Anda di halaman 1dari 25

BAB II

GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN PEREMPUAN (WOMEN


TRAFFICKING) dan PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG
BERLAKU
A. Pengertian Perdagangan Perempuan
Sebelum kita membahas tentang perdagangan perempuan dewasa, kita harus
mengerti dahulu apakah perempuan dewasa itu. Perempuan dewasa adalah seseorang
yang telah mempunyai usia diatas delapan belas (18) tahun, menurut perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia.
Dalam penulisan ini penulis menggunakan istilah perdagangan orang atau human
trafficking atau trafficking in person (istilah ini biasa dipergunakan di Kepolisian).
Sedangkan trafiking sebagai indonesianisasi dari istilah asing dalam bahasa Inggris
human trafficking yang biasa disebut dengan trafficking. Yang dimaksud dengan
perdagangan orang atau human trafficking adalah perdagangan yang sebagai korbannya
perempuan baik yang dewasa maupun anak. Perdagangan perempuan (women trafficking)
merupakan bagian dari perdagangan orang (human trafficking), maka penulis akan
memberikan beberapa pengertian perdagangan perempuan (women trafficking) sebagai
berikut:
Perdagangan manusia ( human trafficking ) dahulu dapat di artikan sebagai
pemindahan dengan pemaksaan perempuan melintasi batas negara untuk tujuan
prostitusi. Saat ini, trafficking di artikan sebagai perpindahan orang dengan paksaan,
terutama perempuan dan anak dengan atau sepengetahuan mereka, baik di dalam maupun
di luar negeri untuk tujuan eksploitasi tenaga kerja, prostitusi dan perkawinan yang tidak
seimbang ( servile marrige ). Jadi ada peluasan definisi agar mencakup masalah dan
tindak kekerasan yang telah luas lagi.
1
Istilah perdagangan manusia pertama kali digunakan untuk mendeskripsikan
mengenai perpindahan wanita dan anak-anak untuk tujuan prostitusi, lalu berkembang
menjadi perpindahan manusia yang pelakunya menggunakan cara mempengaruhi,
membohongi, menculik, dengan tujuan untuk perbudakan, prostitusi, dan berbagai bentuk
eksplotasi manusia yang lainnya
2
.
Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) mendefinisikan human trafficking atau
perdagangan manusia sebagai: Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau
penerimaan seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk
pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau
posisi rentan, memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari
orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. (Protokol
PBB tahun 2000 untuk Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum Trafiking terhadap
Manusia, khususnya perempuan dan anak-anak; Suplemen Konvensi PBB mengenai
Kejahatan Lintas Batas Negara)
3
.
GAATW misalnya, mendefinisikan perdagangan manusia adalah : Semua usaha
atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, transportasi di dalam atau melintasi
perbatasan, pembelian, penjualan, transfer pengiriman atau penerimaan seseorang dengan

1
.(m. wijers & L. Lap-chew, Trafficking in Women Forced Labour and Slavery-like Practices in
Marrige, Domestic Labour, and Prostitution, (the Netherlands : Foundation Against Trafficking in Women,
1999) , page 23-24
2
http://noanggie.wordpress.com/2008/07/08/undang-undang-no-21-tahun-2007-angin-segar-
dalam- pemberantasan-tindak-pidana-perdagangan-orang-tppo/
3
http://www.idlo.int/bandaacehawareness
menggunakan penipuan atau tekanan, termasuk penggunaan atau ancaman penggunaan
kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan hutang dengan tujuan untuk
menempatkan atau menahan orang tersebut baik dibayar ataupun tidak, uintuk kerja yang
tidak diinginkannya (domestik, seksual atau produktif) dalam kerja paksa atau ikatan
kerja atau dalam kondisi seperti perbudakan dalam suatu lingkungan lain dari tempat
dimana orang itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali
4
Dengan menyoroti perubahan-perubahan konseptual ini, kita akan mempunyai
pengertian yang lebih baik tentang bagaimana hal ini mempengaruhi pemahaman kita
tentang perdagangan manusia di Indonesia, sehingga sampai pada pemahaman bahwa
yang termasuk unsur-unsur kejahatan perdagangan orang adalah adanya suatu proses,
cara, dan tujuan yang untuk kemudian akan diatur lebih jelas dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Dalam definisinya menekankan adanya tiga elemen penting
dalam konsep trafficking, yaitu rekrutmen, transportasi dan lintas batas negara.
Dalam Pasal 1 Undang-undang No. 21 Tahun 2007 memuat tentang pengertian
perdagangan orang adalah ( tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan,
pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan,
penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan
kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat
sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain
tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan
eksploitasi atau mengakibtkan orang lain tereksploitasi ).
5
Pengertian yang diberikan oleh

4
http://72.14.235.132/search?q=cache:GnBjSvnuUn8J:www.prakarsa_rakyat.org/download/Perun
dangundangan/Position%2520Paper%2520Elsam%2520RUU%2520KUHP%25205.pdf+pengertian+Traffi
cking&hl=id&ct=clnk&cd=8&gl=id

5
Ibit hal 3
Undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang ini
perumusannya hampir sama dengan yang diatur dalam Pasal 3 protokol, tambahan
terhadap konvensi PBB melawan kejahatan terorganisir transnasional tahun 2000.
Perumusan yang terdapat dalam Pasal 3 protokol tersebut dijadikan pedoman dalam
penyelesaian kasus tindak pidana perdagangan orang sesuai dengan Surat Edaran/
Instruksi JAMPIDUM No. B-185/E/Ejp/03/2005).
Perdagangan orang berbeda dengan penyeludupan orang (people smuggling).
Penyelundupan orang lebih menekankan pada pengiriman orang secara illegal dari suatu
negara ke negara lain yang menghasilkan keuntungan bagi penyelundup, dalam arti tidak
terkandung adanya eksploitasi terhadapnya. Mungkin saja terjadi timbul korban dalam
penyelundupan orang, tetapi itu lebih merupakan resiko dari kegiatan yang dilakukan dan
bukan merupakan sesuatu yang telah diniatkan sebelumnya. Sementara kalau
perdagangan orang dari sejak awal sudah mempunyai tujuan yaitu orang yang dikirim
merupakan obyek ekploitasi. Penipuan, pemaksaan, kekerasan merupakan unsur yang
esensiil dalam perdagangan orang .
Definisi ini dibutuhkan untuk menentukan apakah suatu kasus lalu lintas manusia
merupakan trafficking atau migrasi biasa. Definisi dari protokol PBB yang luas ini
setidaknya menyediakan perangkat hukum internasional (yang diadopsi ke dalam hukum
nasional) untuk menjaring kejahatan perdagangan manusia yang selama ini tidak mudah
dijerat oleh hukum yang ada. Dalam hukum Indonesia sendiri jika korban menerima
dengan sukarela peristiwa trafficking itu (korban tahu dan menyadari bahwa ia
diperdagangkan) tidak bisa ditindak secara hukum. Selama ini yang bisa ditindak adalah
perekrutan paksa, yakni korban dibujuk atau dipaksa, disekap, untuk melakukan
pekerjaan tertentu yang tidak sesuai dengan janjinya dan ada unsur tindak pidananya.
Istilah tindak pidana diambil dari bahasa Belanda, yaitu Het Strafbare Feit, yang
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai :
6
1. Perbuatan yang boleh dihukum;
2. Peristiwa pidana;
3. Perbuatan pidana;
4. Tindak pidana.
Para penterjemah atau yang menggunakan, memberikan sandaran masing-masing
dan bahkan perumusan (pembatasan) pengertian dari istilah tersebut. Mengenai apa yang
diartikan sebagai Strafbare Feit salah satu sarjana barat, yaitu Simons pun memberikan
pengertian pembatasan yang berbeda, dalam bukunya yang berjudul Leerboek Van Het
Netherlands Strafrecht merumuskan bahwa Een Strafbaar Feit adalah suatu tindakan
atau perbuatan yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan dengan
hukum (onrechmatig), dilakukan dengan kesalahan (Schuld) oleh seseorang yang mampu
bertanggung jawab
7
.
Penggunaan istilah trafficking dalam Bahasa Indonesia telah dimulai dalam
definisi trafficking dalam KEPPRES Nomor 88 tahun 2002 tanggal 30 Desember 2002
tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak yang menyebutkan
batasan trafficking sebagai berikut : ( Trafficking Perempuan dan Anak adalah segala
tindakan pelaku trafficking yang mengandung salah satu atau lebih tindakan perekrutan,
pengangkutan antar daerah dan negara, pemindahtanganan, pemberangkatan, penerimaan,

6
EY. Kanter dan SR. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia dan Penerapannya (Jakarta: Storia
Grafika, 2002) hal. 204
7
Ibid., hal. 205
penampungan sementara. Dengan cara: ancaman, penggunaan kekerasan verbal dan fisik,
penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan posisi kerentanan, misalnya ketika
seorang tidak memiliki pilihan lain, terisolasi, ketergantungan obat, jebakan hutang, dll,
memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan perempuan dan anak
digunakan untuk tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual (termasuk paedophili), buruh
migrant legal maupun illegal, adopsi anak, pekerja jermal, penganten pesanan, pembantu
rumah tangga, mengemis, industri pornografi, pengedaran obat terlarang, penjualan organ
tubuh, bentuk eksploitasi lainnya). Sedangkan batasan Protokol PBB Tahun 2000 tentang
trafficking adalah sebagai berikut (menurut terjemahan ICMC) :
(Perdagangan manusia adalah perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan
atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-
bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, muslihat, atau penyalahgunaan
kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh
keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang
lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk, paling tidak, eksploitasi untuk
melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja atau
pelayanan paksa, perbudakan atau praktik-praktik serupa perbudakan, perhambaan atau
pengambilan organ tubuh).
Trafficking dapat disebut juga rangkaian kegiatan dengan maksud eksploitasi
terhadap perempuan dan atau anak yang meliputi kegiatan perdagangan manusia
(trafiking) khususnya perempuan dan anak adalah segala tindakan pelaku trafiking yang
mengandung salah satu atau lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah dan
antar Negara, pemindahtanganan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan
sementara atau di tempat tujuan, perempuan dan anak dengan cara ancaman, penggunaan
kekerasan verbal dan fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan
kerentanan (misalnya ketika seseorang tidak memiliki pilihan lain, terisolasi,
ketergantungan obat, jebakan utang, dan lain-lain), memberikan atau menerima
pembayaran atau keuntungan, di mana perempuan dan anak digunakan untuk tujuan
pelacuran dan eksploitasi seksual (termasuk phaedopili), buruh migrant legal maupun
illegal, adopsi anak, pekerjaan jermal, pengantin pesanan, pembantu rumah tangga,
mengemis, industri pornografi, pengedaran obat terlarang dan penjualan organ tubuh,
serta bentuk-bentuk eksploitasi lainnya.
Dalam Undang-undang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang, jelas
dari judulnya telah diartikan perdagangan orang sebagai tindak pidana. Dalam pertemuan
pemetaan masalah kesehatan reproduksi kelompok khusus Komnas HAM yang
dilaksanakan di Manado akhir bulan September 2006, calon korban trafficking yaitu anak
dan perempuan dewasa dan korban trafficking dikelompokkan dalam kelompok khusus
bersama dengan usia lanjut, penyandang cacat, pengungsi, buruh migran dan minoritas.
Sedangkan dalam pengelompokan Komnas Perempuan terdapat masyarakat adat dan
fakir miskin. Calon korban trafiking dan korban trafiking mengalami perlakuan
melanggar HAM sehubungan dengan organ reproduksi, (dipaksa berhubungan kelamin,
jika tidak bersedia dipukul disiram, diberi minum obat yang dia sendiri tidak tahu apa
gunanya, tidak ada jaminan kesehatan, jika sakit bayar sendiri, perilaku sex menyimpang
oleh pelanggan, sodomi, pedopilia) sehingga melanggar pasal 49 seperti telah disebutkan
dalam awal tulisan ini. Saparinah Sadli menyebutkan bahwa trafiking adalah bentuk
victimisasi perempuan.
8
Viktimisasi Perempuan :
Korban perdagangan perempuan digolongkan sebagai kekerasan kriminal dalam
relasi interpersonal. Namun, perlu dipahami bersama bahwa kekerasan kriminal bisa
dilatarbelakangi oleh adanya pengalaman kekerasan dalam relasi intim perempuan yang
menjadi korban perdagangan perempuan (seperti : mengalami kekerasan dalam keluarga,
ingin keluar dari kondisi keluarga tidak harmonis). Sehingga viktimisasi perempuan
dalam perdagangan perempuan juga dapat diselimuti oleh pengalaman perempuan korban
yang cenderung dirahasiakan. Yang perlu disikapi adalah bahwa dua bentuk kekerasan
terhadap perempuan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius dan
mempunyai konsekuensi negatif terhadap kesehatan mental dan fisik perempuan korban
perdagangan. Bentuk kekerasan berbasis gender yang dialaminya, bisa tergolong fisik,
mental sampai dengan perkosaan dan ancaman dibunuh.
Respons psikologis perempuan korban perdagangan perempuan akan bervariasi
dari tidak selalu mewujud dalam simtom yang jelas (karena ada yang mampu mengontrol
emosi diri). Respons psikologis dapat bervariasi dari stres ringan sampai dengan
menunjukkan simtom depresi yang berat (seperti panic disorder dan post traumatic
syndrome). Bagaimana caranya viktim atau perempuan korban mengevaluasi stresor akan
ikut menentukan respons psikologisnya. Stres psikologis yang dialami viktim juga akan
dipengaruhi oleh relasinya dengan lingkungannya seperti komitmennya terhadap orang-
orang lain maupun keyakinannya dalam berinteraksi dengan orang lain. Sedangkan
pengaruh faktor lingkungan banyak ditentukan oleh lamanya dan ambiguitas (ketidak


8
Sadli Saparinah dalam Lapian dan Geru, 2006
jelasan) stresor (seperti dikurung dalam tempat tertentu untuk jangka waktu yang tidak
dapat ia pastikan) yang dihadapinya. Simtom post traumatic stres disorder (PTSD)
seperti: obsesi, mimpi buruk (nightmare), dan fobia dianggap sebagai respons emosional
perempuan korban terhadap kondisi traumatiknya. Beberapa contoh kasus trafiking kasus
Timika ( I dan II ), kasus Mangole, kasus Sorong, kasus Penari Jepang, kasus Jayapura,
kasus Samarinda, kasus kendari, kasus Batam/Singapura , kasus KM Hannah
B. Modus Operandi yang Dipakai Dalam Perdagangan Perempuan.
Identifikasi human trafficking mencangkup elemen pemindah tanganan seseorang
dari satu pihak ke pihak lainnya, yang meliputi kegiatan rekuitmen, transportasi
(pengangkutan/pemindahan), transfer (alih tangan), penampungan dan penerimaan,
elemen berikutnya adalah menggunakan ancaman, pemaksaan, penyalahgunaan
kekuasaan atau posisi ketidakberdayaan, penculikan, penipuan, pemberdayaan,
pembayaran atau pemberian sesuatu untuk mendapatkan persetujuan (dari korban) atau
untuk menguasai korban. Akhirnya elemen trafficking mencakup tujuan eksploitasi yang
meliputi pemanfaatan orang dalam prostitusi atau dalam bentuk eksploitasi seksual
lainnya, kerja paksa ( tenaga fisik maupun layanan jasa ), perbudakan atau praktek-
praktek menyerupai perbudakan, penghambaan (sertvitude) atau pengambilan organ
tubuh.
9
Proses perekrutan di industri seks internasional hampir serupa dengan proses
perekrutan bagi buruh migran. Hal inilah yang membingungkan dan dapat menimbulkan
masalah trafficking. Banyak kasus yang terjadi bahwa seorang perempuan dijanjikan

9
Lola wagner, Trafficking Perempuan dan Remaja untuk Tujuan Eksploitasi Seksual Komersial
di Batam, Jurnal Perempuan No. 29, (Jakarta : Yayasan Perempuan, 2004), hal 22-30
untuk berkerja sebagai pembantu rumah tangga di luar negeri, tetapi sesampainya di
tempat tujuan dia dipekerjakan di bar atau tempat karaoke dan kemudian dipaksa untuk
menjadi pekerja seksual komersil (PSK).
Pelaksanaan perdagangan orang khususnya yang bertujuan eksploitasi seksual
komersial mengandung ha-hal penting yaitu adanya praktek penipuan dan pemaksaan
terhadap korban, memanfaatkan ketidakberdayaan korban dan keluarga serta adanya
eksploitasi yang keji dan menjadikan korban sebagai suatu komoditi yang dapat
diperjual-belikan sesuka hati.
Modus operandi yang dipakai atau dilakukan oleh pelaku atau sindikat
perdagangan perempuan untuk kepentingan bisnis pelayanan jasa seksual komersial
relatif bermacam-macam, ada yang sebagian dengan menggunakan cara penipuan dan
bujuk rayu, tetapi tidak jarang juga terjadi dengan menggunakan kekerasan atau paksaan
yang dilakukan oleh sindikat atau pelaku kejahatan agar mendapatkan perempuan untuk
dijadikan pekerja seksual komersial. Umumnya pelaku, yang biasanya sudah berupa
jaringan/sindikat, mencari korbannya ditempat - tempat ramai, seperti pusat pertokoan,
mall, cafe - cafe. ada pula di sekolah - sekolah, tempat kursus. banyaknya pula yang
mencari di daerah pinggiran kota atau desa - desa miskin. adapun cara kerja ( modus
Operandi ) yang biasanya di pergunakan pelaku untuk menjerat korbannya :
* Mula - mula pelaku menawarkan kebaikan seperti menawarkan minuman atau
mengantar pulang. perlahan tapi pasti dan memperlihatkan sikap yang baik hingga
menyakinkan korban bahwa mereka tidak bermaksud jahat. setelah beberapa kali
berhubungan sebagai *teman*, mulailah sipelaku menunjukan niat yang sebenarnya.
* atau bisa juga, pelaku mendatangi daerah - daerah pinggiran kota, terutama yang
berada dibawah garis kemiskinan, mencari anak perempuan dan bertindak seolah -
olah sebagai orang yang memiliki informasi tentang lowongan pekerjaan dengan gaji
yang cukup besar. dengan dalih itu. korban dibawa pada seseorang yang dikenakan
sebagai orang yang akan menolongnya memberikan pekerjaan. kemudian ternyata
orang tersebut tak lain adalah seorang germo/ mucikari.
* Cara yang lain yaitu dengan memanfaatkan teman sebaya atau teman dekat. anak
yang sudah masuk dalam perangkap mereka., dipaksa untuk membujuk temannya
agar bisa diajak dan masuk dalam sindikatnya.
Perdagangan perempuan (women trafficking) untuk tujuan seksual komersial bisa
saja terjadi juga di PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia) dengan berbagai
motif. Motif yang digunakan oleh PJTKI berupa iming-iming untuk dipekerjakan sebagai
buruh di perusahaan yang berada di luar negeri. Bagi calon buruh migran, biaya yang
sudah dikeluarkan pertama kali dan dibayarkan kepada sponsornya akan bertambah
ketika yang bersangkutan tiba di tempat/kota transit. Calon pekerja migran yang
keberangkatannya diurus oleh sebuah agen PJTKI, untuk sementara waktu ditempatkan
di rumah-rumah penampungan menunggu keberangkatan ke negara tujuan. Sementara hal
yang mirip terjadi pada kasus-kasus untuk tujuan eksploitasi seksual, umumnya para
korban tertipu dengan iming-iming biaya gratis mulai dari kampung halaman hingga
sampai ke tempat kerja. Mereka baru sadar bahwa biaya yang telah dikeluarkan oleh
perekrut atau penghubung merupakan utang yang kemudian hari dibebankan oleh
majikan. Sehingga para pekerja mempunyai beban hutang kepada majikan, yang harus
dibayar. Untuk membayarnya maka para pekerja dipekerjakan untuk diekploitasi seksual
komersial atau pekerja seks komersial. Kerja seks komersial (commercial sex work)
adalah pemberian layanan seks untuk melunasi utang atau keuntungan materiil.
C. Ketentuan Yang Mengatur Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang
1. Undang-Undang No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang.
2. Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU PA) yang
bertujuan untuk melindungi anak dari eksploitasi dan seksual
3. Keppres No. 87 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual
Komersial Anak.
4. Keppres No. 88 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak
D. Menurut Undang-undang No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban (UU PSK)
Ketentuan pidana dalam undang-undang ini diatur dalam Bab V dari pasal 37 sampai
dengan pasal 43. ketentuan dalam undang-undang ini tidak secara khusus mengatur
mengenai perlindungan terhadap korban tindak pidana kekerasan, melainkan mengatur
mengenai perlindungan terhadap korban tindak pidana pada umumnya.
a. Pasal 36
(1) Setiap orang yang memaksakan kehendaknya baik menggunakan kekerasan
maupun cara-cara tertentu, yang menyebabkan Saksi dan/atau Korban tidak
memperoleh perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau
huruf d sehingga Saksi dan/atau Korban tidak memberikan kesaksiannya pada tahap
pemeriksaan tingkat mana pun, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp40.000.000 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang melakukan pemaksaan kehendak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sehingga menimbulkan luka berat pada Saksi dan/atau Korban, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang melakukan pemaksaan kehendak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sehingga mengakibatkan matinya Saksi dan/atau Korban, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama seumur hidup dan
pidana denda paling sedikit Rp80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
b. Pasal 37
Setiap orang yang menghalang-halangi dengan cara apapun, sehingga Saksi dan/atau
Korban tidak memperoleh perlindungan atau bantuan, Sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf d, Pasal 6, atau Pasal 7 ayat (1), dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
c. Pasal 38
Setiap orang yang menyebabkan Saksi dan/atau Korban atau keluarganya kehilangan
pekerjaan karena Saksi dan/atau Korban tersebut memberikan kesaksian yang benar
dalam proses peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun
dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp80.000.000,00
(delapan puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
d. Pasal 39
Setiap orang yang menyebabkan dirugikannya atau dikuranginya hak-hak Saksi
dan/atau Korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, atau Pasal 7 ayat (1)
karena Saksi dan/atau Korban memberikan kesaksian yang benar dalam proses
peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
e. Pasal 40
Setiap orang yang memberitahukan keberadaan Saksi dan/atau Korban yang tengah
dilindungi dalam suatu tempat khusus yang dirahasiakan oleh LPSK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf j, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling sedikit
Rp80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
f. Pasal 41
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38,
Pasal 39, dan Pasal 40 dilakukan oleh pejabat publik, ancaman pidananya ditambah
dengan 1/3 (satu pertiga).
g. Pasal 42
(1) Dalam hal terpidana tidak mampu membayar pidana denda sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, dan Pasal 41 pidana
denda tersebut diganti dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 3 (tiga) tahun.
(2) Pidana penjara sebagai pengganti pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dicantumkan dalam amar putusan hakim.
E. Faktor Penyebab Perdagangan Perempuan ( trafficking)
Menjajakan seks adalah bisnis yang besar, bisnis ini adalah bisnis yang cepat
merambah dan kerapkali terjadi saling sikut sesama perantara atau pelaku bisnis ini.
Sangat sulit untuk di pantau , dan kerapkali melanggar hokum yang dikaitkan dengan
kejahatan teorganisir, seperti bar, club malam, panti pijat, club kesehatan, restoran
remang-remang dan lain sebagainya yang menawarkan seks komersial maupun bentuk-
bentuk hiburan dan jasa pelayanan yang berbau seksual.
Trafficking bukan fenomena yang sederhana. Factor-faktor yang membuat
perempuan rentan terhadap perdagangan seksual merupakan hal yang kompleks dan
saling berjalinan satu sama lain. Factor-faktor yang berperan penting terhadap trafficking
adalah :
a . Kemiskinan
Kemiskinan menyebabkan seseorang menjadi lebih rentan terhadap trafficking,
khususnya eksplotasi seksual komersil bagi perempuan-perempuan remaja atau yang baru
tumbuh besar, karena kemiskinan mengakibatkan seseorang lebih mudah di tipu, apabila
perempuan-perempuan tersebut menginginkan taraf hidup yang tinggi atau yang
keinginannya selalu terpenuhi, sehingga lebih mudah di rayu untuk bekerja dikota besar
dengan penghasilan yang lumayan besar.
Kemiskinan merupakan penyebab perdagangan perempuan untuk tujuan eksploitasi
seksual komersil. Namun kemiskinan bukanlah satu-satunya indikator yang
menyebabkan seseorang terjerumus dalam perdagangan. Di lain pihak banyak orang
hidup diatas garis kemiskinan menjadi korban trafficking. Hal ini disebabkan alasan yang
berbeda dari setiap orang tersebut, yaitu ada yang dikarenakan harus memberi makan
keluarganya, sehingga terjerumus dalam perdagangan untuk eksploitasi seksual dan ada
juga yang dikarenakan ingin meningkatkan kesejahteraan dirinya sendiri agar dapat
memuaskan dirinys atau agar semua kebutuhannya yang di inginkan terpenuhi secara
material, bahkan ada juga karena salah pergaulan.
Selain kemiskinan, kurangnya kesempatan dalam memperoleh pekerjaan didesa
merupakan factor pendorong bagi perempuan-perempuan remaja atau baru besar untuk
bekerja ke kota besar yang menyebabkan mereka rentan terhadap trafficking. Hal ini
ditambah lagi dengan hasrat untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar di kota
maupun luar negeri mendorong orang dalam siklus migrasi dan menempatkan diri
mereka dalam resiko trafficking..
b. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yang rendah dan buta aksara juga merupakan factor yang
merupakan kerentanan terhadap trafficking. Kurangnya pendidikan dan pelatihan
menyebabkan perempuan sulit untuk mendapat pekerjaan untuk membantu keuangan
keluarga dan kebutuhan pribadinya. Dengan tingkat pendidikannya yang rendah
menyebabkan mereka (perempuan) hanya mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang
rendah, seperti pramusaji, pembantu rumah tangga atau sales girl, itu lah salah satu
penyebab mereka lebih mudah untuk jadi korban perdagangan seksual komersil.
Dengan tingkat pendidikan formal yang rendah dan kurangnya pelatihan
menyebabkan para perempuan dari desa hanya dapat mencari pekerjaan di sector
informal, seperti pembantu rumah taangga, sehingga perempuan yang menempuh jalur
illegal untuk dapat bekerja ke luar negeri, menyebabkan mereka tidak mendapatkan
perlindungan hukum maupun mengetahui hak-hak mereka sehingga sangat rentan
terhadap eksplotasi, khususna seksual komersil.
Seringkali perempuan yang bekerja di luar negeri atau di kota besar dijanjikan secara
lisan oleh agen untuk melakukan pekerjaan dengan jumlah gaji yang besar. Sehingga
perempuan-perempuan tersebut tertarik dengan apa yang ditawarkan oleh agen atau orang
yang menawarkan pekerjaan tersebut. Tetapi didalam kontrak yang dibuat, dengan
ketidaktahuan dan ketidakmampuan mereka (perempuan) membaca kontrak, di
sebutkanlah pekerjaan dan gaji yang berbeda dengan yang dijanjikan semula oleh agen
atau orang tersebut. Hal ini sehingga membawa perempuan tersebut dalam kondisi rentan
terhadap eksplotasi seksual komersil.
c. Pergaulan
Pedagangan perempuan sering terjadi karena salahnya pergaulan yang di jalani para
perempuan yang sedang beranjak dewasa, banyak perempuan remaja yang pada jaman
modern ini bermain di club-club malam yang mengakibatkan pergaulan bebas , mereka
tidak sadar bahwa club-club malam tersebut akan menjerumuskan mereka ke dunia
prostitusi, karena club malam tersebut banyak pria hidung belang dan wanita yang sering
atau suka ke club malam biasanya di gambarkan sebagai wanita nakal oleh hidung
belang atau trifficker, apabila perempuan ini terkena rayuan dari orang yang ingin
memperdagangkan mereka untuk seksual komersial, biasanya perempuan ini termasuk
pelacur elite. Pelacur elite termasuk pelacur yang jarang mempunyai penyakit kelamin
atau AIDS, banyak penderita penyakit aids dikarenakan hubungan seksual
10
. Maka dari
itu kita tidak di anjurkan untuk berganti pasangan dalam berhubungan seksual.
Perempuan-perempuan jenis ini memiliki pelanggan-pelanggan terpilih dan
jumlah lelaki yang di layani mereka pun sangat terbatas. Biasanya mereka luar biasa
cantik, berpendidikan tinggi, dan sangat fasih dalam berbahasa inggris. Biasanya mereka
juga bukan dari keluarga miskin, karena pergaulan saja mereka menjadi korban
trafficking, dari itu mereka terjerumus ke dunia prostitusi, dan akhirnya mereka merasa
enak dan senang melakukan pekerjaan ini karena mendapatkan penghasilan yang besar
dan mendapatkan pergaulan luas serta teman yang banyak yang seperti di inginkan
sebelumnya oleh para gadis ini.
d. . Terbatasnya kesempatan kerja
Meningkatnya jumlah penduduk usia kerja di Indonesia yang tidak diiringi dengan
bertambahnya lapangan kerja menjadi persoalan pelik dinegeri ini. Keterbatasan
pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja menyebabkan banyaknya lulusan

10
Hafids Wardah Penyakit Hubungan Seksual dan HIV/AiDS dari Perspektif Perempauan hal 27
pendidikan tinggi yang menjadi pengangguran. Apalagi bagi masyarakat miskin
berpendidikan rendah tentunya banyak mengalami keterbatasan dalam menghadapi
persaingan untuk mendapatkan pekerjaan. Keterbatasan lapangan pekerjaan
menyebabkan masyarakat rentan terlibat dengan perdagangan orang.
Tidak ada faktor tunggal yang mampu mewakili seluruh sebab terjadinya
trafficking pada manusia. Hal ini dikarenakan banyaknya kepentingan yang membentuk
dan menyebabkan terjadinya kasuskasus trafficking yang ada selama ini. Namun
secara keseluruhan, termasuk didalamnya ; faktor kemiskinan, faktor keinginan menjadi
kaya dengan jalan yang mudah dan cepat, tingkat pendidikan dan ketrampilan yang
rendah, kurangnya wawasan mengenai trafficking, dan lemahnya kinerja penegakkan
hukum yang menyebabkan adanya Trafficking
11
Kemiskinan mendorong orang berusaha menyelesaikan persoalanpersoalan
perekonomiannya, misalnya melunasi hutanghutang yang semakin membengkak dan
memenuhi kebutuhan yang mendesak. Hal tersebut mendorong mereka mau melakukan
pekerjaan apa saja demi menyelesaikan problem perekonomiannya yang sudah sangat
kompleks, sehingga mengakibatkan terbuka kesempatan terjadinya trafiking.
Tuntutan globalisasi zaman mendorong setiap orang berlombalomba meningkatkan taraf
hidup mereka setinggi mungkin. Semua orang ingin cepat kaya dengan jalan semudah
dan secepat mungkin. Hal ini mendorong segilintir orang bermigrasi ke negara lain untuk
mencari pekerjaan dengan iming-iming gaji yang besar. Orangorang tersebut rentan
menjadi korban trafiking.
12

11
http://:www.prakarsarakyat.org/download/Perundangundangan/Position%2520Paper%2520Elsa
m%2520RUU%2520KUHP%25205.pdf+pengertian+Trafficking&hl=id&ct=clnk&cd=8&gl=id
12
Ibid
Tingkat pendidikan dan ketrampilan yang rendah membuat seseorang mengalami
keterbatasan dalam kesempatan kerja. Hal ini mendorong orang tersebut mencari
pekerjaan yang mudah dan tidak menuntut tingkat pendidikan maupun ketrampilan yang
tinggi. Orang orang tersebut menjadi rentan menjadi korban trafiking karena kebiasaan
mereka yang bermigrasi kesanakemari guna mencari pekerjaan yang menjanjikan bagi
mereka.
13
Kurangnya wawasan masyarakat mengenai trafiking membuat masyarakat
umumnya kurang memberi perhatian pada hal tersebut. Masyarakat menjadi kurang peka
terhadap kasuskasus trafiking yang terjadi di sekitarnya sehingga cenderung tidak
sadar dan waspada akan bahaya trafiking yang mengintainya karena mereka tidak tahu
bagaimana cara pelaku trafiking menipu dan menjerat korbannya.
Negara Indonesia memiliki konstitusi hukum yang dengan jelas mengatur
perlindungan bagi masyarakatnya dari tindak trafiking. Kita punya UU No. 21 tahun
2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO), KUHP (Pasal
297), Keppres No 88 Tahun 2002 RAN Anti Trafiking. Namun sangat disayangkan
penerapan aturanaturan hukum yang telah dibuat dengan tujuan yang baik dan tegas
tidak dijalankan dengan baik dan tegas. Hal ini membuat tindak pidana perdagangan
orang trafiking terus bertumbuh secara merajalela tanpa mendapat perhatian serius dari
aparat penegak hukum
14
.
Faktor penyebab Trafficking dapat disimpulkan, antara lain
15
:
1. Kurangnya kesadaran ketika mencari pekerjaan dengan tidak mengetahui bahaya
trafiking dan cara-cara yang dipakai untuk menipu atau menjebak korban.

13
Ibid
14
Ibid
15
http://deirdre-peekaboo.blogspot.com/2008/11/ menyoroti-perdagangan-manusia.html
2. Kemiskinan telah memaksa banyak orang untuk mencari pekerjaan ke mana
saja,tanpa melihat risiko dari pekerjaan tersebut
3. Kultur/budaya yang menempatkan posisi perempuan yang lemah dan juga posisi anak
yang harus menuruti kehendak orang tua dan juga perkawinan dini, diyakini menjadi
salah satu pemicu trafiking. Biasanya korban terpaksa harus pergi mencari pekerjaan
sampai ke luar negeri atau ke luar daerah, karena tuntutan keluarga atau orangtua
4. Lemahnya oknum-oknum aparat penegak hukum dan pihak-pihak terkait dalam
melakukan pengawalan terhadap indikasi kasus-kasus trafiking.
5. Gaya hidup yang materialistik / konsumerisme. Pengaruh kemajuan tekhnologi
disamping membawa kehidupan ini menjadi positif juga membuat kehidupan ini
menjadi negatif seperti pengaruh gencarnya iklan-iklan yang ditayangkan oleh media
televisi terhadap kemudahan hidup yang di dapatkan secara instan menjadikan orang-
orang yang melihatya berprilaku konsumtif dalam menjalani hidup. Akibatnya bagi
orang yang tidak mampu, orang tersebut mencari jalan pintas demi untuk
mendapatkan barang-barang tersebut dan terkadang jalan pintasnya adalah bekerja
sebagai PSK atau pekerjaan yang berbahaya lainnya.
F. Pihak-Pihak Yang Terlibat
Perdagangan, pembelian dan penjualan perempuan untuk di jadikan pelacur
merupakan perdagangan luas yang dikelola oleh jaringan raksasa. Beberapa dari mereka
adalah para professional yang berpengalaman dalam industri seks.
Proses perdagangan itu terjadi karena adanya permintaan yang besar bagi seks
yang murah dan amat terjangkau, permintaan ini terus meningkat karena adanya
keterbatasan bagi perempuan serta interaksi mereka terhadap pengetahuan perdagangan
perempuan yang dijadikan pekerja seksual komersial. Perempuan yang diperdagangkan
nyaris selalu berakhir di sejenis rumah bordil yang kumuh atau club, yang melayani
sejumlah besar pelanggan demi uang yang tidak seberapa. Beberapa bahkan sama sekali
ada yang tidak di bayar. Susunan industri ini serta cara perempuan masuk kedunia
prostitusi sangat beragam, ada yang di ciduk, dipaksa atau dipikat ke dalamnya.
Sesungguhnyalah sarana paling lazim untuk memperdagangkan perempuan muda
kedalam industri seks di segenap penjuru Indonesia, khususnya kota-kota besar adalah
janji untuk mendapatkan pekerjaan. Beberapa perempuan diberitahu jenis pekerjaan apa
yang akan dilakukannya, namun mereka tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, banyak
perempuan yang semula direkrut untuk dijadikan pembantu rumah tangga, pegawai
restoran, atau untuk pekerjaan hiburan lain kemudian dipaksa untuk bekerja dalam
industri seks komersial.
16
Namun Hanya sedikit sekali dari jenis-jenis pekerjaan itu yang
sungguh-sungguh ada, tetapi bagi kebanyakan gadis itu pekerjaan demikian tidak
berangsur lama bahkan tidak sepat di rasakan. Apabila sempat merasakan pkerjaan yang
dijanjkan, itu hanyalah pos persinggahan dalam perjalanan menuju tempat atau rumah
bordil.setelah seorang gadis remaja pergi dari kampung halamannya dan telah berada
diluar perlindungan keluarga dan komunitasnya, maka ia kian menjadi tidak berdaya, dan
ia hanya tinggal selangkah lagi menuju perdagangan seksual komesial atau masuk
kedalam dunia prostitusi atau pelacuran.
Yang dapat disebut sebagai pihak yang terlibat dalam perdagangan perempuan untuk
pekerja seks komersial ( PSK )diantaranya adalah :

16
Rosenberg Ruth, Editor Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, hal 20
a. Calo pengantin / pernikahan : calo merupakan perantara dalam pengantin pesanan.
Calo pengantin merupakan trafficker jika mereka nantinya menghasilkan perkawinan
yang menyebabkan perempuan itu tereksploitasi atau biasa juga disebut kawin
kontrak (perkawinan yang waktunya sudah ditentukan untuk beberapa lama). Apabila
pihak lelakinya kasar, pihak perempuan dan orang tua perempuan tersebut tidak akan
menyalahkan perantara.
17
b. Orang tua dan kerabat : mereka adalah traffickers apabila dengan sadar menjual gadis
atau kerabat perempuannya untuk menjadi pekerja seksual komersial, mereka juga
merupakan traffickers jika mereka menerima uang pembayaran atas penghasilan
bekerja mereka sebagai pekerja seksual komersial.
c. Calo / agen : Memperoleh bayaran untuk setiap buruh yang direkrut. Mereka sering
terlibat dalam praktek pemalsuan dokumen. Mereka terlibat ketika mereka
membohongi orang yang direkrutnya mengenai kebenaran pekerjaan yang akan
dilakukan dan gaji yang akan diterima. Sebagian calo/agen sacara sadar merekrut
perempuan untuk industri seks dan banyak pula yang merekrut perempuan untuk
industri seks tanpa menyadarinya.
d. Germo : dalam kamus bahasa Indonesia berarti pemburu atau pengejar mangsa, juga
biasa disebut dengan mucikari. Dalam perdagangan manusia, germo adalah orang
yang perperan mengatur bagaimana para korban di eksploitasi untuk keuntungan
sendiri. Germo bukan saja menjadi perantara tetapi juga menangani proses awal,
mencari mangsa bahkan anak-anak yang masih dibawah umur untuk dilacurkan.
Selain mempelopori cara penipuan dengan modus penyaluran tenaga kerja, germo

17
Yentriyani Andy, Politik Perdagangan Perempuan, hal 75
juga membangun jaringan yang sangat kuat khusus untuk perdagangan orang yang
dilacurkan.
e. Suami : suami yang menikahi dan kemudian mengirim istrinya ke sebuah tempat baru
dengan tujuan untuk mengeksploitasi demi keuntungan ekonomi, menempatkanya
dalam status budak, atau memaksanya melakukan prostitusi, suami tersebut terlibat
dalam perdagangan.
Pihak-pihak yang terlibat dalam trafficking adalah:
Pelaku Trafficking
18
1. Perusahaan perekrut tenaga kerja/PJTKI
2. Agen/calo tenaga kerja
3. Aparat pemerintah, jika memalsukan dokumen, membiarkan terjadinya
pelanggaran, dan memfasilitasi penyebrangan melintasi perbatasan secara illegal
4. Majikan, jika menempatkan pekerja secara eksploitatif . tidak membayar gaji,
menyekap pekerja, melakukan kekerasan seksual, fisik, memaksaterus bekerja aau
menjerat pekerja dengan hutan
5. Pemilik atau pengelola rumah bordil.
6. Orang tua, sanak saudara dapat dianggap sebagai pelaku manakala mereka secara
sadar menjual anak atau saudarannya baik langsung atau melalui calo kepada
majikan di sector industri seks atau lainnya. Atau jika mereka menerima
pembayaran di muka dengan penghasilan yang akan diterima oleh anak mereka
nantinya. Demikian pula jika orang tua menawarkan layanan dari anak mereka
guna melunasi hutangnya dan menjerat anaknya libatan hutang.

18
http://www.ppsw.or.id/Greget/buruh-migran-trafficking.html
7. Suami juga bisa menjadi pelaku, jika ia menikahi perempuan tetapi kemudian
mengirim istrinya ke tempat baru untuk mengeksploitasinya demi keuntungan
ekonomi, menempatkannya dalam status budak atau memaksanya melakukan
prostitusi.

Anda mungkin juga menyukai