Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini
adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun.
(Smeltzer C, Suzanne. 2002)
Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan
kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang di sebabkan terjadinya
gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan
saja. Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat
berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya
ingat, dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai gangguan fungsi
otak. (Muttaqin,2008)
Menurut WHO, Stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular (Hendro Susilo, 2000)
Jadi bisa diambil kesimpulan stroke adalah kehilangan fungsi otak
karena suplai darah O
2
ke otak menurunnya atau terhenti dan bisa juga
menyebabkan perdarahan.

2. Etiologi
Menurut Muttaqin (2008) ada beberapa keadaan yang dapat
menyebabkan stroke, antara lain :
a. Trombosis Serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema
dan kongesti di sekitarnya. Hal ini terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan
iskemia serebri. Tanda dan Gejala neurologis seringkali memburuk
dalam 48 jam setelah terjadi trombosis. Beberapa keadaan yang dapat
menyebabkan trombosis otak :
1) Aterosklerosis
Mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya elastisitas atau
kelenturan dinding pembuluh darah.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
a) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah.
b) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
c) Merupakan tempat terbentuknya trombus, kemudian
melepaskan kepingan trombus (embolus).
d) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma
kemudian robek dan terjadi perdarahan.
2) Hiperkoagulasi pada polisitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebri.
3) Arterits (radang pada arteri)
b. Emboli
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak, dan udara.
c. Hemoragik
Perdarahan intrakranial atau intraserebri meliputi perdarahan
di dalam ruang subarakhnoid atau di dalam jaringan otak sendiri.
Pecahnya pembuluh drah otak menyebabkan perembesan darah ke
dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga
otak akan membengkak, jaringan otak akan tertekan sehingga terjadi
infak otak, edema, dan mungkin herniasi otak.
d. Hipoksia Umum disebabkan oleh :
1) Hipertensi yang parah
2) Henti jantung paru
3) Curah jantung turun kibat aritmia
e. Hipoksia Lokal disebabkan oleh :
1) Spasme arteri serebri yang di sertai perdrahan subarakhnoid
2) Vasokonstriksi arteri otak disertai sakit kepala migren

3. Faktor resiko
Menurut Smeltzer C, Suzanne (2002), akan terjadi faktor-faktor
resiko yang akan muncul, yaitu:
a. Hipertensi
b. Penyakit kardiovaskular-embolisme serebri berasal dari jantung :
1) Penyakit arteri koronaria
2) Gagal jantung kongestif
3) Hipertrofi ventrikel kiri
4) Abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium)
5) Penyakit jantung kongestif
c. Kolestrol tinggi
d. Obesitas
e. Peningkatan hematokrit meningkatkan risiko infak serebri
f. Diabetes
g. Kontrasepsi oral
h. Merokok
i. Penyalahgunaan obat (khususnya kokain)
j. Konsumsi alkohol

4. Patofisiologi
Ketika arteri tersumbat secara akut oleh trombus atau embolus,
maka area sistem saraf pusat yang diperdarahi akan mengalami infark jika
tidak ada perdarahan kolateral yang adekuat. Di sekitar zona nekrotik
sentral, terdapat penumbra iskemik yang tetap viabel untuk suatu waktu,
artinya fungsinya dapat pulih jika aliran darah baik kembali.
Iskemia sistem saraf pusat dapat disertai oleh pembengkakan
karena dua alasan :
a. Edema sitotoksik : akumulasi air pada sel-sel glia dan neuron yang
rusak
b. Edema vasogenik: akumulasi cairan ekstravaskuler akibat perombakan
darah otak
Edema otak dapat menyebabkan perburukan klinis yang berat
beberapa hari setelah stroke mayor, akibat peningkatan tekanan
intrakranial dan kompresi struktur disekitarnya (Ginsberg, 2008).
Dalam bukunya Muttaqin (2008), menjelaskan penyakit peredaran
darah otak, baik yang disebabkan karena penyumbatan maupun
perdarahan, keduanya sangat membahayakan sel otak yang diperdarahi
oleh arteri tersebut. Pada stroke iskemik, penyumbatan mengakibatkan
terputusnya aliran darah ke sel otak sehingga menghentikan suplai
oksigen. Glukosa dan nutrisi lain ke dalam sel otak yang mengalami
serangan. Bila terhenti suplai ini berlanjut lebih dari beberapa menit, sel
otak (neuron) mengalami kematian. Pada peredaran darah intra kranial,
darah berasal dari robeknya pembuluh darah yang masuk ke dalam sel
otak dan mengisi ruangan sekelilingnya. Bila darah berkumpul banyak,
dapat menyebabkan tekanan intra kranial. Pada saat yang sama,
perdarahan juga menyebabkan terhentinya suplai oksigen dan nutrisi ke
daerah yang terkena.







5. Pathway
Menurut Carpenito (2000) :
Trombosis Emboli serebral Perdarahan


Suplai darah tidak dapat disampaikan ke otak

Penyumbatan pembuluh darah (infark iskemik) (non hemoraghi)

Iskhemia

Infark jaringan otak

Odema cerebral

















Kerusakan
neuromuskuler
N. X (nervus vagus)
Disartria
Gangguan
komunikasi verbal
Penurunan kekuatan
dan ketahanan otot
Kurang perawatan
diri
N. IX dan XII
(glossopharyngeus dan
hypoglasus
ResTi kerusakan
menelan
Kelemahan
otot
Gangguan
mobilitas fisik
Perubahan
perfusi jaringan
Nekrosis jaringan
N. II, III, dan IV
Defisit/trauma neurologis
Perubahan persepsi sensori
6. Tanda dan Gejala / Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis CVA atau stroke adalah kehilangan motorik
disfungsi motorik yang paling umum adalah hemiplegi karena lesi pada
otak yang berlawanan, hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh.
Pada awal stroke biasanya paralisis menurunnya reflek tendon dalam,
kehilangan komunikasi, gangguan persepsi, kerusakan kognitif dan efek
psikologis, disfungsi kandung kemih (Smeltzer, 2002)
Menurut Dewanto (2009) dalam bukunya, manifestasi klinis
bergantung pada neuroanatomi dan vaskularisasnya. Gejala klinis dan
defisit neurologik yang ditemukan berguna untuk menilai lokasi iskemi.
a. Gangguan peredaran darah arteri serebri anterior menyebabkan
hemiparesis dan hemipestesi kontralateral yang terutama melibatkan
tungkai.
b. Gangguan peredaran darah arteri serebri media menyebabkan
hemiparesis dan hemihipestesi kontralateral yang terutama mengenai
lengan disertai gangguan fungsi luhur berupa afasia (bila mengenai
area dominan) atau hemispatial neglect (bila mengenai area otak non
dominan)
c. Gangguan peredaran darah arteri serebri posterior menimbulkan
hemianopsi homonim atau kuadrantanopsi kontralateral tanpa disertai
gangguan motorik maupun sensorik. Gangguan daya ingat terjadi bila
terjadi infark pada lobus temporalis medial.
d. Gangguan peredaran darah batang otak menyebabkan gangguan saraf
kranial seperti disartri, diplopi dan vertigo; gangguan sereblar, seperti
ataksia atau hilang keseimbangan; atau penurunan kesadaran
e. Infark lakunar merupakan infark kecil dengan klinis gangguan murni
motorik atau sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur.

7. Pemeriksaan Penunjang
Dalam Doenges (2000) pemeriksaan diagnostik pada pasien stroke
antara lain:
a. Angiografi serebral : membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik, seperti perdarahan, atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi
atau ruptur.
b. Scan CT : memperlihtkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan
adanya infak.
c. Pungsi lumbal : menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada
trombosis, emboli serebral, dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan
yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragic
subarakhnoid atau perdarahan intra karanial. Kadar protein total
meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses
inflamasi.
d. MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infak, hemoragik,
malformasi ateriove na (MAV)
e. Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit ateriovena
(masalah sistem arteri karotis [aliran darah/muncul plak]
arteriosklerosis)
f. EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan
mungkin memperlihatkan darah lesi yang spesifik
g. Sinar X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi
karotis interna pada trombosis serebral, klasifikasi parsial dinding
aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
h. Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainn darah itu sendiri
i. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan
kemudian berangsur-angsur turun kembali
Dalam buku Ginsberg (2008), pemeriksaan penunjang yang
biasa dilakukan pada pasien stroke meliputi :
a. Darah lengkap dan LED
b. Ureum, elektrolit, glukosa, dan lipid
c. Rontgen dada dan EKG
d. CT scan kepala
CT scan mungkin tidak perlu dilakukan oleh semua pasien,
terutama jika diagnosa klinisnya sudah jelas, tetapi pemeriksaan
ini berguna untuk membedakan infark serebri atau perdarahan,
yang berguna dalam menentukan tata laksana awal.

8. Diagnosa Banding
Diagnosa banding yang muncul dalam penyakit stroke menurut
Brashers (2007) yaitu:
a. Peristiwa jantung primer dengan hipotensi akut
b. Gangguan kejang primer
c. Tumor otak
d. Serangan metabolik atau toksik (hipoglikemi, obat)
e. Meningitis
f. Trauma

9. Terapi
Dalam buku Smeltzer C, Suzanne (2002), penatalaksanaan terapi
yang diberikan adalah :
a. Diuretika : Untuk menurunkan edema serebral
b. Anti Koagulan : Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi.
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor
kritis sebagai berikut (Muttaqin,2008) :
a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital :
1) Mempertahankan oksigenasi, jika perlu lakukan trakeostomi untuk
membantu pernapasan
2) Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi kien, termasuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hiperensi
b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung
c. Menempatkan klien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin. Posisi klien harus di ubah tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
Pengobatan konservatif :
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS)
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intraarterial
c. Medikasi antitrombosit. Antiagregasi trombosis seperti aspirin
digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi trombosis
yang terjadi setelah userasi alteroma
d. Antikoagulan trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam
sistem kardiovaskular.

10. Penanganan Medik Stroke
Menurut Harsono (2000), secara garis besar penatalaksanaan
stroke akut sebaiknya dilakukan dengan suatu team yang terpadu, dimana
ahli saraf bekerjasama dengan ahli-ahli lain seperti paramedik,
fisioterapi, terapi wicara dan terapi okupasional menganggulangi fase
akut stroke agar penderita dapat sembuh dengan cacat yang minimal.
Prinsip-prinsip umum penanggulangan stroke adalah :
a. Resusitasi kardiopulmoner (ABC : Airway, Breathing, Circulation)
Dengan demikian terjadi suatu aliran darah ke otak yang
optimal, dalam hal ini tekanan perfusi otak harus cukup memberi
darah ke daerah yang paling ujung dari sistem pembuluh otak. Selain
itu kadar O
2
yang dikandung darah arteri harus cukup pula tekanannya
(PO
2
), dan hal ini dijamin oleh paru-paru yang sehat.
b. Mencegah edema otak
Pada stroke akut yang berat, resiko besar terjadi edema otak.
Ini harus dicegah dengan obat-obatan maupun non obat misalnya
hiperventilasi terkontrol pada penderita yang memakai ventilator.
Pencegahan edema otak termasuk juga tindakan-tindakan yang
memprovokasi yaitu tekanan darah yang terlalu tinggi atau rendah
dengan hipoksia dan hipertermia. Faktor-faktor ini juga harus
dikendalikan dan diatasi.
c. Menjamin keseimbangan cairan dan elektrolit
Mencakup pemberian cairan nutrisi dan perhitungan input dan
output cairan yang adekuat, termasuk dalam hal ini pengawasan BAK
dan BAB.
d. Mencegah infeksi skunder
Infeksi skunder yang paling sering adalah infeksi paru
(broncho pneumonia) dan infeksi saluran kencing (pyelonefritis,
sistitis). Infeksi kulit, gigi, dan mulut juga sering terjadi. Pada kulit
infeksi bekas pemasangan infus (plebitis) dan decubitus.
e. Mencegah kejang-kejang
Jika resiko kejang tinggi misalnya stroke hemispheri yang
kortikal, dapat diberi obat-obat pencegah kejang. Selain itu, suasana
gaduh, gelisah dapat memperburuk edema/tekanan intra kranial yang
meningkat. Berikan penenang yang secukupnya, sebaiknya yang
bekerja cepat dan pendek agar monitor daro kesadaran tidak
terganggu.
Jika keadaan umum stabil, dapat dimulai tindakan restoratif,
dengan memperhatikan faktor resiko. Berbeda dengan tindakan
rehabilitasi dimana penderita telah stabil penuh (fase kronik), pada
tindakan restorasi dilakukan pada fase akut yaitu pada saat pasien
sudah stabil. Stabilitas tersebut mudah berubah hingga selama
tindakan restorafit, diperlukan monitor fungsi-fungsi neurologik dan
mungkin fungsi-fungsi vital lainnya yang ketat, seperti yang dilakukan
di unit stroke. Jika penderita menunjukkan penurunan, tindakan
restoratif disesuaikan dengan kondisi pasien, setelah stabilitas
dikembalikan.


11. Komplikasi
Menurut Smeltzer C, Suzanne (2002), komplikasi dari stroke
adalah :
a. Hipoksia serebral
b. Penurunan darah serebral
c. Luasnya area cedera
Dalam Muttaqin (2008) komplikasi yang terjadi setelah stroke
antara lain :
1. Dalam hal imobilisasi : infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi, dan
tromboflebitis
2. Dalam hal paralisis : nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas, dan terjatuh
3. Dalam hal kerusakan otak : epilepsi dan sakit kepala
4. Hidrosefalus

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap pertama dari proses keperawatan dimana
data dikumpulkan (Doengoes, 2000).
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang
status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis,
sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status
ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien.
b. Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
c. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
d. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain (Siti Rochani, 2000).
e. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
f. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi
ataupun diabetes militus (Hendro Susilo, 2000).
g. Pengkajian menurut Doengoes (2000) :
1) Aktivitas dan istirahat
Gejala : Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralysis.
Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang
otot)
Tanda : Perubahan tingkat kesadaran. Perubahan kekuatan
otot/tonus otot (flaksid atau spastic), paralysis
(hemiplegia), kelemahan umum.
Gangguan penglihatan.
Gangguan tingkat kesadaran.
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat penyakit jantung (MI, reumatik/penyakit
jantung vaskuler, GJK, endokarditis, bacterial),
polisitemia, riwayat hipotensi postural.
Tanda : Hipertensi arterial (dapat ditemukan/terjadi pada
CSV) sehubungan dengan adanya
metabolisme/malformasi vaskuler.
Disritmia, perubahan EKG.
Pulsasi ; kemungkinan bervariasi.
Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta
abdominal.
3) Integritas ego
Gejala : Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.
Tanda : Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat,
kesedihan, kegembiraan.
Kesulitan berekspresi diri
4) Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, anuria.
Distensi abdomen (kandung kemih penuh), tidak
adanya suara usus (ileus paralitik)
5) Makan / Minum
Gejala : Nafsu makan hilang.
Nause / vomitus menandakan adanya peningkatan
TIK.
Kehilangan sensasi lidah, pipi, tenggorokan,
disfagia.
Riwayat DM.
Tanda : Adanya masalah menelan, menelan (menurunnya
reflek palatum dan faring). Obesitas (faktor resiko)
6) Sensori neuro
Gejala : pusing / syncope (sebelum CVA / sementara
selama TIA).
Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau
perdarahan sub arachniod.
Kelemahan, kesemutan, sisi yang terkena terlihat
seperti lumpuh atau mati.
Penglihatan berkurang.
Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral
pada ekstermitas dan muka ipsilateral (sisi yang
sama).
Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Tanda : Status mental; koma biasanya menandai stadium
perdarahan, gangguan tingkah laku (seperti: letargi,
apatis) dan gangguan fungsi kognitif. Ekstermitas :
kelemahan/paralysis (kontralateral pada semua jenis
stroke, genggaman tangan tidak imbang,
berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral).
Wajah : paralysis / parese (ipsilateral).
Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa,
kemungkinan ekspresif/kesulitan berkata-kata,
reseptif/kesulitan berkata komprehensif,
global/kombinasi dari keduanya).
Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat,
pendengaran, stimulasi taktil.
Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan
motorik.
Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan
tak bereaksi pada sisi ipsilateral.
7) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Tanda : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah,
ketegangan otot fasial
8) Pernapasan
Gejala : Merokok (faktor resiko)
Tanda : Ketidakmampuan menelan/batuk/hambatan jalan
napas.
Timbulnya pernapasan sulit dan atau tidak teratur.
Suara napas terdengar/ronki (aspirasi sekresi).
9) Keamanan
Tanda : Motorik/sensorik : masalah penglihatan.
Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk
melihat objek.
Tidak mampu mengenali objek warna dan wajah
yang pernah dikenali.
Gangguan berespon terhadap panas/dingin.
Kesulitan dalam menelan, tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi sendiri (mandiri).
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit
terhadap keamaan, tidak sabar/kurang kesadaran
diri.
10) Interaksi sosial
Tanda : Masalah berbicara. Kemampuan berkomunikasi.
h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
1) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara
3) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi
bervariasi
2) Pemeriksaan integumen
a) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat
dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di
samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena pasien stroke
hemoragik harus bed rest 2-3 minggu.
b) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
c) Rambut : umumnya tidak ada kelainan
3) Pemeriksaan kepala dan leher
a) Kepala : bentuk normocephalik
b) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah
satu sisi.
4) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas
terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan,
pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan
menelan.
5) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest
yang lama, dan kadang terdapat kembung.
6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
7) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh.
8) Pemeriksaan neurologi
Pada pemeriksaan nervus cranial, pemeriksaan
dilakukan pada nervus I sampai nervus XII. Hampir selalu
terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
Pemeriksaan antara lain mencakup :
a) Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
b) Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahuli dengan refleks patologis (Jusuf
Misbach, 1999).
i. Pemeriksaan penunjang
1) CT scan : Didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
2) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler.
4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan
jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang
merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita
stroke.
5) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan
yang kecil biasanya warna likuor masih normal sewaktu hari
pertama.
6) Pemeriksaan darah rutin.
7) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia.
8) Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan darah itu
sendiri.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul menurut Doengoes (2000),
yaitu :
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan terputusnya
aliran darah : suplai darah O
2
ke otak berkurang, penyakit oklusi,
perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neuromuskuler, kelemahan, parestesia flaksid/paralysis hipotonik
(awal), paralysis spastis.
c. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penekanan pada
saraf sensori, penurunan penglihatan.
d. Gangguan komunikasi verbal atau tertulis berhubungan dengan
kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan
tonus atau kontrol otot fasial atau oral, kelemahan atau kelelahan
umum.
e. Kurangnya pemenuhan perawatan diri berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi
f. Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler atau perseptual.
3. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas menurut
(Doenges, 2000) adalah :
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan terputusnya
aliran darah : suplai darah O
2
ke otak berkurang, penyakit oklusi,
perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral
1) Tujuan :
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
2) Kriteria hasil :
a) Klien tidak gelisah
b) Tidak ada keluhan nyeri kepala
c) GCS 456
d) Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu:
36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit)
3) Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-
sebab gangguan perfusi jaringan otak dan akibatnya
b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan
intrakranial tiap dua jam
d) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak
jantung (beri bantal tipis)
e) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan
berlebihan
f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat
neuroprotektor
4) Rasional
a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b) Untuk mencegah perdarahan ulang
c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien
secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat
d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage
vena dan memperbaiki sirkulasi serebral
e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra
kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang
f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan
kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin
diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam
kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya
g) Memperbaiki sel yang masih viable.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neuromuskuler, kelemahan, parestesia flaksid/paralysis hipotonik
(awal), paralysis spastis.
1) Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya
2) Kriteria hasil
a) Tidak terjadi kontraktur sendi
b) Bertambahnya kekuatan otot
c) Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
3) Rencana tindakan
a) Ubah posisi klien tiap 2 jam
b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada
ekstrimitas yang tidak sakit
c) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
d) Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi
fungsionalnya
e) Tinggikan kepala dan tangan
f) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
4) Rasional
a) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat
sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan
b) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot
serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
c) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila
tidak dilatih untuk digerakkan
c. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penekanan pada
saraf sensori, penurunan penglihatan
1) Tujuan :
Meningkatnya persepsi sensorik : perabaan secara optimal.
2) Kriteria hasil :
a) Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi
persepsi
b) Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk
meraba dan merasa
c) Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi
terhadap perubahan sensori
3) Rencana tindakan
a) Tentukan kondisi patologis klien
b) Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin,
tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian
c) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti
memberikan klien suatu benda untuk menyentuh, meraba.
Biarkan klien menyentuh dinding atau batas-batas lainnya.
d) Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya
lindungan yang berbahaya. Anjurkan pada klien dan
keluarga untuk melakukan pemeriksaan terhadap suhu air
dengan tangan yang normal
e) Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila
perlu dan menyadari posisi bagian tubuh yang sakit.
Buatlah klien sadar akan semua bagian tubuh yang
terabaikan seperti stimulasi sensorik pada daerah yang
sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati garis
tengah, ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit.
f) Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.
g) Lakukan validasi terhadap persepsi klien
4) Rasional
a) Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami
gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan
b) Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan
kinetik berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan
kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi,
meningkatkan resiko terjadinya trauma.
c) Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan
persepsi dan intepretasi diri. Membantu klien untuk
mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan dari daerah
yang terpengaruh.
d) Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko
terjadinya trauma.
e) Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu
dalan mengintegrasikan sisi yang sakit.
f) Menurunkan ansietas dan respon emosi yang
berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori
berlebih.
g) Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan
dari persepsi dan integrasi stimulus.
d. Gangguan komunikasi verbal atau tertulis berhubungan dengan
kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan
tonus atau kontrol otot fasial atau oral, kelemahan atau kelelahan
umum.
1) Tujuan
Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
2) Kriteria hasil
a) Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat
dipenuhi
b) Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal
maupun isarat
3) Rencana tindakan
a) Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan
bahasa isarat
b) Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi
c) Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan
pertanyaan yang jawabannya ya atau tidak
d) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi
dengan klien
e) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi
f) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara
4) Rasional
a) Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan
kemampuan klien
b) Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang
lain
c) Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat
komunikasi
d) Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi
yang efektif
e) Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan
komunikasi
f) Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik
dan benar
e. Kurangnya pemenuhan perawatan diri berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi
1) Tujuan
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
2) Kriteria hasil
a) Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai
dengan kemampuan klien
b) Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas
untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan
3) Rencana tindakan
a) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam
melakukan perawatan diri
b) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas
dan beri bantuan dengan sikap sungguh
c) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat
dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai
kebutuhan
d) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang
dilakukannya atau keberhasilannya
e) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
4) Rasional
a) Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan
pemenuhan kebutuhan secara individual
b) Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha
terus-menerus
c) Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat
tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan
bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi
klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-
sendiri untuk mempertahankan harga diri dan
meningkatkan pemulihan
d) Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta
mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu
e) Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan
rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat
penyokong khusus.
f. Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan
kerusakan neuromuskular atau persetual
1) Tujuan
Tidak terjadi kerusakan menelan
2) Kriteria Hasil
a) Mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi
individual dengan aspirasi tercegah
b) Mempertahankan berat badan yang di inginkan
3) Intervensi
a) Pantau kemampuan menelan
Rasional : intervensi nutrisi atau pilihan rute makanan
b) Tingkatkan upaya untuk dapat melakukan proses menelan
yang efektif
(1) Bantu klien dengan mengontrol kepala
Rasional : menetralkan hiperekskresi, membantu
mencegah aspirasi dan meningkatkan kemampuan
utnuk menelan
(2) Letakkan pasien pada posisi duduk atau tegak selama
dana setelah makan
Rasional : menggunakan gravitasi untuk memudahkan
proses menelan dan menurunkan resiko terjadinya
aspirasi
(3) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut
secara manual dengan menekan ringan di atas bibir atau
di bawah dagu jika butuhkan
Rasional : membantu dalam melatih kembali sensori
dan meningkatkan kontrol muskuler
(4) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak
terganggu
Rasional : memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa
kecap ) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan
dan meningkatkan masukan
(5) Sentuh bagian pipi bagian dalam dengan spatel lidah
atau tempelkan es untuk mengetahui adanya kelemahan
lidah
Rasional : dapat meningkatkan gerakan dan kontrol
lidah (penting untuk menelan) dan menghambat
jatuhnya lidah.
(6) Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang
tenang
Rasional : pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme
makan tanpa adanya distraksi atau gangguan dari luar
(7) Mulai untuk memberikan makanan peroral setengah
cair, makanan lunak ketika pasien dapat menelan air
Rasional : makanan lunak atau cairan kental mudah
untuk mengendalikan di dalam mulut, menurunkan
resiko terjadinya aspirasi
(8) Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk
meminum cairan
Rasional : menguatkan otot facial dan otot menelan dan
menurunkan resiko terjadinya tersedak
(9) Anjurkan orang terdekat untuk membawa makanan
kesukaan pasien
Rasional : menstimulasi upaya makan dan
meningkatkan menelan atau masukan
c) Pertahankan masukan dan keluaran dengan akurat, catat jumlah
kalori yang masuk
Rasional : jika usaha menelan Rasional : jika usaha menelan
tidak memadahi untuk memenuhi kebutuhan cairan dan
makanan harus di cairkan metode alternatif untuk makan.
d) Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan atau
kegiatan
Rasional : dapat meningkatkan pelepasan endomorfin dalam
otak yang meningkatkan nafsu makan
e) Kolaborasi pemberian cairan melalui IV dan atau makanan
melalui selang.
Rasional : mungkin diperlukan untuk memberikan cairan
pengganti dan juga makanan jika pasien tidak mempu untuk
memasukkan segala sesuatu melalui mulut
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan asuhan keperawatan ini merupakan realisasi dari
rencana tindakan keperawatan yang diberikan pada pasien.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan.
Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus-menerus dengan
melibatkan pasien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal
ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi
evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam
rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian
ulang (Harsono, 2002).

Anda mungkin juga menyukai