Anda di halaman 1dari 40

BAHAN AJAR POKOK-POKOK KEBIJAKAN PENGELOLAAN BMN

A. LATAR BELAKANG PERLUNYA PENGELOLAAN BMN


Ketentuan umum Pengelolaan Kekayaan Negara bersumber pada
Undang-Undang Dasar 1945 Bab XIV yaitu pasal 33 (Hal Perekonomian Nasional
dan Kesejahteraan Sosial) ayat (3) yang mengamanatkan bahwa Bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dan Ayat (5)
menjelaskan tentang ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur
dalam Undang-Undang.
Hakekat Pengelolaan Barang Milik Negara merupakan salah satu unsur
penting penyelenggaraan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) untuk mencapai cita-cita dan tujuan berbangsa dan
bernegara sehingga menimbulkan hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai
dengan uang. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, dalam Bab VIII Pasal
23C disebutkan bahwa hal mengenai Keuangan Negara diatur dengan undang-
undang. Oleh karena itu, pengelolaan Barang Milik Negara sebagai lingkup
dari Pengertian Keuangan Negara perlu dilakukan dengan mendasarkan pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menjamin tercapainya cita-cita
dan tujuan dimaksud. Acuan dasar dalam pengelolaan Barang Milik Negara
adalah Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara dan
Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, sedangkan
kekuasaan atas pengelolaan keuangan Negara sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Bab II Pasal 6 ayat (1) Instansi
pengelolanya adalah Presiden yang didelegasikan kepada Menteri Keuangan
dan instansi pengguna adalah kementerian negara/lembaga.
Dalam Undang-Undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
sebagaimana tercantum dalam BAB I Pasal 1 Ayat (1) Ketentuan Umum yang
dimaksud dengan Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara
yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang
maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Kemudian dalam Pasal 2
menyatakan bahwa Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 1 meliputi (huruf g): Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola
sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-
hak lain yang dapat dinilai dengan uang termasuk kekayaan yang dipisahkan
pada perusahaan Negara/perusahaan daerah.
Sebagai kelanjutan dari Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17
Tahun 2003 serta dalam rangka pengelolaan dan pertanggungjawaban
keuangan Negara, maka diperlukan kaidah-kaidah hukum administrasi keuangan
Negara yang mengatur perbendaharaan Negara sebagai bagian dari paket
reformasi kebijakan keuangan Negara dan pengelolaan barang milik Negara.
Terkait Pengelolaan Barang Milik Negara sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang No 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara khususnya
Bab VII tentang Pengelolaan Barang Milik Negara dan Bab VIII tentang
Larangan Penyitaan Uang dan Barang Milik Negara dan/Atau yang dikuasai Negara
sebagaimana tercantum dalam pasal 42 s/d pasal 50. Dilanjutkan dengan Peraturan
Presiden Nomor 6 Tahun 2006 dan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2008 yang
telah diganti dengan PP 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan BMN/D.
Penyelenggaraan pemerintahan negara dan pemerintahan daerah yang
efektif dan efisien sangat membutuhkan tersedianya sarana dan prasarana yang
memadai yang terkelola dengan baik dan efisien, sejalan dengan ketentuan yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
bahwa Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang Keuangan
Negara bertindak sebagai Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik
Indonesia yang berwenang dan bertanggungjawab atas pengelolaan aset dan
kewajiban negara secara nasional.

Sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 48 ayat (2) dan Pasal 49 ayat (6)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara maka
dibentuklah PP. PP tentang pengelolaan BMN. PP ini disusun dalam rangka
menjamin terlaksananya tertib administrasi dan tertib pengelolaan barang milik
negara/daerah diperlukan adanya kesamaan persepsi dan langkah secara integral
dan menyeluruh dari unsur-unsur yang terkait dalam pengelolaan barang milik
negara/daerah.
Lahirlah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D). Kemudian PP tersebut dilakuan
perubahan dengan PP Nomor 38 Tahun 2008. Selanjutnya seiring dengan
pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang semakin berkembang dan kompleks
perlu dikelola secara optimal maka pada Tahun 2014 PP tersebut telah diganti
dengan PP Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan BMN/D.
Dengan lahirnya PP Pengelolaan BMN/D Nomor 27 Tahun 2014 ini diharapkan
dapat lebih menyempurnakan regulasi terkait pengelolaan BMN. Harapan
selanjutnya pengelolaan BMN/D semakin tertib baik dalam hal
pengadministrasiannya maupun pengelolaannya, sehingga dimasa mendatang
dapat lebih efektif dan efisien.
Ruang lingkup Barang Milik Negara/Daerah dalam Peraturan Pemerintah
17 Tahun 2014 mengacu pada pengertian Barang Milik Negara/Daerah
berdasarkan rumusan dalam Pasal 1 angka 10 dan angka 11 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pengaturan mengenai
lingkup Barang Milik Negara/Daerah dalam Peraturan Pemerintah ini dibatasi
pada pengertian Barang Milik Negara/Daerah yang bersifat berwujud, namun
sepanjang belum diatur lain, Peraturan Pemerintah ini juga melingkupi Barang
Milik Negara/Daerah yang bersifat tak berwujud sebagai kelompok Barang Milik
Negara/Daerah selain tanah dan/atau bangunan.

B. DASAR HUKUM DAN PENGERTIAN BMN

Beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum
pengelolaan BMN, antara lain:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah
2. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan, yang mengatur tentang kebijakan akuntansi Barang Milik Negara
yang merupakan bagian dari kebijakan penatausahaan BMN;
3. PMK 226/PMK.06/2011 Tentang Perencanaan Kebutuhan BMN
4. PMK 96/PMK.06/2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan,
Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtanganan BMN
5. PMK 248/PMK.06/20011 Tentang Standar Barang dan Standar Kebutuhan BMN
Berupa Tanah dan/atau Bangunan
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.06/2011 tentang Tata cara
Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Tidak Digunakan Untuk
Menyelenggarakan Tugas dan Fungsi Kementerian/Lembaga, di mana peraturan
ini merupakan bagian dari tugas penatausahaan bagi Pengelola Barang terhadap
BMN yang idle.
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan
BMN, yang merupakan aturan pokok dalam penatausahaan BMN.
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.06/2014 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Pemanfaatan BMN
9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.06/2014 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penghapusan BMN
10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.06/2014 tentang Penyusunan
BMN berupa Aset Tetap pada Entitas Pemerintah Pusat, perubahan atas
PMK1/PMK.06/2013
11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.06/2012 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian BMN
12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.06/2009 tentang Tata
Penilaian BMN
13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan
dan Kodefikasi Barang Milik Negara, yang merupakan aturan yang dibutuhkan
dalam pembukuan BMN.
14. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.06/2012 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Sewa Barang Milik Negara.
15. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 53/KMK.06/2012 tentang Penerapan
Penyusutan Barang Milik Negara Berupa Aset Tetap Pada Pemerintah Pusat
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
4/KMK.06/2013
16. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat yang telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 233/PMK.05/2011, yang mengatur antara
lain, akuntansi terhadap BMN di mana akuntansi BMN merupakan bagian dari
penatausahaan BMN;
17. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun
Standar, yang mengatur akun-akun yang digunakan dalam pelaporan BMN yang
ada dalam buku besar aset. Peraturan ini telah diubah melalui beberapa
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
18. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.05/2011 tentang Pedoman
Akuntansi dan Pelaporan Aset Berupa Barang Milik Negara Yang Berasal Dari
Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS), yang mengatur tentang pembukuan dan
pelaporan BMN yang berasal KKKS.


C. PENGERTIAN BARANG MILIK NEGARA DAN PENGERTIAN LAINNYA YANG
BERHUBUNGAN DENGAN PENGELOLAAN BMN DAN LINGKUP BMN

1. Pengertian BMN
Dalam konteks pengelolaan keuangan negara, pengertian BMN tidak secara
eksplisit tertuang didalam UU Keuangan Negara. Namun hanya termaktub dalam
pengertian dan lingkup Keuangan Negara. Secara eksplisit Undang-undang Nomor
1 tahun 2004 telah mendefinisikan barang milik negara (BMN) sebagai semua
barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN, atau berasal dari
perolehan lainnya yang sah. BMN yang diperoleh dari dana dekonsentrasi
dan tugas pembantuan juga termasuk dalam pengertian tersebut.
Selanjutnya berdasarkan PP 27 Tahun 2014, pengertian dari BMN yaitu adalah
semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Pengertian ini
sama persis dengan pengertian BMN menurut UU Nomor 1 Tahun 2004.
Dalam UU Nomor 1 tahun 2004 tidak dijabarkan terkait perolehan lainnya
yang sah. Penjelasan atas perolehan lainnya yang sah terdapat pada
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014. Perolehan lainnya yang sah
adalah meliputi:
1. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis
2. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak
3. barang yang diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; atau
4. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap.

Berikut diberikan sedikit penjelasan tentang BMN yang berasal dari perolehan lain
yang sah tesebut.
Berdasarkan penjelasan PP 27 Tahun 2014 pasal 104 menyatakanbahwa
yang dimaksud dengan kekayaan negara tertentu yang berasal dari perolehan
lain yang sah antara lain aset bekas milik asing/cina, aset yang berasal dari
kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, mineral dan batubara, dan panas bumi,
barang tegahan kepabeanan dan cukai, barang yang berasal dari benda
berharga asal muatan kapal yang tenggelam, barang yang diperoleh/dirampas
berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, barang
gratifikasi yang diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, barang eks
Bank Dalam Likuidasi, Bank Beku Operasi dan Bank Beku Kegiatan Usaha, dan
barang Hibah dalam rangka penanggulangan bencana.

BMN yang diperoleh dari hibah/sumbangan/sejenisnya
Pendapatan hibah yang diperoleh secara langsung oleh satker maupun
secara tidak langsung yaitu melalui Menteri Keuangan dalam bentuk barang maka
barang tersebut dicatat sebagai Barang Milik Negara. Pendapatan Hibah Langsung
menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/PMK.05/2011 tentang
Mekanisme Pengelolaan Hibah dan PMK Nomor 230/PMK.05/2011 tentang Sistem
Akuntansi Hibah, adalah hibah yang diterima langsung oleh kementerian
negara/lembaga (K/L), dan/atau pencairan dananya dilaksanakan tidak melalui
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang pengesahannya dilakukan
oleh Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara.

BMN yang diperoleh sebagai pelaksanaan perjanjian/kontrak
Pemerintah, dalam memenuhi kebutuhan barang untuk pelaksanaan tugas dan
fungsi pemerintahan dapat dilakukan dengan cara kerjasama dengan pihak swasta.
Mengingat adanya keterbatasan dana, dimana tidak semua barang yang harus
disediakan oleh pemerintahan mampu dibiayai dengan anggaran. Seperti kebutuhan
akan gedung kantor, jalan, bandara dan barang lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut dilakukan kerjasama dengan pihak swasta, antara lain dengan mekanisme
Bangun Guna Serah (BGS) dan/atau Bangun Serah Guna (BSG). Pada akhir masa
kontrak barang dari BGS/BSG tersebut ditetapkan menjadi Barang Milik Negara.
Adalagi BMN yang diperoleh karena adanya pelaksanaan kerjasama dalam
eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi melalui kontrak kerja sama yang
dilaksanakan oleh pemerintah dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Barang yang dibutuhkan dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas
bumi terlebih dahulu didanai oleh KKKS, yang selanjutnya sesuai dengan ketentuan
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.06/2009 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
165/PMK.06/2010 ditetapkan dan dicatat sebagai Barang Milik Negara.

BMN yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang
Aset Bekas Milik Asing dan Bekas Milik Cina, yang selanjutnya disebut Aset
Bekas Milik Asing/Cina adalah aset yang dikuasai negara berdasarkan:
1) Peraturan Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/Peperpu/032/1958 jo. Keputusan
Penguasa Perang Pusat Nomor Kpts/Peperpu/0439/1958 jo. Undang-Undang
Nomor 50 Prp. Tahun 1960;
2) Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1962;
3) Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1962 jo. Keputusan Presiden/Panglima
Tertinggi ABRI/Pimpinan Besar Revolusi Nomor 52/KOTI/1964;
4) Instruksi Radiogram Kaskogam Nomor T-0403/G-5/5/66.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut Aset Bekas Milik Asing
dan Bekas Milik Cina ditetapkan sebagai aset yang dikuasai oleh negara yang
selanjutnya akan ditetapkan dan dicatat sebagai Barang Milik Negara.

BMN yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 240/PMK.06/2012 tentang
Tata Cara Pengelolaan BMN yang Berasal Dari Aset Eks Kepabean dan Cukai,
beberapa barang ditetapkan sebagai BMN, seperti barang dan/atau sarana
pengangkut yang berdasarkan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap dinyatakan dirampas untuk negara. Kemudian dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 03/PMK.06/2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang
Berasal dari Barang Rampasan Negara dan Gratifikasi, menyatakan bahwa Barang
Rampasan Negara adalah Barang Milik Negara yang berasal dari barang bukti yang
ditetapkan dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap. Jadi, suatu barang ditetapkan sebagai Barang
Rampasan Negara melalui mekanisme pengadilan yang menghasilkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Barang Rampasan
Negara ini merupakan Barang Milik Negara.
Guna menambah pemahanan peserta, maka perlu disampaikan bahwa
terdapat perbedaan antara Barang Milik Negara dan Kekayaan Negara.
Sebagaimana diketahui bahwa yang dimaksud dengan barang milik negara
adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau
perolehan lain yang sah (pasal 1 PP nomor 27 tahun 2014). Sedangkan
barang dikuasai Negara adalah bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya yang dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat (pasal 33 ayat (3) UUD 1945).
Kekayaan negara mencakup semua barang serta kekayaan alam, baik
yang bergerak/tidak bergerak ataupun berwujud/tidak berwujud yang dimiliki atau
dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah termasuk Badan Usaha Milik
Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang terbatas pada nilai
jumlah penyertaan modal Negara. Dalam arti yang lebih sempit kekayaan negara
dapat dipersepsikan sebagai segala sesuatu yang dapat dinilai dengan uang
yang dimiliki oleh Negara baik ditingkat pusat maupun daerah serta
BUMN/BUMD.
Sehingga dapat diberikan kesimpulan bahwa Kekayaan Negara lebih luas
lingkupnya dibanding dengan BMN. Dan BMN merupakan bagian dari Kekayaan
Negara.

2. Pengertian Lainnya Yang Berhubungan Dengan Pengelolaan BMN

Peserta perlu memahami beberapa pengertian yang terkait dengan
pengelolaan BMN. Pemahaman atas pengertian-pengertian ini sangat diperlukan
untuk mempermudah pemahaman peserta terhadap pembahasan materi-materi/
mata diklat selanjutnya dalam diklat ini.
a. Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah.
b. Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan Penggunaan Barang
Milik Negara/Daerah.
c. Kuasa Pengguna Barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk
oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam
penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
d. Daftar Barang Pengguna adalah daftar yang memuat data barang yang
digunakan oleh masing-masing Pengguna Barang.
e. Daftar Barang Kuasa Pengguna adalah daftar yang memuat data barang
yang imiliki oleh masing-masing Kuasa Pengguna Barang.
f. Kementerian Negara, yang selanjutnya disebut Kementerian, adalah
perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
g. Lembaga adalah organisasi non Kementerian Negara dan instansi lain
pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu
berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
atau Peraturan Perundang-undangan lainnya.
h. Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas
Penggunaan Barang Milik Negara pada Kementerian/Lembaga yang
bersangkutan.

3. Lingkup Pengelolaan BMN

Ruang lingkup Barang Milik Negara/Daerah dalam Peraturan Pemerintah
17 Tahun 2014 mengacu pada pengertian Barang Milik Negara/Daerah
berdasarkan rumusan dalam Pasal 1 angka 10 dan angka 11 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pengaturan mengenai
lingkup Barang Milik Negara/Daerah dalam Peraturan Pemerintah ini dibatasi
pada pengertian Barang Milik Negara/Daerah yang bersifat berwujud, namun
sepanjang belum diatur lain, Peraturan Pemerintah ini juga melingkupi Barang
Milik Negara/Daerah yang bersifat tak berwujud sebagai kelompok Barang Milik
Negara/Daerah selain tanah dan/atau bangunan.
Berdasarkan PP 27 Tahun 2014 menyatakan bahwa lingkup dari
pengelolaan BMND terdiri dari 11 lingkup meliputi :
1) perencanaan kebutuhan dan penganggaran
2) pengadaan
3) penggunaan
4) pemanfaatan
5) pengamanan dan pemeliharaan
6) penilaian
7) pemindahtanganan
8) Pemusnahan
9) penghapusan
10) penatausahaan
11) pembinaan, pengawasan dan pengendalian
Lingkup pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah tersebut merupakan siklus logistik
yang lebih terinci sebagai penjabaran dari siklus logistik sebagaimana yang
diamanatkan dalam penjelasan Pasal 49 ayat (6) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang disesuaikan dengan siklus
perbendaharaan.
Berdasarkan penjelasan Pasal 49 ayat (6) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara lingkup pengaturan BMN meliputi :
1) perencanaan kebutuhan
2) tata cara penggunaan
3) pemanfaatan
4) pemeliharaan
5) penatausahaan
6) penilaian
7) penghapusan
8) pemindahtanganan

D. PENGGOLONGAN BMN
Barang milik negara memiliki jenis dan variasi yang beragam, baik dalam hal
bentuk, tujuan perolehannya maupun masa manfaat yang diharapkan. Untuk
memenuhi kebutuhan dalam penyajian barang milik negara di neraca,
diperlukan adanya pengaturan terhadap penggolongan dan kodefikasi Barang
Milik Negara. Penggolongan dan kodefikasi ini bertujuan untuk menyeragamkan
penggolongan dan kodefikasi BMN secara nasional, untuk mewujudkan
tertib administrasi dan juga mendukung pengelolaan BMN yang tertib.
Penggolongan dan kodefikasi BMN diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan,
yaitu PMK 29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang
Milik Negara, serta Keputusan Menteri Keuangan Nomor 229/KM.6/2012
tentang Perubahan dan Penambahan Atas Penggolongan dan Kodefikasi
Barang Milik Negara.

Peraturan tersebut menyebutkan istilah penggolongan dan kodefikasi.
Tentu saja itu berarti penggolongan dan kodefikasi adalah hal yang berbeda.
Penggolongan adalah kegiatan untuk menetapkan secara sistematik ke dalam
golongan, bidang, kelompok, sub kelompok dan sub-sub kelompok BMN.
Selanjutnya diberikan kode BMN sesuai dengan penggolongan masing-masing
BMN. Pemberian kode inilah yang disebut dengan kodefikasi. Gambar 2.1
menguraikan mengenai penggolongan BMN, mulai dari golongan, bidang,
kelompok, sub kelompok dan sub-sub kelompok, Semakin bawah (sub-sub
kelompok) maka uraian BMN akan semakin rinci, sedangkan semakin atas
(golongan) uraian BMN akan semakin global.


Golongan BMN meliputi:
a. Golongan 1 : Persediaan
b. Golongan 2 : Tanah
c. Golongan 3 : Peralatan dan Mesin
d. Golongan 4 : Gedung dan bangunan
e. Golongan 5 : Jalan, Jaringan dan Irigasi
f. Golongan 6 : Aset Tetap Lainnya
g. Golongan 7 : Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP)
h. Golongan 8 : Aset Tak Berwujud

Penetapan golongan BMN ini sudah mengikuti Standar Akuntansi
Pemerintahan, yaitu dimulai dari BMN aset lancar, yaitu persediaan, lalu diikuti
dengan aset tetap (tanah, peralatan dan mesin; gedung dan bangunan; jalan,
jaringan dan irigasi; aset tetap lainnya; KDP) dan aset tak berwujud. Pemberian
kode BMN sepenuhnya mengacu kepada Lampiran PMK Nomor 29/PMK.06/2010.
Pengguna barang dapat mengusulkan perubahan dan/atau penambahan atas
penggolongan dan kodefikasi BMN kepada Menteri Keuangan, dalam hal ini
Direktur Jenderal Kekayaan Negara. Apabila terdapat BMN yang belum
terdaftar dalam ketentuan tersebut, maka digunakan klasifikasi dan kode barang
yang mendekati jenis dan/atau fungsinya.

E. TUGAS DAN WEWENANG, TUJUAN SERTA ASAS PENGELOLAAN BMN

Dalam pelaksanaannya, pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
semakin Berkembang dan kompleks, belum dapat dilaksanakan secara optimal
karena adanya beberapa permasalahan yang muncul serta adanya praktik
pengelolaan yang penanganannya belum dapat dilaksanakan dengan Peraturan
Pemerintah tersebut.
Terkait dengan kondisi tersebut maka pemerintah terus membenahi regulasi
terkait pengelolaan BMN. Sehingga lahirlah PP 27 Tahun 2014 ini sebagai
penyempurna/pengganti PP sebelumnya yang dianggap sudah tidak sesuai dengan
kebutuhan saat ini. Demikian juga terkait dengan Tugas dan Wewenang, Tujuan dan
Azas Pengelolaan BMN diatur dengan jelas sesuai PP 27 Tahun 2014 ini. Berikut
akan dijelaskan secara singkat tentang hal-hal tersebut.

Tugas dan Wewenang Pengelolaan BMN

Berdasarkan UU No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara pasal 6
dinyatakan bahwa Presiden adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan
negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Lebih lanjut kekuasaan
tersebut oleh Presiden dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola
fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan.
Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara adalah Pengelola Barang
Milik Negara.
Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung
jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah. Oleh Menteri Keuangan kekuasaan tersebut selanjutnya
dikuasakan lagi kepada Dirjen Kekayaan Negara hingga instansi vertikal
dibawahnya (Kanwil DJKN dan KPKNL). Dalam penjelasan UU Keuangan Negara
kedudukan ini disebut sebagai CFO (Chief Financial Officer). Disamping itu
Pengelola Barang Milik Negara dapat mendelegasikan kewenangan dan
tanggung jawab tertentu kepada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang.

Disamping itu presiden juga memberikan kuasa kepada menteri/pimpinan
lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian
negara/lembaga yang dipimpinya. Pengguna Barang adalah pejabat pemegang
kewenangan Penggunaan Barang Milik Negara/Daerah. Dalam penjelasan UU
Keuangan Negara kedudukan ini disebut sebagai COO (Chief Operational Officer).
Meneteri/Pimpinan Lembaga selanjutnya dapat memberikan kuasa kepada
unit dibawahnya yang disebut dengan Kuasa Pengguna Barang. Kuasa Pengguna
Barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna
Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan
sebaik-baiknya.
Dalam pelaksanaanya tugas dan kewenangan tersebut didelegasikan kepada
unit dibawahnya. Berdasarkan KMK 218/KM.6/2013 kewenangan DJKN selaku
Pengelola BMN didelegasikan sebagai berikut :
Pelimpahan kepada Dit. PKNSI

Disamping itu kewenangan lain yang dilimpahkan ke PKNSI yaitu :
Persetujuan/Penolakan Usul pemindahtanganan/Penghapusan BMN di
Luar Negeri Nilai s/d 5 M
Persetujuan/Penolakan Usul Pemanfaatan BMN di Luar Negeri Nilai s/d
5 M
Pelimpahan Penanganan perkara aset eks BPPN dan Eks BDL
Menyerahkan Pengurusan Aset Kredit Eks BPPN dan Eks BDL ke PUPN
Pendelegasian kewenangan kepada Kanwil DJKN :

Pendelegasian Kewenangan kepada KPKNL :



Wewenang dan Tanggung Jawab Pengelola BMN
Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara adalah Pengelola
Barang Milik Negara. Sebagai Pengelola BMN Menteri Keuangan memiliki
wewenang dan tanggung jawab sebagai berikut :
1. merumuskan kebijakan, mengatur, dan menetapkan pedoman pengelolaan
Barang Milik Negara;
2. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan Barang Milik Negara;
3. menetapkan status penguasaan dan Penggunaan Barang Milik Negara;
4. mengajukan usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara berupa tanah
dan/atau bangunan yang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat;
5. memberikan keputusan atas usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara
yang berada pada Pengelola Barang yang tidak memerlukan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat sepanjang dalam batas kewenangan Menteri
Keuangan;
6. memberikan pertimbangan dan meneruskan usul Pemindahtanganan
Barang Milik Negara yang tidak memerlukan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat kepada Presiden;
7. memberikan persetujuan atas usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara
yang berada pada Pengguna Barang yang tidak memerlukan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat sepanjang dalam batas kewenangan Menteri
Keuangan;
8. menetapkan Penggunaan, Pemanfaatan, atau Pemindahtanganan Barang
Milik Negara yang berada pada Pengelola Barang;
9. memberikan persetujuan atas usul Pemanfaatan Barang Milik Negara
yang berada pada Pengguna Barang;
10. memberikan persetujuan atas usul Pemusnahan dan Penghapusan Barang
Milik Negara;
11. melakukan koordinasi dalam pelaksanaan Inventarisasi Barang Milik
Negara dan menghimpun hasil Inventarisasi;
12. menyusun laporan Barang Milik Negara;
13. melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan
Barang Milik Negara;
14. dan menyusun dan mempersiapkan laporan rekapitulasi Barang Milik
Negara/Daerah kepada Presiden, jika diperlukan.

Pengelola Barang Milik Negara dapat mendelegasikan kewenangan dan
tanggung jawab tertentu sebagaimana tersebut diatas kepada Pengguna
Barang/Kuasa Pengguna Barang. Pendelegasian tersebut diatur dalam PMK.

Wewenang dan Tanggung Jawab Pengguna BMN
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku pimpinan Kementerian/Lembaga adalah
Pengguna Barang Milik Negara. Sebagai Pengguna BMN Menteri/Pimpinan
Lembaga memiliki Wewenang dan Tanggung Jawab sebagai berikut :
1. menetapkan Kuasa Pengguna Barang dan menunjuk pejabat yang
mengurus dan menyimpan Barang Milik Negara;
2. mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran Barang Milik Negara
untuk Kementerian/Lembaga yang dipimpinnya;
3. melaksanakan pengadaan Barang Milik Negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
4. mengajukan permohonan penetapan status Penggunaan Barang Milik
Negara yang berada dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang
5. menggunakan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya
untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi
Kementerian/Lembaga;
6. mengamankan dan memelihara Barang Milik Negara yang berada dalam
penguasaannya;
7. mengajukan usul Pemanfaatan Barang Milik Negara yang berada dalam
penguasaannya kepada Pengelola Barang;
8. mengajukan usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang berada
dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang;
9. menyerahkan Barang Milik Negara yang tidak digunakan untuk
kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga
yang dipimpinnya dan tidak dimanfaatkan oleh Pihak Lain kepada
Pengelola Barang;
10. mengajukan usul Pemusnahan dan Penghapusan Barang Milik Negara
yang berada dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang;
11. melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas Penggunaan
Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya;
12. melakukan pencatatan dan Inventarisasi Barang Milik Negara yang berada
dalam penguasaannya; dan
13. menyusun dan menyampaikan laporan barang pengguna semesteran dan
laporan barang pengguna tahunan yang berada dalam penguasaannya
kepada Pengelola Barang.

Apabila dipandang perlu Pengguna Barang Milik Negara dapat
mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab tertentu tersebut kepada
Kuasa Pengguna Barang. Tata cara pendelegasiannya diatur oleh Pengguna
Barang dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang
pengelolaan Barang Milik Negara.

Wewenang dan Tanggung Jawab Kuasa Pengguna BMN
Kepala kantor dalam lingkungan Kementerian/Lembaga adalah Kuasa
Pengguna Barang Milik Negara dalam lingkungan kantor yang dipimpinnya.
Sebagai Kuasa Pengguna BMN memiliki Wewenang dan Tanggung Jawab sebagai
berikut :
1. mengajukan rencana kebutuhan Barang Milik Negara untuk lingkungan
kantor yang dipimpinnya kepada Pengguna Barang;
2. mengajukan permohonan penetapan status Penggunaan Barang Milik
Negara yang berada dalam penguasaannya kepada Pengguna Barang;
3. melakukan pencatatan dan Inventarisasi Barang Milik Negara yang berada
dalam penguasaannya;
4. menggunakan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya
untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kantor yang
dipimpinnya;
5. mengamankan dan memelihara Barang Milik Negara yang berada dalam
penguasaannya;
6. mengajukan usul Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang Milik
Negara yang berada dalam penguasaannya kepada Pengguna Barang;
7. menyerahkan Barang Milik Negara yang tidak digunakan untuk
kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kantor yang dipimpinnya dan
sedang tidak dimanfaatkan Pihak Lain, kepada Pengguna Barang;
8. mengajukan usul Pemusnahan dan Penghapusan Barang Milik Negara
yang berada dalam penguasaannya kepada Pengguna Barang;
9. melakukan pengawasan dan pengendalian atas Penggunaan Barang Milik
Negara yang berada dalam penguasaannya; dan
10. menyusun dan menyampaikan laporan barang kuasa pengguna semesteran
dan laporan barang kuasa pengguna tahunan yang berada dalam
penguasaannya kepada Pengguna Barang.

Tujuan Pengelolaan BMN
Tujuan Pengelolaan BMN tidak dapat dipisahkan dari tujuan ruang lingkup
dari pengelolaan BMN itu sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut berikut
disampaikan tujuan pengelolaan BMN menurut lingkup pengelolaan BMN :
1. Perencanaan Kebutuhan, Penganggaran, dan Pengadaan Barang Milik
Negara
Perencanaan Barang Milik Negara harus dapat mencerminkan kebutuhan riil
Barang Milik Negara pada Kementerian/Lembaga, sehingga dapat dijadikan
dasar dalam penyusunan rencana kebutuhan Barang Milik Negara pada
rencana kerja dan anggaran Kementerian/Lembaga.
Perencanaan Barang Milik Negara selanjutnya akan menjadi dasar dalam
Perencanaan kebutuhan, penganggaran, dan pengadaan Barang Milik Negara
yang dianggap lebih efektif dan efisien sesuai kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan Negara.

2. Penggunaan Barang Milik Negara
BMN yang telah ditetapkan status penggunaanya agar dapat digunakan dalam
rangkanpenyelenggaraan pemerintahan
3. Penatausahaan Barang Milik Negara
Terwujudnya tertib Penatausahaan Barang Milik Negara yang dapat sekaligus
mewujudkan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang tertib, efektif,
dan optimal.
4. Pengamanan dan Pemeliharaan Barang Milik Negara
Terciptanya tertib administrasi, tertib fisik dan tertib hukum dalam
pengelolaan Barang Milik Negara
5. Penilaian Barang Milik Negara
Penilaian Barang Milik Negara dilaksanakan dalam rangka mendapatkan nilai
wajar. Penilaian Barang Milik Negara dilakukan dalam rangka penyusunan
neraca pemerintah, Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang Milik
Negara
6. Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara
Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara dilakukan dalam
rangka optimalisasi pendayagunaan Barang Milik Negara dan untuk
mendukung pengelolaan keuangan Negara
7. Pemusnahan Barang Milik Negara
Pemusnahan Barang Milik Negara dilakukan dalam hal Barang Milik
Negara sudah tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, atau alasan
lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
8. Penghapusan Barang Milik Negara
Tujuan dari penghapusan adalah membersihkan pembukuan dan laporan Barang
Milik Negara dari catatan atas Barang Milik Negara yang sudah tidak berada
dalam penguasaan Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna
Barang dengan selalu memperhatikan asas-asas dalam pengelolaan Barang
Milik Negara.

Asas Pengelolaan BMN
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan berdasarkan asas
fungsional, kepastian hukum, transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian
nilai. Berdasarkan PP 27 Tahun 2014 tidak ada penjelasan tentang maksud asas
tersebut. Namun sebagai tambahan pemahaman berikut disampaikan penjelasan
dari asas-asas tersebut berdasarkan PP 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan
BMN/D.
Asas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah
di bidang pengelolaan, barang milik negara/daerah yang dilaksanakan oleh kuasa
pengguna barang, pengguna barang, pengelola barang dan gubernur/bupati
/walikota sesuai fungsi, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing;
Asas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik negara/daerah harus
dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan;
Asas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik negara/daerah
harus transparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang
benar.
Asas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik negara/daerah diarahkan agar
barang milik negara/daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan
yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi
pemerintahan secara optimal;
Asas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik negara/daerah
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat;
Asas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik negara/daerah harus didukung
oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi
pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik negara/daerah serta penyusunan
Neraca Pemerintah.


F. LINGKUP PENGELOLAAN BMN

Berdasarkan PP 27 Tahun 2014 menyatakan bahwa lingkup dari
pengelolaan BMND terdiri dari 11 lingkup meliputi :
1) perencanaan kebutuhan dan penganggaran
2) pengadaan
3) penggunaan
4) pemanfaatan
5) pengamanan dan pemeliharaan
6) penilaian
7) pemindahtanganan
8) Pemusnahan
9) penghapusan
10) penatausahaan
11) pembinaan, pengawasan dan pengendalian

Berikut akan diberikan penjelasan secara singkat tentang masing-masing
lingkup tersebut. Perlu diketahui bahwa penjelasan lebih detail akan didapatkan
pada mata diklat masing-masing lingkup tersebut. Dengan penjelasan singkat ini
diharapkan dapat memudahkan pemahaman bagi peserta untuk proses belajar
selanjutnya.
1. Perencanaan Kebutuhan dan penganggaran
Berdasarkan PP 27 Tahun 2014, pengertian Perencanaan Kebutuhan
adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah
untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan
yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan
datang.
Dalam rangka mewujudkan efisiensi, efektifitas dan optimalisasi perencanaan
kebutuhan Barang Milik Negara yang mencerminkan kebutuhan riil Barang Milik
Negara pada Kementerian/Lembaga, diperlukan adanya suatu pengaturan yang
diterbitkan oleh Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang Milik Negara guna
dijadikan sebagai pedoman dalam penyusunan dan persetujuan perencanaan
kebutuhan Barang Milik Negara. Terkait hal tersebut maka telah diterbitkan PMK
Nomor 226/PMK.06/2011 Tentang Perencanaan Kebutuhan BMN.
Perencanaan Kebutuhan BMN meliputi:
a. Perencanaan Pengadaan BMN;
b. Perencanaan Pemeliharaan BMN;
c. Perencanaan Pemanfaatan BMN;
d. Perencanaan Pemindahtanganan BMN; dan
e. Perencanaan Penghapusan BMN.

Perencanaan Kebutuhan, kecuali untuk Penghapusan, berpedoman pada:

S St ta an nd da ar r B Ba ar ra an ng g
S St ta an nd da ar r B Ba ar ra an ng g a ad da al la ah h s sp pe es si if fi ik ka as si i b ba ar ra an ng g y ya an ng g d di it te et ta ap pk ka an n s se eb ba ag ga ai i a ac cu ua an n
p pe er rh hi it tu un ng ga an n p pe en ng ga ad da aa an n B BM MN N d da al la am m p pe er re en nc ca an na aa an n k ke eb bu ut tu uh ha an n K K/ /L L
S St ta an nd da ar r K Ke eb bu ut tu uh ha an n
S St ta an nd da ar r K Ke eb bu ut tu uh ha an n a ad da al la ah h s sa at tu ua an n j ju um ml la ah h b ba ar ra an ng g y ya an ng g d di ib bu ut tu uh hk ka an n s se eb ba ag ga ai i
a ac cu ua an n p pe er rh hi it tu un ng ga an n p pe en ng ga ad da aa an n d da an n p pe en ng gg gu un na aa an n B BM MN N d da al la am m p pe er re en nc ca an na aa an n
k ke eb bu ut tu uh ha an n K Ke em me en nt te er ri ia an n/ /L Le em mb ba ag ga a
S Sa at tu ua an n B Bi ia ay ya a
S Sa at tu ua an n B Bi ia ay ya a a ad da al la ah h b be er ru up pa a h ha ar rg ga a s sa at tu ua an n, , t ta ar ri if f d da an n i in nd de ek ks s y ya an ng g d di it te et ta ap pk ka an n
u un nt tu uk k m me en ng gh ha as si il lk ka an n b bi ia ay ya a k ko om mp po on ne en n k ke el lu ua ar ra an n d da al la am m p pe en ny yu us su un na an n R RK KA AK KL L ( (P PM MK K
5 53 3/ /P PM MK K. .0 02 2/ /2 20 01 14 4 S SB BM M 2 20 01 15 5) )
Dari segi jangka waktu penyusunan RKBMN menurut PMK 226/PMK.06/2011
dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara, yang selanjutnya disingkat
RKBMN, adalah dokumen perencanaan kebutuhan BMN untuk periode 5
(lima) tahun.
2. Rencana Kebutuhan Tahunan Barang Milik Negara, yang selanjutnya
disingkat RKTBMN, adalah dokumen perencanaan kebutuhan BMN untuk
periode 1 (satu) tahun.
Menurut PP 27 Tahun 2004 Perencanaan pemeliharaan, Pemanfaatan,
Pemindahtanganan, dan Penghapusan Barang Milik Negara dapat dilakukan
untuk periode 1 (satu) tahun dan 3 (tiga) tahun.
Rencana kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah disusun dengan
mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan dengan mekanisme pembelian
(solusi aset), Pinjam Pakai, Sewa, sewa beli (solusi non aset) atau
mekanisme lainnya yang dianggap lebih efektif dan efisien sesuai kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan Negara/Daerah.
Perencanaan Kebutuhan BMN disusun oleh Kuasa Pengguna, diajukan kepada
Pengguna dan selanjutnya diusulkan ke Pengelola untuk mendapatkan
persetujuan.

2. Pengadaan
Kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh K/L/SKPD/Institusi yang
prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh
kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa. Demikian pengertian pengadaan
menurut Perpres 70 Tahun 2012 Tetang Pengadan Barang dan Jasa
Pemerintah.

3. Penggunaan
Pengertian Penggunaan menurut PP 27 Tahun 2014 adalah kegiatan yang
dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan
Barang Milik Negara/Daerah yang sesuai dengan tugas dan fungsi instansi
yang bersangkutan.
Status Penggunaan Barang Milik Negara ditetapkan oleh Pengelola
Barang.Pengelola Barang dapat mendelegasikan penetapan status penggunaan
atas Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan dengan kondisi
tertentu kepada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang

Penetapan status Penggunaan tidak dilakukan terhadap:
a. Barang Milik Negara berupa:
1. barang persediaan;
2. konstruksi dalam pengerjaan; atau
3. barang yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan.
b. Barang Milik Negara yang berasal dari dana dekonsentrasi dan dana
penunjang tugas pembantuan, yang direncanakan untuk diserahkan;
c. Barang Milik Negara lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh Pengelola
Barang; atau

Barang Milik Negara yang telah ditetapkan status penggunaannya pada
Pengguna Barang dapat digunakan sementara oleh Pengguna Barang lainnya
dalam jangka waktu tertentu tanpa harus mengubah status Penggunaan
Barang Milik Negara tersebut setelah terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan Pengelola Barang.

Barang Milik Negara dapat dialihkan status penggunaannya dari Pengguna
Barang kepada Pengguna Barang lainnya untuk penyelenggaraan tugas dan
fungsi berdasarkan persetujuan Pengelola Barang.
Pengalihan status Penggunaan Barang Milik Negara dapat pula dilakukan
berdasarkan inisiatif dari Pengelola Barang dengan terlebih dahulu
memberitahukan maksudnya tersebut kepada Pengguna Barang.

Penetapan status Penggunaan Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau
bangunan dilakukan dengan ketentuan bahwa tanah dan/atau bangunan
tersebut diperlukan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi
pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang yang bersangkutan.

4. Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara yang tidak
digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/ Lembaga
dan/atau optimalisasi Barang Milik Negara dengan tidak mengubah status
kepemilikan.

Pemanfaatan BMN telah diatur dalam PMK 78/PMK.06/2014 tentang Tata Cara
Pemanfaatan BMN.

Pemanfaatan Barang Milik Negara dilaksanakan oleh:
a. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara yang berada dalam
penguasaannya, dapat berupa tanah dan/atau bangunan, sebagian tanah
dan/atau bangunan, dan selain tanah dan/atau bangunan
b. Pengelola Barang dengan persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota, untuk BMD
yang berada dalam penguasaan pengelola barang, antara lain tanah
dan/atau bangunan yang diserahkan kepada Pengelola Barang
c. Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk Barang
Milik Negara yang berada dalam penguasaan Pengguna Barang, dapat
berupa tanah dan/atau bangunan, sebagian tanah dan/atau bangunan, dan
selain tanah dan/atau bangunan; atau
d. Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk Barang
Milik Daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih
digunakan oleh Pengguna Barang, dan selain tanah dan/atau bangunan.

Pemanfaatan Barang Milik Negara dilaksanakan berdasarkan pertimbangan
teknis dengan memperhatikan kepentingan negara/daerah dan kepentingan
umum.
Bentuk Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah berupa:
a. Sewa;
b. Pinjam Pakai;
c. Kerja Sama Pemanfaatan;
d. Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna; atau
e. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur.

1. Sewa adalah Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah oleh pihak lain
dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.
Barang Milik Negara/Daerah dapat disewakan kepada Pihak Lain. Dengan
jangka waktu sewa Barang Milik Negara/Daerah paling lama 5 (lima) tahun dan
dapat diperpanjang.
Jangka waktu Sewa Barang Milik Negara dapat lebih dari 5 (lima) tahun dan
dapat diperpanjang untuk:
a. kerja sama infrastruktur;
b. kegiatan dengan karakteristik usaha yang memerlukan waktu sewa lebih
dari 5 (lima) tahun; atau
c. ditentukan lain dalam Undang-Undang.

Formula tarif/besaran Sewa Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau
bangunan ditetapkan oleh Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara.
Sedangkan untuk besaran Sewa atas Barang Milik Negara untuk kerja sama
infrastruktur untuk kegiatan dengan karakteristik usaha yang memerlukan
waktu sewa lebih dari 5 (lima) tahun dapat mempertimbangkan nilai
keekonomian dari masing-masing jenis infrastruktur.

Penyetoran uang Sewa harus dilakukan sekaligus secara tunai paling lambat 2
(dua) hari kerja sebelum ditandatanganinya perjanjian Sewa Barang Milik
Negara. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud, penyetoran
uang Sewa Barang Milik Negara untuk kerja sama infrastruktur dapat
dilakukan secara bertahap dengan persetujuan Pengelola Barang.


2. Pinjam Pakai adalah penyerahan Penggunaan barang antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima
imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali
kepada Pengelola Barang.

Pinjam Pakai Barang Milik Negara dilaksanakan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Jangka
waktu Pinjam Pakai Barang Milik Negara paling lama 5 (lima) tahun dan
dapat diperpanjang
1 (satu) kali.

3. Kerja Sama Pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara/Daerah
oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan
penerimaan negara bukan pajak/pendapatan daerah dan sumber pembiayaan
lainnya.
Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Negara dengan Pihak Lain
dilaksanakan dalam rangka:
a. mengoptimalkan daya guna dan hasil guna Barang Milik Negara ; dan/atau
b. meningkatkan penerimaan negara/pendapatan daerah.
Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Negara yang ada pada pengelola
dilakukan oleh Pengelola. KSP atas Barang Milik Negara yang berada pada
Pengguna Barang dilakukanoleh Pengguna dengan Persetujuan pengelola

Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan KSP yaitu :

a. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara untuk memenuhi biaya operasional,
pemeliharaan, dan/atau perbaikan yang diperlukan terhadap Barang Milik
Negara tersebut
b. mitra Kerja Sama Pemanfaatan ditetapkan melalui tender, kecuali
untuk Barang Milik Negara yang bersifat khusus dapat dilakukan
penunjukan langsung
c. Penunjukan langsung mitra Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik
Negara/Daerah yang bersifat khusus dilakukan oleh Pengguna Barang
terhadap Badan Usaha Milik Negara/Daerah yang memiliki bidang
dan/atau wilayah kerja tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan
d. mitra Kerja Sama Pemanfaatan harus membayar kontribusi tetap
setiap tahun selama jangka waktu pengoperasian yang telah
ditetapkan dan pembagian keuntungan hasil Kerja Sama Pemanfaatan
ke rekening Kas Umum Negara ;
e. besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil
Kerja Sama Pemanfaatan ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang
dibentuk dan mendapatkan persetujuan dari pengelola
f. dalam Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Negara berupa tanah
dan/atau bangunan, sebagian kontribusi tetap dan pembagian
keuntungannya dapat berupa bangunan beserta fasilitasnya yang
dibangun dalam satu kesatuan perencanaan tetapi tidak termasuk
sebagai objek Kerja Sama Pemanfaatan
g. besaran nilai bangunan beserta fasilitasnya sebagai bagian dari
kontribusi tetap dan kontribusi pembagian keuntungan paling banyak
10% (sepuluh persen) dari total penerimaan kontribusi tetap dan
pembagian keuntungan selama masa Kerja Sama Pemanfaatan
h. bangunan yang dibangun dengan biaya sebagian kontribusi tetap dan
pembagian keuntungan dari awal pengadaannya merupakan Barang
Milik Negara/Daerah
i. selama jangka waktu pengoperasian, mitra Kerja Sama Pemanfaatan
dilarang menjaminkan atau menggadaikan Barang Milik Negara yang
menjadi objek Kerja Sama Pemanfaatan; dan
j. jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan paling lama 30 (tiga puluh)
tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang. Jangka
waktu Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Negara/Daerah
untuk penyediaan infrastruktur paling lama 50 (lima puluh) tahun
sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang.
k. Semua biaya persiapan Kerja Sama Pemanfaatan yang terjadi
setelah ditetapkannya mitra Kerja Sama Pemanfaatan dan biaya
pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan menjadi beban mitra Kerja
Sama Pemanfaatan.

4. Bangun Guna Serah adalah Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah
berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau
sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut
dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya
diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut
fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.

5. Bangun Serah Guna adalah Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah
berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau
sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan
untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu
yang disepakati.

Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna Barang Milik Negara
dilaksanakan dengan pertimbangan:
a. Pengguna Barang memerlukan bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan
pemerintahan negara untuk kepentingan pelayanan umum dalam rangka
penyelenggaraan tugas dan fungsi; dan
b. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara untuk penyediaan bangunan dan fasilitas
tersebut.

Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna Barang Milik Negara
dilaksanakan oleh Pengelola Barang. Barang Milik Negara berupa tanah yang
status penggunaannya ada pada Pengguna Barang dan telah direncanakan
untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang yang
bersangkutan, dapat dilakukan Bangun Guna Serah atau Bangun Serah
Guna setelah terlebih dahulu diserahkan kepada pengelola.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam BGS/BSG yaitu :

a. Jangka waktu Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna paling lama
30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani.
b. Penetapan mitra Bangun Guna Serah atau mitra Bangun Serah Guna
dilaksanakan melalui tender.
c. Mitra Bangun Guna Serah atau mitra Bangun Serah Guna yang telah
ditetapkan, selama jangka waktu pengoperasian : a. wajib membayar
kontribusi ke rekening Kas Umum Negara setiap tahun, yang besarannya
ditetapkan berdasarkan hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh pejabat
yang berwenang; b. wajib memelihara objek Bangun Guna Serah atau
Bangun Serah Guna; dan c. dilarang menjaminkan, menggadaikan, atau
memindahtangankan(1. tanah yang menjadi objek Bangun Guna Serah
atau Bangun Serah Guna; 2. hasil Bangun Guna Serah yang digunakan
langsung untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah Pusat;
dan/atau 3. hasil Bangun Serah Guna)
d. Dalam jangka waktu pengoperasian, hasil Bangun Guna Serah atau
Bangun Serah Guna harus digunakan langsung untuk penyelenggaraan
tugas dan fungsi Pemerintah Pusat/Daerah paling sedikit 10% (sepuluh
persen).
e. Semua biaya persiapan Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna
yang terjadi setelah ditetapkannya mitra Bangun Guna Serah atau Bangun
Serah Guna dan biaya pelaksanaan Bangun Guna Serah atau Bangun
Serah Guna menjadi beban mitra yang bersangkutan.
f. Mitra Bangun Guna Serah Barang Milik Negara harus menyerahkan
objek Bangun Guna Serah kepada Pengelola Barang pada akhir jangka
waktu pengoperasian, setelah dilakukan audit oleh aparat pengawasan
intern Pemerintah.

6. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur adalah kerja sama antara Pemerintah
dan Badan Usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur atas Barang Milik Negara dilaksanakan
terhadap:
a. Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan pada Pengelola
Barang, dilaksanakan oleh Pengelola Barang
b. Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan, sebagian tanah
dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh Pengguna Barang
dilaksanakan oleh Pengguna setelah mendapat persetujuan Pengelola; atau
c. Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh
Pengguna setelah mendapat persetujuan Pengelola.

Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur atas Barang Milik Negara dilakukan
antara Pemerintah dan Badan Usaha meliputi perseroan terbatas, Badan Usaha
Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah; dan/atau koperasi.
Jangka waktu Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur paling lama 50 (lima
puluh) tahun dan dapat diperpanjang. Mitra Kerja Sama Penyediaan
Infrastruktur harus menyerahkan objek Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur dan
barang hasil Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur kepada Pemerintah pada
saat berakhirnya jangka waktu Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur sesuai
perjanjian.
Barang hasil Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur menjadi Barang Milik
Negara/Daerah sejak diserahkan kepada Pemerintah sesuai perjanjian.

5. Pengamanan dan Pemeliharaan
Pengelola Barang, Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang
wajib melakukan pengamanan Barang Milik Negara/Daerah yang berada dalam
penguasaannya.

Pengamanan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan untuk terciptanya
tertib administrasi, tertib fisik dan tertib hukum dalam pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah.

Berdasarkan KMK 21/KMK.01/2012 Tentang Pedoman Pengamanan dan
Pemeliharaan BMN di lingkungan Kementerian Keuangan membagi
pengamanan dalam 3 jenis yaitu :
a. Pengamanan Administrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh pejabat
yang ditunjuk untuk menatausahakan dalam rangka mengamartkan
BMN Kementerian dari segi administratif.
b. Pengamanan Fisik adalah kegiatan yang dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk
untuk mengamankan BMN Kementerian yang ditujukan untuk
mencegah terjadinya penurunan fungsi barang, penurunan jumlah barang,
dan hilangnya barang.
c. Pengamanan Hukum adalah kegiatan untuk mengamankan BMN
Kementerian dengan cara melengkapi bukti status kepemilikan BMN.
Barang Milik Negara berupa tanah harus disertipikatkan atas nama
Pemerintah Republik Indonesia yang bersangkutan. Barang Milik Negara
berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama
Pemerintah Republik Indonesia yang bersangkutan. Barang Milik Negara selain
tanah dan/atau bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas
nama Pengguna Barang.
Penyimpanan bukti kepemilikan Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau
bangunan dilakukan oleh Pengelola Barang. Penyimpanan bukti kepemilikan
Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan dilakukan oleh
Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang.
Pengelola Barang dapat menetapkan kebijakan asuransi atau pertanggungan
dalam rangka pengamanan Barang Milik Negara tertentu dengan
mempertimbangkan kemampuan keuangan negara.



Masih menurut KMK 21/KMK.01/2012 dinyatakan bahwa pengertian dari
Pemeliharaan adalah kegiatan atau tindakan yang dilakukan agar semua BMN
selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan
berhasil guna.
Biaya pemeliharaan Barang Milik Negara/Daerah dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah. Dalam hal Barang Milik Negara
dilakukan Pemanfaatan dengan Pihak Lain, biaya pemeliharaan menjadi
tanggung jawab sepenuhnya dari penyewa, peminjam, mitra Kerja Sama
Pemanfaatan, mitra Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna, atau mitra Kerja
Sama Penyediaan Infrastruktur.

6. Penilaian
Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas
suatu objek penilaian berupa Barang Milik Negara pada saat tertentu.
Pemindahtanganan BMN diatur dalam PMK 179/PMK.06/2009 Tentang Penilaian
BMN
Penilaian Barang Milik Negara dilakukan dalam rangka penyusunan neraca
Pemerintah Pusat, Pemanfaatan, atau Pemindahtanganan, kecuali dalam hal
untuk:
a. Pemanfaatan dalam bentuk Pinjam Pakai; atau
b. Pemindahtanganan dalam bentuk Hibah.
Penetapan nilai Barang Milik Negara/Daerah dalam rangka penyusunan
neraca Pemerintah Pusat dilakukan dengan berpedoman pada Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP).

Penilaian Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan dalam
rangka Pemanfaatan atau Pemindahtanganan dilakukan oleh:
a. Penilai Pemerintah; atau
b. Penilai Publik yang ditetapkan oleh Pengelola Barang.

Penilaian Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan dalam
rangka Pemanfaatan atau Pemindahtanganan dilakukan oleh tim yang
ditetapkan oleh Pengguna Barang, dan dapat melibatkan Penilai yang
ditetapkan oleh Pengguna Barang.

7. Pemindahtanganan
Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara.
Barang Milik Negara yang tidak diperlukan bagi penyelenggaraan tugas
pemerintahan negara dapat dipindahtangankan.

Hingga saat ini tentang Pemindahtanganan BMN masih merujuk pada PMK
96/PMK.06/2007 Tentang Penggunaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan dan
Penghapusan BMN

Pemindahtanganan Barang Milik Negara dilakukan dengan cara:
a. Penjualan;
b. Tukar Menukar;
c. Hibah; atau
d. Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah.
Pemindahtanganan Barang Milik Negara untuk:
a. tanah dan/atau bangunan; atau
b. selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dilakukan setelah mendapat
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

BMN berupa Tanah dan/Atau bangunan tidak memerlukan persetujuan DPR
apabila:
a. sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
b. harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah
disediakan dalam dokumen penganggaran;
c. diperuntukkan bagi pegawai negeri;
d. diperuntukkan bagi kepentingan umum; atau
e. dikuasai negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak
secara ekonomis.

BMN berupa Tanah dan/Atau bangunan tidak memerlukan persetujuan DPR
tersebut dalam pelaksanaanya dilakukan dengan persetujuan sebagai berikut :
a. untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola/Pengguna
Barang dengan nilai lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah) dilakukan oleh Pengelola/Pengguna Barang setelah mendapat
persetujuan Presiden;
b. untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang
dengan nilai sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
dilakukan oleh Pengelola Barang
c. untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang
dengan nilai sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
dilakukan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Pengelola
Barang

BMN selain tanah dan/atau bangunan persetujuan pemindahtangannya
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. untuk Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola/Pengguna
Barang dengan nilai lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah) dilakukan oleh Pengelola/Pengguna Barang setelah mendapat
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;
b. untuk Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola/Pengguna
Barang dengan nilai lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)
dilakukan oleh Pengelola/Pengguna Barang setelah mendapat
persetujuan Presiden
c. untuk Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola Barang
dengan nilai sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah) dilakukan oleh Pengelola Barang; atau
d. untuk Barang Milik Negara yang berada pada Pengguna Barang
dengan nilai sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah) dilakukan oleh Pengguna Barang setelah mendapat
persetujuan Pengelola Barang.

Penjualan
Penjualan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara kepada pihak lain
dengan menerima penggantian dalam bentuk uang. Penjualan Barang Milik
Negara/Daerah dilaksanakan dengan pertimbangan:
a. untuk optimalisasi Barang Milik Negara/Daerah yang berlebih atau tidak
digunakan/dimanfaatkan;
b. secara ekonomis lebih menguntungkan bagi negara/ daerah apabila dijual;
dan/atau
c. sebagai pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tukar Menukar
Tukar Menukar adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara/Daerah
yang dilakukan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, antar
Pemerintah Daerah, atau antara Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah dengan
pihak lain, dengan menerima penggantian utama dalam bentuk barang, paling
sedikit dengan nilai seimbang.

Tukar Menukar Barang Milik Negara dilaksanakan dengan pertimbangan:
a. untuk memenuhi kebutuhan operasional penyelenggaraan pemerintahan;
b. untuk optimalisasi Barang Milik Negara/Daerah; dan
c. tidak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah.

Tukar Menukar Barang Milik Negara dapat dilakukan dengan pihak:
a. Pemerintah Daerah;
b. Badan Usaha Milik Negara atau badan hukum lainnya yang dimiliki Negara;
c. swasta; atau
d. Pemerintah Negara lain

Hibah
Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari Pemerintah Pusat kepada
Pemerintah Daerah, dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat, antar
Pemerintah Daerah, atau dari Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah kepada
Pihak Lain, tanpa memperoleh penggantian.
Hibah Barang Milik Negara dilakukan dengan pertimbangan untuk kepentingan
sosial, budaya, keagamaan, kemanusiaan, pendidikan yang bersifat non komersial,
dan penyelenggaraan pemerintahan negara/ daerah.
BMN yang dihibahkan harus memenuhi syarat:
a. bukan merupakan barang rahasia negara;
b. bukan merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak; dan
c. tidak diperlukan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi dan
penyelenggaraan pemerintahan negara

Penyertaan Modal Pemerintah Pusat
Penyertaan Modal Pemerintah Pusat adalah pengalihan kepemilikan Barang
Milik Negara yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi
kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara
pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum
lainnya yang dimiliki negara.

Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah atas Barang Milik Negara dilakukan
dalam rangka pendirian, memperbaiki struktur permodalan dan/atau meningkatkan
kapasitas usaha Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya
yang dimiliki negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dapat dilakukan dengan pertimbangan:
Barang Milik Negara yang dari awal pengadaannya sesuai dokumen
penganggaran diperuntukkan bagi Badan Usaha Milik Negara atau badan
hukum lainnya yang dimiliki negara dalam rangka penugasan pemerintah; atau
Barang Milik Negara lebih optimal apabila dikelola oleh Badan Usaha Milik
Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara, baik yang sudah
ada maupun yang akan dibentuk.

8. Pemusnahan
Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan Barang
Milik Negara

Pemusnahan Barang Milik Negara dilakukan dalam hal:
a. Barang Milik Negara tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan,
dan/atau tidak dapat dipindahtangankan; atau
b. terdapat alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemusnahan dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat
persetujuan Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara. Selanjutnya dilaporkan
kepada Pengelola.

Pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar, dihancurkan, ditimbun,
ditenggelamkan atau cara lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.

9. Penghapusan
Penghapusan adalah tindakan menghapus Barang Milik Negara/Daerah dari
daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang
untuk membebaskan Pengelola Barang, Pengguna Barang, dan/atau Kuasa
Pengguna Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang
yang berada dalam penguasaannya.

Penghapusan BMN diatur dalam PMK 50/PMK.06/2014 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penghapusan BMN.

Penghapusan meliputi : a. Penghapusan dari Daftar Barang Pengguna
dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna; dan b. Penghapusan dari Daftar
Barang Milik Negara.

Penghapusan pada Pengelola dilakukan karena :
Beralihnya kepemilikan BMN
Pemusnahan (dibakar, ditenggelamkan, dihancurkan, ditimbun/dikubur,
ketentuan Perundang-undangan)
Sebab-sebab lain (rusak berat, menguap, mencair, kadaluwarsa,
mati/cacat tidak produktif, karena keadaan kahar/force majeure.

Penghapusan pada Pengguna/Kuasa Pengguna dilakukan sebagai akibat dari :
Penyerahan kepada Pengelola
Pengalihan Status kepada Pengguna yang lain
Pemindahtanganan
Putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada
upaya hukum lagi
Ketentuan perundang-undangan
Pemusnahan
Sebab-sebab lain

10. Penatausahaan
Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan,
inventarisasi, dan pelaporan Barang Milik Negara/Daerah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
a. Pembukuan BMN adalah kegiatan pendaftaran dan pencatatan BMN ke
dalam Daftar Barang menurut penggolongan dan kodefikiasi.
b. Inventarisasi BMN adalah kegiatan untuk melakukan pendataan,
pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan Barang Milik Negara
Pengguna Barang melakukan Inventarisasi Barang Milik Negara paling
sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Dalam hal Barang Milik Negara berupa persediaan dan konstruksi dalam
pengerjaan, Inventarisasi dilakukan oleh Pengguna Barang setiap tahun.
c. Pelaporan BMN adalah kegiatan penyampaian data dan informasi yang
dilakukan oleh unit pelaksana penatausahaan BMN pada Pengguna Barang
dan Pengelola Barang.
Pengelola/Pengguna/Kuasa Pengguna Barang harus menyusun Laporan
Barang Pengelola Semesteran dan Tahunan

Penatausahaan BMN diatur dalam PMK 120/PMK.06/2007 Tentang Tatacara
Penatausahaan BMN. Materi lebih rinci akan didapatkan dalam mata diklat
Penatausahaan BMN.

11. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian

Menteri Keuangan melakukan pembinaan pengelolaan Barang Milik Negara
dan menetapkan kebijakan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Kebijakan
tersebut dapat berupa kebijakan umum maupun kebijakan teknis.

Terkait dengan Pengawasan dan Pengendalian telah diatur dalam PMK
244/PMK.06/2012.
Investigasi adalah penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta-fakta,
melakukan peninjauan dengan tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan (peristiwa-peristiwa) yang berkaitan dengan Penggunaan,
Pemanfaatan, dan Pemindahtanganan BMN

Pengawasan dan pengendalian BMN dilakukan terhadap:
a. BMN;
b. pelaksanaan pengelolaan BMN; dan/atau
c. pejabat/pegawai yang melakukan pengelolaan/pengurusan
BMN.
Ruang lingkup pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh
Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang meliputi:
pemantauan; dan
penertiban.
Ruang lingkup pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh
Pengelola Barang meliputi:
pemantauan; dan
Investigasi.
Pemantauan dan penertiban yang dilakukan oleh Pengguna
Barang/Kuasa Pengguna Barang meliputi pelaksanaan:
a. Penggunaan;
b. Pemanfaatan;
c. Pemindahtanganan;
d. Penatausahaan; dan
e. pemeliharaan dan pengamanan,
atas BMN yang berada di bawah penguasaannya.

Pemantauan dan Investigasi yang dilakukan oleh Pengelola Barang
meliputi pelaksanaan:
a. Penggunaan BMN;
b. Pemanfaatan BMN; dan
c. Pemindahtanganan BMN.


Sumber :
1) UU Nomor 17 Tahun 2003
2) UU Nomor 1 Tahun 2004
3) PP 6 Tahun 2006 dan Perubahannya PP 38 Tahun 2008
4) PP 27 Tahun 2014
5) KMK 21/KMK.6/2012
6) PMK 120/PMK.06/2007
7) PMK 226/PMK.06/2011
8) PMK 250/PMK.06/2011
9) PMK 50/PMK.06/2014
10) PMK 179/PMK.06/2009

Anda mungkin juga menyukai