Anda di halaman 1dari 15

Abdominal compartment syndrome

BAB I
LATAR BELAKANG
Sindrom kompartemen terjadi bila kompartement terfiksir yang dibentuk dari
elemen miofasial atau tulang menjadi sesuatu yang dapat meningkatkan tekanan
sehingga menjadikan daerah tersebut iskemi dan terjadi disfungsi organ. Seperti yang
terjadi di ekstremitas, hal tersebut dapat juga terjadi di abdomen dan juga rongga
intracranial. Kondisi klinis yang pasti mengenai sindrom kompartemen abdominal masih
kontroversial. Bagaimanapun, disfungsi organ yang disebabkan oleh hipertensi intra
abdomen berhubungan dengan sindrom kompartemen abdominal. Disfungsi tersebut
dapat berupa insufisiensi respirasi sekunder yang menekan volume tidal, menurunkan
produksi urin karena kegagalan perfusi ginjal atau disfungsi organ lain yang disebabkan
peningkatan tekanan kompartemen di abdomen.
1

Sindrom kompartemen abdomen (ACS) terjadi berdasarkan peningkatan tekanan
intraabdominal (IAP), dengan konsekuensi patofisiologi terhadap seluruh organ. Setelah
cedera, sebagian besar kasus perut luka serius dengan pendarahan massif
intraabdominal dan retroperitoneal di rongga perut karena koagulopati, atau pada
tamponade perdarahan non-bedah di perut, panggul atau ruang retroperitoneal, atau
akumulasi koagulan darah, tetapi juga dalam kasus edema dan kebocoran dinding usus
dari volume resusitasi massif dan perfusi atau dalam kasus ketegangan penutupan
dalam rongga abdomen. Namun ACS juga terjadi setelah operasi berlarut-larut rongga
abdomen. Gambaran klinis ACS dijelaskan oleh Ivatury pada tahun 1997, dengan ciri
distensi perut, hipoksia dan hypercapnia dengan oliguria sampai anuria, saat ini
disfungsi organ disesuaikan hanya setelah melakukan dekompresi abdomen.
2



Sindroma kompartemen abdominal adalah manifestasi akhir dari IAH yang ditandai
dengan disfungsi kardiovaskular, paru, ginjal, splaknik dan intracranial. Sebagian besar
kondisi klinis telah menunjukkan dapat terjadinya IAH dan ACS, termasuk trauma tajam
atau tumpul, luka bakar, pancreatitis, ruptur aneurisma aorta, neoplasma, ascites,
transplantasi hati, pendarahan retroperitoneal dan pasien tanpa cedera intra abdomen
yang memerlukan volume cairan resusitasi yang masif. Sekarang ini penyebab
terbanyak adalah korban multiple trauma yang memerlukan intervensi bedah abdomen
segera, terutama pembedahan untuk damage control.
3

Tingkat morbiditas sindrom kompartement abdominal didasarkan dari efek
terhadap system seluruh organ. Oleh karena itu, sindrom kompartement abdominal
mempunyai tingkat mortalitas yang tinggi meskipun dengan penanganan yang cukup.
Lebih lanjut lagi, sindrom kompartement abdominal sering menjadi sekuel cedera yang
berat, yang secara tidak langsung meningkatkan tingkat morbiditas dan mortalitas. Pada
awal 1900-an, Eddy dan Morris mencatat tingkat mortalitas ACS sebesar 68%, ini sesuai
dengan literature yang mengatakan tingkat mortalitas yaitu 25-75 %.
1

BAB II
ABDOMINAL COMPARTMENT SYNDROME
2.1Definisi
Sindrom kompartemen didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan di
dalam suatu rongga anatomis tubuh yang mempengaruhi sirkulasi dan mengancam fungsi dan
kelangsungan hidup jaringan di sekitarnya.
4
Sindrom kompartemen abdominal (ACS) muncul
bila disfungsi organ terjadi sebagai hasil dari hipertensi intra-abdomen. Sindrom ini
didefinisikan dengan menetap atau berulangnya tekanan intra-abdomen lebih dari 20 mmHg
atau tekanan perfusi abdomen kurang dari 60 mmHg dengan disertai onset satu atau lebih
kegagalan system organ.
5
Tekanan intra-abdomen normal antara 0 dan 5 mmHg, tapi pada
pasien dewasa yang kritis normal IAP dapat mencapai antara 5 dan 7 mmHg.
6

Hipertensi intra-abdomen didefinisikan dengan menetap atau berulangnya tekanan
intra-abdomen (IAP) lebih dari 12 mmHg atau tekanan perfusi abdomen (APP) kurang dari
60 mmHg, dimana tekanan perfusi abdomen (APP) = tekanan arteri rata-rata (MAP)
tekanan intra-abdomen (IAP). Berbeda dengan hipertensi intra-abdomen (IAH), sindrom
kompartemen abdominal tidak diberi tingkatan tetapi lebih didasarkan sebagai fenomena all
or none.
5

2.2Etiologi
Peningkatan tekanan intra abdomen terjadi pada 4 hingga 15% pasien dengan penanganan
intensive bedah pada berbagai kondisi klinis termasuk pembedahan abdomen yang lama,
akumulasi ascites, trauma tumpul abdomen, ruptur aneurisma aorta abdomen, pancreatitis
hemoragik, fraktur pelvis, ileus dan obstruksi usus, pneumoperitoneum dan syok septic.
7

Penyebab peningkatan tekanan intra abdomen dapat dibedakan berdasarkan tipe ACS
yang disusun dalam Tabel 1.
4

Tabel 1. Etiologi hipertensi intra-abdomen
Waktu dan kategori Etiologi
- Primer akut
Intraperitoneal
Perdarahan Intraperitoneal
Trauma tumpul hepar
Obstruksi bowel
Ileus
Dilatasi gaster akut
Pneumoperitoneum
Abdominal packing
Abses
Ascites
Edema visceral
Mesenteric revascularization
Transplantasi ginjal
Retroperitoneal Pankreatitis
Pendarahan pelvis atau retroperitoneal
Ruptur aneurisma aorta abdomen
Abses
Dinding abdomen Hematom Rectus sheath
Skar luka bakar
MAST trousers
Repair hernia besar dengan loss of
domain
Repair gastroschisis atau omphalocele
Laparotomy closure under extreme
tension
- Sekunder akut Luka bakar
Trauma nonabdomen signifikan
- Kronik Obesitas
Ascites
Kehamilan
Tumor abdomen besar
Dialisis peritoneal

2.3Klasifikasi
8

1. Akut primer ACS
Keadaan yang berhubungan dengan cedera atau penyakit di region pelvis-abdomen
yang sering memerlukan penanganan bedah atau intervensi radiologis intervensional.
2. Sekunder ACS
ACS yang bukan berasal dari region pelvis-abdomen
3. Kronik
Keadaan dimana ACS kembali terjadi akibat tindakan bedah sebelumnya atau terapi
medis pada primer atau ACS sekunder
2.4Patofisiologi
Patofisiologi dampak ACS pada berbagai system organ
- Disfungsi ginjal
Disfungsi ginjal merupakan dampak yang paling sering terjadi. Efek klasik IAH/ACS pada
system ginjal yaitu oliguria hingga menjadi anuria dengan IAP yang meningkat. IAP 1520
mmHg dapat terjadi oliguria, sementara IAP lebih dari 30 mmHg dapat terjadi anuria.
Mekanisme terjadinya disfungsi ginjal terdapat banyak factor. ACS membuat gangguan pada
kardiovaskular dengan menurunkan curah jantung sehingga menurunkan aliran arteri ginjal,
meningkatkan resistensi vascular ginjal, menurunkan filtrasi glomerulus dan kompresi vena
ginjal.
4

- Disfungsi paru
Peningkatan IAP berdampak langsung pada fungsi paru. Komplians parumengalami
resultan reduksi progresif pada kapasitas total paru, kapasitas residu fungsional dan volume
residu. Ini ditunjukkan secara klinis dengan elevasi hemidiafragma pada radiografi dada.
Perubahan ini ditunjukkan pada IAP diatas 15 mmHg. Terjadi kegagalan respirasi selanjutnya
akibat hipoventilasi dari hasil elevasi progresif IAP. Resistensi vascular paru meningkat
sebagai hasil dari pengurangan tekanan oksigen alveolus dan peningkatan tekanan intra-torak.
Pada akhirnya, disfungsi organ paru ditunjukkan dengan keadaan hipoksia, hiperkapnia dan
peningkatan tekanan ventilasi.
9

- Disfungsi jantung
Peningkatan IAP secara konsisten berkorelasi dengan penurunan curah jantung. Ini
ditinjukkan pada IAP diatas 20 mmHg. Penurunan jurah jantung merupakan hasil dari
penurunan alur balik vena jantung dari kompresi langsung pada vena cava dan vena porta.
Peningkatan tekanan intra-thorak juga membuat penurunan aliran vena cava superior dan
inferior. Resistensi maksimal aliran darah vena cava terjadi di hiatus cavum diafragma. Ini
berhubungan dengan gradient tekanan tiba-tiba antara abdomen dan rongga dada.
Peningkatan tekanan intra-thorak menyebabkan kompresi jantung dan pengurangan volume
akhir diastolik. Kenaikan resistensi vascular sistemik berasal dari efek gabungan
vasokonstriksi arteriolar dan IAP yang meningkat. Gangguan ini membuat stroke volume
berkurang dimana hanya satu-satunya yang dikompensasi dengan meningkatkan detak
jantung dan kontraktilitas. Kurva Starling kemudian bergeser ke bawah dan ke kanan dan
curah jantung secara progresif menurun dengan IAP yang meningkat. Kelainan ini terjadi
eksaserbasi bersamaan dengan hipovolemia. Perubahan hemodinamik signifikan ditunjukkan
pada IAP diatas 20 mmHg.
9

- Disfungsi hepar
Penurunan aliran darah arteri hepatic, vena porta dan sirkulasi mikro berhubungan dengan
IAH. Ketika babi yang teranestesi IAP-nya meningkat hingga 20 mmHg, kebalikan dari Q
konstan dan tekanan arteri rata-rata, aliran arteri hepatic berkurang hingga 55%, aliran vena
porta menurun hingga 35% dan aliran sirkulasi mikro hepatic berkurang hingga 29%
dibandingkan dengan control. Penurunan pada aliran sirkulasi mikro hepatik yang sama juga
terjadi pada pasien dengan kolesistektomi per laparoskopi. Pasien dengan trauma
kemungkinan meningkat resiko sekunder terhadap penurunan aliran darah portal dan visceral
yang terjadi selama syok.
4

- Disfungsi Splaknik
Sama seperti dampak yang terjadi pada hati, ginjal dan vena cava inferior, efek predominan
dari peningkatan IAP juga mengurangi perfusi splaknik. Hipoperfusi splaknik dapat terlihat
pada IAP 15 mmHg dengan laporan kasus iskemia intestinal yang memerlukan intervensi
operatif setelah laparoskopik elektif mempertahankan 15 mmHg pneumoperitonium.
Bagaimanapun aliran darah arteri mesenterikum, mukosa usus, dan vena porta telah menurun
dengan peningkatan IAP. Ini dapat diukur pada pengaturan klinis dengan tonometri gaster
yang mengindikasikan penurunan perfusi pada perut. Sebuah studi menunjukkan bahwa
penurunan perfusi gaster disimpulkan dengan penurunan pHi gaster yang berkurang lebih
awal dari tanda-tanda ACS (oliguria, tekanan puncak inspirasi meningkat). Penurunan perfusi
gastrointestinal ini terjadi tidak bergantung pada penurunan Q. IAP yang meningkat juga
menunjukkan tekanan vena porta yang meningkat. Ini kemungkinan salah satu factor
kontribusi pada patofisiologi varises esophagus pada pasien dengan gagal hati. Meningkatnya
IAP hingga 10 mmHg menghasilkan peningkatan tekanan varises, volume, radius dan
ketegangan dinding. Sebagai tambahan, penurunan perfusi splaknik dan cedera reperfusi
ditunjukkan dengan produksi sitokin dari usus. Ini berperan dalam perkembangan komplikasi
septic dan atau sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS) dan kegagalan organ multipel.
4

- Disfungsi system saraf pusat
Meskipun ACS tidak menyebabkan kegagalan system saraf pusat, terdapat hubungan erat
antara IAH dan ICP yang meningkat dengan reduksi sekunder pada CPP yang ditunjukkan
pada dua hewan percobaan. Ini akibat mekanisme peningkatan tekanan intrathora dimana
dihasilkan dari IAH, elevasi media pada diafragma. Peningkatan tekanan intra-thorak
meningkatkan tekanan vena jugular dan ICP. Pasien dengan ACS secara klinis dan ICP yang
meningkat telah terkoreksi ICP dengan laparotomi dekompresi. Dengan demikian
pemantauan IAP disarankan pada pasien dengan neurotrauma dan cedera abdomen atau
curiga IAH dengan pemikiran untuk dekompresi pada peningkatan ICP.
4

2.5Gejala Klinis dan Faktor Resiko
Gejala klinis ACS antara lain :
3

- Distensi abdomen yang berat
- Gagal napas yang ditandai dengan PCO2 yang meningkat, volume tidal yang
berkurang, tingginya tekanan puncak inspirasi.
- Curah jantung yang menurun
- Tekanan darah yang labil
- pHi rendah yang menetap
- Oliguria yang tidak respon terhadap terapi konvensional
- Tekanan intra abdomen yang meningkat (> 40 mm Hg)
Faktor resiko terjadinya ACS:
8

1. Penurunan daya komplians dinding abdomen
- Gagal napas akut khususnya dengan tekanan intra-thorakal yang meningkat.
- Pembedahan abdomen dengan jahitan primer fasia tertutup yang ketat.
- Trauma mayor/ luka bakar
- Posisi telungkup, tinggi kepala bed > 30 derajat
- Indeks massa tubuh yang tinggi, obesitas
2. Peningkatan isi intra-lumen
- Gastroparesis, Ileus, pseudo-obstruksi kolon
3. Peningkatan isi abdomen
- Hemoperitoneum / pneumoperitoneum, Ascites / disfungsi hati
4. Kebocoran kapiler/ resusitasi cairan
- Asidosis (pH <>
- Politransfusi (>10 unit darah / 24 jam)
- Koagulopati (platelet <> 15 detik atau partial thromboplastin time (PTT) > 2 kali normal
atau international standardised ratio (INR) > 1.5)
- Resusitasi cairan yang masif (> 5 L / 24 jam), Pankreatitis, Oliguria, Sepsis
- Trauma mayor/ luka bakar, laparotomi kontrol kerusakan.
2.6Diagnosis
ACS ditetapkan dengan terjadinya peningkatan IAP dan adanya kegagalan sistem organ.
9

Derajat Intra-abdominal hypertension (IAH):
11

- grade I IAP 12-15 mmHg
- grade II IAP 16-20 mmHg
- grade III IAP 21-25 mmHg
- grade IV IAP 25 mmHg
Pasien yang dirawat di ICU sebaiknya diskrining untuk melihat faktor resiko terjadinya
IAH/ACS dan dengan kegagalan organ yang baru atau progresif. Bila dua atau lebih faktor
resiko dijumpai, pengukuran IAP harus dilakukan. Dan bila IAH ditemukan, pengukuran IAP
serial harus dilakukan pada pasien tersebut.
8

Pengukuran IAP terdiri dari berbagai teknik yaitu penempatan metal intra-abdomen
langsung (sudah lama ditinggalkan), tekanan vena kava inferior (beresiko thrombosis dan
infeksi), tekanan gaster (jarang digunakan tetapi berguna bila terdapat trauma buli-buli
dimana distensi buli merupakan kontraindikasi) dan tekanan buli-buli. Gold standard
pengukuran IAP adalah dengan tekanan buli-buli.
4

Untuk mengukur tekanan buli-buli, suntikkan 50-100 ml saline steril ke dalam Foley
kateter melalui lubang aspirasi; klem silang selang steril dari drain kantong urin letak distal
dari lubang aspirasi; hubungkan ujung selang drain kantong urin ke Foley kateter; lepaskan
klem sesaat agar cairan dari buli keluar dan kemudian klem ulang; Y-connect transduser
tekanan ke kantong drain melalui lubang aspirasi menggunakan jarum G 16; pastikan IAP
dari transduser menggunakan puncak dari tulang simfisis pubis sebagai titik nol dalam posisi
telentang. Manometer tangan yang dihubungkan ke Foley kateter melalui kolom cairan di
selang dapat digunakan untuk menentukan tekanan sebagai ganti transduser.
12

Pada pasien dengan keadaan tertentu terdapat indikasi dilakukan pemantauan IAP untuk
deteksi dini adanya IAH.
2.7Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
1

- Comprehensive metabolic panel (CMP)
- Complete blood cell count (CBC)
- Amylase and lipase assessment
- Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT) bila pasien
diberi heparin
- Test untuk marker jantung
- Urinalisis and urine drug screen
- Pengukuran level serum laktat
- Arterial blood gas (ABG): cara cepat untuk mengukur deficit pH, laktat dan basa.
Radiografi :
1

- Abdomen serial untuk melihat udara bebas atau obstruksi usus.
o Radiografi polos abdomen sering tidak berguna dalam mengidentifikasi sindrom
kompartemen abdominal.
- CT scan abdomen dapat memberikan banyak temuan. Pada tahun 1999 Pickhardt dkk
menemukan gambaran dibawah ini pada pasien dengan sindrom kompartemen
abdominal:
o Round-belly sign distensi abdomen dengan rasio diameter abdomen
anteroposterior ke transversal meningkat. (ratio >0.80; P <0.001)
o Kolaps vena kava
o Penebalan dinding usus dengan enhancement
o Hernia inguinal bilateral
- USG Abdomen
o Aneurisma aorta, bila besar dapat terdeteksi
o Gas usus atau kegemukan mempersulit pemeriksaan
2.8Penanganan
Penanganan harus berdasarkan pada pemeriksaan klinis dengan peningkatan IAP. IAP
kritis yang menimbulkan berbagai disfungsi organ bergantung pada keadaan premorbid
pasien. Pasien gemuk setiap saat meningkat IAP tetapi telah terkompensasi dengan hal
tersebut. Grade I IAH secara umum hanya memerlukan resusitasi volume dengan pemantauan
tekanan berkelanjutan. Beberapa pasien tidak membaik keadaannya. Pasien dengan grade II
harus ditangani berdasarkan gejalanya. Bila oliguria ringan dengan kompresi jantung dan
paru minimal, dapat diresusitasi lebih lanjut dan dilanjutkan dengan memantau tekanan. Bila
pasien mengalami cedera intra-kranial atau kompresi berat yang lebih, operasi dekompresi
harus dipikirkan. Grades III dan IV ditangani dengan operasi dekompresi. Saat ini sebagian
besar penulis menyetujui bahwa tekanan kritis untuk ACS adalah antara 20 hingga 25
mmHg.
3

Sistem grade kompartemen abdominal
6

Tekanan buli-buli Grade (mmHg) Rekomendasi
I 1015 Pertahankan normovolemia
II 1625 Resusitasi Hipervolemik
III2635 Dekompresi
IV >35Dekompresi dan re-eksplorasi
Pilihan terapi medis untuk mengurangi IAP :
8

1. Memperbaiki komplians dinding abdomen
- Sedasi dan analgesik
- Blokade neuromuskular
- Hindari ketinggian kepala tempat tidur > 30 degrees
2. Evakuasi isi intra-lumen
- Dekompresi nasogaster
- Dekompresi rektum
- Agent gastro-/colo-prokinetik
3. Evakuasi kumpulan cairan abdominal
- Parasentesis
- Drainase perkutan
4. Koreksi keseimbangan cairan positif
- Hindari resusitasi cairan berlebih
- Diuretik
- Koloid / cairan hipertonik
- Hemodialisis / ultrafiltrasi
5. Organ Pendukung
- Pertahankan APP > 60 mmHg dengan vasopressor
- Optimalkan ventilasi, alveolar recruitment
- Gunakan tekanan jalan napas transmural (tm)
- Pplattm = Pplat - IAP
- Pikirkan untuk menggunakan volumetric preload indices
- Jika menggunakan PAOP/CVP, gunakan tekanan transmural
- PAOPtm = PAOP - 0.5 * IAP
CVPtm = CVP - 0.5 * IAP
Terdapat manajemen nonoperatif pada IAH/ACS yang terdiri dari lima intervensi terapi, tiap
terapi mengandung beberapa langkah tingkat terapi yang dijelaskan lebih detil pada Gambar
6.
13

1. Evakuasi isi intralumen
2. Evakuasi space-occupying lesion intra-abdomen
3. Memperbaiki komplians dinding abdomen
4. Optimalkan kebutuhan cairan
5. Optimalkan perfusi jaringan regional dan sistemik
Manajemen pembedahan:
Laparotomi dekompresi merupakan gold standard dalam penanganan pasien dengan
ACS.
4
Pendekatan dekompresi abdomen sangat beragam. Temporary abdominal closure
(TAC) telah banyak digunakan sebagai mekanisme mengembalikan dampak akibat
peningkatan IAP. Beberapa penulis menganjurkan penggunaan TAC sebagai profilaksis
untuk mengurangi komplikasi post operasi dan mempermudah re-eksplorasi yang telah
direncanakan.
10
Setelah laparotomi dekompresi, dilakukan temporer abdominal closure yang
dilanjutkan dengan permanen abdominal closure pada hari berikutnya.
12

Temporary abdominal closure
12

Beberapa metode dari temporary abdominal closure dapat digunakan. Keputusan
pertama yang harus dibuat adalah apakah menutup fascia dengan bahan sintetis atau
membiarkannya terbuka. Fascia tidak boleh ditutup primer, ini berkaitan dengan tingginya
tingkat rekuren dari ACS. Jika fascia ditutup dengan bahan sintetis, berbagai bahan
(absorbable/nonabsorbable; porous/nonporous) bisa digunakan. Berbagai tipe dari mesh dapat
digunakan termasuk polyglycolic acid (Vicryl), polypropylene (Marlex), atau
polytetrafluoroethylene (PTFE). Bahan yang dapat diserap lebih dipilih. Penutup dengan alat
burr artificial (Velcro-like), kantung cairan intravena (Bogot bag), kantung kaset x-ray
steril, dan kertas Silastic telah digunakan.
Jika fasia dibiarkan terbuka dan abdomen penuh, kulit bisa tertutup atau dibiarkan
terbuka. Kulit bisa ditutup menggunakan jahitan, penjepit kain, perban lateks Esmarch atau
mesh. Jika mesh dijahit ke kulit, akan ditutup dengan adesif drape yang steril dan drape(Vi-
drape or Steri Drape). Menjahit bahan sintetis ke kulit bukan ke fasia, mempersiapkan
fasia untuk definitive closure berikutnya. Jika penutupan kulit saja menyebabkan peningkatan
IAP, kulit dibiarkan terbuka. Usus ditutupi dengan nonadhesive, nonporous materi (seperti tas
atau perekat usus terlipat menggantungkan dirinya sendiri sehingga sisi perekat menempel
pada dirinya sendiri).
Tepi bahan nonadhesive, nonporous diselipkan di bawah tepi dinding abdomen
anterior untuk mencegah pengeluaran isi dari usus. Selanjutnya, handuk steril ditempatkan,
diikuti oleh tirai perekat (Vidrape atau tirai Steri ) yang menempel pada dinding perut
dan mencegah lebih lanjut pengeluaran isi, pengeringan dari usus, dan cairan kerugian dari
perut yang terbuka. Aplikasi langsung dari tirai perekat ke usus meningkatkan risiko
enterocutaneous fistula dan tidak disarankan.
Permanent abdominal closure.
12

Penutupan perut permanen dilakukan setelah hipovolemia, hipotermia, coagulapathy,
dan asidosis telah diperbaiki; yang biasanya tiga sampai empat hari setelah dekompresi
abdomen. Beberapa metode penutupan perut telah dideskripsikan. Primer penutupan fasia
dapat dilakukan atau cangkok kulit dapat ditempatkan diikuti oleh dinding perut tertunda
rekonstruksi.
Setelah mobilisasi signifikan cairan, dimungkinkan untuk menutup fasia tanpa ketegangan
yang signifikan. Namun, sebuah "pemisahan bagian" teknik mungkin diperlukan untuk
reapproximate fasia.
Jika mesh ditempatkan sebagai perut sementara penutupan (sebaiknya bahan yang
diserap), jala dapat dibiarkan in situ selama dua minggu kemudian ditutup dengan kulit
ketebalan parsial grafts ke jaringan granulasi yang mendasarinya. Jala biasanya akan
dimasukkan ke dalam jaringan granulasi pada titik waktu ini. Jika fasia tidak ditutup dan
pasien yang tersisa dengan cacat dinding perut, dinding perut rekonstruksi dapat dilakukan
enam hingga dua belas bulan kemudian.
Berbagai metode rekonstruksi telah dijelaskan, termasuk medial bilateral kemajuan
abdominus rektus otot dan fasia dengan atau tanpa sayatan kulit-relaksasi. Expanders jaringan
subkutan diikuti oleh flaps kemajuan myocutaneous bilateral juga telah digunakan. Garis
tengah perut flap cacat mungkin memerlukan rekonstruksi atau rekonstruksi dengan
nonabsorbable mesh.

BAB III
KESIMPULAN
Hipertensi intra-abdomen didefinisikan dengan menetap atau berulangnya tekanan
intra-abdomen (IAP) lebih dari 12 mmHg atau tekanan perfusi abdomen (APP) kurang dari
60 mmHg, dimana tekanan perfusi abdomen (APP) = tekanan arteri rata-rata (MAP)
tekanan intra-abdomen (IAP).
Gejala klinis ACS antara lain :
- Distensi abdomen yang berat
- Gagal napas yang ditandai dengan PCO2 yang meningkat, volume tidal yang
berkurang, tingginya tekanan puncak inspirasi.
- Curah jantung yang menurun
- Tekanan darah yang labil
- pHi rendah yang menetap
- Oliguria yang tidak respon terhadap terapi konvensional
- Tekanan intra abdomen yang meningkat (> 40 mm Hg)
Penanganan harus berdasarkan pada pemeriksaan klinis dengan peningkatan IAP.
Grade I IAH secara umum hanya memerlukan resusitasi volume dengan pemantauan tekanan
berkelanjutan. Pasien dengan grade II harus ditangani berdasarkan gejalanya. Grades III dan
IV ditangani dengan operasi dekompresi. Sebab laparotomi dekompresi merupakan gold
standard dalam penanganan pasien dengan ACS.
Hasil dari IAH dilihat paling mudah dalam ginjal dan system pernapasan. Namun,
hampir setiap sistem organ dapat terpengaruh. Dalam trauma atau pasien lain beresiko tinggi
untuk mengembangkan ACS berdasarkan temuan perioperatif, pengobatan terbaik adalah
penggunaan TAC untuk mengurangi insiden (meski tidak secara utuh mencegah)
pengembangan ACS. Jika ACS terjadi, pengobatan dengan dekompresi akan mampu
memberikan terapi terbaik dengan resolusi kardiovaskular, paru, dan ginjal derangements,
meskipun derajat dapat ditetapkan untuk kegagalan organ multiple berikutnya.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. Paula, Richard MD. 2009. Abdominal Compartment Syndrome. Available
at www.emedicine.com/ 829008-overview.htm
2. Pleva, J. r, M. Mayzlk, J. 2004. Abdominal Compartment Syndrome in
Polytrauma. In: Biomed. Papers 148(1), 8184 (2004). Available at
http://publib.upol.cz/~obd/fulltext/Biomed/2004/1/81.pdf
3. Stassen, N.A et al. 2002. Abdominal Compartment Syndrome.
In:Scandinavian Journal of Surgery 91: 104108 (2002). Available at http://www.fimnet.fi/sj s/articles/ SJS12002-104.pdf
4. Anjaria, J. D. J. Hoyt, D. B. 2007. Abdominal Compartment Syndrome. In:
Trauma Critical Care Volume 2, 34: 619-629. Available at www.inf of ar ma.com
5. Joseph E. Parrillo, J. E. Dellinger P. R. 2007. Abdominal Compartment Syndrome.
In: Critical care medicine: principles of diagnosis and management in the adult 3
rd
ed.
Available athttp://s21.ifile.it/29iq1g0/z531/18272807/209177___ccm3.rar
6. De Backer, Daniel. 1999. Abdominal Compartment Syndrome. Available
at www. pubmed. com
7. Angood, Peter D, et al. 2001. Abdominal Compartment Syndrome. In:
Sabiston Textbook of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice
16
th
ed. Available at www.zd.pr os. at
8. WSCAS. 2008. Abdominal Compartment Syndrome. Available at www. wscas. org
9. Bailey, Jeffrey. 2000. Abdominal Compartment Syndrome. In: Critical Care
2000 4:23-29. Available at http://ccforum.com/content/4/1/023
10. Sugrue, M. 2005. Abdominal Compartment Syndrome. In: Current Opinion in
Critical Care 2005, 11:333338. Available
athttp://www.med.nyu.edu/resweb/anes/education/critical%20care/pdf/7.%20Trauma%20
and%20resusc/Abdominal%20Compartment%20Syndrome.p

Anda mungkin juga menyukai