PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013
ii HALAMAN PENGESAHAN PERKAWINAN DIHIBRID DAN RASIO FILIALNYA Oleh Kelompok II
Yogyakarta, 14 November 2013 Anggota No. Nama NIM 1. Wahyu Marliyani 13312241005 2. Endah Setyo Rini 13312241010 3. Firda Putri Darojati 13312241013 4. Annisa Fitri Sholikhah 13312241027 5. Esny Yanuartika 13312241037
diserahkan pada tanggal................................................................jam.....................
Mengetahui Asisten
( )
0 A. Judul Perkawinan Dihibrid dan Rasio Filialnya
B. Tujuan Percobaan Setelah melakukan kegiatan ini mahasiswa dapat : 1. Menunjukkan rasio fenotip dari perkawinan monohybrid, baik dengan dominasi penuh maupun tidak penuh. 2. Menunjukkan rasio fenotip dari perkawinan dihibrid , baik dengan dominasi penuh maupun tidak penuh.
C. Dasar Teori Aspek penting pada organisme adalah kemampuannya untuk bereproduksi sehingga dapat melestarikan jenisnya. Pada organisme generatif, individu baru adalah hasil kombinasi informasi genetis yang disumbangkan oleh dua gamet berbeda yang berasal dari kedua parentalnya. Istilah-istilah dalam genetika yang perlu diketahui : 1. Parental : induk yang mengadakan persilangan. 2. Filial : individu hasil persilangan. 3. Gen dominansi : gen yang menutupi sifat gen lain yang sealel, biasanya disimbolkan dengan huruf kapital. 4. Gen resesif : gen yang ditutupi sifat gen lain yang sealel, biasanya disimbolkan dengan huruf kecil. 5. Gen intermediet : gen yang berpengaruh sama kuat. 6. Alel : gen-gen yang terletak pada kromosom homolog. 7. Fenotip : sifat yang tampak dari luar. 8. Genotip : sifat yang tidak tampak dari luar, biasanya disimbolkan dengan huruf awal sifat yang diwakilinya. Macam-macam hibridisasi : 1. Monohibrid, yaitu persilangan yang hanya menggunakan satu macam gen yang berbeda atau menggunakan satu sifat beda. 2. Dihibrid, yaitu persilangan yang menggunakan dua sifat beda atau dua pasang kromosom yang berbeda dari kedua parentalnya. 3. Polihibrid, yaitu persilangan tiga atau lebih sifat beda yang berasal dari kedua parentalnya.
1 Perkawinan silang pertama kali ditemukan oleh George John Mendel yang lahir di Heinzendeorf pada tahun 1822-1884 dan tinggal di Cekoslavia. Gregor John Mendel adalah seorang pendeta, pada tahun 1851 ia dikirim ke Universitas Wina untuk belajar ilmu pengetahuan alam, tetapi dia tidak mendapatkan nilai baik untuk fisika dan matematika. Ketika ia kembali ke kota Brunn mulailah ia pada tahun 1857 mengumpulkan beberapa jenis ercis (Pisum sativum). Dikebun biaranya, ia menanam tanaman ercis untuk mempelajari perbedaan satu dengan yang lainnya dan melakukan perkawinan silang pada tanaman tersebut. Setelah kurang lebih tujuh tahun lamanya ia mengadakan pengamatan secara teliti dan seksama, maka pada tahun 1865 ia membawa hasil percobaannya pada pertemuan ilmiah yang diselenggarakan oleh perhimpunan pengetahuan alam di Brunn. Pada tahun 1866, karya ilmu Mendel itu dicetak oleh perhimpunan tersebut yang kemudian menyebarluaskannya keberbagai perpustakaan di Eropa dan Amerika ( Campbell, 1997: 282 ). Genetika merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang keturunan dan pewaris sifat pada makhluk hidup. Dalam genetika terdapat gen yang berfungsi menyampaikan informasi genetic pada keturunan berikutnya. Oleh karena itu setiap keturunan akan mempunyai fenotip maupun genotip yang hamper sama atau hasil campuran sifat-sifat induknya. Sifat yang dapat diamati disebut fenotip, sedangkan yang tidak dapat diamati disebut genotip yang berupa susunan genetic suatu individu ( Pratiwi, 1997 : 27 ). Dalam ilmu genetika terdapat suatu istilah yang disebut sebagai homozigot dan heterozigot. Homozigot adalah sifat suatu individu yang genotipnya terdiri atas gen-gen yang sama dari tiap jenis gen, misalnya RR, rr, MM, NN sedangkan heterozigot adalah sifat suatu individu yang genotipnya terdiri atas gen-gen yang berlainan dari tiap jenis gen, misalnya Rr, Mm,Nn. Hukum Mendel memberikan dasar untuk ilmu genetic modern. Metodenya masih menganalisis transmisi sifat turunan (Sudjino, 1998 : 100). Hukum Mendel I Hukum Mendel I dikenal sebagai hukum Segregasi. Selama proses meiosis berlangsung, pasangan-pasangan kromosom homolog saling berpisah dan tidak berpasangan lagi. Setiap set kromosom itu terkandung di dalam satu sel gamet. Proses pemisahan gen secara bebas dikenal sebagai segregasi bebas. Hukum Mendel I dikaji dari persilangan monohibrid (Istamar Syamsuri, 2004: 101). Hukum Mandel I berlaku pada gametogenesis F1. F1 itu memiliki genotif heterozigot. Baik pada bunga betina maupun benang sari, terbentuk 2 macam gamet. Maka kalau terjadi penyerbukan sendiri (F1 x F1) terdapat 4 macam perkawinan (Wildan Yatim, 1996: 76).
2 Pada galur murni akan menampilkan sifat-sifat dominan (alel AA) maupun sifat resesif (aa) dari suatu karakter tertentu. Bila disilangkan, F1 akan mempunyai kedua macam alel (Aa) tetapi menampakkan sifat dominan (apabila dominan lengkap). Sedangkan individu heterozigot (F1) menghasilkan gamet-gamet, setengahnya mempunyai alele dominant A dan setengahnya mempunyai alele resesif a. Dengan rekomendasi antara gamet-gamet secara rambang populasi F2 menampilkan sifat-sifat dominant dan resesif dengan nisbah yang diramalkan. Nisbah fenotif yaitu 3 dominan (AA atau Aa) : 1 resesif (aa). Nisbah geneotif yaitu 1 dominan lengkap (AA) : 2 hibrida (Aa) : 1 resesif lengkap (aa) (L.V.Crowder, 1997: 33). Sifat yang muncul pada F1 disebut sebagai sifat dominan (menang), sedangkan yang tidak muncul disebut sifat yang resesif (kalah). Oleh Mendel, huruf yang dominant homozigot diberi symbol dengan huruf pertama dari sifat dominan, dengan menggunakan huruf kapital yang ditulis dua kali. Sifat resesif diberi symbol dengan huruf kecil dari sifat dominant itu tadi. Symbol ditulis dua kali atau sepasang karena kromosom selalu berpasang. Setiap gen pada kromosom yang satu memiliki pasangan pada kromosom homolognya (Istamar Syamsuri, 2004: 102). Monohibrid dominansi penuh Persilangan ini terjadi antara dua individu yang mempunyai sifat dominansi penuh dengan individu lain yang bersifat resesif. Hasil Fl seragam, dengan genotipe dan fenotipe semua keturunan Fl sama. Apabila persilangan dilanjutkan dengan menyilangkan individu sesame Fl akan dihasilkan keturunan ke-2 (F2), dengan tiga macam genotip dan dua macam fenotipe. Contoh: Kacang ercis berbatang tinggi disilangkan dengan yang berbatang rendah menghasilkan tanaman yang berbatang tinggi. Bila pada keturunan pertamanya (F1) dibiarkan mengadakan penyerbukan sendiri, maka rasio genotipe dan rasio fenotipenya adalah sebagai berikut : P tt >< TT Kerdil tinggi Gamet t T Segregasi F1 Tt (tinggi)
3 Bila F1 disilangkan sesamanya terlihat hasil sebagai berikut: F1 x F1 Tt >< Tt Tinggi Tinggi Gamet T, t T,t F2 T t T TT tinggi Tt tinggi t Tt tinggi Tt kerdil
F2 : TT, Tt, Tt, tt Rasio genotip : TT : Tt : tt = 1 : 2 : 1 Rasio fenotipe : Tinggi : Kerdil = 3 : 1. Monohibrid dominansi tidak penuh (intermediet) Persilangan ini terjadi antara dua individu dengan sifat yang tidak dominansi tetapi juga tidak resesif terhadap sesamanya. Individu Fl merupakan perpaduan sifat kedua induknya, sadangkan pada F2 dihasilkan keturunan perbandingan genotipe dan fenotipe 1: 2: 1. Contoh: Bunga pukul empat ( Mirabilis Jalapa ) warna merah disilangkan dengan warna putih menghasilkan warna merah muda 100%. Bila keturunan pertamanya dibiarkan mengadakan penyerbukan sendiri maka rasio genotip dan rasio fenotipnya adalah sebagai berikut : P : Bunga merah >< Bunga Putih Genotip : Mm mm Gamet : M m F1 : Bunga merah muda Genotip : Mm F1 >< F1 : Mm >< mm M m M MM merah Mm Merah muda
4 m Mm Merah muda mm putih F2 : MM, Mm, Mm, mm Rasio fenotip = MM : 2 Mm : mm = 1 : 2 : 1 Rasio genotip = Merah : Merah muda : putih = 1 : 2 : 1 Hukum Mendel II Hukum Mendel II yaitu pengelompokan gen secara bebas berlaku ketika pembuatan gamet. Dimana gen sealel secara bebas pergi ke masing masing kutub meiosis. Pembuktian hukum ini dipakai pada dihibrid atau polihibrid, yaitu persilangan dari dua individu yang memiliki dua atau lebih karakter yang berdeba. Hukum ini juga disebut hokum Asortasi. Hibrid adalah turunan dari suatu persilangan antara dua individu yang secara genetik berbeda Persilangan dihibrid yaitu persilangan dengan dua sifat beda sangat berhubungan dengan hukum Mendel II yang berbunyi Independent assortment of genes. Atau pengelompokan gen secara bebasArti hibrid semacam itu juga dikemukakan oleh GardnerRatio. Fenotipe klasik yang dihasilkan dari perkawinan dihibrida adalah 9:3:3:1, ratio ini diperoleh oleh alel- alel pada kedua lokus memperlihatkan hubungan dominan dan resesif. Ratio ini dapat dimodifikasi jika atau kedua lokus mempunyai alel-alel dominan dan alel lethal (Crowder,1990: 43). Persilangan dihibrid adalah persilangan antara individu untuk 2 gen yang berbeda. Eksperimen Mendel dengan bentuk biji dan warna ercis adalah sebuah contoh dari persilangan dihibrid. Metode Punnett kuadrat menentukan rasio fenotipe dan genotipenya. Metode ini pada dasarnya sama dengan persilangan monohibrid. Perbedaan utamanya ialah masing-masing gamet sekarang memiliki 1 alel dengan 1 atau 2 gen yang berbeda (Johnson, 1983:80 ). Persilangan dua individu dengan dua sifat beda menghasilkan keturunan dengan perbandingan fenotip dan genotip tertentu. Biji-biji F1 ini kemudian ditanam lagi dan dilakukan penyerbukan dengan sesamanya untuk mendapatkan F2. Keturunan kedua (F2) yang diperoleh adalah sebagai berikut. Persilangan tersebut adalah persilangan dua individu dengan dua sifat beda., yaitu bentuk biji dan warna biji. B: Bulat, dominansi terhadap keriput b : Keriput K: Kuning dominansi terhadap hijau K: hijau
5 P1 Kacang ercis berbiji Kacang ercis berbiji bulat warna kuning >< keriput warna hijau Genotip BBKK >< bbkk Gamet BK dan BK >< bk dan bk F1 Berbiji bulat warna kuning P2 BbKk >< BbKk Gamet BK, Bk, bK, bk >< BK, Bk, bK, bk Kemudian terjadinya kombinasi pada F2 adalah debagai berikut: Gamet/gamet BK Bk bK bk Bk BBKK BBKk BbKk BbKk bK BBKk BBkk BbKk Bbkk Bk bbKK BbKk bbKK bbKk bk BbKkK BbKk bbKk bbkk Penyimpangan Semu Hukum Mendel Penyimpangan semu Hukum Mendel adalah peristiwa munculnya perbandingan yang tidak sesuai dengan Hukum Mendel. Disebut penyimpangan semu karena sebenarnya prinsip segregasi bebas tetap berlaku, tetapi karena gen-gen yang membawakan sifat memiliki ciri tertentu maka perbandingan yang dihasilkan menyimpang dari Hukum Mendel. Penyimpangan semu Hukum Mendel disebut juga dengan Hukum non-Mendel. Penyimpangan terjadi karena ada beberapa gen saling mempengaruhi dalam menunjukkan fenotip. Perbandingan fenotip dapat berubah, tetapi prinsip dasar dari cara pewarisan, tetap sesuai dengan prinsip-prinsip Mendel. Beberapa cara penurunan sifat tidak mengikuti Hukum Mendel II dengan rasio klasik Filial 2 yaitu 9:3:3:1. Kedua pasang gen tersebut akan mengadakan interaksi yang menghasilkan fenotip baru, atau adapula terjadi penutupan ekspresi oleh pasangan gen lain yang disebut Epistasis. Pada tahun 1906, W. Bateson dan R.C Punnet menemukan bahwa pada persilangan F2 dapat menghasilkan rasio fenotip 14 : 1 : 1 : 3. Merekamenyilangkan kacang kapri berbunga ungu yang serbuk sarinya lonjong dengan bunga merah yang serbuk sarinya bulat. Rasio fenotip dari keturunan ini menyimpang dari hukum Mendel yang seharusnya pada keturunan kedua(F2) perbandingan rasionya 9 : 3 : 3 :1. Tahun 1910 T.H. Morgan, seorang sarjana Amerika dapat memecahkan misteri tersebut. Morgan menemukan bahwa kromosom mengandung banyak gen dan mekanisme pewarisannya menyimpang dari Hukum II Mendel. Pada lalat buah, sampai saat ini telah
6 diketahui kira-kira ada 5.000 gen, sedangkan lalat buah hanya memiliki 4 pasang kromosom saja. Berarti, pada sebuah kromosom tidak terdapat sebuah gen saja, melainkan puluhan bahkan ratusan gen. Pada umumnya, gen memiliki pekerjaan sendiri-sendiri untuk menumbuhkan sifat, tetapi ada beberapa gen yang berinteraksi atau dipengaruhi oleh gen lain untuk menumbuhkan sifat. Gen tersebut mungkin terdapat pada kromosom yang sama atau pada kromosom yang berbeda. Interaksi antargen akan menimbulkan perbandingan fenotip yang keturunannya menyimpang dari hukum Mendel, keadaan ini disebut penyimpangan semu hukum Mendel. Jika pada persilangan dihybrid, menurut Mendel perbandingan fenotip F2 adalah 9 : 3 : 3 : 1, pada penyimpangan semu perbandingan tersebut dapat menjadi (9 : 3 : 4), (9 : 7), atau (12 : 3 : 1). Perbandingan tersebut merupakan modifikasi dari 9 : 3 : 3 : 1. Interaksi gen yang menyebabkan terjadinya penyimpangan hukum Mendel terdapat 4 bentuk, yaitu atavisme, kriptomeri, polimeri, epistasis, hipostasis, dan komplementer. Atavisme (Interaksi Gen) Atavisme atau interaksi bentuk pada pial (jengger) ayam diungkap pertama kali oleh W. Bateson dan R.C. Punnet. Karakter jengger tidak hanya diatur oleh satu gen, tetapi oleh dua gen yang berinteraksi. Pada beberapa jenis ayam, gen R mengatur jengger untuk bentuk ros, gen P untuk fenotip pea, gen R dan gen P jika bertemu membentuk fenotip walnut. Adapun gen r bertemu p menimbulkan fenotip singel.
7 Berdasarkan hasil persilangan tersebut, kita mendapatkan rasio fenotip sebagai berikut: 9 Walnut : 3 Ros : 3 Pea : 1 Singel Berbeda dengan persilangan yang dilakukan oleh Mendel dengan kacang ercisnya maka sifat dua buah bentuk jengger dalam satu ayam sangatlah ganjil. Dengan adanya interaksi antara dua gen dominansi dan gen resesif seluruhnya akan menghasilkan variasi fenotip baru, yakni ros dan pea. Gen dominansi R yang berinteraksi dengan gen resesif P akan menghasilkan bentuk jengger ros dan gen resesif r yang bertemu dengan gen dominansi P akan menghasilkan bentuk jengger pea. Perbedaan bentuk jengger ayam ini dinamakan dengan atavisme. Contoh: Diadakan penyilangan antara ayam berpial pea dan ayam berpial ros. Anak ayam keturunan F1 ada yang berpial tunggal. Dari hasil penyilangan ini, bagaimanakah genotip kedua parentalnya? Diketahui bahwa rrP = pial pea, Rpp = pial ros, RP = pial walnut, dan rrpp = pial singel. Kita coba kemungkinan pertama bahwa kedua parentalnya bergenotip heterozigot.
Jadi, genotip parental yang akan menghasilkan salah satu keturunan berpial tunggal adalah rrPp Rrpp. Kriptomeri Salah satu penyimpangan dari hukum Mendel adalah adanya kriptomeri, yaitu gen dengan sifat dominansi yang hanya akan muncul jika hadir bersama dengan gen dominansi lainnya. Peristiwa ini pertama kali diamati oleh Correns pada saat pertama kali mendapatkan hasil perbandingan persilangan bunga Linaria maroccana dari galur alaminya yaitu warna merah dan putih. Hasil F1 dari persilangan tersebut ternyata menghasilkan bunga berwarna ungu seluruhnya. Dari hasil persilangan antara generasi F1 berwarna ungu ini, dihasilkan generasi Linaria maroccana dengan perbandingan F2 keseluruhan antara bunga warna ungu : merah : putih adalah 9 : 3 : 4.
8 Setelah dilakukan penelitian, warna bunga merah ini disebabkan oleh antosianin, yakni suatu pigmen yang berada dalam bunga. Bunga berwarna merah diidentifikasi sebagai bunga yang tidak memiliki antosianin. Dari penelitian lebih jauh, ternyata warna merah disebabkan oleh antosianin yang hadir dalam kondisi sel yang asam dan jika hadir dalam kondisi basa akan dihasilkan bunga dengan warna ungu. Bunga tanpa antosianin akan tetap berwarna putih jika hadir dalam kondisi asam ataupun basa. Bunga merah ini bersifat dominansi terhadap bunga putih yang tidak berantosianin. Jika kita misalkan bunga dengan antosianin adalah A dan bunga tanpa antosianin adalah a, sedangkan pengendali sifat sitoplasma basa adalah B dan pengendali sitoplasma bersuasana asam adalah b, persilangan antara bunga putih dengan bunga merah hingga dihasilkan keturunan kedua sebagai berikut.
Polimeri Salah satu tujuan dari persilangan adalah menghasilkan varietas yang diinginkan atau hadirnya varietas baru. Dari persilangan yang dilakukan oleh Nelson Ehle pada gandum dengan warna biji merah dengan putih, ia menemukan variasi warna merah yang dihasilkan pada keturunannya. Peristiwa ini mirip dengan persilangan dihybrid tidak dominansi sempurna yang menghasilkan warna peralihan seperti merah muda. Hanya saja, warna yang dihasilkan ini tidak hanya dikontrol oleh satu pasang gen saja, melainkan oleh dua gen yang berbeda lokus, namun masih memengaruhi terhadap sifat yang sama. Peristiwa ini dinamakan dengan polimeri. Pada contoh kasus persilangan antara biji gandum berwarna merah dengan biji gandum berwarna putih dapat Anda perhatikan pada bagan berikut.
10
Hasil persilangan di atas menghasilkan perbandingan fenotip 15 kulit biji berwarna merah dan hanya satu kulit biji berwarna putih. Warna merah dihasilkan oleh gen dominansi yang terkandung di dalam gandum tersebut, baik M1 maupun M2. Pada kenyataannya, warna merah yang dihasilkan sangat bervariasi, mulai dari warna merah tua, merah sedang, merah muda, hingga merah pudar mendekati putih. Semakin banyak gen dominansi yang menyusunnya, semakin merah juga warna kulit gandum tersebut.
Peristiwa polimeri ini melibatkan beberapa gen yang berada di dalam lokus berbeda namun memengaruhi satu sifat yang sama. Pada kasus warna kulit biji gandum ini, efek dari hadirnya gen dominansi bersifat akumulatif terhadap penampakan warna merah. Jadi,
11 semakin banyak gen dominansi pada organisme, akan semakin merah juga dihasilkan warna kulit biji gandumnya. Epistasis dan Hipostasis Dalam interaksi beberapa gen ini, kadang salah satu gen bersifat menutupi baik terhadap alelnya dan alel lainnya. Sifat ini dikenal dengan nama epistasis dan hipostatis. Epistasis adalah sifat yang menutupi, sedangkan hipostasis adalah sifat yang ditutupi. Pasangan gen yang menutup sifat lain tersebut dapat berupa gen resesif atau gen dominansi. Apabila pasangan gen dominansi yang menyebabkan epistasis, prosesnya dinamakan dengan epistasis dominansi, sedangkan jika penyebabnya adalah pasangan gen resesif, prosesnya dinamakan dengan epistasis resesif. Peristiwa epistasis ini dapat ditemukan pada pembentukan warna biji tanaman sejenis gandum dan pembentukan warna kulit labu (Cucurbita pepo). Pada pembentukan warna kulit biji gandum, Nelson Ehle menyilangkan dua varietas gandum warna kulit biji hitam dengan warna kulit biji kuning. Nelson Ehle adalah seorang peneliti yang pertama kali mengamati pengaruh epistasis dan hipostatis pada pembentukan warna kulit biji gandum. Hasil pengamatannya menunjukkan bahwa 100% warna kulit biji yang dihasilkan adalah hitam.
12 Dari diagram tersebut dapat kita peroleh perbandingan fenotipnya, yaitu 12 hitam : 3 kuning : 1 putih. Dapat dilihat pada persilangan ini, setiap kemunculan gen H dominansi maka fenotip yang dihasilkannya adalah langsung warna biji hitam. Warna biji kuning hanya akan hadir apabila gen dominansi K bertemu dengan gen resesif h, sedangkan warna putih disebabkan oleh interaksi sesama gen resesif. Dengan demikian, gen dominansi H bersifat epistasis terhadap gen K sehingga peristiwa ini dinamakan dengan epistasis dominansi. Peristiwa epistasis lainnya dapat ditemukan pada pembentukan warna rambut tikus. Warna hitam pada rambut tikus disebabkan oleh adanya gen R dan C bersama, sedangkan warna krem disebabkan oleh rr dan C. Apabila terdapat gen cc, akan dihasilkan warna albino. Perhatikan diagram berikut.
Persilangan antartikus berwarna hitam homozigot dengan tikus berwarna albino menghasilkan generasi pertama F1 tikus berwarna hitam semua. Berdasarkan hasil persilangan kedua, ternyata dihasilkan rasio fenotip 9 hitam : 3 krem : 4 albino Kita dapat melihat, adanya gen resesif cc menyebabkan semua warna rambut tikus albino. Adapun kombinansi gen dominansi menyebabkan warna hitam. Hadirnya gen dominansi C menyebabkan warna rambut tikus krem. Komplementer
13 Salah satu tipe interaksi gen-gen pada organisme adalah saling mendukung munculnya suatu fenotip atau sifat. W. Bateson dan R.C. Punnet yang bekerja pada bunga Lathyrus adoratus menemukan kenyataan ini. Mereka melakukan persilangan sesama bunga putih dan menghasilkan keturunan F2 bunga berwana ungu seluruhnya. Pada persilangan bunga-bunga berwarna ungu F2, ternyata dihasilkan bunga dengan warna putih dalam jumlah yang banyak dan berbeda dengan perkiraan sebelumnya, baik hukum Mendel atau sifat kriptomeri. Penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh keduanya mengungkapkan ada dua gen yang berinteraksi memengaruhi warna bunga, yakni gen yang mengontrol munculnya bahan pigmen (C) dan gen yang mengaktifkan bahan tersebut (P). Jika keduanya tidak hadir bersamaan, tentu tidak saling melengkapi antara sifat satu dengan yang lainnya dan menghasilkan bunga dengan warna putih (tidak berpigmen). Apabila tidak ada bahan pigmen, tentu tidak akan muncul warna, meskipun ada bahan pengaktif pigmennya. Begitupun sebaliknya, apabila tidak ada pengaktif pigmen maka pigmen yang telah ada tidak akan dimunculkan dan tetap menghasilkan bunga tanpa pigmen (berwarna putih). Persilangan yang dilakukan oleh Bateson dan Punnet dapat diamati pada diagram berikut ini.
Sifat yang dihasilkan oleh interaksi gen yang saling melengkapi dan bekerja sama ini dinamakan dengan komplementer. Ketidakhadiran sifat dominansi pada suatu pasangan gen tidak akan memunculkan sifat fenotip dan hanya akan muncul apabila hadir bersama-sama dalam pasangan gen dominansinya.
14
D. Metode Praktikum a. Tempat dan Waktu Praktikum Tempat : Halaman Laboratorium Fisika Waktu : Kamis, 14 November 2013 Jam : 11.00 12.40 WIB b. Bentuk Kegiatan Simulasi c. Objek Pengamatan Mekanisme perkawinan menurut Mendel. d. Alat dan Bahan 1. Manik-manik genetika 2. Kantong plastik gelap e. Langkah Kerja
15
E. Data Hasil Observasi 1. Monohibrid Macam pasangan Jumlah Rasio Genotip Membandingkan besarnya rasio ini dengan hasil yang diperoleh kelompok lainnya. Menjumlahkan masing-masing pasangan gabungan yang diperoleh dan menentukan pula rasio antar pasangan yang diperoleh Mencatat pasangan gabungan manik-manik yang terambil pada tabel hasil pengamatan. Mengambil satu-satu gabungan manik-manik dari kantong-kantong itu secara acak dan bersamaan Memasukkan tangan kanan kedalam kantong I dan tangan kiri kedalam kantong II. Mengocok manik-manik kedalam kantong itu sampai benar- benar bercampur. Membagi tiap gabungan manik-manik menjadi dua kemudian sebagian memasukkan kedalam kantong I dan sebagian kedalam kantong II. Menyediakan 2 kantong dan menandai kotak I dan II. Membuat gabungan dua warna dari manik-manik itu yang menggambarkan gabungan antara warna dan bentuk yang mungkin ada ialah PB, Pb, pB, dan pb sehingga masing-masing 20. Menyiapkan 4 macam manik-manik (4 warna) misalnya putih, hitam, kuning dan merah masing-masing 40 keping. Anggaplah kuning mewakili bentuk bentuk bulat dan merah mewakili bentuk keriput (sebagai fenotip). Pakai juga kode huruf-huruf untuk cirri-ciri ini, misalnya P untuk putih, p untuk hitam, B untuk bulat dan b untuk keriput (sebagai genotip).
17 PPBB : Putih bulat PPBb : Putih lonjong PpBB : Abu-abu bulat PpBb : Abu-abu lonjong PPBb : Putih lonjong PPbb : Putih keriput PPBb : Abu-abu lonjong Ppbb : Abu-abu keriput PpBB : Abu-abu bulat PpBb : Abu-abu lonjong ppBB : hitam bulat ppBb : hitam lonjong PpBb : Abu-abu lonjong Ppbb : Abu-abu keriput ppBb : hitam lonjong Ppbb : Hitam keriput Perbandingan dihibrid domansi penuh adalah putih bulat : putih keriput : hitam bulat : hitam keriput sama dengan 7 : 2 : 3 : 1. Perbandingan dihibrid domansi tidak penuh adalah putih bulat : putih keriput : abu- abu-bulat : abu-abu keriput : hitam bulat : hitam keriput : putih lonjong : abu-abu lonjong : hitam lonjong sebesar 1 : 1 : 2 : 1 : 2 : 1 : 2 : 3 : 1.
F. Pembahasan Percobaan yang telah dilakukan pada hari Kamis 14 November 2013 pukul 11.00- 12.40 WIB di Laboratorium Biologi Dasar FMIPA UNY, yang bertopik pada pewarisan sifat menurut Mendel bertujuan agar setelah melakukan praktikum mahasiswa dapat mengetahui rasio fenotip dari perkawinan monohibrid dan dihibrid baik dengan dominansi penuh maupun tidak penuh. Pada percobaan ini, praktikan menggunakan alat dan bahan yaitu manik-manik genetika dan kantong plastik hitam. Dalam percobaan ini, dilakukan dua persilangan yaitu persilangan monohibrid dan dihibrid. Persilangan monohibrid adalah persilanagn dua individu yang mempunyai dua sifat beda, sedangkan persilangan dihibrid adalah persilangan dua individu yang mempunyai dua sifat beda. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh praktikan maka dapat diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Persilangan Monohibrid Pada percobaan persilangan monohibrid digunakan dua macam warna manik-manik yaitu hitam dan putih yang masing-masing berjumlah 40 keping manik-manik. Kedua macam manik-manik tersebut kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik hitam. Selanjutnya praktikan mengambil dua buah manik-manik dari dalam kantong plastik secara terus menerus dan dicatat hasilnya. Manik-manik berwarna putih dengan genotip P yang menunjukkan sifat
18 dominan, sedangkan untuk manik-manik berwarna hitam genotipe p yang menunjukkan sifat resesif. Manik-manik warna putih menggambarkan bunga berwarna putih, sedangkan manik- manik warna hitam menggambarkan bunga berwarna hitam. Penyilangan monohibrid dilakukan dengan cara mengambil secara acak manik-manik dari masing-masing kantong. Dari hasil percobaan didapatkan pasangan-pasangan alel. Dari pasangan alel tersebut terdapat persilangan monohibrid dengan cara dominansi penuh dan dominansi tidak penuh. Berdasarkan percobaan, didapatkan hasil percobaan warna pasangan yang mungkin adalah putih-putih (PP), putih hitam (Pp) dan hitam-hitam (pp). Rasio dapat diketahui dengan menyilangkan parentalnya, dalam asumsinya adalah tumbuhan bunga berwarna putih (PP) dengan tumbuhan bunga berwarna hitam (pp). a. Persilangan Monohibrid Dominasi Penuh Dalam percobaan ini rasio dapat diketahui dengan menyilangkan parentalnya, dalam asumsinya adalah tumbuhan bunga berwarna putih (PP) dengan tumbuhan bunga berwarna hitam (pp). Pada dominansi penuh sifat dominan akan muncul secara penuh, Pp dinyatakan sebagai tumbuhan bunga berwarna putih. Fenotip keturunan F1 nya merupakan sifat induk yang dominan. Menurut teori Mendel, persilanagan monohibrid dominansi penuh dapat digambarkan dalam skema berikut: Generasi 1 P1 fenotipe = tanaman berbunga putih >< tanaman berbunga hitam Genotipe = PP >< pp Gamet = P >< p F1 = Pp 100% tanaman berbunga putih Generasi 2 P1 fenotipe = tanaman berbunga putih >< tanaman berbunga putih Genotipe = Pp >< Pp Gamet = P, p >< P, p
F2 P p P PP Pp
19 Tanaman berbunga putih Tanman berbunga putih P Pp Tanman berbunga putih pp Tanaman berbunga hitam Dari persilangan monohibrid diatas, dihasilkan empat kombinasi keturunan dengan perbandingan fenotip 3 : 1. Dari diagram persilangan tersebut menunjukkan bahwa ada pemisahan alel pada heterozigot (F1) membentuk gamet, sehingga gamet memiliki salah satu alel. Jadi, terdapat gamet dengan alel P dan terdapat alel dengan gamet p. Prinsip ini sesuai dengan Hukum Mendel 1, dimana pada waktu pembentukkan gamet terjadi segregesi atau pemisahan alel secara bebas, dari diploid menjadi haploid. Dalam perkawinan dua individu dengan satu sifat beda memiliki karakteristik adalah sebagai berikut: 1. Semua individu F1 adalah seragam. 2. Jika dominansi nampak sepenuhnya maka individu F1 memiliki fenotipe seperti induknya yang dominan. 3. Saat individu F1 yang heterozigot itu membentuk gamet-gamet terjadilah pemisahan alel, sehingga gamet hanya memiliki salah satu alel saja. 4. Jika dominansi nampak sepenuhnya, maka perkawinan memperlihatkan perbandingan fenotipe 1 : 3 (3/4 putih dan hitam) dan memperlihatkan perbandingan genotip 1 : 2 : 1 (1/4 PP, Pp dan pp). Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan oleh praktikan maka didapatkan hasil sebagai berikut: PP = 9 Pp = 22 pp = 9 Sehingga perbandingan genotipenya PP : Pp : pp adalah 9 : 22 : 9 sedangkan perbandingan fenotipnya putih : hitam adalah 31 : 9. Hal tersebut dapat dituliskan dalam bentuk bilangan bulat sederhana menjadi: Rasio genotip = PP : Pp : pp 1 : 2,4 : 1 1 : 2 : 1 Rasio fenotip = putih : hitam 3,4 : 1 3 : 1
20 Berdasarkan hasil yang didapat oleh praktikan, maka perbandingan rasio genotip dan fenotip tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Mendel. b. Persilangan Monohibrid Dominasi Penuh Pada persilangan monohibrid dominansi tidak penuh sifat dominansi tidak muncul secara penuh karena adanya sifat intermediet, yaitu perpaduan dari kedua induk. Pada genotip heterozigot, karena P tidak dominansi terhadap p, maka fenotipnya adalah perpaduan antara putih dengan hitam yaitu abu-abu. Fenotip kerturunan F1 nya merupakan sifat diantara kedua induknya. Menurut teori Mendel, persilanagan monohibrid dominansi penuh dapat digambarkan dalam skema berikut: Generasi 1 P1 fenotipe = tanaman berbunga putih >< tanaman berbunga hitam Genotipe = PP >< pp Gamet = P >< p F1 = Pp 100% tanaman berbunga abu-abu Generasi 2 P1 fenotipe = tanaman berbunga abu-abu >< tanaman berbunga abu-abu Genotipe = Pp >< Pp Gamet = P, p >< P, p F2 P P P PP Tanaman berbunga putih Pp Tanman berbunga abu-abu p Pp Tanman berbunga abu-abu pp Tanaman berbunga hitam Menurut Mendel perbandingan genotipe yang ada adalah PP : Pp : pp adalah 1 : 2 : 1. Sedangkan perbandingan fenotipnya adalah putih : abu-abu : hitam = 1 : 2 : 1. Hal ini terjadi karena pada persilangan monohibrid dorminansi tidak penuh (intermediet), fenotipe individu F1 tidak seperti salah satu fenotipe induknya, melainkan mempunyai sifat fenotip diantara kedua induknya. Demikian pula perbandingan fenotipe F2nya tidak 3 : 1 melainkan 1 : 2 : 1 sama dengan perbandingan genotipe F2nya.
21 Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan oleh praktikan maka didapatkan hasil sebagai berikut: PP = 9 Pp = 22 pp = 9 Sehingga perbandingan genotipenya PP : Pp : pp adalah 9 : 22 : 9 sedangkan perbandingan fenotipnya putih : abu-abu : hitam adalah 9 : 22 : 9. Hal tersebut dapat dituliskan dalam bentuk bilangan bulat sederhana menjadi: Rasio genotip = PP : Pp : pp 1 : 2,4 : 1 1 : 2 : 1 Rasio fenotip = putih : abu-abu : hitam 1 : 2 : 1 Berdasarkan hasil yang didapat oleh praktikan, maka perbandingan rasio genotip dan fenotip tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Mendel. 2. Persilangan Dihibrid Pada percobaan dihibrid digunakan 4 macam warna manik-manik yaitu putih, hitam, merah, dan kuning yang masing-masing 40 keping manik-manik. Kantong pertama diisi dengan maink-manik berwarna putih dan hitam, sedangkan kantong kedua diisi manik-manik berwarna merah dan kuning. Manik-manik berwarna putih mewakili sifat warna putih dengan genotip P, manik-manik berwarna hitam mewakili sifat warna hitam dengan genotip p. Dimana manik warna putih dominan terhadap warna hitam. Manik-manik warna kuning mewakili sifat biji bulat dengan genotip B, manik warna merah mewakili sifat biji keriput dengan genotip b, dimana manik warna kuning dominan terhadap manik warna merah. Manik-manik tersebut menggambarkan antara warna dan bentuk. Pengambilan manik-manik dilakukan secara acak dengan cara tangan kanan mengambil 2 manik-manik pada kantong pertama, dan tangan kiri mengambil 2 manik-manik pada kantong kedua. Sehingga dari pengambilan manik-manik akan menghasilkan pasangan baru. Dalam perkawinan ini menghasilkan perkawinan dengan dominansi penuh dan dominansi tidak penuh.
a. Persilangan dihibrid dominansi penuh
22 Berdasarkan pengambilan manik-manik yang dilakukan oleh praktikan, dapat diketahui penggabungan alel yang didasarkan pada manik-manik warna diperoleh perbandingan genotipnya adalah PPBB : PPBb : PpBB : PpBb : PPbb : Ppbb : ppBB : ppBb : ppbb dengan perbandingan 3 : 5 : 5 : 9 : 4 : 3 : 5 : 3 : 3. Dan perbandingan fenotipnya putih bulat : putih keriput : hitam bulat : hitam keriput yaitu 7 : 2 : 3 : 1. Dalam pewarisan sifat menurut Mendel, persilangan dihibrid yang terjadi dapat digambarkan dengan skema seperti pada diagram berikut ini Generasi 1 P 1 fenotip biji putih bulat >< biji hitam keriput Genotip PPBB >< ppbb Gamet PB pb
F 1 PpBb (Biji putih bulat) Generasi 2 P 2 fenotip biji putih bulat >< biji putih bulat Genotip PpBb >< PpBb Gamet PB, Pb, pB, pb PB, Pb, pB, pb F 2
PB Pb pB Pb PB PPBB PPBb PpBB PpBb Pb PPBb PPbb PPBb Ppbb pB PpBB PpBb ppBB ppBb Pb PpBb Ppbb ppBb ppbb Berdasarkan diagram persilangan tersebut dapat dilihat bahwa fenotip F2 memiliki rasio perbandingan bulat : putih keriput : hitam bulat : hitam keriput yaitu 9 : 3 : 3 : 1, sebagai akibat terjadinya segragasi gen P dan B secara independen. Dengan demikian gamet-gamet yang terbantuk dapat mengandung kombinasi gen dominan dengan gen dominan PB, gen dominan dengan gen resesif (Pb dan pB), serta gen resesif pb. Apabila dibandingakan persilangan dihibrid menurut Mendel dan percobaan terdapat perbedaan rasio, dimana berdasarkan percobaan memiliki rasio fenotip yaitu putih bulat : putih keriput : hitam bulat : hitam keriput sebesar 7 : 2 : 3 : 1, sedangkan pada teori Mendel yang rasio fenotipnya putih bulat : putih keriput : hitam bulat : hitam keriput sebesar 9 : 3 : 3 :
23 1. Dapat dilihat bahwa terdapat penyimpangan rasio fenotip pada percobaan dengan rasio fenotip menurut Mendel. Perbandingan rasio fenotip hasil percobaan dengan teori hukum Mendel berbeda disebabkan karena hukum peluang yang mengandung ketidakpastian. Dalam percobaan, praktikan tidak mengetahui manik mana yang akan terambil. Selain itu ketidaktelitian praktikan dalam mengamati persilangan, pengelompokan juga akan mempengaruhi hasil. Karena apabila terdapat kesalahan sedikit saja akan berkaitan satu dengan lainnya dan inilah yang menyebabkan perbandingan fenotipnya berbeda. Selain itu Mendel melakukan percobaan persilangan selama bertahun-tahun, sedangkan pada percobaan tersebut hanya ditentukan pada saat percobaan dan tidak banyak kesempatan untuk melakukan pengulangan. b. Persilangan dihibrid dominansi tidak penuh Berdasarkan pengambilan manik-manik yang dilakukan oleh praktikan, dapat diketahui penggabungan alel yang di dasarkan pada manik-manik warna diperoleh perbandingan genotipnya adalah PPBB : PPBb : PpBB : PpBb : PPbb : Ppbb : ppBB : ppBb : ppbb dengan perbandingan 3 : 5 : 5 : 9 : 4 : 3 : 5 : 3 : 3. Sedangkan rasio fenotinya yaitu putih bulat : putih lonjong : abu-abu bulat : abu-abu lonjong : putih keriput : abu-abu keriput : hitam bulat : hitam lonjong : hitam keriput sebesar 3 : 5 : 5 : 9 : 4 : 3 : 5 : 3 : 3. Dalam pewarisan sifat menurut Mendel, persilangan dihibrid dengan dominansi tidk penuh yang terjadi digambarkan dengan skema seperti diagram berikut ini: Generasi 1 P 1 fenotip biji putih bulat >< biji hitam keriput Genotip PPBB >< ppbb Gamet PB pb
24 PB Pb pB Pb PB PPBB Putih bulat PPBb Putih lonjong PpBB Abu-abu bulat PpBb Abu-abu lonjong Pb PPBb Putih lonjong PPbb Putih keriput PPBb Abu-abu lonjong Ppbb Abu-abu keriput pB PpBB Abu-abu bulat PpBb Abu-abu lonjong ppBB hitam bulat ppBb hitam lonjong pb PpBb Abu-abu lonjong Ppbb Abu-abu keriput ppBb hitam lonjong ppbb Hitam keriput Berdasarkan diagram persilangan tersebut dapat dilihat bahwa fenotip F2 berdasarkan teori Mendel, memiliki rasio perbandingan putih bulat : putih keriput : abu-abu bulat : abu- abu keriput : hitam bulat : hitam keriput : putih lonjong : abu-abu lonjong : hitam lonjong sebesar 1 : 2 : 1 : 2 : 4 : 2 : 1 : 2 : 1. Sebagai akibat terjadinya segresi gen P dan B secara independen. Dengan demikian gamet-gamet yang terbentuk dapat mengandung kombinasi gen dominan dengan gen dominan gen PB, gen dominan dengan gen resesif (Pb dan pB), serta gen resesif pb. Apabila genotip heterozigot maka alel P yang membawa sifat fenotip putih menutupi fenoyip hitam dan alel B yang membawa sifat fenotip bulat menutupi fenotip keriput. Apabila dibandingkan persilangan dihibrid menurut Mendel dan percobaan dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan hasil yang diperoleh perbandingan fenotipnya dengan teori berdasarkan hukum Mendel. Pada percobaan menghasilkan rasio fenotipnya yaitu putih bulat : putih keriput : abu-abu bulat : abu-abu keriput : hitam bulat : hitam keriput : putih lonjong : abu-abu lonjong : hitam lonjong sebesar 1 : 1 : 2 : 1 : 2 : 1 : 2 : 3 : 1. Sedangkan pada teori Mendel rasio fenotipnya adalah putih bulat : putih keriput : abu-abu bulat : abu-abu keriput : hitam bulat : hitam keriput : putih lonjong : abu-abu lonjong : hitam lonjong sebesar 1 : 2 : 1 : 2 : 4 : 2 : 1 : 2 : 1. Dapat dilihat bahwa terdapat penyimangan rasio fenotip pada percobaan dengan rasio fenotip menurut Mendel. Perbedaan rasio fenotip hasil percobaan dengan teori hukum Mendel disebabkan karena hukum peluang yang mengandung ketidakpastian. Dalam percobaan, praktikan tidak mengetahui manik mana yang akan terambil. Selain itu ketidaktelitian praktikan dalam mengamati persilangan, pengelompokan juga akan mempengaruhi hasil. Karena apabila
25 terdapat kesalahan sedikit saja akan berkaitan satu dengan lainnya dan inilah yang menyebabkan perbandingan fenotipnya berbeda. Selain itu Mendel melakukan percobaan persilangan selama bertahun-tahun, sedangkan pada percobaan tersebut hanya ditentukan pada saat percobaan dan tidak banyak kesempatan untuk melakukan pengulangan. 3. Penyimpangan Semu Hukum Mendel a. Polimeri Polimeri merupakan bentuk interaksi gen yang bersifat kumulatif (saling menambah). Polimeri terjadi akibat karena adanya interaksi antara dua gen atau lebih, sehingga disebut dngan gen ganda. Menurut penyimpangan hukum mendel polimeri munculnya suatu sifat pada hasil persilangan heterozigot karena adanya pengaruh gen-gen lain. Hal ini disebabkan terdapat dua atau lebih gen yang menempati lokus berbeda, tetapi memiliki sifat yang sama. Perbandingan fenotip F2 pada polimeri adalah 15 : 1 . Berdasarkan pengambilan manik-manik yang dilakukan oleh praktikan dapat diketahui persilangannya sebagai berikut : Generasi 1 P 1 fenotip biji putih bulat >< biji hitam keriput Genotip PPBB >< ppbb Gamet PB pb
F 1 PpBb (Biji putih bulat) Generasi 2 P 2 fenotip biji putih bulat >< biji putih bulat Genotip PpBb >< PpBb Gamet PB, Pb, pB, pb PB, Pb, pB, pb F 2
PB Pb pB Pb PB PPBB putih bulat PPBb putih bulat PpBB putih bulat PpBb putih bulat Pb PPBb putih bulat PPbb putih bulat PPBb putih bulat Ppbb putih bulat pB PpBB putih bulat PpBb putih bulat ppBB putih bulat ppBb putih bulat
26 pb PpBb putih bulat Ppbb putih bulat ppBb putih bulat ppbb hitam keriput PPBB : PpBB : PPBb : PpBb : PPbb : Ppbb : ppBB : ppBb : ppbb, sebesar 3 : 5 : 5 : 9 : 4 : 3 : 5 : 3 : 3 sedangkan untuk rasio perbandingan fenotipnya yaitu putih bulat : hitam keriput sebesar 37 : 3. Adanya ketidaksesuaian antara hasil yang didapat praktikan dengan teori penyimpangan hukum mendel yaitu polimeri dikarenakan peluang yang mengandung ketidakpastian. Dalam percobaan praktikan tidak mengetahui manic mana yang akan terambil. Selain itu, ketidaktelitian praktikan dalam mengamati penyilangan, pengelompokan dan hitungan juga akan mempengaruhi hasil. Karena apabila terjadi kesalahan sedikit saja akan berkaitan satu sama lainnya dan inilah yang menyebabkan perbandingan fenotipnya berbeda. b. Kriptomeri Kriptomeri pertama kali ditemukan oleh Correns pada saat menyilangkan bunga Linaria maroccana galur murni, warna merah dengan galur murni berwarna putih. Pada F1 didapatkan bunga berwarna ungu. Kemudian bunga F1 itu disilangkan sesamanya dan menghasilkan bunga berwarna ungu, merah, dan putih denga perbandingan 9 : 3 : 4 . Berdasarkan pengambilan manik-manik yang dilakukan oleh praktikan dapat diketahui persilangannya sebagai berikut : Generasi 1 P 1 fenotip biji putih bulat >< biji hitam keriput Genotip PPBB >< ppbb Gamet PB pb
27 Pb PPBb abu-abu lonjong PPbb putih bulat PPBb abu-abu lonjong Ppbb putih bulat pB PpBB abu-abu lonjong PpBb abu-abu lonjong ppBB hitam keriput ppBb hitam keriput pb PpBb abu-abu lonjong Ppbb putih bulat ppBb hitam keriput ppbb putih bulat PPBB : PpBB : PPBb : PpBb : PPbb : Ppbb : ppBB : ppBb : ppbb, sebesar 3 : 5 : 5 : 9 : 4 : 3 : 5 : 3 : 3 sedangkan untuk rasio perbandingan fenotipnya yaitu abu-abu lonjong: putih bulat : hitam keriput sebesar 22 : 7 : 11. Adanya ketidaksesuaian antara hasil yang didapat praktikan dengan teori penyimpangan hukum mendel yaitu polimeri dikarenakan peluang yang mengandung ketidakpastian. Dalam percobaan praktikan tidak mengetahui manic mana yang akan terambil. Selain itu, ketidaktelitian praktikan dalam mengamati penyilangan, pengelompokan dan hitungan juga akan mempengaruhi hasil. Karena apabila terjadi kesalahan sedikit saja akan berkaitan satu sama lainnya dan inilah yang menyebabkan perbandingan fenotipnya berbeda. c. Komplementer Komplementer merupakan interaksi gen yang saling melengkapi, jika salah satu gen tidak ada maka sifat yang muncul tidak sempurna. Fenomena ini pertama kali disampaikan oleh W. Bateson dan R. C. Punnet. Berdasarkan diagram Punnet didapatkan perbandingan fenotip F2 adalah 9 : 7. Berdasarkan pengambilan manik-manik yang dilakukan oleh praktikan dapat diketahui persilangannya sebagai berikut : Generasi 1 P 1 fenotip biji putih bulat >< biji hitam keriput Genotip PPBB >< ppbb Gamet PB pb
F 1 PpBb (Biji putih bulat) Generasi 2 P 2 fenotip biji putih bulat >< biji putih bulat
PB Pb pB Pb PB PPBB putih bulat PPBb putih bulat PpBB putih bulat PpBb putih bulat Pb PPBb putih bulat PPbb hitam keriput PPBb Ppbb hitam keriput pB PpBB putih bulat PpBb putih bulat ppBB hitam keriput ppBb hitam keriput pb PpBb putih bulat Ppbb hitam keriput ppBb hitam keriput ppbb hitam keriput PPBB : PpBB : PPBb : PpBb : PPbb : Ppbb : ppBB : ppBb : ppbb, sebesar 3 : 5 : 5 : 9 : 4 : 3 : 5 : 3 : 3 sedangkan untuk rasio perbandingan fenotipnya yaitu putih bulat : hitam keriput sebesar 22 : 18. Adanya ketidaksesuaian antara hasil yang didapat praktikan dengan teori penyimpangan hukum mendel yaitu komplementer dikarenakan praktikan hanya melakukan percobaan satu kali, sehingga dimungkinkan hasil yang diperoleh kurang akurat. Selain itu, perbedaan hasil yang diperoleh disebabkan oleh berlakunya hukum peluang yang mengandung ketidakpastian. d. Epistasis dan Hipostasis Aktivitas saling mempengaruhi antargen dominant diperhatikan oleh peristiwa epistasis-hipostasis, yaitu penutupan ekspresi satu gen oleh gen lain yang bukan alelnya. Gen yang menutup disebut gen epistasis, sedangkan gen yang ditutup disebut hipostasis. Peristiwa epistasis terjadi jika satu gen dominan bersifat epistasis dengan perbandingan fenotip pada F2 adalah 12 : 3 : 1. Berdasarkan pengambilan manik-manik yang dilakukan oleh praktikan dapat diketahui persilangannya sebagai berikut : Generasi 1 P 1 fenotip biji putih bulat >< biji hitam keriput Genotip PPBB >< ppbb Gamet PB pb
F 1 PpBb
29 (Biji putih bulat) Generasi 2 P 2 fenotip biji putih bulat >< biji putih bulat Genotip PpBb >< PpBb Gamet PB, Pb, pB, pb PB, Pb, pB, pb F 2
PB Pb pB Pb PB PPBB putih bulat PPBb putih bulat PpBB putih bulat PpBb putih bulat Pb PPBb putih bulat PPbb putih bulat PPBb putih bulat Ppbb putih bulat pB PpBB putih bulat PpBb putih bulat ppBB abu-abu lonjong ppBb abu-abu lonjong pb PpBb putih bulat Ppbb putih bulat ppBb abu-abu lonjong ppbb hitam keriput PPBB : PpBB : PPBb : PpBb : PPbb : Ppbb : ppBB : ppBb : ppbb, sebesar 3 : 5 : 5 : 9 : 4 : 3 : 5 : 3 : 3 sedangkan untuk rasio perbandingan fenotip epitasis dominannya yaitu putih bulat : abu-abu lonjong : hitam keriput sebesar 29 : 8 : 3. Adanya ketidaksesuaian antara hasil yang didapat praktikan dengan teori penyimpangan hukum mendel yaitu polimeri dikarenakan peluang yang mengandung ketidakpastian. Dalam percobaan praktikan tidak mengetahui manic mana yang akan terambil. Selain itu, ketidaktelitian praktikan dalam mengamati penyilangan, pengelompokan dan hitungan juga akan mempengaruhi hasil. Karena apabila terjadi kesalahan sedikit saja akan berkaitan satu sama lainnya dan inilah yang menyebabkan perbandingan fenotipnya berbeda.
G. Kesimpulan dan Saran a. Kesimpulan
30 Dari percobaan yang telah dilakukan oleh praktikan , dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Rasio fenotip dari persilangan monohibrid dominansi penuh adalah 31 : 9, sedangkan untuk monohibrid dominansi tidak penuh adalah 9 : 22 : 9. 2. Rasio fenotip dari persilangan dihibrid dominansi penuh adalah 7: 3 : 2 : 1, sedangkan untuk hihibrid dominansi tidak penuh adalah 1 : 1 : 2 : 1 : 2 : 1 : 2 : 3 : 1. b. Saran Dalam praktikum mengobservasi tentang objek, fenomena, dan persoalan biologi, kami memberikan saran beberapa hal, antara lain: 1. Sebelum melakukan observasi, praktikan harus mempelajari dan memahami mengenai persilangan pewarisan sifat menurut hukum mendel. 2. Saat melakukan observasi, observasi harus dilakukan dengan seksama dan teliti. 3. Pada proses penulisan laporan, praktikan harus menggunakan referensi buku-buku, serta menggunakan jurnal yang tepat dan sesuai dengan persilangan pewarisan sifat menurut hukum mendel.
H. Daftar Pustaka Anonim. 2011.Biologi Dasar I. Yogyakarta: FMIPA UNY. Blausteir, Daniel, dkk.1996. Biology. Alaska: Glencoe. Crowder, L.V. 1986. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Nasir, mujhammad dkk.1993. Penuntun Praktikum Biologi Umum.Yogyakarta : UGM Odum, Eugene P.1994.Dasar-Dasar Ekologi.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press. Pay, C. Anna. 1987. Dasar-dasar Genetika. Jakarta : Erlangga. Ramli, Dzaki.1989. Ekologi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta Widowati, Asri dan Ekosari R. 2012. Petunjuk Praktikum. Yogyakarta: FMIPA UNY. Suryo. 1986. Genetika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Welsh. J.R. 1991. Dasar-Dasar Genetika & Pemulihan Tanaman. Jakarta : Erlangga. I. Lampiran Jawaban Pertanyaan 1. a. M dominansi terhadap m (dominansi penuh) P = MM >< mm
31 (parental) = (merah) (putih) Gamet = M >< m F1 = Mm (Filial) = ( merah ) F1 >< F1 = Mm >< Mm Gamet = M,m M,m F2
Perbandingan fenotip Merah : Putih adalah 3 : 1 b. Dominansi tidak penuh P = MM >< mm (parental) = (merah) (putih) Gamet = M >< m F-1 = Mm (Filial) = ( merah muda) F1 >< F1 = Mm >< Mm Gamet = M, m M, m F2
Perbandingan fenotip merah : merah muda : putih = 1 : 2 : 1
a. P1 Genotip MMBB >< mmbb Gamet MB dan MB >< mb dan mb F1 MmBb M M M MM (merah) Mm (merah) m Mm (merah) mm (putih) Gamet M M M MM (merah) Mm (merah muda) M Mm (merah muda) mm (putih)
32 P2 MmBb >< MmBb Gamet MB, Mb, mB, mb >< MB,Mb,mB,mb Kemudian terjadinya kombinasi pada F2 adalah debagai berikut: Gamet/gamet MB Mb mB Mb MB MMBB MMBb MmBB MmBb Mb MMBb MMbb MmBb Mmbb Mb MmBB MmBb mmBB mmBb Mb MmBb Mmbb mmBb Mmbb Perbandingan fenotip Merah bulat : merah keriput : putih bulat : putih keriput 9 : 3 : 3 : 1 b. P1 Genotip MMBB >< mmbb Gamet MB dan MB >< mb dan mb F1 MmBb P2 MmBb >< MmBb Gamet MB, Mb, mB, mb >< MB,Mb,mB,mb Kemudian terjadinya kombinasi pada F2 adalah sebagai berikut: Gamet/gamet MB Mb mB Mb MB MMBB MMBb MmBB MmBb Mb MMBb MMbb MmBb Mmbb Mb MmBB MmBb mmBB mmBb Mb MmBb Mmbb mmBb Mmbb Perbandingan fenotip Merah bulat : 3 Merah bulat keriput : 3 Merah muda bulat : 4 Merah muda bulat keriput : 4 Merah keriput : 4 Merah muda keriput : 2 Putih bulat : 1 Putih bulat keriput : 2 Putih keriput : 2 3. Fenotip kelompok lain Monohibrid dominansi penuh = 29 : 11 Monohibrid dominansi tidak penuh = 11 : 18 : 11 Dihibrid dominansi penuh = 28 : 10 : 11 : 1
33 Dihibrid dominansi tidak penuh = Kesimpulan yang dapat kami ambil adalah pada setiap percobaan dari kelompok yang berbeda menghasilkan rasio fenotip yang berbeda juga. Hasil perbandingan fenotipnya tidak sesuai dengan rasio hukum mendel karena percobaan ini dilakukan secara acak sehingga peluang untuk mendapatkan perbandingan yang sama dengan hukum mendel sangatlah kecil. 4. Karena sifat manusia itu berbeda-beda dan sangat beragam, jadi akan sulit jika menerapkan hukum Mendel pada manusia, kemudian kalau dilihat dari sisi agama, penciptaan manusia adalah kehendak Allah jadi apabila kita menerapkan hukum Mendel sama saja kita menentang kehendak Allah.