Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI

DI INDONESIA TAHUN 2012














OLEH :



FABERLIUS HULU
11.6648@stis.ac.id











Sekolah Tinggi Ilmu Statistik
Jakarta




BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latarbelakang
Menurut BPS, Inflasi merupakan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dimana
barang dan jasa tersebut merupakan kebutuhan pokok masyarakat atau turunnya daya jual mata
uang suatu negara. Perkembangannya yang terus meningkat memberikan hambatan pada
pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih baik. Banyak kajian membahas mengenai inflasi, tidak
hanya cakupan regional, nasional namun juga internasional. Inflasi cenderung terjadi pada negara-
negara berkembang seperti halnya Indonesia dengan struktur perekonomian yang bercorak agraris.
Kegagalan atau guncangan dalam negeri akan menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik dan
berakhir dengan inflasi pada perekonomian. Inflasi merupakan salah satu peristiwa moneter yang
sangat penting dan dijumpai di hampir semua negara di dunia. Secara sederhana inflasi diartikan
sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau
dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan
kenaikan harga) pada barang lainnya.(Bank Indonesia). Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah
harus dengan persentase yang sama. Bahkan mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak
bersamaan. Yang penting kenaikan harga umum barang secara terus menerus selama suatu periode
tertentu. Kenaikan harga barang yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang
cukup besar, bukanlah merupakan inflasi (Nopirin, 1987).
Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi produksi serta produk
nasional. Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang
diuntungkan dengan adanya inflasi. Inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola
pembagian pendapatan dan kekayaan masyarakat. Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-
faktor produksi. Dengan adanya inflasi permintaan akan barang tertentu mengalami kenaikan yang
lebih besar dari barang lain yang kemudian mendorong terjadinya kenaikan produksi. Alasannya
dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah sehingga
keuntungan pengusaha naik (Nopirin, 1987). Seperti pengangguran, inflasi juga merupakan
masalah yang selalu dihadapi setiap perekonomian. Tingkat inflasi yaitu persentasi kenaikan
harga-harga dalam suatu tahun tertentu, biasanya digunakan sebagai ukuran untuk menunjukkan
sampai dimana buruknya masalah ekonomi yang dihadapi. Inflasi merupakan penyakit ekonomi
yang tidak bisa diabaikan, karena dapat menimbulkan dampak yang sangat luas. Oleh karena itu,
inflasi sering menjadi target pemerintah. Inflasi yang tinggi begitu penting untuk diperhatikan
mengingat dampaknya bagi perekonomian yang bisa menimbulkan ketidakstabilan, pertumbuhan
ekonomi yang lambat dan pengangguran yang senantiasa meningkat. Oleh karena itu, upaya
mengendalikan begitu penting untuk dilakukan.
Krisis ekonomi juga menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi negara disertai
dengan peningkatan inflasi. Perlu kita ketahui bersama, munculnya inflasi tahun 1997 di Indonesia
menyebabkan turunnya pertumbuhan ekonomi dan peningkatan inflasi secara signifikan. Imbas
dari pada krisis ekonomi 1997 paling dirasakan dampaknya pada tahun 1998, dimana
pertumbuhan ekonomi mencapai kontraksi dengan pertumbuhan minus 13,3%, hyperinflasi juga
terjadi di Indonesia dengan tingkat inflasi 77, 63%. Selanjutnya pada tahun 1999, laju inflasi sudah
dapat dikendalikan seiring dengan membaiknya kondisi moneter di Indonesia menjadi sebesar
2,01%. Memasuki tahun 2000 stabilitas moneter cukup terkendali dengan tingkat inflasi sebesar
9,35% dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,8%. Dalam perkembangannya setiap tahun inflasi
terus berfluktuasi hingga mencapai angka tertinggi sebesar 17,11% pada tahun 2005 dan tingkat
pertumbuhan ekonomi 5,1%. Inflasi dalam perkembanganya menunjukkan angka yang meningkat
mencapai di atas 11% pada akhir 2008 dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil di angka sekitar
5,3%. Inflasi sempat menurun hingga kisaran 2-3% pada 2009, tetapi kemudian meningkat lagi
pada level 6,96% di akhir tahun 2010. Melanjutkan perkembangan di akhir tahun 2010, selama
triwulan I 2011 inflasi masih berada di level yang tinggi, mendekati 7%, yang antara lain dipicu
oleh tingginya inflasi volatile food dan inflasi inti. Laju inflasi Indonesia sepanjang tahun 2011
tercatat sebesar 3,79 persen dimana perekonomian tumbuh sebesar 6,5%. Untuk tahun 2012,
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat inflasi di Desember 2012 mencapai 0,54%. Inflasi
ini jauh lebih tinggi dari inflasi November 2012 yang mencapai 0,07%. Secara tahunan alias year
on year inflasi Desember 2012 mencapai 4,3%, sementara inflasi tahun berjalan alias year to date
(Januari-Desember 2012) mencapai 4,3%. Inflasi ini relatif rendah dari proyeksi pemerintah yang
mencapai 5,3%. Inflasi tertinggi terjadi di Jayapura 2,57 % dan Manokwari 1,89%. Sementara
inflasi terendah terjadi di Kendari 0,02%. Menurut Suryamin, komposisi inflasi lebih banyak
karena bahan makanan. Beras memberikan dorongan kepada inflasi sebesar 0,3%, ikan segar
0,22%, emas perhiasan 0,2%, rokok kretek filter 0,19%, daging sapi 0,17%, gula pasir 0,15%, tarif
sewa ruma 0,15%, bawang putih 0,14%, dan tarif kontrak rumah 0,13%.


1.2 Tujuan

Dari latarbelakang masalah yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa
permasalahan utama adalah adanya laju inflasi yang relatif tinggi di Indonesia terlebih selama dan
setelah terjadinya krisis moneter, dengan berbagai faktor yang mempengaruhi fluktuasi pembentuk
inflasi. Pembahasan dalam penelitian mini ini lebih difokuskan pada faktor faktor yang
mempengaruhi inflasi yang terdiri dari variabel-variabel : jumlah uang beredar (M2), tingkat suku
bunga Bank Indonesia (BI Rate), nilai ekspor dan nilai impor. Selanjutnya yang menjadi
pertanyaan di dalam penelitian mini ini adalah bagaimana pengaruh perubahan jumlah uang
beredar (M2), tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI Rate), nilai ekspor dan nilai impor terhadap
tingkat inflasi di Indonesia khususnya untuk periode 2012. Sesuai dengan permasalahan yang
dihadapi diatas, maka penelitian mini ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Menganalisis pengaruh jumlah uang beredar (M2) terhadap inflasi.
2. Menganalisis pengaruh tingkat suku bunga Bank Indonesia terhadap inflasi.
3. Menganalisis pengaruh nilai ekspor terhadap inflasi.
4. Menganalisis pengaruh nilai impor terhadap inflasi.

1.3 Metode Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian mini ini adalah data sekunder yang diperoleh dari
Badan Pusat Statistik (BPS). Adapun data yang digunakan adalah :
1. Data inflasi di Indonesia tahun 2012. Data inflasi yang digunakan adalah data laju inflasi
dalam periode bulananan (dari bulan januari sampai bulan desember 2012) yang
dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik
2. Data jumlah uang beredar (M2) di Indonesia tahun 2012. Data yang digunakan adalah data
jumlah uang beredar (M2) dari bulan januari 2012 sampai bulan desember 2012 yang
dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
3. Data tingkat suku bunga Bank Indonesia tahun 2012. Data yang digunakan adalah data
tingkat suku bunga Bank Indonesia dari bulan januari 2012 sampai bulan desember 2012
yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
4. Data nilai ekspor Indonesia tahun 2012. Data yang digunakan adalah data ekspor menurut
bulan dari bulan januari 2012 sampai bulan desember 2012 yang dikeluarkan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS).
5. Data nilai impor Indonesia tahun 2012. Data yang digunakan adalah data impor menurut
bulan dari bulan januari 2012 sampai bulan desember 2012 yang dikeluarkan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS).

Uji signifikansi merupakan prosedur yang digunakan untuk menguji kebenaran
atau kesalahan dari hasil hipotesis nol (Ho) dari sampel. Ide dasar yang melatar belakangi
pengujian signifikansi adalah uji statistik (estimator) dari distribusi sampel dari suatu
statistik di bawah hipotesis nol. Keputusan untuk mengolah H0 dibuat berdasarkan nilai uji
statistik yang diperoleh dari data yang ada (Gujarati, 1995)
Pada prakteknya, beberapa masalah sering muncul pada saat analisis regresi digunakan
untuk mengestimasi suatu model dengan sejumlah data. Maka sebelum melakukan
interpretasi terhadap hasil regresi dari model yang digunakan, terlebih dulu dilakukan
pengujian terhadap asumsi-asumsi klasik model OLS, sehingga model tersebut layak
digunakan. Ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi, pada prinsipnya model regresi linear
yang dibangun sebaiknya tidak boleh menyimpang dari asumsi BLUE (Best, Linear,
Unbiased, dan Estimator) dalam pengertian lain model yang dibuat harus lolos dari
penyimpangan asumsi adanya serial autokorelasi, normalitas, heteroskedastisitas, linearitas
dan multikolinearitas. Terjadinya penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut diatas
akan menyebabkan uji statistik (uji t-stat dan f-stat) yang dilakukan menjadi tidak valid dan
secara statistik akan mengacaukan kesimpulan yang diperoleh.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Uji Asumsi Klasik

Dalam penelitian mini ini, peneliti menggunakan uji asumsi klasik yang terdiri dari :
Uji Normalitas, Uji Heteroskedastisitas, Uji Multikolinieritas, Uji Autokolerasi, Uji Linearitas.

2.1.1 Uji Normalitas
1) Ho : data berdistribusi normal
H
1
: data tidak berdistribusi normal
2) = 0,05
3) Statistik Uji
Untuk menguji kenormalan suatu data, dalam penelitian ini menggunakan Uji Jarque-
Bera
Wilayah Kritik(RR) = {p-value < }
4) Perhitungan statistik uji

Berdasarkan dari hasil tabel perhitungan uji Jarque_Bera dengan menggunakan eviews,
diperoleh p-value = 0.798237
5) Keputusan : Terima Ho, karena p-value >
6) Kesimpulan : Dengan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa data tersebut
berdistribusi normal.

2.1.2 Uji Heteroskedastisitas
Untuk Uji Heteroskedastisitas, peneliti menggunakan Uji White.
1) Ho : data tidak mengandung gejala heteroskedastisitas
H
1
: data mengandung gejala heteroskedastisitas
2) = 0.05
3) Statistik Uji
Wilayah Kritik (RR) = {F < }
0
1
2
3
4
-0.4 -0.3 -0.2 -0.1 -0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
Series: Residuals
Sample 2012M01 2012M12
Observations 12
Mean -2.96e-16
Median 0.001452
Maximum 0.484519
Minimum -0.361775
Std. Dev. 0.233362
Skewness 0.460997
Kurtosis 2.773450
Jarque-Bera 0.450698
Probability 0.798237
4) Perhitungan statistik uji

Berdasarkan dari hasil perhitungan eviews diatas, diperoleh nilai F-statistic = 0.331130
5) Keputusan : maka tolak Ho, karena nilai F > 0.05
6) Kesimpulan : Dengan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa data
mengandung gejala heteroskedastisitas.

2.1.3 Uji Multikolinieritas
Untuk uji Multikolinieritas, peneliti menggunakan uji
1) Ho : data tidak mengandung gejala multikolinieritas
H
1
: data mengandung gejala multikolinieritas
2) = 0.05
3) Statistik Uji
Wilayah Kritik(RR) = { jika korelasi antar variabel bebas/independent yang > 0.8 }
4) Perhitungan statistik uji

Berdasarkan dari hasil tabel korelasi diatas dengan menggunakan eviews, tidak ada
yang korelasi antar variabel bebasnya yang > 0.8
5) Keputusan : Terima Ho, karena tidak ada korelasi antar variabel bebasnya yang > 0.8
6) Kesimpulan : Dengan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa data tidak
mengandung gejala multikolinieritas. Atau dapat dikatan bahwa asumsi non
multikolinieritas terpenuhi.

2.1.4 Uji Autokolerasi
1) Ho : tidak terdapatnya autokorelasi pada data
H
1
: terdapatnya autokorelasi pada data
2) = 0.05
3) Statistik Uji
Tabel DW terdiri atas 2 nilai, yaitu batas bawah (dL) dan batas atas (dU). Nilai-nilai ini
dapat digunakan sebagai pembanding uji DW, dengan aturan sebagai berikut :
Jika statistik DW bernilai 2 maka akan bernilai 0 yang berarti tidak ada
autokorelasi.
Jika statistik DW bernilai 0 maka akan bernila1 yang berarti ada autokorelasi
positif.
Jika statistik DW bernilai 4 maka akan bernilai -1 yang berarti ada autokorelasi
negatif.
(keterangan diatas, diambil dari Buku Analisis Ekonomi dan Keuangan oleh Nachrowi
Djalal Nachrowi, Hardius Usman Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. 2006 Hal. 191)
4) Perhitungan statistik uji

Dengan demikian, jika nilai statistik DW mendekati angka 2, maka kita dapat menduga
bahwa residual tidak mempunyai autokorelasi.

5) Keputusan : Terima Ho, karena nilai statistik DW mendekati angka 2, maka kita dapat
menduga bahwa residual tidak mempunyai autokorelasi.
6) Kesimpulan : Dengan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapatnya autokorelasi pada data.

2.1.5 Uji Linearitas
1) Ho : data tidak memenuhi asumsi linearitas
H
1
: data memenuhi asumsi linearitas
2) = 0.05
3) Statistik Uji
Wilayah Kritik(RR) = { F-statistik > nilai signifikansi (Prob. F(1,6)) }
4) Perhitungan statistik uji

Berdasarkan dari data diatas diperoleh F-statistik = 1.364872 sedangkan untuk nilai
signifikansinya = 0.2870
5) Keputusan : Tolak Ho, karena F-statistik > 0.2870
6) Kesimpulan : Dengan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa data
memenuhi asumsi linearitas



2.2 Hasil Estimasi

Dari hasil pengolahan data dalam penelitian mini dengan model multiple regression
(Regresi linear berganda), maka diperoleh hasil estimasi sebagai berikut :


Pada persamaaan ini terdapat nilai konstanta sebesar -0,94, yang mana dapat diartikan
bahwa apabila semua variabel independen dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan,
maka tingkat inflasi yang terjadi adalah sebesar -0,94.
Nilai variabel jumlah uang beredar (M2) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
variabel Y sebesar

. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah uang beredar di


masyarakat sebesar satu (1) rupiah akan menurunkan inflasi sebesar

apabila variabel
independen yang lainnya yaitu Impor, Ekspor dan BI Rate dianggap konstan. Namun peningkatan
Jumlah uang beredar yang berpengaruh negatif terhadap inflasi tidak sesuai dengan teori. Hal ini
karena jumlah uang beredar dalam arti luas yang terdiri atas uang beredar, uang giral, dan uang
kuasi. Diduga persentase uang kuasi yang terdiri atas deposito berjangka, tabungan, dan rekening
valas milik swasta domestik cukup besar. Uang kuasi dalam hal ini merupakan nilai yang tidak
liquid. Sehingga walaupun nilainya tinggi namun tidak cukup untuk mempengaruhi peningkatan
inflasi yang ada dalam perekonomian.
Nilai variabel impor berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel Y sebesar

. Hal ini berarti bahwa peningkatan jumlah impor akan mempengaruhi peningkatan
inflasi apabila variabel independen lainnya dianggap konstan.
Nilai variabel ekspor berpengaruh negatif dan signifikan terhadap variabel Y sebesar

. Hal ini berarti bahwa peningkatan jumlah impor akan menurunkan inflasi sebesar

apabila variabel independen lainnya yaitu : Impor, Jumlah uang beredar (M2) dan BI
Rate dianggap konstan.
Nilai variabel tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap variabel Y sebesar . Hal ini berarti bahwa peningkatan suku bunga Bank
Indonesia akan mempengaruhi peningkatan inflasi sebesar apabila variabel independen
lainnya yaitu : Impor, Ekspor dan Jumlah uang beredar (M2) dianggap konstan.



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahsan yang telah dilakukan maka dapat diambil
kesimpulan,sebagai berikut :
1. Variabel jumlah uang beredar (M2) memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap
inflasi dengan nilai koefisien sebesar

, artinya apabila variabel independen


lainnya konstan, maka setiap kenaikan jumlah uang beredar (M2) sebesar satu (1) rupiah
akan menurunkan inflasi sebesar

.
2. Variabel impor memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap inflasi dengan nilai
koefisien sebesar

, artinya apabila variabel independen lainnya konstan, maka


setiap kenaikan jumlah impor sebesar satu (1) rupiah akan menaikkan inflasi sebesar

.
3. Variabel ekspor memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap inflasi dengan nilai
koefisien sebesar

, artinya apabila variabel independen lainnya konstan, maka


setiap kenaikan jumlah ekspor sebesar satu (1) rupiah akan menurunkan inflasi sebesar


4. Variabel tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) memiliki hubungan positif dan
signifikan terhadap inflasi dengan nilai koefisien sebesar yang artinya apabila variabel
independen lainnya konstan, maka setiap kenaikan tingkat kurs sebesar satu (1) rupiah akan
menaikkan inflasi sebesar .


3.2 Saran

Dari hasil penelitian mini ini, berikut hal yang dapat diajukan sebagai saran, dimana
peneliti mengajukan saran kepada 2 (dua) pihak, yakni :
1. Bagi Pemerintah
Diharapkan agar pemerintah dapat lebih mengendalikan laju inflasi berdasarkan faktor-
faktor yang telah dibahas dalam penelitian mini ini yaitu : jumlah uang beredar (M2), suku
bunga Bank Indonesia (BI Rate), Ekspor dan Impor. Serta merumuskan kebijakan yang lebih
berpihak pada masyarakat.

2. Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat dapat mengetahui mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat inflasi di Indonesia dan hubungan antar variabelnya sehingga diharapkan tingkat
inflasi dapat terkendali karena adanya peran dari masyarakat dalam mengendalikan inflasi
dengan menjaga stabilitas variabel-variabel pendukung.




DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik(BPS). Website : www.bps.go.id. Jakarta : BPS

Bank Indonesia. Website : www.bi.go.id Jakarta : Bank Indonesia

Gujarati, DN. 1995. Basic Econometrics. 3th Ed. McGraw-Hill.

Nachrowi Djalal Nachrowi, Hardius Usman. 2006. Analisis Ekonomi dan Keuangan , Jakarta :
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai