Anda di halaman 1dari 20

METABOLISME PORFIRIN

1. Pendahuluan
1.1 Batasan
Porfirin adalah senyawa siklik yang dibentuk dari gabungan empat cincin pirol melalui jembatan
metenil (-CH=). Sifat khas porfirin adalah pembentukan kompleks dengan ion-ion logam
(metaloporfirin) yang terikat pada atom nitrogen cincin-cincin pirol. Sebagai contoh misalnya heme
yang merupakan porfirin besi dan klorofil, merupakan porfirin magnesium.
Di alam, metaloporfirin terkonjugasi dengan protein membentuk senyawa-senyawa penting dalam
proses biologi, antara lain: (1) Hemoglobin, merupakan porfirin besi yang terikat pada protein globin
dan mempunyai fungsi penting pada mekanisme transport oksigen dalam darah;(2) Mioglobin,
merupakan pigmen pernafasan yang terdapat dalam sel-sel otot; (3) Sitokrom, berperan sebagai
pemindah elektron (electron transfer) pada proses oksidasi reduksi.
1.2 Kimia Porfirin
Porfirin mengandung nitrogen tersier pada 2 cincin pirolen sehingga bersifat basa lemah dan adanya
gugus karboksil pada rantai sampingnya menyebabkan juga bersifat asam. Titik isoelektriknya
berkisar pada pH 3-4, sehingga pada pH trersebut porfirin mudah diendapkan dalam larutan air.
Berbagai jenis porfirinogen tidak berwarna, sedangkan berbagai jenis porfirin berwarna. Porfirin dan
derivat-derivatnya mempunyai spektrum absorbsi yang khas pada daerah yang dapat dilihat dan
pada daerah ultraviolet. Larutan porfirin dalam HCl 5% mempunyai pita absorbsi pada 400 nm yang
disebut pita Soret.
Porfirin dalam asam mineral kuat atau pelarut organik dan kemudian disianari sinar ultraviolet akan
memancarkan fluoresensi merah yang kuat. Sifat fluoresensi ini sangat khas sehingga sering
dipakai untuk mendeteksi porfirin bebas dengan jumlah yang sedikit. Sifat absorbsi dan fluoresensi
yang khas dari porfirin disebabkan oleh ikatan rangkap yang menyatukan cincin pirol. Ikatan
rangkap ini tidak ada pada porfirinogen sehingga tidak menunjukkan sifat-sifat tersebut. Jika
porfirinogen mengalami oksidasi dengan melepaskan 6 atom H akan terbentuk porfirin yang
mempunyai ikatan rangkap.
2. Biosintesis Heme
2.1 Tahap-tahap Biosintesis Heme
Biosintesis heme dapat terjadi pada sebagian besar jaringan kecuali eritrosit dewasa yang tidak
mempunyai mitokondria. Sekitar 85% sintesis heme terjadi pada sel-sel prekursor eritoid di sumsum
tulang dan sebagian besar sisanya di sel hepar. Biosintesis heme dapat dibagi menjadi 2 tahap,
yaitu: (1) Sintesis porfirin; (2) Sintesis heme.
Biosintesis heme dimulai di mitokondria melalui reaksi kondensasi antara suksinil-KoA yang berasal
dari siklus asam sitrat dan asam amino glisin. Reaksi ini memerlukan piridoksal fosfat untuk
mengaktivasi glisin, diduga piridoksal bereaksi dengan glisin membentuk basa Shiff, di mana karbon
alfa glisin dapat bergabung dengan karbon karbosil suksinat membentuk -amino--ketoadipat yang
dengan cepat mengalami dekarboksilasi membentuk d-amino levulinat (ALA/AmLev). Rangkaian
reaksi ini dikatalisis oleh AmLev sintase/sintetase yang merupakan enzim pengendali laju reaksi
pada biosintesis porfirin.
AmLev yang terbentuk kemudian keluar ke sitosol. Di sitosol 2 molekul AmLev dengan perantaraan
enzim AmLev dehidratase/dehidrase membentuk porfobilinogen yang merupakan prazat pertama
pirol. AmLev dehidratase merupakan enzim yang mengandung seng dan sensitif terhadap inhibisi
oleh timbal
Empat porfobilinogen selanjutnya mengadakan kondensasi membentuk tetrapirol linier yaitu hidroksi
metil bilana yang dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen I sintase (porfobilinogen deaminase).
Hidroksi metil bilana selanjutnya mengalami siklisasi spontan membentuk uroporfirinogen I yang
simetris atau diubah menjadi uroporfirinogen III yang asimetris dan membutuhkan enzim tambahan
yaitu uroporfirinogen III kosintase Pada kondisi normal hampir selalu terbentuk uroporfirinogen III.
Uroporfirinogen III selanjutnya mengalami dekarboksilasi, semua gugus asetatny (A) menjadi gugus
metil (M) membentuk koproporfirinogen III. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen
dekarboksilase. Enzim ini juga mampu mengubah uroporfirinogen I menjadi koproporfirinogen I.
Selanjutnya, koproporfirinogen III masuk ke dalam mitokondria serta mengalami dekarboksilasi dan
oksidasi, gugus propionat (P) pada cincin I dan II berubah menjadi vini (V). Reaksi ini dikatalisis oleh
koproporfirinogen oksidase dan membentuk protoporfirinogen IX. Enzim tersebut hanya bisa bekerja
pada koproporfirinogen III, sehingga protoporfirinogen I umumnya tidak terbentuk. Protoporfirinogen
IX selanjutnya mengalami oksidasi oleh enzim protoporfirinogen oksidase membentuk protoporfirin
IX. Protoporfirin IX yang dihasilkan akan mengalami proses penyatuan dengan Fe++ melalui suatu
reaksi yang dikatalisis oleh heme sintase atau ferokelatase membentuk heme.
2.2 Pengendalian Biosintesis Heme
Enzim yang bertindak sebagai regulator biosintesis heme adalah AmLev sintase. Heme yang
mungkin bekerja melalui molekul aporepresor menghambat sintesis AmLev sintase, dalam hal ini
kemungkinan terjadi feed back negative. Obat yang metabolismenya menggunakan hemoprotein
spesifik di hati (sitokrom-P450) menyebabkan konsentrasi heme intra seluler menurun. Hal ini
menyebabkan represi terhadap AmLev sintase menurun. Aktivitas AmLev sintase meningkat
sehingga sintesis heme juga meningkat. Pemberian glukosa dan hematin dapat mencegah
pembentukan AmLev sintase sehingga menurunkan sintesis heme.

PEMBENTUKAN HEME

Heme adalah gugus prostetik yang terdiri dari atom besi yang terdapat di tengah-tengah
cincin organik heterosiklik yang luas yang disebut porfirin. Tidak semua porfirin mengandung
besi, tapi fraksimetalloprotein yang mengandung porfirin memiliki heme sebagai gugus
protetiknya; ini kemudian dikenal sebagai hemoprotein. Heme banyak dikenal dalam perannya
sebagai komponen Hemoglobin, namun heme juga merupakan komponen dari sejumlah
hemoprotein lainnya.
METABOLISME PORFIRIN
1. Pendahuluan
1.1 Batasan
Porfirin adalah senyawa siklik yang dibentuk dari gabungan empat cincin pirol melalui jembatan
metenil (-CH=). Sifat khas porfirin adalah pembentukan kompleks dengan ion-ion logam
(metaloporfirin) yang terikat pada atom nitrogen cincin-cincin pirol. Sebagai contoh misalnya
heme yang merupakan porfirin besi dan klorofil, merupakan porfirin magnesium.
Di alam, metaloporfirin terkonjugasi dengan protein membentuk senyawa-senyawa penting
dalam proses biologi, antara lain: (1) Hemoglobin, merupakan porfirin besi yang terikat pada
protein globin dan mempunyai fungsi penting pada mekanisme transport oksigen dalam
darah;(2) Mioglobin, merupakan pigmen pernafasan yang terdapat dalam sel-sel otot; (3)
Sitokrom, berperan sebagai pemindah elektron (electron transfer) pada proses oksidasi reduksi.
1.2 Kimia Porfirin
Porfirin mengandung nitrogen tersier pada 2 cincin pirolen sehingga bersifat basa lemah dan
adanya gugus karboksil pada rantai sampingnya menyebabkan juga bersifat asam. Titik
isoelektriknya berkisar pada pH 3-4, sehingga pada pH trersebut porfirin mudah diendapkan
dalam larutan air. Berbagai jenis porfirinogen tidak berwarna, sedangkan berbagai jenis porfirin
berwarna. Porfirin dan derivat-derivatnya mempunyai spektrum absorbsi yang khas pada daerah
yang dapat dilihat dan pada daerah ultraviolet. Larutan porfirin dalam HCl 5% mempunyai pita
absorbsi pada 400 nm yang disebut pita Soret.
Porfirin dalam asam mineral kuat atau pelarut organik dan kemudian disianari sinar ultraviolet
akan memancarkan fluoresensi merah yang kuat. Sifat fluoresensi ini sangat khas sehingga
sering dipakai untuk mendeteksi porfirin bebas dengan jumlah yang sedikit. Sifat absorbsi dan
fluoresensi yang khas dari porfirin disebabkan oleh ikatan rangkap yang menyatukan cincin
pirol. Ikatan rangkap ini tidak ada pada porfirinogen sehingga tidak menunjukkan sifat-sifat
tersebut. Jika porfirinogen mengalami oksidasi dengan melepaskan 6 atom H akan terbentuk
porfirin yang mempunyai ikatan rangkap.
2. Biosintesis Heme
2.1 Tahap-tahap Biosintesis Heme
Biosintesis heme dapat terjadi pada sebagian besar jaringan kecuali eritrosit dewasa yang tidak
mempunyai mitokondria. Sekitar 85% sintesis heme terjadi pada sel-sel prekursor eritoid di
sumsum tulang dan sebagian besar sisanya di sel hepar. Biosintesis heme dapat dibagi menjadi 2
tahap, yaitu: (1) Sintesis porfirin; (2) Sintesis heme.
Biosintesis heme dimulai di mitokondria melalui reaksi kondensasi antara suksinil-KoA yang
berasal dari siklus asam sitrat dan asam amino glisin. Reaksi ini memerlukan piridoksal fosfat
untuk mengaktivasi glisin, diduga piridoksal bereaksi dengan glisin membentuk basa Shiff, di
mana karbon alfa glisin dapat bergabung dengan karbon karbosil suksinat membentuk -amino-
-ketoadipat yang dengan cepat mengalami dekarboksilasi membentuk d-amino levulinat
(ALA/AmLev). Rangkaian reaksi ini dikatalisis oleh AmLev sintase/sintetase yang merupakan
enzim pengendali laju reaksi pada biosintesis porfirin.
AmLev yang terbentuk kemudian keluar ke sitosol. Di sitosol 2 molekul AmLev dengan
perantaraan enzim AmLev dehidratase/dehidrase membentuk porfobilinogen yang merupakan
prazat pertama pirol. AmLev dehidratase merupakan enzim yang mengandung seng dan sensitif
terhadap inhibisi oleh timbal
Empat porfobilinogen selanjutnya mengadakan kondensasi membentuk tetrapirol linier yaitu
hidroksi metil bilana yang dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen I sintase (porfobilinogen
deaminase). Hidroksi metil bilana selanjutnya mengalami siklisasi spontan membentuk
uroporfirinogen I yang simetris atau diubah menjadi uroporfirinogen III yang asimetris dan
membutuhkan enzim tambahan yaitu uroporfirinogen III kosintase Pada kondisi normal hampir
selalu terbentuk uroporfirinogen III.
Uroporfirinogen III selanjutnya mengalami dekarboksilasi, semua gugus asetatny (A) menjadi
gugus metil (M) membentuk koproporfirinogen III. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim
uroporfirinogen dekarboksilase. Enzim ini juga mampu mengubah uroporfirinogen I menjadi
koproporfirinogen I.
Selanjutnya, koproporfirinogen III masuk ke dalam mitokondria serta mengalami dekarboksilasi
dan oksidasi, gugus propionat (P) pada cincin I dan II berubah menjadi vini (V). Reaksi ini
dikatalisis oleh koproporfirinogen oksidase dan membentuk protoporfirinogen IX. Enzim
tersebut hanya bisa bekerja pada koproporfirinogen III, sehingga protoporfirinogen I umumnya
tidak terbentuk. Protoporfirinogen IX selanjutnya mengalami oksidasi oleh enzim
protoporfirinogen oksidase membentuk protoporfirin IX. Protoporfirin IX yang dihasilkan akan
mengalami proses penyatuan dengan Fe++ melalui suatu reaksi yang dikatalisis oleh heme
sintase atau ferokelatase membentuk heme.
2.2 Pengendalian Biosintesis Heme
Enzim yang bertindak sebagai regulator biosintesis heme adalah AmLev sintase. Heme yang
mungkin bekerja melalui molekul aporepresor menghambat sintesis AmLev sintase, dalam hal
ini kemungkinan terjadi feed back negative. Obat yang metabolismenya menggunakan
hemoprotein spesifik di hati (sitokrom-P450) menyebabkan konsentrasi heme intra seluler
menurun. Hal ini menyebabkan represi terhadap AmLev sintase menurun. Aktivitas AmLev
sintase meningkat sehingga sintesis heme juga meningkat. Pemberian glukosa dan hematin dapat
mencegah pembentukan AmLev sintase sehingga menurunkan sintesis heme.

Sistem hematologi terdiri dari semua sel sel darah, sumsum tulang
tempat sel sel tumbuh matang, dan jaringan lomfoid tempat sel darah disimpan jika tidak
bersirkulasi.

Sistem hematologi dirancang untuk membawa oksigen dan nutrisi, mengangkut hormon, membuang
produk sampah, dan menghantarkan sel sel untuk mencegah infeksi, menghentikan perdarahan,
dan memfasilitasi proses penyembuhan.

Darah juga memungkinkan tubuh memberi makan dan menyembuhkan dirinya serta
menghubungkan antara bagian bagian tubuh.

KONSEP FISIOLOGIS KOMPOSISI DARAH
Darah terdiri dari sekitar 45% komponen sel dan 55% plasma. Komponen sel tersebut adalah sel
darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit).

Sel darah merah berjumlah 99% dari total komponen sel; sisanya 1% sel darah putih dan platelet.
Plasma terdiri dari air 90%, dan 10% sisanya dari protein plasma, elektrolit, gas terlarut, berbagai
produk sampah metabolisme, nutrien, vitamin, dan kolesterol.

Protein plasma terdiri dari albumin, globulin, dan fibrinogen. Albumin merupakan protein plasma
yang paling banyak dan membantu mempertahankan tekanan osmotik plasma dan volume darah.
Globulin mengikat hormon yang tidak larut dan sisa plasma lainnya agar dapat larut.

Proses ini memungkinan zat zat penting terangkut di dalam darah dari tempat asalnya dibuat ke
tempat zat zat tersebut bekerja. Sebagai contoh, zat zat yang dibawa berikatan dengan protein
plasma termasuk hormon tiroid, besi, fosfolipid, bilirubin, hormon steroid, dan kolesterol.
Proteinglobulin lainnya, imunoglobulin, adalah antibodi yang ada di dalam darah untuk melawan
infeksi. Fibrinogen merupakan komponen penting dalam proses pembekuan darah.
Pustaka
Buku Saku Patofisiologi Carwin, oleh Elizabeth J. Corwin, EGC.



PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Heme
Heme adalah kompleks senyawa protoporfirin IX dengan logam besi yang merupakan gugus
prostetik berbagai protein seperti hemoglobin, mioglobin, katalase, peroksidase, sitokrom c dan
triptophan pirolase. Kemampuan hemoglobin dan mioglobin mengikat oksigen tergantung pada
gugus prostetik ini yang sekaligus memberi warna khas pada kedua hemeprotein tersebut.
Heme terdiri atas bagian organik dan suatu atom besi. Bagian organik protoporfirin tersusun dari
empat cincin pirol. Keempat nya terikat satu sama lain melalui jembatan metenil, membentuk
cincin tetrapirol. Empat rantai samping metil, dua rantai samping vinil dan dua rantai samping
propionil terikat kecincin tetrapirol tersebut .
Atom besi didalam heme mengikat keempat atom nitrogen dipusat cincin protoporfirin. Atom besi
dapat berbentuk fero (Fe2+) atau feri (Fe3+) sehingga untuk hemoglobin yang bersangkutan
disebut juga sebagai ferohemoglobin dan ferihemoglobin atau methemoglobin. Hanya bila besi
dalam bentuk fero, senyawa tersebut dapat mengikat oksigen . 2004 Digitized by USU digital
library 2
2.2 Profirin
Porfirin merupakan senyawa organik aromatik. Keberadaan rumpun senyawa ini di bumi sangat
melimpah. Karakteristik porfirin kian banyak mendapat perhatian dari berbagai disiplin ilmu
karena kemampuannya bersenyawa dalam sistem biologis sekaligus mampu mengkonversi energi
surya menjadi energi kimia. Hal ini pula yang menyebabkan porfirin banyak dipakai sebagai
fotosensitizer. Dalam bidang nanosains dan nanoteknologi, porfirin mulai banyak dikembangkan
sebagai blok penyusun struktur nano. Penelitian yang dilakukan oleh Schwab et al. menunjukkan
bahwa struktur nano porfirin (nanotubes dan nanorods) memiliki sifat fotokonduktif sehingga
berpotensi dimanfaatkan untuk pengembangan perangkat elektronik dan fotonik, misalkan untuk
pengembangan fotosintesis buatan untuk konversi energi surya.
Sifat khas porfirin: pembentukan kompleks dengan ion-ion logam yang terikat pada atom N cincin-
cincin pirol
Contoh:
heme = porfirin + Fe2+ (porfirin besi/heme)
klorofil = porfirin + Mg2+ (porfirin magnesium/klorofil)
Di alam, metaloporfirin terkonjugasi dengan protein membentuk senyawa-senyawa antara lain:
1. Hemoglobin (Hb)
- merupakan porfirin besi yang terikat pada protein globin
- fungsi: mengangkut O2 di darah
2. Eritrokruorin
- terdapat pada beberapa invertebrata
- fungsi: hampir sama dengan Hb
3. Mioglobin
- pengangkut O2 di jaringan otot (pigmen pernafasan)
4. Sitokrom
- fungsi: pemindah elektron pada proses redoks
5. Katalase
- heme + protein
- pemecah 2H2O2 menjadi 2H2O + O2
6. Triptofan pirolase
- mengkatalisa oksidasi triptofan menjadi formil kinurenin
Fungsi porfirin:
1. Membentuk senyawa sebagai pengangkutan O2
2. Membentuk senyawa sebagai pengangkutan elektron
3. Membentuk senyawa sebagai enzim-enzim tertentu
Perbedaan antara porfirin satu dengan yang lain adalah jenis senyawa yang mensubstitusinya
2.3 Struktur Porfirin
Fischer:
- tokoh kimia porfirin
- menyingkat rumus porfirin dengan menghilangkan jembatan metenil dan setiap cincin pirol yang
diperlihatkan sebagai tanda kurung dengan 8 tanda substituent
Ada 4 macam porfirin, di alam hanya tipe I dan III (tipe III >)
Keterangan: O
A : Asetat = CH2 C OH O
P : Propionat = CH2 CH2 C OH+
V : Vinil = CH CH2
2.4 Biosintesa
Biosintesis heme dapat terjadi pada sebagian besar jaringan kecuali eritrosit dewasa yang tidak
mempunyai mitokondria. Sekitar 85% sintesis heme terjadi pada sel-sel prekursor eritoid di
sumsum tulang dan sebagian besar sisanya di sel hepar. Biosintesis heme dapat dibagi menjadi 2
tahap, yaitu:
(1) Sintesis porfirin;
(2) Sintesis heme.
1. Biosintesis profirin
Langkah awal biosintesa porfirin pada mamalia ialah kondensasi suksinil ko-A yang berasal dari
siklus asam sitrat dalam mitokondria dengan asam amino glisin membentuk asam amino
ketoadipat, dikatalisis oleh amino levulenat sintase dan memerlukan piridoksal phosfat untuk
mengaktifkan glisin. Asam diatas segera mengalami dekarboksilasi membentuk amino levulenat
atau sering disingkat ALA. Enzym ALA sintase merupakan enzym pengendali kecepatan reaksi .
Didalam sitosol 2 molekul ALA berkondensasi dan mengalami reaksi dehidrasi membentuk
porfobilinogen/PBG yang dikatalisis oleh ALA dehidratase.
4 molekul PBG berkondensasi membentuk hidroksi metil bilana, suatu tetrapirol linier oleh enzym
uroporfirinogen I sintase atau disebut juga PBG deaminase kemudian terjadi reaksi siklisasi
spontan membentuk uroporfirinogen, suatu tetrapirol siklik. Pada keadaan normal uroporfirinogen
I sintase adalah kompleks enzym dengan uroporfirinogen III kosintase sehingga kerja kedua
kompleks enzym tersebut akan membentuk uroporfirinogen III, yang mempunyai susunan rantai
samping asimetris. Bila kompleks enzym abnormal atau hanya terdapat enzym sintase saja, di
bentuk uroporfirinogen I yaitu suatu bentuk isomer simetris yang tidak fisiologis.
Rangka porfirin sekarang telah terbentuk, uroporfirinogen I atau III mengalami dekarboksilasi
membentuk koproporfirinogen I atau III dengan melepas 4 molekul CO2 hingga rantai samping
asetat pada uroporfinogen menjadi metil, reaksi ini dikatalisis oleh uroporfirinogen
dekarboksilase. Hanya koproporfirinogen III yang dapat kembali masuk kemitokondria, mengalami
dekarboksilasi dan oksidasi membentuk protoporfirinogen III oleh enzym koproporfirinogen
oksidase, dimana dua rantai samping propionat koproporfirinogen menjadi vinil.
Protoporfirinogen III dioksidasi menjadi protoporfirin III oleh protoporfirinogen oksidase yang
memerlukan oksigen. Protoporfirin III diidentifikasi sebagai isomer porfirin seri IX dan disebut juga
dengan protoporfirin IX. Porfirin tipe I dan III dibedakan berdasar simetris tidaknya gugus
substituen seperti asetat, propionat dan metil pada cincin pirol ke IV.
Penggabungan besi (Fe 2+) ke protoporfirin IX yang dikatalisa oleh Heme sintase atau Ferro
katalase dalam mitokondria akan membentuk heme.
2. Biosintesa heme
Biosintesis heme dimulai di mitokondria melalui reaksi kondensasi antara suksinil-KoA yang berasal
dari siklus asam sitrat dan asam amino glisin. Reaksi ini memerlukan piridoksal fosfat untuk
mengaktivasi glisin, diduga piridoksal bereaksi dengan glisin membentuk basa Shiff, di mana
karbon alfa glisin dapat bergabung dengan karbon karbosil suksinat membentuk -amino--
ketoadipat yang dengan cepat mengalami dekarboksilasi membentuk d-amino levulinat
(ALA/AmLev). Rangkaian reaksi ini dikatalisis oleh AmLev sintase/sintetase yang merupakan enzim
pengendali laju reaksi pada biosintesis porfirin.
AmLev yang terbentuk kemudian keluar ke sitosol. Di sitosol 2 molekul AmLev dengan perantaraan
enzim AmLev dehidratase/dehidrase membentuk porfobilinogen yang merupakan prazat pertama
pirol. AmLev dehidratase merupakan enzim yang mengandung seng dan sensitif terhadap inhibisi
oleh timbal
Empat porfobilinogen selanjutnya mengadakan kondensasi membentuk tetrapirol linier yaitu
hidroksi metil bilana yang dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen I sintase (porfobilinogen
deaminase). Hidroksi metil bilana selanjutnya mengalami siklisasi spontan membentuk
uroporfirinogen I yang simetris atau diubah menjadi uroporfirinogen III yang asimetris dan
membutuhkan enzim tambahan yaitu uroporfirinogen III kosintase Pada kondisi normal hampir
selalu terbentuk uroporfirinogen III.
Uroporfirinogen III selanjutnya mengalami dekarboksilasi, semua gugus asetatny (A) menjadi gugus
metil (M) membentuk koproporfirinogen III. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen
dekarboksilase. Enzim ini juga mampu mengubah uroporfirinogen I menjadi koproporfirinogen I.
Selanjutnya, koproporfirinogen III masuk ke dalam mitokondria serta mengalami dekarboksilasi
dan oksidasi, gugus propionat (P) pada cincin I dan II berubah menjadi vini (V). Reaksi ini
dikatalisis oleh koproporfirinogen oksidase dan membentuk protoporfirinogen IX. Enzim tersebut
hanya bisa bekerja pada koproporfirinogen III, sehingga protoporfirinogen I umumnya tidak
terbentuk. Protoporfirinogen IX selanjutnya mengalami oksidasi oleh enzim protoporfirinogen
oksidase membentuk protoporfirin IX. Protoporfirin IX yang dihasilkan akan mengalami proses
penyatuan dengan Fe++ melalui suatu reaksi yang dikatalisis oleh heme sintase atau ferokelatase
membentuk heme.
2.5 Hemoglobin
Hemoglobin adalah protein respiratori yang telah diidentifikasi pada tahun 1862 oleh Felix Seyler.
Beliau menemukan spektrum warna hemoglobin dan membuktikan bahwa warna ini adalah yang
memberikan warna pada darah. Protein yang terdapat dalam sel darah merah ini
bertanggungjawab menjalankan fungsi utama mengangkut oksigen ke jaringan dan membawa
karbon dioksida kembali ke paru. Komponen utama hemoglobin adalah heme dan globin.
Hemoglobin yang normal pada dewasa adalah hemoglobin A yang terdiri dari empat kelompok
heme dan empat rantai polipeptida dengan jumlah keseluruhan 547 asam amino. Rantai
polipeptida ini mempunyai dua rantai alfa dan dua rantai beta. Setiap rantai ini akan mengikat
satu kelompok heme. Satu rantai alfa terbentuk daripada 141 asam amino manakala satu rantai
beta pula terbentuk daripada 146 asam amino (Turgeon, 2005).
Sintesa
Hemoglobin disintesa semasa proses maturasi eritrositik. Proses sintesa heme berlaku dalam
semua sel tubuh manusia kecuali eritrosit yang matang. Pusat penghasilan utama bagi heme
(porfirin) adalah sumsum tulang merah dan hepar. Heme yang terhasil dari prekursor eritroid
adalah identik dengan sitokrom dan mioglobin. Aktiviti preliminer yang memulai pembentukan
heme yaitu sintesa porfirin berlaku apabila suksinil-koenzim A (CoA) berkondensasi dengan glisin.
Asam adipat yaitu perantara yang tidak stabil yang terhasil melalui proses kondensasi tersebut
akan mengalami proses dekarboksilasi menjadi asam delta-aminolevulinat (ALA). Reaksi
kondensasi awalan ini berlaku di mitokondria dan memerlukan vitamin B6. Faktor pembatas
penting pada tahap ini adalah kadar konversi kepada delta-ALA yang dikatalisir oleh enzim ALA-
sintetase. Aktivitas enzim ini pula dipengaruhi oleh eritropoietin dan kofaktor piridoksal fosfat
(vitamin B6). Setelah pembentukan delta-ALA di mitokondria, reaksi sintesis terus dilanjutkan di
sitoplasma. Dua molekul ALA berkondensasi untuk membentuk monopirol porfobilinogen (PBG).
Enzim ALA dehidrase mengkatalisir enzim ini. Untuk membentuk uroporfirinogen I atau III, empat
molekul PBG dikondensasikan menjadi siklik tetrapirol. Isomer tipe III dikonversi melalui jalur
koproporfirinogen III dan protoporfirinogen menjadi protoporfirin. Langkah terakhir yang
berlangsung di mitokondria melibatkan pembentukan protoporfirin dan penglibatan ferum untuk
pembentukan heme. Empat daripada enam posisi ordinal ferro menjadi chelating kepada
protoporfirin oleh enzim heme sintetase ferrocelatase.
Langkah ini melengkapkan pembentukan heme, yaitu komponen yang mengandung empat cincin
pirol yang dihubungkan oleh jembatan methene supaya membentuk struktur tetrapirol yang lebih
besar.
Struktur dan produksi globin tergantung kepada kontrol genetik. Sekuensi spesifik asam amino
dimulai oleh tiga kode dari basis DNA yang diwariskan secara genetik. Sekurang-kurangnya
terdapat lima loki yang mengarahkan sintesa globin. Kromosom 11 (rantai non-alfa) dan kromosom
16 (rantai alfa) menempatkan loki untuk sintesa globin.
Rantai polipeptida bagi globin diproduksi di ribosom seperti yang terjadi pada protein tubuh yang
lain. Rantai polipeptida alfa bersatu dengan salah satu daripada tiga rantai lain untuk membentuk
dimer dan tetramer. Pada dewasa normal, rantai ini terdiri dari dua rantai alfa dan dua rantai
beta.
Sintesa globin sangat berkoordinasi dengan sintesa porfirin. Apabila sintesa globulin terganggu,
proses sintesa porfirin akan menjadi berkurang dan sebaliknya. Walaupun begitu, tiada kaitan
antara jumlah pengambilan zat besi dengan gangguan pada protoporfirin atau sintesa globin.
Sekiranya penghasilan globin berkurang, ferum akan berakumulasi di dalam sitoplasma sel sebagai
ferritin yang beragregasi (Turgeon, 2005).
Fungsi
Selain berperan dalam transportasi oksigen, hemoglobin juga berperan sebagai molekular
transduser panas melalui siklus oksigenasi-deoksigenasi. Hemoglobin juga adalah modulator
metabolisme eritrosit dan oksidasi hemoglobin merupakan petanda proses penuaan hemoglobin.
Pada penderita malaria, hemoglobin mempunyai implikasi resistensi genetik. Aktivitas enzimatik
hemoglobin mempunyai peranan dalam interaksi dengan obat, selain ia juga merupakan sumber
katabolit fisiologi yang aktif (Giardina et al., 1995). Penurunan jumlah hemoglobin dalam darah
dapat menimbulkan gangguan pada fungsi-fungsi di atas.
Uptake oksigen maksimum (VO2 max), kadar hemoglobin dan volume darah di dalam tubuh adalah
saling berkait. Jika volume darah dalam keadaan tidak berubah, penurunan konsentrasi
hemoglobin akan menyebabkan penurunan nilai uptake oksigen maksimum (VO2 max), manakala,
jika konsentrasi hemoglobin meningkat, uptake oksigen maksimum (VO2 max) turut meningkat.
Apabila kadar hemoglobin tidak berubah, tetapi volume darah bertambah, nilai uptake oksigen
maksimum (VO2 max) turut bertambah dan jika volume darah berkurang, nilai uptake oksigen
maksimum (VO2 max) turut berkurang. Di sini dapat disimpulkan bahawa uptake oksigen
maksimum (VO2 max) sangat dipengaruhi oleh kadar hemoglobin dan volume darah (Gledhill et
al., 1999).
Konsentrasi Hemoglobin dan Anemia
Menurut Standley (2010) nilai hemoglobin yang normal pada wanita adalah di antara 12g/dL hingga
ke 16g/dL. Sekiranya nilai hemoglobin yang diukur adalah di bawah 12g/dL, seseorang wanita itu
sudah dianggap anemia. Secara tepat, anemia adalah suatu keadaan di mana berlaku penurunan
terhadap massa sel darah merah. Metode pengukuran sel darah merah adalah agak rumit karena
butuh waktu, biaya yang mahal dan biasanya memerlukan transfusi eritrosit radio label. Secara
praktis, anemia ditemukan melalui hitung jumlah sel darah merah, konsentrasi hemoglobin dan
hematokrit (Conrad, 2009).
Tabel 2.1 Tahap Keparahan Anemia Menurut Konsentrasi Hemoglobin (Elesevier Oncology, 2006)
Tahap keparahan anemia Nilai Hb (g/dL) Simptom Tindakan medis
Ringan 9.5-12.0 Pada kebiasannya tiada tanda dan gejala Tiada intervensi
Sedang 8.0-9.5 Bisa disertai gejala anemia Perlu manajemen untuk mencegah dari terjadinya
komplikasi
Berat < 8.0 Pada kebiasaannya disertai gejala anemia Bisa menggugat nyawa dan perlukan
manajemen segera
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Heme
http://klinikdokterhairrudin.blogspot.com/2008/10/kinetika-enzim.html
http://netsains.com/2010/02/porfirin-molekul-yang-mewarnai-hidup/
http://www.faikshare.com/2010/05/senyawa-porfirin-dan-legenda-vampire.html
http://my.opera.com/greatranika/blog/show.dml/4526502
http://lovesgreen.blogspot.com/2010/08/pembentukan-hb.html

A . METABOLISME ZAT BESI (Fe)
Tubuh manusia mengandung sekitar 2 sampai 4 gram besi. Lebih dari 65% zat besi ditemukan di dalam
hemoglobin dalam darah atau lebih dari 10% ditemukan di mioglobin, sekitar 1% sampai 5% ditemukan
sebagai bagian enzim dan sisa zat besi ditemukan di dalam darah atau ditempat penyimpanan. Jumlah
total besi ditemukan dalam orang tidak hanya terkait berat badan tetapi juga pengaruh dari berbagai
kondisi psikologi termasuk umur, jenis kelamin kehamilan dan status tingkat pertumbuhan. Besi
merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia yaitu sebanyak 3-5
gram di dalam tubuh manusia dewasa. Didalam tubuh sebagian besar Fe terkonjugasi dengan protein
dan terdapat dalam bentuk ferro atau ferri. Bentuk aktif zat besi biasanya terdapat sebagai ferro,
sedangkan bentuk inaktif adalah sebagai ferri(misalnya dalam bentuk storage). Besi, mempunyai
beberapa tingkat oksidasi yang bervariasi dari Fe6+ menjadi Fe2-, tergantung pada suasana kimianya.
Hal yang stabil dalam cairan tubuh manusia dan dalam makanan adalah bentuk ferri (Fe3+) dan ferro
(Fe2+).

Bentuk-bentuk konjugasi Fe adalah:

Hemoglibin; mengandung bentuk ferro. Fungsi hemoglobin adalah mentranspor CO2 dari jaringan
keparu-paru untuk dieksresikan kedaam udara pernapasan dan membawa O2 dari paru-paru ke sel-sel
jaringan. Hemoglibin terdapat pada erytrocyt.
Myoglobin; terdapat dalam sel-sel otot, mengandung Fe bentuk ferro. Fungsi myoglobin adalah dalam
proses kontraksi otot.
Transferrin; mengandung Fe bentuk ferro. Transferrin merupakan konjugat Fe yang berfungsi
mentransporFe tersebut didalam plasma darah dari tempat penimbunanFe kejaringan-jaringan (sel)
yang memerlukan (sumsum tulang dimana terdapat jaringan hemopoletik).
Ferritin; adalah bentuk storage Fe, dan mengandung bentuk Ferri. Kalau Fe Ferritindiberikan pada
transterin untuk ditransfor, zat besinya diubah menjadi

Berikut fungsi Besi dalam tubuh.

Alat angkut oksigen
Sebagian besar besi berada dalam hemoglobin (molekul protein mengandung besi dari sel darah merah
dan mioglobin di dalam otot. Hemoglobin dalam darah membawa oksigen untuk disalurkan ke seluruh
tubuh. Miogloboin berperan sebagai reservoir oksigen: menerima, menyimpan dan melepas oksigen di
dalam sel-sel otot.
Metabolisme energi
Fungsi besi sebagai kofaktor enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme energi.
Kemampuan belajar
Beberapa bagian dari otak mempunyai kadar besi tinggi yang diperoleh dari transport besi yang
dipengaruhi oleh reseptor transferin. Defisiensi besi berpengaruh negatif terhadap fungsi otak,
terutama terhadap fungsi sistem neurotransmitter. Akibatnya, kepekaan reseptor saraf dopamin
berkurang yang dapat berakhir dengan hilangnya reseptor tersebut. Daya konsentrasi, daya ingat, dan
kemampuan belajar terganggu, ambang batas rasa sakit meningkat, fungsi kelenjar tiroid dan
kemampuan mengatur suhu tubuh menurun.
Sistem kekebalan
Besi memegang peranan dalam sistem kekebalan tubuh. Respon kekebalan sel oleh limfosit-T terganggu
karena berkurangnya pembentukan sel-sel tersebut, yang kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya
sintesis DNA. Berkurangnya sistesis DNA ini disebabkan oleh gangguan enzim reduktase ribonukleotida
yang membutuhkan besi untuk dapat berfungsi.


SUMBER

Besi biasanya selalu terkandung dalam makanan. Diet orang barat diperkirakan tidak lebih dari 5-7 mg
besi per 1.000 kkal. Diet besi ditemukan dalam satu dari dua bentuk dalam makanan yaitu hem dan non
hem. Besi heme terutama berasal dari hemoglobin dan mioglobin. Besi hem berada pada makanan
hewani dan besi non hem berada pada makanan nabati. Besi nonheme umumnya terdapat dalam
makanan (kacang-kacangan, buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian, dan tofu) dan dairy produk (susu,
keju dan telur), meskipun dairy produk sangat sedikit mengandung besi. Besi nonheme biasanya
berikatan dengan komponen makanan dan harus di hidrolisis atau dilarutkan terlebih dahulu baru di
absorbsi. Sumber besi ialah makanan hewani, seperti daging, ayam, dan ikan.. Sumber baik yang
lainnya ialah telur, serelia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan beberapa jenis buah. Makanan
yang memiliki banyak kadar besi, yaitu hati dan organ daging, yang bukan merupakan bahan yang
popular di kebanyakan diet orang barat. Beberapa makanan yang lebih popular yang secara keseluruhan
merupakan sumber besi yang baika dalah daging merah, tiram dan kerang, kacang (lima,laut), dark
green, sayur daun-daunan, dan buah kering. Sebagai tambahan untuk sejumlah besi alami ditemukan
pada makanan, makanan seperti roti, roti kadet, paset, sereal, kersik, dan tepung yang difortifikasi
dengan besi. Besi alami, besi askorbat, besi karbonat,besi sitrat, besi fumarat, besi glukonat, besi
laktat, besi pirofosfat, dan besi sulfat disediakan dan digunakan untuk fortifikasi makanan.

PENCERNAAN, ABSORPSI, DAN TRANSPOR

Tubuh sangat efisien dalam penggunaan besi. Sebelum diabsorpsi, di dalam lambung besi dalam bentuk
feri direduksi menjadi bentuk fero. Hal ini terjadi dalam suasana asam di dalam lambung dengan
adanya HCl dan vitamin C yang terdapat dalam makanan. Absorpsi terutama terjadi di bagian atas usus
halus (duodenum) dengan bantuan alat angkut-protein di dalam sel mukosa usus halus yang membantu
penyerapanbesi, yaitu transferin dan feritin. Transferin, protein yang disintesis di dalam hati, terdapat
dalam dua bentuk. Transferin dan feritin. Transferin, protein yang disintesis di dalam hati, terdapat
dalam dua bentuk. Transferin mukosa mengangkut besi dari saluran cerna untuk mengikat besi lain,
sedangkan transferin reseptor mengangkut besi melalui darah ke semua jaringan tubuh. Dua ion feri
diikatkan pada transferin untuk dibawa ke jaringan-jaringan tubuh. Banyaknya reseptor transferin yang
terdapat pada membran sel bergantung pada kebutuhan tiap sel. Kekurangan besi pertama dapat
dilihat dari tingkat kejenuhan transferin.

Pencernaan dan Absorbsi Besi Heme

Besi heme sebelumnya dihidrolisis dari hemoglobin bagian dari globin atau mioglobin untuk absorpsi.
Percernaan dibantu oleh proteases dalam lambung dan usus kecil dan hasilnya berupa pelepasan besi
heme. Demikian , heme mengandung ikatan besi berupa cincin porphyrin sehingga lebih mudah
diabsorpsi sebagai metaloporphyrin ke dalam sel mokusal dari usus kecil.

Absorpsi besi heme dipengaruhi oleh simpanan besi tubuh. Absorpsi heme berhubungan dengan
simpanan besi dan kemungkinan range dari 15% dengan status besi normal sampai 35% pada orang yang
kekurangan besi. Absorpsi besi berlangsung seluruhnya di usus kecil tetapi lebih efisiens dalam proximal
portion, khususnya di duodenum. Dalam mokusal sel absorpsi heme cincin porphyrin dihidrolisis oleh
heme oksigenase ke dalam besi ferrous inorganic dan protoporphyrin. Pelepasan besi digunakan oleh
mokusal sel usus atau transport selanjutnya ke sel usus dan kemudian transport diteruskan darah untuk
digunakan oleh sel tubuh yang lain.

Pencernaan dan Absorbsi Besi Non Heme

Besi non heme, berikatan dengan komponen makanan, harus dibebaskan secara enzymatic dalam
sialuran pencernaan untuk diabsorbsi lebih lanjut. Sekresi lambung mengandung HCL dan pepsin
protease membantu melepaskan besi nonheme dari komponen bahan makanan. Pelepasan pertama dari
komponen bahan makanan, banyak besi nonheme tampil sebagai Ferric (Fe3+) dalam lambung. Besi
bentuk ferric dapat larut dalam waktu lama pada pH asam lambung, juga dalam suasana asam
lambung, banyak besi bentuk ferric di reduksi menjadi bentuk ferro. Besi bentuk ferro dapat larut
bahkan pada pH 8. Meskipun memiliki kelarutan pada pH basa dalam usus kecil, beberapa besi bentuk
ferro mungkin mengalami oksidasi menjadi besi bentuk ferric. Besi bentuk ferric lebih kompleks untuk
memproduksi ferric Hodroxida (Fe(OH)3 yang cenderung tidak larut dan membentuk agregat sehingga
menyebabkan ketersediaan besi menurun untuk di absorbsi.


BESI LAIN-MENGANDUNG ENZIM

Enzim tubuh yang lain termasuk dalam berbagai proses, disamping rangkaian respirasi, juga permintaan
besi besi. Banyak monooksigen, sebagai contoh, mengandung besi. Fungsi monooksigen adalah
memasukan satu dari dua molekul oksigen ke dalam subtract. Contoh besi mengandung oksigen
termasuk
Fenilalanin monooksigen
Tirosin monooksigen dan
Triptofan monooksigen
Enzim itu memasukan molekul oksigen kedalam fenilalanin, tirosin, dan triptofan, saling berhubungan.
Monooksigen lebih jauh diklasifikasi berdasarkan pada co-substrat yang berperan dalam reaksi. Fungsi
co-subtract untuk menyediakan atom hydrogen yang dikurangi molekul oksigen kedua dalam air.
Fenilalanin monooksigen, tirosin monooksigen dan triptofan monooksigen semuanya menggunakan
tetrahidrobiopterin sebagai co-subtract dan selama reaksi, tetrabiopetrin dioksidasi menjadi
dihidrobiopetrin. Reaksi dikatalisis oleh fenilalanin monooksigen (juga disebut hidroksilase karena
subtract utama fenilalanin menjadi hidrisilat). Enzim ini mengandung satu sampai dua atom besi dan
konversi fenilalanin menjadi tirosin; vitamin C termasuk dalam reaksi ini.

Banyak dioksigenase juga mengandung besi. Katalis dioksigenase menempatkan dua atom oksigen
kedalam subtract. Ada banyak besi penting yang dibutuhkan dioksigenase dalam tubuh. Beberapa
contoh termasuk
Triptofan dioksigenase (metabolism asam amino)
Homogentisate dioksigenase (metabolime asam amino)
Trimetil lisin dioksigenase dan -butirobetain dioksigenase (sintesis karnitin)
Lisin dioksigenase dan prolin dioksigenase (sintesis prokolagen)
Sintesis nitric oksida
-karoten dioksigenase (sintesis vitamin A)

Reaksi penting yang lain untuk melindungi tubuh juga menggunakan besi yang mengandung enzim,
seperti katalisis dan mieloperoksidasi.

Katalisis, dengan empat kelompok heme, mengubah hydrogen perooksida menjadi air dan molekul
oksigen. Katalisis membantu mencegah sel rusak yang diakibatkan oleh hydrogen perioksida.

Mieloperoksida, heme lain mengandung enzim, ditemukan dalam plasma sama dangan granula dalam
neutrofil (sel darah putih). Selama fagositosis bakteri, mieloperooksida dilepaskan dari fagositosis
vesikel dalam neutrofil. Vesikel fagositosis mengandung berbagai senyawa termasuk peroksida (H2O2),
hidroksi radikal bebas (OH-) dan ion lain seperti klorida (Cl-).

Bentuk hipoklorit dalam reaksi sitoksida kuat yang penting untuk menghancurkan subtansi asing seperti
bakteri. Aktivitas Mieloperoksida mungkin dilemahkan oleh defisiensi besi dengan meningkatnya
susceptibilitas atau infeksi sederhana.

Beberapa oksidereduktase yang termasuk besi-terikat
Aldehid oksidase, yang menggunakan oksigen untuk mengubah alehid (RCOH) menjadi alcohol (RCOOH):
Oksidasi sulfit, besi sulfur mengandung enzim yang mengubah suilfit (SO3-) menjadi sulfat (SO4-) : dan
Oksidasi xanthin dan dehidrogenase, kedua non besi heme tersebut dan molybdenum yang mengandung
enzim yang mengubah hipoxantine dihasilkan dari kataboisme purin menjadi xantin dan ketika xantin
menjadi asam uric untuk pengeluaran.

Enzim non heme terikat lain yang dibutuhkan dalam sintesis DNA dan replikasi sel adalah ribonukleotida
reduktase yang mengubah adenosine difosfat (ADP) menjadi dioksi ADP (dADP) . Dalam glikolisis,
gliserol fosfat dehidrogenase, flavoprotein, adalah komponen besi non heme. Dalam Siklus krebs,
akonitasi yang mengubah sitrat menjadi isositrat, membutuhkan satu sampai dua atom besi non heme.
Fosfoenolpirufat karbosikinase, penting dalam glukoneogenesis, juga membutuhkan besi untuk
fungsinya. Tiroperoksida, enzim besi heme terikat lain, dibutuhkan untuk organifikasi iodida
(penambahan 2I- menjadi tiroglobulin tirosin) dan konjugasi residu iodinated tirosin pada tiroglobulin.
Reaksi ini dibutuhkan untuk sintesis dari hormone tiroid T3 dan T4.
Sebagai peroksidan, besi ferro bebas mengkatalisis reaksi non enzimatik fenton, yang mana reaksi besi
ferrous dengan hydrogen perioksida untuk menghasilkan besi ferrik dan radikal bebas. Dalam reaksi
diketahui sebagai reaksi Haber Weiss, superoksida radikal O2- kemungkinan bereaksi dengan molekul
hydrogen perioksida lain untuk menghasilkan molekul oksigen dan hidroksil radikal bebas seperti OH-,
sebuah membrane oksida berbahaya.


INTERAKSI DENGAN BAHAN MAKANAN LAIN

Zat gizi lain yang memiliki kemungkinan untuk berinteraksi dalam hal penyerapan adalah zinc.
Ingestion kedua zat gizi adalah 25: 1 molar hal ini mengurangi absorpsi zinc dari air sampai 34% pada
manusia; meskipun, ketika rasio besi sama dengan zinc yang diberikan lewat daging, tidak ada efek
inhibitor yang diperlihatkan. Rasio besi non heme dengan zinc pada 2:1 dan 3:1 juga menunjukkan
adanya hambatan absorpsi zinc, sementara rasio yang sama antara besi heme dengan zinc tidak ada
efek absorpsi zinc.

Asosiasi lain antara vitamin A dan besi. Status kekurangan vitamin A merubah distribusi besi antara
jaringan. Konsentrasi rendah plasma retinol diasosiasi dengan pengurangan plasma besi dan hemoglobin
darah dan hematrokit sebanding bertambahnya akumulasi hepatic besi dalam tikus.

Besi dan timah juga berinterksi. Timah menghalangi aktifitas -aminolevulinik asam dehidratase, enzim
dimasukkan dalam sintesis heme. Timah juga menghalangi aktifitas ferochelatase enzim yang
menggabungkan besi ke heme. Sebagai tambahan, absorpsi timah meningkat berlangsung dengan
kekurangan besi pada hewan dan dapat bermasalah untuk anak-anak yang sering kekurangan besi dan
dapat meningkatkan perombakan ke timah. Seluruh Mekanisme kekurangan besi yang diperbaiki oleh
absorpsi timah tidak diketahui.

Defisiensi besi diasosiasi dengan penurunan konsentrasi selenium sama dengan sintesis dan aktivitas
glutation peroksida. Glutation peroksida, sebuah enzim yang diperlukan oleh selenium, untuk
mengkatalisis reduksi hydrogen peroksida dengan menggunakan glutation (GSH). Sebagai tambahan
enzim ini mengubah peroksida organic (ROOH) menjadi bentuk hidroksinya (atau alcohol). Mekanisme
interaksi antara besi dan selenium tidak diketahui. Besi jumlah sedikit dibutuhkan dalam regulasi
pretranslasional sintesis glutation peroksida. Secara berurutan, defisiensi besi berpengaruh pada
absorpsi selenium atau peningkatan penggunaan selenium pada tubuh. Kemungkinan lain besi atau
protein yang mengandung besi dibutuhkan untuk aktifitas glutation peroksida.

Faktor-faktor yang mempengaruhi besi yaitu:

Bentuk besi di dalam makanan berpengaruh terhadap penyerapannya. Besi-hem, yang merupakan
bagian dari hemoglobin dan mioglobin yang terdapat di dalam daging hewan dapat diserap dua kali
lipat daripada besi-nonhem.

Asam organik, seperti vitamin C sangat membantu penyerpan besi-nonhem dengan merubah bentuk feri
menjadi fero. Bentuk fero lebih mudah diserap oleh tubuh.
Asam fitat dan faktor lain di dalam serat serealia dan asam oksalat di dalam sayuran menghambat
penyerapan besi. Faktor-faktor ini mengikat besi, sehingga mempersulit penyerapannya.
Tanin yang merupakan polifenol dan terdapat di dalam teh, kopi dan beberapa jenis sayuran dan buah
juga menghambat absorpsi besi namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti.
Tingkat keasaman lambung meningkatkan daya larut besi. Kekurangan asam klorida di dalam lambung
atau penggunaan obat-obatan yang bersifat basa seperti antasid menghalangi absorpsi besi.
Faktor intrinsik di dalam lambung membantu penyerapan besi, diduga karena hem mempunyai struktur
yang sama dengan vitamin B12.
Kebutuhan tubuh akan besi berpengaruh besar terhadap absorpsi besi. Bila tubuh kekurangan besi atau
kebutuhan meningkat pada masa pertumbuhan, absorpsi besi non-hem dapat meningkat sampai sepuluh
kali, sedangkan besi-hem dua kali.


B. PERTUKARAN BESI DALAM TUBUH


Meskipun diet besi penting dalam mempertahankan adekutnya dalam jangka panjang oleh tubuh besi,
namun jumlah absorpsi besi, sekitar 0,06% total kandungan besi tubuh hal ini tidak menyediakan
konsentrasi besi yang dibutuhkan.

Kebanyakan besi masuk ke dalam plasma untuk distribusi dan redistribusi oleh transferin yang juga
berkonstribusi melalui bagian pengrusakan hemoglobin dan bagian degradasi ferritin dan hemosiderin.
Hemoglobin didegradasi terutama oleh fagosit pada system retikuloendotelia (ditemukan dalam hati,
limfa dan sumsum tulang). Simpanan besi sebagai feritin dan hemosiderin didegradasi terutama dalam
hati, limfa dan sumsum tulang.

Kebanyakan sel darah merah berumur sekitar 120 hari, yang tua selanjutnya dimakan oleh makrofag di
dalam limfa dan diturunkan (fagositosit); walaupun , sel makrofag retikuloendotelial dalam sumsum
tulang dan sel kupfer dalam hati juga mendegradasi sel darah merah.
Selama degradasi sel darah merah, bagian heme dari molekul hemoglobin dalam sel darah marah
dikatabolis oleh oksigenase heme menjadi biliverdin dan selanjutnya menjadi bilirubin, yang kemudian
dikeluarkan ke empedu untuk diekskresi dari tubuh. Sebagai tambahan, sekitar 20 sampai 25 mg besi
per hari dilepaskan dari katabolisme hemoglobin. Besi itu akan digunakan kembali, sebagai contoh
untuk eritropoiesis atau untuk penggabungan kedalam enzim besi terikat, atau besi menjadi cadangan
untuk disimpan.

Walaupun kebanyakan sel darah merah didegradasikan dalam system retikuloendotelial, beberapa lisis
sel darah merah berlangsung dalam darah. Dua protein, haptoglobin dan hemopexin, berfungsi untuk
melepaskan pelepasan hemoglobin dan heme bebas, secara berturut-turut di dalam darah.
Haptoglobin, disintesis oleh hati, bentuk kompleks dengan hemoglobin bebas , sementara hemopexin,
juga disintesisoleh hati, bentuk kompleks dengan heme bebas dalam darah. Protein lalu mengantarakan
komponen yang mengandung besi ke hati, dimana degradasi lebih jauh berlangsung untuk dapat
digunakan kembali besi tersebut.

Kecuali kalau simpanan tubuh dihabiskan, persedian besi pada plasma pool dapat disesuaikan dengan
batas banyaknya. Kebutuhan untuk besi transferin ditentukan oleh kebutuhan sumsum tulang untuk
sintesis sel darah merah. Walaupun , hemolisis kronik kuantiti besi melewati plasma dapat
dikembangkan enam sampai delapan kali normal.

EKSKRESI

Kehilangan besi sehari-hari oleh laki-laki dewasa kira-kira antara 0,9 dan 1,0 mg/hari (12-14
mg/Kg/hari). Kehilangan tersebut berlangsung dari berbagai letak:



Dinding gastrointersinal : 0,6
Kulit : 0,2-0,3
Ginjal : 0,1

Dapat dilihat dari angka tersebut, kebanyakan kehilangan besi via daerah gastrointestinal (0,6 mg). dari
0, 6 mg, sekitar 0,45 mg sesuai dari kehilangan darah menit (-1 mL) dan 0,15 mg besi yang lain sesuai
kehilangan empedu dan kematian sel mokusa. Kehilangan pada kulit kira-kira 0,2 sampai 0,3 mg besi
berlagsung untuk kematian permukaan sel dari kulit. Terakhir, kira-kira sangat sedikit , sekitar 0,1 mg,
hilang di urin. Kehilangan besi , walaupun mungkin meningkat pada orang dengan ulkus gastrointensial
atau parasit intestinal atau hemorange ditimbulkan oleh operasi atau luka yang sesuai.

Kehilangan besi basal baru digambarkan sedikit (0,7-0,8 mg/hari) pada wanita karena daerah
permukaannya lebih kecil. Kehilangan total premanopause wanita, walaupun diperkirakan kurang lebih
1,3 sampai 1,4 mg/hari karena kehilangan besi pada saat menstruasi. Rata-rata kehilangan darah
selama siklus menstruasi sekitar 35 mL, dengan batas lebih sekitar 80 mL. Kandungan besi dalam darah
sekitar 0,5 mg/100 mL darah, yang kehilangan hampir 17,5 mg besi per periode. Ketika dirata-ratakan
lebih sebulan, kehilangan besi dalam menstruasi sekitar 0,5 mg per hari; pada beberapa wanita,
kehilangan besi untuk menstruasi mungkin melebihi 1,4 mg/hari. Ekskresi besi meningkat pada orang
sehat dengan asupan yang melebihi rata-rata konsentrasi besi ferritin pada kematian sel mokusa sel.

Keseimbangan pemasukan besi dengan kehilangannya dari tubuh sangat penting untuk kesehatan.
Tingginya kejadian anemia defisiensi besi, merupakan defisiensi gizi yang umum pada manusia di dunia,
menjadi fakta bahwa keseimbangan besi sering tidak dicapai, sebagian pada banyak anak-anak,
perempuan dan wanita usia subur.

RECOMMENDED DIETARY ALLOWANCES

Kehilangan besi basal, dengan rata-rata 0,7 sampai 1,0 mg/hari oleh laki-laki dewasa dan wanita pada
saat menopause dengan pertambahan kehilangan besi meningkat dalam memformulasi RDA. Pada tahun
1989 RDA berasumsi absorpsi besi sekitar 10% dan telah diatur rekomendasinya 10 mg pada laki-laki dan
wanita postmonopouse. RDA untuk besi pada wanita sebelum monepouse diatur 15 mg/hari. Karena
kurangnya menstruasi selama kehamilan dan bertambah atau lebih efisien absorpsi besi yang juga
berlangsung saat kehamilan, RDA menyarankan 30 mg besi/hari wanita hamil. Karena 30 mg besi lebih
dari biasanya yang didapatkan dari diet, supplement yang biasanya digunakan
Biosintesa porfirin dan heme
Langkah awal biosintesa porfirin pada mamalia ialah kondensasi suksinil ko-A yang
berasal dari siklus asam sitrat dalam mitokondria dengan asam amino glisin membentuk asam
amino ketoadipat, dikatalisis oleh amino levulenat sintase dan memerlukan piridoksal phosfat
untuk mengaktifkan glisin. Asam diatas segera mengalami dekarboksilasi membentuk amino
levulenat atau sering disingkat ALA. Enzym ALA sintase merupakan enzym pengendali
kecepatan reaksi .
Didalam sitosol 2 molekul ALA berkondensasi dan mengalami reaksi dehidrasi
membentuk porfobilinogen/PBG yang dikatalisis oleh ALA dehidratase.
4 molekul PBG berkondensasi membentuk hidroksi metil bilana, suatu tetrapirol linier
oleh enzym uroporfirinogen I sintase atau disebut juga PBG deaminase kemudian terjadi reaksi
siklisasi spontan membentuk uroporfirinogen, suatu tetrapirol siklik. Pada keadaan normal
uroporfirinogen I sintase adalah kompleks enzym dengan uroporfirinogen III kosintase sehingga
kerja kedua kompleks enzym tersebut akan membentuk uroporfirinogen III, yang mempunyai
susunan rantai samping asimetris. Bila kompleks enzym abnormal atau hanya terdapat enzym
sintase saja, di bentuk uroporfirinogen I yaitu suatu bentuk isomer simetris yang tidak fisiologis.
Rangka porfirin sekarang telah terbentuk, uroporfirinogen I atau III mengalami
dekarboksilasi membentuk koproporfirinogen I atau III dengan melepas 4 molekul CO
2
hingga
rantai samping asetat pada uroporfinogen menjadi metil, reaksi ini dikatalisis oleh
uroporfirinogen dekarboksilase. Hanya koproporfirinogen III yang dapat kembali masuk
kemitokondria, mengalami dekarboksilasi dan oksidasi membentuk protoporfirinogen III oleh
enzym koproporfirinogen oksidase, dimana dua rantai samping propionat koproporfirinogen
menjadi vinil.
Protoporfirinogen III dioksidasi menjadi protoporfirin III oleh protoporfirinogen oksidase
yang memerlukan oksigen. Protoporfirin III diidentifikasi sebagai isomer porfirin seri IX dan
disebut juga dengan protoporfirin IX. Porfirin tipe I dan III dibedakan berdasar simetris tidaknya
gugus substituen seperti asetat, propionat dan metil pada cincin pirol ke IV.
Penggabungan besi (Fe
2+
) ke protoporfirin IX yang dikatalisa oleh Heme sintase atau
Ferro katalase dalam mitokondria akan membentuk heme.

A. Hemoglobin
Hemoglobin adalah hemoprotein pembawa oksigen pada eritrosit yang terdiri dari empat
gugus hem dan globin. Tiap eritrosit mengandung sekitar 640 juta molekul hemoglobin
(A.V. Hoffbrand, et al., 2005). Pada manusia dewasa hemoglobin utama (mayor) disebut Hb
A (hemoglobin dominan setelah 3-6 bulan), yang terdiri dari dua rantai dan dua rantai
(22) dengan kadar 95% (Slamet Suyono, 2001; A.V. Hoffbrand, et al., 2005). Selain Hb
A pada manusia dewasa terdapat hemoglobin pendamping (minor) yang disebut Hb A2 yang
terdiri dari 2 rantai dan dua rantai (22). Kadar Hb A2 pada orang dewasa adalah <
2%. Pada bayi (neonatus) dan janin (embrio) terdapat bentuk hemoglobin lain yaitu: Hb F
(hemoglobin fetal) dengan kadar < 3% (Slamet Suyono, 2001) dan hemoglobin embrional.
Perubahan utama dari Hb F ke hemoglobin dewasa terjadi setelah 3-6 bulan setelah lahir
(A.V. Hoffbrand, et al., 2005).
Sintesis hemoglobin dimulai dari suksinil koA, yang dibentuk dalam siklus Krebs berikatan
dengan glisin yang dipengaruhi oleh enzim asam -aminolevulinat (ALA) untuk membentuk
molekul pirol. Koenzim pada reaksi tersebut yaitu piridoksal fosfat (vitamin B6) yang
dirangsang oleh eritropoietin (A.V. Hoffbrand, et al., 2005) Kemudian, empat pirol
bergabung untuk membentuk protoporfirin IX, yang kemudian bergabung dengan besi
(bentuk ferro/ Fe2+) untuk membentuk molekul heme. Akhirnya, setiap molekul heme
bergabung dengan rantai polipeptida panjang, yang disebut globin, yang disintesis di
ribosom, membentuk suatu subunit hemoglobin yang disebut rantai hemoglobin. Kadar
Hemoglobin normal pada laki-laki 14-18 gr/dL dan wanita 12-16 gr/dL. Setiap gram
hemoglobin murni mampu berikatan dengan kira-kira 1,39 ml oksigen. Oleh karena itu,
pada orang normal, lebih dari 21 ml oksigen dapat dibawa dalam bentuk gabungan dengan
hemoglobin pada setiap desiliter darah, dan pada wanita normal, oksigen yang dapat
diangkut sebesar 19 ml (Guyton dan Hall, 1997). Fungsi hemoglobin dalam eritrosit yaitu
mengangkut oksigen dari paru ke jaringan melalui arteri dan membawa CO2 dari jaringan
ke paru-paru (A.V. Hoffbrand, et al., 2005).
B. Metabolisme Besi
Besi merupakan mikromineral dan trace element vital yang sangat dibutuhkan untuk
sintesis hemoglobin, mioglobin dan beberapa enzim seperti sitokrom dalam tubuh manusia.
Sekitar 65% dari 4000 mg besi yang normal dalam tubuh terikat pada hem. Setiap 1 ml
eritrosit yang diproduksi memerlukan 1 mg besi (Ronald A. Sacher, Richard A McPherson,
2004).Besi terdapat dalam berbagai jaringan tubuh dalam bentuk:
- Hemoglobin (dalam hem): 65% , dalam bentuk ferro dalam eritrosit.
- Ferritin dan hemosiderin : 30% dalam bentuk ferri, disimpan di hati (simpanan terbesar),
limpa, dan sumsum tulang untuk eritropoesis.
- Mioglobin : 3,5% dalam bentuk ferro untuk mengangkut dan menyimpan O2 dalam otot
serta konstraksi otot (Widardo, 2007).
- Enzim heme (mis. katalase, sitokrom, peroksidase, flavoprotein) : 0,5%.
Sitokrom C berfungsi dalam transfer elektron pada respirasi sel. Katalase berfungsi
mengubah H2O2 berbahaya menjadi H2O dan O2 yang tidak berbahaya (Robert K. Murray,
et al., 2001). Sitokrom P-540 berfungsi dalam degradasi oksidasi obat-obatan (Suhanantyo,
2007).
- Besi terikat transferin (protein beta-globulin pengikat besi dalam sirkulasi) : 0,1% (A.V.
Hoffbrand, et al., 2005).

Setiap hari tubuh memerlukan 20-25 mg besi yang diperlukan eritropoesis di mana
sebanyak 95% besi berasal dari perputaran daur eritrosit dan katabolisme hemoglobin.
Hanya 1 mg/hari (5% dari perputaran eritrosit) besi diperlukan asupan dari makanan
(Ronald A. Sacher, Richard A McPherson, 2004). Kebutuhan besi dipengaruhi oleh usia,
jenis kelamin, dan umur. Besi dalam makanan terdiri dari besi heme dan besi nonheme.
Besi heme banyak berasal dari hemoglobin dan mioglobin dalam daging, unggas, dan ikan
(protein hewani) dan terdapat juga dalam hati dan jantung. Besi nonheme terutama berasal
dari tumbuh-tumbuhan (Widardo, 2007). Besi dalam makanan di lambung akan terjadi
perubahan bentuk dari ferri menjadi ferro dibantu oleh enzim ferrireduktase di mana
penyerapan besi dalam bentuk ferro lebih mudah diserap (I Made Bakta, et al., 2006).
Perubahan tersebut dipengaruhi oleh vitamin C, keadaan asam (HCl), asam amino, dan gula
dapat meningkatkan penyerapan besi. Besi dalam bentuk ferri, besi anorganik, pH basa,
kelebihan besi, asam phytat, tanat, kalsium, fosfor, tannin dalam teh dan kopi, serat
merupakan penghambat absorbsi besi (A.V. Hoffbrand, et al. 2005; Widardo, 2007; I Made
Bakta, et al., 2006). Serat dan tannin dapat mengikat besi sedangkan kalsium dan fosfor
berkompetisi dalam penyerapan nutrisi sehingga menghambat absorbsi besi. Besi heme 2-3
kali lebih mudah penyerapannnya daripada besi nonheme (Widardo, 2007). Agar besi
nonheme mudah diabsorbsi dalam duodenum harus berada dalam bentuk terlarut (Sunita A,
2001). Penyerapan besi maksimal terjadi pada duodenum dan jejunum bagian proksimal
(Sunita A, 2001; Ronald A. Sacher, Richard A McPherson, 2004, Harry R, et al., 2005).
Taraf absorbsi besi diatur oleh mukosa saluran cerna yang ditentukan oleh kebutuhan besi.
Apabila cadangan besi cukup atau berlebih maka akan terjadi penurunan absorbsi besi. Besi
dari asupan makanan hanya mencapai 5-10% yang diabsorbsi (Waldo E. Nelson, 2000).
Besi nonheme di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin menjadi transferin besi
yang akan masuk ke dalam sel mukosa. Di dalam sel mukosa tersebut, besi dilepaskan dan
apotransferin aka kembali kelumen usus untuk mengangkut besi lainnya. Sebagian besi
tersebut berikatan dengan apoferritin membentuk ferritan sebagai cadangan besi dalam sel.
Sebagian lainnya yang tidak diikat oleh apoferritin akan masuk ke peredaran darah yang
berikatan dengan apotransferin membentuk transferin serum (Harry R, et al., 2005).
Transferin darah membaw besi menuju sumsm tulang untuk pembentukan hemoglobin yang
merupakan bagian dari eritrosit. Sisanya di bawa ke jaringan tubuh yang membutuhkan.
Kelebihan besi disimpan dalam bentuk ferritin dan hemosiderin di hati, sumsum tulang,
limpa, dan otot (Sunita A, 2001). Ekskresi besi melalui perdarahan, feses, keringat, urin,
menstruasi, dan pengelupasan rambut dan kulit (Suhanantyo, 2007; Widardo, 2007).

C. Pemeriksaan Laboratorium/Penunjang Diagnosis ADB
1. Jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin
Pada orang dewasa normal jumlah eritrosit pada laki-laki 4,6-6,2 juta/mm3 dan pada
perempuan 4,2-5,4 juta/mm3. Kadar hemoglobin normal pada laki-laki 13,5-18 gr/dl dan
perempuan 12-16 gr/dl (Ronald A. Sacher, Richard A McPherson, 2004). Angka normal
jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin dari setiap penulis memiliki perbedaan begitu juga
dengan angka normal pemeriksaan laboratorium lainnya sehingga tidak memiliki angka
mutlak. Jumlah eritrosit pada ADB normal atau sedikit menurun dan kadar hemoglobin
turun.

2. Indeks erirosit
Pemeriksaan indeks eritrosit meliputi Mean Corpuscular Volume (MCV), volume rata-rata sel
darah merah; Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH), volume hemoglobin rata-rata dalam
eritrosit; dan Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC), volume konsentrasi
hemoglobin rata-rata. Secara manual perhitungan MCV didapatkan dari pembagian antara
hematokrit dengan jumlah eritosit di mana nilai normalnya sebesar 80-98 fl (femtoliter).
Perhitungan MCH didapatkan dari perbandingan antara kadar hemoglobin (Hb) dengan
jumlah eritrosit dengan nilai normalnya antara 26-32 pg (pikogram). MCHC didapatkan dari
perhitungan antara kadar Hb dibagi dengan hematokrit dikalikan 100% dengan nilai rujukan
32-36% (Ronald A. Sacher, Richard A McPherson, 2004). Pada ADB, terjadi penurun ketiga
indeks eritrosit di atas sehingga apusan darah tepinya menunjukkan anemia mikrositik
hipokromik, anisositosis, dan poikilositosis. MCV < 70 fl hanya didapatkan pada ADB dan
thalassemia major. Leukosit dan trombosit pada umumnya normal (I Made Bakta, et al.,
2006).

3. TIBC, Saturasi Transferin, dan Besi Sumsum Tulang
TIBC atau kapasitas mengikat besi total merupakan suatu pengukuran untuk mengukur
kapasitas transferin serum mengikat besi. Pengambilan darah unutk pemeriksaan ini
sebaiknya pada pagi hari setelah puasa 12 jam dan eksklusi suplemen besi selama 12-24
jam. Kemampuan total transferin mengikat besi diukur dari mengukur besi total yang
terikat dan pemeriksaan TIBC ini tidak mengukur kadar transferin. Rentang normal untuk
TIBC pada orang dewasa adalah 240-360 g/dl, dan cenderung akan berkurang seiring
bertambahnya usia sampai 250 g/dl pada orang dengan usia di atas 70 tahun. TIBC
meningkat pada defisiensi besi dan kehamilan, tetapi mungkin normal atau rendah pada
penyakit kronis dan malnutrisi (Ronald A. Sacher, Richard A McPherson, 2004).
Saturasi transferin menggambarkan perbandingan antara besi serum yang ada dengan TIBC
dalam bentuk persentase. Saturasi transferin ini memiliki pola diurnal, tinggi pada pagi hari
dan rendah pada siang dan sore hari. Persentase saturasi rendah pada defisiensi besidan
penyakit kronis dan tinggi pada anemia sideroblastik, keracunan besi, serta hemolisis
intravascular dan hemokromatosis (Ronald A. Sacher, Richard A McPherson, 2004).
Pemeriksaan sumsum tulang untuk melihat kadar cadangan besi untuk proses eritropoesis.

4. Besi serum, protoporfirin eritrosit, ferritin serum
Pemeriksaan besi serum dan ferritin serum untuk melihat ada/tidaknya besi dan
cadangannya dalam tubuh. Dan protoporfirin eritrosit untuk menentukan pembentukan
heme dimana besi akan diikat oleh protoporfirin.

Anda mungkin juga menyukai