Anda di halaman 1dari 19

Implementasi UU Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik di Kantor

Imigrasi Kota Lhokseumawe


Contoh Proposal Penelitian

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Era reformasi negara Indonesia membawa begitu banyak perubahan pada system
pemerintahan saat ini. Masyarakat yang semakin kritis terhadap proses pemerintahan yang
berlangsung menjadi satu tantangan tersendiri bagi pemerintahah untuk memberikan hal yang
terbaik bagi kesejahteraan masyarakat. Pemerintah selama ini selalu berusaha dalam
mewujudkan suatu kebijakan yang komperehensif dalam menyelesaikan masalah masyarakat,
namun pada tahap implementasinya masih belum maksimal sehingga masyarakat yang pada
akhirnya di rugikan. Pada hakekatnya pemerintah adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia
tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta
menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyaraakat mengembangkan
kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama.
Dalam menjalankan fungsinya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat,
pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan dalam bentuk UU Nomor 25 tahun 2009 Tentang
Pelayanan Publik, kebijakan ini bertujuan memaksimalkan pelayanan pemerintah sehingga
menciptakan iklim pelayanan prima pada setiap instansi pemerintah.
Implementasi UU Nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik sampai saat ini
belum dilakukan dengan maksimal oleh pemerintah, seperti pada Kantor Imigrasi Kota
Lhokseumawe, pelayanan yang diberikan kepada masyarakat belum efektif dan efesien,
sehingga masyarakat yang ingin mendapat pelayanan pada instansi tersebut tidak sesuai
dengan yang diharapkan. Masyarakat harus membayar lebih dari harga yang telah di tetapkan
untuk mendapat pelayanan yang baik serta proses pelayanannya begitu lama dari waktu yang
telah ditetapkan.
Bedasarkan hasil pra penelitian yang dilakukan terhadap implementasi UU No 25
tahun 2009 tentang pelayanan public di kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe belum berjalan
dengan maksimal seperti keterangan pada media Serambi Pase 07 Oktober 2010 :
Koordinator MaTA, Alfian, mewakili kalangan aktivis mengatakan pihaknya selama ini
telah menerima beberapa keluhan warga terkait pembuatan paspor, terutama menyangkut
harga resmi paspor baik yang buat baru atau mengganti paspor yang hilang.
Sebagai contoh, sebutnya, apa yang dialami Supriadi, yang dua pekan lalu hendak mengurus
paspornya yang hilang. Meski berkasnya telah masuk ke Imigrasi, lanjut Alfian, namun
Supriadi belum membayar karena biaya paspor dibandrol Rp 1,4 juta. Karena tidak ada cukup
uang, hingga kini dia (Supriadi-red) belum juga mendapat paspor pengganti, jelas Afian.
Karenanya, ia berharap pihak Imigrasi menjelaskan harga resmi pembuatan paspor. Sehingga
masyarakat tak merasa dipungli oleh pihak-pihak yang tak bertanggungjawab saat membuat
paspor. Kepala Imigrasi Lhoksueawe, Achmad Fauzi, mengakui sejak dirinya bertugas di
kantor itu Lhokseumawe empat bulan lalu telah mulai membenahi berbagai sistem.
Menurutnya, untuk paspor baru harga resminya Rp 270 ribu dengan waktu pengurusan paling
lambat empat hari kerja. Sedangkan biaya pembuatan paspor pengganti karena hilang Rp 470
ribu dan waktunya tak bisa dipastikan karena berkas pemohonannya harus mendapat
persetujuan dari Kakanwil Kementerian Hukum dan HAM Aceh di Banda Aceh terlebih
dulu.1[1]
1.2. Perumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang permasalahan diatas, maka penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut :

1[1] Serambi Pase 07 Oktober 2010
1. Bagaimana proses implementasi UU No 25 tahun 2009 tentang pelayanan public di
Kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe.
2. Faktor-faktor apa yang menghambat Implementasi UU No 25 tahun 2009 tentang
pelayanan public di Kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe.
1.3. Fokus Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah penelitian, maka yang menjadi fokus kajian
penelitian ini sebagai berikut :
1. Implementasi UU No 25 tahun 2009 tentang pelayanan public di Kantor Imigrasi Kota
Lhokseumawe.
2. Faktor penghambat implementasi UU No 25 tahun 2009 tentang pelayanan public di Kantor
Imigrasi Kota Lhokseumawe.



1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan proses implementasi UU No 25 tahun 2009
tentang pelayanan public di Kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe.
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang timbul dalam proses implementasi UU
No 25 tahun 2009 tentang pelayanan public di Kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe.
3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak Imigrasi lhokseumawe
dalam memaksimalkan proses implementasi UU No 25 tahun 2009 tentang pelayanan
public di Kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a) Menjadi salah satu panduan dalam memaksimalkan proses implementasi UU No 25 tahun
2009 tentang pelayanan public.
b) Menjadi salah satu kontribusi akademis dalam mengembangkan konsep dan teori
pelayanan publik.
c) Diharapakan penelitian ini memberikan sumbangan pemikiran untuk dijadikan
penelitian yang akan datang.
2. Manfaat praktis
1) Bagi masyarakat
Penelitian ini memberikan dorongan moral dan membangkitkan
kesadaran akan hak dan kewajiban dan memberikan pengetahuan kepada masyarakat
bagaimana proses pelayanan yang seharusnya di peroleh dan mengajak untuk berpikir kritis
terhadap ketimpangan yang ada di lingkungan sekitar.
2) Bagi Instansi terkait
Penelitian memberikan pemahaman dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat sesuai dengan UU No 25 tahun 2009 tentang pelayanan public.
3) Bagi pemerintah
Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan informasi kepada
pemerintah untuk dapat bersikap lebih aktif dalam mengawasi proses implementasi UU No
25 tahun 2009 tentang pelayanan public di Kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe serta menjadi
bahan pertimbangan rekomendasi kepada pemerintah dalam mengevaluasi kebijakan UU No
25 tahun 2009 tentang pelayanan public.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Implementasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, implementasi adalah pelaksanaan,
penerapan: pertemuan kedua ini bermaksud mencari bentuk tentang hal yang disepakati dulu
(Tim Penyusun 2005:427). Sedangkan menurut Susilo (2007:174) implementasi merupakan
suatu penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga
memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan maupun nilai, dan
sikap.
Dalam Oxford Advance Learner Dictionary dikemukakan bahwa implementasi
adalah put something into effect (penerapan sesuatu yang memberikan efek atau dampak).
Miller& Seller (1985) mendefinisikan kata implementasi dengan tiga pendekatan, yaitu :
Pertama, implementasi didefinisikan sebagai kegiatan. Kedua, suatu usaha meningkatkan
proses interaksi antara pengembang guru dengan guru. Ketiga, implementasi merupakan
sesuatu yang terpisah dari komponen kurikulum.
Menurut Dr. Muklir.,S.Sos.,M.AP, implementasi pada hakikatnya merupakan Cara
agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa
impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan
(Udoji,1981,hal.32).

2.2 Pelayanan Publik
Selama ini umumnya masyarakat mengkonotasikan pelayanan yang diberikan
oleh aparatur pemerintah kepada publik atau masyarakat cenderung kurang bahkan tidak
berkualitas. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya pengaduan yang diajukan masyarakat
kepada oknum aparatur pemerintah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Layanan prima adalah layanan yang memberikan kepuasan pelanggan. Hal ini sesuai dengan
keputusan Mentri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) Nomor 81/2003,
yang didalamnya dijelaskan sendi-sendi pelayanan prima, yaitu :
1. Kesederhanaan.
2. Kejelasan dan Kepastian.
3. Keamanan.
4. Keterbukaan.
5. Efisien.
6. Ekonomis.
7. Keadilan.
8. Ketetapan waktu.
Pemerintah pada hakikatnya adalah pelayan masyarakat, ia tidaklah diadakan
untuk melayani dirinya sendiri, tapi juga untuk melayani masyarakat serta menciptakan
kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangka kemampuan dan
kreatifitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998: 139), karena birokrasi publik
berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan publik yang baik dan
professional. Dengan demikian pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan
(melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi
itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan
Sementara itu, kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu
perkembangan yang sangat dinamis, tingkat kehidupan yang semakin baik, merupakan
indikasi dan empowering yang dialami oleh masyarakat (Thoha, 1998 : 119). Hal ini
berarti masyarakat semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai
setiap warga Negara dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara.Dengan demikian
dapat diartikan bahwa pelayanan publik adalah sebagai pemberian pelayanan untuk keperluan
orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi sesuai dengan aturan
dan tata cara yang telah ditetapkan.
Disamping pengertian diatas, Lembaga Administrasi Negara (LAN)
Dalam Widodo (2001 : 271),disebutkan bahwa; Pelayanan publik diartikan sebagai segala
bentuk kegiatan pelayanan umumnya yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di
daerah, di lingkungan Badan Usaha Milik Negara, BUMN dalam bentuk barang dan atau jasa
baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan mayarakat maupun dalam pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undang.
2.2.1 Faktor Pendukung Pelayanan
Menurut moenir (1992 :123-127) dalam pelayanan terdapat
beberapa faktor pendukung yang penting, antara lain :
1. Faktor Kesadaran
Yaitu kesadaran para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam kegiatan pelayanan.
Kesadaran pegawai pada segala tingkatan terhadap tugas yang menjadi tanggung jawannya,
membawa dampak sangat positif terhadap organisasi. Ini akan menjadi sumber kesungguhan
dan disiplin dalam melaksanakan tugas, sehingga hasilnya dapat diharapkan memenuhi
standar yang telah ditetapkan.
2. Faktor Aturan
Yaitu aturan dalam organisasi yang menjadi landasan kerja pelayanan. Aturan ini mutlak
kebenarannya agar organisasi dan pekerjaan dapat berjalan teratur dan terarah. Oleh karena
itu, aturan ini harus dipahami oleh organisasi yang berkepentingan.
3. Faktor Organisasi
Yaitu merupakan alat serta sistem yang memungkinkan berjalannya mekanisme kegiatan
pelayanan dalam usaha pencapaian tujuan.



4. Faktor Pendapatan
Yaitu pendapatan pegawai yang berfungsi sebagai pendukung pelaksanaan pelayanan.
Pendapatan yang cukup akan memotivasi pegawai dalam melaksanakan pekerjaan yang baik.
5. Faktor Keterampilan Petugas
Yaitu kemampuan dan keterampilan petugas dalam melaksanakan pekerjaan. Dalam
manajerial, ada tiga kemampuan yang harus dimiliki yaitu kemampuan manajerial,
kemampuan teknis dan kemampuan membuat konsep.
6. Faktor Sarana
Yaitu sarana uang diperlukan dalam pelaksanaan tugas atau pekerjaan pelayanan. Sarana ini
meliputi peralatan, perlengkapan, alat bantu dan fasilitas lain yang melengkapi seperti
fasilitas komunikasi dan segala kemudahan lainnya.
2.2.2 Bentuk-Bentuk Pelayanan
Menurut Ratminto dan Atik (2005 : 25) menyatakan bahwa bentuk-
bentuk pelayanan adalah
a. Pelayanan Fungsional
Pola pelayanan publik diberikan oleh penyelenggara pelayanan, sesuai dengan tugas, fungsi
dan kewenangannya.

b. Terpusat
Pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan berdasarkan
pelimpahan wewenang dari penyelenggara pelayanan terkait.
c. Terpadu
Pola penyelenggara pelayanan publik terpadu dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Terpadu satu atap
Pola pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan Dallam satu tempat yang tidak mempunyai
keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu.
2. Terpadu satu pintu
Pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggrakan pada suatu tempat yang meliputi berbagai
jenis pelayananyang memilki keterkaitan proses dan dilayani melalaui satu pintu.
d. Gugus Tugas
Petugas pelayanan publik secara pereorangan atau dalam bentuk gugus tugas ditempatkan
pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan tertentu.
2.3 Undang-Undang Pelayanan Publik
Undang-Undang Pelayanan Publik (secara resmi bernama Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik) adalah undang-undang yang mengatur tentang
prinsip-prinsip pemerintahan yang baik yang merupakan efektifitas fungsi-fungsi
pemerintahan itu sendiri. perlayanan publik yang dilakukan oleh pemerintahan atau koporasi
yang efektif dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan
kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan
lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam, memperdalam kepercayaan pada
pemerintahan dan administrasi publik.
Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi
hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, membangun kepercayaan
masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik
merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga
negara dan penduduk tentang peningkatan pelayanan publik, sebagai upaya untuk
mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta terwujudnya
tanggung jawab negara dan korporasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan
norma hukum yang memberi pengaturan secara jelas, sebagai upaya untuk meningkatkan
kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum
pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga
negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan
publik.2[2]
2.3.1 Pengertian
Dalam Undang-Undang Pelayanan Publik terdapat pengertian3[3] Pelayanan publik
merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas
barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik, penyelenggara pelayanan publik atau penyelenggara merupakan setiap institusi
penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-
undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata
untuk kegiatan pelayanan publik.
Atasan satuan kerja Penyelenggara merupakan pimpinan satuan kerja yang membawahi
secara langsung satu atau lebih satuan kerja yang melaksanakan pelayanan publik, Organisasi
penyelenggara pelayanan publik atau Organisasi Penyelenggara merupakan satuan kerja

2[2] Pertimbangan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik
3[3] Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
penyelenggara pelayanan publik yang berada di lingkungan institusi penyelenggara negara,
korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan
pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan
pelayanan publik.
Pelaksana pelayanan publik atau pelaksana merupakan pejabat, pegawai, petugas, dan setiap
orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan
atau serangkaian tindakan pelayanan publik, masyarakat merupakan seluruh pihak, baik
warga negara maupun penduduk sebagai orang-perseorangan, kelompok, maupun badan
hukum yang berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik secara langsung
maupun tidak langsung, standar pelayanan merupakan tolak ukur yang dipergunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai
kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang
berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur, maklumat pelayanan merupakan
pernyataan tertulis yang berisi keseluruhan rincian kewajiban dan janji yang terdapat dalam
standar pelayanan.
Sistem informasi pelayanan publik atau sistem informasi merupakan rangkaian kegiatan
yang meliputi penyimpanan dan pengelolaan informasi serta mekanisme penyampaian
informasi dari penyelenggara kepada masyarakat dan sebaliknya dalam bentuk lisan, tulisan
Latin, tulisan dalam huruf Braile, bahasa gambar, dan/atau bahasa lokal,
serta disajikan secara manual ataupun elektronik, mediasi merupakan penyelesaian sengketa
pelayanan publik antarpara pihak melalui bantuan, baik oleh ombudsman sendiri maupun
melalui mediator yang dibentuk oleh ombudsman, ajudikasi merupakan proses penyelesaian
sengketa pelayanan publik antarpara pihak yang diputus oleh ombudsman, menteri
merupakan menteri dimana kementerian berada yang bertanggung jawab pada bidang
pendayagunaan aparatur Negara. Ombudsman merupakan sebuah lembaga negara yang
mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, baik yang
diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang
diselenggarakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan hukum
milik negara serta badan swasta, maupun perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan
pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah
2.3.2 Asas dan tujuan
Undang-Undang ini berasaskan4[4] pada kepentingan umum, adanya kepastian hukum,
adanya kesamaan hak, adanya keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan,
partisipatif, persamaan dalam perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas,
fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu dan kecepatan,
kemudahan dan keterjangkauan dan bertujuan5[5] agar batasan dan hubungan yang jelas
tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan publik, menjalankan sistem penyelenggaraan pelayanan publik
yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik dalam
penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam mendapatkan
penyelenggaraan pelayanan publik.
2.3.3 Pembina dan penanggung jawab
Pembina dalam penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh pimpinan lembaga negara,
pimpinan kementerian, pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian, pimpinan lembaga
komisi negara atau yang sejenis, dan pimpinan lembaga lainnya terhadap pimpinan lembaga
negara dan pimpinan lembaga komisi negara atau yang sejenis yang dibentuk berdasarkan

4[4] Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
5[5] Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
undang-undang, gubernur pada tingkat provinsi melaporkan hasil perkembangan kinerja
pelayanan publik masing-masing kepada dewan perwakilan rakyat daerah provinsi dan
menteri dan bupati pada tingkat kabupaten beserta walikota pada tingkat kota wajib
melaporkan hasil perkembangan kinerja pelayanan publik masing-masing kepada dewan
perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota dan gubernur dan penanggung jawab6[6]
mempunyai tugas untuk mengoordinasikan kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik
sesuai dengan standar pelayanan pada setiap satuan kerja, melakukan evaluasi
penyelenggaraan pelayanan publik dan melaporkan kepada pembina pelaksanaan
penyelenggaraan pelayanan publik di seluruh satuan kerja unit pelayanan publik.
Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara bertugas
merumuskan kebijakan nasional tentang pelayanan publik, memfasilitasi lembaga terkait
untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi antar penyelenggara yang tidak dapat
diselesaikan dengan mekanisme yang ada, melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja
penyelenggaraan pelayanan publik dengan mengumumkan kebijakan nasional tentang
pelayanan publik atas hasil pemantauan dan evaluasi kinerja, serta hasil koordinasi, membuat
peringkat kinerja penyelenggara secara berkala; dan dapat memberikan penghargaan kepada
penyelenggara7[7]

dan penyelenggara dan seluruh bagian organisasi penyelenggara
bertanggung jawab atas ketidakmampuan, pelanggaran, dan kegagalan penyelenggaraan
pelayanan.8[8]
2.3.4 Ruang Lingkup
Dalam perundangan-undangan pelayanan publik ini meliputi pelayanan barang publik dan
jasa publik serta pelayanan administratif yaitu pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha,

6[6] Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
7[7] Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
8[8] Pasal 8(3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial,
energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata.9[9]
Pelayanan publik ini mengatur pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh
instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan
dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah yang dilakukan oleh
suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari
kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan dan pembiayaannya tidak
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan
belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya
bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi
ketersediaannya menjadi misi negara.10[10]
Pelayanan atas jasa publik merupakan penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah yang
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara
dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, suatu badan usaha yang modal
pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan
daerah yang dipisahkan dan pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal
pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan
daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara.11[11] Skala kegiatan
pelayanan publik didasarkan pada ukuran besaran biaya tertentu yang digunakan dan jaringan

9[9] Pasal 5 (1) dan (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik
10[10] Pasal 3 (a), (b) dan (c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik
11[11] Pasal 4 (a), (b) dan (c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik
yang dimiliki dalam kegiatan pelayanan publik untuk dikategorikan sebagai penyelenggara
pelayanan publik yaitu tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan
diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan perlindungan
pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda termasuk tindakan administratif
oleh instansi nonpemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan
perundang-undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan penerima
pelayanan.12[12]




2.3.5 Organisasi
Organisasi Penyelenggara berkewajiban menyelenggarakan pelayanan publik sesuai dengan
tujuan13[13] pembentukan meliputi pelaksanaan pelayanan, pengelolaan pengaduan
masyarakat, pengelolaan informasi, pengawasan internal, penyuluhan kepada masyarakat dan
pelayanan konsultasi.14[14]





12[12] Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 (a) dan (b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik
13[13] Pasal 8(1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik
14[14] Pasal 8(2)a, b, c, d dan f Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik








BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang tidak
mengadakan perhitungan. Menurut Lexy J. Moleong (2005 ; 4), penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian, misalnya : perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain. Dilakukan dengan
cara holistic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks
yang khusus yang alamiah dan dengan memamfaatkan berbagai metode ilmiah.
Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007:3) mengemukakan bahwa
metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.15[15]
3.2 Lokasi

15[15] Prof. Dr. Lexy J. Moleong, M.A, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Cet. XXI; Jl. Ibu Inggit
Garnasih No. 40, Bandung, 2005), h. 4

Penelitian ini berlokasi pada kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe, pemilihan lokasi ini
didasari pada pertimbangan pelayanan publik yang diberikan belum maksimal. Alasan lain
kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe dipilih sebagai tempat penelitian karena disamping Kota
Lhokseumawe tersebut mudah dijangkau oleh peneliti, objek penelitian juga terletak di Kota
tersebut.
Informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi serta latar belakang penelitian. Dalam penelitian
ini yang menjadi informan adalah kepala imigrasi Kota Lhokseumawe.
3.3. Sumber Data
Data adalah catatan atas kumpulan fakta. Data merupakan bentuk jamak dari datum,
berasal dari bahasa Latin yang berarti sesuatu yang diberikan. Dalam keilmuan (ilmiah),
fakta dikumpulkan untuk menjadi data. Data kemudian diolah sehingga dapat diutarakan
secara jelas dan tepat sehingga dapat dimengerti oleh orang lain yang tidak langsung
mengalaminya sendiri, hal ini dinamakan deskripsi.
(a) Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama. Sumber data utama
ini dicatat melalui catatan tertulis yang dilakukan melalui wawancara terhadap pihak-pihak
yang terkait dengan masalah yang diteliti, baik informan maupun responden.
(b) Data sekunder
Data sekunder mencakup dokomen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang
berwujud laporan dan sebagainya. Dalam hal ini yang menjadi data sekunder yaitu buku-
buku yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, dokumen-dokumen yang berisi
informasi penting.


(c) Data tersier
Data tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap data primer
maupun data sekunder seperti kamus hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
ensiklopedia dan lain-lain.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Sehubungan dengan pendekatan penelitian diatas, teknik
pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field
research), dilakukan dengan cara mengunjungi langsung ke objek penelitian yaitu Kantor
Imigrasi Kota Lhokseumawe. Penelitian ini dilakukan melalui serangkaian kegiatan seperti:
a. Observasi, yaitu melakukan pengamatan secara langsung pada objek penelitian terhadap
aktivitas yang ada di Kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe.
b. Wawancara, yaitu melakukan tanya-jawab dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan
masalah penelitian yaitu birokrat dan masyarakat yang mendapat pelayanan pada kantor
Imigrasi Kota Lhokseumawe
3.5 Teknik Menganalisis Data
Menurut Patton, 1980 (dalam Lexy J. Moleong 2002: 103) menjelaskan bahwa
analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikanya ke dalam suatu pola,
kategori, dan satuan uraian dasar. Sedangkan menurut Taylor, (1975: 79) mendefinisikan
analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan
merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan dan sebagai usaha untuk memberikan
bantuan dan tema pada hipotesis.16[16]
Berdasarkan definisi yang dijelaskan oleh para ahli ahli, proses analisis data
yang dilakukan dalam penelitian ini yakni :

16[16] http://ardhana12.wordpress.com/2008/02/08/teknik-analisis-data-dalam-penelitian
a. Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara,
pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi
dan sebagainya.
b. Reduksi Data yang dilakukan dengan jalan melakukan abstraksi. Abstraksi merupakan usaha
untuk membuat rangkuman inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga
sehingga tetap berada didalamnya.
c. Menyusun data satuan-satuan. Satuan-satuan ini kemudian dikategorisasikan pada langkah
berikutnya. Kategori-kategori itu dibuat sambil melakukan koding.
d. Pemeriksaan keabsahan data. Tahap ini adalah tahap akhir dari analisis data. Setelah selesai
tahap ini, mulailah kini tahap penafsiran datadalam mengolah hasil sementara menjadi teori
substantif yang sesuai dengan metode penelitian ini.17[17]








17[17] Prof. Dr. Lexy J. Moleong, M.A, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Cet. XXI; Jl. Ibu Inggit
Garnasih No. 40, Bandung, 2005), h. 247

Anda mungkin juga menyukai