Anda di halaman 1dari 3

.

BIOTEKNOLOGI UNTUK PERTAMBANGAN



Dwi Andreas Santosa

Staf Ahli Pusdi Reklatam,Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB dan

Program Studi S2 Bioteknologi Tanah dan Lingkungan, Sekolah Pasca Sarjana IPB


ABSTRAK

Bioteknologi memiliki potensi untuk membantu dan memecahkan berbagai persoalan di dunia
pertambangan baik minyak dan gas serta batubara dan mineral. Bioteknologi dapat digunakan untuk
meningkatkan perolehan minyak bumi dengan memanfaatkan bakteri dan/atau enzim yang dikenal
dengan MEOR (microbial enhanced oil recovery) atau EEOR (enzyme enhanced oil recovery). Teknik
penambangan minyak bumi konvensional masih menyisakan sekitar 70% minyak di dalam reservoir.
Minyak tersebut berupa minyak berat (heavy oil/viscous crude) yang sulit diangkat dengan
pemompaan serta minyak yang terjerap di pori-pori batuan. Penggunaan bioteknologi tersebut
dalam skala lapang mampu meningkatkan produksi 60% hingga lebih dari 100% pada sumur-sumur
tua (Moon, 2008).

Bioteknologi juga telah mulai diterapkan pada pertambangan batu-bara dan mineral. Microbial
desulfurization dapat dimanfaatkan untuk menurunkan kandungan sulfur pada batubara. Dengan
menggunakan bakteri, kandungan sulfur dapat diturunkan sebanyak 63% hanya dalam waktu 24 jam
(Setiawan dan Santosa, 2009). Melalui bioteknologi ERM (enhanced recovery of metals) bahan
tambang logam dapat ditingkatkan perolehannya terutama dari deposit yang kandungan bahan
tambangnya rendah. Salah satu teknologi dalam katagori tersebut yang dapat digunakan adalah
biohydrometallurgy atau bioleaching. Bioleaching menggunakan bakteri untuk mengubah sifat fisik
dan kimia bahan tambang sehingga logam dapat diekstraksi dengan cara yang lebih ekonomis.
Dalam percobaan laboratorium, 97% tembaga asal bahan tambang kualitas rendah dapat diekstrak.
Proses tersebut saat ini digunakan dalam skala komersial untuk menambang tembaga dan uranium.
Teknologi bioleaching dapat juga digunakan di pertambangan Ni, Zn, Co, Sn, Cd, Mb, Pb, Sb, Sb, As
dan Se. Teknologi yang berkebalikan dengan bioleaching yaitu biooxidation dapat digunakan untuk
meningkatkan perolehan logam mulia. Dengan menggunakan teknologi biooksidasi perolehan emas
dapat ditingkatkan dari hanya 30% menjadi sekitar 98% (Brierley and Brierley, 1997). Afrika Selatan
telah menerapkan teknologi tersebut untuk mengekstrak emas. Selain bioleaching dan biooksidasi,
beberapa mikroorganisme termasuk fungi mampu mengakumulasi logam dalam sel dalam
konsentrasi yang jauh lebih tinggi dibanding di lingkungan sekitarnya. Teknologi bio-konsentrasi
tersebut potensial untuk mengekstrak logam mulia (emas, perak) dari bahan tambang
berkonsentrasi rendah. Teoritis, mikroorganisme bahkan dapat digunakan untuk mengekstrak emas
dari laut.

Selain membantu meningkatkan kinerja pertambangan, bioteknologi telah banyak digunakan untuk
mengatasi pencemaran lingkungan. Dengan menggunakan mikroorganisme asli Indonesia, berbagai
upaya untuk mengatasi pencemaran lingkungan berhasil dikembangkan. Melalui pendekatan
bioteknologi lingkungan, misalnya teknologi bioremediasi, limbah minyak bumi, air asam tambang,
limbah mengandung merkuri dan fenol dapat dibersihkan.

Teknologi bioremediasi dengan mengandalkan aktivitas mikroorganisme Indonesia mampu
membersihkan limbah minyak bumi 4 kali lebih cepat di bandingkan teknologi bioremediasi yang
umum digunakan saat ini (Santosa et al., 2007. Paten). Teknologi tersebut mampu menghemat biaya
antara 25 hingga 50 persen dibanding teknologi bioremediasi yang diterapkan saat ini oleh
perusahaan-perusahaan minyak. Pengembangan teknologi bioremediasi lainnya adalah teknologi
untuk membersihkan limbah mengandung merkuri. Teknologi dikembangkan dengan memanfaatkan
bakteri untuk menghilangkan senyawa merkuri beracun yang terlarut dalam air limbah. Teknologi ini
sangat cost effective dengan biaya hanya 1/400 dari teknologi detoksifikasi (penghilangan racun)
merkuri konvensional yang menggunakan resin. Dengan menggunakan bioteknologi tersebut,
merkuri dalam limbah dapat diturunkan 98,5 persen hanya dalam waktu 30 menit (Barus dan
Santosa, 2007, unpublished).

Teknologi bioremediasi dapat juga digunakan untuk mengatasi air asam tambang dan logam berat
terlarut terutama dari pertambangan batu bara. Setelah reaksi belangsung pH (keasaman) air asam
tambang yang mula-mula berkisar dari 2 3 dapat meningkat mendekati netral (6-7) tanpa
penambahan senyawa kimia penetral pH. Sementara logam berat yang terdapat air asam tambang
mengendap. Bioteknologi yang sama dapat digunakan menurunkan konsentrasi berbagai logam
berat diantaranya Cr, Pb dan Cd. Teknologi ini efisien, karena hanya membutuhkan biaya 1/10 dari
biaya penanganan air asam tambang konvensional. Selain berbagai aspek tersebut di atas,
bioteknologi juga potensial untuk diterapkan dalam upaya membersihkan limbah dari fenol,
menurunkan berbagai parameter yang tidak dikehendaki dalam air limbah, misalnya BOD5, COD,
NH4, H2S dan senyawa pencemar lainnya serta as-gas berbahaya (teknik biofilter). Bioteknologi juga
potensial untuk diterapkan dalam lingkup yang sederhana misalnya mempercepat pengomposan
hingga yang lebih kompleks misalnya produksi biofuels dari ganggang mikro hingga bio-baterai
(microbial fuel cell).

http://reklatam.ipb.ac.id/?p=247

Anda mungkin juga menyukai