Anda di halaman 1dari 24

Askep Spondilitis

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN SPONDILITIS





Pengertian

Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi
granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang
mengenai tulang vertebra (Abdurrahman, et al 1994; 144 )
Spondilitis TB adalah peradangan granulonatosa yang bersifat kronis, destruktif oleh
mikrobakterium TB. TB tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari focus
ditempat lain dalam tubuh. Percivall (1973) adalah penulis pertama tentang penyakit ini dan
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulnag
belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott. (Rasjad,
1998).
Spondilitis TB disebut juga penyakit Pott bila disertai paraplegi atau defisit
neurologis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra Th 8-L3 dan paling jarang
pada vertebra C2. Spondilitis TB biasanya mengenai korpus vertebra, sehingga jarang
menyerang arkus vertebra (Mansjoer, 2000).Penyakit Pott adalah osteomielitis tuberculosis
yang mengenai tulang belakang. (Brooker. 2001) Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal
juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat
kronik destruktif yang disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosa.
Tuberkulosis yang muncul pada tulang belakang merupakan tuberkulosis sekunder
yang biasanya berasal dari tuberkulosis ginjal. Berdasarkan statistik, spondilitis tuberkulosis
atau Potts disease paling sering ditemukan pada vertebra torakalis segmen posterior dan
vertebra lumbalis segmen anterior (T8-L3), coxae dan lutut serta paling jarang pada vertebra
C1-2. (1,2,3,4)
Tuberkulosis pada vertebra ini sering terlambat dideteksi karena hanya terasa nyeri
punggung/pinggang yang ringan. Pasien baru memeriksakan penyakitnya bila sudah timbul
abses ataupun kifosis.


Etiologi

Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di
tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe
human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman ini
berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan.
Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati
dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang
gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama
beberapa tahun. (Rasjad. 1998).



Manifestasi Klinis

Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala
tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan
menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada
punggung. Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari. (Rasjad.
1998)
Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau
perut,kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun makin memberat, spastisitas,
klonus,, hiper-refleksia dan refleks Babinski bilateral. Pada stadium awal ini belum
ditemukan deformitas tulang vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada
vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal,
dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya destruksi yang lebih lanjut. Kelainan
neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus,termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang
menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa
ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis (gibbus), bengkak pada daerah paravertebra,
dan tanda-tanda defisit neurologis seperti yang sudah disebutkan di atas. (Harsono,2003).
Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang
kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofaring.
Harus diingat pada mulanya penekanan mulai dari bagian anterior sehingga gejala klinis
yang muncul terutama gangguan motorik. Gangguan sensorik pada stadium awal jarang
dijumpai kecuali bila bagian posterior tulang juga terlibat. (Harsono,2003).



Patofisiologi

Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya
sekunder dari TBC tempat lain di tubuh. Penyebarannya secara hematogen, di duga
terjadinya penyakit tersebut sering karena penyebaran hematogen dari infeksi traktus
urinarius melalui leksus Batson. Infeksi TBC vertebra di tandai dengan proses destruksi
tulang progresif tetapi lambat di bagian depan (anterior vertebral body).Penyebaran dari
jaringan yang mengalami pengejuan akan menghalangi proses pembentukan tulang
sehingga berbentuk "tuberculos squestra". Sedang jaringan granulasi TBC akan penetrasi
ke korteks dan terbentuk abses para vertebral yang dapat menjalar ke atas / bawah lewat
ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Sedang diskus Intervertebralis oleh karena
avaskular lebih resisten tetapi akan mengalami dehidrasi dan terjadi penyempitan oleh
karenadirusak jaringan granulasi TBC. Kerusakan progresif bagian anterior vertebra akan
menimbulkan kiposis.






GAMBAR : Perjalanan penyakit

Komplikasi
Komplikasi dari spondilitis tuberkulosis yang paling serius adalah Potts paraplegia
yang apabila muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun
sequester, atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis dan bila muncul pada
stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan
tulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis.
Mielografi dan MRI sangatlah bermanfaat untuk membedakan penyebab paraplegi
ini. Paraplegi yang disebabkan oleh tekanan ekstradural oleh pus ataupun sequester
membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi medulla spinalis dan saraf.
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses paravertebra torakal ke dalam
pleura sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis, sedangkan pada vertebra lumbal
maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold
abscess.
Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap :leukositosis, LED meningkat
2) Uji mantoux (+) TB
3) Uji kultur : biakan batkeri
4) Biopsi, jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional
5) Pemeriksaan hispatologis : dapat ditemukan tuberkel
B. Pemeriksaan Radiologis
a) Foto toraks / X ray
b) Pemeriksaan foto dengan zat kontras
c) Foto polos vertebra
d) Pemeriksaan mielografi
e) CT scan atau CT dengan mielografi
f) MRI

Penatalaksanaan Medis
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera
mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia. Prinsip
pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut :
1. Pemberian obat antituberkulosis
2. Dekompresi medulla spinalis
3. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi
4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)

Pengobatan terdiri atas :
1. Terapi konservatif berupa:
Tirah baring (bed rest)
Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra
Memperbaiki keadaan umum penderita
Pengobatan antituberkulosa
Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah :
- Kategori 1
2. untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+), diberikan dalam 2 tahap ;
Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan Pirazinamid 1.500 mg.
Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali).
Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 4
bulan (54 kali).
- Kategori 2
Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan, termasuk
penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu :
Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid
1500mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan setiap hari , Streptomisin injeksi hanya 2
bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).
Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1250 mg. Obat diberikan
3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali).
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah baik,
laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme
berkurang serta gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra.
2. Terapi operatif
Indikasi operasi yaitu:
Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin berat.
Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa
diberikan obat tuberkulostatik.

Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan
sekaligus debrideman serta bone graft.
Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan CT
dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.
Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita
tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan penting
dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi tuberkulosa,
paraplegia dan kifosis.
Abses Dingin (Cold Abses)
Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi resorbsi
spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase
bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:
a. Debrideman fokal
b. Kosto-transveresektomi
c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.
Paraplegia
Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:
a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata
b. Laminektomi
c. Kosto-transveresektomi
d. Operasi radikal
e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

Operasi kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat,. Kifosis mempunyai tendensi
untuk bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi
posterior atau melalui operasi radikal.


Operasi PSSW

Operasi PSSW adalah operasi fraktur tulang belakang dan pengobatan tbc tulang belakang
yang disebut total treatment (1989).
Metode ini mengobati tbc tulang belakang berdasarkan masalah dan bukan hanya sebagai
infeksi tbc yang dapat dilakukan oleh semua dokter. Tujuannya, penyembuhan TBC tulang
belakang dengan tulang belakang yang stabil, tidak ada rasa nyeri, tanpa deformitas yang
menyolok dan dengan kembalinya fungsi tulang belakang, penderita dapat kembali ke
dalam masyarakat, kembali pada pekerjaan dan keluarganya.



8.Dampak Masalah

a) Terhadap Individu.

Sebagai orang sakit, khusus klien spondilitis tuberkolosa akan mengalami suatau
perubahan, baik iru bio, psiko sosial dan spiritual yang akan selalu menimbulkan dampak
yang di karenakan baik itu oleh proses penyakit ataupun pengobatan dan perawatan oelh
karena adanya perubahan tersebut akan mempengaruhi pola - pola fungsi kesehatan antara
lain :

1. Pola nutrisi dan metabolisme.

Akibat proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan anoreksia,
sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat sehingga klien akan
mengalami gangguan pada status nutrisinya.

2. Pola aktifitas.

Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik nyeri pada punggung menyebabkan klien
membatasi aktifitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktifitas fisik
tersebut.

3. Pola persepsi dan konsep diri.

Klien dengan Spondilitis teberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya dan
kadang - kadang mengisolasi diri.


b) Dampak terhadap keluarga.

Dalam sebuah keluarga, jika salah satu anggota keluarga sakit, maka yang lain akan
merasakan akibatnya yang akan mempengaruhi atau merubah segala kondisi aktivitas rutin
dalam keluarga itu.


A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Spondilitis

Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan
keperawatan dan juga sebagai alat dalam melaksanakan praktek keperawatan yang terdiri
dari lima tahap yang meliputi : pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi. ( Lismidar, 1990 : IX ).


1. Pengkajian.

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Pengkajian di
lakukan dengan cermat untuk mengenal masalah klien, agar dapat memeri arah kepada
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada
kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Tahap pengkajian terdiri dari tiga
kegiatan yaitu : pengumpulan data, pengelompokan data, perumusan diagnosa
keperawatan. ( Lismidar 1990 : 1)

a. Pengumpulan data.

Secara tehnis pengumpulan data di lakukan melalui anamnesa baik pada klien, keluarga
maupun orang terdekat dengan klien. Pemeriksaan fisik di lakukan dengan cara , inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi.

1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, agama,
suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS dan diagnosa medis.

2) Riwayat penyakit sekarang.

Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada punggung bagian
bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit. Pada awal dapat dijumpai nyeri
radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan meningkat pada malam hari
dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang belakang. Selain adanya
keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan terasa lemah,
sumer-sumer (Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat badan.

3) Riwayat penyakit dahulu

Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di dahului dengan
adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru. ( R. Sjamsu hidajat, 1997 :
20).

4) Riwayat kesehatan keluarga.

Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab timbulnya adalah
klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita penyakit tuberkulosis
atau pada lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit menular tersebut.


5) Riwayat psikososial

Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan kelihatan sedih,
dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan perawatan terhadapnya
maka penderita akan merasa takut dan bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak
stabil dan mempengaruhi sosialisai penderita.


6) Pola - pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.

Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi persepsi klien
tentang kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan tidak semua klien mengerti benar
perjalanan penyakitnya.Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam pemeliharaan
kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya riwayat tentang keadaan perumahan, gizi
dan tingkat ekonomi klien yang mempengaruhi keadaan kesehatan klien.

b. Pola nutrisi dan metabolisme.

Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan amnesia.
Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat, sehingga klien akan
mengalami gangguan pada status nutrisinya. ( Abdurahman, et al 1994 : 144)

c. Pola eliminasi.

Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa ke kamar mandi,
karena lemah dan nyeri pada punggung serta dengan adanya penata laksanaan perawatan
imobilisasi, sehingga kalau mau BAB dan BAK harus ditempat tidur dengan suatu alat.
Dengan adanya perubahan tersebut klien tidak terbiasa sehingga akan mengganggu proses
aliminasi.

d. Pola aktivitas.

Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung serta
penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien membatasi aktivitas fisik
dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktivitas fisik tersebut.

e. Pola tidur dan istirahat.

Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak hospitalisasi akan
menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.

f. Pola hubungan dan peran.

Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau tidak mampu
menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam keluarga ataupun
masyarakat. Hal tersebut berdampak terganggunya hubungan interpersonal.

g. Pola persepsi dan konsep diri.

Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya dan
kadang - kadang mengisolasi diri.

h. Pola sensori dan kognitif.

Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila terjadi komplikasi
paraplegi.

i. Pola reproduksi seksual.

Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan terganggu untuk
sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal curahan kasih sayang dan
perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara merawat sehari - hari tidak terganggu atau
dapat dilaksanakan.

j. Pola penaggulangan stres.

Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti penyakitnya , akan mengalami
stres. Untuk mengatasi rasa cemas yang menimbulkan rasa stres, klien akan bertanya -
tanya tentang penyakitnya untuk mengurangi stres.

k. Pola tata nilai dan kepercayaan.

Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat menjalankan ibadah, maka
semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan kemampuannya. Dalam
hal ini ibadah bagi mereka di jalankan pula sebagai penaggulangan stres dengan percaya
pada tuhannya.

7) Pemeriksaan fisik.

a. Inspeksi.

Pada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan pada tulang belakang
terlihat bentuk kiposis.

b. Palpasi.

Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang terdapat adanya gibus
pada area tulang yang mengalami infeksi.

c. Perkusi.

Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.

d. Auskultasi.

Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan kelainan.

(Abdurahman, et al 1994 : 145 ).

8) Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium.

a. Radiologi

- Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior, sangat jarang menyerang
area posterior.

- Terdapat penyempitan diskus.

- Gambaran abses para vertebral ( fusi form ).

b. Laboratorium

- Laju endap darah meningkat

c. Tes tuberkulin.

- Reaksi tuberkulin biasanya positif.


b. Analisa.

Setelah data di kumpulkan kemudian dikelompokkan menurut data subjektif yaitu data yang
didapat dari pasien sendiri dalm hal komukasi atau data verbal dan objektiv yaitu data yang
didapat dari pengamatan, observasi, pengukuran dan hasil pemeriksaan radiologi maupun
laboratorium. Dari hasil analisa data dapat disimpulkan masalah yang di alami oleh klien. (
Mi Ja Kim,et al 1994 ).

c. Diagnosa Keperawatan.

Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah klien yang nyata ataupun
potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan, yang pemecahannya dapat dilakukan
dalam batas wewenang perawat untuk melakukannya. ( Tim Departemen Kesehatan RI,
1991 : 17 ).


Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Spondilitis tuberkulosa adalah:

a. Gangguan mobilitas fisik

b. Gangguan rasa nyaman ; nyeri sendi dan otot.

c. Perubahan konsep diri : Body image.

d. Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah.

( Susan Martin Tucker, 1998 : 445 )


d. Perencanaan Keperawatan.

Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan yang akan di
laksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah
di tentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien.

( Tim Departemen Kesehatan RI, 1991 :20 ).

Adapun perencanaan masalah yang penulis susun sebagai berikut :


a. Diagnosa Perawatan I

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan nyeri.

1. Tujuan

Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal.

2. Kriteria hasil

a) Klien dapat ikut serta dalam program latihan

b) Mencari bantuan sesuai kebutuhan

c) Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.


3. Rencana tindakan

a) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.

b) Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.

c) Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara :

1) mattress

2) Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang keras yang tidak
menimbulkan lekukan saat klien tidur.

d) mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan ;

1) Latihan ekstensi batang tubuh baik posisi berdiri ( bersandar pada tembok ) maupun
posisi menelungkup dengan cara mengangkat ekstremitas atas dan kepala serta
ekstremitas bawah secara bersamaan.

2) Menelungkup sebanyak 3 4 kali sehari selama 15 30 menit.

3) Latihan pernapasan yang akan dapat meningkatkan kapasitas pernapasan.

e) monitor tanda tanda vital setiap 4 jam.

f) Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau lecet lecet.

g) Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada kontra indikasi.

h) Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi terhadap efek samping : bisa tak
nyaman pada lambung atau diare.

4. Rasional

a) Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.

b) Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.

c) Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata.

d) Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otot otot paraspinal.

e) Untuk mendeteksi perubahan pada klien.

f) Deteksi diri dari kemungkinan komplikasi imobilisasi.

g) Cairan membantu menjaga faeces tetap lunak.

h) Obat anti inflamasi adalah suatu obat untuk mengurangi peradangan dan dapat
menimbulkan efek samping.

b. Diagnosa Keperawatan II

Gangguan rasa nyaman : nyeri sendi dan otot sehubungan dengan adanya peradangan
sendi.

1) Tujuan

a. Rasa nyaman terpenuhi

b. Nyeri berkurang / hilang

2) Kriteria hasil

a. klien melaporkan penurunan nyeri

b. menunjukkan perilaku yang lebih relaks

c. memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan peningkatan
keberhasilan.

3) Rencana tindakan

a. Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan nyeri ke daerah yang
baru.

b. Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya terhadap nyeri.

c. Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian.

d. Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk meningkatkan rasa
nyaman.

e. Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri.

4) Rasional.

a. Nyeri adalah pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan oleh klien sendiri.

b. Analgesik adalah obat untuk mengurangi rasa nyeri dan bagaimana reaksinya terhadap
nyeri klien.

c. Korset untuk mempertahankan posisi punggung.

d. Dengan ganti ganti posisi agar otot otot tidak terus spasme dan tegang sehingga otot
menjadi lemas dan nyeri berkurang.

e. Metode alternatif seperti relaksasi kadang lebih cepat menghilangkan nyeri atau dengan
mengalihkan perhatian klien sehingga nyeri berkurang.

c. Diagnosa Keperawatan III

Gangguan citra tubuh sehubungan dengan gangguan struktur tubuh.

1) Tujuan

Klien dapa mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan koping yang adaptif.


2) Kriteria hasil

Klien dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan menggunakan keterampilan koping
yang positif dalam mengatasi perubahan citra.


3) Rencana tindakan

a. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan. Perawat harus
mendengarkan dengan penuh perhatian.

b. Bersama sama klien mencari alternatif koping yang positif.

c. Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien keluarga dan teman serta
berikan aktivitas rekreasi dan permainan guna mengatasi perubahan body image.


4) Rasional

a. meningkatkan harga diri klien dan membina hubungan saling percaya dan dengan
ungkapan perasaan dapat membantu penerimaan diri.

b. Dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.

c. Memberikan semangat bagi klien agar dapat memandang dirinya secara positif dan tidak
merasa rendah diri.


d. Diagnosa Keperawatan IV

Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan
perawatan di rumah.

1) Tujuan

Klien dan keluarga dapat memahami cara perawatan di rumah.

2) Kriteria hasil

a. Klien dapat memperagakan pemasangan dan perawatan brace atau korset

b. Mengekspresikan pengertian tentang jadwal pengobatan

c. Klien mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, rencana pengobatan, dan
gejala kemajuan penyakit.

3) Rencana tindakan

a. Diskusikan tentang pengobatan : nama, jadwal, tujuan, dosis dan efek sampingnya.

b. Peragakan pemasangan dan perawatan brace atau korset.

c. Perbanyak diet nutrisi dan masukan cairan yang adekuat.

d. Tekankan pentingnya lingkungan yang aman untuk mencegah fraktur.

e. Diskusikan tanda dan gejala kemajuan penyakit, peningkatan nyeri dan mobilitas.

f. Tingkatkan kunjungan tindak lanjut dengan dokter.

e. Pelaksanaan

Yaitu perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan di
implementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil.

Komponen tahap Implementasi:

a. tindakan keperawatan mandiri

b. tindakan keperawatan kolaboratif

c. dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan.

( Carol vestal Allen, 1998 : 105 )



f. Evaluasi

Evaluasi adalah perbandingan hasil hasil yang di amati dengan kriteria hasil yang dibuat
pada tahap perencanaan komponen tahap evaluasi.

a. pencapaian kriteria hasil

b. ke efektipan tahap tahap proses keperawatan

c. revisi atau terminasi rencana asuhan keperawatan.

Adapun kriteria hasil yang di harapkan pada klien Spondilitis tuberkulosa adalah:

1. Adanya peningkatan kegiatan sehari hari ( ADL) tanpa menimbulkan gangguan rasa
nyaman .

2. Tidak terjadinya deformitas spinal lebih lanjut.

3. Nyeri dapat teratasi

4. Tidak terjadi komplikasi.

5. Memahami cara perawatan dirumah

Anda mungkin juga menyukai