SENI UKIR
Bahan yang dipergunakan umumnya kayu berkualitas tinggi, seperti jati dan kayu lainnya
yang berkualitas
UKIRAN TOPENG
Menurut Sobari, seni ukir buah ini banyak dimanfaatkan dalam acara hajatan, lomba
menghias tumpeng, hingga untuk mendampingi masakan-masakan di hotel-hotel
berbintang. Selain itu kreasi ukiran buah juga bisa dimanfaat sebagai wadah yang
fungsional dan untuk menggugah selera. Seperti labu kuning yang bisa dibentuk menjadi
keranjang. Tip dan trik membuat pola serta cara menggerakan pisau juga diperagakan oleh
Sobari.
Di akhir acara, Yeka yang memandu acara ini mengajak pengunjung untuk ikut dalam
lomba membuat bunga mawar dari tomat.Yang kalah dan menang tetap mendapatkan
hadiah hiburan berupa buku-buku dari penerbit kelompok Agromedia. Acara Seni Ukir
Buah dan Sayur itu digelar di tengah riuh ramai pengunjung Indonesia Book Fair yang
ditutup Minggu kemarin di Jakarta Convention Center.
Puncak keelokan estetika Pasarean Aermata sebagai situs peninggalan purbakala di Pulau
Madura justru terletak di balik tiga cungkup utama, yakni cungkup makam Kanjeng Ratu
Syarifah Ambami (1546-1569), permaisuri dari Panembahan Cakraningrat I yang juga
turunan kelima dari Waliullah Sunan Giri alias Raden Samudro, cungkup makam
Panembahan Cakraningrat II dan V, serta cungkup makam Panembahan Cakraadiningrat
VI dan VII.
Latar belakang dinding pada masing-masing cungkup bertakhtakan taburan seni ukir
amat rumit, indah artistik, dan hebatnya terbuat dari hamparan batu pualam putih
(semacam batu oniks/marmer). Tidak hanya itu, semua warangka kuburan yang
membungkus makam Kanjeng Ratu Syarifah Ambami, Panembahan Cakraningrat I dan
V, Panembahan Cakraadiningrat VI dan VII, berikut makam para bangsawan keturunan
para petinggi kerajaan itu, juga penuh bertabur ukiran antik. Hebatnya, jika kegelapan
malam tiba, konfigurasi ragam bentuk ukiran itu tampak memantulkan kilatan cahaya
putih kemilau. "Itulah salah satu kehebatan estetika dan daya tarik Pasarean Aermata,"
ungkap Mas Imam Luthfi.
Di antara rumitnya konfigurasi seni ukir yang ada, tersimpan simbol misteri yang melambangkan
kerukunan antar-umat dari tiga agama besar yang berkembang saat itu, yakni Islam, Buddha,
dan Hindu. "Jika pengunjung teliti, simbol kerukunan itu, meski samar, tampak transparan,"
tandas Imam. Benarkah? Ternyata benar. Sebab, di antara hamparan ragam bentuk seni ukir itu,
tersisip ukiran bunga teratai, miniatur Ganesha, serta ukiran kaligrafi yang bertaut sambung-
menyambung satu sama lainnya. "Asal tahu saja, ukiran bunga teratai itu merupakan simbol
kebesaran agama Buddha, miniatur patung Ganesha simbol Hindu, sementara kaligrafi dalam
bentuk tulisan Allah dan Muhammad simbol kebesaran Islam," ungkap Imam. "Nah, pertautan
ketiga simbol dalam bentuk relief ukiran itu sama halnya dengan melambangkan kerukunan
antara umat Islam, Buddha, dan Hindu di Bumi Madura tempo dulu,"
Melalui telaah simbol keagamaan di balik misteri seni ukir itu, dapat dipastikan bahwa
petuah, nasihat, dan imbauan agar para umat beda agama di Bangkalan bersanding dalam
kehidupan yang rukun dan tenteram, tak hanya santer ditiupkan, tetapi berembus sejak
era pemerintahan Panembahan Cakraningrat I pada lima abad yang silam. Bagusnya, roh
kerukunan yang dibiaskan melalui simbol misteri seni ukir Pasarean Aermata itu tetap
berkesinambungan hingga era abad milenium ini. Terbukti, sejauh ini tak pernah terbetik
kabar adanya perseteruan, apalagi konflik fisik antara pemeluk Islam, Nasrani, Buddha,
Hindu, Tridharma, dan berbagai aliran kepercayaan (kebatinan) di ranah Madura,
khususnya Kabupaten Bangkalan.