Sanitasi merupakan salah satu faktor terpenting dalam mewujudkan layanan yang terkait dengan pengentasan kemiskinan, dalam pengembangan kebijakan, perencanaan serta penganggaran. Sanitasi seringkali dianggap sebagai urusan yang tidak menjadi prioritas utama, sehingga sering termarjinalkan dari urusan-urusan yang lain, namun seiring dengan tuntutan peningkatan standart kualitas hidup masyarakat, semakin tingginya tingkat pencemaran lingkungan dan keterbatasan daya dukung lingkungan itu sendiri menjadikan sanitasi menjadi salah satu aspek pembangunan yang harus diperhatikan. Masih sering dijumpai bahwa aspek- aspek pembangunan sanitasi, yaitu air limbah, persampahan dan drainase, serta dilengkapi dengan penyediaan air bersih, masih belum bersinergi dan berkelanjutan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 660/4919/Sj Tahun 2012 tentang Pedoman Pengelolaan PPSP di Daerah, maka Pokja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara secara struktural dibentuk dengan Surat Keputusan Bupati Toraja Utara nomor 70/II/2013 Tanggal 1 Februari 2013. Mengingat aspek pembangunan sanitasi cukup luas, baik yang terkait langsung dengan pembangunan fisik dan masyarakat, maupun yang tidak terkait langsung. Adapun susunan keanggotaan Pokja terdiri dari Penanggung Jawab, Ketua, Sekretaris, Bidang Perencanaan, Bidang Teknis, Bidang Pendanaan, Bidang Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Bidang Monitoring dan Evaluasi, serta Tim Sekretariat Pokja. Sanitasi memiliki banyak beragam definisi yang menggambarkan intisari dari sanitasi itu sendiri. Sanitasi merupakan perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia (Notoadmojo, 2003).
BUKU PUTIH SANITASI (BPS) Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara
iv
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) secara umum sanitasi didefinisikan sebagai usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaan yang baik di bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat. Menteri Kesehatan Republik Indonesia dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor: 965/MENKES/SK/XI/1992 menyebutkan bahwa pengertian dari sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Pengertian yang lebih teknis dari adalah upaya pencegahan terjangkitnya dan penularan penyakit melalui penyediaan sarana sanitasi dasar (jamban), pengelolaan air limbah rumah tangga (termasuk system jaringan perpipaan air limbah), drainase dan sampah (Bappenas, 2003). Sehingga dengan definisi tersebut dapat dilihat 3 sektor yang terkait dengan sanitasi adalah sistem pengelolaan air limbah rumah tangga, pengelolaan persampahan dan drainase lingkungan. Adapun ruang lingkup tentang pengertian dasar Sanitasi adalah sebagai berikut: 1. Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (domestic wastes water) yaitu air limbah yang berasal dari pemukiman penduduk yang terbagi atas: a. Blackwater adalah limbah rumah tangga yang bersumber dari WC dan urinoir. b. Grey water adalah limbah rumah tangga non kakus yaitu buangan yang berasal dari kamar mandi, dapur (sisa makanan) dan tempat cuci. 2. Air Limbah Rumah Tangga yaitu pengolahan air limbah rumah tangga (domestik) melalui sistem: a. Pengelolaan On Site yaitu menggunakan sistem septic-tank dengan peresapan ke tanah dalam penanganan limbah rumah tangga. b. Pengelolaan Off Site adalah pengolahan limbah rumah tangga yang dilakukan secara terpusat.
BUKU PUTIH SANITASI (BPS) Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara
v
3. Persampahan atau limbah padat yaitu sampah yang dihasilkan oleh masyarakat, baik yang berasal dari rumah tangga, pasar, restoran dan lain sebagainya yang ditampung melalui TPS atau transfer depo ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). 4. Penanganan drainase kota adalah memfungsikan saluran drainase sebagai penggelontor air kota dan memutuskan air permukaan. 5. Air buangan industri (industrial wastes water) yang berasal dari berbagai jenis industri akibat dari sebuah proses industri. Zat-zat yang terkandung di dalamnya sangat bervariasi antara lain: nitrogen, logam berat, zat pelarut dan sebagainya. 6. Air buangan kotapraja (municipal waster water) yaitu buangan yang berasal dari kawasan perkantoran, perdagangan, hotel dan restoran serta tempat-tempat ibadah dan sebagainya. Buku Putih Sanitasi ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang jelas dan faktual mengenai kondisi dan profil sanitasi Kabupaten Toraja Utara pada saat ini. Pemetaan kondisi dan profil sanitasi (sanitation mapping) dilakukan untuk menetapkan zona sanitasi prioritas yang penetapannya berdasarkan urutan potensi resiko kesehatan lingkungan (priority setting). Dalam Buku Putih ini, priority setting dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang tersedia, hasil studi Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk Assessment) atau EHRA, dan persepsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Toraja Utara yang menangani secara langsung pembangunan sektor sanitasi di Kabupaten Toraja Utara. Tujuan Penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Toraja Utara adalah sebagai berikut : 1. Pembangunan kapasitas (capacity building) Pemerintah Kabupaten Toraja Utara beserta stakeholder lainnya untuk mampu mengidentifikasi, memetakan, menyusun rencana tindak dan menetapkan strategi pengembangan sanitasi kabupaten.
BUKU PUTIH SANITASI (BPS) Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara
vi
2. Pembentukan Pokja Sanitasi diharapkan dapat menjadi embrio entitas suatu badan permanen yang akan menangani dan mengelola program pembangunan dan pengembangan sanitasi di tingkat kabupaten. 3. Menjadikan Buku Putih sebagai pedoman penanganan dan pengembangan pembangunan sanitasi Kabupaten Toraja Utara, sehingga terdapat kesamaan pandang dari setiap pelaku pembangunan dalam penyusunan program pembangunan, pengendalian dan pengawasan dalam pembangunan sanitasi. 4. Mengidentifikasi keberhasilan dan kegagalan pembangunan sanitasi Kabupaten Toraja Utara dalam upaya untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. 5. Menjamin terciptanya mekanisme pembangunan yang transparan, konsisten, partisipatif, berkeadilan dan akuntabel. Cakupan layanan sanitasi Pemerintah Kabupaten Toraja Utara meliputi seluruh wilayah administrasi Kabupaten Toraja Utara. Metode yang digunakan dalam penyusunan Buku Putih Sanitasi ini adalah studi dokumen dan pengumpulan data sekunder yang ada di masing-masing SKPD yang terkait, dan didukung dengan observasi objek yang relevan. Selain itu dilakukan beberapa jenis survey yaitu survey keterlibatan sektor swasta, survey komunikasi dan pemetaan media, survey partisipasi masyarakat jender dan kemiskinan kepada beberapa responden baik kalangan SKPD, Pengusaha, Media maupun ke masyarakat langsung dan survey Environmental Health Risk Assesment (EHRA) ke rumah tangga. Kabupaten Toraja Utara dengan luas wilayah 1.151,47 km 2 atau sebesar 2,5 % dari luas Provinsi Sulawesi Selatan (46.350,22 km 2 ), secara yuridis terbentuk pada tanggal 21 Juli tahun 2008 dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2008, dimana sebelumnya wilayah ini merupakan bagian dari Kabupaten Tana Toraja. Secara geografis, Kabupaten Toraja Utara terletak antara 2 o 3 o
Lintang Selatan dan 119 o 120 o Bujur Timur.
BUKU PUTIH SANITASI (BPS) Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara
vii
Kabupaten Toraja Utara terdiri dari 21 (Dua Puluh Satu) kecamatan dan terdiri dari 111 desa dan 40 kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Torja Utara tercatat 1.151,47 KM persegi. Kecamatan Baruppu dan Kecamatan Buntu Pepasan merupakan 2 kecamatan terluas dengan luas masing-masing 162,17 KM persegi dan 131,72 KM persegi atau luas kedua kecamatan tersebut merupakan 25,52 persen dari seluruh wilayah Kabupaten Toraja Utara. Adapun batas-batas administrasinya, sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Luwu dan Provinsi Sulawesi Barat. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Luwu Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat. Kabupaten Toraja Utara sebagai daerah otonomi baru pada Tahun 2008, maka Pemerintah Kabupaten Toraja Utara terus bergerak kedepan dalam melakukan pembangunan diberbagai bidang dan pada tahun 2011 Pemerintah Kabupaten Toraja Utara telah memiliki Bupati dan Wakil Bupati definitive. Seiring dengan terpilihnya Bupati dan Wakil Bupati definitive maka disusunlah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2011-2016 dan Pemerintah Kabupaten Toraja Utara mencanangkan Visi Kabupaten Toraja Utara Tahun 2016 adalah Pariwisata Penggerak Pemerataan dan Peningkatan Pembangunan Toraja Utara. Berdasarkan Visi tersebut Pemerintah kabupaten Toraja Utara merumuskan Misi dalam rangka mencapai tujuan seperti yang telah tertuang dalam Visi Kabupaten Toraja Utara 2016, adapun Misi Kabupaten Toraja Utara 2016 sebagai berikut : Misi 1: Meningkatkan kualitas pelayanan publik kepada seluruh warga masyarakat; Misi 2: Mengakselerasi dan mempercepat laju pembangunan di segala bidang; Misi 3 : Meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat Toraja Utara.
BUKU PUTIH SANITASI (BPS) Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara
viii
Proyeksi penduduk untuk 5 Tahun kedepan diprediksikan mencapai 230 ribu jiwa, adapun metode proyeksi yang digunakan adalah metode matematik dengan rumus geometri dengan berasumsi bahwa sampai pada tahun 2016 laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,26% berdasarkan trend laju pertumbuhan periode lalu, sedangkan asumsi untuk jumlah Kepala Keluarga berdasarkan hasil rata-rata periode sebelumnya 4,5 5 jiwa per Kepala Keluarga. Target Pendapatan Kabupaten Toraja Utara ditargetkan sebesar Rp.510.081.914.745,00 dan telah dapat terealisasi sekitar Rp.507.094.586.608,74 atau sekitar 99,41 persen. Tahun 2012 realisasi untuk belanja sebesar Rp.450.501.416.922,60 dan untuk belanja langsung sebesar Rp.271.490.927.841,85. Realisasi belanja langsung tersebut yang teralokasikan untuk belanja sektor sanitasi pada tahun 2012 sebesar Rp.4.457.126.490,00 yang meliputi pendanaan investasi sanitasi sebesar Rp.2.285.634.000,00 dan biaya pemeliharaan/operasional sebesar Rp.2.171.477.490,00. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Toraja Utara dapat diukur dari besarnya nilai PDRB atas dasar harga konstan yang berhasil diciptakan pada tahun sebelumnya. Pada tahun 2009 nilai PDRB Kabupaten Toraja Utara sebesar Rp.1.263.745.180,00 dan dari tahun ke tahun terus meningkat hingga pada tahun 2011 nilai PDRB Toraja Utara sebesar Rp.1.821.421.550,00. Dalam PP/26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) ditetapkan Kawasan Toraja dan sekitarnya sebagai salah satu kawasan strategis nasional (KSN) dengan sudut kepentingan strategisnya adalah sosial budaya. Terkait dengan aspek kepentingan sosial budaya di kawasan Toraja, maka akan terdapat dua wilayah administratif kabupaten yang berkepentingan dan tercakup didalamnya, yakni Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Toraja Utara. Kebijakan pengembangan pola ruang wilayah Kabupaten Toraja Utara meliputi : Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budidaya Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis
BUKU PUTIH SANITASI (BPS) Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara
ix
Salah satu faktor utama keberhasilan pembangunan di suatu daerah adalah tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas. Dimana sumber daya tersebut tercipta melalui tingkat pendidikan yang memadai. Di Kabupaten Toraja Utara jumlah sarana pendidikan tahun 2011 terdiri dari Sekolah Dasar sebanyak 187 buah, SLTP Negeri 41 buah dan swasta 9 buah, SMU Negeri 7 buah dan swasta 5 buah, SMK Negeri 4 buah dan swasta 18 buah, Jumlah lulusan siswa SD, SLTP, SLTA dan SMK Kabupaten Toraja Utara Tahun 2011 terdiri dari SD sebanyak 5.295 siswa, SLTP 3.939 siswa, SLTA 1.366 siswa dan SMK 1.980 siswa. Berdasarkan data BPS, angka kemiskinan pada tahun 2011 sebesar 37.400 jiwa atau 17,06 persen, dari data tersebut cenderung mengalami penurunan dari tahun 2010 yang sebesar 19 persen. Sedangkan data dari Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penangggulangan Kemiskinan (TNP2K) pada Tahun 2012 untuk Perlindungan Sosial angka penduduk dengan tingkat kesejahteraan 10%- 30% terendah sebesar 73.712 jiwa atau 13.294 Kepala Keluarga. Satuan Kerja Perangkat Dearah pemerintah Kabupaten Toraja Utara yang masuk dalam Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi adalah sebagai berikut: Sekretariat Daerah Kabupaten Toraja Utara, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Toraja Utara, Dinas Kesehatan (DINKES) Kabupaten Toraja Utara, Dinas Tata Ruang dan Permukiman (DTRP) Kabupaten Toraja Utara, Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Toraja Utara, Badan Pengendalian Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPPLH) Kabupaten Toraja Utara dan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Lembang (BPMPL) Kabupaten Toraja Utara. Promosi Higiene dan Sanitasi: Hasil kajian EHRA menunjukkan, bahwa kepemilikan jamban bagi rumah tangga di kabupaten Toraja Utara sudah cukup tinggi, yang menggunakan jamban pribadi 80.07% dan yang menggunakan MCK/WC umum sebanyak 1.00%. Akan tetapi Perilaku BABS relatif masih besar yaitu 54.7%. Perilaku BABS lebih banyak ke sungai dan kebun. Khusus untuk kawasan perkotaan sumber air minum diperoleh dari layanan PDAM sedangkan daerah pedesaan diperoleh dari sumber-sumber air dari alam
BUKU PUTIH SANITASI (BPS) Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara
x
seperti dari mata air. Dalam pengelolaan air untuk diminum berdasarkan study EHRA angka dikelola secara direbus 97.98% dan menyimpan air yang sudah diolah ditempat aman sebesar 98.48%. Pengelolaan sampah ditingkat rumah tangga masih menunjukkan prilaku yang tidak sesuai harapan, 29.00% responden menjawab membuang ke lahan kosong/kebun/dibiarkan membusuk dan yang cukup mengkhawatirkan adalah perilaku mengelola sampah secara dibakar sebesar 57.00%. Potensi pencemaran karena SPAL cukup tinggi, dari hasil kajian study EHRA didapat bahwa angka pencemaran karena SPAL di Kabupaten Toraja Utara 59.00%. Penyebab utama hal ini adalah karena SPAL yang berfungsi di Kabupaten Toraja Utara hanya sekitar 39.00% selebihnya tidak ada SPAL di lingkungan dan walaupun ada tidak dapat berfungsi dengan baik. Kondisi perilaku hidup bersih dan sehat pada lingkungan sekolah dapat dilihat dari ketersedian dan kondisi fasilitas sanitasi di sekolah seperti toilet dan tempat cuci tangan, tempat sampah, SPAL dan pengetahuan tentang kesehatan di sekolah. Di Kabupaten Toraja Utara sebagian besar sekolah baik di tingkat taman kanak-kanak (TK), SD/MI, SMP/MTs, maupun SMA/MA, telah menyediakan fasilitas dan sarana sanitasi sekolah. Namun dari segi kelayakan tidak sesuai dengan syarat kesehatan dan pengelolaan prasarana dan sarana sanitasi masih perlu adanya peningkatan. Kegiatan Promosi Higiene dan Sanitasi di sekolah terus digalakkan salah satunya dengan kegiatan peyuluhan disekolah dan perlombaan Unit Kesehatan Sekolah antar sekolah di Kabupaten Toraja Utara. Pengelolaan Air Limbah Domestik: Kabupaten Toraja Utara ada saat ini pengelolaan black water (air limbah yang berasal dari jamban atau WC) masih sebatas pengumpulan dan penampungan, sedangkan unit pengolahan pengangkutan dan pengolahan akhir lumpur tinja atau Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) belum tersedia.
BUKU PUTIH SANITASI (BPS) Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara
xi
Sistem pengolahan air limbah domestik yang terdiri atas black water yang berasal dari tinja, urine, air pembersih dan air penggelontor. Umumnya menggunakan jamban leher angsa, plengsengan, cemplung dan sebagian lagi masih buang air besar sembarangan. Air limbah domestik lainnya adalah Grey Water yang merupakan air limbah hasil kegiatan dapur, mandi dan mencuci. Ada beberapa isu pokok yang mengemuka terkait sistem sanitasi pengelolaan air limbah domestik di Kabupaten Toraja Utara antara lain bahwa sebagian besar pengelolaan air limbah domestik di Kabupaten Toraja Utara mennggunakan on site system dimana limbah buangan langsung dialirkan ke sungai. Sistem kelembagaan sanitasi masih lemah, kondisi ini menuntut adanya peningkatan kapasitas layanan pengelolaan air limbah, terutama dalam meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat, sehingga tatanan pengelolaan air limbah domestik memenuhi harapan. Permasalahan mendesak yang menjadi prioritas di Kabupaten Toraja Utara pada sektor air limbah domestik lebih kepada penyediaan sarana dan prasarana seperti sarana Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) terpusat maupun komunal dan Instalasi Pengelolaan Lumpur Tinja (IPLT). Pengelolaan Persampahan: Kawasan Kota Rantepao dan sekitarnya merupakan kota sasaran pelayanan/pengelolaan sampah di Kabupaten Toraja Utara dimana masih mengacu pada pola lama hal ini dikarenakan keterbatasan sumber daya manusia baik dari petugas pengelolaan sampah maupun masyarakat penghasil sampah serta sarana dan prasarana yang memadai sehingga apa yang diamanatkan oleh Undang-Undang 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah belum bisa diterapkan. Sumber timbulan sampah terbesar adalah rumah tangga (permukiman), baik yang sifatnya organik maupun anorganik. Di Kabupaten Toraja Utara jumlah produksi sampah mecapai sekitar 190 m 3 dengan jumlah sampah yang terangkut sekitar 140 m 3 . Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa infrastruktur persampahan yang tersedia dan digunakan oleh masyarakat hanya berupa TPS, itupun dalam jumlah terbatas dan terdapat hanya di kawasan perkotaan. Namun demikian, masih banyak masyarakat yang sering membuang
BUKU PUTIH SANITASI (BPS) Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara
xii
sampah sembarangan, misalnya di saluran air ataupun di tanah kosong bahkan disungai. Sampah tersebut biasanya langsung dibakar, namun ada pula yang dibiarkan begitu saja, baik di kawasan perkotaan maupun pedesaan. Sebagian masyarakat menganggap pembakaran sampah bukanlah sesuatu yang dapat menghawatirkan, terlebih karena Toraja Utara dengan luasan lahan yang masih sangat memadai, penggunaan bahan dan materi yang dominan masih alami, dianggap tidak memberikan intervensi terhadap kualitas udara. Padahal jika dihitung volume timbunan sampah yang dihasilkan setiap harinya dan diasumsikan paling tidak 50% dari jumlah tersebut dibakar setiap harinya, maka dapat dibayangkan seberapa besar pengaruhnya terhadap kualitas udara yang setiap saat dihirup. Kabupaten Toraja Utara mempunyai permasalahan persampahan yang cukup berat selain dengan tidak adanya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang memadai juga oleh tindak perilaku masyarakat dalam mengolah sampah belum baik, seperti dengan masih membuang sampah di saluran bahkan disungai besar yang menjadi menara air bagi 17 kabupaten/kota di Propinsi Sulawesi Selatan. Terbatasnya dan masih kurang optimalnya sarana bangunan 3R menjadi salah satu permasalahan cukup penting selain dari perilaku masyarakat. Pemilihan sampah mulai dari sumbernya dapat meminimalisir jumlah timbunan sampah. Pengelolaan Drainase Lingkungan: Secara umum kondisi jaringan drainase lingkungan khususnya di ibukota kabupaten belum cukup tersedia dengan layak, baik pada ruas jalan utama maupun di unit lingkungan permukiman. Adapun saluran drainase yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya disebabkan oleh adanya ketidakpedulian masyarakat perkotaan akan fungsi drainase dan belum adanya master plan drainase yang bisa mengontrol perencanaan drainase di kawasan Kota Rantepao dan sekitarnya pada khususnya dan seluruh kecamatan pada umumnya. Kondisi topografi yang dominan dataran tinggi secara langsung meminimalkan ancaman banjir. Kajian study EHRA menunjukkan bahwa 100% rumah tangga di Kabupaten Toraja Utara tidak pernah mengalami banjir rutin.
BUKU PUTIH SANITASI (BPS) Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara
xiii
Dalam rangka penanganan drainase lingkungan saat ini belum terdapat kerjasama yang cukup optimal antara Pemerintah Kabupaten, swasta dan masyarakat. Hal ini terlihat dari beberapa praktik yang ada saat ini seperti pengelolaan drainase lingkungan yang sebenarnya merupakan tanggung jawab masyarakat namun ternyata masih sedikit dijalankan oleh masyarakat, selebihnya dikelola oleh Pemerintah Kabupaten selain itu drainase lingkungan juga masih difungsikan sebagai saluran pembuangan air limbah domestik ataupun limbah ternak di beberapa wilayah oleh masyarakat sehingga terjadi beberapa potensi wilayah genangan. Secara struktur drainase di kota Kawasan Rantepao dan sekitarnya pada umumnya adalah pasangan batu, namun pemeliharaan yang kurang baik sehingga pendangkalan terjadi dan banyaknya sampah yang menumpuk di selokan mengakibatkan kurang lancarnya sistim pengaliran di dalam saluran tersebut. Area Beresiko Sanitasi dan Posisi Pengelolaan Sanitasi: Berdasarkan penggabungan data Sekunder, Persepsi SKPD dan hasil kajian EHRA untuk 21 Kecamatan dengan 151 kelurahan/lembang di Kabupaten Toraja Utara diperoleh gambaran area berisiko sanitasi Kabupaten Toraja Utara. Resiko sanitasi sangat tinggi terdiri dari 19 lembang/kelurahan, resiko sanitasi tinggi sebanyak 89 lembang/kelurahan, resiko sanitasi sedang sebanyak 30 lembang kelurahan dan area beresiko rendah terdiri dari 13 lembang/kelurahan. Untuk area beresiko sangat tinggi dan tinggi mayoritas penyebab utama beresiko adalah promosi higiene dan sanitasi (prohisan) dan air limbah domestik. Penentuan area berisiko sanitasi berdasarkan data sekunder adalah kegiatan menilai dan memetakan tingkat resiko sebuah area (kelurahan/desa) berdasarkan data yang telah tersedia di SKPD. Data sekunder yang dimaksud meliputi sambungan rumah dan hidran umum (PDAM/BPAM/HIPPAM), air limbah, jumlah populasi, luas wilayah, kepadatan penduduk, jumlah KK miskin, luas genangan, serta daerah yang dialiri sungai/saluran/irigasi. Penentuan area berisiko berdasarkan Persepsi SKPD diberikan berdasarkan pengamatan, pengetahuan praktis dan keahlian profesi yang dimiliki individu
BUKU PUTIH SANITASI (BPS) Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara
xiv
anggota pokja kabupaten/kota yang mewakili SKPD terkait sanitasi, dari Bappeda, Dinas Kesehatan, Dinas Tata Ruang dan Badan Pengendalian Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penentuan area berisiko berdasarkan hasil studi EHRA adalah kegiatan penilaian dan pemetaan tingkat resiko berdasarkan: kondisi sumber air; pencemaran karena air limbah domestik; pengelolaan persampahan di tingkat rumah tangga; kondisi drainase; aspek perilaku cuci tangan pakai sabun, higiene jamban, penangan air minum, dan buang air besar sembarangan. Secara umum, berdasarkan hasil pembobotan dan skoring analisis SWOT untuk komponen Air Iimbah menunjukkan bahwa Kabupaten Toraja Utara berada posisi kuadran ke II. Pada komponen persampahan, pengelolaan sanitasi Kabupaten Toraja Utara hampir sama dengan komponen Air Limbah, dimana posisinya masih berada pada kuadran II. Pengelolaan drainase di Kabupaten Toraja Utara berada pada kuadran II dikarenakan masih memerlukan beberapa perbaikan. Kendala yang utama adalah kondisi pendanaan masih minim yang mengakibatkan sarana yang ada tidak terpadu dalam fungsi dan pengelolaannya. Analisis SWOT Prohisan di Kabupaten Toraja Utara menggambarkan kondisi yang kurang baik dimana kondisi internal dan eksternal menunjukkan skoring negatif (kuadran I). Strategi yang harus dilaksanakan adalah memanfaatkan kekuatan yang ada untuk meraih peluang sekaligus mengurangi ancaman yang kemungkinan terjadi.