()
PROTEIN
2. Uji kadar air
Berat cawan = 33,387 gram
Berat sampel basah + cawan = 36,387 gram
Berat sampel kering + cawan =
1. 33,632 gram
2. 33,638 gram
3. 33,639 gram
4. 33,640 gram
5. 33,642 gram
6. 33,642 gram
7. 33,642 gram
( )( )
( )
PROTEIN
LEMBAR PERHITUNGAN
1. Uji kadar N dan Protein
1.
()
2.
()
3.
2. Uji kadar air
1.
( )( )
( )
2.
3.
PROTEIN
LEMBAR PERHITUNGAN REAGEN
Kelompok : 1 Senin Siang
Nama :
1. Adnan Poerbowaluyojati
2. Gika Putri Ariani
3. Oktovia Rezki Nurhanafiah
Asisten : Hanif Ardhiansyah
NaOH 5 N, 100 ml
PROTEIN
LEMBAR KUANTITAS REAGEN
LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA II
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PRAKTIKUM KE : 5
MATERI : PROTEIN
HARI, TANGGAL : SENIN, 12 MEI 2014
KELOMPOK : 1 SENIN SIANG
NAMA : 1. ADNAN POERBOWALUYOJATI
2. GIKA PUTRI ARIANI
3. OKTOVIA REZKI NURHANAFIAH
ASISTEN : HANIF ARDHIANSYAH
KUANTITAS REAGEN
NO. JENIS REAGEN KUANTITAS
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Na2SO4 anhidris
CuSO4.5H2O
H2SO4 pekat
Zn pulver
NaOH 5N
Boraks Jenuh
HCl 0,1 N
MO
Aquades
Sampel jamur
- 5 gram protein
- 3 gram air
10 gr
5 gr
30 ml
4 gr
100 ml
150 ml
Secukupnya
Secukupnya
100 ml
PROTEIN
TUGAS TAMBAHAN
CATATAN:
SEMARANG, 6 MEI 2014
ASISTEN,
HANIF ARDHIANSYAH
NIM. 21030111130077
1. Cari factor konversi jamur
2. Hitung kebutuhan NaOH
3. Fungsi masing-masing reagen
Destruksi 2 jam
Titrasi 3x @10 ml
PROTEIN
REFERENSI
Metoda Mikrokjeldahl
Prinsipnya adalah penentuan jumlah Nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu
bahan dengan cara mendegradasi protein bahan organik dengan menggunakan asam
sulfat pekat untuk menghasilkan nitrogen sebagai amonia, kemudian menghitung
jumlah nitrogen yang terlepas sebagai amonia lalu mengkonversikan ke dalam kadar
protein dengan mengalikannya dengan konstanta tertentu. Disebut sebagai metode
mikro (Mikrokjeldahl) karena ukuran sampel kecil, yaitu kurang dari 300 mg. Jika
sampel yang digunakan lebih dari 300 mg disebut metode makro. Metode mikro
digunakan pada bahan yang diduga hanya mengandung sedikit N. Analisa protein
dengan metode Mikrokjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu
proses destruksi, proses destilasi, dan tahap titrasi.
1. Proses destruksi
Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi
penguraian sampel menjadi unsur-unsurnya yaitu unsur-unsur C, H, O, N, S, dan P.
Unsur N dalam protein ini dipakai untuk menentukan kandungan protein dalam suatu
bahan. 100 mg sampel yaitu kedelai, tepung terigu, dan kedelai ditambah dengan
katalisator N 0,5-1 gram dibungkus dengan kertas saring untuk memudahkan dalam
memasukkan ke dalam tabung reaksi besar, karena jika tidak sampel dan katalisator
akan tercecer. Selain itu kertas saring juga berfungsi untuk menyaring filtrat dengan
residu. Katalisator berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dengan menaikkan
titik didih asam sulfat saat dilakukan penambahan H
2
SO
4
pekat serta mempercepat
kenaikan suhu asam sulfat, sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Katalisator N
terdiri dari campuran K
2
SO
4
dan HgO dengan perbandingan 20 : 1. Tiap 1 gram
K
2
SO
4
dapat menaikan titih didih 3
0
C (Sudarmadji dkk., 1996). Karena titik didih
tinggi maka asam sulfat akan membutuhkan waktu yang lama untuk menguap.
Karena hal ini kontak asam sulfat dengan sampel akan lebih lama sehingga proses
PROTEIN
destruksi akan berjalan lebih efektif. Selain itu juga dibuat blanko dalam tabung
reaksi besar yang berisi katalisator N dan 3 ml H
2
SO
4
agar analisa lebih tepat. Blanko
ini berfungsi sebagai faktor koreksi dari adanya senyawa N yang berasal dari
reagensia yang digunakan.
Setelah ditambah katalisator N, sampel dimasukkan dalam tabung reaksi besar
kemudian ditambah dengan 3 ml H
2
SO
4
pekat. H
2
SO
4
pekat yang dipergunakan untuk
destruksi diperhitungkan dari adanya bahan protein. Asam sulfat yang bersifat
oksidator kuat akan mendestruksi sampel menjadi unsur-unsurnya. Untuk
mendestruksi 1 gram protein diperlukan 9 gram asam sulfat. Penambahan asam sulfat
dilakukan dalam ruang asam untuk menghindari S yang berada di dalam protein
terurai menjadi SO
2
yang sangat berbahaya. Setelah penambahan asam sulfat larutan
menjadi keruh.
Tabung reaksi besar yang berisi sampel kemudian ditempatkan dalam alat
destruksi (destruktor) dan ditutup. Setelah siap alat di-ON-kan dan akan terjadi
pemanasan yang mengakibatkan reaksi berjalan lebih cepat. Sampel didestruksi
hingga larutan berwarna jernih yang mengindikasikan bahwa proses destruksi telah
selesai. Selama destruksi, akan terjadi reaksi sebagai berikut :
HgO + H
2
SO
4
HgSO
4
+ H
2
O
2 HgSO
4
Hg
2
SO
4
+ SO
2
+ 2 O
n
Hg
2
SO
4
+ 2 H
2
SO
4
2 HgSO
4
+ 2 H
2
O + SO
2
(CHON) + O
n
+ H
2
SO
4
CO
2
+ H
2
O + (NH
4
)
2
SO
4
(Sudarmadji, 1996)
Alat destruksi bekerja berdasar prinsip lemari asam. Selama proses destruksi
akan dihasilkan gas SO
2
yang berbau menyengat dan dapat membahayakan jika
dihirup dalam jumlah relatif banyak. Gas yang dihasilkan ini akan bergerak ke atas
(tersedot penutup) dan akan disalurkan ke alat penetral. Alat ini terdiri dari dua
larutan yaitu NaOH dan aquadest. Awalnya gas SO
2
akan masuk dalam tabung yang
berisi NaOH. Dalam tabung ini terjadi penetralan gas SO
2
oleh larutan NaOH.
Kemudian gas hasil penetralan tahap pertama masuk dalam tabung kedua yang berisi
PROTEIN
aquadest. Dalam tabung ini kembali terjadi penetralan sehingga diharapkan semua
gas SO
2
telah ternetralkan. Selain dibebaskan gas SO
2
juga dibebaskan gas CO
2
dan
H
2
O sesuai dengan reaksi sebagai berikut :
panas
Bahan organik + H
2
SO
4
CO
2
+ SO
2
+ (NH
4
)
2
SO
4
+ H
2
O
Proses destruksi dapat dikatakan selesai apabila larutan berwarna jernih.
Larutan yang jernih menunjukkan bahwa semua partikel padat bahan telah
terdestruksi menjadi bentuk partikel yang larut tanpa ada partikel padat yang tersisa.
Larutan jernih yang telah mengandung senyawa (NH
4
)
2
SO
4
ini kemudian didinginkan
supaya suhu sampel sama dengan suhu luar sehingga penambahan perlakuan lain
pada proses berikutnya dapat memperoleh hasil yang diinginkan karena reaksi yang
sebelumnya sudah usai.
2. Proses destilasi
Larutan sampel jernih yang telah dingin kemudian ditambah dengan
aquadest untuk melarutkan sampel hasil destruksi dan blankonya agar hasil destruksi
dapat didestilasi dengan sempurna serta untuk lebih memudahkan proses analisa
karena hasil destruksi melekat pada tabung reaksi besar. Kemudian larutan sampel
dan blanko didestilasi dalam Kjeltec. Pada dasarnya tujuan destilasi adalah
memisahkan zat yang diinginkan, yaitu dengan memecah amonium sulfat menjadi
amonia (NH
3
) dengan menambah 20 ml NaOH-Na
2
S
2
O
3
kemudian dipanaskan.
Prinsip destilasi adalah memisahkan cairan atau larutan berdasarkan perbedaan titik
didih. Fungsi penambahan NaOH adalah untuk memberikan suasana basa karena
reaksi tidak dapat berlangsung dalam keadaan asam. Sedangkan fungsi penambahan
Na
2
S
2
O
3
adalah untuk mencegah terjadinya ion kompleks antar ammonium sulfat
dengan Hg dari katalisator (HgO) yang membentuk merkuri ammonia sehingga
membentuk ammonium sulfat. Kompleks yang terjadi ikatannya kuat dan sukar
diuapkan. HgO merupakan senyawa yang sukar dipecah dan bersifat mudah meledak.
Na
2
S
2
O
3
berfungsi untuk mengendapkan HgO sehingga tidak mengganggu reaksi
kimia selanjutnya.
PROTEIN
Hg + aquadest + SO
4
HgSO
4
+ aquadest
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH
3
) dengan
penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan oleh pemanas dalam alat Kjeltec.
Selain itu sifat NaOH yang apabila ditambah dengan aquadest menghasilkan panas,
meski energinya tidak terlalu besar jika dibandingkan pemanasan dari alat Kjeltec,
ikut memberikan masukan energi pada proses destilasi. Panas tinggi yang dihasilkan
alat Kjeltec juga berasal dari reaksi antara NaOH dengan (NH
4
)
2
SO
4
yang merupakan
reaksi yang sangat eksoterm sehingga energinya sangat tinggi. Ammonia yang
dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang
dipakai dalam percobaan ini adalah asam borat. Asam standar yang dapat dipakai
adalah asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan.
Larutan sampel yang telah terdestruksi dimasukkan dalam Kjeltec dan
ditempatkan di sebelah kiri. Kemudian alat destilasi berupa pipa kecil panjang
dimasukkan ke dalamnya hingga hampir mencapai dasar tabung reaksi sehingga
diharapkan proses destilasi akan berjalan maksimal (sempurna). Erlenmeyer yang
berisi 5 ml asam borat 4 % + BCG-MR (campuran brom cresol green dan methyl red)
ditempatkan di bagian kanan Kjeltec. BCG-MR merupakan indikator yang bersifat
amfoter, yaitu bisa bereaksi dengan asam maupun basa. Indikator ini digunakan untuk
mengetahui asam dalam keadaan berlebih. Selain itu alasan pemilihan indikator ini
adalah karena memiliki trayek pH 6-8 (melalui suasana asam dan basa / dapat bekerja
pada suasana asam dan basa) yang berarti trayek kerjanya luas (meliputi asam-netral-
basa). Pada suasana asam indikator akan berwarna merah muda, sedang pada suasana
basa akan berwarna biru. Setelah ditambah BCG-MR, larutan akan berwarna merah
muda karena berada dalam kondisi asam.
Asam borat (H
3
BO
3
) berfungsi sebagai penangkap NH
3
sebagai destilat berupa
gas yang bersifat basa. Supaya ammonia dapat ditangkap secara maksimal, maka
sebaiknya ujung alat destilasi ini tercelup semua ke dalam larutan asam standar
sehingga dapat ditentukan jumlah protein sesuai dengan kadar protein bahan. Selama
proses destilasi lama-kelamaan larutan asam borat akan berubah membiru karena
PROTEIN
larutan menangkap adanya ammonia dalam bahan yang bersifat basa sehingga
mengubah warna merah muda menjadi biru.
Reaksi yang terjadi :
(NH
4
)SO
4
+ NaOH Na
2
SO
4
+ 2 NH
4
OH
2NH
4
OH 2NH
3
+ 2H
2
O
4NH
3
+ 2H
3
BO
3
2(NH
4
)
2
BO
3
+H
2
Reaksi destilasi akan berakhir bila ammonia yang telah terdestilasi tidak
bereaksi basis. Setelah destilasi selesai larutan sampel berwarna keruh dan terdapat
endapan di dasar tabung (endapan HgO) dan larutan asam dalam erlenmeyer
berwarna biru karena dalam suasana basa akibat menangkap ammonia. Ammonia
yang terbentuk selama destilasi dapat ditangkap sebagai destilat setelah diembunkan
(kondensasi) oleh pendingin balik di bagian belakang alat Kjeltec dan dialirkan ke
dalam erlenmeyer.
3. Tahap titrasi
Titrasi merupakan tahap akhir dari seluruh metode Kjeldahl pada penentuan
kadar protein dalam bahan pangan yang dianalisis. Dengan melakukan titrasi, dapat
diketahui banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia. Untuk tahap titrasi,
destilat dititrasi dengan HCl yang telah distandarisasi (telah disiapkan) sebelumnya.
Normalitas yang diperoleh dari hasil standarisasi adalah 0,02 N. Selain destilat
sampel, destilat blanko juga dititrasi karena selisih titrasi sampel dengan titrasi blanko
merupakan ekuivalen jumlah nitrogen. Jadi, banyaknya HCl yang diperlukan untuk
menetralkan ekuivalen dengan banyaknya N. Titrasi HCl dilakukan sampai titik
ekuivalen yang ditandai dengan berubahnya warna larutan biru menjadi merah muda
karena adanya HCl berlebih yang menyebabkan suasana asam (indikator BCG-MR
berwarna merah muda pada suasana asam). Melalui titrasi ini, dapat diketahui
kandungan N dalam bentuk NH
4
sehingga kandungan N dalam protein pada sampel
dapat diketahui:
Kadar nitrogen (% N) dapat ditentukan dengan rumus :
% N = (ts tb) x N HCl x 14,008 x 100 %
PROTEIN
mg sampel
dengan ts : volume titrasi sampel
tb : volume titrasi blanko
% protein (wb) = % N x fk
dengan fk : faktor konversi / perkalian = 6,25
Dasar perhitungan penentuan protein menurut metode ini adalah hasil penelitian
dan pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya protein alamiah mengandung
unsur N rata-rata 16 % (dalam protein murni). Karena pada bahan belum diketahui
komposisi unsur-unsur penyusunnya secara pasti maka faktor konversi yang
digunakan adalah 100/16 atau 6,25. Apabila pada bahan telah diketahui komposisinya
dengan lebih tepat maka faktor konversi yang digunakan adalah faktor konversi yang
lebih tepat (telah diketahui per bahan) (Sudarmadji dkk., 1996).
http://www.x3-prima.com/2009/08/protein.html
KJELDAHL
Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen
total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel
didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai
sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat,
amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan
ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini
cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan
pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek.
Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan
makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar
nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25,
diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan gandum
PROTEIN
angka konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25
berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen.
Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula-mula bahan didestruksi
dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn.
Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Cara Kjeldahl
pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimakro. Cara
makro Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh
1-3 g, sedang semimikro Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang
dari 300 mg dari bahan yang homogen. Cara analisis tersebut akan berhasil baik
dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak
terdapat dalam jumlah yang besar. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina,
pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut
teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini kini
masih digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam
bahan makanan.
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan
yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.
1. Tahap destruksi
Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi
destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO,
CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4.
Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa
campuran Na2SO4dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan menggunakan
K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat
akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah
disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat
mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga
mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya.
2. Tahap destilasi
PROTEIN
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3)
dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama
destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya
gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang
dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat 4 %
dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia lebih
baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam.
Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya
BCG + MR atau PP.
3. Tahap titrasi
Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida
yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi
ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang
selama 30 detik bila menggunakan indikator PP.
%N = N. NaOH 14,008 100%
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam
borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan
asam khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan
perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda.
%N = N.HCl 14,008 100 %
Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan
mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung
pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan
http://kisahfathe.blogspot.com/2009/02/kjeldahl.html.
PROTEIN
Penelitian tentang zat besi sebagai mikronutrien yang penting bagi manusia
telah banyak dilakukan. Metode penelitian yang sangat penting digunakan untuk
analisa kuantitatif besi adalah Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). Metode ini
cukup peka untuk analisis logam besi dalam jumlah renik, pelaksanaannya relatif
praktis, cepat dan dapat digunakan untuk berbagai mac am bentuk cuplikan, baik itu
cuplikan cair maupun material biologis. Kelebihan lain SSA adalah spesifik untuk
analisis besi dalam campuran dengan unsur logam lain tanpa diperlukan pemisahan
pendahuluan.
Preparasi cuplikan sangat menentukan keberhasilan analisis SSA. Preparasi
cuplikan dapat dilakukan dengan destruksi kering dan destruksi basah. Pada destruksi
kering suhu pengabuan harus diperhatikan karena banyak elemen abu yang dapat
menguap pada suhu tinggi, selain itu suhu pengabuan juga dapat menyebabkan
dekomposisi senyawa tertentu. Oleh karena itu suhu pengabuan untuk setiap bahan
berbeda-beda bergantung komponen yang ada dalam bahan tersebut (Anderson,
Richard, 1991). Menurut Christian, G.D (1994), destruksi kering secara umum
dilakukan pada suhu antara 400-550 C selama 4 sampai 8 jam untuk mendestruksi
senyawa organik dan bahan lain yang ada dalam cuplikan sehingga kadar logam yang
akan dianalisis dapat ditetapkan dengan cara SSA setelah cuplikan dilarutkan dengan
asam kuat. Menurut ASTM (1994) dan Elmer (1982) penentuan Fe dilakukan dengan
pengabuan pada suhu 500C. Menurut Lee, K (1980) pengabuan dilakukan pada suhu
525C selama 12-24 jam untuk penentuan Fe. Menurut Sumardi (1987), ada juga 2
destruksi kering yang dilakukan pada suhu maksimum mencapai 750C atau bahkan
980C untuk mempercepat proses destruksi pada penentuan Fe. Penentuan Fe dalam
produk susu bubuk dengan SSA yang dilakukan oleh Palupi (2001) dengan destruksi
kering pada suhu 500C selama 6 jam memiliki kepresisian cukup tinggi dengan
koefisien variasi 1,0736% untuk konsentrasi besi yang cukup rendah. Kelebihan dari
destruksi kering adalah lebih sederhana, tidak adanya kesalahan relatif akibat
kontaminasi karena hanya sedikit reagen yang digunakan, dan bisa digunakan untuk
banyak cuplikan dalam waktu yang bersamaan. Kekurangan destruksi kering adalah
PROTEIN
hilangnya unsur-unsur karena retensi terhadap dinding wadah dan penguapan, serta
kontaminasi cuplikan dari logam bahan wadah yang terkadang bersifat sebagai
penyerap.
http://digilib.its.ac.id/public/I TS-Undergraduate-10632-1498100055-
Chapter1.pdf
Natrium
Natrium atau sodium adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
simbol Na dan nomor atom 11. Natrium adalah logam reaktif yang lunak, keperakan,
dan seperti lilin, yang termasuk ke logam alkali yang banyak terdapat dalam senyawa
alam (terutama halite). Dia sangat reaktif, apinya berwarna kuning, beroksidasi dalam
udara, dan bereaksi kuat dengan air, sehingga harus disimpan dalam minyak. Karena
sangat reaktif, natrium hampir tidak pernah ditemukan dalam bentuk unsur murni
Seperti logam alkali lainnya, natrium adalah unsur reaktif yang lunak, ringan,
dan putih keperakan, yang tak pernah berwujud sebagai unsur murni di alam. Natrium
mengapung di air, menguraikannya menjadi gas hidrogen dan ion hidroksida. Jika
digerus menjadi bubuk, natrium akan meledak dalam air secara spontan. Namun,
biasanya ia tidak meledak di udarabersuhu di bawah 388 K. Natrium juga bila dalam
keadaan berikatan dengan ion OH- maka akan membentuk basa kuat yaitu NaOH.
http://id.wikipedia.org/wiki/Natrium
Bagaimana mekanisme kerja zinc?
Penelitian masih berjalan. Menurut kami, kemampuan zinc mencegah diare
dihubungkan dengan kemampuannya me-ningkatkan sistim kekebalan tubuh. Zinc
merupakan mineral penting bagi tubuh.Lebih 300 enzim dalam tubuh yang bergan-
tung pada zinc. Zinc juga dibutuhkan oleh berbagai organ tubuh, seperti kulit dan
mukosa saluran cerna. Semua yang berpe-ran dalam fungsi imun, membutuhkan zinc.
PROTEIN
Jika zinc diberikan pada anak yang sistim kekebalannya belum berkembangbaik,
dapat meningkatkan sistim kekebalandan melindungi anak dari penyakit
infeksi.Itulah, mengapa anak yang diberi zinc lebih kecil kemungkinannya
mengalami penyakit infeksi, diare dan pneumonia.Ada penelitian menarik di Amerika
Seri-kat, melibatkan orang usia lanjut (60-80tahun). Setelah 7 tahun, mereka
menghen-tikan penelitian karena kelompok yangmendapatkan zinc memiliki angka
mor-talitas keseluruhan 27% lebih sedikit dibanding kelompok yang tidak menda-
patkan zinc. Pada penyakit kanker dan kar-diovaskuler tidak berubah, tetapi
terdapatpenurunan signifikan atau hampir tidak ada angka kejadian
penyakit infeksi.Mekanisme lainnya adalah efek zincpada cAMP pada tingkat
enterocyte, me-nyebabkan peningkatan absorpsi Na+ danmenurunkan sekresi Cl-.
Kita tahu, zincadalah kofaktor enzim utama yang mensti-mulasi pembelahan sel. Jadi,
ketika zinc diberikan, terjadi peningkatan pembelahansel. Ketika zinc diberikan
pada penderirta diare, terjadi perbaikan mukosa. Mukosa menjadi lebih kuat melawan
diare. Kese-mua mekanisme ini bekerja secara bersa-maan, sehingga zinc memiliki
efek pengo-batan dan pencegahan.
http://www.scribd.com/doc/15338605/POUZN-Zinc-at-Konika-I DAI -
I ndonesia-Ethical-Digest-808
Dalam prakteknya, analisis ini sebagian besar otomatis; katalis spesifik
mempercepat dekomposisi. Awalnya, katalis pilihan adalah oksida merkuri. Namun,
sementara itu sangat efektif, masalah kesehatan mengakibatkan itu digantikan oleh
tembaga sulfat. Tembaga sulfat tidak seefisien oksida merkuri, dan menghasilkan
hasil protein yang lebih rendah. Itu segera dilengkapi dengan titanium dioksida, yang
saat ini katalis disetujui semua metode analisis protein dalam Metode Resmi dan
Praktik Rekomendasi Society American Oil Chemists '.Kjeldahl digestion Kjeldah
ldistilasi Aplikasi Universalitas metode Kjeldahl itu, presisi dan reproduksibilitas
telah membuatmetode yang diakui secara internasional untuk memperkirakan
PROTEIN
kandungan protein dalam makanan dan itu adalah metode standar yang semua metode
lain yang dihakimi. Hal ini juga digunakan untuk uji tanah, air limbah, pupuk Ini
tidak, bagaimanapun, memberikan ukuran kandungan protein sejati, seperti mengukur
nitrogen nonprotein selain nitrogen dalam protein. Hal ini dibuktikan dengan 2007
pet insiden makanan dan 2008 Cina Skandal susu bubuk, ketika melamin, bahan
kimia kaya nitrogen, ditambahkan ke bahan baku untuk kandungan protein tinggi
palsu. Juga, faktor koreksi yang berbeda diperlukan untuk protein yang berbeda untuk
memperhitungkan sekuens asam amino yang berbeda. Kerugian tambahan, seperti
kebutuhan untuk menggunakan asam sulfat pekat pada suhu tinggi dan waktu
pengujian yang relatif lama (satu jam atau lebih), buruk dibandingkan dengan metode
Dumas untuk mengukur kadar protein kasar.Total Kjeldahl nitrogen Jumlah Kjeldahl
nitrogen atau TKN adalah jumlah nitrogen organik, amonia (NH3), dan amonium
(NH4 +) dalam analisis kimia tanah, air, atau air limbah (misalnya pabrik pengolahan
limbah limbah). Untuk menghitung total Nitrogen (TN), konsentrasi nitrat dan nitrit-
N-N ditentukan dan ditambahkan ke TKN. Hari ini, TKN adalah parameter yang
diperlukan untuk pelaporan peraturan di banyak pabrik pengolahan, dan sebagai
sarana operasi pabrik pemantauan. Konversi faktor TKN sering digunakan sebagai
pengganti untuk protein dalam sampel makanan. Konversi dari TKN protein
tergantung pada jenis protein yang hadir dalam sampel dan apa fraksi protein yang
tersusun dari asam amino nitrogen, seperti arginin dan histidin. Namun, berbagai
faktor konversi relatif sempit. Contoh faktor konversi, yang dikenal sebagai faktor N,
untuk makanan berkisar dari 6,38 untuk susu dan 6,25 untuk daging, telur, jagung
(jagung) dan sorgum 5.83 untuk sebagian besar biji-bijian,. 5.70 untuk tepung terigu,
dan 5,46 untuk kacang Metode kjeldahl adalah buruk sensitif dalam versi asli.
Metode deteksi lainnya telah digunakan untuk mengukur NH4 + setelah mineralisasi
dan distilasi, mencapai peningkatan sensitivitas, yaitu in-line generator pasangan
hydrure ke spektrometer emisi plasma (ICP- AES-HG) (10-25 mg / L) [4], titrasi
potensiometri (> 0,1 M Nitrogen), Zona Elektroforesis Kapiler (1,5 ug / ml Nitrogen)
PROTEIN
[5], kromatografi ion (0.5g/ml) .
2.1.2 Pengukuran Protein dan Metode yang Digunakannya
Protein merupakan senyawa polimer organik yang berasal dari monomer asam
amino yang mempunyai ikatan peptida. Istilah protein berasal dari bahasa Yunani
"protos" yang memiliki arti "yang paling utama ".Protein" memilikiperan yang sangat
penting pada fungsi dan struktur seluruh sel makhluk hidup. Hal ini dikarenakan
molekul protein memiliki kandungan oksigen, karbon, nitrogen, hydrogen, dan
sulfur.Sebagian protein juga menagndung fosfor. Kebanyakan protein merupakan
enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau
mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton.
Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali
dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam
transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber
asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut
(heterotrof). Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan
nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen.
Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai
sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat,
amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan
ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini
cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan
pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek. Metode ini kurang akurat bila
diperlukan pada senyawa yang mengandung atom nitrogen yang terikat secara
langsung ke oksigen atau nitrogen. Tetapi untuk zat-zat seperti amina,protein,dan lain
- lain hasilnya lumayan. Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein
kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan
cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan
angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras,
PROTEIN
kedelai, dan gandum angka konversi berturut- turut sebagai berikut: 5,95, 5,71, dan
5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya
mengandung 16% nitrogen. Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut:
mula-mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis
selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi
dengan bantuan indikator. Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua
cara, yaitu cara makro dan semimakro.
1. Cara makro Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan
besar contoh 1-3 g
2. Cara semimikro Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang
dari 300 mg dari bahan yang homogen.
Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk
ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar.
Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam
amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen
protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan dianggap cukup teliti
untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan. Analisa protein cara Kjeldahl
pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses
destilasi dan tahap titrasi.
1. Tahap destruksi
Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi
destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO,
CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4.
Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa
campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4
atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan
dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah
disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat
mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga
PROTEIN
mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah:
H destruksi R-C-COOH NH3 + CO2 + H2O NH2 H2SO
http://elfianpermana010.wordpress.com/2013/04/24/mengukur-protein-
dengan-metode-kjeldahl/
PROTEIN
PROTEIN
PROTEIN
2.2.1 Protein
Protein merupakan salah satu makronutrien. Protein tersusun atas asam amino
yang berikatan satu sama lain melalui ikatan peptida dengan berbagai variasi dan
membentuk suatu rantai panjang yang disebut polipeptida (Gaman dan Sherington,
1992). Protein berperan penting dalam penyusunan senyawa biomolekul yang
dibutuhkan dalam proses biokimia tubuh (Sudarmadji et al., 2007).
Salah satu metode analisis untuk menentukan kandungan protein ialah metode
Kjeldahl. Metode ini memerlukan faktor konversi yang spesifik untuk bahan tertentu.
Faktor konversi yang digunakan untuk bahan jamur ialah 4.38 (Chang dan Miles,
2004; Barros et al, 2008).
Jamur merupakan pangan sumber protein yang baik. Kandungan protein jamur
pangan yang dipanen dari alam lebih tinggi dibandingkan dengan jamur yang
dibudidaya untuk kepentingan komersil (Barros et al., 2008). Jamur pangan
ektomikoriza dari genus Boletus, Astreus, Craterellus, Heimiella, Lactarius,
Phaegyroporus, dan Russula mengandung protein sebesar 14-25% bk (Sanmee et al.,
2003; Manzi et al., 2004; Barros et al., 2008), dan kandungan protein pada jamur
pangan non-ektomikoriza hasil budidaya seperti, Pleurotus ostreatus dan Lentinula
edodes ialah 11 dan 12% bk (Regua et al., 2007).
Protein dapat digolongkan berdasarkan kelarutannya dalam berbagai pelarut
(De Man, 1997). Golongan protein ialah :
1. Albumin, yaitu protein yang larut dalam air netral yang tidak
mengandung garam dan terkoagulasi oleh panas,
2. Globulin, yaitu protein yang larut dalam larutan garam netral dan sedikit
larut dalam air seperti glisin pada kedelai, serta terkoagulasi oleh panas,
3. Glutelin, yaitu protein yang larut dalam asam/basa yang sangat encer dan
tidak larut dalam pelarut netral,
4. Prolamin, yaitu protein yang larut dalam alkohol 50-90% dan tidak larut
dalam air,
PROTEIN
5. Skleroprotein, yaitu protein yang tidak larut dalam air dan pelarut netral
bahkan tahan terhadap hidrolisis memakai enzim,
6. Histon, yaitu protein yang larut dalam air dan dapat diendapkan oleh
ammonia, serta bersifat basa karena mengandung lisin dan arginin yang
tinggi, dan
7. Protamin, protein yang bersifat basa kuat dan berbobot molekul rendah.
Berdasarkan hasil penelitian Bauer-Petrovska (2001) mengenai fraksi protein
pada 24 spesies jamur, diketahui komposisi albumin, globulin, glutelin-like material,
glutelin, prolamin, dan prolamin-like material secara berurutan ialah 24.8, 11.5, 7.4,
11.5, 5.7, dan 5.3%.
PROTEIN
LEMBAR ASISTENSI
DIPERIKSA
KETERANGAN
TANDA
TANGAN NO. TANGGAL
1. 7 Juni 2014 Perhatikan format, sesuaikan
dengan panduan.
Perhatikan margin.
Cek tiap bab.
Untuk p2 dan seterusnya,
kirim via email ke
hanif.ardhi@gmail.com