Masalah kepemimpinan merupakan hal yang sangat luas dan menyangkut bidang
yang sangat luas dan memainkan peran yang sangat penting dalam bidang pemasaran,
pendidikan, industri, organisasi sosial bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam setiap
masyarakat timbul dua kelompok yang berbeda peranan sosialnya, yaitu yang memimpin
sebagai golongan kecil yang terpilih dan kelompok yang dipimpin adalah orang kebanyakan.
Tanpa adanya seorang pemimpin maka tujuan organisasi yang dibuat tidak akan ada artinya
karena tidak ada orang yang bertindak sebagai penyatu terhadap berbagai kepentingan yang
ada.
Jika melihat perkembangan berbagai teori mengenai kepemimpinan yang ada, maka
timbul suatu kesadaran bahwa perkembangan teori kepemimpinan telah berkembang
sedemikian pesat sejalan dengan perkembangan kehidupan yang ada. Kepemimpinan tidak
lagi dipandang sebagai penunjuk jalan namun sebagai partner yang bersama-sama dengan
anggota lain berusaha mencapai tujuan. Berangkat dari pengertian kepemimpinan itu sendiri,
sejak awal mula telah banyak ahli mencoba mendefinisikannya dengan berbagai aspek dan
pendekatannya. Istilah ini pun telah sangat dikenal dalam kehidupan sehari-hari karena
menyangkut bidang yang sangat luas.
Para ilmuwan memberi arti terhadap kepemimpinan, seperti R.M Stogdill dalam
bukunya Miftah Thoha (2007:260) berpendapat bahwa dalam kepemimpinan terdapat unsur
kekuasaan yang merupakan sarana pemimpin untuk mempengaruhi perilaku para
pengikutnya. Sementara Robert Dubin dalam bukunya Miftah Thoha (2007:259) berpendapat
bahwa kepemimpinan dapat diartikan sebagai pelaksanaan otoritas dan pembuatan keputusan.
Wirawan (2002:98) berpendapat bahwa kepemimpinan merupakan interaksi sosial antara
pemimpin dan pengikut dalam interaksi sosial kedua belah pihak dapat saling memberikan
kebebasan untuk menggunakan kekuasaannya untuk mencapai tujuan sistem sosial dan tujuan
pribadi masing-masing.
Menurut Northouse, P.G. (2003:3) kepemimpinan adalah suatu proses dimana
individu mempengaruhi kelompok untuk mencapai tujuan umum. Pengertian ini dipertajam
oleh Dubrin, A.J. (2001:3) bahwa kepemimpinan itu adalah kemampuan untuk menanamkan
keyakinan dan memperoleh dukungan dari anggota organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi. Dari beberapa definisi yang telah diajukan tersebut secara jelas menunjukkan
bagaimana kepemimpinan tersebut diartikan, yaitu berkaitan usaha mempengaruhi dan
menggunakan wewenang. Pengertian tersebut memberi suatu pemikiran bahwa pemimpin
dipandang sebagai orang yang memiliki kecakapan lebih dalam usaha untuk memotivasi
orang melakukan sesuatu seperti yang diharapkan pemimpin.
Kepemimpinan itu ada pada diri pemimpin atau manajer. Dari aspek karakteristik
dibedakan antara karakteristik pemimpin (Leader) dengan karakteristik manajer. Luthans
(2002:576) menegaskan bahwa karakteristik pemimpin di abad XXI adalah : menciptakan
sesuatu yang baru (Innovates), asli dari pemimpin (An original), mengembangkan
(Develops), terkonsentrasi pada manusia (Focuses on people), menghidupkan rasa percaya
(Inspires trust), memiliki perspektif jangka panjang (Long range perspective), ia menanyakan
apa dan mengapa (Asks what and why), berpandangan sama pada sesamanya (Eye on the
horizon), memiliki keaslian (Originates), menentang kemapanan (Challenges the status quo),
mengakui tanggung jawab ada pada pemimpin (Own person), mengerjakan dengan benar
(Does the right thing).
Salah satu teori mengenai kepemimpinan paling awal yaitu teori sifat memandang
bahwa seorang pemimpin adalah seorang yang memiliki sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh
orang kebanyakan, yaitu : memiliki intelegensi yang tinggi, berkharisma, mampu membuat
keputusan, antusias, memiliki kekuatan, berani, memiliki integritas, dan percaya diri. Banyak
contoh mengenai pemimpin dengan karakteristik demikian, antara lain : Mahatma Gandhi,
Martin Luther,Jr. ,Joan of Arc, dan sebagainya. Namun pada kenyataannya, tidak semua
pemimpin memiliki kesemua karakateristik, ada diantara mereka yang hanya memiliki
beberapa karakteristik tersebut namun telah mampu menggerakkan orang kebanyakan. Teori
ini mendasarkan pemikiran bahwa pemimpin itu dilahirkan.
Pandangan teori yang lebih baru memperkenalkan kepemimpinan situasional, yaitu
keberhasilan kepemimpinan melibatkan sesuatu yang lebih kompleks dari hanya sekedar
sifat-sifat tertentu atau perilaku-perilaku yang diinginkan. Hubungan antara gaya
kepemimpinan dan efektifivitas kepemimpinan bergantung pada sejumlah kondisi, satu gaya
kepemimpinan hanya tepat diterapkan pada satu kondisi atau situasi tertentu Robbins &
Coultar (1996). Jadi dengan demikian seorang pemimpin harus memiliki kemampuan dan
kepekaan membaca situasi sehingga ia tahu mana gaya yang paling tepat yang harus dia
munculkan dalam situasi tersebut.
Dalam bukunya Absolute Leadership, Philip Crosby (1996) menyatakan bahwa
berdasarkan pada pengalamannya pribadi selama bertahun-tahun kualitas kepemimpinan
tidak hanya sekedar kemampuan untuk merespon secara efektif terhadap situasi tertentu,
tetapi seorang pemimpin yang baik adalah seseorang yang diarahkan oleh kemutlakan
tertentu (certain absolute). Dia tidak membahas mengenai suatu gaya kepemimpinan tertentu,
atau memberikan suatu resep bagi keberhasilan pemimpin, namun dia melihat praktek
kepemimpinan sebagai suatu penjabaran dari keyakinan pemimpin yaitu suatu inti
kompetensi personal yang tinggi yang sungguh-sungguh dimiliki oleh seorang pemimpin.
Seorang pemimpin pada hakekatnya harus memegang teguh suatu gambaran besar dalam
pikirannya baik yang berkaitan dengan budget dan finansial, kualitas produk, pelayanan.
Pada kenyataan bahwa kualitas kepemimpinan tumbuh dan tercipta dari hubungan
dengan orang-orang lain dalam organisasi dan bahwa pemimpin harus meluangkan waktu
untuk menjaga hubungan tersebut. Penekanan yang ada adalah menyentuh pada hubungan
emosi tidak hanya pada rasio saja. Jadi kepemimpinan lebih menyentuh pada hati dan jiwa.
Pemimpin yang sesungguhnya adalah seseorang yang mengetahui bahwa keberhasilannya
tidak tergantung kepada gelarnya, tetapi pada pilihan yang mereka buat dan nilai-nilai yang
mereka pegang teguh. Lebih lanjut Philip Crosby (1996) mengartikan kepemimpinan adalah
secara sengaja menumbuhkan tindakan dalam diri orang dalam suatu cara yang terencana
yang bertujuan untuk memenuhi agenda pemimpin. Dari definisi ini terkandung pengertian
bahwa memilih orang secara berhati-hati dan mengarahkan mereka untuk mencapai tujuan
yang ada dengan jelas dalam pikiran, mendorong orang untuk berusaha mencapai tujuan,
mengarahkan untuk peka terhadap segala yang terjadi serta mengambil sikap tertentu untuk
mengantisipasinya, yang terakhir adalah bahwa pemimpin harus memiliki agenda yang jelas
mengenai apa dan bagaimana kehendak mereka.
Kepemimpinan yang absolut menurut Philip Crosby (1996) adalah kepemimpinan
yang memiliki :
1. Clear Agenda, seorang pemimpin idealnya memiliki dua agenda; satu agenda bagi dirinya
sendiri, dan yang kedua adalah agenda bagi organisasinya. Tujuan dari agenda organisasi
adalah untuk menentukan kerangka kerja dari semu pekerjaan yang dilakukan sedangkan
personal agenda berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh pimpinan pribadi sesuai
dengan apa yang memang sungguh-sungguh ia inginkan bagi dirinya sendiri dan hanya
dia pribadi yang mengetahui. Dalam hal ini agenda tersebut harus dapat diungkapkan
dalam kalimat yang dapat dengan jelas diterima dan tujuan yang ditentukan dapat diukur.
2. Personal Philosophy, seorang pemimpin hendaknya memiliki philosophi pelaksanaan
yang bersifat pragmatis dan dapat dipahami. Kerangka kerja dari pelaksanaan philosophi
tersebut diciptakan dari belajar, inovasi dan keputusan.
3. Enduring Relationship, kehidupan organisasi pada dasarnya terdiri dari sejumlah transaksi
dan hubungan. Kunci untuk menjaga suatu hubungan adalah adanya penghargaan
terhadap orang lain, memandang orang lain dengan cara yang positif dan keinginan untuk
bekerja sama. Orang lain dalam hal ini tidak hanya terbatas pada anggota-anggota saja
tetapi termasuk di dalamnya adalah customers, peers, coworkers, maupun suppliers.
4. Worldly, mendunia (being worldly) berkaitan dengan budaya lain, tekhnologi, dan
pengumpulan informasi. Hal ini berarti pula bagaimana pemimpin mampu memanfaatkan
tekhnologi-tekhnologi baru, memahami pasar global, penghargaan terhadap orang lain,
budaya, kondisi dan praktek-praktek bisnis yang berlangsung. Berarti pula mengetahui
apa yang sedang terjadi dan mengumpulkan informasi yang bersifat up-to-date.
Teori tentang analisis kepemimpinan berdasarkan ciri, yang dalam bahasa Inggris dikenal
dengan traits theory- menurut Sondang P. Siagian (2003:75) dalam buku Teori &
Praktek Kepemimpinan.
Peter F. Drucker (1996) dalam bukunya mengenai The Leader of The Future lebih
menekankan mengenai bagaimana hendaknya seorang pemimpin bersikap dalam menghadapi
dunia di masa yang akan datang. Dia mengatakan bahwa pemimpin yang efektif tidak hanya
sekedar mendelegasikan kepada anak buahnya. Lebih lanjut ia menegaskan bahwa
kepemimpinan harus dipelajari dan dapat dipelajari.
Gaya kepemimpinan mencerminkan apa yang dilakukan oleh pemimpin dalam
mempengaruhi pengikut untuk merealisasikan visinya. Fred Luthans dalam bukunya
Wirawan (2002:80), menyatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah cara pemimpin
mempengaruhi para pengikutnya yang disesuaikan dengan faktor budaya. Pola pikir Robert
Tannenbaum dan Warren H dalam bukunya Wirawan (2002:98) memiliki teori dengan model
gaya kepemimpinan berbagi kekuasaan. Model ini disusun dengan asumsi bahwa
kepemimpinan merupakan proses interaksi kekuasaan antara pemimpin dan para
pengikutnya. Hubungan tersebut didasarkan pada tinggi rendahnya kebebasan penggunaan
kekuasaan oleh pemimpin dan tinggi rendahnya kebebasan pengikut untuk menggunakan
kekuasaan mereka dalam interaksi kepemimpinan. Kebebasan mempergunakan kekuasaan
diaplikasikan oleh pemimpin dan para pengikutnya untuk berinisiatif, mengembangkan dan
menggunakan kreativitas dan inovasi, mengambil keputusan, menggunakan teknik
mempengaruhi, dan menyusun pola komunikasi.
Setiap pemimpin pada dasarnya memiliki perilaku yang berbeda dalam memimpin
para pengikutnya. Perilaku para pemimpin ini secara singkat disebut gaya kepemimpinan
(Leadership style). Gaya kepemimpinan merupakan suatu cara pemimpin untuk
mempengaruhi bawahannya yang dinyatakan dalam bentuk pola tingkah laku atau
kepribadian. Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin umumnya dipengaruhi oleh sifat-
sifat pemimpin itu sendiri. Dimana sifat-sifat tersebut dapat terlihat melalui kepribadian
sehari-harinya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepribadian yang dinyatakan dalam
gaya kepemimpinan tersebut, antara lain:
Jenis kelamin
Pria dan wanita umumnya memiliki sifat mendasar yang berbeda, sebagai
contoh wanita cenderung menggunakan perasaannya dan bertindak lembut,
sebaliknya pria lebih menggunakan kemampuan berpikir dan bertindak keras.
Usia
Secara umum orang berusia muda cenderung memiliki sifat yang dinamis dan
idealis. Sebaliknya semakin bertambah usia seseorang cenderung pula
mengurangi kemampuannya berpikir dan bekerja lebih keras. Tentunya hal ini
tidak selalu berlaku pada setiap orang.
Fisik, Mental dan Pikiran (Intelektual)
Setiap manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang unik, artinya tidak
ada satupun manusia yang memiliki keberadaan yang sama satu dengan
lainnya. Perbedaan ini terlihat dari fisik (tubuh) , mental dan pikirannya yang
akhirnya mempengaruhi kepribadiannya.
Pendidikan
Salah satu faktor yang membentuk kehidupan manusia adalah pendidikan
yang pernah diterimanya, baik di lembaga pendidikan yang bersifat formal
maupun informal. Semakin tinggi pendidikan yang pernah diterima seseorang,
umumnya akan semakin menambah wawasan dan kemampuannya.
Kematangan
Proses waktu cenderung akan membentuk kematangan atau kedewasaan
seseorang, semakin ia belajar akan kesalahan-kesalahan dan berusaha untuk
memperbaikinya, semakin ia bertambah dewasa untuk mengerti banyak hal.
Latar Belakang Kehidupan
Kehidupan manusia dimulai dan diakhiri dengan latar belakang yang berbeda
satu dengan lainnya. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh latar belakang
budaya. Nilai dan norma yang berbeda. Yang pada intinya dapat bersumber
dari keluarga, kerabat, teman dan masyarakat secara umum.
Gaya kepemimpinan mencerminkan apa yang dilakukan oleh pemimpin dalam
mempengaruhi pengikut untuk merealisasikan visinya. Fred Luthans dalam bukunya
Wirawan (2002:80) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah cara pemimpin
mempengaruhi para pengikutnya yang disesuaikan dengan faktor budaya. Pola pikir Robert
Tannenbaum dan Warren H dalam bukunya Wirawan (2002:98) memiliki teori dengan model
gaya kepemimpinan berbagi kekuasaan. Model ini disusun dengan asumsi bahwa
kepemimpinan merupakan proses inteaksi kekuasaan antara pemimpin dan para pengikutnya.
Hubungan tersebut didasarkan pada tinggi rendahnya kebebasan penggunaan kekuasaan oleh
pemimpin dan tinggi rendahnya kebebasan pengikut untuk menggunakan kekuasaan mereka
dalam interaksi kepemimpinan. Kebebasan menggunakan kekuasaan diaplikasikan oleh
pemimpin dan para pengikutnya untuk berinisiatif, mengembangkan dan menggunakan
kreatifitas dan inisiatif, mengambil keputusan, menggunakan teknik mempengaruhi, dan
menyusun pola komunikasi.
Menurut Sondang P. Siagian (2003:75) dalam pembahasan tipologi kepemimpinan
bahwa gaya kepemimpinan seseorang tidak bersifat fixed, artiya seseorang yang
menduduki jabatan pimpinan mempunyai kapasitas untuk membaca situasi yang
dihadapinya secara tepat dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya, meskipun penyesuaian
itu mungkin hanya bersifat sementara. Karena penyesuaian-penyesuaian tertentu memang
merupakan kenyataan kehidupan manajerial seseorang yang menduduki jabatan pimpinan,
logis apabila dikenali terlebih dahulu tipe-tipe pemimpin yang dikenal dewasa ini. Logis
karena penyesuaian yang perlu dilakukan perubahan dari satu ke tipe yang lain, suatu
perubahan yang mungkin hanya selama berlangsungnya situasi tertentu menuntut
penyesuaian tersebut.
Lima tipologi kepemimpinan yang diakui keberadaannya yaitu :
1. Ciri dan Gaya Kepemimpinan : Otokratik
a. Menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya.
b. Dalam menegakkan disiplin menunjukkan kekakuan.
c. Bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi.
d. Menggunakan pendekatan punitif dalam hal terjadinya penyimpangan oleh bawahan.
2. Ciri dan Gaya Kepemimpinan : Paternalistik
a. Tipe pemimpin yang paternalistik banyak terdapat di lingkungan masyarakat yang
masih bersifat tradisional, umumnya di masyarakat yang agraris.
b. Rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggota masyarakat kepada orang
tua atau seseorang yang dituakan.
c. Pengambilan keputusan atau kebijakan operasional dilakukan oleh pemimpin dengan
informasi yang disediakan oleh pengikut.
d. Pemimpin melaksanakan prinsip bahwa mereka adalah tauladan yang harus diikuti
para pengikut kemudian motivasi mereka, dan dari belakang mempengaruhi serta
mengevaluasi para pengikutnya.
e. Pemimpin menganggap dan memperlakukan pengikut sebagai orang yang belum
dewasa dan perlu dibimbing terus menerus.
f. Komunikasi dua arah dapat terjadi ketika pemimpin menghendakinya.
3. Ciri dan Gaya Kepemimpinan : Kharismatik
a. Ada karakteristik yang khas yaitu daya tariknya yang sangat yang sangat memikat
sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar.
b. Pemimpin menentukan visi, misi, strategi dan target organisasi dengan dukungan
informasi dan partisipasi dari para pengikut.
c. Pemimpin bersama-sama para pengikutnya mengambil keputusan untuk
melaksanakan visi, misi, strategi dan tugas organisasi.
d. Pemimpin melakukan pembagian tugas dan mendelegasikan sebagian tugas dan
wewenangnya kepada pengikutnya.
4. Ciri dan Gaya Kepemimpinan : Pemimpin Terima Beres (Laissez Faire)
a. Pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif.
b. Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan yang lebih rendah
dan kepada para petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu yang nyata-nyata
menuntut keterlibatannya secara langsung.
c. Status quo organisasional tidak terganggu.
d. Penumbuhan dan pengembangan kemampuan berpikir dan bertindak yang inovatif
dan kreatif diserahkan kepada para anggota organisasi yang bersangkutan sendiri.
e. Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku dan prestasi
kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam perjalanan organisasi berada pada
tingkat yang minimum.
5. Ciri dan Gaya Kepemimpinan : Demokratik
a. Kebebasan pemimpin dan pengikut untuk menggunakan kekuasaannya sedang dan
saling mengontrol.
b. Pemimpin berpendapat tidak dapat melakukan tugasnya dan mengambil keputusan
tanpa para pengikutnya.
c. Pengikut tidak dapat melakukan tugasnya tanpa pemimpinnya.
d. Penentuan visi, misi, dan strategi organisasi dilakukan bersama pemimpin dan para
pengikutnya dipimpin oleh pemimpin.
e. Dalam mengambil keputusan maka pengumpulan informasi mengumpulkan
alternatif, dan memilih untuk melaksanakan pekerjaan bersama-sama dengan
pengikutnya.
f. Pemimpin dan pengikut secara bersama-sama membuat rencana kegiatan dan
dilaksanakan oleh pengikut di bawah supervisi pemimpin.
g. Komunikasi berlangsung secara formal dan informal secara tiga arah, kebawah, atas,
dan menyamping.
Penggunaan setiap gaya kepemimpinan ditentukan oleh keadaan pengikut dan situasi
kepemimpinan. Pemimpin dapat mempergunakan sejumlah gaya kepemimpinan secara
bersama-sama tergantung dari situasi kepemimpinan yang dibutuhkan.
Salah satu fungsi penting dari kepemimpinan adalah pengambilan keputusan. Sebagian besar
waktu, perhatian, dan pikiran pemimpin digunakan untuk proses pengambilan keputusan.
Semakin tinggi posisi seseorang maka keputusan akan semakin menjadi tugas utamanya.
Faktor-faktor seperti ketegasan, cara pemimpin mengambil keputusan, dan isi keputusan akan
sangat mempengaruhi perilaku dan sikap para pengikutnya dalam melaksanakan keputusan
tersebut yang kemudian menentukan kinerja organisasi dalam mencapai tujuannya.
Menurut Miftah Thoha (2007:64) dalam buku Kepemimpinan dalam Manajemen. Dalam
hubungannya dengan perilaku pemimpin, ada dua hal yang biasanya dilakukan oleh
pemimpin terhadap bawahan atau pengikutnya, yaitu: perilaku mengarahkan dan perilaku
mendukung. Gaya kepemimpinan tersebut merupakan norma yang digunakan sewaktu
mencoba mepengaruhi perilaku orang lain seperti dilihat oleh orang lain tersebut. Oleh
karena pada hakikatnya perilaku dasar pemimpin yang mendapat tanggapan para
pengikutnya, maka ketika pemimpin tesebut melakukan proses pemecahan masalah dan
pembuatan keputusan, empat gaya dasar yang diuraikan di muka dapat diaplikasikan dan
diidentifikasikan dengan suatu proses pengambilan keputusan tersebut.
Empat Gaya Dasar Kepemimpinan dalam Proses Pembuatan Keputusan
Partisipasi (G3)
Konsultasi (G2)
Delegasi (G4)
Intruksi (G1)
Penjelasan dari empat gaya dasar kepemimpinan dalam proses pembuatan keputusan yaitu:
1. Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan rendah dukungan (G1) dirujuk
sebagai instruksi karena gaya ini dicirikan dengan komunikasi satu arah.
2. Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan tinggi dukungan (G2) dirujuk sebagai
konsultasi, karena dalam menggunakan gaya ini, pemimpin masih banyak
memberikan pengarahan dan masih membuat hampir sama dengan keputusan, tetapi
hal ini diikuti dengan meningkatkan komunikasi dua arah dan perilaku mendukung,
dengan berusaha mendengar perasaan pengikut tentang keputusan yang dibuat, serta
ide-ide dan saran-saran mereka. Meskipun dukungan ditingkatkan, pengendalian
(control) atas pengambilan keputusan tetap pada pemimpin.
3. Perilaku pemimpin yang tinggi dukungan dan rendah pengarahan (G3) dirujuk
sebagai partisipasi, karena posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuatan
keputusan dipegang secara bergantian.
4. Perilaku pemimpin yang rendah dukungan dan rendah pengarahan (G4) dirujuk
sebagai delegasi, karena pemimpin mendiskusikan masalah bersama-sama dengan
bawahan sehingga tercapai kesepakatan mengenai definisi masalah yang dikemudian
proses pembuatan keputusan didelegasikan secara keseluruhan kepada bawahan.
Proses pengambilan keputusan yang dipergunakan oleh pemimpin memang
mempengaruhi interaksi antara pemimpin dan pengikut dalam kepemimpinan. Akan
tetapi proses pengambilan keputusan hanya salah satu dari banyak dimensi gaya
kepemimpinan yang saling terkait. Pola perilaku pemimpin dalam mempengaruhi para
pengikutnya (gaya kepemimpinan) merupakan sesuatu berdimensi banyak dan pola
perilaku pengambilan keputusan merupakan salah satu dari dimensi tersebut.