Anda di halaman 1dari 15

1

Cep Alan Suhenda Devy Ku Gantungkan Impianku Padamu



1

Cep Alan Suhenda Devy Ku Gantungkan Impianku Padamu
KU GANTUNGKAN IMPIANKU PADAMU
Pergantian cahaya yang menyinari bumi sudah waktunya tiba. Malam sudah sangat
larut, kumpulan titik - titik cahaya bintang yang masih mengapung dilangit sana,
selalu, dan terus ada dilangit dengan segala hal yang mengikatnya pada keadaan.
Semilir angin di luar sana pun telah memainkan senandung tidur, agar mata - mata
yang lelah seharian mengisi memori otak terlelap di peristirahatannya. Hingga kota
ini sunyi seperti kota tanpa penghuni. Tapi kenapa tidak denganku?
Tetesan air yang tak pernah mengenal lelah terus terjun dari lubang keran
membanting teman - temannya yang tidak mempunyai dosa. Telah aku coba
memejamkannya tapi tetap tak bisa, kelopak mataku seolah ada benda kecil yang
menahan agar dia tetap kembali terbuka.
Kegelisahan inilah yang mengatur otakku, untuk tidak mengirim pesan istirahat ke
mataku. Kegelisahan ini juga menghentakkan hati menjadi sebuah pemikiran
hingga aku dihinggapi insomnia takut malam ini. Duduk, berdiri, telah aku
lakukan sekian kali, tetapi tetap tidak menenangkanku. Mataku mencari apa saja
yang dapat membawaku ke alam bawah sadarku. Hingga akhirnya mataku berhenti
tepat pada sebuah siraman tinta hitam berbentuk kosakata sedang berbaris rapi di
atas kertas putih. Bermimpilah! Maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu.
Ku pandangi lagi, ku baca satu persatu kata. Tepat di bawah kata tersebut tertata
rapi tulisan tentang mimpi mimpiku yang ditulis berurutan nomor. Ada siraman
tinta merah pada beberapa nomor, itu pertanda bahwa mimpi itu telah terjadi, terus
ku baca dan tepat di nomor 13 air mata ku berlinang. Bukan karena angka itu
ganjil atau angka itu aneh tapi karena di sana tertulis sebuah mimpi besarku.
2

Cep Alan Suhenda Devy Ku Gantungkan Impianku Padamu
Rasanya mimpi itu tidak akan terwujud. Dan semua itu sekarang sudah ku
genggam. Kertas mimpi yang ku tulis beberapa tahun yang lalu itu telah kusam
memamerkan dirinya terpajang di dinding kamarku hingga ku kembali lagi hari ini
ke kamar ini.
13. Melanjutkan Kuliah Di Universitas Negeri di Bandung dengan beasiswa.
Kenapa harus di Bandung Anjani? Tanya Bang Johan, yang tiba - tiba datang
dan mengagetkan ku.
abang kan tahu sejak kecil aku suka sekali mendengar kota Bandung, kotanya
indah, asri, ramai dan ramah tidak seperti kota - kota lainnya. Kuceritakan semua
kekagumanku akan kota itu.
Itu kan yang kamu dengar saja Anjani, dan kamu pun belum pernah kesana
Bang Johan seolah menyindirku.
Benar bang, tapi aku suka banget sama kota itu. Indah, bagus dan asri. Dan
buktinya memang benar seperti itu bang Jelasku lagi
Tapi apa kamu tidak tahu adat desa kita sekarang Anjani? Anak gadis, tidak boleh
menuntut ilmu terlalu jauh dari desanya. Karena bagi mereka itu masih takut.
Perempuan tugasnya hanya di dapur saja kata mereka. Lihatlah, Upik, Dewi, Puti,
Nilam dan Hani teman SD kamu dahulu. Sekarang mereka telah sibuk mengurus
anak dan suaminya. Tamat SMP pun tidak Bang Johan mulai bercerita padaku.
Akh tapi Anjani ingin melanjutkan kuliah, perempuan itu harus mendapat ilmu
dan pendidikan yang sama dengan laki - laki agar hidup perempuan itu tidak di
3

Cep Alan Suhenda Devy Ku Gantungkan Impianku Padamu
injak - injak kaum laki - laki bang. Kata ku bak kata seorang ibu kartini,
emansipasi. Ya benar, emansipasi dibutuhkan di desa ku ini. Karena di desa ku
perempuan dilarang mendapat pendidikan yang tinggi. Melanggar adat namanya
jika membiarkan anak gadis di desa itu pergi ke luar kota apalagi keluar provinsi.
Hanya aku saja anak gadis di sini yang melanjutkan ke bangku Universitas, aku
sudah semester akhir di Universitas kebanggaanku.
Tapi, Anjani? Kata Bang Johan lagi.
Sudahlah bang, biarkan saja apa yang dikatakan sama mereka. Yang penting aku
bisa mendapat ilmu, agar bisa seperti perempuan - perempuan di kota - kota lain
bang. Alasan mereka melarang anak gadisnya keluar kota agar terhindar dari
pergaulan yang menyesatkan seperti saat sekarang ini. Itu memang baik bang,
tetapi jika hal tersebut ikut mematikan ilmu di kalangan perempuan tentu salah.
Agama kita saja menyuruh untuk menuntut ilmu, bahkan ada pribahasa
mengatakan, Tuntutlah Ilmu sampai ke negeri Cina. Jadi tidak ada salahnya kan?
Jelasku lugas, membuat Bang Johan terdiam.
Iya udah. Lanjutkanlah mimpi kamu Anjani. Sudahlah ayo kita tidur. Sudah
malam, besok kamu harus kemas - kemas barang dan abang juga kuliah. Yang
penting sekarang kita belajar saja yang rajin dan kamu hati - hati di rantau orang
Kata Bang Johan sebelum ia beranjak untuk tidur.
Ini semua karena seseorang yang telah membangun motivasi yang kuat dalam diri
ku, bang Gumamku pelan.
Memoriku kembali berputar beberapa tahun yang lalu.
4

Cep Alan Suhenda Devy Ku Gantungkan Impianku Padamu
*****
Kamu mau lanjut kuliah kamana Bob? Ujarku saat melihat Bobi sibuk
mengerjakan soal UN tahun sebelumnya di rumahku sore itu.
Aku mau lanjut ke ITB, pengen seperti bapak Habibie. Nanti setelah itu aku mau
kerja dan lanjut kuliah di luar negeri. Ucap Bobi optimis tanpa memandangku.
Kemudian ia sibuk lagi dengan soal di tangannya.
Apa kamu tidak takut, misalnya kalau di larang Ayah dan Ibu kamu? Kan di
keluarga, kamu lah anak laki - laki bungsu. Yang nantinya akan mengurus ladang
dan ternak orang tua kamu? Tanya ku semakin ingin tahu.
Tidak, bukankah guru kita bilang pendidikan itu untuk semua golongan dan
seperti pepatah mengatakan, tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina?. Nah jadi untuk
apa lagi aku takut. Lagian aku ini anak laki - laki tidak boleh duduk - duduk saja di
rumah. Tapi hendaknya merantau ke negeri orang, agar bisa membangkit batang
terendam, manghapus arang di kaniang. Lagi lagi ucapan Bobi penuh optimis, itu
terlihat dari otot wajah dan tangannya menegang bak memberi semangat, sosok
mata yang tajam dan ada sedikit guratan senyum halus di wajahnya juga
membuktikan ia siap. Kemudian ia hanyut lagi dalam soal - soal itu.
Ternyata mimpimu lebih indah dari aku Bob Ucapku pelan agar kekagumanku
padanya tak terlihat.
Sejak hari itu aku suka dengan kata - kata motivasi yang di ucapkannya, entahlah
dia dapat darimana semua kata - kata itu. Albert Enstein, Bejamin Franklin, Barac,
Mario Teguh, Andrie Wongso, alm Uje, orang besar lainnya yang aku lupa.
5

Cep Alan Suhenda Devy Ku Gantungkan Impianku Padamu
Tulislah mimpimu nak, maka Tuhan akan memeluk mimpimu. Jangan sampai
kau menyesal nantinya Begitu lah gayanya siang itu sepulang sekolah saat
menirukan kata - kata Pak Dodi, penjaga sekolah kami.
Kamu itu lucu Bob, sungguh pandai kamu menirukan Pak Dodi tapi sayang kau
terlalu tinggi untuk di samakan samo Pak Dodi Ledekku sambil tertawa cekikikan
membayangkan wajah pak Dodi di adaptasi Bobi. Sungguh menggelikan, Bobi
yang tinggi, berhidung mancung, berpotongan rambut cepak dan berkulit lumayan
putih untuk ukuran laki - laki pada umumnya diadaptasikan dengan Pak Dodi yang
bertubuh pendek, hitam manis dan berambut gondrong. Hm.. kolaborasi yang
aneh Aku tertawa lepas memikirkannya.
Hush.. kamu ini anak gadis , tidak boleh galak begitu. Tidak baik pandangan
orang Ujarnya memandangku tajam. Dan membuat tawaku jadi tertahan.
Maaf, habisnya lucu saja kalau membayangkan kamu jadi Pak Dodi Jawabku
sambil tersenyum simpul.
Kamu ini ada - ada saja, Anjani. Kamu tahu tidak? Aku sangat terkesima sekali
mendengarkan nasehat Pak Dodi tadi. Katanya mulai dengan semangat yang
seolah melebihi panas matahari saat ini.
Tentang mimpi - mimpi itu? Akh percaya saja kamu,. Hanya dengan menulis
mimpi - mimpi itu menurut kamu bisa terwujud? Sanggahku karena mustahil
bagiku menulis impian dan nanti akan terwujud.
Jika kita menulis mimpi - mimpi kita dan menempelkannya pada tempat yang
mudah terlihat tentu akan menjadi penyemangat kita untuk meraihnya. Karena
6

Cep Alan Suhenda Devy Ku Gantungkan Impianku Padamu
Tuhan saja menyuruh kita untuk melakukan yang terbaik dan jangan jadi remaja
yang pemalas. Orang sukses punya semangat seganas gelombang lautan dan tekad
sekeras baja. Sebelum sukses tidak akan mundur! Jawaban Bobi membawa
semangat baru untukku. Aku masih saja tertegun menyaksikan sendiri semangat
yang membakar dirinya.
Ayo kita tulis impian kita! Teriaknya optimis dan mulai berjalan ke atas bukit di
samping rumahku. Ku ikuti saja langkahnya.
Hal gila apalagi yang akan dilakukannya Gumamku dalam hati.
Anjani.. ayo cepat Ujarnya saat langkahku mulai kendor mendaki bukit yang
cukup tinggi
Iya, Jawabku dengan tarikan nafas cepat.
Ini pena, ini kertas.. Ayo ambil, Tulislah impianmu Kata Bobi sesaat sampai di
puncak bukit itu.
Akh... kamu punya berapa nyawa? Atau kamu mau membunuhku? Aku ingin
berhenti sejenak. Capek sekali aku. Belum sempat aku istirahat sudah kau
suguhkan dengan imajinasimu Ku buang pena dan kertas yang di beri. Ini benar -
benar menjengkelkan.
Belum lepas penatku, belum beraturan nafasku. Sudah di suruhnya ikut ide gila itu.
Untuk mengikutinya naik ke bukit ini sudah lebih bagus, daripada membiarkan dia
naik sendiri. Tapi sekarang malah dia menyuruhku untuk menulis hal yang
mustahil itu.
7

Cep Alan Suhenda Devy Ku Gantungkan Impianku Padamu
Maaf Anjani. Aku bukan bermaksud begitu, tidak kau lihat matahari sudah mulai
redup, mendung sudah terlihat. Takutnya kita kehujanan di sini. Apa kata orang
nanti. Bobi mencoba menenangkanku.
Ya sudah, kamu istirahatlah dulu. Aku saja yang menulis dahulu Ucapnya
memungut kertas dan pena yang ku buang itu. Tangannya mulai asyik mencoret
kertas itu, memadupadakan huruf demi huruf yang dirangkainya menjadi kata
bahkan kalimat.
Desa kita indah ya Bob kalau dilihat dari sini. Baru kali ini aku kesini Ucapku
padanya yang tengah berkutat pada mimpi mimpinya.
Iya, aku kalau lagi bosan menghabiskan waktu di sini Jawabnya terus menulis
tanpa menatapku.
Sudah selesai Ucapnya 5 menit kemudian.
Ku pandangi kertas putih tadi sudah penuh dengan coretan gilanya, entahlah itu
apa. Diberikannya padaku. Mulai ku baca satu per satu, banyak mimpi yang ku
temukan di sana. Ada mimpi yang mencolok dari tulisan itu. Kuliah di ITB jurusan
IT, mimpi, dan tinggi mimpi itu menurutku.
Yakinkah kamu akan mimpi ini? Tanyaku ragu akan hal ini.
Ya aku yakin Anjani.. Sekarang ayo kamu tulislah mimpi kamu di kertas ini
Kata Bobi meyakinkan aku dengan memberikan kertas kosong padaku.
Dengan ragu - ragu ku ambil kertas itu, mulai ku tulis beberapa mimpi yang aku
anggap itu hanya lah bagian dari imajinasi. Politeknik Negeri Bandung itu impian
8

Cep Alan Suhenda Devy Ku Gantungkan Impianku Padamu
terbesarku. Cukup Teriakku setelah kata terakhir dari lukisan mimpiku. Lalu ku
perlihatkan pada sosok laki - laki remaja tanggung yang duduk di depanku.
Mimpi mu.. bagus.. Kuliah di Politeknik Negeri Bandung.. Wahh aku mendukung
kamu Anjani, tetaplah jadi seorang pemimpi dan raih mimpi mu. Kata Bobi
dengan wajah berbinar binar membaca mimpiku kala itu.
*****
Tapi itu rekaman memoriku setahun yang lalu, kini aku sudah meraih mimpiku itu.
Sudah 6 semester aku mengecap manisnya kuliah di Rantau orang. Dan tentang
Bobi, aku mendengar dia telah meraih mimpinya, kuliah di ITB dengan semester
ini menjadi pemegang IP terbaik di Jurusannya. Selama itu aku tak pernah
berkomunikasi dengan dia, jangankan tahu nomor Handphonenya, tahu kabarnya
saja aku kutip - kutip dari orang yang tahu tentang dia. Aku rasa kehilangan jika
tanpa dia, tapi aku gengsi untuk mengakuinya. Malam ini ku lewatkan dalam
bayangan dirinya. Berharap esok hari aku dapat memandangnya.
Anjani.. kesini kamu sebentar ada Tante Ranta, mau ketemu sama kamu. Teriak
ibu mengejutkanku. Ku tinggalkan pakaian yang sedang ku kemas. Mendengar
nama Tante Ranta jantungku berdegup kencang, apakah gerangan ibu Bobi ini
datang ke rumahku.
Hey sudah besar kamu rupanya Anjani, tambah cantik lagi. Kata Ibu kamu mau
pulang ke Bandung hari ini? Kata Tante Ratna sambil menyentuh hangat
kepalaku.
9

Cep Alan Suhenda Devy Ku Gantungkan Impianku Padamu
Iya rencananya , gimana kabar Tante dan keluarga? Sehat - sehat saja kan?
Tanyaku pada Tante Ratna. Padahal maksud ku ingin mendengar kabar tentang
Bobi.
Alhamdulillah Tante dan keluarga sehat. Senang sekali rasanya melihat kamu
sudah berjilbab sekarang Anjani. Kata Tante Ranta tanpa berhenti memandangku.
Alhamdulillah Tante, rasanya nyaman aja kalau memakai jilbab Jawab ku. Ingin
sekali rasanya bertanya kabar Bobi tapi lidahku terasa kelu.
Oh iya Rin, maksud saya kemari mau meberikan bingkisan ini. Ini dari Bobi
Sahut Tante Ratna tiba - tiba sambil menyerahkan bingkisan yang di bungkus
plastik Biru pada ibu.
Terimakasih ya Rat dan sampaikan juga terimakasih saya sama Bobi. Kapan Bobi
pulang dari Bandung ? Tanya Ibu mewakili perasaanku.
Kemarin Rin, minggu depan dia akan balik ke Bandung lagi. Kalau si Bobi tahu
Anjani juga pulang pasti ia bakal main kesini. Katanya dia kangen sama Anjani.
Jelas Tante Ratna.
Kangen? Bobi ingat sama aku? Denyut jantungku tak beraturan, benar - benar
tak menentu. Mukaku terasa panas, rasanya darahku tak mengalir dengan baik
setelah mendengar kabar itu. Sadar akan sikapku yang berubah, takut akan salah
tingkah di depan Ibu dan Tante Ratna mulai ku coba untuk ku kendalikan.
Iya Tante, Anjani sudah lama sekali tidak bertemu sama Bobi. Malahan kangen
juga rasanya, mau main - main sama Bobi. Tapi nanti sore jam 3 Anjani mau
10

Cep Alan Suhenda Devy Ku Gantungkan Impianku Padamu
berangkat ke Bandung Tante. Tolong sampaikan salam Anjani sama Bobi ya
Tante. Jawabku menutupi kerinduanku yang sangat besar itu.
Ya sudah, nanti Tante sampaikan sama Bobi. Tante mau pulang dulu, hati - hati
nanti Anjani di rantau orang, pandai - pandai lah Anjani menjaga diri. Jangan lupa
shalat ya nak Tante Ratna menasehati ku.
Nah dengar tu kata Tante Ratna Anjani. Ujar ibu menambahkan.
Iya Tante, insyaallah Anjani pegang amanat Tante dan Ibu. Tekadku dengan air
mata berlinang karena begitu diperhatikan oleh orang - orang terdekatku.
Rin aku pulang dulu ya, Anjani Tante pulang ya Tante Ratna berpamitan padaku
dan ibu.
Terpaku aku menatap langkah gontai perempuan paruh baya itu. Melihat sudut
senyumnya mengingatkan ku pada seorang pemuda yang diam - diam telah lama
mengisi kekosongan hatiku.
Nak, sudah jam 11 ayo kamu berkemas - kemaslah. Nanti jam 12 kita akan
berangkat menuju bandara. Takutnya kalau kita tidak bergegas bisa - bisa kita
terjebak macet panjang karena ada perbaikan jalan, arah Bandara. Kata Ibu
mengusik lamunanaku.
Iya Ibu Jawabku lalu bergegas membereskan pakaian serta barang - barang yang
hendak aku bawa. Tapi pikiran ku melayang pada sosok mata elang itu. Menerka -
nerka wajahnya apakah masih sama seperti dulu atau adakah perubahan -
perubahan kecil yang aku tak tahu.
11

Cep Alan Suhenda Devy Ku Gantungkan Impianku Padamu
*****
Bandara,
Nak hati - hati ya kamu di rantau orang, jaga diri baik - baik. Kalau sudah sampai
jangan lupa kabari Ibu. Doa Ibu dan Ayah selalu menyertaimu nak. Kata ibu
tersedu sedu memelukku. Terasa suasana saat itu haru biru.
Iya Bu. Insyaallah Anjani tidak akan sia - sia kan nasehat ibu dan ayah. Jawabku
dengan tekad aku kuliah di rantau orang untuk membahagiakan ayah, ibu dan
Bang Johan suatu hari nanti.
Teng.. Terdengar panggilan suara bahwa pesawat yang hendak aku tumpangi akan
segera berangkat.
Ayah, Ibu, Bang.. Anjani berangkat dulu ya Ujarku sambil memeluk dan
menyalami orang - orang tersayang dan terpenting yang ku miliki dalam hidupku.
Iya, hati - hati nak Ucap ayah.
Jangan cengeng, adik manis Sorak Bang Johan dari kejauhan.
Aku hanya tersenyum sambil melambaikan tangan untuk membalas ledekan Bang
Johan. Air mataku tertumpah sudah rasanya meninggalkan keluargaku untuk
beberapa waktu demi ilmuku.
Anjaniiii Anjaniiii Terdengar suara lain memanggilku. Suara itu sepertinya
bukan suara dari ayah, ibu atau Bang Johan. Suara itu sama sekali tak asing
bagiku. Tapi aku tetap melangkah, mungkin hanya ilusiku sejenak.
12

Cep Alan Suhenda Devy Ku Gantungkan Impianku Padamu
Anjaniiii Anjaniiii.. tungguuu Suara itu terus mendekat, aku hentikan
langkah. Ku dengarkan baik - baik, sepertinya suara itu dari seseorang yang ku
damba. Ya, suara Bobi. Tapi tak mungkin dia datang kesini. Ku balikkan badan,
untuk memastikan siapa pemilik suara itu. Dan kau tahu, siapa sosok yang
terengah engah ku temukan di depanku? Benar. itu Bobi,
Bobi? Aku terkejut atas kedatangannya, antara percaya dan tidak ku amati wajah
itu baik -baik.
Iya benar anjani, ini aku. Kau pasti tidak percaya, aku tadi diberitahu Ibu kalau
kamu mau berangkat sekarang. Bergegaslah aku kesini, karena untuk kali ini aku
tak ingin kehilangan kesempatan lagi. Jawabnya sambil menatapku lalu
menunduk.
Anjani, aku mau memberikan kamu ini. Kotak ini sudah aku persiapkan dari
terkahir kita bertemu. Sebelum aku berangkat ke Bandung untuk pertama kalinya,
tapi saat itu mentalku belum cukup kuat untuk memberikan padamu. Dan hari ini
lah waktunya, kamu baca dan kamu simpan lah Anjani Ucap Bobi dengan wajah
tertunduk dan memberikan kotak persegi berwarna biru muda itu padaku.
Ku ambil kotak itu dengan perasaan yang tak menentukan. Bobi, terimakasih
untuk ini. Aku pergi dulu, pesawat yang aku tumpangi sudah mau berangkat.
Salam untuk ibu dan ayah mu Kata ku gemetar, saat gejolak perasaan itu meluas.
Ya, hati - hati kamu disana Anjani, ku titipkan doa untukmu Teriak Bobi saat
aku telah melangkah pergi. Sayap burung besi ini sudah mengapung di udara, bak
lukisan dan miniatur kehidupan jika diperhatikan negeri ku yang elok dari
13

Cep Alan Suhenda Devy Ku Gantungkan Impianku Padamu
ketinggian ini. Ada rindu, cinta dan pengharapan yang ku titipkan di sana. Okh,
tersadar aku, ada kotak yang hendak aku buka. Kulihat sebuah ketas dan mukena.
ku buka kertas yang digulung tersebut, surat, ya sebuah surat.
Untuk kamu yang hari ini dititipkan Tuhan di hatiku, Kau pernah pertanyakan
padaku bukan?, kenapa aku tak pernah punya kekasih? Kau juga pernah tanyakan
padaku apa yang membuatku semangat hadapi hidupku? Tapi aku menjawab
semua pertanyaan mu dengan ketidak pastian bukan? Baiklah, izinkan aku
menjawabnya saat ini. Itu karena mu, Anjani.
Kau lah yang membuat aku semangat, kau lah yang membuat aku tak ingin
mencari kekasih. Tapi selama ini aku tak pernah katakan itu semua bukan? Karena
aku hanya ingin mencintai mu dalam diam. Karena cintaku bukan di atas lisan
maka tak harus aku ucapkan. Cintaku bukan pula di mataku maka tak harus aku
menatapmu. Cintaku bukan pula pada jemariku maka tak perlu ku sentuh dirimu.
Aku mencintaimu dengan kebenaran. Aku mencintaimu dengan memuliakanmu
dan diriku. Aku mencintaimu dengan menjaga kehormatanmu dan kehormatan ku.
Aku tak peduli mereka berkata apa atas kebisuan cintaku.. Tapi aku tetap yakin
inilah yang terbaik.. Aku akan tetap rahasiakan rasa hatiku.. Benar, aku Mencintai
mu dalam Diam. Bukan membenci hadirmu, tetapi menjaga kesuciannya, bukan
untuk menghindari dunia, tetapi meraih SurgaNya.
Di balik cinta diamku terdapat bukti kesungguhanku. Di balik cinta diamku, aku
selalu menjanjikan kesetiaan. Dan sudah ku buktikan walau cinta belum ku
ucapkan.
Takdir rusuk-ku tak tau dengan siapa, namun setidaknya saat ini baru kamu yang
14

Cep Alan Suhenda Devy Ku Gantungkan Impianku Padamu
mampu meluluhkan, aku berharap kamulah sang Rusuk Idaman, dan Sejujurnya
aku selalu memintamu untuk mendampingi hidupku, hanya saja aku
melakukannya dalam doa-doaku.. Karena aku tidak mau gamang untuk
mengatakan semua, hanya takut mendahului takdir Tuhan yang Maha membolak
balikkan hati. Dan aku akan
Menunggu waktu yang tepat. Untukmu sebuah hati yang terangkai dalam untaian
doa. Andai dirimu yang Tuhan pilihkan untuk diriku Ingin kubisikkan padamu.
Sekarang kau raihlah impian dan gengamlah impianmu itu setinggi tingginya. Jika
ada torehan tinta Tuhan bersamamu. Biarlah aku menjemputmu dalam sebuah
ikatan pasti. Aku akan menjadi yang terbaik untukmu. Aku gantungkan impianku
bersamamu.
Wassalam,

Bobi
Tak terasa air mataku jatuh bertumpahan membaca sajak indah yang tertulis
disana. Dari seseorang yang aku cinta. Aku gantungkan juga impianku
bersamamu Bobi,. Ku tunggu kau menjemputku Ku tutup surat itu. Ku hanyut
dalam doa dan cinta yang ku serahkan akhirnya pada Sang Pencipta sambil
memeluk mukenah darinya.

*** Tamat ***

Anda mungkin juga menyukai