BAHASA AL-QURAN, DI UIN SUNAN AMPEL SURABAYA Diajukan untuk Memenuhi Tugas UAS Ilmu al-Lughah at-tatbiqi
Oleh : Ibnu maruf (D02212009)
Dosen Pengampu :
H. Muhammad Thohir, S.Ag. M.Pd
PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2014 BAB I 2
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sosiolinguistik merupakan ilmu antar disiplin antara sosiologi linguistik, dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kajian yang sangat erat. Sosologi berusaha mengetahui bagaimana masyarakat itu terjadi, berlangsung, dan tetap ada. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Menurut pandangan sosiolinguistik, bahasa mengandung berbagai macam variasi sosial yang tidak dapat dipecahkan oleh kerangka teori struktural, dan terlalu naif bila variasi-variasi itu hanya disebut performasinya.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan diteliti dalam kajian ini adalah sebagai berikut: 1. Apa pengertian dari analisis wacana ? 2. Apasajakah yang melatarbelakangi terjadinya perbedaan bahasa antara bahasa al-quran dan bahasa sehari-hari ? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengertian dari analisis wacana 2. Mendeskripsikan latar belakang terjadinya penggunaan bahasa sehari-hari yang berbeda dengan bahasa al-quran ?
3
BAB II KAJIAN TEORI 1. Pengertian Wacana Wacana adalah rangkaian ujaran lisan maupun tulisan yang mengungkapkan suatu hal, disajikan secara teratur (memiliki kohesi dan koherensi), dibentuk oleh unsur segmental dan nonsegmental bahasa. Mempelajari wacana berarti pula mempelajari bahasa dalam pemakaian. Di samping itu, pembicaraan tentang wacana membutuhkan pengetahuan tentang kalimat dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kalimat. Untuk mencapai wacana yang kohesi dan koherensi diperlukan alat-alat wacana. Baik yang berupa alat gramatikal , aspek semantik,atau gabungan keduanya. Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan agar suatu wacana menjadi kohesi, antara lain adalah (a) konjungsi, (b) kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforis, (c ) menggunakan elipsis (Chaer, 1994). Penggunaan aspek semantik juga dapat dilakukan agar suatu wacana menjadi kohesi dan koherensi. Menurut Chaer hal ini dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: (1) menggunakan hubungan pertentangan antarkalimat, (2) menggunakan hubungan generik-spesifik atau sebaliknya spesifik-generik, (3) menggunakan hubungan perbandingan antara dua kalimat dalam satu wacana, (4) menggunakan hubungan sebab akibat antara dua kalimat, (5) menggunakan hubungan tujuan dalam satu wacana, dan (6) menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua kalimat dalam satu wacana. Jenis-jenis Wacana Wacana dapat dikaji dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasi, cara pemaparan, dan jenis pemakaian. Menurut realitasnya, wacana dapat digolongkan atas wacana verbal dan nonverbal. Berdasarkan media komunikasinya, wacana dapat diklasifikasikan atas wacana lisan dan tulisan. Berdasarkan cara pemaparannya, wacana dapat digolongkan atas wacana naratif, deskriptif, prosedural, ekspositori, dan hortatori. Sedangkan darisegi jenis pemakaiannya, wacana dapat kita klasifikasikan atas wacana 4
monolog, dialog, dan polilog. Jenis-jenis wacana tersebut dapat ditabelkan seperti di bawah ini SUDUT PANDANG JENIS WACANA Eksistensi/realitas verbal nonverbal Media Komunikasi lisan tulisan Cara Pemaparan naratif deskriptif prosedural ekspositori hortator Jenis Pemakaian monolog dialog polilog Analisis Wacana Dalam studi wacana kita tidak hanya menelaah bagian-bagian bahasa sebagai unsur kalimat, tetapi juga harus mempertimbangkan unsur kalimat sebagai bagian dari kesatuan yang utuh. Di Eropa penelitian wacana dikenal sebagai penelitian texlinguistics atau textgrammar. Para sarjana Eropa tidak membedakan teks dari wacana; wacana adalah alat dari teks (Djajasudarma, 1994). Analisis wacana dapat dilakukan pada wacana dialog maupun monolog. Analisis wacana dialog atau wacana percakapan dapat dibagi dua macam, yaitu analisis pada dialog sesungguhnya (real conversation) dan dialog teks. Analisis wacana pada dialog sesungguhnya adalah analisis pada percakapan spontan yang ditunjang dengan segala 5
situasinya, dialog jenis ini dilakukan dengan cara tatap muka. Selain itu, percakapan di sini bukan merupakan percakapan imitasi atau hafalan dari suatu teks seperti drama. Analisis pada dialog teks adalah analisis pada percakapan imitasi. Percakapan imitasi terjadi jika suatu teks dilatihkan sebagai bahan percakapan, seperti teks drama, film, dan percakapan lain yang dituliskan. Dialog jenis ini pun memerlukan tatap muka. Namun, kalau teks itu tidak dipercakapkan maka tatap muka tidak diperlukan. Menurut Jack Richard dalam Syamsudddin dkk., hal-hal pokok yang harus menjadi perhatian analisis wacana dialog, yaitu aspek : 1) kerjasama partisipan percakapan, 2) tindak tutur, 3) penggalan pasangan percakapan, 4) pembukaan dan penutupan percakapan, 5) pokok pembicaraan, 6) giliran bicara, 7)percakapan lanjutan, 8) unsur tatabahasa percakapan, dan 9) sifat rangkaian percakapan. Bentuk bahasa lisan atau tulisan yang tidak termasuk dalam lingkup percakapan atau tanya jawab digolongkan sebagai jenis wacana monolog. Yang termasuk jenis ini antara lain, pidato, dan khotbah, yang dituliskan. Selain itu juga berita yang tertuang dalam bentuk teks seperti surat kabar, sepucuk surat, dan lain-lain. Analisis wacana ini sebenarnya banyak kesamaannya dengan analisis dialog. Namun, pada wacana monolog tidak ada aspek: tatap muka, penggalan pasangan percakapan, dan kesempatan berbicara. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis wacana monolog adalah hal-hal yang berhubungan dengan (1) rangkaian dan kaitan tuturan (cohesions and coherents) (2) penunjukan atau perujukan (references), dan (3) pola pikiran dan pengembangan wacana (topic and logical development). 6
Masyarakat bahasa dan variasi bahasa Berdasarkan segi penutur, variasi bahasa Corder dalam Alwasilah menyatakan bahwa suatu masyarakat bahasa atau masyarakat ujaran adalah sekelompok orang yang satu sama lain bisa saling mengerti sewaktu mereka berbicara. Sedangkan Fishman menyatakan suatu masyarakat bahasa adalah satu masyarakat yang semua anggotanya memiliki bersama paling tidak satu ragam ujaran dan norma-norma untuk pemakaiannya yang cocok. Dari definisi ini jelaslah bahwa persetujuan dari para anggota masyarakat suatu bahasa tentang penggunaan kata-kata untuk merujuk pada makna tertentu sangat memegang peranan penting. Dalam definisi Fishman malah ditambahkan tentang kesamaan norma-norma dalam pemakaiannya. Jika ada penutur yang tidak menggunakan norma-norma pemakaian bahasa tersebut maka kemungkinan besar penutur tersebut akan sulit berkomunikasi dalam masyarakat itu. Pada prinsipnya menurut Alwasilah, masyarakat bahasa itu terbentuk karena adanya saling pengertian, terutama karena adanya kebersamaan dalam kode-kode linguistik (seperti sistem bunyi, sintaksis, dan semantik). Hal senada juga dikemukakan oleh Bloomfield yang menyatakan bahwa sekelompok orang yang menggunakan sistem tanda-tanda ujaran yang sama disebut satu masyarakat bahasa Sekarang, jika pedoman yang digunakan untuk menentukan masyarakat bahasa adalah segi sosial psikologi merasa menggunakan bahasa yang sama, maka konsep masyarakat bahasa dapat menjadi luas atau sempit. Masyarakat bahasa Inggris akan sangat luas, melewati batas benua. Keadaan masyarakat Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika memungkinkan masyarakatnya menjadi anggota masyarakat bahasa ganda. Maksudnya, selain menjadi anggota masyarakat bahasa Indonesia, pada umumnya orang Indonesia pun menjadi anggota masyarakat bahasa daerahnya. Variasi Bahasa Masyarakat sebagai pengguna bahasa terdiri atas berbagai anggota yang memiliki berbagai latar belakang. Baik latar belakang usia, jenis kelamin, pendidikan, maupun pekerjaan. Setiap anggota masyarakat tersebut tentu saja melakukan kegiatan yang beragam pula. Atau secara sederhana dapat dikatakan kita semua memiliki urusan masing-masing. 7
Keberagaman latar belakang dan kegiatan kita sebagai anggota masyarakat akhirnya berdampak pula pada keragaman bahasa yang kita gunakan sebagai alat komunikasi. Cabang linguistik yang berusaha menjelaskan ciri-ciri variasi bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri variasi bahasa tersebut dengan ciri-ciri sosial kemasyarakatan adalah Sosiolinguistik. Ada dua pandangan untuk melihat hal variasi bahasa. Pertama, variasi bahasa dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa. Andaikata penutur bahasa itu adalah kelompok yang homogen, baik etnis, status sosial maupun lapangan pekerjaannya, maka variasi itu tidak akan ada, artinya bahasa menjadi seragam. Banyak pakar linguis mencoba untuk membedakan variasi bahasa dengan menggunakan berbagai sudut pandang. Di antaranya adalah Preston dan Shuy (1979) yang membedakan variasi bahasa (bahasa Inggris Amerika) berdasarkan (1) penutur, (2) interaksi, (3) kode, dan (4) realisasi. Sedangkan Mc David (1969) membagi variasi bahasa berdasarkan dimensi regional, (2) dimensi sosial, dan (3) dimensi temporal (Chaer, 1995), dapat dibedakan atas idiolek, dialek, kronolek, dan sosiolek. Berdasarkan segi pemakaian atau fungsiolek, variasi bahasa dapat dibedakan atas bahasa sastra, jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran, dan kegiatan keilmuan. Berdasarkan tingkat keformalannya Martin Joos dalam Chaer membagi variasi bahasa atas lima macam, yakni ragam beku, ragam formal, ragam konsultatif atau usaha, ragam santai (casual), dan ragam akrab (intimate). Berdasarkan segi sarananya, variasi bahasa dapat dibedakan atas ragam lisan dan tulisan.
8
BAB III PENGUMPULAN DATA A. Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengamatan dan metode wawancara yaitu mengamati bahasa mahasiswa di UIN Surabaya dan mewawancarainya. Dalam hal ini peneliti mengamati bahasa yang digunakan sehari- hari oleh mahasiswa UIN Surabaya yang tentunya jurusan PBA, ternyata bahasa arab yang mereka gunakan banyak yang berbeda dengan bahasa aslinya, bahasa al-Quran (yakni bahasa yang pertama turun). kemudian peneliti mengamati bahasa yang berbeda itu, akhirnya peneliti melakukan wawancara pada mahasiswa tersebut. Disesuaikan dengan metode yang digunakan. Metode wawancara menggunakan teknik lanjut berupa (1) Langsung mewawancarai mahasiswa UIN Surabaya. (2) teknik catat pada kartu data. Yang dimaksud teknik catat adalah mengadakan pencatatan data yang relevan dan sesuai dengan sasaran dan tujuan penelitian. B. Teknik Analisis Data Penganalisaan data penelitian menggunakan metode analisis adat. Istilah adat ini mengacu bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada kebiasaan atau lingkungan yang mengelilingi, sehingga yang dihasilkan berupa penerimaan bahasa yang sifatnya seperti bahasa keseharian saja. Pada penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan bahasa pada Mahasiswa UIN Surabaya, misalkan; pengamatan yang dilakukan pada tanggal 3 juni 2014 : akbar: ilaa aina anta yaa mugist? mugist: ana min baitii akbar: limadza anta takhiru yaa mugist ? mugist: fii syari ahmad yani masghul jiddan jiddan. akbar: wal an al ustad khoroja ilal fasl
Dari sinilah peniliti tertarik dan ingin tahu bahasa apa yang digunakan mereka, sehingga peneliti mewawancarai mereka. 9
NO Data yang di teliti Keseharusan bacaan 1 Anta Anta (anngta) 2 Min baiti A min baiti ( mim baitii) Ahmad Ahmad (ahmad) 4 Jiddan jiddan Jiddan jiddan (jiddanng jiddan)
10
BAB IV PEMBAHASAN Terjadinya perbedaan wacana pada bahasa al-quran terhadap tuturan mahasiswa di UIN Surabaya memang tidak dapat dihindarkan, hal ini disebabkan karena mahasiswa di UIN Surabaya adalah termasuk dwibahasawan Selain menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu, mereka juga berbicara dengan bahasa arab akan tetapi lahjah yang di gunakan masih menggunakan lahjah jawiyah (jawa tulen) yang terlalu jujur jika membaca bahasa asing. mereka juga menguasai bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan beberapa bahasa asing sebagai bahasa internasional. Bahasa inggris yang biasanya dikatakan dengan bahasa munafik (bacaan tidak sesuai dengan tulisan) begitu juga bahasa al-quran ada beberapa bacaan yang tidak sesuai dengan tulisan. misal dalam al-quran bacaan isymam yakni bacaan majroohaa. Jika ditulis bentuk hurufnya majroohaa sedang dalam bacaannya dibaca majreehaa mungkinkah bahasa arab juga bisa dikatakan bahasa munafik juga. Adapun sebab-sebab terjadinya perbedaan wacana pada bahasa mahasiswa UIN Surabaya seperti berikut: 1. Kebiasaan mahasiswa dalam komunikasi Mahasiswa dalam komunikasi kebiasaannya menggunakan bahasa jawa keseharian, sehingga dalam berkomunikasi dengan bahasa arab mahasiswa medok dengan bahasa jawa yang di gunakan dalam kesehariaannya. Yang demikian itu harusnya dihilangkan, harusnya mahasiswa jurusan bahasa arab dalam kesehariannya berbicara dengan menggunakan bahasa arb pula agar tidak medok jawa jika berbahasa arab.
2. Untuk menunjukan keeksistensian Manusia memiliki kebutuhan untuk eksistensi diri, menunjukkan jati dirinya dengan menampilkan dirinya berbedadari yang lain atau lingkungan normal. Akan tetapi dalam diri seorang mahasiswa harusnya sudah punya tekad yang kuat dalam menggunakan bahasa arab dan dalam jurusan bahasa arab kurang di tekankan dalam berbicara bahasa arab. 3. Sikap penutur 11
Perilaku atau sikap penutur, yang dengan sengaja beralih wacana, dari yang keharusannya menggunakan bahasa arab, dalam sistem pembelajaran keharusan seorang penutur harusnya menggunakan bahasa arab, yang beralih menggunakan bahasa indonesia. Itu juga mempengaruhi perubahan wacana dari seorang mahasiswa, seandainya seorang guru dalam pembelajaran menggunakan bahasa arab, seorang mahasiswa yang tidak mengerti akan berusaha mengerti, dengan begitu seorang mahasiswa akan belajar dengan sungguh-sungguh. 4. Suka meniru Berdasarkan teori behavior, manusia cendrung meniru lingkungannya 1 . Jadi jika mayoritas temannya melakukan, mereka juga akan tertarik untuk melakukan. Pada masa remaja, anak-anak cenderung suka meniru, mereka sangat memperhatikan penampilanya begitu juga dengan bahasanya, ketika bahasa yang di gunakan dalam keseharian menggunakan bahasa arab dengan lahjah jawa medok, kebanyakan dari pendengar akan meniru bahasa arab yang menggunakan bahasa arab lahjah jawa medok.
1 S. Friedman Howard, dan W. Schustack Miriam. Kepribadian teori klasik dan riset modern edisi ketiga jilid 1 (jakarta: penerbit erlangga, 2008). Hlm:228
12
BAB V KESIMPULAN Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antarpenyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Sedangkan yang dimaksud dengan kohesi dn koherensi adalah Istilah kohesi mengacu pada hubungan antarbagian dalam sebuah teks yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa sebagai pengikatnya. Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk koherensi. Oleh sebab itu, dalam sebuah teks koherensi lebih penting.Koherensi adalah kepaduan gagasan antarbagian dalam wacana. Kohesi merupakan salah satu cara untuk membentuk koherensi. Cara lain adalah menggunakan bentuk-bentuk yang mempunyai hubungan parataksis dan hipotaksis (parataxis and hypotaxis). Hubungan parataksis itu dapat diciptakan dengan menggunakan pernyataan atau gagasan yang sejajar (coordinative) dan subordinatif. Penataan koordinatif berarti menata ide yang sejajar secara beruntun. Dalam hal ini peneliti telah meneliti suatu kebiasaan Mahasiswa UIN Surabaya yang menggunakan bahasa arab akan tetapi lahjah mereka masih lahjah jawa. Adapun sebab- sebab terjadinya perbedaan wacana karena lingkungan, pergaulan mereka, bahkan mereka kurang menguasai pendidikan tentang lahjah araby.
13
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta:Rineka Cipta. Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta:Rineka Cipta Nababan. 1993. Suatu Pengantar Sosiolinguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, anggota IKAPI. Dardjowidjojo, Soenjono. 2005. Psikolinguistik. Jakrta: Yayasan Obor Indonesia, anggota IKAPI. Ibrahim, Syukur. 1995. Sosiolinguistik sajian ,tujuan pendekatan. Surabaya: Usaha Nasional. . Friedman Howard, dan W. Schustack Miriam. Kepribadian teori klasik dan riset modern edisi ketiga jilid 1 (jakarta: penerbit erlangga, 2008).