Anda di halaman 1dari 12

Landasan Hukum Mengenai Anak Jalanan

Terdapat beberapa peraturan pemerintah terkait dengan upaya penanganan anak jalanan
ataupun pemulihan keberfungsian hak-hak anak yaitu:
Anak-anak dilindungi oleh Konvensi Hak Anak (KHA),dimana KHA merupakan yang
mengikat secara yuridis dan politis diantara berbagai negara yang mengatur hak-hak yang
berhubungan dengan anak.Indonesia adalah negara yang meratifikasi KHA yang dinyatakan
dalam Keppres No.36/ 1990 tertanggal 25 Agustus 1990. Terdapat empat prinsip yang
terkandung dalam KHA, yaitu : Non diskriminasi, yang terbaik bagi anak, kelangsungan hidup
dan perkembangan anak, dan penghargaan terhadap pendapatan anak. Selain itu terdapat
peraturan hukum lainnya yang mengatur permasalahan anak jalanan, yaitu sebagai berikut:
1. Undang-undang Dasar tahun 1945, setiap anak berhak atas kelangsungan hidup Tumbuh dan
berkembang,serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (pasal 28 B ayat 2)
2. Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tengang Kesejahteraan Anak
3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990 Tentang Pengesahan Convention
On The Rights Of The Child (Konvensi Tentang Hak-Hak Anak)
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional
Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak.
7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional
Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan Dan Anak.
C. Faktor Meningkatnya Anak Jalanan di Kota Besar
Jumlah anak jalanan di kota besar yang semakin meningkat, merupakan masalah serius
yang harus ditanganani oleh pihak pemerintah. Banyak faktor yang menyebabkan
meningkatnya jumlah anak jalanan di kota besar. Hasil penelitian Hening Budiyawati, dkk.
(dalam Odi Shalahudin, 2000 : 11) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan anak
pergi ke jalanan berdasarkan alasan dan penuturan mereka yaitu sebagai berikut :
1. Kemiskinan
Sebagian besar masyarakat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Padahal
kemiskinan merupakan salah satu faktor penyebab meningkatnya jumlah anak jalanan di kota
besar. Karena hidup dalam kemiskinan, anak-anak yang seharusnya mengenyam pendidikan di
bangku sekolah terpaksa putus sekolah.Orang tua mereka tidak sanggup untuk memenuhi
kebutuhan makan sehari-hari apalagi untuk membiayai anaknya bersekolah.Anak-anaknya
terpaksa turun ke jalanan, untuk membantu orang tuanya. Mereka berprofesi sebagai pengamen,
penjual koran, pemulung, pengemis, maupun pencopet.

2. Keluarga yang tidak harmonis
Keluarga adalah media sosialisasi primer atau yang utama. Peran keluarga sangatlah penting
bagi pola pikir dan perilaku anak. Keluarga yang harmonis menghasilkan anak dengan
kepribadian yang baik Sebaliknya dengan keluarga yang tidak harmonis, tentu saja akan
menghasilkan anak yang tidak baik. Anak yang sudah tidak nyaman untuk tinggal di rumahnya
sendiri, akan nekat kabur dari rumah. Karena mereka di luar sana tidak mempunyai tujuan yang
jelas, mau tidak mau ia berprofesi sebagai anak jalanan untuk menyambung hidupnya.

3. Pengaruh teman
Selain di rumah, kita juga bersosialisasi dengan teman sekitar kita, di sekolah maupun luar
sekolah.Teman mempunyai andil yang besar terhadap kepribadian kita.Jika kita berteman dengan
orang yang senang mabuk-mabukan, mengkonsumsi narkotika, dengan mudah kita bisa
terpengaruh untuk melakukan hal tersebut. Jika sudah ketagihan, maka merekaakan
menghalalkan segala cara untuk mendaptkan barang haram tersebut, salah satunya dengan
mencuri di tempat wisata atau keramaian kota yang penuh sesak dengan orang.

4. Keinginan untuk memiliki uang sendiri
Di dunia ini tak ada orang yang tidak membutuhkan uang.Uang merupakan alat pembayaran
sah untuk membeli sesuatu.Orang bekerja demi mencari uang, dan uang itu mereka gunakan
untuk membeli kebutuhan hidupnya maupun keluargnya.Faktor inilah yang menyebabkan
banyak anak yang tertarik untuk mempunyai uang sendiri. Mereka tidak mau merepotkan orang
tuanya maupun orang lain untuk mendapatkan sesuatu hal yang diinginkannya. Tanpa dibekali
dengan keahlian khusus, mereka nekat untuk bekerja di jalanan yang panas dan rawan bagi
dirinya.

5. Modernisasi, industrialisasi, migrasi, dan urbanisasi
Hal-hal semacam inilah juga dapat menyebakan anak anak turun ke jalanan. Seperti adanya
kegiatan urbanisasi yang dilakukan orang-orang desa yang pergi ke kota. Mereka menganggap
kalau hidup di kota itu mudah untuk mendapatkan pekerjaan dan akan hidup dengan banyaknya
fasilitas. Namun tanpa dibekali dengan keahlian khusus, hanya membuat mereka tersisih di kota
yang mewah dan megah. Karena uang yang ia bawa kurang, atau habis, membuat mereka harus
hidup di bawah kolong jembatan. Untuk menyambung hidupnya, mereka bekerja seadanya di
jalanan yang panas dan berdebu.

6. Orang tua mengkaryakan anaknya sebagai sumber ekonomi keluarga.
Maksud dari pernyataan di atas adalah orang tua yang seharusnya sebagai tulang punggung
keluarga dan sekaligus contoh bagi anaknya, malah berlaku semena-mena terhadap anaknya.
Mereka tidak disuruh untuk bersekolah, melainkan disuruh orang tuanya untuk bekerja di
jalanan . Orang tua mereka beranggapan kalau bersekolah itu tidak penting dan tidak akan
menghasilkan uang. Hal semacam inilah yang menyebakan adanya anak jalanan di kota besar.
7. Keinginan untuk bebas
Hidup bebas merupakan hal yang diinginkan oleh banyak anak remaja. Mereka tidak mau
dikekang dan hidup dalam aturan yang berlebihan oleh orang tuanya. Anak yang tidak mau
hidupnya dikekang, maka mereka akan mencari cara agar bisa keluar dari rumah. Prinsip yang
tidak baik inilah, yang dapat menyebkan mereka hidup di jalanan, hidup dengan kebebasan tanpa
kekangan dari siapapun.

8. Peran lembaga sosial kemasyarakatan belum maksimal yang berperan dalam partisipasi
masyarakat untuk menangani masalah anak jalanan.
Peran lembaga kemasyarkatan juga ikut andil demi kesejahteraan anak-anak jalanan. Jika
lembaga sosial bisa lebih maksimal dan lebih serius dalam menangani masalah anak jalanan,
tentu saja bisa memperkecil jumlah anak jalanan yang ada. Untuk menopang kesejahteraan hidup
mereka, bisa dilakukan dengan memberikan bantuan secara langsung maupun pendidikan dan
keahlian bagi anak jalanan. Namun pada kenyataannya, masih banyak anak miskin atau jalanan
yang tidak mendapatkan hak yang sama dengan anak-anak lainnya.

D. Dampak Meningkatnya Anak Jalanan di Kota Besar
Ada beberapa dampak negatif yang diakibatkan oleh maraknya anak jalanan,. Diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Menjamurnya benih-benih premanisme
Anak jalanan yang ada di kota-kota besar menimbulkan dampak negatif di lingkungan
sekitarnya, misalnya saja menjamurnya benih-benih premanisme. Hal ini bisa terjadi karena
mereka mencukupi kebutuhannya dengan cara menganacam, menakut-menakuti orang yang
lewat dan meminta uang secara paksa.
2. Terganggunya kenyaman pemakai jalan raya
Jika kita berada di kota-kota besar, kita sering melihat banyak anak jalanan di pinggir jalan.
Misalnya saja pada saaat lampu merah, banyak anak jalanan yang mendatangi pemakai jalan raya
untuk menawarkan barang dagangannya, ada yang mengamen, dan mengemis. Hal ini tentu saja
mengganggu kenyamanan pemakai jalan raya.
3. Mengganggu keindahan dan ketertiban kota
Keindahan dan ketertiban kota tentu saja didukung oleh banyak hal. Jika banyak anak jalanan
yang tinggal di kota menyebabkan keindahan dan ketertiban di kota berkurang. Hal ini bisa
terjadi, karena banyak anak jalanan yang hidup di kolong jembatan, pinggiran rel kereta api, atau
lingkungan yang kumuh untuk berlindung dari panas dan hujan.
4. Terbengkalainya pendidikan anak-anak tersebut
Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita. Tanpa adanya ilmu, tentu
kita tidak akan bisa menjalani kerasnya hidup ini. Bagi anak yang berusia 6-15 tahun, sebenarnya
berhak untuk mengenyam pendidikan. Namun tidak bagi anak jalanan, karena faktor ekonomi
keluarga, mereka putus sekolah dan turun ke jalanan untuk bekerja agar bisa bertahan hidup.
5. Mengundang pola urbanisasi yang tinggi, serta mendorong tindakan- tindakan kriminal di jalan
raya.
Urbanisasi merupakan perpindahan penduduk dari desa ke kota. Banyak penduduk desa yang
berbondong-bondong ke kota untuk mencari pekerjaan. Mereka berpikir mencari pekerjaaan di
kota itu mudah. Namun pada kenyatannya, tanpa dibekali keterampilan dan keahlian khusus,
mereka akan sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Dampak dari adanya anak jalanan yaitu pola
urbanisasi yang tinggi Hal ini bisa terjadi karena anak jalanan yang pulang ke kampung asli
mengiming-imingi penduduk desa kalau hidup di kota itu enak.
6. Masa depan bangsa dipertanyakan
Anak bangsa merupakan generasi muda penerus bangsa untuk menjadikan bangsa ke arah
yang lebih baik. Untuk bisa menjadikan bangsa yang berkualitas, damai, makmur, sejahtera
diperlukan penduduk yang berkualitas juga. Namun ironisnya, banyak anak bangsa yang
seharusnya mengenyam pendidikan malah berprofesi menjadi anak jalanan. Jika jumlah anak
jalanan terus bertambah, maka masa depan bangsa ini perlu dipertanyakan.
Didalam kegiatannya, peredaran anak jalan itu tidak berdiri sendiri, melainkan ada suatu
lembaga ilegal yang terus mendorong anak jalanan agar terus tumbuh dan berkembang demi
keuntungan pribadi semata.Dimana mereka diajarkan bagaimana meminta-minta, mereka harus
memberikan uang setoran kepada BOS. Selain itu, tingkat pendidikan yang minim membuat
mind set mereka dapat di setting sedemikian rupa oleh orang-orang yang tidak bertanggung
jawab. Dengan beragam iming-iming, mereka perlahan dikeluarkan dari ajaran agamanya. Yang
menjadi sasaran, kebanyakan adalah anak-anak usia sekolah dasar. Biasanya anak-anak itu
diiming-imingi makanan, uang, janji kehidupan yang lebih baik, janji disekolahkan dan lain lain.
Dari lika-liku kehidupan anak jalanan, dapat disimpulkan bahwa masalah krisis ekonomi
dapat memicu masyarakat menjadi kehilangan arah dan tidak terkendali, seperti maraknya anak
jalanan.Dimana pekerjaan sebagai anak jalanan menjadi pekerjaan yang wajar karena bagi
mereka kehidupan dijalan raya menjadi lahan yang subur untuk mendapatkan uang.Mereka
menganggap bahwa dengan merengek, memelas dan mengamen dijalan raya dapat membuat
mereka mendapatkan uang dengan mudah.Dukungan dari orang tua membuat mereka tetap
bertahan dengan keadaan seperti ini.Para anak jalanan pun sepertinya bahagia saja menjalani
kehidupan tersebut.
E. Upaya Mengatasi Anak Jalanan di Kota Besar
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi anak jalanan antara lain :
1. Program Perlindungan Anak
Penyediaan dan atau pemberian pelayanan-pelayanan sosial dasar bagi anak, utamanya yang
berasal dari keluarga miskin sehingga hak-hak mereka dapat terpenuhi.

2. Program Rumah Singgah
Program Rumah Singgah kepada anak-anak jalanan merupakan pemberian kesempatan anak
untuk memenuhi kebutuhannya dalam hal belajar dan bermain sehingga bisa tumbuh dan
berkembang secara optimal dan selaras fisik maupun psikis
3. Program Pelatihan dan Pemberian Bantuan Modal Usaha bagi Anak Jalanan
Program ini bertujuan untuk memberi latihan dasar keterampilan bagi anak jalanan dengan
tujuan agar anak mampu melakukan usaha ekonomis produktif, misalnya home industri.
4. Pemberian Layanan Pendidikan Gratis
Program ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu membebaskan biaya sekolah bagi anak
jalanan di sekolah-sekolah formal yang ditunjuk dan memberikan layanan pendidikan model
seperti Perpustakaan Keliling di mana guru yang mendatangi tempat-tempat yang biasanya
digunakan anak-anak jalanan untuk berkumpul serta memberikan materi pelajaran di tempat
tersebut
5. Optimalisasi program GNOTA (Gerakan Nasional orang tua asuh)
GNOTA (Gerakan Nasional orang tua asuh) yang berdiri pada tanggal 29 Mei 1996 yang
berfungsi untuk meningkatkan kualitas anak sebagai aset penerus bangsa disamping
meminimalkan kemiskinan secara komprehensif dan menyeluruh, juga memiliki misi
mengembangkan dan meningkatkan kesadaran serta tanggung jawab masyarakat terhadap masa
depan anak bangsa.peranan GN-OTA ini dalam Prokesra MPMK dapat dibagi menjadi dua.
Pertama adalah menuntaskan keluarga pra-sejahtera dan keluarga sejahtera ,sedangkan yang
kedua adalah pemberdayaan keluarga masa depan. Untuk memaksimalkan fungsinya diperlukan
kerja keras untuk menyelamatkan generasi penerus bangsa dari ancaman putus sekolah. Dana
Boss Bantuan untuk biaya operasional anak anak dari keluarga tidak mampu meliputi
pengadaan buku- buku paket dan bantuan pembiayaan pendidikan yang manfaatnya adalah untuk
mengurangi biaya pendidikan yang dikeluarkan siswa, Upaya lain yang dilakukan dalam
mencegah berkembangnya masalah maupun untuk mengatasi masalah anak putus sekolah
tersebut adalah untuk mengembalikan mereka ke sekolah. Program pemerintah yang dapat
memperkecil resiko tersebut yang telah dilaksanakan adalah Bantuan tunai melalui program
PKH agar para keluarga miskin mau kembali menyekolahkan anak- anaknya.
6. Upaya penanganan masalah kemiskinan
Dapat dilakukan dengan cara penyediaan fasilitas umum dan sosial kepada masyarakat kurang
mampu, program penyelamatan, program penciptaan lapangan kerja, program pemberdayaan,
jaminan sosial dan program beasiswa bagi siswa yang berasal dari keluarga yang tidak mampu.
BAB III
PENUTUP


A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian atau penjelasan dari makalah ini maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Penyebab meningkatnya jumlah anak jalanan di kota besar adalah kemiskinan, keluarga yang
tidak harmonis, pengaruh teman, keinginan untuk memliki uang sendiri, modernisasi, migrasi,
dan urbanisasi, dan keinginan untuk hidup secara bebas.
2. Dampak meningkatnya jumlah anak jalanan di kota besar adalah Menjamurnya benih-benih
premanisme, terganggunya kenyamanan pemakai jalan raya, mengganggu keindahan dan
ketertiban kota, terbengkalainya pendidikan anak-anak tersebut, mengundang pola urbanisasi
yang tinggi serta mendorong tindakan-tindakan kriminal di jalan raya.
3. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi meningkatnya jumlah anak jalanan di kota besar
adalah program perlindungan anak, program rumah singgah, program pelatihan dan bantuan
modal usaha bagi anak jalanan,
pemberian pendidikan gratis, dan program GNOTA.




B. SARAN

1. Hendaknya Dinas Sosial di masing-masing kota besar lebih memperhatikan kehidupan anak
jalanan dengan cara mendirikan panti-panti untuk menampung anak jalanan.
2. Hendaknya LSM memberikan sebuah keterampilan atau keahlian kepada anak jalanan.
3. Hendaknya pemerintah pusat (provinsi) memberikan pendidikan gratis bagi anak jalanan atau
anak-anak yang tidak mampu.
4. Hendaknya pihak mahasiswa memberikan penyuluhan di desa-desa bahwa pendidikan itu
penting daripada hidup menjadi anak jalanan.



DAFTAR PUSTAKA

Ertanto, 2009. Anak Jalanan dan Subkultur: Sebuah Pemikiran Awal. Diperoleh pada 30 Oktober 2012
dari http://www.kunci.or.id
Freeman, R. E., (1984). Strategic Management: A Stakeholder Approach, , Boston: Pitman Publishing
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990 Tentang Pengesahan Convention On
The Rights Of The Child (Konvensi Tentang Hak-Hak Anak)
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional
Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional
Penghapusan Perdagangan (Traficking) Perempuan Dan Anak.
Pusat data dan Informasi Kesejahteraan Sosial (2007), Panduan Pendataan Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS)
Sirait, 2006, dalam Ranesi, 2006, Anak Jalanan.diperoleh pada 25 Oktober 2012, dari
http://www.anjal.ranesi.or.id
Undang-undang Nomor 4 tahun 1979, tentang Kesejahteraan Anak
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosia







LAMPIRAN

A. Daftar Pertanyaan dari Audience
Berikut ini adalah daftar-daftar pertanyaan dari beberapa audience saat kami mempresentasikan
makalah kami, :

1. Mengapa faktor Industrialisasi bisa mempengaruhi meningkatnya anak jalanan dikota
besar?jelaskan dan berikan contohnya!
2. Saya kurang setuju jika program pelatihan dan pemberian bantuan modal usaha bagi anak
jalanan dimasukkan ke dalam upaya mengatasi,karena tadi disebutkan bahwa anak jalanan
adalah anak yang berusia antara 6-18 tahun,bukankah mereka lebih memerlukan pendidikan
daripada bantuan modal?
3. Bagaimana solusi untuk mengatasi tidak sampainya bantuan GNOTA dari luar daerah ke daerah
yang dituju?
4. Bagaimana upaya pemerintah agar anak-anak jalanan selalu bersikap positif?
5. Apakah pemerintah bisa menjadi faktor meningkatnya anak jalanan di kota-kota besar?
6. Kenapa kemiskinan anda masukkan ke faktor penyebab,karena sekarang ini sudah banyak
bantuan dari pemerintah untuk warga miskin?

B. Jawaban
Berikut adalah jawaban dari hasil diskusi kelompok kami terhadap pertanyaan dari para audience

1. Faktor industrialisasi menyebabkan makin menjamurnya pabrik-pabrik yang ada di Indonesia.
Faktor inilah menyebabkan penduduk yang ada di desa pindah ke kota untuk mencari pekerjaan.
Banyak dari mereka yang melamar pekerjaan di pabrik atau sebuah perusahaan. Namun karena
mereka tidak mempunyai keterampilan dan keahlian khusus, menyebabkan mereka tidak
diterima dalam perusahaan tersebut. Pada akhirnya mereka hanya menjadi pengangguran dan
hidup tidak layak di jalanan.
2. Karena menurut kelompok kami bukan hanya pendidikan akademis yang harus dikembangkan,
tetapi juga dari pendidikan non akademis karena di zaman sekarang ini banyak orang yang
sukses dengan bakat dan potensi yang dimilikinya. Dan di dalam dunia pekerjaan yang di
tanyakan pertama kali adalah pengalaman ataupun potensi, jadi cukuplah jelas alasannya
mengapa kelompok kami memasukan pelatihan khusus dan pemberian modal terhadap anak
jalanan. Hal ini dilakukan dengan tujuan kelak anak-anak jalanan dapat memperoleh atau bisa
dengan mudah mendapatkan pekerjaan yang layak ataupun dengan membuat usaha sendiri.
3. Solusinya yaitu dengan selalu mengawasi para pihak-pihak yang ikut serta dalam progam
GNOTA dan memberikan sanksi yang tegas kepada para oknum-oknum yang terbukti bersalah
dalam pengoptimalisasian program GNOTA tersebut.
4. Upaya pemerintah agar anak-anak jalanan selalu bersikap positif yaitu dengan memasukkan
anak-anak jalanan tersebut ke dinas-dinas sosial ataupun ke panti-panti asuhan. Disitulah para
anak jalanan akan di didik menjadi seorang yang berguna bagi lingkungannya dan orang lain dan
juga akan di berikan pelatihan-pelatihan khusus agar anak-anak tersebut mampu mengadapi
perkembangan-perkembangan IPTEK di zaman globalisasi ini.
5. Karena seperti yang kita ketahui bahwa memang benar pemerintah memberikan bantuan kepada
rakyat yang kurang mampu, tetapi bantuan tersebut kurang terealisasikan dengan baik. Hal ini
disebabkan oleh para oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang menikmati dana
bantuan dari pemerintah untuk kepentingan pribadi yang sering kita sebut denagn korupsi.
Dengan alasan seperti inilah mengapa kemiskinan kita masukkan ke dalam faktor penyebab
meningkatnya anak jalanan di kota besar.










Larangan Eksploitasi Anak
Anak-anak, yang dalam rumusan KHA adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun, telah
menjadi objek bagi orang dewasa. Di Indonesia, mereka telah dieksploitasi untuk kepentingan
ekonomi, seksual dan harga diri. Kemiskinan, selama ini dijadikan alasan kuat mengapa
anak-anak jalanan tersebut akhirnya secara sadar atau tidak dieksploitir oleh sekelompok orang
atau lembaga. Selain itu, kehidupan rumah tangga orang tua yang tidak harmonis juga memicu
anak-anak untuk mencari sesuatu sebagai tempat bergantung dalam proses pelarian mereka.
Banyak anak-anak jalanan dijadikan komoditas seks tanpa menghiraukan dampak luas yang akan
ditimbulkannya. Inilah yang disebut sebagai eksploitasi seksual komersial terhadap anak. Sebuah
konsep yang digunakan untuk merujuk pada penggunaan seksualitas anak oleh orang dewasa
dengan mempertukarkannya dengan imbalan, baik berupa uang tunai atau in natura. Imbalan
dapat diterimakan langsung kepada anak ataupun kepada orang lain yang mendapatkan
keuntungan komersial dari seksualitas anak.
Ada 3 bentuk eksploitasi seksual komersial terhadap anak jalanan. Yakni:
(1) pelacuran anak,
(2) perdagangan anak untuk tujuan seksual, dan
(3) pornografi anak.
Eksploitasi seksual komersial dibedakan dengan eksploitasi seksual nonkomersial, yang biasa
disebut dengan berbagai istilah seperti pencabulan terhadap anak, perkosaan dan kekerasan
seksual, dll. Dalam eksploitasi seksual komersial, eksploitasi seksualitas anak sekaligus
dibarengi dengan eksploitasi ekonomi.
KHA dalam pasal 34 (a)-nya telah memberikan harapan baru bagi perlindungan anak-anak
korban eksploiatsi seksual ini. Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa, Negara peserta berupaya
melindungi anak-anak dari segala bentuk eksploitasi dan kekerasan seksual. Untuk tujuan ini,
negara peserta pada khususnya akan mengambil semua langkah di tingkat nasionalk, bilateral
dan multilateral untuk mencegah:
a. Penjerumusan atau pemaksaan anak untuk terlibat dalam setiap kegiatan seksual yang
terlarang;
b. Penggunaan eksploitatif anak dalam melaksanakan pekerjaan di jalanan;
c. Penggunaan eksploitatif anak dalam penunjukan dan bahan-bahan pornografis.
Eksploitasi anak dengan sengaja membiarkan anak-anak untuk bekerja di jalanan untuk tujuan
ekonomi adalah satu bentuk eksploitasi yang saat ini mewabah dalam lalu lintas hubungan
manusia di Indonesia. Banyak kasus yang terjadi, selain kasus anak jermal yang disebutkan di
atas, ditemukan juga berbagai aktifitas perdagangan atau proses memindahkan anak dari satu
tempat ke tempat lain untuk tujuan komersial yakni, menjadi buruh anak di perkebunan,
pembantu rumah tangga dan menjadi peminta-minta di banyak persimpangan jalan (lampu
merah). Kegiatan ini sangat berbahaya sekali bagi pertumbuhan dan keselamatan anak itu
sendiri, tatkala sejak awal, diluar batas kesadarannya,anak-anak digiring dalam dunia kerja yang
belum sanggup di pikul. Anak-anak, selanjutnya akan terbiasa dengan uang, mulai
mengkonsumsi rokok (bagi anak laki-laki), terlibat dalam hubungan seksual yang menyimpang,
dan pada satu titik tertencu cenderung untuk melakukan kejahatan.
Anak-anak yang bekerja di jalanan juga sangat rentan dengan kecelakaan dan kekerasan. Banyak
sekali kasus sejumlah anak-anak yang harus mati dalam usia muda.
Anak-anak yang dieksploitasi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab untuk tujuan
ekonomis jelas akan kehilangan waktu belajar, bermain dan berfantasi, yang sebenarnya menjadi
milik mereka. Waktu luang mereka telah dirampas pada usia yang sangat dini. Orientasi hidup
mereka telah dibentuk sejak kecil untuk mengartikan hubungan kemanusian sebatas hubungan
kontrak antara pihak yang membutuhkan dan diri mereka sendiri. Tangan-tangan kecil mereka
telah dibiasakan untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan yang selayaknya dilakukan oleh orang
dewasa.
Pasal 32 KHA telah memberi beban kepada negara untuk melindungi anak-anak ini dengan
menyebutkan: negara-negara peserta mengakui hak anak untuk dilindungi terhadap eksploitasi
ekonomi dan terhadap pelaksanaan setiap pekerjaan yang mungkin berbhahaya atau mengganggu
pendidikan, atau merugikan kesehatan anak atau perkembangan fisik, mental, spritual , moral
atau sosial anak.
Satu contoh eksploitasi yang selama ini juga tidak banyak diungkit ke permukaan adalah
perlakuan kekerasan yang dialami oleh anak-anak yang diduga telah melakukan kejahatan (anak
yang berkonflik dengan hukum). Para pelaku cilik kejahatan ini acap kali mengalami eksploitasi
dalam bentuk penyiksaan, perlakuan ataupun hukuman yang tidak setimpal (perampasan
kebebsan/kemerdekaan secara semena-mena) oleh para polisi, jaksa, hakim dan pihak-pihak
yang bertanggungjawab dalam lembaga pemasyarakatan. Anak-anak yang berkonflik dengan
hukum ini, diperlakukan secara berbeda dengan pelaku kejahatan yang dewasa. Namun dalam
prakteknya, anak-anak ini tidak mendapatkan hal tersebut. Di tingkat kepolisian mereka
disatukan dengan tersangka tindak pidana dewasa lainnya. Di tingkat kejaksaaan, sering ditahan
untuk waktu yang melebihi dari batas waktu. Dan di dalam proses peradilan selalu menerima
vonis penjara dari hakim, seolah-olah hanya itulah ancaman hukuman yang tersedia bagi mereka.
Padahal pilihan hukuman penjara dalam KHA dan aturan hukum internasional lainnya haruslah
menjadi pilihan terakhir bagi hakim dalam menjatuhkan hukuman kepada mereka. Masih ada
pilihan lain, seperti dikembalikan kepada orang tua, mendapatkan pengasuhan dari satu lembaga
sosial yang ditunjuk negara atau menjadi anak negara.
Hambatan-hambatan yang terjadi dalam penerapan perlindungan hukum terhadap anak karena
tidak ada kerjasama antara pihak-pihak dari instansi terkait, yaitu Pemerintah Daerah, Dinas
Sosial, Dinas Pendidikan, Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama dalam hal pembinaan,
pemeliharaan dan perlindungan hak-hak anak, ditambah Iagi ketidakpedulian masyarakat sebagai
orang tua asuh, dan kurangnya pengetahuan orang tua terhadap pendidikan dan kebutuhan hak-
hak anak. Kemudian Pemerintah Daerah pun tidak melakukan sosialisasi Undang-Undang
Perlindungan Anak di kalangan aparat penegak hukum dan masyarakat luas, dan kurangnya
kesadaran pihak eksekutif dan legislatif tentang masalah anak terlantar dan anak jalanan. Sebab-
sebab terjadinya hambatan karena tidak ada peraturan dari pemerintah propinsi dan pemerintah
kabupaten/kota yang khusus mengatur tentang perlindungan anak terlantar dan anak jalanan
dalam peraturan daerah.
Peran Pemerintah dalam mewujudkan peraturan dan undang-undang perlindungan anak, baru
pada tahap memberikan bantuan dana untuk anak-anak terlantar di panti asuhan, sedangkan
untuk anak jalanan baru dibuat rumah singgah dan ditambah biaya-biaya buku bacaan sekolah
bagi anak yang tidak mampu dengan cara mendatangi ke sekolah-sekolah. Disarankan kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota supaya membuat secara khusus peraturan daerah mengenai
anak terlantar dan anak jalanan. Pemerintah kabupaten/kota bersama masyarakat diharapkan
dapat membangun panti asuhan dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga anak-anak
yang dilatih ketrampilan di panti tersebut, kelak dapat merubah taraf hidupnya ke arah yang lebih
baik. Kemudian &sarankan juga kepada orang tua atau wali supaya dapat melakukan hadhanah
(mengasuh anak) dengan penuh tanggung jawab supaya perhatian, kasih sayang dapat terbentuk
dalam jiwa anak, sehingga anak tidak terlantar dan tidak turun ke jalan, serta dapat terpenuhi
hak-hak anak secara seimbang.

Anda mungkin juga menyukai