Anda di halaman 1dari 22

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,
disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak,
sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat
atopi pada keluarga atau penderita (dermatitis atopi, rhinitis alergika, asma
bronkhiale, dan konjungtivitis alergika).
Kata atopi pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu
istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang
mempunyai kepekaan dalam keluarganya. Misalnya : asma bronkial, rhinitis
alergika, dermatitis atopi, dan konjungtivitis alergika.
1


2.2. Sinonim
Banyak istilah dermatitis atopik lain yang digunakan, misalnya :
ekzema konstitusional, fleksural eczema, disseminated neurodermatitis,
prurigo basiler.
1

2.3. Epidemiologi
Oleh karena definisi secara klinis tidak ada yang tepat maka untuk
menginterpretasikan hasil penelitian epidemiologi harus berhati-hati.
Berbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi dermatitis atopik makin
meningkat sehingga merupakan masalah kesehatan besar. Di Amerika
Serikat, Eropa, Jepang, Australia dan Negara industri lain, prevalensi
dermatitis atopik pada anak mencapai 10-20%, sedangkan pada kira-kira 1-3
%. Di negara agraris, misalnya Cina, Eropa Timur, Asia Tengah, prevalensi
dermatitis atopik jauh lebih rendah. Wanita lebih banyak menderita
dermatitis atopik daripada pria dengan rasio 1,3:1. Berbagai faktor
lingkungan berpengaruh terhadap prevalensi dermatitis atopik misalnya
jumlah keluarga kecil, pendidikan ibu makin tinggi, penghasilan meningkat,
3

migrasi dari desa ke kota, dan meningkatnya penggunakan antibiotik,
berpotensi menaikan jumlah penderita dermatitis atopik.
Sedangkan rumah yang berpenghuni banyak, meningkatnya jumlah
keluarga, urutan lahir makin belakang, sering mengalami infeksi sewaktu
kecil, akan melindungi kemungkinan timbul dermatitis atopik pada kemudian
hari.
Dermatitis atopik cenderung diturunkan. Lebih dari seperempat anak
dari seorang ibu yang menderita atopi akan mengalami dermatitis atopik pada
masa kehidupan tiga bulan pertama. Bila salah satu orang tua menderita
atopi, lebih dari separuh jumlah anak akan mengalami gejala alergi sampai
usia dua tahun, dan meningkat sampai 79% bila kedua orang tua menderita
atopi. Resiko mewarisi dermatitis atopik lebih tinggi bila ibu yang menderita
dermatitis atopik dibandingkan dengan ayah. Tetapi, bila dermatitis atopik
yang dialami berlanjut hingga masa dewasa, maka resiko untuk mewariskan
untuk anaknya sama saja yaitu kira-kira 50%.
1


2.4. Etiopatogenesis
2.4.1. Respons Imun Pada Kulit
Sitokin TH2 dan TH1 berperan dalam patogenesis peradangan
kulit dermatitis atopik Jumlah TH2 lebih banyak pada penderita atopi,
sebaliknya TH1 menurun. Pada kulit 'normal' (tidak ada kelainan
kulitnya) penderita dermatitis atopik. bila dibandingkan dengan kulit
normal orang yang bukan penderita dermatitis atopik, ditemukan lebih
banyak sel-sel yang mengekspresikan mRNA IL-4 dan IL-13, tetapi
bukan IL-5, IL-12, atau IFN-y. Pada lesi akut dan kronis bila
dibandingkan dengan kulit normal atau kulit yang tidak ada lesinya
penderita dermatitis atopik, menunjukkan jumlah yang lebih besar sel-
sel yang mengekspresikan mRNA IL-4, IL-5, dan IL-13. Tetapi pada
lesi akut tidak banyak mengandung sel yang mengekspresikan mRA
IFN-y atau IL-12. Lesi kronis dermatitis atopik. mengandung sangat
sedikit sel yang mengekspresikan mRNA IL-4 dan IL-13, tetapi jumlah
4

sel yang mengekpresikan mRNA IL-5, GM-CSF,IL-12, dan IFN-y,
meningkat bila dibandingkan dengan yang akut. Peningkatan IL-12
pada lesi kronis dermatitis atopik berperan dalam perkembangan TH1.
Sel T yang teraktivasi di kulit juga akan menginduksi apoptosis
keratinosit, sehingga terjadi spongiosis. Proses ini diperantarai oleh
IFN-y yang dilepaskan sel T teraktivasi dan meningkatkan Fas dalam
keratinosit.
Berbagai kemokin ditemukan pada lesi kulit dermatitis atopik
yang dapat menarik sel-sel, misalnya eosinofil, limfosit T, dan
monosit, masuk ke dalam kulit.
Pada dermatitis atopik kronis, ekspresi IL-5 akan mem-
pertahankan eosinofil hidup lebih lama dan menggiatkan fungsinya,
sedangkan peningkatan ekspresi GM-SCF mempertahankan hidup dan
fungsi monosit, sel Langerhans, dan eosinofil. Produksi TNF-a dan
IFN-y pada dermatitis atopik memicu kronisitas dan keparahan
dermatitis. Stimulasi TNF-a dan IFN-y pada keritinosit epidermal akan
meningkatkan jumlah RANTES (regulated on activation, normal T
cell expressed and secreted). Garukan kronis dapat menginduksi
terlepasnya TNF-a dan sitokin proinflamasi yang lain dari epidermis,
sehingga mempercepat timbulnya peradangan di kulit dermatitis
atopik. IL-4 meningkatkan perkembangan TH2, sedangkan IL-12 yang
diproduksi oleh makrofag, sel berdendrit,atau eosinofil, menginduksi
TH1. Subunit reseptor IL-12RP2 diekpresi pada TH1 tidak pada TH2.
Sedangkan ekspresi IL-12RP2 dihambat oleh IL-4, tetapi sebaliknya
diinduksi oleh IL-12, IFN-a, dan IFN-y. IL-4 juga menghambat
produksi IFN-y dan menekan deferensiasi sel TH1. Sel mas dan basofil
juga merupakan sumber sitokin tipe TH2, sehingga ekspresi IL-4 oleh
sel T, sel mas/basofil pada dermatitis atopik akan merangsang
perkembangan sel TH2.
Sel mononuklear penderita dermatitis atopik meningkatkan
aktivitas enzim cyclic-adenosine monophosphate (CAMP)
5

phosphodiesterase (PDE), yang akan meningkatkan sintesis IgE oleh
sel B dan produksi IL-4 oleh sel T. Produksi IgE dan IL-4 secara in
vitro dapat diturunkan oleh penghambat PDE (PDEinhibitor). Sekresi
IL-10 dan PGE2 dari monosit juga meningkat; kedua produk ini
menghambat IFN-y yang dihasilkan oleh sel T.
Sel Langerhans (SL) pada kulit penderita dermatitis atopik
adalah abnormal, dapat secara langsung menstimulasi sel TH tanpa
adanya antigen; secara selektif dapat mengaktivasi sel TH menjadi
fenotip TH2. SL yang mengandung IgE meningkat;sel ini mampu
mempresentasikan alergen tungau debu rumah (D. pteronyssinus)
kepada sel T. SL yang mengandung IgE setelah menangkap allergen
akan mengaktifkan sel TH2 memori di kulit atopi, juga bermigrasi ke
kelenjar getah bening setempat untuk menstimulasi sel T nai've
sehingga jumlah sel TH2 bertambah banyak.
SL pada kulit normal mempunyai tiga macam reseptor untuk
IgE, yaitu FceRII, FceRII (CD23), dan IgE-binding protein. Reseptor
FceRI mempunyai afinitas kuat untuk mengikat IgE. IgE terikat pada
SL melalui reseptor spesifik FceRI pada permukaan SL. Pada orang
normal dan penderita alergi saluran napas kadar ekpresi F
ce
RI di
permukaan SLnya rendah, sedangkan di lesi ekzematosa dermatitis
atopik tinggi. Ada korelasi antara ekspresi permukaan F
ce
RI dan kadar
IgE dalam serum. Selain pada SL, reseptor IgE dengan afinitas tinggi
(FceRI) juga ditemukan pada permukaan sel mas dan monosit.
Kadar seramid pada kulit penderita dermatitis atopik berkurang
sehingga kehilangan air (transepidermal water loss=TEWL) melalui
epidermis dipermudah. Hal ini mempercepat absorbsi antigen ke dalam
kulit. Sebagaimana diketahui bahwa sensitisasi epikutan terhadap
alergen menimbulkan respons TH2 yang lebih tinggi daripada melalui
sistemik atau jalan udara, maka kulit yang terganggu fungsi sawarnya
merupakan tempat yang sensitif.
1

6

2.4.2. Respons Sistemik
Jumlah IFN-y yang dihasilkan oleh sel mononuklear darah tepi
penderita dermatitis atopik menurun, sedangkan konsentrasi IgE dalam
serum meningkat. IFN-y menghambat sintesis IgE, proliferasi sel TH2
dan ekspresi reseptor IL-4 pada sel T. Sel T spesifik untuk alergen di
darah tepi meningkat dan memproduksi IL-4, IL-5, IL-13 dan sedikit
IFN-y. IL-4 dan IL-13 merupakan sitokin yang menginduksi
transkripsi pada ekson C sehingga terjadi pembentukan IgE. IL-4 dan
IL-13 juga menginduksi ekspresi molekul adesi permukaan pembuluh
darah, misalnya VCAM-1 (vascular cell adhesion molecular-1),
infiltrasi eosinofil, dan menurunkan fungsi sel TH1.
Sel monosit di darah tepi penderita dermatitis atopik diaktivasi,
mempunyai insidens apoptosis spontan rendah, tidak responsif
terhadap induksi apoptosis IL-4. Hambatan apoptosis ini disebabkan
oleh meningkatnya produksi GM-CSF oleh monosit yang beredar pada
dermatitis atopik.
Perubahan sistemik pada Dermatitis Atopik adalah sebagai berikut:
a. Sintesis IgE meningkat.
b. IgE spesifik terhadap alergen ganda meningkat, termasuk terhadap
makanan, aeroalergen, mikroorganisme, toksin bakteri, dan auto-
alergen.
c. Ekspresi CD23 (reseptor IgE berafinitas rendah) pada sel B dan
monosit meningkat.
d. Pelepasan histamin dari basofil meningkat.
e. Respons hipersensitivitas lambat terganggu.
f. Eosinofilia.
g. Sekresi IL-4, IL-5, dan IL-13 oleh sel TH2 meningkat.
h. Sekresi IFN-y oleh sel TH1 menurun.
i. Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat.
j. Kadar CAMP-phosphodiesterase monosit meningkat, disertai
peningkatan IL-10 dan PGE2
1
.
7

2.4.3. Berbagai Faktor Pemicu
Dermatitis atopik dibagi menjadi 2 tipe: (1) bentuk murni -
tidak disertai keterlibatan saluran pernafasan, dan (2) bentuk campuran
- disertai gejala pada saluran pernafasan dan terdapatnya sensitisasi
IgE polivalen terhadap alergen hirup dan alergen makanan.
Bentuk murni dibagi atas 2 tipe, yaitu (a) tipe intrinsik tidak
tedeteksi adanya sensitasi IgE spesifik dan tidak terdapatya
peningkatan IgE total serum, dan (b) tipe ekstrinsik terdapat bukti
sensitisasi terhadap alergen hirup dan alergen makanan pada uji kulit
atau pada serum.
Dermatitis atopik merupakan sindrom multifaktorial; berbagai
faktor berkaitan dengan fenotip penyakit sehingga perlu dicermati
berbagai fakto risiko, yaitu:
a. Genetik: diketahui bahwa kecenderungan mendapat penyakit atopi
diturunkan secara autosomal dominan; 75% anak akan mengalami
alergi bila kedua orang tua mempunyai riwayat alergi,
dibandingkan dengan 50% anak bila hanya 1 orang tua
mempunyai yang riwayat alergi, meskipun demikian faktor lain
(lingkungan) sangat pula berpengaruh atas berkembangnya
penyakit.
b. Sosioekonomi: lebih banyak ditemukam pada status sosial yang
lebih tinggi dibandingkan dengan status sosial yang lebih rendah.
Hal tersebut dapat diterangkan dengan teori higiene.
c. Jumlah anggota keluarga: kejadian dermatitis atopik berbanding
terbalik dengan banyaknya jumlah anggota keluarga. Hal tersebut
dapat pula diterangkan dengan teori higiene, yaitu terjadi infeksi
pada anggota muda keluarga yang ditularkan oleh anggota
keluaraga yang lebih tua
d. Laktasi: makin lama mendapat air susu ibu makin kecil
kemungkinan untuk mendapat dermatitis atopik. Hal tersebut perlu
8

dicermati karena perkembangan penyakit berhubungan dengan
alergen lingkunagan dan status ibu (misanya perokok)
e. Pengenalan makanan padat terlalu dini (sebelum 4 bulan), akan
meningkatkan angka kejadian dermatitis atopik sebesar 1,6 kali.
Sensitisasi umumnya terjadi terhadap alergen makanan, terutama
susu sapi, telur, kacang-kacangan dan gandum
f. Polusi lingkungan, antara lain daerah industri dengan peningkatan
polusi udara, pemakaian pemanas ruangan sehingga terjadi
peningkatan suhu dan penurunan kelembaban udara, water
hardeness, asap rokok, penggunaan pendingin ruangan yang
berpengaruh pula pada kelemban, penggunanan shampo dan sabun
yang berlebihan, dan detergen yang tidak dibilas dengan
sempurna.
2


2.5. Gambaran Klinis
Kulit penderita dermatitis atopik umumnya kering, pucat/redup, kadar
lipid di epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat.
Jari tangan teraba dingin. Penderita dermatitis atopik cenderung tipe astenik,
dengan inteligensia di atas rata-rata, sering merasa cemas, egois, frustrasi,
agresif, atau merasa tertekan.
Gejala utama dermatitis atopik Jalah (pruritus), dapat hilang timbul
sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya
penderita akan menggaruk sehingga timbul bermacam-macam kelainan di
kulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan
krusta.
Dermatitis atopik dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu: Dermatitis
atopik infantil (terjadi pada usia 2 bulan sampai 2 tahun; Dermatitis atopik
anak (2 sampai 10 tahun); dan Dermatitis atopik pada remaja dan dewasa
1
.



9

2.5.1. Dermatitis atopik infantil (usia 2 bulan sampai 2 tahun)
dermatitis atopik paling sering muncul pada tahun pertama
kehidupan, biasanya setelah usia 2 bulan. Lesi mulai di muka (dahi,
pipi) berupa eritema, papulo-vesikel yang halus, karena gatal digosok,
pecah, eksudatif, dan akhirnya terbentuk krusta. Lesi kemudian meluas
ke tempat lain yaitu ke skalp, leher, pergelangan tangan, lengan dan
tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi ditemukan di lutut. Biasanya
anak mulai menggaruk setelah berumur 2 bulan. Rasa gatal yang
timbul sangat mengganggu sehingga anak gelisah, susah tidur, dan
sering menangis. Pada umumnya lesi dermatitis atopik infantil
eksudatif, banyak eksudat, erosi, krusta dan dapat mengalami infeksi.
Lesi dapat meluas generalisata bahkan, walaupun jarang, dapat terjadi
eritroderma. Lambat laun lesi menjadi kronis dan residif.
Sekitar usia 18 bulan mulai tampak likenifikasi. Pada sebagian
besar penderita sembuh setelah usia 2 tahun, mungkin juga
sebelumnya, sebagian lagi berlanjut menjadi bentuk anak. Pada saat itu
penderita tidak lagi mengalami eksaserbasi, bila makan makanan yang
sebelumnya menyebabkan kambuh penyakitnya.
Larangan makan atau minuman yang mengandung susu sapi
pada bayi masih ada silang pendapat. Ada yang melaporkan bahwa
kelainan secara dramatis membaik setelah makanan tersebut
dihentikan, sebaliknya ada pula yang mendapatkan tidak ada
perbedaan.
1


2.5.2. Dermatitis atopik pada anak (usia 2 sampai 10 tahun)
Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil, atau timbul
sendiri (de novo). Lesi lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih
banyak papul, likenifikasi, dan sedikit skuama. Letak kelainan kulit di
lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian fleksor, kelopak mata,
leher, jarang di muka. Rasa gatal menyebabkan penderita sering
menggaruk; dapat terjadi erosi, likenifikasi, mungkin juga mengalami
10

infeksi sekunder. Akibat garukan, kulit menebal dan perubahan lainnya
yang menyebabkan gatal, sehingga terjadi lingkaran setan siklus
gatal-garuk. Rangsangan menggaruk sering di luar kendali. Penderita
sensitif terhadap, wol, bulu kucing dan anjing, juga bulu ayam, burung
dan sejenisnya.
Dermatitis atopik berat yang melebihi 50% permukaan tubuh
dapat memperlambat pertumbuhan.
1


2.5.3. Dermatitis atopik pada remaja dan dewasa
Lesi kulit dermatitis atopik pada bentuk ini dapat berupa plak
papular-eritematosa dan berskuama, atau plak likenifikasi yang gatal.
Pada dermatitis atopik remaja lokalisasi lesi di lipat siku, lipat lutut,
dan samping leher, dahi, dan sekitar mata. Pada dermatitis atopik
dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik, sering mengenai tangan
dan pergelangan tangan, dapat pula ditemukan setempat, misalnya di
bibir (kering, pecah, bersisik), vulva, puting susu, atau skalp. Kadang
erupsi meluas, dan paling parah di lipatan, mengalami likenifikasi.
Lesi kering, agak menimbul, papul datar dan cenderung bergabung
menjadi plak likenifikasi dengan sedikit skuama, dan sering tejadi
eksoriasi dan eksudasi karena garukan. Lambat laun terjadi
hiperpigmentasi.
Lesi sangat gatal, terutama pada malam hari waktu beristirahat.
Pada orang dewasa sering mengeluh bahwa penyakitnya kambuh bila
mengalami stres. Mungkin karena stres dapat menurunkan ambang
rangsang gatal. Penderita atopik memang sulit mengeluarkan keringat,
sehingga rasa gatal timbul bila mengadakan latihan fisik. Pada
umumnya dermatitis atopik remaja atau dewasa berlangsung lama,
kemudian cenderung menurun dan membaik (sembuh) setelah usia 30
tahun, jarang sampai usia pertengahan; hanya sebagian kecil terus
berlangsung sampai tua. Kulit penderita dermatitis atopik yang telah
11

sembuh mudah gatal dan cepat meradang bila terpajan oleh bahan
iritan eksogen.
Penderita atopik berisiko tinggi menderita dermatitis tangan,
kira-kira 70% suatu saat dapat mengalaminya. Dermatitis atopik pada
tangan dapat mengenai punggung maupun telapak tangan, sulit dibeda-
kan dengan dermatitis kontak. Dermatitis atopik di tangan biasa timbul
pada wanita muda setelah melahirkan anak pertama, ketika sering
terpajan sabun dan air sebagai pemicunya.
Berbagai kelainan dapat menyertai dermatitis atopik, misalnya:
hipedinearis palmaris, xerosis kutis, iktiosis, pomfoliks, pitiriasis alba,
keratosis pilaris, lipatan Dennie Morgan, penipisan alis bagian luar
(tanda Hertoghe), keilitis, katarak subkapsular anterior, lidah
geografik, liken spinulosus, dan keratokonus (bentuk kornea yang
abnormal). Selain itu penderita dermatitis atopik cenderung mudah
mengalami kontak urtikaria, reaksi anafilaksis terhadap obat, gigitan
atau sengatan serangga
1
.

2.6. Diagnosis
Diagnosis dermatitis atopik didasarkan kriteria yang disusun oleh
Hanifin dan Rajka yang diperbaiki oleh kelompok kerja dari Inggris yang
dikoordinasi oleh Williams (1994).
1

Kriteria mayor
a. Pruritus
b. Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak
c. Dermatitis di fleksura pada dewasa
d. Dermatitis kronis atau residif
e. Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya




12










Gambar 1. Dermatitis pada muka dan fleksura
Kriteria minor
a. Xerosis
b. Infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus herpes simpleks)
c. Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki
d. lktiosis/hipediniar palmads/keratosis pilaris
e. Pitiriasis alba
f. Dermatitis di papila mame
g. White dermographism dan delayed blanch response
h. Keilitis
i. Lipatan infra orbital Dennie-Morgan
j. Konjungtivitis berulang
k. Keratokonus
l. Katarak subkapsular anterior
m. Orbita menjadi gelap
n. Muka pucat atau eritem
o. Gatal bila berkeringat
p. Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak
q. Aksentuasi perifolikular
r. Hipersensitif terhadap makanan
s. Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi
t. Tes kulit alergi tipe dadakan positif
13

u. Kadar IgE di dalam serum meningkat
v. Awitan pada usia dini.
1













Gambar 2. Gambaran Kriteria Minor pada Dermatitis Atopik

Diagnosis dermatitis atopik harus mempunyai tiga kriteria mayor dan tiga
kriteria minor.
Untuk bayi, kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu:
Tiga kriteria mayor berupa:
a. riwayat atopi pada keluarga,
b. dermatitis di muka atau ekstensor,
c. pruritus,
ditambah tiga kriteria minor
a. xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris, aksentuasi perifolikular,
b. fisura belakang telinga,
c. skuama di skalp kronis.
1

Kriteria major dan minor yang diusulkan oleh Hanifin dan Rajka
didasarkan pengalaman klinis. Kriteria ini cocok untuk diagnosis penelitian
berbasis rumah sakit (hospital based) dan eksperimental, tetapi tidak dapat
dipakai pada penelitian berbasis populasi, karena kriteria minor umumnya
14

ditemukan pula pada kelompok kontrol, di samping juga belum divalidasi
terhadap diagnosis dokter atau diuji untuk pengulangan (repeatability). Oleh
karena itu kelompok kerja Inggris (UK working party) yang dikoordinasi oleh
William memperbaiki dan meyederhanakan kriteria Hanifin dan Rajka
menjadi satu set kriteria untuk pedoman diagnosis dermatitis atopik yang
dapat diulang dan divalidasi. Pedoman ini sahih untuk orang dewasa, anak,
berbagai ras, dan sudah divalidasi dalam populasi, sehingga dapat membantu
dokter Puskesmas membuat diagnosis.
1

Pedoman diagnosis dermatitis atopik yang diusulkan oleh kelompok
tersebut yaitu:
a. Harus mempunyai kondisi kulit gatal (itchy skin) atau dari laporan orang
tuanya bahwa anaknya suka menggaruk atau menggosok.
b. Ditambah 3 atau lebih kriteria berikut:
1. Riwayat terkenanya lipatan kulit, misalnya lipat siku, belakang lutut,
bagian depan pergelangan kaki atau sekeliling leher (termasuk pipi anak
usia di bawah 10 tahun).
2. Riwayat asma bronkial atau hay fever pada penderita (atau riwayat
penyakit atopi pada keluarga tingkat pertama dari anak di bawah 4
tahun).
3. Riwayat kulit kedng secara umum pada tahun terakhir.
4. Adanya dermatitis yang tampak di lipatan (atau dermatitis pada
pipi/dahi dan anggota badan bagian luar anak di bawah 4 tahun).
5. Awitan di bawah usia 2 tahun (tidak digunakan bila anak di bawah 4
tahun).







15














Gambar 3. Tempat Predileksi Dermatitis Atopik

2.7. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Tidak ada hasil laboratorium yang spesifik yang dapat dipergunakan untuk
menegakkan diagnosis dermatitis atopik. Hasil yang dapat ditemukan pada
dermatitis atopik, misalnya kenaikkan kadar IgE dalam serum,
mengurangnya jumlah sel-T ( terutama T-supresor) dan imunitas seluler,
jumlah eosinofil dalah darah relatif meningkat.
3

2. Dermatografisme putih
Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan tiga respon yakni
berturut-turut akan terlihat: Garis merah ditempat penggoresan selama 15
detik, warna merah disekitarnya selama beberapa detik, edema timbul
setelah beberapa menit. Penggoresan pada penderita yang atopi akan
bereaksi belainan. Garis merah tidak disusul warna kemerahan, tetapi
kepucatan selama 2 detik sampai 5 menit, sedangkan edema tidak timbul.
Keadaan ini disebut dermatografisme putih.
3

16

3. Percobaan asetil kolin
Suntikan secara intra kutan solusio asetilkolin 1/5000 akan menyebabkan
hyperemia pada orang normal. Pada orang dengan dermatitis atopi akan
timbul vasokonstriksi terlihat kepucatan selama satu jam.
3

4. Percobaan histamin
Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi penderita dermatitis atopi
eritema akan berkurang dibandingkan orang lain sebagai kontrol. Kalau
obat tersebut disuntikkan parenteral, tampak eritema bertambah pada kulit
orang normal.
4


2.8. Diagnosis Banding
Penyakit Gambaran klinis
Seboroik dermatitis Berminyak, squama, riwayat keluarga tidak
ada
Psoriasis Plak pada daerah ekstensor, skalp, gluteus,
pitted nail
Neurodermatitis Gatal, soliter, riwayat keluarga tidak ada
Contact dermatitis Riwayat kontak, ruam di tempat kontak,
riwayat keluarga tidak ada
Skabies Papul, sela jari, positif ditemukan tungau
Sistemik Riwayat, pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
banyak sesuai dengan penyakit
Dermatitis herpetiforme Vesikel berkelompok di daerah lipata
Dermatofita Plak dengan sentral healing, KOH negatif
Immmunodefisiensi
disorder
Riwayat infeksi berulang.
4


2.9. Penatalaksanaan
Kulit penderita dermatitis atopik cenderung lebih rentan terhadap
bahan iritan, oleh karena itu penting untuk mengidentifikasi kemudian
menyingkirkan faktor yang memperberat dan memicu siklus gatal-garuk,
misalnya sabun dan deterjen; kontak dengan bahan kimia, pakaian kasar,
pajanan terhadap panas atau dingin yang ekstrim. Bila memakai sabun
hendaknya yang berdaya larut minimal terhadap lemak dan mempunyai pH
netral. Pakaian baru sebaiknya dicuci terlebih dahulu sebelum dipakai untuk
membersihkan formaldehid atau bahan kimia tambahan. Mencuci pakaian
17

dengan deterjen harus dibilas dengan baik, sebab sisa deterjen dapat bersifat
iritan. Kalau selesai berenang harus segera mandi untuk membilas klorin
yang biasanya digunakan pada kolam renang. Stres psikik juga dapat
menyebabkan eksaserbasi dermatitis atopik.
Acapkali serangan dermatitis pada bayi dan anak dipicu oleh iritasi
dari luar, misalnya terlalu sering dimandikan; menggosok terlalu kuat;
pakaian terlalu tebal, ketat atau kotor; kebersihan kurang terutama di daerah
popok; infeksi lokal; iritasi oleh kencing atau feses; bahkan juga medicated
baby oil. Pada bayi penting diperhatikan kebersihan daerah bokong dan
genitalia; popok segera diganti, bila basah atau kotor. Upaya pertama adalah
melindungi daerah yang terkena terhadap garukan agar tidak memperparah
penyakitnya. Usahakan tidak memakai pakaian yang bersifat iritan (misalnya
wol, atau sintetik), bahan katun lebih baik. Kulit anak/bayi dijaga tetap
tertutup pakaian untuk menghindari pajanan iritan atau trauma garukan.
Mandi dengan pembersih yang mengandung pelembab; hindari
pembersih antibakterial karena berisiko menginduksi resistensi.
1


2.9.1. Pengobatan Topikal
Hidrasi kulit. Kulit penderita dermatitis atopik kering dan fungsi
sawarnya berkurang, mudah retak sehingga mempermudah masuknya
mikroorganisme patogen, bahan iritan dan alergen. Pada kulit yang
demikian perlu diberikan pelembab, misalnya krim hidrofilik urea
10%; dapat pula ditambahkan hidrokortison 1% di dalamnya. Bila
memakai pelembab yang mengandung asam laktat, konsentrasinya
jangan lebih dari 5%, karena dapat mengiritasi bila dermatitisnya
masih aktif. Setelah mandi kulit dilap, kemudian memakai emolien
agar kulit tetap lembab. Emolien dipakai beberapa kali sehari, karena
lama kerja maksimum 6 jam.
Kortikosteroid topikal. Pengobatan dermatitis atopik dengan
kortikosteroid topikal adalah yang paling sering digunakan sebagai
18

anti-inflamasi lesi kulit. Namun demikian harus waspada karena dapat
terjadi efek samping yang tidak diinginkan.
Pada bayi digunakan salap steroid berpotensi rendah, misalnya
hidrokortison 1 %-2.5%. Pada anak dan dewasa dipakai steroid
berpotensi menengah, misalnya triamsinolon, kecuali pada muka
digunakan steroid berpotensi lebih rendah. Kortikosteroid berpotensi
rendah juga dipakai di daerah genitalia dan intertriginosa, jangan di-
gunakan yang berpotensi kuat, misalnya fluorinated glucocorticoid.
Bila aktivitas penyakit telah terkontrol, dipakai secara intermiten,
umumnya 2 kali seminggu, untuk menjaga agar tidak cepat kambuh;
sebaiknya dengan kortikosteroid yang potensinya paling rendah.
Pada lesi akut yang basah dikompres dahulu sebelum digunakan
steroid, misalnya dengan larutan Burowi, atau dengan larutan
permanganas kalikus 1:5000.
1


Imunomodulator topikal
Takrolimus. Takrolimus (FK-506), suatu penghambat
calcineurin, dapat diberikan dalam bentuk salap 0,03% untuk anak
usia 2-15 tahun; untuk dewasa 0,03% dan 0,1%. Takrolimus
menghambat aktivasi sel yang terlibat dalam D.A. yaitu: sel
Langerhans, sel T, sel mas, dan keratinosit. Pada pengobatan jangka
panjang dengan salep takrolimus, koloni S. aureus menurun. Tidak
ditemukan efek samping kecuali rasa seperti terbakar setempat. Tidak
menyebabkan atrofi kulit seperti pada pemakaian kortikosteroid;
dapat digunakan di muka dan kelopak mata.
Pimekrolimus. Dikenal juga dengan ASM 81, suatu senyawa
askomisin yaitu imunomodulator golongan makrolaktam, yang
pertama ditemukan dari hasil fermentasi Streptomyces hygroscopicus
var. ascomyceticus. Cara kerja sangat mirip siklosporin dan
takrolimus yang dihasilkan dari Streptomyces tsuku-baensis,
walaupun ketiganya berbeda dalam struktur kimianya, yaitu bekerja
19

sebagai pro-drug, yang baru menjadi aktif bila terikat pada reseptor
sitosolik imunofilin. Reseptor imunofilin untuk askomisin ialah
makrofilin-12. Ikatan askomisin pada makrofilin-12 dalam sitoplasma
sel T, akan menghambat calcineurin (suatu molekul yang dibutuhkan
untuk inisiasi transkripsi gen sitokin), sehingga produksi sitokin TH1
( IFN-y dan IL-2) dan TH2 ( IL-4 dan IL-10) dihambat. Askomisin
juga menghambat aktivasi sel mas. Askomisin menghasilkan efek
imunomodulator lebih selektif dalam menghambat fase elisitasi
dermatitis kontak alergik, tetapi respons imun primer tidak terganggu
bila diberikan secara sistemik, tidak seperti takrolimus dan
siklosporin.
Derivat askomisin yang digunakan ialah krim SDZ ASM 981
konsentrasi 1%, mempunyai efektivitas sama dengan krim klobetasol-
17- propionat 0.05% (steroid superpoten), tidak menyebabkan atrofi
kulit (setidaknya selama 4 minggu), aman pada anak dan dapat
dipakai pada kulit sensitif misalnya pada muka dan lipatan. Cara
pemakaian dioleskan 2 kali sehari.
Pimekrolimus dan takrolimus tidak dianjurkan pada anak usia
kurang dari 2 tahun. Penderita yang diobati dengan pimekrolimus dan
takrolimus dinasehati untuk memakai pelindung matahari karena ada
dugaan bahwa kedua obat tersebut berpotensi menimbulkan kanker
kulit.
Preparat ter. Preparat ter mempunyai efek antipruritus dan anti-
inflamasi pada kulit. Dipakai pada lesi kronis, jangan pada lesi akut.
Sediaan dalam bentuk salap hidrofilik, misainya yang mengandung
likuor karbonis detergen 5% sampai 10 %, atau crude coal tar 1 %
sampai 5%.
Antihistamin. Pengobatan D.A. dengan antihistamin topikal
tidak dianjurkan karena berpotensi kuat menimbulkan sensitisasi pada
kulit. Dilaporkan bahwa aplikasi topikal krim doksepin 5% dalam
jangka pendek (satu minggu), dapat mengurangi gatal tanpa terjadi
20

sensitisasi. Tetapi perlu diperhatikan, bila dipakai pada area yang luas
akan menimbulkan efek samping sedatif.
1


2.9.2. Pengobatan Sistemik
Kortikosteroid. Kortikosteroid sistemik hanya digunakan
untuk mengendalikan eksaserbasi akut, dalam jangka pendek, dan
dosis rendah, diberikan berselang-seling (alternate), atau diturunkan
bertahap (tapering), kemudian segera diganti dengan kortikosteroid
topikal. Pemakaian jangka panjang menimbulkan berbagai efek
samping, dan bila dihentikan, lesi yang lebih berat akan muncul
kembali.
Antihistamin. Antihistamin digunakan untuk membantu
mengurangi rasa gatal yang hebat, terutama malam hari, sehingga
mengganggu tidur. Oleh karena itu antihistamin yang dipakai ialah
yang mempunyai efek sedatif, misalnya hidroksisin atau
difenhidramin. Pada kasus yang lebih sulit dapat diberikan doksepin
hidroklorid yang mempunyai efek antidepresan dan memblokade
reseptor histamih H1 dan H2, dengan dosis 10 sampai 75 mg secara
oral malam hari pada orang dewasa.
Anti-infeksi. Pada dermatitis atopik ditemukan peningkatan
koloni S. aureus. Untuk yang belum resisten dapat diberikan
eritromisin, asitromisin atau, klaritromisin, sedang untuk yang sudah
resisten diberikan dikloksasilin, oksasilin, atau generasi pertama
sefalosporin.
Bila dicurigai terinfeksi oleh virus herpes simpleks
kortikosteroid dihentikan sementara dan diberikan per oral asiklovir
400 mg 3 kali per hari selama 10 hari, atau 200 mg 4 kali per hari
selama 10 hari.


21

Interferon. IFN-y diketahui menekan respons IgE dan
menurunkan fungsi dan proliferasi sel TH2. Pengobatan dengan IFN-
y rekombinan menghasilkan perbaikan klinis, karena dapat menurun-
kan jumlah eosinofil total dalam sirkulasi.
Siklosporin. Dermatitis atopik yang sulit diatasi dengan
pengobatan konvensional dapat diberikan pengobatan dengan
siklosporin dalam jangka pendek. Dosis jangka pendek yang
dianjurkan per oral: 5 mg/kg berat badan. Siklosporin adalah obat
imunosupresif kuat yang terutama bekerja pada sel T akan terikat
dengan cyclophilin (suatu protein intraselular) menjadi satu kompleks
yang akan menghambat calcineurin sehingga transkripsi sitokin
ditekan. Tetapi, bila pengobatan dengan siklosporin dihentikan
umumnya penyakitnya akan segera kambuh lagi. Efek samping yang
mungkin timbal yaitu peningkatan kreatinin dalam serum, atau
bahkan terjadi penurunan fungsi ginjal dan hipertensi
1
.

2.9.3. Terapi Sinar (phototherapy)
Untuk dermatitis atopik yang berat dan luas dapat digunakan
PUVA (photochemotherapy) seperti yang dipakai pada psoriasis.
Terapi UVB, atau Goeckerman dengan UVB dan ter juga efektif.
Kombinasi UVB dan UVA lebih baik daripada hanya UVB. UVA
bekerja pada sel Langerhans dan eosinofil, sedangkan UVB
mempunyai efek imunosupresif dengan cara memblokade fungsi sel
Langerhans, dan mengubah produksi sitokin keratinosit.
1

2.10. Komplikasi
1. Infeksi Sekunder Akibat Bakteri
Merupakan komplikasi yang paling sering pada dermatitis atopik.
Biasanya disebabkan oleh bakteri kelompok Strptococci B-hemolytic,
studi lain mengungkapkan Staphylococcus merupakan 93% penyebab
infeksi sekunder pada lesi dermatitis atopik. Infeksi tersebut
22

menyebabkan timbulnya folikulitis atau impetigo. Pioderma yang
berhubungan dengan dermatitis atopik biasanya ditemukan lesi eritema
dengan eksudasi dan krusta, skuama berminyak dan jerawat kecil pada
ujungnya.
2,4
2. Infeksi Jamur Kulit
Adanya gangguan epidermal barrier function, kelembaban dan maserasi
mempengaruhi timbulnya kepekaan terhadap infeksi jamur.Faktor
individu dan lingkungan sehari-hari juga berperanan penting pada
timbulnya komplikasi ini, seperti kaus kaki serta olahragawan.
Pytiriosporum ovale akhir-akhir ini dianggap meningkat pada kulit
pasien dermatitis atopic.
2,4
3. Infeksi Virus
Kutil karena virus dan moluscum kontagiosum ditemukan lebih sering
pada dermatitis atopik, sedangkan infeksi herpes simpleks dapat
menimbulkan lesi yang menyebar luas. Erupsi Varicelliform Kaposis
adalah komplikasi lain dermatitis atopi, ini disebabkan oleh virus herpes
simpleks dan vaccinia. Kelainan dikenal sebagai Eksim herpetikum atau
eksim vaksinatum. Perkembangan erupsi vesicular yang meningkat pada
orang yang atopik dapat menungkatkan kemungkinan terjadinya erupsi
Kaposis variceliform.
2,4
4. Eritroderma
Terjadi pada 4-14% kasus dermatitis atopik.Keadaan tersebut dapat
terjadi akibat adanya efek withdrawl pemakaian kortikosteroid sistemik
pada kasus dermatitis atopik berat. Komplikasi ini cenderung dapat
mengancam hidup pasien bila terdapat kegagalan fungsi jantung, sepsis,
hipotermi dan hipoalbuminemia.
2,4





23

2.11. Prognosis
Sulit meramalkan prognosis dermatitis atopik pada seseorang.
Prognosis lebih buruk bila kedua orang tuanya menderita dermatitis atopik.
Ada kecenderungan perbaikan spontan pada masa anak, dan sering ada
yang kambuh pada masa remaja. Sebagian kasus menetap pada usia di atas
30 tahun. Penyembuhan spontan dermatitis atopik. yang diderita sejak bayi
pernah dilaporkan terjadi setelah umur 5 tahun sebesar 40-60%, terutama
kalau penyakitnya ringan. Sebelumnya juga ada yang melaporkan bahwa
84% dermatitis atopik anak berlangsung sampai masa remaja. Ada pula
laporan, dermatitis atopik. pada anak yang diikuti sejak bayi hingga remaja,
20% menghilang, dan 65 % berkurang gejalanya. Lebih dari separo
dermatitis atopik. remaja yang telah diobati kambuh kembali setelah
dewasa.
Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik dermatitis
atopik , yaitu:
a. Dermatitis atopik luas pada anak.
b. menderita rinitis alergik dan asma bronkial.
c. Riwayat dermatitis atopik pada orang tua atau saudara kandung.
d. A witan (onset) dermatitis atopik pada usia muda.
e. Anak tunggal.
f. Kadar igE serum sangat tinggi.
Diperkirakan 30 hingga 50 persen dermatitis atopik infantil akan
berkembang menjadi asma bronkial atau hay fever. Penderita atopi
mempunyai risiko menderita dermatitis kontak iritan akibat kerja di
tangan.
1

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab I LK (Ya)
    Bab I LK (Ya)
    Dokumen1 halaman
    Bab I LK (Ya)
    YenyenAwoenDepranJunior
    Belum ada peringkat
  • Halaman Pengesahan Dan Daftar Isi LK (Ya)
    Halaman Pengesahan Dan Daftar Isi LK (Ya)
    Dokumen4 halaman
    Halaman Pengesahan Dan Daftar Isi LK (Ya)
    YenyenAwoenDepranJunior
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv LK (Ya)
    Bab Iv LK (Ya)
    Dokumen6 halaman
    Bab Iv LK (Ya)
    YenyenAwoenDepranJunior
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen1 halaman
    Bab Iv
    YenyenAwoenDepranJunior
    Belum ada peringkat
  • BAB IV Analisis Kasus
    BAB IV Analisis Kasus
    Dokumen3 halaman
    BAB IV Analisis Kasus
    YenyenAwoenDepranJunior
    Belum ada peringkat
  • Translate Terapi Oksigen (YA)
    Translate Terapi Oksigen (YA)
    Dokumen9 halaman
    Translate Terapi Oksigen (YA)
    YenyenAwoenDepranJunior
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen1 halaman
    Bab Iv
    YenyenAwoenDepranJunior
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen1 halaman
    Bab Iv
    YenyenAwoenDepranJunior
    Belum ada peringkat
  • BAB III Tinjauan Pustaka
    BAB III Tinjauan Pustaka
    Dokumen28 halaman
    BAB III Tinjauan Pustaka
    YenyenAwoenDepranJunior
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen1 halaman
    Bab Iv
    YenyenAwoenDepranJunior
    Belum ada peringkat
  • 3 Kata Pengantar Clear + Daftar Isi No Clear
    3 Kata Pengantar Clear + Daftar Isi No Clear
    Dokumen2 halaman
    3 Kata Pengantar Clear + Daftar Isi No Clear
    YenyenAwoenDepranJunior
    Belum ada peringkat
  • PP Referat Yenti
    PP Referat Yenti
    Dokumen18 halaman
    PP Referat Yenti
    YenyenAwoenDepranJunior
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen4 halaman
    Cover
    YenyenAwoenDepranJunior
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    YenyenAwoenDepranJunior
    Belum ada peringkat
  • Bab I (Ya)
    Bab I (Ya)
    Dokumen2 halaman
    Bab I (Ya)
    YenyenAwoenDepranJunior
    Belum ada peringkat
  • PP Referat Yenti
    PP Referat Yenti
    Dokumen18 halaman
    PP Referat Yenti
    YenyenAwoenDepranJunior
    Belum ada peringkat
  • Terapi Oksigen
    Terapi Oksigen
    Dokumen32 halaman
    Terapi Oksigen
    YenyenAwoenDepranJunior
    100% (1)
  • Translate Terapi Oksigen (YA)
    Translate Terapi Oksigen (YA)
    Dokumen9 halaman
    Translate Terapi Oksigen (YA)
    YenyenAwoenDepranJunior
    Belum ada peringkat
  • Cover (YA)
    Cover (YA)
    Dokumen7 halaman
    Cover (YA)
    YenyenAwoenDepranJunior
    Belum ada peringkat
  • Cover (YA)
    Cover (YA)
    Dokumen7 halaman
    Cover (YA)
    YenyenAwoenDepranJunior
    Belum ada peringkat
  • Skenario B
    Skenario B
    Dokumen42 halaman
    Skenario B
    YenyenAwoenDepranJunior
    Belum ada peringkat
  • Bab II Diskusi
    Bab II Diskusi
    Dokumen2 halaman
    Bab II Diskusi
    YenyenAwoenDepranJunior
    Belum ada peringkat
  • Referat Pneumonia DONE
    Referat Pneumonia DONE
    Dokumen15 halaman
    Referat Pneumonia DONE
    Nikhen N
    0% (1)
  • Anak RSAL Guillain Barre Syndrome Debby Budihardja
    Anak RSAL Guillain Barre Syndrome Debby Budihardja
    Dokumen10 halaman
    Anak RSAL Guillain Barre Syndrome Debby Budihardja
    Tak Sempurna Haikel
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen16 halaman
    Bab Ii
    YenyenAwoenDepranJunior
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen2 halaman
    Bab Iii
    YenyenAwoenDepranJunior
    Belum ada peringkat
  • Isi Referat BPD
    Isi Referat BPD
    Dokumen29 halaman
    Isi Referat BPD
    eka_89
    100% (1)
  • Abalabal Skea
    Abalabal Skea
    Dokumen1 halaman
    Abalabal Skea
    YenyenAwoenDepranJunior
    Belum ada peringkat
  • PAD Pendahuluan
    PAD Pendahuluan
    Dokumen4 halaman
    PAD Pendahuluan
    Mely Okthora
    Belum ada peringkat