Anda di halaman 1dari 24

Suzumiya Haruhi ~ Indonesian Version:Jilid2 Bab02

From Baka-Tsuki
Jump to: navigation, search
Bab 2
Sudah musim gugur, tapi karena suatu hal, cuaca hampir tak sejuk. Seolah-olah pl
anet ini salah menentukan musim dan lupa bawa musim gugur ke Jepang. Panas musim
panas kini diperpanjang tanpa batas, dan kecuali seseorang datang dan mencetak
home run, sepertinya takkan berakhir segera. Kalaupun berakhir, orang akan meras
a bahwa musim gugur pun akan tetap disingkirkan oleh musim dingin ketika ia tiba
.
"Kita mungkin dah telat," kata Haruhi, jadi kami membereskan tas dan meninggalka
n sekolah. Buru-buru Haruhi berlari menuruni landaian panjang nan berangin. Eman
g kemana sih dia mau pergi? Gue bakal paham kalau kita mau ke Kelompok Riset Kom
puter karena, gimanapun juga, kita itu klub misterius yang eksis selama enam bul
an tanpa seorangpun tahu apa prinsip pendiriannya. Diusir keluar adalah akhir ya
ng logis buat kita.
Kami menuruni bukit dan menaiki kereta lokal pinggiran kota. Tiga setopan kemudi
an, dan kami sampai di daerah dengan jalan bunga sakura yang Asahina-san dan aku
telah jalani bersama satu waktu. Tempat ini ada komplek supermarket dan ruko, d
an makanya itu, tempat yang cukup sibuk dan ramai.
"Disini."
Haruhi akhirnya berhenti dan menunjuk sebuah toko elektronik.
"Oh gitu," jawabku.
Dia mungkin bakal meras toko ini demi peralatan film mereka.
Gue kepengen tahu gimana caranya dia ngelakuin itu?
"Kalian berdua tunggu di sini, sedangkan aku masuk dan bernegosiasi."
Haruhi menyorongkan tasnya padaku dan berjalan memasuki toko yang tertutupi kaca
itu tanpa ragu-ragu.
Asahina-san bersembunyi di belakangku, terus-terusan mengintip ke arah toko, yan
g diterangi oleh macam-macam alat penerangan. Dia seperti anak SD pemalu yang me
ngunjungi rumah temannya untuk pertama kali. Selagi aku memandangi punggung Haru
hi, yang sedang mengayun-ayunkan lengannya dan berbicara dengan yang tampaknya a
dalah manajer toko, hasratku untuk melindungi Asahina-san jadi lebih kuat. Kalo
si Haruhi nyoba yang aneh-aneh, bakal gue gendong Asahina-san dibawah tangan gue
dan langsung kabur saat itu juga.
Di balik kaca, Haruhi berbicara dan mengacungkan jarinya pertama ke arah peralat
an, lalu ke dirinya sendiri, dan lalu ke si manajer. Sementara itu si manajer me
ngangguk-angguk tanpa henti. Gue mikir apa gue ngingetin dia ga ya biar jangan g
ampang percaya sama omongannya?
Setelah beberapa saat, Haruhi berbalik dan mengacungkan jarinya kepada kami, yan
g sudah siap untuk kabur jika ada sesuatu yang salah. Dia kemudian tersenyum han
gat, melambaikan tangannya, dan melanjutkan presentasinya.
"Dia lagi ngapain ya...?" tanya Asahina-san, saat dia berdiri di belakangku, men
julurkan kepalanya dan menariknya kembali. Kalau Asahina-san aja, si penjelajah
waktu dari masa depan, ga tahu jawabannya, berarti ga mungkin gue bisa tahu.
"Tauk? Kali nuntut biar ngasih kamera digital mereka yang paling bagus gratis."
Dia itu tipe orang yang bisa melakukan hal semacam itu tanpa menyentak. Karena d
ia benar-benar yakin bahwa dia itu pusat alam semesta dengan segala hal lainnya
berputar mengelilinginya.
"Bikin repot aja."
Aku ingat berdiskusi sesuatu yang sama dengan Nagato sebelumnya.
Haruhi nganggap kalo penilaian dan keputusannya adalah mutlak. Dia ga ngerti apa
yang dipikirin orang lain, atau sadar kalo mereka bisa aja berpikir berbeda, at
au lebih tepatnya, ga pernah kepikiran sama dia kalo jalan pikirannya bisa aja b
enar-benar berbeda dari yang lain sejak awalnya.
Kalau orang pengen berhasil menjelajah waktu, masukin aja Haruhi ke kapal luar a
ngkasa. Abisnya dia toh ga bakal peduli setan sama Teori Relativitas.
Waktu kusebutkan ini ke Nagato, yang dikatakan si alien pendiam hanyalah, "Penda
patmu mungkin benar."
Bagi Nagato, hal ini sangat bermakna. Bagi orang lain, Suzumiya Haruhi itu leluc
on.
"Oh, kayaknya mereka udah beres."
Bisikan Asahina-san membawaku kembali ke realitas dari lamunanku.
Haruhi muncul keluar dari toko elektronik dengan wajah puas, membawa kotak kecil
di tangannya. Ada gambar produknya di samping kotak dengan mereknya. Kalau aku
tak salah, itu memang kamera.
Emang apa sih ancaman yang dia pake buat mengintimidasi lawan?
Apa dia ngancam bakar habis toko? Ato mungkin ngeboikot? Ato barangkali ngirim f
ax jahil semalaman? Ato mulai ngamuk-ngamuk di situ? Jangan-jangan dia bahkan ng
ancam ngeledakin dirinya barengan sama tuh toko?
"Jangan konyol! Aku bukan tipe orang yang pake cara-cara pemerasan!"
Haruhi berjalan dengan riang, di bawah atap kaca di komplek ruko.
"Kita udah ngeberesin langkah pertama! Ini terlalu gampang!"
Aku dipaksa membawa kotak berisi kamera ketika aku mengikuti Haruhi. Aku melihat
rambut Haruhi yang melambai di belakang punggungnya dan bertanya, "Gimana caran
ya loe bisa ngedapetin barang yang mahal kayak gini? Apa loe nemu rahasia jijik
si manajer?"
Memang, kata-kata pertama Haruhi begitu dia keluar dari toko adalah, "Dapet!" Ka
lau si manajer begitu sudi ngebagi-bagiin barang, gue sudi juga ngantrinya. Jadi
tolong dong, kasih tau kata-kata sihir apaan yang loe gunain!
Haruhi berbalik dan tersenyum, "Ga macem-macem kok! Aku bilang aku pengen bikin
film dan butuh kamera, terus dia bilang 'Oke'. Ga ada masalah sama sekali."
Gue merasa kalaupun semuanya berjalan lancar sekarang, ga bakalan berakhir begit
u mudah. Apa gue aja yang terlalu khawatir ya?
"Ga usah mikirin hal-hal kecil, jadi jongosku yang riang-gembira aja, dan semuan
ya bakal baek-baek aja!"
Sayangnya, sampai sekarang, aku masih menyimpan perasaan tidak nyaman dari musim
semi lalu, seperti naik kapal pesiar bernama Titanic. Aku ingin mengirimkan sin
yal SOS, tapi sayangnya, aku tak tahu kode Morse, dan aku bukan tipe orang yang
bisa senang dipanggil jongos.
Aku dipaksa membawa kotak berisi kamera ketika aku mengikuti Haruhi.
"Oke! Sekarang ke toko berikutnya!"
Dalam sibuk keramaian, Haruhi mengayunkan lengannya dan melangkah ke depan. Aku
bertukar pandang dengan Asahina-san, lalu buru-buru mengikuti di belakang Haruhi
.
Haruhi berikutnya mengunjungi toko airsoft gun.
Seperti sebelumnya, Asahina-san dan aku ditinggal di luar sementara dia masuk be
rnegosiasi. Aku mulai dapat gambaran tentang apa yang dia rencanakan, karena set
iap kali dia menunjuk kami, jarinya selalu terarah pada Asahina-san. Kalau tebak
anku benar, dia pasti menggunakan Asahina-san sebagai semacam alat tawar-menawar
. Asahina-san belum menyadari ini, sewaktu dia dengan penasaran sedang mengamati
bola dunia yang terpajang di etalase.
Beberapa menit kemudian, Haruhi keluar sambil bawa kotak besar. Apa lagi nih sek
arang?
"Senjata." sahut Haruhi, lalu dia menyorongkan kotak itu padaku. Kuperhatikan ba
ik-baik dan melihat ini adalah airsoft gun dari plastik; kayaknya jenis yang ber
bentuk pistol. Dia pengen ngapain sama barang ini?
"Kita bakal butuh ini buat adegan laga, perang pake pistol tapinya! Pertempuran
seru adalah bahan dasar semua film yang menghibur. Kalau bisa sih, aku juga peng
en ngeledakin gedung. Kau tau tempat jualan bom? Apa di toko besi ada ya."
Menegetehe? Paling engga gue tahu loe ga bakal bisa nemu itu di toko kelontong a
to internet. Kali ada beberapa di tambang batu.... Aku tadinya ingin memberi tah
u ini ke Haruhi, tapi cepat-cepat kuhalau pikiran itu terutama karena dia mungki
n akan pergi kesana di tengah malam dan mencuri beberapa dinamit beserta kabel-k
ebelnya untuk dirinya sendiri.
Kurendahkan kotak kamera dan airsoft gun lalu geleng-geleng kepala.
"Terus, kita apain kotak-kotak ini?"
"Kau bawa pulang dulu, terus bawa ke ruang klub besok. Terlalu repot kalau dibaw
a ke sekolah sekarang."
"Gue?"
"Ya, kamu."
Haruhi menyilangkan lengannya dan mengeluarkan ekspresi baik hati. Senyuman itu
jarang kelihatan di kelas, dan hanya disediakan untuk Brigade SOS, dan setiap ka
li Haruhi tersenyum seperti itu, aku harus selalu mengurus sisanya. Emang gue in
i apaan buat dia?
"Anu..."
Dengan sopan Asahina-san mengangkat tangannya,
"Saya harus ngapain...?"
"Kamu sekarang boleh pulang, Mikuru-chan. Pekerjaanmu dah beres hari ini."
Asahina-san mengedipkan matanya dan punya tatapan seperti orang yang kerasukan r
ubah. Karena yang dilakukan Asahina-san hari ini hanyalah membuntuti Haruhi dan
aku, dia mungkin tak tahu kenapa Haruhi menyuruhnya ikut, walau aku bisa nebak s
ih apa yang Haruhi rencanakan.
Haruhi berjalan semangat seperti seorang instruktur fitness dan memimpin kami ke
stasiun. Tampaknya aktivitas Haruhiisme hari ini mau berakhir. Barang rampasan
terdiri atas sebuah kamera dan beberapa pistol mainan. Bukannya lewat negosiasi
yang mahir, melainkan Haruhi mungkin mendapatkannya lewat cara-cara yang amat ti
dak ortodok. Ongkos pengeluaran nol. Dengan kata lain, kami mendapatkannya denga
n gratis.
Dulu ada pepatah, "Tidak ada yang lebih menakutkan dari tidak perlu membayar." M
asalahnya, Haruhi tampaknya tak peduli. Kalau seseorang tahu sesuatu yang bisa b
ikin dia takut, tolong beritahu aku.
Esoknya, selain tasku, aku harus bawa beban tambahan menaiki landaian.
"Hei, Kyon! Lagi bawa apaan? Semacem hadiah buat siswa teladan?"
Yang sedang berlari ke sebelahku adalah Taniguchi, teman sekelas Haruhi dan aku,
makhluk sederhana bersel tunggal, dan senormal murid SMA yang bisa kau temukan
dimanapun. Normal adalah deskripsi yang hebat untuknya. Sekarang, bagiku, normal
itas adalah komoditas langka karena kata itu merepresentasikan keajaiban bahasa
yang digunakan dalam realitas.
Aku ragu sesaat, lalu menjejali kantong supermarket yang lebih ringan di antara
keduanya ke dalam lengan Taniguchi.
"Apaan nih, pistol mainan? Gue ga tahu loe punya hobi kayak gini."
"Bukan hobi gue, hobi Haruhi."
Lalu kuberi Taniguchi penjelasan singkat, tapi dia agak benar juga menganggap in
i hobi aneh.
"Gue sulit ngebayangin Suzumiya ngebongkar benda ini terus ngerakitnya lagi dan
ngerawatnya."
Gue juga, ngerasa sulit bayanginnya, jadi siapa lagi selain Haruhi yang bisa bon
gkar rakit balik benda-benda ini? Mendingan gue kasih tahu semua orang aja kalo
pas gue masih kecil, gue nyoba ngerakit mainan robot, tapi ga peduli segimana ke
rasnya gue usaha, gue ga bisa masang bahu kanannya dan gue ngebuangnya deh gara-
gara frustasi.
"Berat banget ya."
Kata Taniguchi dengan nada yang sama sekali tak terdengar simpatik,
"Sampe sekarang, satu-satunya orang yang mampu ngelindungin Suzumiya itu elo. In
i gue bisa jamin, jadi loe mendingan nempel sama dia."
Apaan juga yang loe omongin? Ga mungkin gue mau nempel sama Haruhi! Orang yang g
ue tempel-tempelin seharusnya Asahina-san. Gue yakin semuanya ngerasa hal yang s
ama.
Taniguchi terkekeh seperti gremlin.
"Ah, ga mungkin lah itu, lagian, dia itu malaikat kecil SMA North, pelipur lara
bagi hati para pria. Kalau loe ga mau dimasukin ke karung sama anak-anak setenga
h sekolah, gue saranin loe hati-hati melangkah. Gue kira loe ga suka gue tusuk d
ari belakang pake pisau, kan?"
Ya udah, kalau begitu gue ambil peringkat dua dan milih Nagato aja deh.
"Itu juga ga bisa. Mungkin ga keliatan kayak gitu, tapi dia itu punya banyak sec
ret admirer. Kok bisa ya dia ga pake kacamata lagi? Apa dia ganti ke lensa konta
k?"
"Hmm... kenapa ga loe tanyain aja sendiri?"
"Tanya? Sampe sekarang, segimanapun kerasnya gue usaha, dia ngabaiin semua yang
gue omongin. Semua orang di kelas Nagato percaya banget kalo satu-patah-kata yan
g dia bilang cukup buat nentuin takdir hari ini."
Berhenti nganggap Nagato kayak dewi. Takhyul macam apaan juga? Dia mungkin ga bi
asa, tapi menurut standar dia, dia sebenarnya lumayan normal. Walau gue ga bener
an tau sih standarnya kayak apa.
"Ngomong-ngomong, loe itu cocok sama Suzumiya. Cuman elo yang bisa ngobrol bener
an sama si idiot itu. Jadi terus awasi dia dan minimalisir korban serendah mungk
in. Oh ya, festival sekolah bentar lagi, kalian lagi ngerencanain acara besar ma
cem apa?"
"Jangan tanya gue."
Gue bukan juru bicara Brigade SOS, tapi Taniguchi melanjutkan, "Kalaupun gue nan
ya Suzumiya, dia paling jawab dengan sesuatu yang ga jelas, dan kalau gue ga mil
ih waktu yang tepat buat nanya, gue mungkin bakal diserang sama dia. Kalo Nagato
Yuki, loe ga bakalan dapet apa-apa darinya apapun yang loe tanyain, sedangkan A
sahina-san itu terlarang, abisnya gue mungkin bakal digantung massa kalau gue co
ba ngobrol dengannya. Jadi toh akhirnya, gue harus nanya elo."
Dia emang hebat kalo soal ngarang alasan. Menurut dia, gue cuman si fulan yang b
aik hati.
"Bukannya emang gitu? Loe tuh tipe orang yang mau terus ngelangkah ke depan bare
ng dia, bahkan pas loe tau ada jurang menanti kalian di depan."
Selagi kami mendekati gerbang sekolah, kusambar kantong dari lengan Taniguchi sa
mbil terlihat agak jengkel.
Gue ga tahu apa yang ada di depan di tengah-tengah kegilaan Haruhi, tapi gue ras
a bukan hal yang baik. Tapi, gue bukan satu-satunya yang jalan bareng Haruhi dal
am perjalanan penuh resiko ini. Paling engga ada tiga orang bareng gue. Dua di a
ntara mereka mungkin bisa ngurus diri mereka sendiri, tapi Asahina-san bakalan a
da dalam bahaya besar karena dia sama sekali ga tau apa yang bakal terjadi. Dia
kayak bukan dari masa depan aja. Tapi disitulah letak pesonanya.
"Makanya," kujelaskan pada Taniguchi, "Seseorang mesti ngelindungin dia."
Ah, itu lebih kayak apa yang pria protagonis seharusnya bilang aja. Walau gue cu
man ngelindunginya dari pelecehan seksual Haruhi. Itu aja.
Dengan tenang kulanjutkan, "Karena gue udah dikasih kesempatan ini, gue harus ng
elindungin dia. Gue ga peduli apa yang cowok-cowok sekolah omongin, silahkan kal
au kalian pengen bikin aliansi laki-laki atau semacamnya."
Taniguchi melanjutkan kekehannya seperti gremlin.
"Mendingan loe melangkah hati-hati, abisnya setiap bulan adalah bulan baru."
Setelah meninggalkan tipe ancaman pemerasan yang pencuri licik akan gunakan, Tan
iguchi berjalan melewati gerbang sekolah.
Ketika kubawa barang-barangku dan menuju koridor di luar ruang kelas, kulihat Ha
ruhi menjejali barang-barangnya ke loker. Kulanjutkan dengan menaruh kamera dan
airsoft gun ke dalam loker stainless steel milikku juga.
"Kyon, kita bakalan sibuk hari ini."
Bahkan tanpa salam selamat pagi, Haruhi membanting pintu lokernya dan memberiku
senyuman sehangat awal musim semi.
"Mikuru-chan, Yuki, dan bahkan Koizumi-kun, aku ga akan ngebolehin kalian semua
mengeluh! Skenario film yang ada di kepalaku hampir selesai sekarang. Bahkan bis
a kudengar dia menggelegar; sekarang sisanya tinggal mindahin itu ke layar."
"Iya gitu?"
Kujawab dengan santai, dan memasuki ruang kelas. Bangkuku bangku kedua dari bela
kang. Dari awal masuk sekolah, kami sudah tukaran bangku berkali-kali, tapi seja
uh ini aku belum pernah dapat di tempat paling belakang habisnya Haruhi akhirnya
selalu dapat tempat di belakangku. Aku mulai merasa hal ini terlalu tidak wajar
kalau dibilang kebetulan, namun aku masih ingin percaya bahwa ini semua hanyala
h kebetulan belaka.
Kalau tak kukatakan hal ini pada diriku sendiri, aku akan kehilangan kepercayaan
pada kata "kebetulan". Aku memang baik. Aku yakin siapapun yang terlibat dengan
Haruhi akan sama percayanya denganku. Aku ibarat seorang pemain tengah yang ber
tugas mencegat bola liar yang terlepas dari penguasaan kedua tim, sedangkan Haru
hi itu striker penyerang-hiper berdiri di posisi offside dan berlari ke arah gaw
ang. Saking offside-nya sampai-sampai lawan terdekat mungkin berkilo-kilometer j
auhnya, jadi kalaupun dia memang dapat bola, wasit garis tidak punya pilihan lai
n selain mengangkat bendera offside.
Bagi Haruhi, dia mungkin akan bilang kalau itu kesalahan si wasit garis. Dia aka
n bilang dengan wajah bersungguh-sungguh bahwa ada yang salah dengan peraturanny
a dan lalu lanjut menggiring bola, berlari melewati tiang gawang, dan menyatakan
bahwa dia berhasil mencetak angka. Kalau memang begitu, kusarankan dia jauh-jau
h dari rugby.
Untuk menghadapi tingkah lakunya yang tak peduli sama orang lain, langkah terbai
k adalah pura-pura tidak ada yang terjadi dan diam-diam meninggalkan TKP. Atau c
ukup berhenti berjuang dan nurut dengan apapun perkataannya.
Selain aku, kebanyakan teman sekelas memilih pilihan yang pertama.
Jadi setelah jam pelajaran keenam, dan tinggal satu pelajaran lagi, Okabe-sensei
dan siswa lain tak berkomentar soal bangku di belakangku yang kosong. Apa merek
a tak sadar? Atau memilih tak sadar? Atau mungkin mereka itu tak bisa diganggu h
anya untuk buang-buang waktu mengkhawatirkan hal macam begitu? Apapun itu, semua
orang setuju bahwa yang paling baik adalah membiarkan dia sendiri, jadi tak pen
ting lagi untuk tahu apa sebabnya.
Aku berjalan menuju ruang klub dengan perasaan tak enak, membawa kantong berisi
kotak-kotak itu, dan berhenti di depan ruang Klub Sastra.
Kupikir aku dengar sesuatu. "Ahh!" itu jeritan manis Asahina-san, sedangkan "Waa
h!" adalah teriakan menakutkan Haruhi. Gini lagi deh.
Kalau kubuka pintunya sekarang, mungkin aku akan lihat pemandangan yang amat men
yenangkan, tapi sebagai pria berakal sehat, kutahan hasratku dan dengan tenang m
enunggu di luar.
Setelah kira-kira lima menit, jeritan perlawanan yang lembut itu akhirnya surut,
karena toh ujung-ujungnya selalu berakhir dengan Haruhi berkacak pinggang dan t
ersenyum penuh kemenangan. Seperti kelinci yang takkan pernah bisa mengalahkan u
lar, tidak mungkin Asahina-san bisa mengalahkan Haruhi.
Kuketuk pintu.
"Masuk!"
Suara enerjik Haruhi bergaung menembus pintu. Kucoba menebak apa isi kantong ker
tas yang dia bawa tadi pagi, sambil membuka pintu, dan masuk ruang klub. Sudah d
iduga, senyum kemenangan Haruhi menyambutku, tapi aku sudah jenuh sama ekspresi
itu. Kualihkan pandanganku ke arah orang yang duduk di depan Haruhi di kursi lip
at, dan aku merasa suhu tubuhku tiba-tiba naik.
Seorang pelayan duduk di situ, melihatku dengan mata berkaca-kaca.
"..."
Rambutnya agak acak-acakan, si pelayan menundukkan kepalanya dan diam membisu se
perti Nagato. Haruhi mengikat rambut coklat si pelayan jadi dua kuncir kuda. Her
annya, Nagato tak terlihat dimanapun.
"Jadi gimana?"
Haruhi mendengus dan bertanya padaku. Apa maksud muka loe seolah-olah bilang kal
o ini semua berkat loe? Keimutan Asahina-san adalah karunia Tuhan, namun...
Aku benar-benar berpikir dia kelihatan cantik pakai kostum ini. Gimana menurut A
sahina-san ya? Dia ga akan ga setuju denganku berpikir kayak gini, kan? Walau, b
ukannya roknya agak kependekan?
Semanis jus buah 100% murni, Asahina-san si pelayan mencengkram kedua tangannya
dan menempatkannya erat pada pangkuannya, duduk kaku.
Kostum ini tampak sempurna padamu; seolah-olah dibuat khusus hanya untukmu. Berk
at itu, kutatap diam Asahina-san selama tiga puluh detik. Tiba-tiba seseorang me
nepuk bahuku dan hampir membuatku lompat ketakutan.
"Maaf soal kemarin. Kami masih harus tetap merevisi skenarionya hari ini, tapi s
aya bersikeras untuk pergi duluan karena saya tak punya kesempatan untuk bersiap
-siap dengan kalian dari awal hingga akhir kemarin."
Koizumi tersenyum dengan wajah tampannya dan kemudian memandang ke dalam ruang k
lub melewati bahuku.
"Hai."
Dia tersenyum riang.
"Kostum ini...."
Koizumi berjalan melewatiku, menaruh tasnya di meja dan duduk di salah satu kurs
i lipat.
"Amat sangat cocok denganmu."
Dia mengeluarkan pendapatnya yang paling langsung. Yah, semua orang juga tahu it
u. Yang ga gue ngerti itu ngapain ada pelayan disini di ruangan tua jelek bukann
ya di kafe atau restoran.
"Itu karena," kata Haruhi, "aku ingin Mikuru-chan pakai kostum ini di filmnya."
Emang kenapa dengan kostum maid?
"Maid ngerjain tugas tertentu aja buat orang-orang kaya di istana mereka. Pelaya
n beda, mereka muncul di sudut jalan, atau di toko-toko, dan nyedian macam-macam
pelayanan buat masyarakat umum dengan upah 730 yen per jam."
Gue ga tahu apa upah per jam itu dianggap tinggi atau rendah, tapi mau gimana ju
ga, gue pikir Asahina-san ga akan dandan jadi maid biar bisa kerja di istana. Ce
ritanya beda sih kalo Haruhi beneran bayar buat pelayanannya.
"Ga usah ngebahas hal-hal kecil! Semuanya itu tergantung sama perasaanmu, dan ak
u rasa ini keliatan bagus."
Boleh sih loe mikir gitu, tapi Asahina-san gimana?
"Mmm... Suzumiya-san... kayaknya kostum ini agak kekecilan deh buatku..."
Asahina-san mungkin kuatir celana dalamnya kelihatan, karena dia menarik kuat uj
ung roknya ke bawah. Tapi kelakuannya ini hanya bikin aku jadi lebih tidak tenan
g, dan sebelum kusadari, mataku terpancang pada titik itu.
"Menurutku ini pas kok."
Butuh banyak usaha untuk mengalihkan pandanganku dan memancangkannya pada Haruhi
, yang sedang tersenyum bagai bunga indah mekar di tengah hutan. Haruhi mengarah
kan pupil matanya, yang hanya dapat melihat apa yang ada di depannya, ke arahku.
"Konsep film kita kali ini adalah...."
Dia menunjuk punggung Asahina-san yang gemetar.
"Ini."
Apa maksud loe "ini"? Loe pengen bikin film dokumenter tentang cewek kerja paruh
-waktu di kedai teh?
"Bukan! Ga banyak serunya bikin tontonan candid kamera tentang kehidupan sehari-
hari Mikuru-chan. Kita harus bikin film tentang kehidupan sehari-hari orang yang
luar biasa, cuma gitu caranya biar filmnya jadi menarik. Bikin dokumenter tenta
ng kehidupan sehari-hari anak SMA biasa sih cuman buat muasin ego seseorang aja.
"
Menurutku Asahina-san takkan jadi puas dengan bikin film ini. Aku yakin ada oran
g lain yang egonya perlu dipuaskan, dan aku yakin kalau kehidupan sehari-hari As
ahina-san sudah cukup luar biasa, tapi kuputuskan diam saja.
"Sebagai sutradara Brigade SOS ini, akan kupikul misi menghibur masyarakat ini.
Tunggu aja! Aku akan bikin semua orang berdiri dan ngasih aku tepuk tangan!"
Diperhatikan baik-baik, kusadari bahwa ban lengan "Komandan" milik Haruhi sekara
ng telah digantikan dengan tulisan "Sutradara". Teliti banget jadi orang.
Seorang sutradara wanita yang bersemangat, seorang pemeran utama wanita yang dep
resi, dan seorang pemeran utama pria yang tersenyum penuh teka-teki seolah-olah
ia hanyalah seorang penonton, aku benar-benar tak tahu bagaimana mendeskripsikan
adegan ini. Pada saat seperti ini, pintu ruang klub terbuka.
"..."
Kukira itu orang lain, dan untuk sejenak pikiranku dipenuhi rasa ngeri. Kukira h
idupku yang singkat ini akhirnya telah mencapai ujungnya, karena bahkan Malaikat
Maut datang menjemputku. Aku bahkan mengira kalau aku ada di belakang layar fil
m dimana Salieri perlahan-lahan menghancurkan Mozart saat dia menggubah Requiemn
ya.
"..."
Wajah pucat Nagato yang biasanya muncul diam-diam dari pintu. Dia hanya menunjuk
kan wajahnya, sementara tubuhnya terselimuti kegelapan.
Aku bukan satu-satunya yang takut membisu, Haruhi dan Asahina-san tak lebih baik
, bahkan senyum Koizumi yang biasanya pun membawa sedikit rasa kengerian di dala
mnya. Nagato memakai kostum aneh yang bahkan Asahina-san pun akan merasa terkeju
t. Dia menyelubungi dirinya dengan jubah hitam, memakai topi runcing yang sama h
itam pekatnya, setelan tukang sihir yang dapat dikenali.
Dibawah pandangan membatu kami, Nagato, yang berpakaian bagai Malaikat Maut, den
gan diam berjalan ke kursi yang sudah dipesannya di pojokan, mengeluarkan tas da
n buku hardcovernya dari bawah jubahnya, dan menaruhnya di meja.
Tak mengindahkan pandangan terhenyak kami, dia mulai membaca bukunya.
Tampaknya ini kostum yang akan digunakan untuk ramalan kelasnya saat festival se
kolah.
Sebagai orang pertama yang pulih dari syok, Haruhi mencecar Nagato dengan serang
kaian pertanyaan. Dari banyak jawaban satu-katanya, kami sampai pada kesimpulan
berikut: pastinya ada seorang desainer fashion berbakat di kelasnya sehingga dap
at membuat Nagato menikmati mengenakan kostum ini kemana-mana.
Nagato memasuki ruangan dengan kostum mirip boneka yang menakutkan, apa dia diam
-diam memutuskan untuk berkompetisi dengan Asahina-san lewat caranya sendiri? Ja
lan pikirannya bahkan lebih susah dimengerti daripada jalan pikiran Haruhi!
Dibawah suasana sunyi yang tak seorangpun berani bicara, hanya Haruhi berseru se
mangat,
"Jadi akhirnya kamu ngerti toh, Yuki! Kostum ini hebat banget!"
Perlahan Nagato menggerakkan matanya ke arah Haruhi dan lalu mengembalikannya ke
bukunya.
"Kostum ini persis cocok sama konsep karakterku! Ntar kasih tau ya siapa yang ng
erancang kostum ini buat kamu, aku pengen ngirim telegram ke dia untuk berterima
kasih atas usahanya!"
Ya ampun deh, ngirim telegram ucapan terima kasih cuman bakalan bikin dia lebih
curiga, kuatir apa ada udang di balik batu. Bisa ga sih loe ngeliat secara objek
tif gimana orang mandang elo?
Haruhi sudah ada di surga ketujuh. Sambil bersenandung Rondo Turki, dia membuka
tasnya dan mengeluarkan beberapa lembar kertas hasil print. Dia kemudian membagi
-bagikan kertasnya ke kami semua, sambil berbinar bagai Kintarou yang baru saja
mengalahkan si beruang hitam.
Aku tak punya pilihan lain kecuali mengarahkan pandanganku ke kertas itu.
Di atasnya tercoret hal berikut:
"Pelayan Tempur: Petualangan Asahina Mikuru (Judul Sementara)"
- Para Pemain
- Asahina Mikuru -- Pelayan Tempur dari masa depan
- Koizumi Itsuki -- Pemuda Esper
- Nagato Yuki -- Alien Jahat
- Figuran -- semua orang lain
......Ya Tuhan, apa-apaan nih? Dia sebenarnya nebak semuanya dengan tepat.
Aku betulan syok. Aku tak tahu apakah dia punya kemampuan deduksi yang hebat, at
au dia hanya menebak asal dan benar semua. Aku bahkan curiga bahwa dia pura-pura
tidak tahu. Mampu bikin penilaian tepat seperti itu entah darimana, memangnya k
ekuatan macam apa tuh?
Aku kehilangan kata-kata sejenak, dan baru sadar ketika kudengar seseorang ketaw
a cekikikan di sebelahku. Itu pasti si Koizumi.
"Oh, begitu...."
Dia tampaknya agak senang; iri gue sama dia.
"Bagaimana saya bilangnya ya? Sudah diduga dari Suzumiya-san barangkali? Hanya S
uzumiya-san yang mampu membuat tokoh-tokoh semacam ini, hebat sekali."
Jangan senyum ke gue kayak gitu, loe bikin gue ga enak aja.
Asahina-san mencengkram tumpukan kertas A4 itu dengan kedua tangannya, yang berg
etar selagi dia menatap isinya.
"Ah......"
Dia berseru lirih dan melihat padaku, membawa ekspresi seolah-olah memohon untuk
diselamatkan. Kuperhatikan baik-baik dan menyadari bahwa matanya membawa perasa
an sedih yang amat sangat dibarengi dengan sedikit celaan, seperti kakak perempu
an yang baik yang sedang memarahi anak kecil karena berbuat nakal......Ah, gue i
ngat sekarang. Abis kejadian enam bulan lalu, gue ngasih tau Haruhi identitas as
li mereka.
Duh, ya ampun. Jadi ini salah gue?
Dengan kalut kulihat Nagato, dan melihat si Antarmuka Manusia Buatan Hidup buata
n alien, mengenakan jubah hitam dan topi runcingnya....
"...."
Masih membaca bukunya dalam diam.
"Masalahnya tidak sebesar itu kok."
Kata Koizumi optimis, aku bahkan tidak mood buat ketawa.
"Saya tahu ini tidak lucu, tapi juga tak semuanya suram."
"Gimana loe bisa tau?"
"Karena ini hanyalah pembagian tokoh untuk film. Suzumiya-san tidak benar-benar
percaya bahwa saya adalah esper, hanya di dunia film fiktif bahwa si tokoh Koizu
mi Itsuki, diperankan olehku, kebetulan adalah esper."
Koizumi terdengar seperti guru privat yang sedang mengajar murid dengan ingatan
pendek.
"Koizumi Itsuki di dunia nyata dan 'Koizumi Itsuki' yang ini adalah dua orang ya
ng berbeda. Saya kira anda tidak bisa mencampur-adukkan diriku dengan tokoh yang
saya perankan. Kalaupun ada orang yang mencampur-adukkan keduanya, orang itu bu
kanlah Suzumiya-san."
"Pokoknya gue ga bisa tenang. Ga ada jaminan kalo yang loe omongin itu benar."
"Apabila dia mencampur-adukkan dunia nyata dengan dunia fiktif, dunia ini akan s
udah berubah menjadi dunia fiksi ilmiah. Sudah saya katakan sebelumnya, Suzumiya
-san mungkin terlihat sebaliknya, tapi dia memang berpikir secara logis dalam ba
tas-batas realitas."
Tentu gue juga tau itu abisnya jalan pikiran Haruhi selalu di mode setengah-fant
asi, makanya itu gue selalu kelibat macam-macam kejadian aneh. Lebih parahnya, s
i biang kerok Haruhi bahkan ga sadar.
"Karena kita tidak memberikan bukti."
Koizumi berkata dengan tenang,
"Mungkin suatu hari keadaan akan berkembang sampai pada suatu tingkat dimana kes
adarannya takkan terelakkan lagi, tapi bukan itu masalahnya sekarang. Baguslah p
ihak-pihak yang Asahina-san dan Nagato-san wakili juga berpikiran sama, jadi say
a percaya takkan apa-apa jika kita tetap seperti ini selamanya."
Menurut gue juga kayak gitu, habisnya gue ga mau ngeliat dunia jadi ancur-ancura
n. Sayang kalo dunia kiamat sebelum gue sempat namatin video game yang dirilis m
inggu depan.
Koizumi meneruskan senyumnya,
"Daripada mengkhawatirkan dunia, anda seharusnya lebih memperhatikan dirimu send
iri. Bisa saja saya dan Nagato-san dengan mudah digantikan oleh orang lain, tapi
anda tidak begitu."
Agar Koizumi tak melihat pikiran rumitku sekarang, aku pura-pura konsentrasi men
gisi amunisi airsoft gun.
Hari ini, Haruhi menghabiskan hari dengan membuat Asahina-san mencoba kostum, me
ngumumkan pembagian tokoh untuk semuanya, dan lalu mengakhiri kegiatan hari ini.
Sebetulnya, dia sudah berencana untuk menyeret Asahina-san, berpakaian kostum p
elayannya, berkeliling sekolah, dan kemudian membuka konferensi pers untuk mempr
omosikan filmnya. Tapi karena Asahina-san hampir menitikkan airmata, kucoba sega
la hal untuk membuatnya membatalkan ide itu. Kubilang padanya bahwa di sekolah i
ni, tidak ada Kelompok Riset Berita, atau Kelompok Riset Jurnalistik, dan pastin
ya tak ada Kelompok Riset Periklanan. Haruhi melihatku, bibirnya manyun seperti
paruh burung, dan melihat ke bawah sambil berkata,
"Yah, kau benar."
Gue ga nyangka dia bakal nyerah secepat ini.
"Mendingan dirahasiain sampai saat-saat terakhir. Kyon, kamu lumayan pintar juga
dengan level kepintaran kayak gitu. Bakalan repot kalo sesuatu bocor sebelum wa
ktunya."
Ini bukan semacam film laga Hollywood atau Hong Kong; ga bakalan ada orang yang
tertarik nyuri ide-ide aneh loe itu.
"Kalau gitu Kyon, kamu bertanggungjawab mastiin pistolnya siap sedia hari ini, k
arena syuting dimulai besok. Kamu juga harus belajar gimana pake kamera. Oh iya,
kamu perlu juga cari software yang bisa mindahin video dari kamera ke komputer
biar bisa diedit, terus......"
Dan jadinya, Haruhi menyorongkan setumpuk pekerjaan padaku dan pulang sambil ber
senandung nada dari "The Great Escape".
Dia benar-benar tahu bagaimana caranya memberi banyak masalah ke orang tak pedul
i bagaimana perasaan orang itu. Beneran!
Jadi sekarang, Koizumi dan aku lagi sibuk baca buku petunjuk dan cari tahu bagai
mana menembak peluru BB dari pistol airsoft gun.
Setelah ganti baju, Asahina-san pulang dengan bahu yang terkulai. Nagato juga me
nghilang bahkan tanpa memasukan tasnya ke dalam kostum penyihir itu seakan-akan
sedang diundang ke Sabbath. Tampaknya Nagato hanya datang untuk menunjukkan kost
umnya pada kami. Melihat dari gayanya, mungkin ada makna tertentu dia melakukan
itu, walau mungkin juga dia hanya ingin datang. Dia mungkin sedang sibuk melakuk
an sesuatu di kelasnya, misalnya meramal masa depan dengan bola kristalnya.
Aku merasa sekolah semakin hari semakin hidup. Setiap hari sehabis sekolah, tero
mpet di orkestra kelas tiga tidak lagi sumbang dan mulai selaras; ada juga orang
-orang yang sedang memotong-motong tripleks dan kayu balsa di setiap pojok terse
mbunyi di sekolah; sementara itu jumlah siswa yang berpakaian aneh seperti Nagat
o makin banyak dari hari ke hari.
Biarpun begitu, ini hanyalah kegiatan sekolah yang diadakan oleh SMA perfektur b
iasa, nampaknya ini takkan menggemparkan. Menurut pendapatku, paling banyak hany
a setengah sekolah yang masih berusaha keras membuat kehidupan sekolah mereka le
bih bisa dinikmati. Kelas kami, 1-5, di lain pihak, sudah lama membuang usaha un
tuk bersenang-senang di festival. Para murid tanpa keanggotaan klub manapun mung
kin punya banyak waktu luang saat itu, dan Taniguchi serta Kunikida adalah perwa
kilan sempurna dari "Klub Pulang Sehabis Sekolah".
"Festival sekolah ini,"
Taniguchi memulai.
Waktu istirahat makan siang, aku duduk-duduk dengan dengan dua tokoh sampingan t
ak penting ini saat menyantap bekal makan siang kami.
"Emang kenapa dengan festival sekolah?"
Tanya Kunikida, Taniguchi menyingkap senyum mengerikan nan menyedihkan dibanding
kan dengan senyum elegan Koizumi,
"Emang acara super."
Bisakah anda tidak terdengar seperti si Haruhi!? Senyum di wajah Taniguchi tiba-
tiba pudar,
"Tapi ga ada hubungannya sama gue, emang nyebelin bener deh."
"Kok bisa?"
Tanya Kunikida.
"Menurut gue ini ga seru sama sekali. Dan orang-orang sok sibuk itu benar-benar
bikin gue jengkel aja, terutama yang cowo dipasangin sama cewe. Jadi pengen bunu
h mereka!"
Jadi ini toh yang namanya amarah cemburu?
"Kelas kita gimana? Ngadain survei? Huh! Boring banget deh! Paling-paling pertan
yaan-pertanyaan bodoh soal apa warna kesukaanmu! Emangnya apa coba tujuannya ngu
mpulin informasi kayak gitu?"
Kalau loe sebegitunya ga puas, kenapa loe ga ngusulin aja yang lain? Mungkin kal
o gitu Haruhi ga bakalan punya waktu buat bikin film.
Taniguchi menelan sebuah sosis dan berkata,
"Gue ga mau ngerepotin diri gue sendiri dengan ngajuin usul macam begituan. Hhh,
gue sih ga keberatan ngajuin usul, cuman masalahnya gue bakalan dijadiin ketua
panitia kalo usulnya diterima."
Kunikida berhenti memotong bolu gulungnya dan berkata, "Benar juga."
"Cuman orang-orang bego yang berani ngajuin usul, atau orang-orang punya rasa ta
nggungjawab tinggi, misalnya kalo Asakura-san masih disini."
Dia menyebutkan nama siswa yang pindah ke Kanada. Aku masih berkeringat dingin s
etiap kali kudengar nama itu. Walau Nagatolah yang membuat Asakura menghilang, a
kulah penyebab utama kepergiannya. Aku juga tak berbuat apapun untuk mencegahnya
menghilang waktu itu, jadi sudah terlambat untuk menyesalinya sekarang.
"Ah, sayang banget," ujar Taniguchi. "Kenapa juga murid sempurna, pintar kayak g
itu ninggalin kita? Dia itu alasan gue satu-satunya ngerasa bersyukur ada di kel
as ini. Sial, penasaran gue apa udah telat ya buat ngajuin permohonan pindah kel
as lain?"
"Kamu pengen kelas mana?" Tanya Kunikida, "Kelasnya Nagato? Oh, omong-omong, say
a ngeliat dia keliaran berbaju kayak tukang sihir, apa sih maksudnya itu?"
Yah, gue juga ga begitu ngerti.
"Nagato, ya...."
Taniguchi menatapku, wajahnya tiba-tiba terlihat seperti dia harus menghadapi uj
ian matematika dadakan, dan berkata seperti baru sadar sesuatu.
"Jadi kapan kejadiannya ya? Gue ngeliat loe meluk dia di ruang kelas waktu itu.
Itu mungkin salah satu skenarionya si Suzumiya. Loe sengaja ngelakuinnya buat na
kut-nakutin gue, kan? Loe ga bisa nipu gue."
Baguslah Taniguchi salah menafsirkan semuanya, beban di pundakku langsung terang
kat seketika. ......Tunggu bentar, bukankah loe masuk ke ruang kelas gara-gara l
oe lupa bawa barang? Gimana kita tau loe mau muncul? ......Tentunya, aku tidak m
emberitahukan hal ini padanya. Taniguchi itu idiot, dan tak ada gunanya memberit
ahu orang idiot kalau dia itu idiot. Bahkan kadang-kadang aku bersyukur bahwa pa
ra dewa telah membuat Taniguchi orang idiot sedari lahir.
"Ngomong-ngomong, omong kosong itu."
Kata Taniguchi dengan penuh syukur, Kunikida sibuk makan, sementara aku menengok
ke belakang. Bangku Haruhi kosong, dia ngapain lagi sekarang?
"Aku liat-liat sekolah nyari tempat buat syuting film,"
Kata Haruhi,
"Tapi ga ada lokasi yang cocok. Ga mungkin kita bisa bikin suasana kayak apapun
dalam sekolah, yuk keluar aja!"
Dia mungkin ga suka suasana dalam sekolah, tapi dia ga harus susah-payah cari te
mpat yang cocok di luar sekolah cuman gara-gara itu. Tampaknya dia bertekad bang
et bikin ini jadi gede.
"Mmm...... Sa...Saya harus ikut juga?"
Tanya Asahina-san dengan nada ketakutan.
"Iya lah. Kita ga bisa terus tanpa bintang utama kita."
"De...dengan kostum ini?"
Asahina-san gemetaran, karena seperti kemarin, dia hari ini dipaksa lagi untuk m
engenakan kostum pelayan itu, yang aku tak tahu bagaimana cara Haruhi mendapatka
nnya.
"Ya, tentu saja."
Haruhi mengangguk tanpa basa-basi, Asahina-san mendekap dirinya sendiri dan meng
geliat.
"Repot kan kalau kamu harus ganti baju terus-terusan? Kita mungkin malah ga nemu
tempat buat ganti baju disana. Jadi mendingan kamu pakai itu seharian aja, kan?
Yuk! Kita pergi!"
"Seenggaknya biarin saya pakai sesuatu diatas...."
Asahina-san memohon.
"Engga!"
"Tapi malu banget."
"Kamu harus ngerasa malu biar ngegambarin rasa malu yang halus itu! Gimana kamu
bisa menang Golden Globe kalo kayak gitu?"
Bukannya tujuan kita cuman menang kegiatan terbaik di festival sekolah?
Hari ini semua anggota Brigade SOS kumpul di ruang klub. Koizumi juga datang, sk
enario sandiwara kelasnya sudah tersusun, tersenyum melihat interaksi berat sebe
lah antara Haruhi dan Asahina-san. Nagato ada di sini juga, walaupun masalahnya
lain lagi.
"...."
Dia diam seperti biasa, itu bukan masalah, tapi dia kelihatan aneh hari ini. Ent
ah kenapa, dia lagi-lagi pakai kostum penyihir yang dia tunjukkan pada kami kema
rin. Sebetulnya dia bisa saja pakai kostum itu hanya pada hari festival sekolah,
dia tidak harus memakainya dari sekarang.
Haruhi tampaknya cinta sekali sama jubah hitam dan topi runcing Nagato.
"Peranmu sekarang adalah 'Penyihir Alien Jahat!'"
Belum apa-apa dia udah ngubah skenarionya. Kuperhatikan selagi Haruhi menjejali
tangan Nagato dengan tongkat besi, yang di ujungnya tertempel hiasan bintang, ya
ng biasanya digunakan untuk menghias pohon Natal, sementara Nagato berdiri tak b
ergerak. Untuk suatu alasan, bahkan aku pun tak keberatan si kutu buku pendiam i
ni memainkan peran penyihir alien. Mungkin peran ini lebih cocok buat Nagato dar
ipada sesuatu yang disebut Entitas Gabungan Data, karena dia memang punya kekuat
an sihir, setidaknya bagi mataku, jadi ini tak mungkin salah.
Nagato tiba-tiba mendorong ujung topinya keatas dan menatapku dengan mata tanpa
ekspresinya.
"......"
Aku khawatir tentang bagaimana Haruhi memutuskan seenaknya sendiri untuk menggun
akan kostum, yang aslinya dirancang untuk kegiatan kelas lain, untuk filmnya, ta
pi buat dia, masalah semacam ini tidak ada.
"Kyon! Kamu udah nyiapin kameranya? Koizumi-kun, aku ngandelin kamu untuk bawa p
eralatan yang disana. Mikuru-chan! Ngapain masih megangin meja? Cepetan bergerak
!"
Perlawanan lemah Asahina-san sia-sia. Haruhi hanya tinggal mencengkeram kerah be
lakang si pelayan dan menyeret sosok mungilnya menuju pintu selagi ia merengek t
anpa henti. Nagato mengikuti di belakang sambil menyeret ujung jubahnya, sementa
ra Koizumi keluar terakhir, mengedipkan sebelah mata kepadaku, dan lalu menghila
ng ke koridor.
Tepat ketika aku sedang berpikir apa masih mungkin bagiku untuk tidak ikut......
"Hei! Kita ga bisa bikin film tanpa kameramen!"
Haruhi menjulurkan tubuh atasnya di pintu yang terbuka dan membentak keras padak
u dengan mulut menganga. Melihat "Sutradara Agung" tertulis di ban lengan di len
gan kiri Haruhi, tiba-tiba aku punya perasaan buruk.
Kayaknya nih cewek benar-benar serius soal ini.
Haruhi yang menamakan dirinya "Sutradara Agung", kendatipun tak punya pengalaman
menyutradarai apapun sebelumnya, memimpin di depan; si pelayan imut menundukkan
kepalanya dan mengikuti, sementara si penyihir muda yang suram membuntuti dari
belakang bagaikan bayangan. Koizumi membawa kantong-kantong kertas dan tersenyum
cerah...... Aku berusaha sekeras yang kubisa untuk berada sejauh mungkin selagi
membuntuti kelompok eksentrik ini.
Setelah menarik perhatian sekolah saat berjalan maju, parade kostum Halloween in
i menjadi pusat perhatian begitu melangkah keluar dari sekolah. Asahina-san berj
alan dengan sedih di antara kami. Setelah dua menit berjalan, dia menundukkan ke
palanya rendah-rendah, tiga menit dan dia merona hebat, lima menit kemudian, dia
melayang di udara tipis bagaikan hantu stress.
Haruhi berjalan di depan tersenyum berseri-seri seolah-olah langit akan runtuh,
bersenandung lagu tema dari "Heaven and Hell". Aku tak tahu kapan dia menyiapkan
nya, yang jelas kulihat dia membawa toa kuning di tangan kanannya, dan kursi sut
radara di tangan kirinya, melangkah gagah berani bagaikan pasukan Mongol yang be
rgerak ke arah barat menyeberangi padang rumput. Selagi aku berpikir dimana dia
selanjutnya akan menyerang, aku sadar bahwa kami telah sampai di stasiun kereta.
Haruhi membeli lima karcis dan membagikannya masing-masing kepada kami, lalu be
rbaris tanpa basa-basi ke arah pintu tiket putar.
"Bentar."
Perlawanan lemah Asahina-san sia-sia. Haruhi hanya tinggal mencengkeram kerah be
lakang si pelayan dan menyeret sosok mungilnya menuju pintu selagi ia merengek t
anpa henti. Nagato mengikuti di belakang sambil menyeret ujung jubahnya...
Kusuarakan keberatanku sebelum Asahina-san sempat bicara. Kuarahkan telunjukku p
ada si pelayan berok mini, yang menarik semua pandangan dari mana-mana, dan pada
si penyihir berjubah hitam, yang hanya berdiri seperti penonton, dan berkata,
"Loe ngebiarin mereka naik kereta dengan baju kayak gitu?"
"Ada masalah?" Haruhi pura-pura tak mengerti dan membantah, "Kalo mereka ga pake
apa-apa, mereka mungkin akan ditahan. Tapi mereka kan pake baju! Atau kamu piki
r mungkin kostum bunny girl lebih cocok? Kenapa ga bilang dari tadi? Aku ga kebe
ratan ganti judul sementaranya jadi 'Bunny Girl Tempur'!"
Ini seharusnya ga datang dari orang yang sengaja bawa-bawa orang berkostum pelay
an...... Ngomong-ngomong, gue pikir loe bilang kalo loe udah beres mikirin konse
p filmnya? Gue ga terlalu yakin, tapi emangnya bisa loe ngubah konsep filmnya ka
panpun loe mau?
Aku berusaha sekuat tenaga untuk menebak apa yang sutradara kami pikirkan.
"Kemampuan beradaptasi dengan keadaan itu vital. Begitulah caranya kehidupan di
muka bumi berevolusi sampai hari ini melalui survival of the fittest. Kamu bakal
punah kalo kamu berhenti mikir! Kita harus belajar beradaptasi biar bisa bertah
an hidup!"
Adaptasi ke apa? Kalau alam itu berakal, gue yakin hal pertama yang dilakukannya
adalah ngusir Haruhi keluar dari atmosfir bumi.
Koizumi telah diciutkan jadi budak tersenyum yang bertugas membawa peralatan, Na
gato tetap diam, sementara Asahina-san terlalu lelah untuk bicara apapun. Dengan
lain kata, hanya akulah yang berbicara.
Betapa aku berharap ada seseorang yang mau memikirkan jalan keluar dari ini.
Tampaknya kini Haruhi mengartikan kebisuan kami sebagai kami tergerak ke berpiki
r keras oleh pidatonya.
"Ah, itu dia keretanya! Mikuru-chan, ayo pergi! Pertunjukan akan segera dimulai!
"
Seperti polisi yang menggiring penjahat wanita dengan motif yang patut dikasihan
i, Haruhi mendorong bahu Asahina-san ke arah pintu putar.
Keluar dari stasiun, kusadari bahwa ini adalah stasiun yang kami kunjungi di lai
n hari, karena komplek ruko tepat di depan. Sebelum aku sempat curiga, aku sadar
Haruhi bahkan mendatangi toko yang tepat sama dengan toko yang sudah dia datang
i. Itu adalah toko elektronik tempat dia berhasil mendapatkan kamera.
"Aku datang sesuai janji!"
Haruhi masuk dengan semangat, si pemilik toko menjulurkan kepalanya dan mendarat
kan pandangan pada Asahina-san.
"Hoho."
Si manajer menatap si pemeran utama dengan senyum mupeng, sementara Asahina-san
berdiri kaku seperti karakter game tarung yang baru saja menghabiskan seluruh ja
tah jurus spesialnya. Si pemilik toko lalu berkata,
"Dia cewek dari hari kemarin? Dia benar-benar kelihata beda hari ini, hoho. Kala
u gitu kami ngandelin kamu."
Ngandelin apaan? Reflek aku ingin maju selangkah dan melindungi Asahina-san, yan
g gemetaran, di belakang punggungku, tapi aku didorong kebelakang oleh Haruhi se
belum aku sempat melakukannya.
"Rapat sekarang akan dimulai, semuanya dengar."
Dengan senyum yang sama setelah memenangkan lomba lari estafet antar kelas waktu
pesta olahraga, Haruhi mengumumkan,
"Sekarang kita akan mulai syuting iklannya!"
"Pe... pemilik toko ini, mm, dia sangat murah hati dan ramah. Toko ini sudah dib
uka oleh kakek pemilik Eijirou-san, dan mereka menjual apapun dari baterai sampa
i kulkas. Oh, dan...... mm......"
Si pelayan tersenyum kaku saat berusaha sebaik mungkin membaca dari naskah, seme
ntara Nagato berdiri di sebelahnya memegang papan plastik bertuliskan "Elektroni
k Oomori". Kedua orang ini kini tertangkap dalam bidikan kameraku.
Asahina-san memberi senyum yang amat kikuk, memegang mikrofon yang bahkan kabeln
ya tak terpasang.
Koizumi berdiri di sebelahku dan tersenyum kecut sambil membawa plakat yang bert
uliskan naskah. Plakat ini sebenarnya adalah buku sketsa tempat Haruhi menuliska
n naskah yang bahkan tanpa dipikirkannya beberapa saat lalu. Koizumi membalikkan
halaman demi halaman buku sketsa itu sesuai dengan kecepatan membaca Asahina-sa
n.
Kami berdiri di luar pintu masuk toko elektronik, yang berada tepat di tengah-te
ngah komplek ruko.
Haruhi duduk menyilangkan kaki di kursi sutradara, dan merengut melihat akting A
sahina-san.
"OK, cut!"
Dia menepak toa ke telapak tangannya dan berkata,
"Tadi itu benar-benar ga ada emosi sama sekali. Kenapa kamu ga bisa nyampeinnya
sih? Sama sekali ga ada feeling soal 'itu'"
Katanya sambil menggigit-gigit kukunya.
Terhenyak, aku berhenti merekam. Menggenggam mikrofon dengan kedua tangan, Asahi
na-san juga menghentikan apa yang sedang dia lakukan. Nagato dari awalnya tidak
bergerak, sementara yang bisa dilakukan Koizumi hanyalah tersenyum.
Para pejalan kaki di komplek ruko ini sekarang berkumpul di belakang kami karena
kepengin tahu.
"Mikuru-chan, ekspresimu terlalu kaku. Kamu perlu senyum dengan lebih alami, dar
i lubuk hatimu yang terdalam. Pikirkanlah sesuatu yang menyenangkan, bukannya ka
mu lagi senang sekarang? Kamu kan dipilih jadi pemeran utama cewek! Ga ada hal y
ang lebih menyenangkan dari ini seumur hidup kamu!"
Ingin sekali kuberi tahu dia, Berhenti konyol-konyolan napa!
Kalau aku harus meringkas percakapan antara Haruhi dan si pemilik toko menjadi d
ua baris, aku yakin akan seperti ini:
"Waktu kami syuting film, kami akan bikin iklan buat toko ini juga. Jadi bisakah
anda meminjamkan kami kamera?"
"Boleh, tak masalah."
Si pemilik toko rupanya diperdaya untuk benar-benar mempercayai kata-kata manis
Haruhi, sementara Haruhi rupanya sudah gila karena menaruh iklan di tengah-tenga
h film. Aku belum pernah nonton film dimana pemeran utama wanita harus jadi juru
bicara sebuah produk komersial. Aku tak keberatan kalau itu hanya penempatan pr
oduk biasa dengan cara menampilkan nama toko di latar belakang beberapa adegan,
tapi sekarang kami malah bikin iklan bukannya bikin film.
"Aku tahu!"
Haruhi tiba-tiba berseru. Apa yang loe tahu sekarang!?
"Rasanya emang aneh ngeliat pelayan keluar dari toko elektronik."
Kali karena kostum yang loe pilih?
"Koizumi-kun, ambilin kantong itu. Yang lebih kecil di sebelah sana."
Haruhi menerima kantong kertas yang disodorkan Koizumi, lalu menyambar tangan As
ahina-san yang termenung dan berjalan menuju toko.
"Manajer! Apa ada tempat buat ganti baju? Mmm, dimanapun bisa. Di kamar mandi ju
ga boleh. Beneran? Kalau gitu kami pake gudangnya!"
Bahkan tanpa ragu-ragu, dia lalu menyeret Asahina-san dan menghilang ke dalam to
ko. Asahina-san yang malang bahkan tak punya kekuatan untuk melawan, dan hanya b
isa menurut dengan rikuh selagi dia diseret oleh kekuatan menakjubkan Haruhi. Mu
ngkin dia siap melakukan apapun yang Haruhi minta asalkan dia bisa melepas kostu
m itu.
Koizumi, Nagato dan aku ditinggal di luar dengan tiada kerjaan. Nagato memakai k
ostum hitamnya dan lanjut mengangkat papan plastiknya sambil menatap kamera. Lum
ayan hebat juga lengannya tak pernah lelah.
Koizumi tersenyum lirih kepadaku.
"Tampaknya saya belum akan tampil dalam waktu dekat ini. Saya ikut sandiwara kel
as hanya karena semua orang di kelas memilihku, sudah melelahkan berusaha mengha
pal semua dialognya, jadi saya memang berharap tidak ada banyak dialog untuk tok
oh yang kuperankan ini. ......Bagaimana menurutmu? Mengapa anda tidak mencoba me
njadi pemeran utama pria?"
Si Haruhi yang nentuin siapa meranin siapa, jadi loe harus tanya ke dia.
"Apakah anda kira saya sanggup melakukan tugas mengerikan seperti itu? Saya tak
berani membayangkan seorang aktor menasihati produser eksekutif dan sutradara te
ntang apa yang harus dilakukan, karena perintah Suzumiya-san adalah mutlak. Saya
bahkan tak berani membayangkan tindakan balasan apa yang akan dilakukannya pada
ku kalau saya berbuat semacam itu."
Yah, sama dong dengan gue! Apa loe lagi bilang itu alasannya kenapa gue mau jadi
kameramen? Lagian, kita ga lagi syuting film, tapi iklan lokal buat toko lokal.
Ada batasnya tau mamerin rasa kepemilikan elo ke lingkungan.
Aku menebak sebuah adegan edan sedang dimainkan saat ini juga di bagian belakang
toko. Aku bisa membayangkan rupa wajah Haruhi ketika dia menelanjangi Asahina-s
an yang tak berdaya. Aku pengen tau apa yang dia suruh Asahina-san pakai kali in
i, kenapa sih dia ga pakai baju-baju itu sendiri? Lagian tubuhnya sama amboinya
dengan Asahina-san, dia mikir ga sih ngebintangin filmnya sendiri?
"Sori dah nungguin!"
Dua orang keluar dari toko, Haruhi tetap memakai seragamnya tentu saja, sementar
a pemandangan lainnya seketika membuatku melakukan pesiar ke jalur ingatan. Suda
h enam bulan ya? Cepet banget waktu berlalu! Banyak banget yang udah terjadi dar
i waktu itu! Turnamen baseball amatir, mansion pulau terpencil...... Sekarang ba
ru kepikiran, semua itu jadi ingatan indah. ......Kok bisa ya?
Pakaian itu adalah pertunjukan debut Asahina-san, pakaian yang membuat Asahina-s
an dan Haruhi seketika jadi bahan pembicaraaan di sekolah. Kostum sangat buka-bu
kaan yang membuat Asahina-san terluka secara emosional.
Bunny girl yang tak bercela, yang sempurna merah merona dengan mata berkaca-kaca
, dan tersipu malu mengikuti Haruhi di belakangnya selagi telinga kelincinya ber
ayun kesana-kemari.
"Sip, itu yang namanya sempurna. Memang lebih bagus bikin iklan pake kostum bunn
y girl,"
Kata Haruhi dengan ambigu dan mengamati Asahina-san, memberikan senyum kepuasan.
Asahina-san hanya terlihat trauma, seolah-olah setengah rohnya terbang keluar d
ari bibir merah ceri setengah terbukanya.
"Mikuru-chan, ayo mulai sekali lagi. Kamu udah hapal naskahnya, aku yakin. Kyon,
putar kameranya."
Siapa juga yang punya mood ngedengerin dia pas dia berpakaian kayak gitu? Pas fi
lm ini diputar, gue yakin penonton cuman bakalan merhatiin bunny girl yang diper
ankan Asahina-san aja. Beruntung kalo layarnya ga kebakar oleh pelototan para pe
nonton.
"Dan, take 2!"
Haruhi berteriak dan menepak tajam toanya.
Akhirnya, syuting iklan toko elektronik dibintangi oleh Asahina-san, yang tersen
yum dan menangis pada saat bersamaan sambil dipermainkan oleh Haruhi, sudah sele
sai. Semua ini terasa seperti menonton pegulat asing yang dimanipulasi oleh agen
jahat di setiap pertandingan.
Tapi, sampai di titik ini, aku sadar kami sebelumnya telah mengunjungi toko yang
lainnya. Aku bahkan tak perlu berspekulasi, karena Haruhi sudah berpikir untuk
membuat iklan buat mereka juga.
Asahina-san menjadi "Ah~!" dan "Kyaa~!" dengan imutnya sewaktu dia diseret Haruh
i di sepanjang komplek ruko. Sementara itu Nagato mengikuti pelan-pelan di belak
ang Koizumi dan aku seperti momok dengan ekspresi penyihir datar yang biasanya.
Kutaruh jaketku di punggung Asahina-san yang terbuka, berusaha menghiburnya. Mun
gkin melakukan ini hanya menambah perhatian sekitar lebih banyak lagi. Lagipula,
dunia ini dipenuhi orang-orang dengan cita rasa aneh. Omong-omong biar kuperjel
as, itu bukan seleraku.
Kami pergi ke toko airsoft gun yang kedua dan mengulangi apa yang kami lakukan s
ebelumnya. Dibawah pengawasan mata-mata penonton penasaran, Asahina-san melihat
dengan berurai airmata kepadaku -- lensa kamera, maksudnya.
"To... Toko airsoft gun ini dibuka oleh Yamatsuchi Keiji-san, umur 28, yang meng
abaikan keberatan orang tuanya dan meninggalkan hidupnya sebagai pekerja berkera
h-putih...... Untuk menggapai mimpinya...... Seperti yang sudah diduga, penjuala
n tidak tumbuh seperti yang diharapkan. Penjualan untuk setengah tahun ini hanya
80% dari tahun lalu, dan kurva penjualan jatuh ke sudut kanan bawah grafik.....
. Oleh karena itu... Dimohonkan untuk datang dan melihat-lihat!"
Omongan Asahina-san benar-benar ga meyakinkan. Apa si pemilik Yamatsuchi-san bak
alan nerima iklan kayak gini? Dia mungkin bakalan tambah murung dari sebelumnya
sekarang. Lagian siapa juga yang mau diperlakukan dengan omongan macam begitu sa
ma anak SMA?
Si bunny girl sekarang dipaksa membidik senapan airsoft gun yang dia pegang keat
as.
"Tolong jangan arahin ini ke orang, coba ke kaleng kosong aja!"
Nagato berdiri dibelakang menatap kosong ke depan, memegang papan plastik yang b
ertuliskan "Toko Airsoft Gun Yamatsuchi". Pemandangan yang sureal banget. Abisny
a Asakura Ryouko kelihatan kayak manusia normal beremosi, yang berarti ga semua
Antarmuka Manusia Buatan bikinan alien bertingkah-laku kayak robot. Kayaknya Nag
ato berperangai kayak gitu cuman karena dia diprogram begitu dari awal.
Asahina-san sekarang membidik senapan itu ke kaleng kosong di tanah dan menembak
nya.
"Ah! Kurasa akan menyakitkan kalau kena tembak! Ahhh~~!!!"
Asahina-san berteriak malu-malu sewaktu kaleng alumunium pelan-pelan jadi penyok
seperti sarang lebah. Demonstrasi tembak menembak ini menyebabkan kegaduhan dia
ntara para penonton, walau akurasi bidikan Asahina-san cuma 1% saja.
Entah bagaimana aku merasa merekam adegan-adegan seperti ini ke kamera DV itu be
nar-benar tiada gunanya. Aku merasa menyesal pada Asahina-san dan orang yang men
desain kamera ini, karena kamera ini tak seharusnya dipakai syuting adegan bodoh
macam begini.
Dan akhirnya hari berakhir setelah syuting dua iklan bodoh telah selesai.
Kami kembali ke sekolah dulu untuk mendengar pengumuman Haruhi tentang jadwal sy
uting mendatang.
"Karena besok, sabtu, itu libur, semuanya harus datang pagi-pagi. Kita ketemuan
jam sembilan di depan stasiun Kitaguchi, kalian dengar?"
Tapi, iklannya aja udah 15 menit. Emang durasi filmnya mau berapa lama? Ga ada o
rang yang bisa ngabisin film tiga jam yang diputar di festival sekolah, dan gue
juga ga optimis soal bakal dapet box-office.
Aku berpikir seperti itu ke diriku sendiri ketika menyadari bagaimana stresnya A
sahina-san. Dia naik kereta berpakaian seperti pelayan ketika keluar, dan kembal
i sebagai bunny-girl. Saat ini, sedang ganti baju ke seragam sekolahnya, dia sek
arang berlutut di lantai kelihatan benar-benar capek. Kalau begini terus, pemera
n utama wanita akan ketiduran waktu syuting.
Kuhabiskan teh genmaicha yang Koizumi siapkan sebagai pengganti Asahina-san, yan
g mengistirahatkan kepalanya di meja terlihat letih, dan berkata,
"Haruhi, bisa ga loe pikirin kostum laen yang bisa dipake Asahina-san? Bukannya
banyak tuh kostum tempur yang cocok sama kejadiannya? Kayak kostum militer ato k
ostum cheerleader?"
Haruhi mengayunkan tongkat penunjuk yang tertempel bintang diujungnya dan berkat
a,
"Ga ada originalitasnya kalo pake kostum begituan. Cuman dengan pake baju pelaya
n penonton bisa berseru 'Ooohhh!' Penting lho nggenggam apa yang penonton pikirk
an. Itu tau yang namanya konsep!"
Aku benar-benar penasaran apa dia itu mengerti konsep itu apa, yang bisa kulakuk
an hanyalah mendesah.
"Udahlah...... Kesampingkan itu dulu aja. Kenapa pemeran utama wanitanya musti d
atang dari masa depan? Gue ga ngerti apa bedanya buat cerita!"
Asahina-san sedikit menggigil ketakutan sambil bersandar di meja. Haruhi tak men
yadari itu, jelas dia tak menyerah,
"Kita pertimbangkan hal-hal macem begituan ntar lagi aja, kita kuatirin kalo ada
seseorang yang nyampein kecemasannya."
Bukannya tadi gue nyampein kecemasan? Jawab pertanyaannya!!!
"Kalo misal ga ketemu jawaban setelah dipertimbangkan, mendingan dibiarin aja! L
agian ga masalah juga. Yang penting itu menarik!"
Asalkan elo bisa bikin itu menarik. Apa coba kemungkinan elo bikin film yang men
arik? Apa coba gunanya bikin film yang cuma bikin sutradara anggap menarik? Loe
berusaha dinominasiin di Penghargaan Golden Raspberry?
"Apa maksudnya tuh? Aku cuman punya satu tujuan, yaitu dapetin suara sebagai keg
iatan terbaik festival sekolah! Kalo bisa, aku ga keberatan dapet Golden Globe.
Biar bisa ngedapetin tujuan itu, adalah penting Mikuru-chan pake kostum yang ben
ar!"
Aku tak habis pikir kok bisa-bisanya ada orang yang cerewet sekali soal begituan
. Aku menduga Haruhi itu terpaksa melakukan ini setelah marah-marah nonton film
busuk yang entah bagaimana menang penghargaan Golden Globe.
Aku mendesah lagi dan melihat ke samping. Berpakaian serba hitam, Nagato sudah k
embali ke sudutnya di ruang klub dan sekali lagi memanjakan dirinya dalam dunia
bukunya. Dia itu kenapa sih? Apa dia bakal mati kalo ga baca apa-apa di ruangan
ini?
"Tunggu bentar."
Melihat pada alien yang cinta membaca, tiba-tiba aku kepikiran sesuatu.
"Hei, gue masih belum liat naskah filmnya."
Bukan cuman naskahnya aja yang hilang, aku bahkan tak tahu cerita apa itu. Yang
kutahu hanyalah Asahina-san itu pelayan dari masa depan, Koizumi itu pemuda espe
r, sementara Nagato adalah penyihir alien jahat.
"Ga butuh."
Apa sih yang Haruhi pikirin!? Tiba-tiba dia menutup matanya dan menunjuk keningn
ya dengan bintang tongkat penunjuknya,
"Karena se~~muanya ada disini, naskah dan storyboardnya. Kamu ga usah khawatir s
oal apapun, aku bakal pikirin semua adegan yang perlu difilmkan buat kamu."
Pernyataan yang berani. Elo tau yang seharusnya ga usah mikirin apa-apa dan beng
ong ngeliat keluar jendela. Kalo loe sedikit lebih ramah dan serius, loe bisa be
rsaing sama Asahina-san tanpa ada suatu masalah pun.
"Besok guys! Ayo maju tak gentar ke depan. Untuk supaya meraih kemenangan, seseo
rang harus mulai dari sisi mentalnya. Itu adalah cara tercepat untuk berjaya tan
pa harus ngeluarin duit! Ketika kamu ngebebasin dirimu dari belenggu benakmu, ka
mu akan bisa ngebebasin potensimu yang kamu pun ga tau itu ada. Itu caranya!"
Yang kayak gitu mungkin bisa jalan di komik-komik silat itu, tapi segimanapun lo
e berusaha keras buat muntahin gimana caranya ngontrol keadaan pikiran atau gima
na caranya go internasional, masih jauh jalannya sebelum tim sepakbola Jepang bi
sa menangin World Cup.
"Hari ini sampe disini aja! Nantikan aja besok! Kyon, jangan lupa kamera, perlen
gkapan dan kostumnya. Tepat waktu ya semuanya!"
Haruhi lalu mengambil tasnya sekuat tenaga dan berlari keluar ruangan. Selagi se
nandung lagu tema "Rocky" makin melemah di koridor, kulihat dongkol setumpuk per
alatan yang harus kubawa. Harus ke komunitas mana gue komplain soal tindakan tir
ani sutradara ini?
Sejauh hari ini, kehidupan sekolah kami senormal yang didapatkan, hanya saja dib
umbui, ke tingkat yang hampir lepas kontrol, oleh entusiasme-berlebihan Haruhi d
alam pembuatan filmnya. Kalau diadakan survey di SMA-SMA seluruh negeri, aku yak
in memang ada orang lain yang seeksentrik kami. Dengan kata lain, mereka hidup d
i kehidupan "normal".
Aku tidak diserang oleh umat Nagato; aku tidak menjelajah waktu dengan Asahina-s
an; dan aku tidak berjumpa dengan raksasa mana pun yang bersinar seperti potonga
n jamur biru; terakhir, aku takkan pernah mengalami misteri pembunuhan dengan ke
benaran konyol tersembunyi di dalamnya.
Hanya kehidupan sekolah yang biasa.
Ketika festival sekolah makin mendekat, kegirangan Haruhi kini mencapai titik di
dih. Endorfin di dalam otaknya kini berputar secepat hamster di roda latihan, di
cambuk untuk lari mendekati kecepatan Mach.
Toh, itu semua normal.
......Sejauh ini, tentunya.
Dipikir baik-baik, aku yakin Haruhi mungkin sudah bisa mengontrol dirinya sendir
i dengan caranya sendiri. Dipikir lebih jauh, aku sadar kalau kami belum merekam
satu frame pun untuk film. Yang kamera digital simpan hanyalah potongan video t
entang Asahina-san berpakaian bunny girl mengiklankan toko elektronik dan toko a
irsoft gun lokal. Film Brigade SOS yang disutradarai Haruhi bahkan tidak punya r
angka; ceritanya pun masih misteri.
Barangkali lebih baik kalo tetap jadi misteri.
Kalaupun kami akhirnya mempertontonkan film dokumenter tentang Asahina-san mempe
rkenalkan toko-toko di komplek ruko-ruko lokal, takkan jadi masalah sama sekali.
Sebetulnya, bukannya film macam begini yang akan lebih baik menarik penonton? L
agipula, menguntungkan ekonomi daerah untuk komplek ruko-ruko itu, sehingga dapa
t dua burung dengan satu batu. Ah iya, bikin saja program spesial periklanan Asa
hina Mikuru! Kupikir aku lebih suka yang itu. Sebagai kameramen, maksudku adalah
perkataanku.
Tapi mengenal Haruhi lebih daripada orang lain, dia takkan puas dengan itu. Dia
akan terus maju, melakukan apa yang dia niatkan. Dia bukan tipe orang yang akan
menyerah di tengah jalan. Sungguh cewek menyusahkan yang memegang teguh prinsipn
ya!
Dan jadinya, dari hari kedua seterusnya, kami sekali lagi berjumpa dengan situas
i aneh dan mengerikan. Aku tak tahu bagaimana mendeskripsikannya... Gimana sih H
aruhi ngungkapinnya lagi?
Ketika kamu ngebebasin dirimu dari belenggu benakmu, kamu akan bisa ngebebasin p
otensimu yang kamu pun ga tau itu ada. ......Semacem itu lah.
Masuk diakal.
Tapi, Haruhi,
Kenapa sih cuman elo orang yang kemampuan potensialnya dibebasin?
Terus loe sendiri ga sadar lagi.

Anda mungkin juga menyukai