Anda di halaman 1dari 40

200

BAB VI
PENELITIAN RUANG HIJAU KOTA

Sebagaimana dikemukakan pada bagian terdahulu,
permasalahan lingkungan perkotaan sangat kompleks dan krusial
(penting) untuk dinatisipasi atau ditanggulangi. Guna menelusuri
penyebab akar permasalahan dalam rangka mengupayakan solusinya,
perlu dilakukan penelitian. Peneltian yang dilakukan harus mengikuti
kaidah-kaidah tertentu agar hasilnya dapat dipertanggung jawabkan
secara ilmiah dan bermanfaat bagi kemaslahatan (kesejahteraan)
bersama.
Bahasan selanjutnya tentang proses penelitian difokuskan pada
langkah-langkah yang harus dilakukan dalam membuat usulan
(proposal) dan penyusunan laporan penelitian ruang hijau kota. Hal lain
yang lebih mendasar dapat pelajari pada buku-buku yang secara
khusus membahas metode penelitian. Untuk pendalaman materi di
atas, dapat dipelajari buku Metodologi Researh jilid 1 dan 2 karya
Sutrisno Hadi.
Materi sistematika usulan penelitian dan penjelasannya serta
laporan hasil penelitian yang ditulis di bawah ini mengacu pada Buku
Pedoman Penelitian LPPM UMS tahun 2007.

9.1. Sistematika Usulan Penelitian
Secara umum sistematika usulan penelitian yang diajukan ke
sebuah Lembaga Penelitian, biasanya terdiri dari:

201
1) Bagian Awal, meliputi : (a) halaman judul dan (b) halaman
pengesahan.
2) Bagian Tubuh, meliputi :
a. judul penelitian,
b. bidang ilmu,
c. latar belakang,
d. perumusan masalah,
e. tinjauan pustaka,
f. tujuan penelitian,
g. manfaat penelitian,
h. landasan teori (bila ada),
i. metode penelitian,
j. jadwal penelitian,
k. personalia penelitian,
l. perkiraan anggaran penelitian.
3) Bagian Akhir, meliputui : (a) daftar pustaka dan (b) curriculum
vitae ketua dan anggota peneliti.
Di bawah ini disajikan penjelasan lebih lanjut untuk bagian tubuh
usul penelitian.

9.1.1. Judul Penelitian
J udul penelitian hendaklah singkat dan spesifik, tetapi cukup
jelas untuk memberi gambaran mengenai penelitian yang diusulkan.




202
9.1.2. Bidang Ilmu
Tuliskan Bidang Ilmu yang menjadi latar belakang ketua peneliti
sesuai dengan pembagian berikut:
01. Agama 07. Pertanian
02. Sastra/Filsafat 08. MIPA
03. Pendidikan 09. Teknik
04. Hukum 10. Psikologi
05. Ekonomi 11. Kesehatan
06. Sosial 12. Seni

9.1.3. Latar Belakang Penelitian
Penelitian dilakukan untuk menjawab keingintahuan peneliti
dalam mengungkapkan gejala / dugaan tentang suatu keadaan.
Penting dikemukakan hal-hal yang mendorong atau argumentasi
pentingnya penelitian tersebut dilakukan. Dengan kata lain latar belang
pada dasarnya meupakan serangkaian ungkapan untuk menunjukkan
seberapa penting penelitian tersebut dilakukan.
Agar nilai kepentingan tersebut menjadi lebih kuat, maka dalam
latar belakang harus dikemukakan isue-isue (permasalahan makro)
yang mendasari penelitian dan didukung oleh fakta-fakta / data-data
baik kualitatif maupun kuantitaif. Data-data tersebut bisa berupa angka-
angka statistik, statement (pernyataan) para pakar atau pihak-pihak
yang berkompeten, foto-foto dan berbagai bentuk data lainnya. J uga
penting disajikan prediksi ke depan berupa kaibat-akibat buruk jika
penelitian tidak dilakukan. Sajikan pula keuntungan-keuntungan yang
akan diperoleh jika penelitian dilaksanakan.

203
Di bawah ini dikemukakan beberapa isue perkembangan ruang
hijau kota, selain berbagai permasalahan yang telah dikemukakan pada
bagian pengantar. Berdasarkan Ditjen Bina Marga DPU (2005),
terdapat 3 isue utama terkait dengan ketersediaan dan kelestarian RTH
di wilayah perkotaan, yaitu:
1) Dampak negatif dari suboptimalisasi RTH dimana RTH kota
tersebut tidak memenuhi persyaratan jumlah dan kualitas (RTH
tidak tersedia, RTH tidak fungsional, fragmentasi lahan yang
menurunkan kapasitas lahan dan selanjutnya menurunkan
kapasitas lingkungan, alih guna dan fungsi lahan) terjadi terutama
dalam bentuk/kejadian:
a. Menurunkan kenyamanan kota, seperti penurunan kapasitas
dan daya dukung wilayah (pencemaran meningkat, ketersediaan
air tanah menurun, suhu kota meningkat, dll).
b. Menurunkan keamanan kota.
c. Menurunkan keindahan alami kota (natural amenities) dan
artifak alami sejarah yang bernilai kultural tinggi.
d. Menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat (menurunnya
kesehatan masyarakat secara fisik dan psikis).
2) Lemahnya lembaga pengelola RTH
a. Belum terdapatnya aturan hukum dan perundangan yang tepat.
b. Belum optimalnya penegakan aturan main pengelolaan RTH.
c. Belum jelasnya bentuk kelembagaan pengelola RTH.
d. Belum terdapatnya tata kerja pengelolaan RTH yang jelas.
3) Lemahnya peran stake holders
a. Lemahnya persepsi masyarakat.

204
b. Lemahnya pengertian masyarakat dan pemerintah.
c. Perilaku masyarakat yang kurang mendukung.
d. Keterbatasan lahan kota untuk peruntukan RTH.
e. Belum optimalnya pemanfaatan lahan terbuka yang ada di kota
untuk RTH fungsional, dan sebagainya.

9.1.4. Perumusan Masalah
Berdasarkan Buku Pedoman Tugas akhir J urusan Teknik
Arsitektur UMS tahun 2004, masalah merupakan perwujudan dari
ketiadaan, kelangkaan, ketimpangan, ketergantungan, kejanggalan,
ketidak-sesuaian, ketidak-serasian, penurunan kualitas, keausan,
kemerosotan, kekurangan dan sebagainya. Oleh karenanya masalah
atau permasalahan dapat ditemukan apabila terjadi :
a. Kesenjangan antara fakta dan harapan
b. Kontradiksi antar kenyataan / empiri yang relevan
c. Kontradiksi antara teori dan realitas, dan sebagainya.
Berdasarkan masalah-masalah yang ada, kemudian dibuat
rumusan permasalahan yang secara eksplisit akan diteliti dalam suatu
kegiatan penelitian. Rumusan permasalahan biasanya merupakan:
a. Kesimpulan dari uraian latar belakang.
b. Ungkapan yang jelas tentang hal-hal yang akan dilakukan.
c. Merupakan inti penelitian dan berfungsi sebagai pengarah
bagi semua upaya dalam kegiatan penelitian tersebut.
Bentuk rumusan permasalahan (RP) bisa berupa kalimat tanya
maupun kalimat berita (pernyataan). Agar penelitian lebih mudah
dioperasionalkan, rumusan permasalahan biasanya juga diikuti dengan

205
pertanyaan penelitian (PP). Sesuai dengan namannya, bentuk
pertanyaan penelitian selalu berupa kalimat tanya. Di bawah ini
disajikan contoh, bahwa satu bentuk rumusan permasalahan dapat di
kembangkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian.
RP : Urban space yang berada di dekat pasar tradisionil
cenderung kotor.
PP : Mengapa urban space yang berada di dekat pasar
tradisionil cenderung kotor? Apa faktor-faktor penyebabnya?
PP : Bagaimana peran masyarakat dalam mendukung keadaan
kotor tersebut?
PP : Bagaimana sistem pembuangan sampah kota yang baik
agar urban space tersebut tidak cenderung kotor?
PP : Babagimana upaya yang mudah dan murah guna
membersihkan urban space tersebut?
Berdasarkan contoh di atas, permasalahan yang sama dapat
diteliti dari sudut pandang yang berbeda. Selain itu penting dipahami
bahwa suatu permasalahan biasanya disebabkan oleh banyak faktor
(multi dimensi). Oleh karenanya dalam suatu penelitian yang
berorientasi menemukan solusi (solution oriented) biasanya dilakukan
oleh tim peneliti yang memiliki bidang keahlian yang beragam
(interdisiplin atau bahkan multidisiplin).

9.1.5. Tinjauan Pustaka (dan Landasan Teori)
Pustaka/referensi yang ditinjau atau teori yang acu (dijadikan
dasar) sebabaiknya merupakan pustaka terbaru, relevan dan asli.
J urnal ilmiah merupakan referensi yang sangat dianjurkan. Uraikan

206
dengan jelas kajian pustaka yang menimbulkan gagasan dan
mendasari penelitian yang akan dilakukan. Tinjauan pustaka
menguraikan tentang teori, temuan, dan bahan penelitian lain yang
diperoleh dari berbagai hasil penelitian lain baik yang dilakukan oleh
peneliti lain maupun oleh pengaju usulan penelitian itu sendiri sebagai
landasan bagi penelitian yang diusulkan.
Selain untuk menunjukkan, uraian dalam tinjauan pustaka juga
dimaksudkan untuk menunjukkan :
a. Segi kebaruan dan keaslian penelitian,
b. Menunjukkan hubungan antara penelitian yang dilakukan
dengan penelitian lain yang sudah ada, dan
c. Menunjukkan kedudukan permasalahan yang diangkat
dalam penelitian dengan konteks yang lebih luas, atau
d. Menyusun kerangka atau konsep yang akan digunakan
dalam penelitian yang akan dilakukan.
Uraikan dengan singkat dan jelas kerangka/landasan teoritik
yang digunakan sebagai dasar/acuan untuk melakukan pendekatan
terhadap permasalahan penelitian.

9.1.6. Tujuan Penelitian
Berikan pernyataan singkat mengenai tujuan penelitian.
Penelitian dapat bertujuan untuk menjajagi, menguraikan,
menerangkan, membuktikan atau menerapkan suatu gejala, konsep,
atau dugaan, atau untuk menyusun suatu prototip.
Tujuan peneltian adalah suatu pernyataan yang disusun
berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang mendasari

207
dilakukannya penelitian. Tujuan penelitian merupakan suatu petunjuk
ke arah mana kegiatan penelitian akan dilakukan. Penelitian yang benar
adalah penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Tujuan penelitian merupakan suatu alat untuk menguji apakah
penelitian yang dilakukan sudah mencapai tujuan atau belum, sudah
selesai atau belum. J ika tujuan penelitian adalah untuk menemukan
factor-faktor penyebab suatu kejadian, maka pada hasil peneltiannya
(kesimpulan) diperoleh faktor-faktor penyebab tersebut. Oleh karenanya
penulisan tujuan penelitian harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

208
a. Tujuan harus tegas, tidak menimbulkan multi intepretasi
(tidak bias).
b. Tujuan memiliki indikator yang jelas, sehingga dapat diuji
tingkat ketercapaiannya. Beberapa kata-kata operasional
yang jelas indikatornya (mudah diukur) antara lain:
1) Menemukan (misal: menemukan jenis-jenis tanaman
di alun-alun Surakarta yang sering menimbulkan
alergi gatal-gatal; Menemukan bentuk-bentuk
perilaku pengguna urban space yang cenderung
merusak hutan kota, dsb).
2) Mengetahui (misal: mengetahui pola sirkulasi pejalan
kaki pada urban space, mengetahui faktor-faktor
yang menyebabkan menurunnya kebersihan
lingkungan, dsb).
3) Mengevaluasi (misal: mengevaluasi kinerja tukang
parkir dalam menjaga ketertiban lingkungan urban
space, dsb).
4) Mengukur, mengidentifikasi, mendeskripsikan, dan
sebagainya.
9.1.7. Manfaat Penelitian
Uraikan manfaat penelitian bagi pengembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni; pemecahan masalah pembangunan;
pengembangan kelembagaan; atau untuk keperluan penerbitan.
9.1.8. Metode Penelitian
Menurut Djunaedi (1992), terdapat 2 pendekatan utama dalam
penelitian, yaitu:

209
a. Pendekatan Deduktif. Pendekatan deduktip dilakukan
dengan cara pematangan di rencana penelitian sebelum
masuk ke lapangan untuk mencari data. Dasar penelitian
adalah teori-teori yang menjadi landasan untuk langkah
penelitian selanjutnya. Pendekatan ini dikenal dengan istilah
penelitian kuantitatip dengan paradigma positivistik dan
rasionalistik.
b. Pendekatan Induktif. Pendekatan induktip bersifat
penjelajahan. Teori-teori diperlukan secara grounded
sebagai background knowledge (latar belakang
pengetahuan). Bersifat inklusip atau terbuka untuk bidang
lain (antar bidang). Pendekatan ini lebih dikenal dilakukan
untuk penelitian kuantitatip dengan paradigma naturalistik.
Metoda penelitian adalah cara / teknis yang digunakan untuk
meneliti agar diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan
penelitian. Metode penelitian sangat dipengaruhi oleh permasalahan
dan tujuan penelitian. Secara umum dalam metoda penelitian harus
memuat (a) kerangka umum penelitian, berisi pendekatan umum
penelitian yang akan dilakukan dan (b) rancangan / desain penelitian.
Rancangan penelitian biasanya terdiri dari:
a. Pengumpulan data, meliputi:
1) veriabel apa saja yang diteliti
2) Cara yang akan digunakan dalam mengumpulkan
data (survey primer atau sekunder). J ika survey
primer, apakah dengan menghitung, observasi /
mengamati, memfoto, mensketsa, wawancara, dsb.

210
3) Teknik sampling (random, purposif, proporsional,
dsb) atau bahkan sensus.
4) Pengolahan data (tabulasi, pemetaan, deskriptif
naratif, dsb)
b. Analisis, meliputi bagaimana cara menganalisis serta
bagaimana penafsiran (pemaknaan) temuan-temuan
hasil analisis. Beberapa metode analisis yang sering
digunakan antara lain : metode deskriptif komparatif,
statistik korelatif, superimpose peta, SWOT (Strength,
Weakness, Opportunities dan Threatnes) dan
sebagainya.
Beberapa contoh metode penelitian ruang hijau kota dapat
dilihat pada sub bab berikutnya atau pada laporan-laporan hasil
penelitian yang banyak dimuat pada jurnal-jurnal ilmiah.

9.1.9. Jadwal Penelitian
J adwal kegiatan penelitian adalah penerjemehan kegiatan
penelitian dalam alokasi waktu selama durasi penelitian. Kegiatan
penelitian meliputi kegiatan persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan
laporan dalam bentuk bar-chart.
9.1.10. Personalia Penelitian
Personalia penelitian berisi biodata ketua dan anggota peneliti.
9.1.11. Perkiraan Biaya Penelitian
Rincian biaya penelitian mengacu pada kegiatan penelitian
sebagaimana diuraikan dalam metode penelitian. Rincian tersebut
diutamakan pada biaya-biaya: (1) pengurusan ijin penelitian, (2) bahan

211
habis pakai, (3) transportasi pengumpulan data, atau honorarium
tenaga laboran/teknisi/pencacah, (4) analisis data, (5) seminar hasil
penelitian, serta (6) penyusunan dan penggandaan laporan hasil
penelitian.

9.1.12. Daftar Pustaka
Cantumkan semua pustaka yang digunakan dalam penyusunan
usulan penelitian, baik berupa buku, jurnal penelitian, laporan hasil
penelitian, disertasi, tesis, majalah, internet, atau bentuk-bentuk sumber
lainnya. Semua sumber yang dikutip dalam tubuh usulan penelitian
harus dicantumkan dalam daftar pustaka. Demikian pula sebaliknya,
semua buku yang terdapat dalam daftar pustaka harus pernah dikutip
dalam usulan penelitian. Aturan penyusunan Daftar Pustaka memiliki
ketentuan yang beragam. Namun demikian yang terpenting adalah
konsistensi dari system penulisan itu sendiri. Secara umum Daftar
Pustaka disusun secara alfabetik (berdasarkan urutan abjad) tanpa
diberi nomor urut.

9.2. Penyusunan Laporan Penelitian
Laporan Penelitian memuat semua proses yang terjadi dalam
seluruh kegiatan penelitian. Bentuk laporan peneliian cukup bervariasi,
namun secara umum memiliki isi pokok (a) Bagian Awal, (b) Bagian
Tubuh, dan (c) Bagian Akhir.
a. Bagian Awal terdiri atas: halaman sampul depan (sampul / kulit
muka), halaman sampul dalam, (jika ada: halaman
pengesahan, berita acara, surat keterangan seminar,

212
ringkasan hasil penelitian), daftar isi, daftar table dan daftar
gambar (kalau ada), serta kata pengantar.
b. Bagian Tubuh terdiri dari: pendahuluan (berisi latar belakang,
rumusan permasalahan, tujuan peneliian, manfaat penelitian,
lingkup peneliian dan sistematika pembahasan), tinjauan
pustaka, metode penelitian, hasil dan pembahasan, serta
simpulan dan saran. J umlah bab dan judul bab disesuaikan
dengan ruang lingkup penelitian, kompleksitas penelitian dan
jenis penelitian.
c. Bagian akhir terdiri atas daftar pustaka dan lampiran-lampiran
(instrument penelitian, data pengolahan statistik, surat ijin
penelitian dan lain-lain).
Laporan penelitian seyogyanya dipublikasikan dalam bentuk,
artikel publikasi ilmiah. J umlah lembar arikel ilmiah maksimal 15
halaman, dilengkapi dengan abstrak berbahasa Indonesia dan Inggris.

9.3. Contoh Proposal Penelitian dalam Konteks RTH
Contoh bagian dari proposal penelitian yang disajikan di bawah
ini disarikan dari laporan hasil penelitian yang dibuat oleh Zuraini
Djamal Irwan sebagaimana ditulis Djamal (2005) pada buku yang
berjudul Tantangan Lansekap Hutan Kota, dengan beberapa
modififikasi.
A. Judul :
PERANAN BENTUK DAN STRUKTUR HUTAN KOTA TERHADAP
KUALITAS LINGKUNGAN KOTA
Studi Kasus Lingkungan Permukikan Kota di J akarta

213
B. Latar Belakang
Vegetasi dalam ekosistem berperan sebagai produsen pertama
yang mengubah energi surya menjadi energi potensial untuk makhluk
lainnya, perubah terbesar lingkungan dan sebagai sumber hara mineral.
Setiap ada pembangunan di kota, lahan pertanian, kebun buah-buahan
atau lahan bervegetasi menjadi berkurang.
Penghijauan perkotaan merupakan salah satu usaha pengisian
Ruang Terbuka Hijau (RTH), perlu ditingkatkan bentuk dan strukturnya
menjadi hutan kota. Pertimbangannya berdasarkan potensi alam
Indonesia yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi dengan iklim
tropis, masyarakatnya mempunyai kebiasaan menanam, adanya
kesadaran masyarakat serta rencana pemerintah.
Hutan kota adalah kominitas vegetasi berupa pohon dan
asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk
jalur, menyebar, atau bergerombol (menumpuk) dengan struktur meniru
(menyerupai) hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan
kehidupan bagi satwa dan menimbulkan lingkungan sehat, nyaman,
dan estetis. Hutan kota sebagai unsur RTH merupakan subsistem kota,
sebuah ekosistem dengan sistem terbuka. Hutan kota diharapkan dapat
menanggulangi masalah lingkungan di perkotaan, menyerap hasil
negatif yang disebabkan karena aktivitas kota. Aktivitas kota dipicu
oleh pertumbuhan penduduk kota, sedangkan pertumbuhan penduduk
kota selalu meningkat setiap tahun.
Hasil negatif kota antara lain meningkatnya suhu udara,
kebisingan, debu, polutan, menurunnya kelembaban, dan hilangnya
habitat berbagai jenis burung karena hilangnya berbagai vegetasi dan

214
RTH. Dalam hal ini diharapkan hutan kota dapat menyerap panas,
meredam suara bising di kota, mengurangi debu, memberikan estetika,
membentuk habitat untuk bernagai jenis burung atau satwa lainnya. Di
bawah ini disajikan data-data tentang kondisi lingkungan di J akarta.
Dari data sekunder, kadar Nox pada semua lokasi sudah
melewati NAB yang diinginkan, yaitu 0,02 ppm/24 jam. Hasil
pemantauan kebisingan, di J akarta pada tahun 1991/1992 dan
1992/1993 oleh Puslitbang Kalibrasi, Instrumentasi dan Metrologi LIPI
menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat, dan untuk
beberapa tempat ternyata sudah melewati ambang batas. Kriteria
ambang batas menurut SK Gubernur DKI No. 587 Tahun 1980, yang
diperbolehkan untuk DKI J akarta adalah permukiman 55-60 dB,
perdagangan dan jasa 81,6 dB, kawasan industri 70 dB, rekreasi 56,6
dB, terminal 86,3 dB, dan fasilitas umum 55 dB.
Kadar debu pada Tabel 9.1 terlihat bahwa hampir semua lokasi
yang diamati pernah melampaui NAB (Nilai Ambang Batas) yang
diterapkan Surat Keputusan Gubernur DKI J akarta Nomor 587 Tahun
!980, yaitu 260 g/m
3
. Untuk daerah tertentu; rata-rata per tahun
seperti lokasai Pasar Ikan, PT Delta Bandengan Selatan, Pasar Baru,
Terminal Bus Pasar Senen. Pada di bwah terlihat bahwa konsentrasi
Pb cenderung meningkat di lokasi-lokasi tertentu.






215
Tabel 9.1
Konsentrasi Rata-Rata Partikel (Debu) Tahun 1990/1991, 1991/1992,
dan 1992/1993 dalam g/m
3
Beberapa Lokasi di J akarta
Lokasi 1990/1991 1991/1992 1992/1994
PT J iep
Pasar Ikan
Bandengan
Senen
Sawah Besar
Pasar Baru
Terminal Bus
Tebet
Mangga Besar
Pondok Gede
Radio Dalam
Pulogadung 1)
Rawasari 1)
J end. Sudirman 2)
Gatot Subroto 2)
S. Parman 2)
Kramat Raya 2)
Casablanca 2)
266,22
525,26
577,31
211,40
-
444,74
330,27
226,68
199,74
-
-
227,6
188,9
-
-
-
-
-
241
409
486
279
224
325
450
218
-
-
-
270
159
556,31*
384,54*
581,42*
951,06*
259,07
215,31
415,47*
450,82*
273,45*
207,53
352,78*
374,60*
202,35
-
183,37
158,40
456*
253
-
-
-
-
-
Sumber : KPPL DKI (1992) dan 1 Litbangkes (1991, 1992, 1993; 2)
Bappedal KPPL DKI (1991 1992) modifikasi dari buletin Amdal
II/II/1992.
* sudah melewati NAB (Nilai Ambang Batas)

Tabel 9.2
Konsentrasi Pb Tahun 1991-1992 dan 1992-1993 (g/m
3
)
Beberapa lokasi di J akarta
Rata-Rata
Lokasi 1991-1992 1992-1993
PT J iep
Pasar Ikan
Bandengan
Senen
Sawah Besar
Pasar Baru
Terminal Bus
Tebet
Pondok Gede
Radio Dalam
1,33
0,85
1,52
1,74
1,34
1,12
1,18
0,74


0,77
0,97
1,17
0,85
2,32
1,78
1,14
0,77
1,04
0,83
Sumber : Modifikasi dari KPPL DKI 91992)
Baku Mutu Pb =0,08 g/m
3
(SK Gubernur DKI No. 587 1980)

216

Tabel 9.3
Kadar Kebisingan di Beberapa Tempat DKI J akarta
Tahun 1991, 1992, dan 1993 dalam dB
No. Peruntukkan Lokasi 1991 1992 1993
1.

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

9.
10.

11.
Permukiman Kalibata Indah

Fas. Umum, RS Fatmawati
Fas. Umum, RS Pondok Indah
Perdagangan dan J asa Blok M
Terminal Pulogadung
Kawasan Industri Pulogadung
Kawasan Industri, PT J iep
Rekreasi, Dufan, Ancol;

Permukiman, Tol Tomang
Permukiman, Term. Kampung
Rambutan
Permukiman, Tol Gatot Subroto
lokasi 1
lokasi 2






lokasi 1
lokasi 2
73,6*
63,8*
68*
-
73,4
85,3
72,5*

171,8*
-
87*
-

-
-
64,2*
-
63,7*
75
-

66,5
67,8
45

72,6*

76*

-
65,2*
-
60,3*
75,5
-

66,1
69,3*
66,9*

72,4*

78*
Sumber : Modifikasi dari Puslitbang PKIM-LIPI (1992, 1993);
* sudah melewati NAB

Melihat data Tabel 9.4, pada tahun 1976 ternyata RTH menjadi
berkurang sebanyak 1.120,07 ha, sedangkan pada tahun 1979 RTH di
J akarta berkurang sebanyak 3.976,00 ha. Kekurangan RTH dari tahun
ke tahun semakin berlipat ganda, ini disebabkan terpakai oleh
pembangunan lainnya. Kekurangan RTH selama 4 tahun dari tahun
1972 sampai tahun 1976 hanya sekitar 1,75%, sedangkan dari tahun
1976 sampai tahun 1979 berkurang sebanyak 6,20%. Ini menunjukkan
bahwa terkonsumirnya RTH untuk pembangunan lainnya pada tahun
1979 dari tahun 1976 hampir 4 kali lipat dari tahun 1972 sampai tahun
1976. pada tahun 1992 RTH yang ada di J akarta tinggal 5,3% dari luas
J akarta.

217

Tabel 9.4
Luas RTH Tahun 1972, 1976, 1979, 1992,
dan 1993 di J akarta
No. Tahun Luas (ha)
% Luas
DKI
1.
2.
3.
4.
5.
1972
1976
1979
1992
1993
32.110,30
30.990,23
27.014,23
3.396,85
2.045,62
50,08
48,33
42,13
5,3
3,21
Sumber : Pemda DKI (1993)

C. Rumusan Permasalahan
Pada umumnya penanaman vegetasi untuk mengisi RTH masih
kurang mempertimbangkan aspek ekologis. Masalah ketersediaan
lahan untuk hutan kota, serta bagaimana mengefektifkan pemanfaatan
lahan yang tersedia merupakan kunci dalam pembangunan hutan kota.
Semakin hari lahan semakin berharga, semakin sedikit untuk hutan kota
sehingga sering terjadi perebutan kepentingan dalam penggunaan
lahan dari berbagai sektor aktivitas kota. Dalam situasi ini sering lahan
yang sudah tersedia untuk hutan kota, sewaktu-waktu digunaalihkan
untuk kepentingan lainnya. Tidak ada jaminan persediaan lahan untuk
hutan kota yang sudah dialokasikan. Keadaan tata ruang kota tidak
teratur, di sana sini terjadi pembangunan fisik, vegetasi selalu ditebang
tanpa mempertimbangkan penggantiannya.
Untuk mengatasi masalah-masalah yang sudah dikemukakan,
dapat dilakukan penataan tata ruang kembali dengan menyediakan
ruang untuk hutan kota, tetapi cara ini sangat sulit dilakukan dan
kemungkinan besar tidak mungkin. Ruang-ruang yang sudah ditata
cepat sekali berubah karena masih banyak perbedaan persepsi baik

218
dari para perancang, pengambil kebijakan, maupun masyarakat, dan
masih ada tanggapan bahwa penyediaan lahan untuk hutan kota
merupakan hal yang kurang bermanfaat. Oleh karena itu harus dicari
bagaimana caranya memaksimalkan fungsi hutan kota yang sudah ada
atau lahan yang dialokasikan bagi hutan kota untuk menyerap atau
meminimalkan hasil negatif aktivitas kota. Usaha ini sesuai dengan
potensi yang dimiliki kota serta sejalan dengan upaya pemerintah
antara lain adanya Imendagri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan
RTH di Perkotaan serta Instruksi Presiden tentang Penanaman sejuta
pohon. Dalam RUTR (Rencana Umum Tata Ruang) J akarta 2005
sebagai contoh, telah dinyatakan perlunya memelihara keseimbangan
antara lingkungan alam dan lingkungan binaan serta menciptakan
lingkungan perkotaan yang baik dan nyaman antara lain dengan
melanjutkan dan meningkatkan program penghijauan kota.
Pemecahan masalah dalam penelitian ini berkaitan dengan
kualitas lingkungan kota yang nyaman, sehat, dan estetis dalam
mengatur suhu, kelembaban, pencemaran debu, kebisingan, estetika,
kehadiran burung, dengan menghadirkan hutan kota.
Bertolak kondisi di atas, maka dalam penelitian ini memiliki
rumusan permasalahan :
Apakah perbedaan bentuk dan struktur hutan kota mempunyai
efektivitas yang berbeda untuk menanggulangi masalah
lingkungan kota dalam pengembangan penghijauan kota yang
mengarah kepada terbentuknya struktur ekologis ditinjau dari
fungsi pelestarian lingkungan, fungsi lansekap, dan fungsi
estetika?

219

D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Pengelompokkan hutan kota menurut sifat pengaruhnya
terhadap kualitas lingkungan kota (suhu, kelembaban,
kebisingan, dan debu).
b. Mencari hubungan bentuk dan struktur hutan kota dengan
kualitas lingkungan kota (suhu, kelembaban, kebisingan, debu).

E. Manfaatan Penelitian
Diharapkan penelitian bermanfaat sebagai:
a. Dasar penyusunan konsep penanaman, perluasan, dan
penyebaran hutan kota yang memenuhi kualitas baku
kesehatan, kenyamanan, dan estetika lingkungan kota.
b. Dasar menentukan batasan bentuk dan struktur pembangunan
hutan kota sehingga dapat mengendalikan dampak negatif dari
aktivitas kota secara optimal
c. Penelitian lanjutan tentang penanganan dan pengelolaan hutan
kota untuk kota-kota di Indonesia bahkan untuk daerah tropis.

F. Metode Penelitian
1) Kriteria Pemilihan Lokasi Penelitian
Agar penelitian lebih terarah dan karena keterbatasan sumber
daya untuk penelitian seperti waktu dan dana maka dipilih lokasi
permukiman sebagai kota kecil di J akarta. Kriteria lokasi penelitian di

220
lingkungan permukiman yang memenuhi syarat sebagai kota kecil
adalah :
a. Pemanfaatan lahan untuk permukiman, transportasi
kendaraan bermotor, kegiatan perdagangan, industri
(industri kecil), dan untuk fasilitas umum;
b. Bentuk dan struktur hutan kota yang telah ada, yaitu yang
berbentuk jalur, menyebar, dan bergerombol (menumpuk)
dengan strata dua dan strata benyak.
Hasil studi sebelumnya yang menggunakan kriteria di atas maka
dijumpai beberapa permukiman yang memenuhi syarat penelitian, yaitu
permukiman Pondok Indah, Kelapa Gading, Bintaro J aya, Kalibata
Indah, dan Cinere. Kemudian dipilih permukiman Bintaro J aya dan
sekitarnya yang dianggap paling memenuihi syarat.

2) Metoda Pengumpulan Data
a. Waktu
Penelitian dilakukan selama tujuh bulan, dimulai pada bulan
Agustus 1993 sampai dengan Februari 1994, dengan studi kasus
lingkungan permukiman sebagai kota kecil di kota J akarta.

b. Peralatan dan Variabel yang Diukur
Peralatan yang digunakan meliputi peralatan lapangan,
laboratorium, serta peralatan studio. Peralatan lapangan adalah High
Volume Sampler model HVC 1000N untuk mengukur debu; Precissiom
Integrating Sound Level Meter tipe LA 500 Onosuki untuk mengukur
tekanan suara; Higrothermometer model I/D/ Clock Duration 24 hrs

221
untuk mengukur suhu dan kelembaban (RH), higrothermograph, dan
alat-alat analisis di laboratorium serta alat bantu lainnya. Peralatan
studio berguna untuk memindahkan hasil pengukuran di lapangan dan
laboratorium, mempermudah penafsiran baik secara kuantitatif maupun
kualitatif, dan sebagai pendukung untuk mempercepat proses
penyelesaian penelitian dengan laporan disertasi yang lengkap.
Variabel yang diukur meliputi :
(1) Lingkungan fisik/kimia berupa :
a) Iklim mikro yaitu suhu dan kelembaban,
b) Kebisingan, dan
c) Kualitas udara yang dilihat dari kadar debu.
(2) Lingkungan biologi, berupa :
a) Kehadiran burung, dan
b) Vegetasi pada kelima bentuk dan struktur hutan kota.
(3) Lingkungan sosial berupa estetika.

d. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengetahui dan mendeskripsikan keadaan hutan kota
dan keadaan lingkungan J akarta, bentuk dan struktur serta fungsi hutan
kota yang dominan melalui data sekunder. Sedangkan data primer
diperoleh dengan mengukur peranan hutan kota terhadap lingkungan.

1) Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder dikumpulkan melalui kepustakaan, potret udara,
dan wawancara dengan pejabat Pemda, Dinas Kehutanan DKI, tata
kota, Dinas Pertamanan DKI, Dinas Pertanian, BKLH, KPPL, Kawil

222
Kehutanan, maupun instansi lain yang ada di kota J akarta yang
relevan. Wawancara juga dilakukan dengan para pejabat atau petugas
yang terlibat langsung dengan penanganan hutan kota, yang meliputi
hal berikut :
a. Keadaan umum J akarta meliputi tata kota dan zoning
peruntukan J akarta; pencemaran udara yang terjadi di J akarta,
seperti CO2, Pb, Nox, dan debu; kebisingan di J akarta dan iklim
mikro yang meliputi suhu dan kelembaban.
b. Keadaan hutan J akarta: hasil penelitian yang pernah dilakukan;
sehubungan dengan hutan; letak hutan yang ada di J akarta.
c. Bentuk dan struktur hutan kota yang sudah dilaksanakan di
J akarta.
d. Cara pembangunan hutan kota J akarta: perencanaan,
pelaksanaan, dan pemeliharaan; pangadan bibit; jenis yang
akan digunakan; aspek yang akan dipertimbangkan.
e. Rencana hutan kota di J akarta dalam jangka panjang oleh
Pemda DKI meliputi luas hutan kota yang ideal; lokasi lahan
yang dapat tersedia untuk hutan kota; luas lahan yang tersedia
untuk hutan kota; kendala pembangunan hutan kota yang
dihadapi.
f. Pola tata ruang kota J akarta: RTH yang direncanakan, RTH
yang sudah ada; RTH yang berubah fungsi; keseimbangan tata
ruang; lokasi hutan kota.
g. Rencana pengembangan J akarta: arah pengembangan J akarta;
keterpaduan sektor dalam menangani hutan kota; kondisi
bangunan fisik dan gedung bertingkat tinggi; jumlah kendaraan.

223
h. Keadaan penduduk J akarta: jumlah, komposisi, dan penyebaran
penduduk J akarta; proyeksi penduduk J akarta pada tahun 2005-
2050; jumlah dan jenis pekerjaan penduduk J akarta.
2) Pengumpulan Data Primer
Untuk mengetahui peranan bentuk dan struktur hutan kota
terhadap kualitas lingkungan dilakukan melalui data primer (asli), yaitu
dengan melakukan pengukuran di lapangan. Pengukuran dilakukan
pada setiap stasiun hutan kota yang terpilih, yaitu kombinasi bentuk dan
struktur hutan kota di lokasi permukiman. Bentuk hutan kota yang
berbentuk jalur (J ), bentuk bergerombol atau menumpuk (G), dan
berbentuk menyebar (S). Struktur hutan kota dalam penelitian ini
dikelompokkan menjadi hutan kota berstrata dua (D), dan berstrata
lebih dari dua (banyak = B). Pada setiap stasiun diukur peranan dari
kombinasi bentuk dan struktur hutan kota terhadap lingkungan sebagai
berikut:
a. Jalur, lokasi hutan kota yang berbentuk jalur, berstrata dua (J D)
dan lokasi hutan kota yang berbentuk jalur, berstrata banyak
(J B).
b. Menyebar, lokasi hutan kota yang menyebar, berstrata dua (SD)
dan lokasi hutan kota yang menyebar, berstrata banyak (SB).
c. Bergerombol (menumpuk); lokasi hutan kota yang bergerombol
atau menumpuk, berstrata dua (GD) dan lokasi hutan kota yang
bergerombol atau menumpuk, berstrata banyak (GB).
3) Persyaratan Stasiun Tempat Pengukuran
a. Sesuai dengan kombinasi bentuk dan struktur hutan kota
disebut juga jenis hutan kota (lihat tabel)

224
b. Pada setiap stasiun bentuk dan struktur hutan kota dapat
ditentukan tiga letak titik pengukuran, yaitu di tepi hutan di
pinggir jalan, di tengah-tengah hutan kota, dan di luar belakang
hutan kota.
c. Sumber pencemar relatif sama untuk semua bentuk dan struktur
hutan kota, yaitu di pinggir jalan yang banyak dilalui kendaraan
bermotor sepanjang hari.
Hutan kota bersifat dua (D) adalah hutan kota hanya ditanam
dengan pepohonan atau penutup tanah, tanpa pemangkasan. Hutan
kota berstrata banyak (B) adalah hutan kota dengan vegetasi selain
pepohonan dan penutup tanah juga terdapat semak, belukar, perdu,
terna, ditumbuhi banyak anakan atau perkecambahan dan lainnya yang
ditanam secara berlapis-lapis berbagai jenis dan berbagai umur tanpa
pemangkasan.
Tabel 9.5
Kombinasi Bentuk dan Struktur Hutan Kota
Bentuk
Struktur
J alur (J ) Bergerombol (G) Menyebar (S)
Berstrata Dua (D)
Berstrata benyak, >2 (B)
J D
J B
GD
GB
SD
SB
Keterangan :
J D =jalur berstrata dua
J B =jalur berstrata banyak
SD =menyebar berstrata dua
SB =menyebar berstrata banyak
GD =bergerombol berstrata dua
GB =bergerombol berstrata benyak (berstrata >2)

Sesuai dengan kombinasi bentuk dan struktur hutan kota yang
ada si sekitar jalan maka dipilih hutan kota :
a. J D : Di sepanjang lapangan Bintaro Utara, dengan lebar jalur 12
m dan panjang 120 m.
b. J B : Sepanjang J l. Bintaro Utara, lebar jalur 28 m dan panjang
40 m. Karena kesulitan medan lokasi J B tidak dilakukan
pengukuran.
c. SD : Dengan kantor pemasaran jalan Bintaro Utama, luas
sekitar 5.000 m
2
.
d. SB : Lokasi H. Nahar J l. Bintaro Permai Kodam, di halaman
perumahan penduduk yang tidak teratur (tradisional), luas
sekitar 3.000 m
2
.
e. GD : Pada office park di jalan Binataro Utama di samping
gedung J aya, luas sekitar 9.000 m
2
.
f. GB : Lokasi H. Muhammad J l. Bintaro Permai Hankam, di
sekitar perumahan penduduk yang tidak teratur (tradisional),
luas sekitar 6.000 m
2
.

Gambar 9.1.
Diagram titik pengukuran, pada stasiun pengukuran untuk variabel
suhu, kelembaban, kebisingan, dan debu (tanpa skala)

Pengamatan mengenai peranan hutan kota fluktuasinya
terhadap suhu, kelembaban, dan kebisingan dilakukan dengan
pengukuran setiap jam selama 15 jam pada pukul 06.00-20.00;

225

226
sedangkan untuk melihat peranan hutan kota terhadap debu dengan
tidak melihat fluktuasinya dilakukan pengukuran selama 14 jam mulai
pukul 06.00-20.00, pada 3 titik sesuai dengan tabel dan gambar di atas.
Tabel 9.6.
J arak Titik Pengukuran pada Hutan Kota J D, SD, SB, GD, dan GB
untuk Pengukuran Suhu, Kelembaban, Kebisingan, dan Debu (dalam
m)
Jenis Hutan Kota Jarak T1-T2 Jarak T2-T3
J D (jalur strata dua)
SD (menyebar strata dua)
SB (menyebar strata banyak)
GD (bergerombol strata dua)
GB (bergerombol strata banyak)
12
30
40
40
60
40
40
45
40
45

Keterangan :
Titik 1 (T1) adalah titik pengukuran di tepi hutan kota dekat jalan, titik 2 (T2)
adalah titik pengukuran di tengah hutan kota, berjarak antara 12-60 m, dengan
maksud untuk mengetahui pengaruh hutan kota dan titik 3 (T3) adalah titik
pengukuran di luar belakang hutan kota berjarak antara 30-60 m. T1, T2, dan
T3 merupakan garis lurus.

Pengukuran dilakukan di tiga titik dengan 2 ulangan pada setiap
stasiun jenis hutan kota, yaitu tepat di pinggir jalan, di tepi hutan T1,
kemudian di dalam hutan kota, yaitu T2 (untuk mengetahui peranan
ketebalan vegetasi hutan kota). T3, yaitu pada titik yang tidak
terlindung vegetasi, di luar belakang hutan kota. Pengukuran pada T1,
T2, dan T3 pada masing-masing hutan kota dilakukan secara serentak,
dan karena keterbatasan alat pengukuran tidak dapat dilakukan secara
serentak untuk semua jenis hutan kota.
Suhu udara dan kelembaban (RH), diukur dengan
menggunakan Hygrothermometer. Suhu dan kelembaban akan tercatat
secara otomatis pada higrotermograf (kertas grafik). Hygrothermometer
bekerja ganda, yaitu dengan prinsip bimetal, untuk suhu akan memuai
jika udara panas sehingga suhu menaik dan akan menyusut jika udara
dingin sehingga suhu akan menurun. Untuk mengukur kelembaban
terdapat alat pada hygrothermometer berbentuk rambut yang sangat
peka. Pengukuran suhu harus terhindar dari berbagai gangguan lokal
maupun hal-hal lain yang mengurangi kemurnian suhu atmosfer.
Beberapa gangguan yang perlu dihindarkan antara lain pengaruh
radiasi langsung dari surya dan pantulannya oleh benda-benda di
sekelilingnya, gangguan tetesan air hujan, tiupan angin yang terlalu
kuat, pengaruh lokal gradien suhu tanah akibat pemanasan dan
pendinginan permukaan tanah setempat. Untuk mengatasinya
diperlukan sangkar termometer guna menempatkan alat pengukurnya.
Kebisingan diukur dengan Sound Level Meter. Titik pengukuran
sama dengan mengukur suhu, diukur selama 10 menit pada setiap jam
dalam deciBel (dB). Suara akan ditangkap oleh mikroprosessor yang
mengubah gelombang suara menjadi besaran listrik, diterima dan
dikuatkan oleh preamplifier, akhirnya cpu akan mengubah ke bentuk
digital.
Kadar debu atau TSP (Total Suspended Particulate); diukur
dengan high volume air sampler. Dengan prinsip udara yang disedot,
disaring dengan filter. Sebelum perlakuan terlebih dahulu filter
ditimbang, kemudian setelah perlakuan filter ditimbang kembali.

berat filter (setelah perlakuan-sebelum perlakuan)
g volume udara yang disedot (m
3
)

Kadar debu (TSP) =

227

228
Karena alat pengukur debu mengeluarkan suara maka titik-titik
pengukurannya harus berjarak paling sedikit 10 meter dari titik
pengukuran kebisingan
Burung. Pengamatan burung dengan menghitung jumlah dan
jumlah jenis burung pada pagi hari jam 06.00-09.00, dan sore pada jam
16.00-19.00 di stasiun pengukuran selama dua kali.
Vegetasi. Pengamatan vegetasi dengan menghitung jumlah
pohon dan jumlah jenis vegetasi yang ada pada setiap jenis hutan kota.
Estetika. Pengamatan estetika dilakukan dengan menilai dua
jenis vegetasi dominan dan asosiasi vegetasi hutan kota.
Instrumen penilaian suasana, garis langit, komposisi, warna, dan
jalan setapak dari asosiasi vegetasi hutan kota. Untuk menguji apakah
pengelompokkan data (hasil pengukuran) yang diperoleh pada semua
titik pengukuran di semua jenis hutan kota sesuai dengan jenis hutan
kota, dalam penelitian ini dibuat secara fisik dan visual, dilakukan
analisis pengelompokkan (hierarchical cluster analysis), diskriminan,
dan analisis kanonik.

e. Metoda Analisis untuk Mengetahui Penelompokan Hutan Kota
1) Analisis Pengelompokkan (Hierarchical Cluster Analysis)
tujuan analisis cluster pada dasarnya adalah membentuk grup
sehingga keragaman di dalam grup diusahakan sekecil mungkin,
sedangkan keragaman antargrup relatif lebih besar daripada
keragaman di dalam grup. Diharapkan kesamaan dari hasil
pengukuran suhu, kelembaban, kebisingan, dan debu pada setiap jenis
hutan kota akan mengelompok, di mana kelompok tersebut mewakili

229
masing-masing jenis hutan kota. Artinya semua parameter dari masing-
masing hutan kota akan masuk ke masing-masing jenis hutan kota.
Agar hasil pengelompokkannya lebih baik maka diuji dengan analisis
diskriminan. Kalau fungsi diskriminan signifikan (linier) berarti terjadi
pengelompokkan.

2) Analisis Diskriminan
Fungsi diskriminan merupakan fungsi yang memiliki kemampuan
pembeda dan berperan dalam membedakan kelompok hasil
pengukuran dalam ruang berdimensi. Rumus umum diskriminan linier
yang digunakan adalah :

D = 0 + 1x1 + 2x2 + 3x3 + 4x4 + 5x5 + 6x6 + 7x7 + 8x8 +
9x9; ....................................................................(1)

Di mana:
= koefisien yang diperkirakan dari data, x1 = J D, x2 = SD, x3 =
SB, x4 = GD, x5 = T1, x6 = T2, x7 = W, x8 x7 = T3, x9 = GB.

Tujuan analisis diskriminan adalah mencari kombinasi linier
variabel kuantitatif yang memiliki keragaman antarkelompok terbesar,
relatif terhadap keragaman dalam kelompoknya. Dalam hal ini
digunakan metode diskriminan bertahap (Stepwise Discriminant) untuk
menentukan variabel-variabel penciri (penentu). Tahap pertama
dengan menggunakan nilai F hitung terbesar dan nilai Lamda Wilks ()
terkecil dengan rumus :

F =(J ka/k-1)/(J Kd/N-k); ...................................(2)
=J Kd/(J Kd+J ka) ...........................................(3)

Di mana :
k = banyaknya grup
N = banyaknya objek
J Ka = jumlah kuadrat antara kelompok
J Kd = jumlah kuadrat dalam kelompok

Tahap kedua memilih variabel penciri dari variabel yang tidak
terpilih pada tahap pertama. Tahapan pemilihan variabel akan berhenti
apabila nilai F hitung lebih kecil dari satu (<1). Nilai F hitung untuk
tahap kedua dan seterusnya mengikuti persamaan :

(N k p)(
p+1
/
p
)

((k -1)(
p+1
)
p
) .......................................(4)
F =

Di mana :
p = banyaknya variabel

p
= nilai Lamda Wilks pada tahap sebelum penambahan variabel

p+1
= nilai Lamda Wilks pada tahap selanjutnya

Fungsi diskriminan yang baik adalah yang memiliki veriabel
antargrup ketika dibandingkan dengan variabilitas dalam grup. Kalau
ada satu fungsi diskriminan, klasifikasi kasus ke dalam grup

230

231
berdasarkan pada nilai fungsi tunggal. Kalau ada beberapa grup nilai
suatu kasus dalam semua fungsi harus dihitung secara simultan.
Kemudian dilakukan uji dengan menggunakan koefisien kakonik agar
hasilnya lebih tajam dalam satu persamaan sehingga akan terlihat
pengaruhnya dalam ruang (multidimensi).

3) Analisis Korelasi Kanonik
Analisis korelasi kanonik merupakan suatu cara untuk
menyajikan struktur korelasi antardua himpunan variabel ke bentuk
yang sesederhana mungkin. Analisis ini memperhatikan beberapa
variabel penting saja tanpa kehilangan keterangan yang diperlukan.
Analisis ini ditentukan oleh variabel yang dominan. Variabel yang tidak
penting artinya adalah variabel yang tidak dapat memberikan
keterangan yang bermakna (tidak signfikan) untuk menjelaskan
keterkaitan natara dua himpunan variabel disisihkan.
Dalam penelitian ini fungsi kanonik digunakan untuk
membedakan antara pengubah di dalam grup dari jenis hutan kota
dengan grup dari hasil perhitungan dengan melihat nilai kanonik
pertama dan akar ciri (eigenvalue) pertama serta besarnya proporsi
keragaman data yang diterangkan. Apabila proporsi keragaman yang
diterangkan oleh akar ciri pertama tinggi, korelasi kanonik pertama
dapat digunakan untuk menerangkan hubungan antara dua kelompok
variabel. Apabila tidak, maka dilanjutkan pada korelasi kanonik
berikutnya. Dari fungsi kanonik yang diperoleh dapat diketahui bahwa
setiap jenis hutan kota masuk ke dalam suatu grup. J ika fungsi kanonik
bermakna (signifikan) berarti ada perbedaan dalam pembentukan

232
cluster, atau terdapat pemisahan pengaruh dari lima jeis hutan kota.
Analisis dilakukan dengan menggunakan dua alternatif, yaitu alternatif
pertama dengan memperhitungkan suhu, kelembaban, kebisingan (n =
390) dan alternatif kedua dengan memperhitungkan suhu, kelembaban,
kebisingan, dan debu (n = 30).

f. Analisis untuk Mengetahui Hubungan Kausalitas Lingkungan
dengan Hutan Kota
1) Tabulasi dan Grafik
Hubungan jenis hutan kota, letak titik dan waktu pengukuran
dengan suhu, kelembaban, kebisingan, dan debu, dilihat dengan
menggunakan statistik deskriptif yaitu dengan grafik, tabulasi, ratana,
dan persentase. Hasil pengukuran suhu, kelembaban, kebisingan, dan
debu pada setiap jenis hutan kota, letak titik pengukuran dan waktu
ditabulasi, dan dibuat grafik garis atau histogram. Dari tabulasi akan
diperoleh rata-rata hasil pengukuran pada setiap jam; pada setiap letak
titik pengukuran; pada setiap jenis hutan kota; selisih suhu,
kelembaban, kebisingan, atau debu dari letak titik pangukuran di tepi
hutan, di dalam, dan di luar hutan kota. Dari tabulasi akan diperoleh
angka rata-rata secara umum dari semua hutan kota. Sebagian data
disajikan dalam tabel dan sebagian dalam grafik sehingga secara visual
dapat segera diketahui. Untuk melihat apakah hubungan jenis hutan
kota, letak titik pengukuran, waktu dengan suhu, kelembaban,
kebisingan, dan debu bermakna atau berarti dilakukan uji F, dalam
analisis regresi linier berganda.


233
2) Analisis Regresi Berganda untuk mengetahui hubungan suhu,
kelembaban, dan kebisingan dengan 5 jenis hutan kota
Analisis regresi digunakan untuk menjelaskan hubungan antara
suatu variabel dengan variabel lainnya yang diformulasikan ke dalam
suatu bentuk model yang disebut model regresi. Hasil pengukuran
suhu (y
1
), kelembaban (y
2
), kebisingan (y
3
), dilakukan 2 kali pada 3
letak titik pengukuran (T1, T2,dan T3) dengan 15 kali waktu pengukuran
(W, yang dianalisis 13 kali di mana hasil pengukuran pada jam pertama
dan jam terakhir dibuang), berarti n =390.
Untuk mengetahui dan memprediksi faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap suhu (y
1
), kelembaban (y
2
), kebisingan (y
3
),
dilakukan dengan cara dan menggunakan model persamaan regresi
yang sama, dengan variabel bebas, yaitu :
1. J enis hutan kota, karena ada lima kategori jenis hutan kota
maka dibuat 4 dummy variabel (lihat tabel).
2. Letak titik pengukuran, karena ada 3 titik pengukuran maka
dibuat 2 dummy variabel (lihat tabel).
3. Waktu pengamatan, yaitu x7.
Tabel 9.7.
Variabel dummy untuk jenis hutan kota
Jenis Hutan Kota x1 x2 x3 x4
J D
SD
SB
GD
GB
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
Keterangan: Jenis hutan kota dinilai 0
(sebagai dasar pembanding)


Tabel 9.8.
Variabel dummy untuk letak titik pengukuran
Titik Pengukuran x5 x6
1
2
3
1
0
0
0
1
0
Keterangan: Titik pengamatan 3 berarti dinilai 0
(sebagai dasar pembanding)

Model persamaan regresi yang digunakan untuk mengetahui
dan memprediksi faktor-faktor terhadap suhu (y
1
) adalah :

y
1
= 0 + 1x1 + 2x2 + 3x3 + 4x4 + 5x5 + 6x6

Persamaan ini dapat berarti apabila paling sedikit ada satu nilai
dari 1 s.d 7, yang tidak bernilai 0. Apabila tidak terpenuhi maka x1,
x2, x3, x4, x5, x6, dan x7 tidak akan dapat dipakai untuk menduga y
1.

Sebelum membuat kesimpulan dari hasil regresi, terlebih dahulu perlu
diperiksa atau diuji apakah regresi yang diperoleh berdasarkan
penelitian ini ada artinya jika dipakai untuk membuat kesimpulan dari
hubungan jenis hutan kota, letak titik pengukuran, dan waktu terhadap
suhu, kelembaban, kebisingan, dan debu dengan melakukan uji F :
................................................(5)

Di mana :
J K(reg) = jumlah kuadrat regresi; J K(S) = jumlah kuadrat sisa.
Apakah F hitung lebih besar dari F tabel (k, n-k-1) maka Ho diterima.

234

235
Ho : = 0 (x1 ... x7 tidak mempunyai konstribusi terhadap y
1
).
H1 : = 0 (x1 ... x7 mempunyai konstribusi terhadap y
1
).
J ika hasil uji F signifikan, ini menyatakan bahwa regresi itu
berarti, maka penafsiran yang dibuat berdasarkan regresi itu juga
berarti dan dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk mengetahui ketepatan garis regresi yang terbentuk dalam
mewakili kelompok data hasil pengukuran, perlu dilihat sampai
seberapa jauh model yang terbentuk dapat menerangkan kondisi yang
sebenarnya, digunakan ukuran koefisien determinan (R
2
). Nilai R
2

merupakan suatu ukuran yang menunjukkan ragam naik turunnya y
1
,
yang diterangkan oleh pengaruh linier x1 s.d x7. Dalam hal ini ragam
naik turunnya y
1
seluruhnya disebabkan oleh x1 s.d x7. Apabila nilai R
2

semakin besar maka semakin tepat garis regresi yang terbentuk,
sebaliknya semakin kecil R
2
semakin tidak tepat garis regresi tersebut
mewakili data hasil pengukuran. Maka nilai R
2
dapat mengukur
proporsi (persentase) dari jumlah ragam y
1
, yang diterangkan oleh garis
regresi, dapat diketahui berapa besar pengaruh x1 s.d x7 terhadap y
1
.
Untuk mengetahui dan memprediksi faktor-faktor yang
berpengaruh terhdap debu (y
4
), suhu (y
1
), kelembaban (y
2
), dan
kebisingan (y
3
) dengan variabel bebas jenis hutan kota (x1 s.d x5) dan
letak titik pengukuran (x5 dan x6) digunakan cara dan model
persamaan regresi yang sama.
Model persamaan regresi yang digunakan untuk mengetahui
dan memprediksi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap suhu (y
1
)
adalah :


236
y
1
= 0 + 1x1 + 2x2 + 3x3 + 4x4 + 5x5 + 6x6 .............(6)

Dalam analisis dilakukan uji interaksi dan korelasi diri dari
semua variabel dengan stepwise regresi, dengan menyisihkan variabel
yang tidak signifikan. Kemudian terakhir akan diperoleh persamaan
regresi yang diperlukan dalam model. Untuk mengetahui apakah ada
korelasi diri, dilakukan uji Durbin-Watson. Korelasi diri (variable
lagged), yaitu terjadinya korelasi diantara data pengukuran, atau
munculnya suatu data dipengaruhi oleh data sebelumnya.
Uji statistik Durbin-Watson dapat menghasilkan nilai antara 0-4.
J ika nilainya tidak dekat dengan 2, berarti telah terjadi korelasi diri. J ika
nilainya di atas 2, misalnya 3,2 berarti ada korelasi diri negatif yang
kuat, kalau nilainya 0,7 berarti ada korelasi diri yang positif yang kuat.
Apabila ada korelasi diri maka uji T tidak dapat digunakan. Analisis
dilakukan dua alternatif, yaitu alternatif pertama memperhitungkan
suhu, kelembaban, kebisingan, dan altrnatif kedua, yaitu dengan
memperhitungkan suhu, kelembaban, kebisingan, dan debu tanpa
waktu (x7). Rumus umum analisis regresi berganda adalah :

y = 0 + 1x + 2x2 + 3x3 + 4x4 + 5x5 + 6x6 + 7x1x5 +
8x1x6 + 9x2x5 + 10x2x6 + 11x3x5 + 12x3x6 +
13x4x5 + 14x4x6 + 15x1x7 + 16x2x7 + 17x3x7 +
18x4x7 + 19x7 + 20Ly
1
.............................(7)




237
3) Analisis Trend
Analisis trend dilakukan untuk mengetahui dan memprediksi
perubahan suhu, kelembaban, dan kebisingan jika sumber polusi
berubah dengan perubahan waktu pengukuran dan untuk mengetahui
seberapa jauh perubahan tersebut dipengaruhi oleh hutan kota.
Analisis trend dilakukan dengan stepwise regresi nonlinier, yaitu
menghitung fungsi turunan pertama orde ke-3. Hubungan fungsi antara
y (y
1
, y
2
, y
3
, y
4
) dan x (x1 s.d x7) dikatakan tidak linier apabila laju
perubahan dalam y yang berhubungan dengan perubahan satu satuan
x tidak konstan untuk jangkauan nilai-nilai x tertentu. Trend adalah
penurunan atau kenaikannya per perubahan variabel x.
Dalam penelitian ini perbedaan waktu pengukuran menunjukkan
perbedaan polusi yang berkaitan dengan iklim (radiasi matahari) dan
aktivitas penduduk kota, dengan letak titik pengukuran di tepi (T1), di
dalam (T2), dan di luar belakang (T3) hutan kota J D, SD, SB, GD, dan
GB. Analisis dilakukan dengan cara dan model persamaan regresi
yang sama untuk masing-masing suhu, kelembaban, dan kebisingan
sebagai berikut :

y
1
= 0 + 1x7 + 2x7
2
+ 3x7
3
+ x7
4
...................(8)

g) Analalisis untuk Mengevaluasi Kualitas Lingkungan
Hasil klasifikasi hutan kota dihubungkan dengan hasil analisis
kualitas lingkungan akan diketahui jenis hutan kota yang dapat
meningkatkan kualitas lingkungan menjadi lingkungan nyaman, sehat,
dan estetis untuk penduduk sekitarnya. Pemahaman dan interpretasi

238
dari koefisien model persamaan hasil analisis statistik parametrik
regresi linier berganda, baik secara parsial maupun secara multidimensi
akan diketahui sejauh mana bentuk dan struktur hutan kota dapat
meningkatkan kualitas lingkungan.
Lingkungan nyaman yang dapat dirasakan menusia untuk
memenuhi kebutuhan fisik, ditentukan oleh suhu dan kelembaban kota
sekitarnya. Untuk menyatakan rasa nyaman secara kuantitatif, Oliver
(1981) menggunakan rumus :

THI =Td (0,55 0,55RH)(Td 58)

THI = Temperature Humidity Indeks
Td = Suhu jika kering
RH = Kelembaban relatif
Indeks kenyamanan berkisar antara 61-71. THI di atas 71 orang
sudah merasa tidak nyaman.
Sedangkan Sani (1986) menghitung indeks kenyamanan (IK)
dengan rumus:

IK = 0,7(TWB) + 0,2(TG) + 0,1(TDB)

Di mana :
TWB = suhu jika basah
TG = suhu termometer globe
TDB = suhu jika kering

239
Lingkungan yang sehat dapat dilihat dari kadar debu dan tingkat
kebisingan di sekitar hutan kota yang dikaitkan dengan NAB (Nilai
Ambang Batas). J ika kadar debu dan tingkat kebisingan sudah
melewati NAB maka lingkungan tersebut dinyatakan sudah tidak sehat.
Lingkungan yang estetis dalam penelitian ini diperoleh dari nilai estetika
hutan kota dan kehadiran burung.

EVALUASI
1. Buatlah proposal penelitian tentang hal-hal yang terkait dengan
ruang hijau kota. Kurun waktu pengerjaan penelitian ini adalah satu
semester atau 4 bulan efektif (jadwal menyesuaiakan kalender
akademik). Sistematika dan ketentuan penulisan proposal sesuai
dengan materi pada bab IX buku ini.
2. Lakukan penelitian berdasarkan proposal yang telah anda susun.
3. Lakukan pengolahan data dan analsis yang sistematis.
4. Buatlah kesimpulan dan rekomendasi sesuai hasil analisis penelitian
yang telah dilakukan.
5. Buatlah laporan penelitian secara lengkap. Format penulisan
laporan sesuai dengan ketentuan Tugas Akhir J urusan Teknik
Arsitektur UMS (Baca Buku 1 : Pedoman Umum Tugas Akhir).
6. Berdasarkan laporan hasil penelitian, buatlah artikel ilmiah yang
siap dipublikasikan, maksimal 8 halaman termasuk daftar pustaka
dan lampiran. Artikel ilmiah dikumpulkan seminggu sebelum
pelaksanaan UAS.

Anda mungkin juga menyukai