecil ke skala besar dipertahankan pada kondisi yang sama , maka bagian bagian yang relevan dengan perilaku cairan dalam tangki berpengaduk adalah tenaga yang digunakan untuk agitasi ( P ) dan kecepatan putar pengaduk ( N ). Konsumsi energi oleh tangki berpengaduk digambarkan dengan Bilangan Power ( Power Number ). Bilangan Power merupakan bilangan yang tak berdimensi yang diperoleh dengan persamaan: Np = P / N3 Dt5 Dimana : Np = Bilangan Power (Power Number) P = Tenaga eksternal dari agitator ( J/detik ) = Densitas cairan dalam tangki (kg/m3) N = Kecepatan agitasi (Rpm) Dt = Diameter pengaduk (m ) Pergerakan cairan di dalam tangki berpengaduk dapat digambarkan dengan bilangan tak berdimensi lain, yaitu bilangan reynolds ( N Re ). Bilangan Reynolds merupakan rasio antara inersia dengan kekentalan. Bilangan Reynolds ( N Re ) didefinisikan sebagai berikut : N Re = N D2 / Dimana : N Re = Bilangan Reynolds = Kekentalan ( kg/m.detik) = Densitas cairan dalam tangki ( kg/m3) N = Putaran Pengaduk (Rpm) Dt = Diameter pengaduk ( m ) Angka Aliran merupakan Fungsi dari ukuran relatif impeller dan tangki. Angka Aliran dapat didefinisikan dengan persamaan berikut : =3 Untuk Turbin 4- daun 45 13 b ( W/Dt = 1/6 ) NQ = 0,87 Untuk Turbin rata 6-daun 16 ( W/Dt = 1/5) NQ = 1,3 Dimana : NQ = Angka Aliran Q = Laju Aliran Volumetrik Dt = Diameter Pengaduk W = Lebar Daun Pengaduk N = Putaran Pengaduk (Rpm) Bilangan tak berdimensi ini menunjukkan perbandingan antara gaya inersia dengan gaya gravitasi. Bilangan Fraude dapat dihitung dengan persamaan berikut : =2.= ( )2.= 2) Dimana: Fr = Bilangan Fraude N = Kecepatan putaran pengaduk (Rpm) D = Diameter pengaduk G = Percepatan gravitasi (m/s2) Bilangan Fraude bukan merupakan variabel yang signifikan. Bilangan ini hanya diperhitungkan pada sistem pengadukan dalam tangki tidak bersekat. Pada sistem ini bentuk permukaan cairan dalam tangki akan dipengaruhi gravitasi sehinggamembentuk pusaran ( vortex ). Vorteks menunjukkan keseimbangan antara gaya gravitasi dengan gaya inersia. Menurut Galletti et al. (2004)[3] hubungan antara Bilangan Power ( Np ) dengan Bilangan Reynolds ( N Re ) biasanya digunakan untuk menggambarkan hubungan antara konsumsi energi dengan kecepatan pengadukan. Hubungan ini digambarkan dalam bentuk kurva tenaga ( power curve ). Kurva ini diperoleh dengan cara memplotkan nilai nilai Np dan N Re berdasarkan data hasil percobaan yang meragamkan nilai kecepatan pengaduk ( N ), diameter pengaduk ( D ), densitas ( ), dan viskositas ( ) cairan pada tiap tiap pengaduk yang mempunyai kesamaan geometrik tertentu. Berdasarkan nilai Bilangan Reynolds diperoleh tiga pola aliran, yaitu : 1) Aliran Laminer ( viscous flow ), pada N Re < 10 ( aliran didominasi oleh tingginya kekentalan cairan ). 2) Aliran transisi ( transient ) pada N Re 10 - 104 3) Aliran turbulen ( turbulent flow ) pada N Re > 104 ( pencampuran terjadi lebih cepat ) Kurva hubungan antara Bilangan Power ( Np ) dan bilangan Reynolds ( N Re ) untuk berbagai jenis pengaduk dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Gambar 1. Kurva hubungan Bilangan Power ( Np ) dan Bilangan reynolds ( N Re ) untuk beberapa jenis pengaduk pada tangki berbaffle (a) Propeller, (b) Flat-blade turbines, (c) Disk Flat blade, (d) Curved blade turbines, (e) Pitched Blade turbines, (f) Flat-blade turbines tidak berbaffle ( Treybal, 1985 )
Waktu pencampuran (mixing time) adalah waktu yang dibutuhkan sehingga diperoleh keadaan yang homogen untuk menghasilkan campuran atau produk dengan kualitas yang telah ditentukan.Sedangkan laju pencampuran (rate of mixing) adalah laju dimana proses pencampuran berlangsung hingga mencapai kondisi akhir. Pada operasi pencampuran dalam tangki berpengaduk, waktu pencampuran ini dipengaruhi oleh beberapa hal : 1. Yang berkaitan dengan alat, seperti : Ada tidaknya baffle atau cruciform vaffle. 1) Bentuk atau jenis pengaduk (turbin, propele, padel). 2) Ukuran pengaduk (diameter, tinggi). 3) Laju putaran pengaduk. Kedudukan pengaduk pada tangki, seperti : 1) Jarak pengaduk terhadap dasar tangki. 2) Pola pemasangan : Center, vertikal. Miring (inclined) dari atas. Horizontal. 3) Jumlah daun pengaduk. 4) Jumlah pengaduk yang terpasang pada poros pengaduk. 2. Yang berhubungan dengan cairan yang diaduk : 1) Perbandingan kerapatan atau densitas cairan yang diaduk. 2) Perbandingan viskositas cairan yang diaduk. 3) Jumlah kedua cairan yang diaduk. 4) Jenis cairan yang diaduk (miscible, immiscible). Menurut Andr Bakker dalam Blend Times in Stirred Tanks ( Reacting Flows - Lecture 9 ). Evaluasi kinerja pencampuran: 1. Metode untuk mengevaluasi kinerja pencampuran: Karakterisasi homogenitas. Blending time. 2. Metode umum untuk mengkarakterisasi homogenitas: Keseragaman Visual. Kuantitatif perubahan dalam konsentrasi lokal sebagai fungsi waktu. Kajian statistik seketika tentang distribusi spasial dari spesies. Rata-rata konsentrasi. Minimum dan maksimum. Standar deviasi dalam konsentrasi. Koefisien variasi CoV = standar deviasi / rata-rata. Pembuatan sistem dalam penelitian ini, menggunakan peranti lunak ANSYS 13. Untuk permodelan geometri menggunakan Design Modeler dengan penentuan grid dan jumlah node menggunakan Meshing dan perhitungan iterasi simulasi CFD menggunakan FLUENT. CFD ( Computational Fluid Dynamic ) CFD merupakan analisa sistem yang melibatkan aliran fluida, perpindahan panas, dan fenomena yang terkait lainya seperti reaksi kimia dengan menggunakan simulasi komputer. Metode ini meliputi fenomena yang berhubungan dengan aliran fluida seperti sistem liquid dua fase, perpindahan massa dan panas, reaksi kimia, dispersi gas atau pergerakan partikel tersuspensi. Secara umum kerangka kerja CFD meliputi formulasi persamaan-persamaan transport yang berlaku, formulasi kondisi batas yang sesua, pemilihan atau pengembangan kode-kode komputasi untuk mengimplementasikan teknik numerik yang digunakan. Suatu kode CFD terdiri dari tiga elemen utama yaitu pre-processor, solver dan post processor. Large Eddy Simulation ( LES ) LES merupakan metode komputasi dimana pusaran besar dihitung dan yang kecil dimodelkan dengan subgrid scale (SGS). Yang perlu digaris bawahi adalah pusaran besar secara langsung dipengaruhi oleh kondisi batas, sebagian besar mempengaruhi Reynolds stress dan harus diselesaikan. Turbulensi skala kecil adalah yang terlemah, kurang mempunyai kontribusi terhadap Reynold stress. Selain itu lebih mendekati isotropic dan mempunyai karakteristik universal, sehingga lebih cocok dimodelkan.Karena LES meliputi permodelan smallest eddy ( pusaran terkecil ), finite difference cell yang terkecil dapat lebih besar dari pada kolmogorov length, dan dapat mencapai time step yang jauh lebih besar dari pada yang bisa dicapai Direct Numerical Simulation ( DVS ). Oleh karena itu, untuk biaya komputasional yang diberikan, akan lebih mudah untuk mencapai bilangan Reynolds yang lebih tinggi bila digunakan LES dibandingkan dengan DNS, dengan kata lain untuk bilangan Reynolds yang dapat diselesaikan dengan biaya yang lebih murah. Permodelan Pengaduk Sliding mesh merupakan permodelan yang cocok untuk permasalahan yang melibatkan interaksi rotor / stator dan melibatkan 2 daerah mesh yaitu daerah yang berdekatan dengan rotor sebagai zona bergerak dan daerah yang berdekatan dengan stator sebagai zona diam, dimana kedua daerah tersebut dibatai oleh sebuah slipping plane . Untuk suatu tangki pencampur yang dilengakapi impeller, dapat didefinisikan suatu kerangka acuan yang berputar ( rotating reference frame ) yang melibatkan impeller dan aliran di sekitarnya, dan menggunakan kerangka diam ( stationary frame ) untuk aliran di luar impeller. Contoh dari konfigurasi ini dapat diilustrasikan pada gambar dibawah ini ( garis putus putus menunjukkan interface antara dua kerangka acuan
IDENTIFIKASI ALIRAN FLUIDA
Gambar 6. Pola Aliran Fluida pada bidang pengamatan 1 (Baffle 2, Sudut Impeller 30 dan kecepatan Putar 150 Rpm) (a) Pada Detik 10, (b) Pada Detik 20, (c) Pada Detik 30, (d) Pada Detik 40, (e) Pada Detik 50, (f) Pada Detik 60.
Dari gambar diatas dapat terlihat pola aliran pada Baffle 0 ialah Pola aliran berjenis Lain. Hal ini disebabkan karena aliran fluida tidak merata diseluruh tangki dan banyak terjadi di sekitar shaft dan impeller. Sehingga pada Baffle 0 dapat menimbulkan pusaran ( vortex ) yang menghambat laju homogenisasi.
Dari gambar diatas dapat terlihat pola aliran pada Baffle 2 ialah Pola aliran berjenis Main Circulation Interaction ( IP ). Aliran bergerak dari impeller menuju ke bagian dasar tangki yang kemudian melalui sumbu axis dari tangki. Bagian dari loop kedua yang mengalir diatas dasar tangki berpotongan terhadap boundary diantara loop utama dan kedua pada sisi yang berseberangan.. Pada sisi yang tidak terdapat sekat terjadi pusaran aliran yang saling berpotongan.
Dari gambar diatas dapat terlihat pola aliran pada Baffle 4 ialah Pola aliran berjenis Full Circulation ( FC ). Hal ini disebabkan karena aliran fluida hampir merata diseluruh tangki. Aliran fluida bergerak dari bawah ke atas secara teratur di celah sekat. Sehingga dalam hal pencampuran, zat didalamnya tercampur dengan baik.
PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil simulasi dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Kompleksitas aliran dari pola alir satu ke tipe yang lain secara bergantian dalam skala yang besar, dapat memberikan efek yang signifikan pada kinerja pengadukan. Hal ini terlihat pada pemakaian Baffle 0 : Pola FC=19%, Pola IP=28%, Pola DC=9%, dan Pola Lain=44% , Baffle 2 : Pola FC=31%, Pola IP=32%, Pola DC=11% dan Pola Lain=25% sedangkan pada pemakaian Baffle 4: Pola FC=69%, Pola IP=1%, Pola DC=5% dan Pola Lain=26%. Dari variasi variasi yang telah dilakukan, untuk mendapatkan nilai homogenitas dengan mixing time yang cepat, maka digunakan Baffle 4 dengan sudut Impeller 60 dan Kecepatan Putar 150 Rpm. Dikarenakan pada aliran fluida cenderung hampir terjadi diseluruh tangki dengan pola FC. Sehingga mempengaruhi tekanan dalam tangki berpengaduk yang menyebabkan tekanan yang dhasilkan lebih merata dan tidak terlalu besar dari pada pada Baffle 0 dan 2. Pada reaksi fase 1 dan fase 2 di static dan moving zone memiliki nilai kesamaan pada detik ke-60 berkisar 9.40E+14 kgmol/m3-s, serta lebih banyak muncul gumpalan gumpalan fraksi yang saling menyerap antar molekul. Karena dengan demikian, merupakan salah satu faktor yang perlu diamati dalam mencapai homogenitas. Saran Adapun saran yang ingin penulis berikan melalui penulisan tugas akhir ini antara lain : Untuk meneliti secara mendalam tentang tangki berpengaduk yang berkaitan dengan mixing time, diperlukan analisa lebih lanjut dari beberapa aspek lainnya seperti : membandingkan beberapa model tipe impeller dan off bottom clereance ( C ). Untuk mendapatkan data yang akurat diperlukan time step yang lebih banyak dan iterasi yang lebih kecil. Perlu penambahan dalam memperhitungkan dari segi biaya produksi dan operasional. Kerena dengan demikian, maka akan didapatkan model tangki berpengaduk yang efektif dan efisien.