Anda di halaman 1dari 8

1

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Reaksi serologis dapat digunakan untuk diagnostik penyakit infeksi karena
reaksinya bersifat spesifik. Selain itu, hasil uji memerlukan waktu yang lebih pendek
dibandingkan uji diagnostik yang biasa dilakukan. Dalam uji diagnostik dilakukan
pembiakkan dan identifikasi agen penyebab yang memerlukan waktu sekitar 1
minggu (Dwidjoseputro, 2005).
Uji Widal dirancang secara khusus untuk membantu diagnosis demam
typhoid dengan cara mengaglutinasikan basilus typhoid dengan serum penderita.
Namun, istilah ini kadang-kadang diterapkan secara tidak resmi pada uji aglutinasi
lain yang menggunakan biakan organisme yang dimatikan dengan panas selain
Salmonella typhii (Pelczar and Chan, 1988).
Pada uji widal diperlukan adanya antigen. Antigen merupakan suatu
substansi yang bila memasuki inang vertebrata menimbulkan respon kekebalan
yang membawa kepada terbentuknya kekebalan padatan. Respon ini
mengakibatkan pembe ntukan antibody spesifik yang beredar dalam aliran darah
(imunitas humoral) atau merangsang peningkatan jumlah sel-sel reaksi khusus yang
disebut limfosit (Pelczar and Chan, 1988). Menurut Jawetz (1996), antibodi yaitu
protein yang diproduksi sebagai akibat pemberian suatu antigen dan mempunyai
kemampuan untuk bergabung dengan antigen yang merangsang produksinya.

B. Tujuan

Untuk menguji secara serologi mikroba patogen penyebab penyakit.












2

II. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum uji serologi untuk mendeteksi
mikroba patogen penyebab penyakit kali ini adalah objek glass, mikropipet ukuran
5L, 10L, 20L, sprayer, alkohol dan pipet steril.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum uji serologi untuk mendeteksi
mikroba patogen penyebab penyakit kali ini adalah reagen widal (antigen H) dan
serum (antibodi Salmonella typhii) dari pasien.
.
B. Metode





















40L antigen
H
20L antibody
(serum)
Diamati
Aglutinasi
(endapan seperti
pasir)
aglutinasi
(tidak berlanjut)
+ titer antibodi
20 x 1/1600 = 1/80
(Infeksi ringan)
dilanjutkan
10L serum 1 tetes antigen
Diamati
aglutinasi
(tidak berlanjut)
aglutinasi
+ titer antibodi
10 x 1/1600 = 1/160
(Infeksi sedang)
5L serum 1 tetes antigen
Diamati
aglutinasi
(tidak berlanjut)
aglutinasi
+ titer antibodi
5 x 1/1600 = 1/320
(Infeksi berat)
dilanjutkan
3

III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
(Titer Ab + 1/80)

Dengan mikropipet 20 L, terjadi aglutinasi

(Titer Ab + 1/160)

Dengan mikropipet 10 L, terjadi aglutinasi

B. Pembahasan

Reaksi widal adalah reaksi serum (sero-test) untuk mengetahiu ada tidaknya
antibodi terhadap Salmonella typhii dengan jalan mereaksikan serum seseorang
dengan antigen O, H, dan Vi dari laboratorium. Bila terjadi aglutinasi, maka reaksi
widal positif, berarti serum orang tersebut mempunyai antibody terhadap Salmonella
typhii, baik setelah vaksinasi, setelah sembuh dari penyakit tipus ataupun sedang
menderita tipus. Reaksi widal negative artinya tidak memiliki antibodi terhadap
Salmonella typhii (tidak terjadi aglutinasi).
Kelebihan pemeriksaan Widal sering di lakukan untuk mendeteksi adanya
antibodi (didalam darah) terhadap antigen kuman Salmonella typhii dan sebagai uji
yang cepat sehingga dapat segera diketahui. Kelemahan uji Widal yaitu rendahnya
sensitivitas dan spesifisitas serta sulitnya melakukan interpretasi hasil membatasi
penggunaannya dalam penatalaksanaan penderita demam tifoid akan tetapi hasil uji
Widal yang positif akan memperkuat dugaan pada tersangka penderita demam tifoid
(penanda infeksi) (Jawetz, 1966).
4

Salmonella typhii merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil,
tidak membentuk spora, tidak berkapsul, mempunyai flagel, fakultatif anaerob,
ukuran 2 - 4 mikrometer x 0.5 -0.8 mikrometer dan bergerak, pada biakan agar
darah koloninya besar bergaris tengah 2-3 mm, bulat, agak cembung, j ernih,
licin dan ti dak menyebabkan hemol isis dan bersifat patogen baik pada
manusia maupun hewan dan sukrosa. Organisme Salmonell a tumbuh
secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif pada suhu 15 -
41C (suhu pertumbuhan optimum 37C) dan pH pertumbuhan 68 (Pelczar dan
Chan, 1988).
Berdasarkan hasil pengamatan pada pengenceran 1:160 terjadi aglutinasi,
gumpalan-gumpalan seperti pasir yang berwarna ungu kecoklatan. Semakin tinggi
titernya berarti semakin parah penyakit Typus yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhii. Adanya aglutinasi menandakan bahwa penderita positif terinfeksi
Salmonella typhii yang dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Pada serum 20 l, titer Ab + 1/80 = infeksi ringan
2. Pada serum 10 l, titer Ab + 1/160 = infeksi aktif (infeksi sedang)
3. Pada serum 5 l, titer Ab + 1/320 = infeksi berat (Volk and Wheeler, 1988)
Ada tiga spesi es utama Salmonel la sp yaitu Salmonella typhii,
Salmonella choleraesuis dan Salmonella enteristidis. Demam t i f oi d adal ah
penyaki t i nf eksi akut yang di sebabkan ol eh kuman Salmonella typhii
dengan masa tunas 6-14 hari. Setiap orang dapat terjangkit tipus jika makan atau
minum yang telah tersentuh oleh orang yang terkena bakteri S. typhii atau jika
tempat pembuangan terkontaminasi dengan bakteri S. typhii juga jika masuk dalam
air yang diminum atau air untuk mencuci makanan (David, 1990).
Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella typhii. Penyakit ini ditandai oleh panas yang berkepanjangan, di topang
dengan bakteremia tanpa terlibat struktur endotelial atau endokardial dan invasi
bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa,
kelenjar limfe usus. Di daerah endemik demam typhoid, insiden tertinggi pada anak-
anak. Orang dewasa sering mengalami infeksi yang sembuh sendiri dan dapat
menjadi kebal. Insiden 70 80 % pada usia 12 30 tahun, 10 20 % pada usia 30
40 tahun, dan 5 10 % pada usia di atas 40 tahun, sedangkan insiden jenis kelamin
antara laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan yang jelas (Sutedjo. 2008).
Titter antibodi adalah tes laboratorium yang mengukur keberadaan dan
jumlahantibodi dalam darah. Tingkat antibodi dalam darah adalah refleksi dari
paparan masa lalu ke antigen atau untuk sesuatu yang tubuh tidak mengakui
5

sebagai milik sendiri. Tubuh menggunakan antibodi untuk menyerang dan
menghilangkan zat asing (Zmijewski, 1993).
Gambar : Titer antibodi
Genus Salmonella mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O
(somatik), antigen H (flagela) dan antigen Vi.
1. Antigen O (somatik)
Antigen merupakan bagian dari dinding sel bakteri yang tahan terhadap
pemanasan 100
0
C, alkali dan asam. Antigen O terdiri dari lipopolisakarida dan
bila disuntikkan pada hewan akan merangsang pembentukan antibodi terhadap
antigen O terutama yang berbentuk Ig. Antigen ini kurang imunogenik karena
titer antibodi O sesudah infeksi atau imunisasi lebih rendah daripada titer
antibodi H.
2. Antigen H (flagel)
Antigen H merupakan protein yang disebut flagelin yang bersifat termolabul
dan rusak pada pemanasan 60
0
C oleh alkohol dan asam. Antigen ditemukan
dalam dua fase yaitu fase spesifik dan fase non spesifik. Organisme cenderung
berubah dari fase satu ke fase lainnya, ini dinamakan variasi fase.
3. Antigen Vi
Antigen Vi merupakan antigen envelop dan terdapat pada permukaan
bakteri terdiri dari polisakarida yang bersifat termostabil. Bakeri yang
mempunyai antigen Vi bersifat virulen terhadap mencit dan mencit tersebut
dapat dilindungi oleh antigen Vi (Wardhani, 2005).
Masuknya kuman Salmonella typhii (S.typhii) dan Salmonella parathypii
(S.parathypii) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui mekanisme makanan yang
terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian
lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas
humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel
6

epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman
berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman
dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke
plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.
Selanjutnya melalui duktus torasikum kuman yang terdapat pada makrofag ini
masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang
asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendothelial tubuh terutama di
hati dan limfa. Di organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian
berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam
sirkulasi darah lagi sehingga mengakibatkan bakterimia kedua kalinya dengan
disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik (Paramita, 2011).
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak,
dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam
sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung
makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella
terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan
gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit
perut, instabilitas vaskuler, gangguan mental, dan koagulasi (Paramita, 2011).
Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia
jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah
sekitar plak Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat
akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologi jaringan limfoid ini
dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat menghasilkan
perforasi. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat
timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernafasan,
dan gangguan organ lainnya (Paramita, 2011).










7

IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa :
1. Uji serologi dapat digunakan untuk menentukan jenis kuman yang diasingkan
dari penderita, dimana serum darah yang mengandung antibodi direaksikan
dengan reagen widal sehingga terjadi aglutinasi.
2. Hasil tes widal pada titer 1/80 dan 1/160, terjadi aglutinasi, ini menunjukkan
bahwa penderita memiliki antibodi terhadap Salmonella typhii atau dengan kata
lain mengalami infeksi demam tifoid berat.


B. Saran

Pada saat pelaksanaan paraktikum uji serologi ini disarankan kepada
seluruh praktikan menggunakan sarung tangan dan masker agar tidak terinfeksi
oleh bakteri Salmonella typhii. Untuk menghindari infeksi dari mikroorganisme
patogen sebaiknya membiasakan diri hidup bersih dengan selalu menjaga
kebersihan diri dan lingkungan. Berpola hidup sehat dengan mengkonsumsi
makanan yang bergizi dan sehat serta diseimbangkan dengan melakukan olahraga
secara teratur.












8

DAFTAR REFERENSI
David, B.D. Renato. 1990. Microbiology 4
th
. Tippicoll Company, London.
Dwidjoseputro, Prof. DR. D. 2005. Dasar Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Jakarta.
Jawetz, Melnick & Adelberg. 1966. Microbiologi Kedokteran. Buku Kedokteran,
Jakarta.
Paramita, Listya. 2011. Demam Typhoid. http://manosa.com/blog/?p=140. Diakses
tanggal 16 April 2011.
Pelczar and Chan. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. UI Press, Jakarta.
Sherwa, BL et al. 2004. A Comparative Study of Typhidot and Widal Test in Patients
of Typhoid Fever. Journal, Indian Academy of Clinical Medicine. 5 (3) : 244-
246.
Sutedjo. 2008. Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Amara
Books, Yogyakarta.
Volk, W. A, and Wheeler, M. F. 1984. Mikrobiologi Dasar. Erlangga, Jakarta.
Wardhani, Puspa,dkk. 2005. Kemampuan Uji Tabung Widal Menggunakan Antigen
Import dan Antigen Lokal. Indonesian Journal of Clinical Pathology and
Medical Laboratory. 12 (1) : 31-37.
Zmijewski, C. M and Bellanti, J. A. 1993. Imunologi 3. UGM Press, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai