Anda di halaman 1dari 26

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Besi dan senyawa yang mengandung besi memainkan peranan penting
dalam fungsi sel di seluruh sistem organ tubuh. Kebutuhan besi dalam
perkembangan yang pesat lebih besar dan juga membedakan masing-masing
sel. Defisiensi besi selama masa fetal dan neonatal (perinatal) dapat
mengakibatkan disfungsi beberapa sistem organ, beberapa diantaranya
mungkin tidak dapat disembuhkan meskipun dengan terapi besi. Namun
kelebihan jumlah besi selama masa perinatal juga dapat merusak
perkembangan organ. Bayi prematur dengan sistem antioksidan yang belum
matang menjadi sangat rentan dengan kelebihan atau kekurangan besi di
dalam tubuh. Mempertahankan homeostatis kadar besi dalam tubuh sangat
penting untuk menghindari kekurangan besi dan toksisitas besi untuk
mendapatkan fungsi tubuh dan perkembangan yang maksimal. (1)
B. Tujuan
1. Mengetahui metabolisme dan kebutuhan besi pada fetal dan neonatal.
2. Mengetahui regulasi besi pada fetus.
3. Mengetahui dampak kekurangan dan kelebihan besi pada tubuh.





2

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Besi
1. Metabolisme Besi
Besi merupakan mikronutrien esensial yang diperlukan oleh tubuh.
Total jumlah besi yang terlibat metabolism cukup kecil, seorang
perempuan dewasa memiliki kadar 2-4 gram besi (sekitar 38 mg/kgBB) di
dalam tubuhnya, sedangkan pada laki-laki dewasa mencapai 6 gram besi
(sekitar 50 mg/kgBB). Pada laki-laki cenderung memiliki kadar besi yang
lebih besar disbanding perempuan, karena tidak mengalami kehilangan
darah akibat menstruasi dan beberapa perbedaan bawain lain yang dimulai
saat masa pubertas. (2)
Mayoritas zat besi dalam tubuh terikat dalam hemoglobin (yang
ditemukan di dalam eritrosit) dan digunakan dalam transportasi dan
pengolahan oksigen dalam tubuh. Sekitar 10% digunakan di dalam
mioglobin untuk menyimpan oksigen di dalam otot. Sekitar 4% digunakan
dalam metabolisme paru-paru berperan penting dalam respirasi. Sebagian
besar sisanya tersimpan dalam komponen ferritin, lebih dari dua pertiga
disimpan di dalam hati, sisanya tersimpan di dalam sumsum tulang dan
sel-sel retikuloendotelial. Transportasi besi di dalam tubuh ditangani oleh
serum trasnferin dan pada tingkat sel oleh DMT 1 (Divalent Metal
Transporter 1). Seluruh sistem yang kompleks ini dirancang untuk
memastikan kadar besi yang bebas minimal karena besi yang bebas akan
3

menyebabkan kerusakan organ tubuh melalui oksidasi karena bersifat
sangat reaktif. (2)
Dalam jumlah kecil besi berperan penting dalam tubuh dengan
berfungsi sebagai kekebalan tubuh, fungsi saraf, sintesis DNA, produksi
energy dalam sel, fungsi hati, apoptosis, produksi elastin dan produksi
kolagen. Kadar besi berhubungan dengan kekuatan dan densitas tulang,
defisiensi besi berkaitan dengan terjadinya stress patah tulang yang terjadi
pada atlet perempuan. (2)
Besi secara sistematis tidak dapat dikeluarkan dari dalam tubuh dan
didaur ulang dalam tubuh yang didominasi oleh makrofag di dalam sel-sel
sistem retikuloendotelial. Makrofag dari limpa dan hati umumnya
mendaur ulang eritrosit sebelum mencapai umur alami mereka (sekitar 120
hari), dengan menghilangkan 1% eritrosit setiap hari. Total besi yang
diserap oleh tubuh melalui makanan setiap hari sekitar 0,06% dari total
besi dalam tubuh orang dewasa meskipun untuk bayi jumlah ini bisa
sampai enam kali lipat. Penyebab utama hilangnya besi dari dalam tubuh
adalah karena kehilangan darah (termasuk kehilangan yang signifikan di
dalam usus, terutama pada atlet). Hal ini menjadi penentu utama status zat
besi di dalam tubuh, meskipun beberapa jumlah besi hilang melalui
keringat (memuncak dalam setengah jam saat bekeringat banyak) dan
hilang dari kulit. Sedangkan kehilangan dari urin minimal, sekitar 0,1 mg.
pada kebanyakan perempuan saat menstruasi akan mengalami kehilangan
besi yang belipat ganda 2-3 kali, dengan kehilangan yang lebih banyak
pada remaja dan bisa lebih tinggi jumlah kehilangan besi. (2)
4


Gambar 1. Diagram Perpindahan Besi pada Manusia Dewasa dengan
Estimasi Perkiraan Jumlah Besi yang Diturunkan (2)

Asupan besi masuk melalui mulut menuju esophagus lalu ke
lambung hingga sampai di usus halus. Secara fisiologis, asam lambung
akan mengoksidasi ion ferro menjadi ion ferri yang tidak larut, serta
menurunkan pH duodenum bagian proksimal sehingga kelarutan
meningkat menjadi ion Ferri. Produksi asam lambung yang terganggu
akan mempengaruhi absorpsi besi. Penyimpanan cadangan besi tubuh
dibagi dalam 2 bentuk, yaitu ferritin dan hemosiderin. Cadangan besi akan
disimpan di dalam hepar, sel retikuloendotelial dan sum-sum tulang. (3)
Distribusi Fe di dalam tubuh dapat dilihat pada gambar 2.
5


Gambar 2. Distribusi Besi di dalam tubuh (3)
Sebagian besar proses absorpsi besi dari makanan terjadi di
duodenum dan bagian atas dari jejunum dan sisanya di lambung, ileum,
dan kolon. Proses penyerapan besi dari makanan akan berbeda antara besi
heme dan besi non heme. Besi non heme akan lebih mudah diserap apabila
dalam bentuk ion ferro (Fe
++
), sehingga ion ferri (Fe
+++
) akan direduksi
oleh enzim ferrireduktase sitokrom yang berada dalam membrane apical
vilus enterosit duodenum. Kemduian DMT 1 akan membawa ion ferro ke
dalam sel melalui brush border yang berada di membrane apical. (3)
6


Gambar 3. Absorpsi besi di usus (3)
Perubahan pH di dalam endosom menjadi 5,5 membuat Fero
terlepas, sehingga sebagian akan tersimpan sebagai ferritin dan sisanya
diangkut oleh ferroportin keluar membrane basolateral enterosit
duodenum. Kemudian akan terjadi oksidasi ion ferro oleh ferrooksidase
Hephaestin menjadi ion ferri yang akan diikat dan diangkut tranferin ke
dalam sirkulasi darah. (3)
Sedangkan proses asborpsi besi heme di membrane apical enterosit
duodenum akan dimediasi oleh HCP1 (heme carrier protein 1).
Pemecahan heme dalam sel akan menjadi CO, biliverdin, dan ion ferri
bebas oleh heme oksigenase. Sebagian heme secara utuh diangkut oleh
Bcrp dan FLVCR (Fe-exporter) ke luar sel, lalu heme diikat dan diabawa
oleh protein transport yaitu hemopexin. Besi yang telah dilepas akan diikat
dan diangkut oleh transferin menuju sel-sel yang membutuhkan dan
sebagian sisanya disimpan. Sebagai cadangan besi. (3)
7

2. Kebutuhan besi selama kehamilan
Kehamilan membebankan tekanan besar pada sistem pembentukan
darah ibu. Dalam kebanyakan kasus, kebutuhan terbesar adalah besi dan
asam folat. Jumlah elemen besi pada janin saat dilahirkan sekitar 300
miligram dan jumlah yang diperlukan untuk meningkatkan pembentukan
sel darah merah pada ibu agar tidak terjadi anemia dalam menghadapi
peningkatan volume plasma adalah 500 miligram. Jadi, dibutuhkan besi
paling sedikit 1 gram selama kehamilan yang akan terkonsentrasi di akhir
kehamilan. (3)
Dalam asupan makanan yang adekuat mengandung besi harian 10-
15 miligram, sekitar 10-20% akan diserap oleh tubuh. Besi dari asupan
makanan hanya sedikit dari jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga
diperlukan sumber besi lain. Tubuh menyimpan cadangan besi, terutama di
sumsum tulang, namun jumlah besi yang tersedia seringkali tidak
mencukupi kebutuhan besi tubuh. Kebutuhan besi perempuan muda
America yang sehat adalah sekitar 300 miligram, namun di Negara
berkembang perempuan yang memasuki masa kehamilan tidak memiliki
jumlah besi yang adekuat karena kehamilan sebelumnya atau kehilangan
saat menstruasi. Jumlah besi yang tidak adekuat tidak dapat memenuhi
kebutuhan tubuh ibu saat hamil untuk mensintesis hemoglobin ibu dan
janin. Sehingga akan terjadi anemia selama kehamilan. (3)
Kekurangan besi juga sangat penting bagi perkembangan pesat
sistem organ bayi baru lahir. Bagian terbesar besi pada janin trimester
ketiga dan bayi baru lahir terdapat pada sel eritrosit, dan sebagian kecil
8

pada jaringan disimpan sebagai ferritin atau besi fungsional seperti
mioglobin, sitokrom, dan sebagainya. Ketika asupan besi tidak memenuhi
kebutuhan besi akan terjadi sintesis besi dari hemoglobin dan jaringan
non-hem seperti otot skeletal, jantung dan otak sehingga terjadi defisiensi
besi. Defisiensi besi pada ibu merupakan penyebab utama defisiensi besi
pada bayi baru lahir. Berat badan bayi yang sangat rendah dan bayi
preterm juga merupakan resiko terjadinya defisiensi besi pada masa
postnatal, karena telah terjadi jumlah kadar besi yang kurang selama
kehamilan dan akan mengejar kekurangan tersebut setelah lahir (3).
Defisiensi besi selama kehamilan berhubungan dengan tingginya kelahiran
premature dan berat badan bayi lahir rendah. Defisiensi pada bayi baru
lahir juga dapat mempengaruhi perkembangan kognitif dan konsekuensi
jangka panjang. Anemia defisiensi besi yang parah pada bayi berkaitan
dengan gangguan perkembangan psikomotor dan keterlambatan
perkembangan >10 tahun setelah pengobatan pada masa bayi (4).
Tabel 1. Kadar besi pada ibu hamil di India kurang nutrisi dengan
ibu hamil sehat di Inggris pada berat dan usia kehamilan berbeda (3)
Usia (minggu) Kadar besi (mg)
Berat 1000 gr
India 27 59
Inggris 26 64
Berat 1500 gr
India 34 81
Inggris 31 100
Berat 2000 gr
India 38 108
Inggris 33 160
Berat 2500 gr
India 40 138
Inggris 35 220
Berat 3000 gr
India 40 165
Inggris 38 260
9

Jika permintaan kebutuhan besi tersebar merata di seluruh
kehamilan, kebutuhan besi dapat dipenuhi dengan lebih mudah oleh
kenaikan bertingkat dalam penyerapan besi. Bagaimanapun, kebutuhan
besi setiap trimester sangat bervariasi. Kebutuhan besi akan berkurang
pada trimester pertama karena berhentinya siklus menstruasi, yang
merupakan keadaan penghematan sekitar 0,56 miligram besi per hari (160
miligram pada kehamilan). Kebutuhan besi yang harus dipenuhi selama
periode ini adalah melalui pencernaan, kulit, dan urin dengan jumlah <0,8
miligram/hari pada wanita dengan berat badan 55 kilogram (230 miligram
pada kehamilan). Perubahan hemodinamik yang pertama muncul termasuk
vasodilatasi secara umum, peningkatan volume plasma, dan peningkatan
konsentrasi 2,3-diphosphoglycerate pada sel darah merah. Terdapat pula
bukti bahwa kegiatan eritopoiesis berkurang pada periode ini, dengan hasil
penurunan massa eritrosit, penurunan jumlah retikulosit, dan peningkatan
konsentrasi ferritin serum. (5)
Selama trimester kedua, kebutuhan besi mulai meningkat dan terus
meningkat selama kehamilan. Perubahan hematologi ini akan
menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen pada ibu dan janin. Pada
kebanyakan penelitian, didapatkan perubahan total volume darah <45%,
peningkatan volume plasma <50% dan peningkatan massa eritrosit <35%.
Terdapat kesulitan membentuk konsentrasi hemoglobin yang normal saat
kehamilan karena terjadi peningkatan pada volume plasma dan terjadi
defisiensi besi. Pada keadaan dimana dilakukan pencegahan defisiensi
besi, rata-rata penurunan konsentrasi hemoglobin adalah <10 gram/L,
10

yaitu peningkatan massa eritrosit pada kehamilan normal <450 miligram
besi pada wanita dengan berat badan 55 kilogram. Hal tersebut tidak
mempengaruhi keseimbangan besi jangka panjang karena pada akhir
kehamilan, cadangan besi akan dikembalikan, ketika volume eritrosit
kembali normal secara bertahap. Saat kehamilan berlanjut, kebutuhan zat
besi untuk pertumbuhan janin akan meningkat terus menerus secara
proporsional dengan berat badan janin, dengan sebagian besar janin
terakumulasi selama trimester ketiga. Kadar besi rata-rata pada bayi
dengan berat badan 3 kilogram adalah <270 miligram. (5)
Tabel 2. Kebutuhan Besi pada Kehamilan (5)
Jumlah
(milligram)
Total yang dibutuhkan selama kehamilan
Fetus 270
Plasenta 90
Ekspansi jumlah eritrosit 450
Kehilangan basal obligat 230
Total 1040
Kehilangan darah ibu saat persalinan 150
Jumlah 1190
Total bersih selama kehamilan
Kontraksi jumlah eritrosit -450
Absen menstruasi selama kehamilan -160
Subtotal -610
Jumlah bersih 580
Untuk menentukan kebutuhan besi selama kehamilan, kehilangan
saat persalinan juga harus dihitung. Hal ini termasuk kehilangan darah ibu
setara 150 miligram besi dan 90 miligram berada dalam plasenta dan tali
pusat. Setelah melahirkan, terjadi kehilangan tambahan besi <0,3
miligram/hari melalui laktasi, namun hal ini diimbangi oleh tidak adanya
menstruasi, kecuali bila laktasi dilanjutkan hingga menstruasi kembali.
11

Kebutuhan besi selama kehamilan untuk wanita berat badan 55 kilogram
adalah <1040 miligram. Saat persalinan, terjadi kehilangan darah lanjut
sampai <1190 miligram besi. Jumlah besih besi yang tersisa hanya 580
miligram karena besi yang digunakan untuk meningkatkan massa eritrosit
kembali disimpan dan kehilangan selanjutnya diimbangi dengan tidak
adanya menstruasi selama kehamilan. (5)
Ketika total kebutuhan besi selama kehamilan diterjemahkan ke
dalam kebutuhan per hari, makan akan tampak jelas terdapat distribusi
tidak merata dari waktu ke waktu. Meskipun pada trimester pertama
berkurang, kebutuhan besi akan meningkat menjadi 4 miligram dan 6
miligram masing-masing pada trimester kedua dan ketiga. Perubahan
terbesar massa eritrosit terjadi pada pertengahan trimester kedua,
kebutuhan besi dapat mencapai 10 miligram/hari selama 6-8 minggu
terakhir kehamilan. Tampak jelas kebutuhan besi tidak dapat dipenuhi dari
penyerapan makanan, bahkan pada penerapan diet yang optimal. Pada diet
yang mengandung bioavailabiliats besi dalam jumlah besar, dimana diet
tersebut terdapat pada daging, unggas, ikan, dan makanan yang
mengandung asam askorbat tinggi, secara keseluruhan jumlah besi yang
diabsorpsi adalah 3-4 miligram/hari dan paling banyak 5 miligram/hari.
Jumlah besi yang diabsorbsi jauh lebih rendah bila diet hanya mengandung
sejumlah kecil besi bioavailabilitas, seperti di banyak Negara berkembang
dimana makanan pokok adalah sereal dan asupan daging serta asam
askorbat terbatas. (5)
12

Secara keseluruhan dari defisiensi besi pada wanita yang tidak hamil usi
reproduksi di United States , 9-11% lebih tinggi dari usia lain selain bayi.
Prevalensi anemia defisiensi besi meningkat dua kali lipat pada wanita
minoritas , yang berada di bawah tingkat kemiskinan dan pendidikan
rendah. Resiko juga meningkat berkaitan dengan jumlah paritas,
meningkat hampir 3 kali lipat pada wanita dengan 2-3 anak dan 4 kali lipat
pada wanita dengan anak lebih dari empat. (6)

3. Kebutuhan besi pada bayi
Delapan puluh persen kadar besi pada bayi baru lahir bertambah
pada trimester ketiga kehamilan. Bayi yang lahir secara prematur melewati
masa akresi yang cepat sehingga terjadi kekurangan total besi dalam
tubuh. Sejumlah kondisi ibu, seperti anemia, hipertensi ibu dengan IUGR,
dan diabetes gestasional dapat menyebabkan penyimpanan kadar besi
janin pada janin aterm maupun preterm. (7)
a) Bayi prematur
Defisit total besi tubuh pada bayi prematur akan meningkat seiring
dengan rendahnya usia kehamilan. Hal ini diperparah oleh
pertumbuhan cepat setelah lahir pada beberapa bayi dan dengan sering
dilakukannya phlebotomy tanpa penggantian darah yang adekuat. Di
sisi lain, bayi prematur sakit yang mendapatkan multiple transfusi
berada pada resiko kelebihan besi. Pada penggunaan rekombinan
eritropoiesis untuk mencegah terapi transfusi pada bayi prematur akan
lebih menguras cadangan besi dalam tubuh apabila tidak diberikan
13

suplementasi besi. Status besi bayi prematur sangat bervariasi, dengan
resiko mereka terjadi defisiensi besi serta toksisitas , menghalangi
mereka untuk mendapatkan kebutuhan yang tepat. Tetapi dapat
diperkirakan sekitar 2-4 miligram/kilogram per hari bila diberikan
suplemen besi secara oral. (7)
b) Bayi aterm
The Institute of Medicine (IOM) menggunakan rerata kandungan
besi yang terdapat pada ASI untuk menentukan asupan besi 0,27
miligram per hari untuk bayi cukup bulan dari lahir hingga usia 6
bulan. Rata-rata ASI memiliki kandungan besi 0,35 miligram/L, dan
rata-rata asupan ASI ekslusif 0,78 L/hari. Menjumlahkan kedua angkat
tersebut akan menentukan kecukupan 0,27 miligram/hari dari bayi
lahir hingga usia 6 bulan. Untuk bayi berusia 7-12 bulan, dianjurkan
kecukupan besi mencapai 11 miligram/hari, yang ditentukan dengan
pendekatan factorial. Jumlah zat besi yang hulang, terutama dari sel-sel
epitel yang terkelupas dari kulit dan saluran pencernaan serta saluran
kemih, ditambahkan ke jumlah besi yang dibutuhkan untuk
meningkatkan volume darah, peningkatan massa jaringan, dan
penyimpanan besi selama periode kehidupan. Telah dilaporkan
sebelumya, kebutuhan jumlah besi bayi tidak secara tiba-tiba
meningkat dari 0,27 menjadi 11 miligram/hari pada usia 6 bulan. (7)



14

4. Regulasi transfer besi ke fetus
Transfer besi dari ibu ke fetus didukung oleh peningkatan substansi
pada absorpsi besi ibu selama kehamilan dan diregulasi oleh plasenta.
Serum feritin biasanya akan berkurang pada usia kehamilan 12 sampai 35
minggu, kemungkinan sebagai hasil penggunaan besi untuk ekspansi
massa sel darah merah. Kebanyakan transfer besi ke fetus terjadi setelah
usia kehamilan 30 minggu, yang sesuai dengan waktu penyerapan besi ibu.
Serum transferin membawa besi ke dalam sirkulasi ibu menuju lokasi
reseptor transferin pada permukaan apical dari synsitiotrofoblas plasenta,
endosit holotransferin, besi dilepaskan dan apotransferin dikembalikan ke
dalam sirkulasi ibu. Besi yang bebas kemudian mengikat feritin pada sel
plasenta dimana terjadinya transfer ke apotransferin, yang masuk dari
bagian fetus pada plasenta dan keluar sebagai holotransferin ke dalam
sirkulasi fetus. System trasnfer besi plasenta meregulasi trasnportasi besi
ke dalam fetus. Kerika status besi ibu kurang, jumlah reseptor transferin
plasenta meningkat sehingga lebih banyak besi yang diangkut oleh
plasenta. Transfer besi yang berlebihan ke fetus dapat dicegah oleh sintesis
ferritin oleh plasenta. (8)
Besi di dalam serum diikat oleh transferin, yang akan menjadi
molekul dengan berat lebih kecil disbanding bila ada di usus. Transferrin
mengikat besi dengan trasnferrin receptor 1 yang berada pada mikrovillar
membrane. Kemudian kompleks tersebut akan dibawa ke dalam plasentra
dengan diselubungi oleh pembuluh darah. Pembuluh darah akan berubaha
asam dan besi akan berdisosiasi dari transferrin. Besi akan menembus dari
15

endosom menuju sitosol dengan bantan DMT 1 dan siklus kompleks
reseptor transferin kembali ke permukaan sel. (10)

Gambar 4. Representasi trasnfesi besi melalui plasenta (10)

B. Dampak kekurangan besi
Kondisi kehamilan tertentu berkaitan dengan menurunnya pengiriman
besi bayi dan atau meningkatnya permintaan besi bayi melampaui kapasitas
trasnportasi oleh plasenta yang mengakibatkan defisiensi besi perinatal.
16

Seperti halnya pada usia lain, kadar besi yang tersedia akan diprioritaskan
untuk mendukung proses eritropoiesis pada keadaan defisiensi besi perinatal.
Saat transportasi besi ibu-bayi tidak adekuat untuk melaksanakan tujuan
tersebut, akan terjadi deplesi penyimpanan besi dan penyimpanan besi di
jarangan. (1)
Faktor yang mempengaruhi status besi tubuh selama periode perinatal : (1)
a. Faktor yang memiliki efek negatif
1. Ibu kekurangan besi
2. Ibu diabetes mellitus
3. Ibu seorang perokok
4. IUGR
5. Kehamilan ganda
6. Kelahiran premature
7. Perdarahan janin akut dan kronis, misalnya kecelakaan tali pusat dan
transfusi fetofetal (donor)
8. Penjepitan segera tali pusat setelah lahir
9. Transfusi tukar
10. Transfusi restriktif
11. Kehilangan phlebotomy tidak dapat dikompensasi
12. Penggunaan eritropoeitin rekombinan
13. Suplementasi besi yang tertunda dan tidak adekuat
14. Penggunaan ASI ekslusif
15. Konsumsi susu sapi

17

b. Faktor yang memiliki efek positif
1. Suplementasi besi pada ibu
2. Transfuse fetofetal (resipien)
3. Penundaan penjepitan tali pusat setelah lahir
4. Suplementasi besi lebih awal dan memadai
Efek dari kekurangan kadar besi di dalam tubuh biasa disebut anemia
defisiensi. Namun, anemia yang terjadi sebagai konsekuensi defisiensi besi
sangat jarang terjadi selama periode perinatal. Sebelum gejala anemia muncul,
bentuk penyimpanan besi di dalam system retikuloendotelial, secara spesifik si
plasenta dan hati, akan terjadi pengurangan jumlah, yang diikuti oleh
menurunnya kadar besi jaringan di dalam jantung dan otak. (1)
Konsentrasi feritin serum <35 g/L saat lahir, dan terjadi penurunan
>70% dari penympanan di hati dan kemungkinan terjadi defisiensi besi di
otak. Konsentrasi kadar serum yang rendah saat lahir sekitar 25% dari total
besi dan 14% bayi lahir dari ibu yang mengalami defisiensi besi. Keadaan
defisiensi besi yang terjadi akan merugikan karena mempengaruhi
pertumbuhan dan fungsi system organ, seperti jantung, otot skeletal, saluran
pencernaan, dan otak. Perubahan fungsi kekebalan tubuh dan ketidakstabilan
suhu tubuh juga dapat disebabkan oleh defisiensi besi perinatal. Efek samping
yang paling signifikan dari defisiensi besi adalah gangguan perkembangan
saraf dan kecenderungan terjadi onset lebih awal dari defisiensi besi postnatal.
(1)
18

Defisiensi besi yang terjadi pada usia 6-24 bulan berhubungan dengan
abnormalitas neurokognitif jangka panjang yang tidak dapat disembuhkan,
meskipun dengan pemberian suplemen besi yang memadai. Besi sangat
penting untuk proses neurotransmisi, metabolism energy, dan myelinisasi pada
perkembangan otak. Defisiensi besi akan mempengaruhi perkembangan otak,
terutama bagian yang rentan seperti hippocampus dan striatum yang berfungsi
sebagai proses kognitif. Meskipun telah dilakukan rehabilitasi dengan koreksi
beberapa defisit, kelainan strukturan dan fungsional tersebut akan bertahan
hingga dewasa. Konsentrasi ferritin <35 g/L saat lahir memiliki abnormalitas
memori pengenalan yang diproses sesaat setelah lahir, yang terjadi selama
masa bayi, meskipun telah dilakukan replesi selama 9 bulan. Gangguan
kemampuan bahasa, keterampilan motorik dan traktabilitas terjadi pada anak
usia 5 tahun yang lahir dengan kadar konsentrasi serum ferritin tali pusat <76
g/L. Dengan demikian, defisiensi besi perinatal tampaknya memiliki efek
samping jangka pendek dan jangka panjang pada perkembangan otak. (1)
Stress pada ibu dan janin dapat terjadi akibat peningkatan konsentrasi
norepinefrin yang dihasilkan oleh defisiensi besi atau hipoksia akibat anemia.
Keadaan ini akan mengaktifkan produksi hormon pelepasan kortikotroprin
yang menstimulasi hormone kortisol fetal. Akibatnya, pertumbuhan
memanjang janin akan dipengaruhi oleh kortisol, yang telah dibuktikan pada
studi hewan coba. Terdapat bukti pada tikus percobaan yang diberikan strees
yang disebabkan defisiensi besi, menunjukkan pengingkatan kadar kortisol
sebagai hasil dari kadar besi bebas. Disamping itu, kortisol juga diketahui
meregulasi pertumbuhan janin pada domba melalui perlambatan pertumbuhan
19

fisologis pada akhir kehamilan dan menurunkan laju pertumbuhan yang
normal ketika ditemukan pada awal kehamilan. Kortisol juga diketahui dapat
menghambat produksi insulin-like growth factor 2, yang terlibat dalam proses
pertumbuhan janin. (9)
Defisiensi besi dapat timbul terutama karena kurangnya
bioavailabilitas yang menyebabkan anemia dan berkaitan dengan angka
kematian ibu. Kekurangan zat besi telah diketahui mempengaruhi status
kekebalan tubuh dengan mengurangi reaksi hipersensitifitas tipe lambat,
penolakan cangkok, dan aktifitas sitotoksik fagosit. Konsentrasi besi plasma
yang rendah juga secara selektif menghambat proliferasi sel TH 1 dan sel
TH2, sehingga besi dapat menjaga kesehatan ibu dan mengurangi resiko
terjadi infeksi. Keadaan defisiensi zink pada ibu hamil yang disebabkan oleh
bioavailabilitas makanan yang rendah atau kadar tembaga atau besi di dalam
makanan yang sangat tinggi, akan bersaing dengan zink di tempat penyerapan
makanan. Hal ini berkaitan dengan kelainan kongenital, abortus, IUGR, lahir
prematur, dan preeklampsia. (10)

C. Dampak kelebihan besi
Kelainan kongenital dan iatrogenik tertentu berhubungan dengan
deposisi kadar besi yang berlebihan selama periode perinatal.
Hemokromatosis Nenonatal merupakan suatu kelainan kongenital dengan
karakteristik kerusakan hati yang parah dengan deposisi besi intrahepatik dan
jaringan ekstrahepatik, seperti kelenjar eksokrin pancreas, myocardium,
kelenjar mukosa orofaring, dan kelenjar tiroid. Ketidakseimbangan
20

homeostatis besi fetoplasenta, kerusakan hati fetus, gangguan autoimun ibu
dan transmisi autosom resesif diduga menyebabkan keadaan ini. Penyakit ini
dimulai selama periode fetal dan sering ditandai dengan adanya IUGR,
oligohidramnion, dan kelahiran prematur. Gejala yang tampak mirip dengan
keadaan sepsis neonatorum, yaitu kegagalan hepato-selular dan kegagalan
multiorgan. Terjadi peningkatan konsentrasi aminotransferase serum dan
konsentrasi alfa feto protein. Indeks besi menjadi abnormal dengan adanya
peningkatan konsentrasi ferritin serum (>800 miligram/L, sekitar 1200-40.000
miligram/L) dan hipotransferinemia serta hipersaturasi transferin. Prognosis
penyakit ini buruk, dilaporkan kematian terjadi dalam beberapa minggu. (1)
Transfusi PRC selama periode perinatal akan menghasilkan kelebihan
zat besi. Bayi prematur yang mendapatkan transfusi PRC akan terjadi
peningkatan konsentrasi ferritin serum (>500 miligram/L) dan konsentrasi
kadar besi hati (>40 mol/gram, yang menggambarkan kelebihan besi pada
dewasa). Kelebihan kadar besi juga secara potensial merupakan hasil dari
kelebihan asupan suplementasi diet besi, namun hal ini belum terbukti pada
bayi manusia. Pada bayi aterm yang memiliki knsentrasi ferritin serum tali
pusat yang tinggi memiliki resiko lebih besar IQ rendah pada usia 5 tahun. (1)
Kadar marker besi yang tinggi selama masa kehamilan berkaitan
dengan outcome kehamilan yang merugikan. Kadar hemoglobin atau ferritin
serum yang tinggi mencerminkan adanya kegagalan dalam ekspansi voume
plasma yang adekuat atau peningkatan viskositas darag sebagai hasil dari
makrositosis yang mengganggu aliran darah uteroplasemta. Hal ini nantinya
akan berdampak negatif pada pertumbuhan janin. Pada seuatu penelitian,
21

didapatkan bahwa peradangan kronis sebagai penyebab kenaikan dari kadar
ferritin serum. Terdapat hubungan terbalik antara ferritin serum ibu pada
trimester ketiga kehamilan dengan jumlah dari kadar besi oral dalam sirkulasi
neonatus. Penyerapan besi ibu didapatkan berkorelasi positif dengan jumlah
besi pada serum bayi baru lahir, yang akan mendukung hipotesis tersebut. (9)
Masih belum jelas apakah bebasn jumlah besi yang harus bertanggung
jawab terhadap peningkatan serum ferritin di dalam tali pusat. Akumulasi dari
ptotein yang mengikat besi (ferritin dan hemosiderin) tidak berbahaya bagi
jaringan, hanya meningkatkan non preotein bound iron (NPBI), yang akan
memperkenalkan generasi spesies yang reaktif terhadap oksigen, yang
bertanggung jawab atas terjadinya disfungsi organ karena kondisi kelebihan
besi. Pada bayi premature hal ini juga sangat rentan terjadi. Karena buruknya
perkembangan system antioksidan, bayi preterm sangat rentan. Telah
diketahui sebelumnya, besi yang bermediasi dengan stress oksidatif akan
berperan terhadap keadaan perinatal, seperti bronkopneumonia dysplasia dan
retinopati premature. Seiring dengan peingkatan konsentrasi NPBI dan
penurunan pertahanan antioksidan telah dibuktikan pada janin preterm setelah
dilakukan transfusi sel darah merah. Sekitar 25% bayi aterm menjalani operasi
bypass kardiopulmoner dengan keadaan kelebihan besi selama dan setelah
operasi, agar terjadi hemolisis selama prosedur operasi. (1)
Pada akhirnya, tidak diketahui apakah suplementasi yang diberikan
secara parenteral dapat mengakbatkan stress oksidatif selama periode
perinatal. Pemberian suplementasi besi dalam dosis tinggi yaitu 12 mg/kg/hari
tidak berkaitan dengan bukti stress oksidatif pada bayi preterm yang stabil.
22

Namun, pada beberapa bayi yang penyerapan besi tubuh sangat kurang selama
bulan pertama kehidupan, akan memiliki resiko kelebihan besi tubuh. (1)

D. Diet besi
Kadar besi dalam tubuh dapat dimodifikasi dengan diet besi, meskipun
peran nutrisi masing-masing individu tidak boleh berlebihan dan mengurangi
inhibitor besi lebih baik dibandingkan memberikan suplemen untuk
meningkatkan penyerapan besi. Hanya sebagian kecil dari total besi tubuh
yang dapat diserap per hari (sekitar 0,2-5 miligram dari 2-5 gram total besi
tubuh pada orang dewasa normal diimbangi dengan kehilangan sekitar 0,8-3
miligram), tanpa mempertimbangkan akan terjadi perubahan cepat pada status
besi. (2)
1. Makanan yang meningkatkan penyerapan besi (2)
a. Konsumsi daging dan diet vegetarian
b. Vitamin C dan makanan asam lain
Vitamin C bertindak sebagai enhancer kuat dalam mereduksi ion ferri
menjadi ion ferro, sehingga mempermudah penyerapan dalam pH yang
tinggi di dalam duodenum dan usus halus. Vitamin C akan
meningkatkan penyerapan besi non heme sampai empat kali lipat.
Dalam metabolism besi, vitamin C akan mempercepat absorbsi besi di
usus dan pemindahannya ke dalam sirkulasi darah, serta berperan
dalam mobilisasi penyimpanan besi terutama hemosiderin dalam
limpa. Vitamin C juga berperan dalam memindahkan besi dari
transferin di dalam plasma ke ferritin. (12)
23

c. Vitamin A, karotenoid, dan minyak ikan
2. Makanan yang menghambat penyerapan besi (2)
c. Kalsium
d. Besi non-hem : protein kedelai, komponen fosfor, tannin (polifenol
dalam teh), asam oksalat, dan putih telur.
e. Mikronutrien metal : tembaga, zink, mangan


24

III. KESIMPULAN


1. Besi merupakan senyawa yang memainkan peranan penting dalam fungsi sel
di seluruh sistem organ tubuh.
2. Pada fetal dan neonatal besi memegang peranan penting dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan, terutama perkembangan sel otak.
3. Kadar besi di dalam tubuh ibu selama kehamilan akan mempengaruhi kadar
besi pada fetal dan neonatal.
4. Keseimbangan jumlah besi tubuh harus terjaga, karena bila berlebihan atau
kekurangan akan mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan bayi.












.

25

DAFTAR PUSTAKA

1. I ron in Fetal and Neonatal Nutrition. Raghavendra Rao, Michael K.
Georgieff. Minneapolis, USA : Seminars in Fetal & Neonatal Medicine,
2007, Vol. Vol 12.
2. Iron Nutrition and Lead Toxicity. News, LEAD Action. Summer Hill,
Australia : The Journal of The LEAD (Lead Education and Abatement
Design) Group Inc., 2009, Vol. Vol 9 No 3.
3. Pengaruh Waktu Penjepitan Tali Pusat Terhadap Kadar Hemoglobin dan
Hematokrit Bayi Baru Lahir. Santosa, Qodri. Tesis, Semarang : Universitas
Diponegoro, 2008.
4. Nutrition in Pregnancy and Growth of the Fetus. Pediatrics, Journal of
Tropical. United Kingdom : Oxford University Press, 2014.
5. Maternal iron status influences iron transfer to the fetus during the third
trimester of pregnancy. Kimberly O O'Brien, Nelly Zavaleta, Steven A
Abrams, Laura E Caulfield. USA : American Society for Clinical Nutrition,
2003, Vol. Vol 77.
6. Iron Requirements in Pregnancy and Strategies to Meet Them. Bothwell,
Thomas H. USA : The American Journal of Clinical Nutrition, 2000, Vol. 72.
7. Iron Status During Pregnancy: Setting The Stage For Mother And Infant .
Scholl, Theresa O. 2005, The American Journal of Clinical Nutrition.
8. Clinical Report - Diagnosis and Prevention of Iron Deficiency and Iron
Deficiency Anemia in Infants and Young Children (0-3 tahun). Robert D.
Baker, Frank R. Greer, and The Committee On Nutrition. Illinois :
AMerican Academy of Pediatrics, 2010, Vol. 126.
9. Anemia and Iron Deficiency : Effects on Pregnancy Outcome . Allen, LIndsay
H. USA : The American Journal of Clinical Nutrition , 2000, Vol. 7.
10. Copper and Iron Transport Across the Placenta: Regulation and Interactions.
H. J. McArdle, H. S. Andersen, H. Jones and L. Gambling. Aberdeen :
Journal of Neuroendocrinology , 2008, Vol. 20.
11. Maternal Nutrition and Fetal Growth: The Role of Iron Status and Intake
During Pregnancy. CL Rodriguez-Bernal, M Rebagliato, F Ballester.
Valencia, Spain : Dove Medical Press Ltd. , 2012, Vol. 4.
26

12. Nutrition in Pregnancy: Mineral and VItamin Supplements . Ladipo,
Oladapo A. USA : The AMerican Journal of Clinical Nutrition, 2000, Vol.
72.
13. Efek Suplementasi Besi, Vitamin C, dan Pendidikan Gizi terhadap Perubahan
Kadar Hemoglobin Anak Sekolah Dasar yang Anemia di Kecamatan
Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Zulaekah, Siti. Tesis, Semarang :
Universitas DIponegoro, 2007.

Anda mungkin juga menyukai