Anda di halaman 1dari 7

Stridor yang menetap sesudah umur beberapa hari pertama biasanya merupakan

akibat gangguan pada atau dekat laring. Yang oaling sering dari gangguan ini adalah
laringomalasia, yang merupakan deformitas atau kelembekan epiglottis dan aperture
supraglotis serta kelemahan dinding jalan nafas kongenital, menyebabkan kolaps dan
obstruksi jalan napas pada saat inspirasi. Laringomalasia adalah kelainan laring
kongenital yang paling sering. Asal mula defek embriologi tidak diketahui

Manifestasi klinis: suara pernapasan yang berbunyi dan berisik, yang biasanya terkait
dengan inspirasi, relative sering terjadi selama masa neonates dan umur satu tahun
pertama. Stridor yang biasanya muncul sejak lahir, pada beberapa penderita mungkin
tidak terdengar sampai mencapai umur 2 bulan. Pada penderita yang bergejala
laringomalasia rasio laki-laki dan wanita dapat 2,5 :1. Gejala dapat bersifat intermiten
dan lebih jelek bila bayi ditidurkan pada punggungnya( telentang). Beberapa bayi
hanya menderita napas berisik, tetapi yang lain menderita laring berbunyi, serak
atau afoni, dyspnea dan retraksi inspiratoir pada sela supraclavicular, intercostal dan
subcostal. Bila terjadi retraksi berat, deformitas toraks dapat terjadi. Bayi dengan
dyspnea berat dapat mengalami kesukaran menyusu, mengakibatkan kurang nutrisi
dan kenaikan berat badan jelek. Stridor berat dapat menetap selama beberapa bulan
sampai 1 tahun sesudah lahir, kadang-kadang menjadi sedikit lebih jelek pada umur
beberapa bulan pertama dan kemudian secara bertahap menghilang bersama dengan
pertumbuhan dan perkembangan jalan napas.

Diagnosis : laringomalasia biasnaya dapat didiagnosis dengan laringoskopi langsung.
Pada umur beberapa hari pertama, upaya membedakan gangguan laring kongenital
dan tetanus neonatorum atau edema laring akibat trauma atau akibat aspirasi pada saat
lahir mungkin sukar dilakukan. Diagnosis banding meliputi malformasi kartilago
laring atau plika vocalis jaringan intralumen, tumor laring, retensi kista mucus, kista
celah bronkus, sisa duktus tiroglossus, hypoplasia, sindrom Pierre Robin,
gondok(goiter) kongenital dan anomaly vascular. Anomali saluran pernapasan lainnya
mungkin lazim ditemukan pada penderita laringomalasia, terutama mereka yang
berumur lebih tua dari 4 bulan pada saat datang. Hal ini segera memberi kesan bahwa
bronkoskopi penuh, bukannya laringomalasia saja, terindikasi pada penderita ini.

Pengobatan: biasanya tidak ada terapi spesifik terindikasi, leadaan ini sembuh seara
spontan, walaupun mungkin ada kesukaran dalam pemberian makan. Pada suatu
pencatatan, hanya 4 dari 2 penderita memerlukan trakeostomi. Orang tua harus
diyakinkan mengenai resolusi akhirnya, dan dinasehati untuk melaukan pemberian
makanan secara hati-hati dan perlahan-lahan. Pipet kecil atau sonde jarang
diperlukan. Sebagian besar penderita agaknya lebih enak atau kurang berisik bila
dalam posisi tengkurap. Gejala-gejala berat dapat memerlukan intubasi nasotrakea
atau jarang trakeostomi.

Prognosis : walaupun laringomalasia biasanya sembuh secara klinis pada umur 18
bulan, beberapa tingkat obstruksi dapat menetap sedikit lebih lama. Uji fungsi paru
yang canggih menunjukkan bahwa ada kelainan kecil, pada beberapa penderita umur
belasan tahun, tetapi ini tidak merupakan masalah yang penting secara klinis dan tidak
memerlukan pengobatan. Namun pada beberapa penderita dapat terjadi stridor pada
infeksi pernapasan, pengerahan tenaga, atau menangis selama masa kanak-kanak

Dapus: Arvin BK. Ilmu kesehatan anak Nelson.Edisi ke-15. Jakarta: EGC;
2000.h.1469-1470

Kelainan laring dapat berupa kelainan kongenital, peradangan, tumor lesi jinak serta
kelumpuhan pita suara. Kelainan kongenital dapat berupa laringomalasia, stenosis
subglotik, kista kongenital, dan fistel laringotrakeaesofagus. Pada bayi dengan
kelainan kongenital pada laring dapat menyebabkan gejala sumbatan jalan napas,
suara tangis melemah sampai tidak ada sama sekali, serta kadang-kadang terdapat
juga disfagia. Laringomalasia atau laring flasid kongenital merupakan penyebab
tersering dari kelainan laring kongenital, berupa stridor inspiratoar kronik pada anak.
Keadaan ini merupakan akibat dari flaksiditas dan inkoordinasi kartilago supraglotik
dan mukosa arytenoid, plika ariepiglotik dan epiglottis. Biasanya, pasien dengan
keadaan ini menunjukkan gejala pada saat baru dilahirkan, dan setelah beberapa
minggu pertama kehidupan secara bertahap berkembang stridor inspiratoar dengan
nada tinggi dan kadang kesulitan dalam pemberian makanan. Stridor merupakan suatu
gejala tetapi bukan tanda spesifik untuk penyakit ini, bagaimanapun terdapat banyak
kelainan laring kongenital yang dapat mengakibatkan stridor. Laringomalasia
merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri, yang mula-mula terjadi segera
setelah kelahiran dan memberat pada bulan keenam, serta membaik pada umur 12-18
bulan. Terkadang kelainan kongenital ini dapat menjadi cukup berat sehingga
membutuhkan penanganan bedah. Penyebab pasti laringomalasia masih belum
diketahui. Penegakan diagnosis didapatkan melalui pemeriksaan menggunakan
endoskopi fleksibel selama respirasi spontan.

Epidemiologi : frekuensi tidak diketahui secara pasti, namun laringomalasia
merupakan penyebab tersering timbulnya stidor inspiratoar pada bayi. Insidens
laringomalasia sebagai penyebab dari stridor inspiratoar berkisar 50%-70%. Tidak
terdapat predileksi ras ataupun jenis kelamin.

Etiologi: laringomalasia merupakan kelainan kongenital pada laring dan belum
diketahui adanya factor genetic. Kemungkinan lebih sering terjadi pada anak dengan
Down Syndrome.
Kelainan kongenital laring pada laringomalasia kemungkinan merupakan akibat dari
kelainan embriologik. Walaupun dapat terlihat pada saat kelahiran, beberapa kelainan
baru Nampak secara klinis setelah beberapa bulan atau tahun. Dua teori besar
menangani penyebab kelainan ini adalah bahwa kartilago imatur yang kekurangan
struktur kaku dari kartilago matur, sedangkan yang kedua mengajukan teori inervasi
saraf imatur yang menyebabkan hipotoni. Sindrom ini banyak terjadi pada golongan
sosioekonomi rendah, sehingga kekurangan gizi mungkin merupakan salah satu factor
etiologinya.

Patofisiologi

Laringomalasia dapat terjadi di epiglottis, kartilagi arytenoid, maupun pada keduanya.
Jika mengenai epiglottis, biasanya terjadi elongasi dan bagian dindingnya terlipat.
Epiglottis yang bersilangan membentuk omega dan lesi ini dikenal sebagai epiglottis
omega( omega shaped epiglottis) jika mengenai kartilago arytenoid, tampak terjadi
pembesaran. Pada kedua kasus, kartilago tampak terkulai dan pada pemeriksaan
endoskopi tampak terjadi prolapse di atas laring selama inspirasi. Obstruksi
inspiratoar ini menyebabkan stridor inspiratoar yang terdengar sebagai suara dengan
nada yang tinggi. Matriks tulang rawan terdiri dari 2 fase, yaitu fase cair dan fase
padat dari jaringan fibrosa dan proteoglycan yang dibentuk dari rangkaian
mukopolisakarida. Penelitian terhadap perkembangan tulang rawan laring
menunjukkan perubahan yang konsisten pada isi proteoglikan dengan pematangan.
Tulang rawan neonates terdiri dari kondroitin 4 sulfat dengan sedikit kondroitin 6
sulfat dan hampir tanpa keratin sulfat. Tulang rawan orang dewasa sebagian besar
terdiri dari keratin sulfat dan kondroitin 6 sulfat. Dengan bertambahnya pematangan,
matriks tulang rawan bertambah akan menjadi kurang air, lebih fibrosis dan kaku.
Bentuk omega dari epliglotis yang berlebihan, plika ariepiglotik yang besar dan
perlunakan jaringan yang hebat mungkin ada dalam berbagai tahap masing-masing
kasus.
Supraglotis yang terdiri dari epiglottis, plka ariepiglotis dan kartilago arytenoid
ditemukan mengalami prolapse ke dalam jalan napas selama inspirasi. Laringomalasia
umumnya dikategorikan ke dalam tiga tipe besar berdasrkan bagian anatomis
supraglotis yang mengalami prolapse walaupun kombinasi apapun dapat terjadi. Tipe
pertama melibatkan prolapsnya epiglottis di atas glottis. Yang kedua melipatnya tepi
lateral epiglottis di atas dirinya sendiri dan yang ketiga prolapsnya mukosa arytenoid
yang berlebihan ke dalam jalan napas selama periode inspirasi.
Laringomalasia merupakan penyebab tersering dari stridor inspiratoar kronik pada
bayi. Bayi dengan laringomalasia memiliki insidens untuk terkena refluks
gastroesophageal, diperkirakan akibat dari tekanan intratorakal yang lebih negative
yang dibutuhkan untuk mengatasi obstruksi inspiratoar. Dengan demikian, anak-anak
dengan masalah refluks seperti ini dapat memiliki perubahan patologis yang sama
dengan laringomalasia, terutama pada pembesaran dan pembengkakan dari kartilago
arytenoid.

Gambaran klinis
Tiga gejala yang terjadi pada berbagai tingkat dan kombinasi pada anak dengan
kelainan laring kongenital adalah obstruksi jalan napas, tangis abnormal yang dapat
berupa tangis tanpa suara( muffle) atau disertai stridor inspiratoar serta kesulitan
menelan yang merupakan akibat dari anomaly laring yang dapat menekan esophagus.
Bayi dengan laringomalasia biasanya tidak memiliki kelainan pernapasan pada saat
baru dilahirkan. Stridor inspiratoar biasanya baru tampak beberapa hari atau minggu
dan awalnya ringan, tapi semakin lama menjadi lebih jelas dan mencapai puncaknya
pada usia 6-9 bulan. Perbaikan spontan kemudian terjadi dan gejala-gejala biasanya
hilang sepenuhnya pada usia 18 bulan atau 2 tahun, walaupun dilaporkan adanya
kasus yang persisten di atas lima tahun. Stridor tidak terus menerus ada, namun lebih
bersifat intermiten dan memiliki intensitas yang bervariasi
Umumnya gejala menjadi lebih berat pada saat tidur dan beberapa variasi posisi dapat
terjadi; stridor lebih keras pada saat pasien dalam posisi supinasi dan berkurang pada
saat dalam posisi pronasi. Baik proses menelan maupun aktivitas fisik dapat
memperkeras stridor.

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik ditemukan : bayi terlihat gembira dan berinteraksi secara
wajar, dapat terlihat takipneu ringan, tanda-tanda vital normal saturasi oksigen juga
normal, biasanya terdengar aliran udara nasal, suara ini meningkat jika posisi bayi
terlentang, tangisan bayi biasanya normal, penting untuk mendengar tangisan bayi
selama pemeriksaan, stridor murni berupa inspiratoar. Suara terdengar lebih jelas di
sekitar angulus sternalis.

Pemeriksaan penunjang
Fluoroskopi: fluoroskopi jalan napas dan kartilago dapat terlihat kolaps pada saat
inspirasi pada posisi lateral jalan napas
Laringoskopi dan bronkoskopi : pemeriksaan terbaik untuk konfirmasi diagnosis;
bronkoskopi di bawah pengaruh anastesi lebih sensitive dan spesifik dibandingkan
tanpa anestesi
Visualisasi lansgung jalan napas menunjukkan bentuk omega epiglottis yang prolapse
menutup laring saat inspirasi
Pembesaran kartilagi arytenoid yang prolapse menutupi laring selama inspirasi juga
bisa ditemukan.

Diagnosis
Riwayat stridor inspiratoar diketahui mulai 2 bulan awal kehidupan,. Suara biasa
muncul pada minggu 4-6 awal. Stidor berupa tipe inspiratory dan terdengar seperti
kongesti nasal, yang biasanya membingungkan. Namun demikian stridornya persisten
dan tidak terdapat secret nasal. Stridor bertambah jika bayi dalam posisi terlentang,
ketika menangis ketika terjadi infeksi saluran napas bagian atas dan beberapa kasus
selama dan setelah makanan. Biasanya tidak terdapat intoleransi ketika diberikan
makanan, namun bayi kadang tersedak atau batuk ketika diberi makan jika ada refluks
pada bayi.
Diagnosis ditegakan berdasarkan pemeriksaan laring menggunakan serat fiber
fleksibel selama periode pernapasan spontan. Penemuan endoskopi yang palings
erring adalah kolapsnya plika ariepiglotika dan kartilago kuneiform ke sebelah dalam.
Laringoskopi langsung merupakan cara yang terbaik untuk memastikan diagnosis.
Bila laringoskopi dimasukan ke valekula dengan tekanan minimal pada epiglottis
untuk menegakkan diagnosis. Pada inspirasi, struktur sekitar vestibulum, trutama
plika ariepglotik, epiglottis dan kartilago arytenoid akan tampak turun ke saluran
nafas disertai dengan stridor yang sinkron. Visualiasi langsung memperlihatkan
epiglottis berbentuk omega selama inspirasi
Diagnosis banding : laringomalasia didiagnosis banding dengan penyebab stridor
inspiratoar lain pada anak-anak antara lain yaitu: laringal web, kista laring, stenosis
supraglotik.
Penataksanaan
Pada lebih dari 99% kasus, satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah waktu.
Lesi sembuh secara berkala dan stridor rata-rata hilang setelah dua tahun. Stridor
mulanya meningkat pada 6 bulan pertama , seiring bertambahnya aliran udara
pernafasan bersama dengan bertambahnya umur. Pada beberapa kasus, stridor dapat
menetap hingga dewasa. Dalam hal ini, stridor ini baru muncul setelah beraktivitas
berat atau terkena infeksi. Jika bayi mengeluarkan stridor yang lebih keras dan
menganggu tidur, hal ini dapat diatasi dengan menghindari tempat tidur, bantal atau
selimut yang terlalu lembut, sehingga akan memperbaiki posisi bayi sehingga dapat
mengurangi bunyi. Jika terjadi hipoksemia berat pada bayi( ditandai dengan saturasi
oksigen <90%) maka sebaiknya diberikan tambahan oksigen. Tidak ada obat-obatan
yang dibutuhkan untuk kelainan ini
Sebagian besar anak dengan kelainan ini dapat ditangani secara konservatif. Jarang
terjadi dimana seorang anak memiliki kelainan yang significan sehingga memerlukan
operasi. Trakeotomi merupakan prosedur pilihan untuk laringomalasia berat.
Supraglotoplasti dapat dilakukan pada kasus-kasus yang lebih ringan. Selain ini juga
dapat dilakukan laringoplasti atau laser epiglottopexy
Berdasarkan klasifikasi Olney terdapat tiga teknik supraglotoplasti yang dapat
dilakukan. Teknik yang dipilih tergantung pada kelainan laringomalasianya
Pada tipe 1, dimana terjadi prolaps mukosa aritenoid pada kartilago aritenoid yang
tumpang tindih, dilakukan eksisi jaringan mukosa yang berlebihan pada bagian
posterolateral dengan menggunakan pisau bedah atau dengan laser CO2.
Laringomalasia tipe 2 dikoreksi dengan cara memotong plika ariepiglotika yang
pendek yang menyebabkan mendekatnya struktur anterior dan posterior supraglotis.
Laringomalasia tipe 3 ditangani dengan cara eksisi melewati ligamen glosoepiglotika
untuk menarik epiglotis ke depan dan menjahitkan sebagian dari epiglotis ke dasar
lida


Prognosis
Prognosis laringomalasia umumnya baik. Biasanya bersifat jinak dan dapat sembuh
sendiri dan tidak berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Pada sebagia besar pasien,
gejala menghilang pada usia 2 tahun, sebagian lain pada usia 1 tahun. Pada beberapa
kasus, walaupun tanda dan gejala menghilang, kelainan tetap ada. Pada keadaan
seperti ini, biasanya stridor akan muncul saat beraktifitas ketika dewasa.

Anda mungkin juga menyukai