Anda di halaman 1dari 41

SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 1



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Blok Imunologi dan Infeksi adalah blok tujuh pada semester II dari Kurikulum
Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang. Pada kesempatan ini, membahas skenario kasus
Raisya, anak perempuan, usia 9,5 bulan, yang mengalami demam dan timbul
ruam kemerahan di kulit. Gejala tersebut timbul 2 hari setelah ia mendapatkan
imunisasi campak di Puskesmas, dan riwayat imunisasi sebelumnya sudah
mendapatkan imunisasi BCG, Hepatitis B, DPT, dan polio 2 kali.

1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode
analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.










SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Tutor : dr. R.A. Tanzila
Moderator : Aldy Fauzan
Notulis : Jackson Mandala Putra
Sekretaris : Clarissa Lucia Valerina
Waktu : 1. Senin, 16 Juni 2014
Pukul 13.00 15.00 WIB
2. Rabu, 18 Juni 2014
Pukul. 13.00 15.00 WIB

Peraturan :
1. Menonaktifkan ponsel atau dalam keadaan diam.
2. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan argumen.
3. Izin saat akan keluar ruangan.

2.2 Kasus Skenario
Raisya, anak perempuan, usia 9,5 bulan, dibawah ibunya ke RSMP karena
demam dan timbul ruam kemerahan di kulit. Demam timbul sejak 1 hari yang lalu
dan 12 jam kemudian timbul ruam kemerahan hampir diseluruh tubuh. Kejang
tidak ada dan batuk pilek tidak ada. Ibu Raisya mengatakan 2 hari sebelumnya
Raisya baru mendapatkan imunisasi campak di Puskesmas. Riwayat imunisasi
sebelumnya, Raisya sudah mendapatkan imunisasi BCG, Hepatitis B, DPT, dan
polio 2 kali.
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : Compos mentis
Tanda vital : Nadi : 110 x/menit, RR : 28 x/menit, Temp : 38 C
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 3

Kepala : Konjungtiva pucat (-/-), rinorea (-), faring tenang
Thoraks :
Paru-paru : Tidak ada kelainan
Jantung : Bunyi jantung I dan II normal, bising tidak ada
Abdomen : Hepar dan lien tidak teraba
Extremitas : Dalam batas normal
Status dermatologikus : Tampak eritema makula papula diskret di hampir
seluruh tubuh.

2.3. Klarifikasi Istilah
1. Demam : Peningkatan temperatur diatas normal (37
o
C)
2. Ruam : Bintik-bintik merah pada kulit
3. Imunisasi : Proses membuat subjek menjadi imun
4. Kejang : Kaku pada bagian tubuh
5. Rinorea : Sekresi mucus encer dari hidung
6. Eritema : Kemerahan pada kulit yang dihasilkan oleh akumulasi darah
yang abnormal pada pembuluh kapiler.
7. Makula : Bercak, bintik atau penebalan dalam anatomi daerah yang
tidak bisa dibedakan dengan warna atau sebaliknya dari
sekelilingnnya
8. Papula : Tonjolan lesi pada kulit yang kecil, berbatas tegas dan padat
9. Diskret : Dibuat dengan bagian terpisah atau ditandai dengan lesi yang
tidak menyatu

2.4. Identifikasi Masalah
1. Raisya, anak perempuan, usia 9,5 bulan, dibawah ibunya ke RSMP karena
demam dan timbul ruam kemerahan di kulit. Demam timbul sejak 1 hari yang
lalu dan 12 jam kemudian timbul ruam kemerahan hampir diseluruh tubuh.
Kejang tidak ada dan batuk pilek tidak ada.
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 4

2. Ibu Raisya mengatakan 2 hari sebelumnya Raisya baru mendapatkan
imunisasi campak di Puskesmas.
3. Riwayat imunisasi sebelumnya, Raisya sudah mendapatkan imunisasi BCG,
Hepatitis B, DPT, dan polio 2 kali.
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : Compos mentis
Tanda vital : Nadi : 110 x/menit, RR : 28 x/menit, Temp : 38 C
Kepala : Konjungtiva pucat (-/-), rinorea (-), faring tenang
Thoraks :
Paru-paru : Tidak ada kelainan
Jantung : Bunyi jantung I dan II normal, bising tidak ada
Abdomen : Hepar dan lien tidak teraba
Extremitas : Dalam batas normal
Status dermatologikus : Tampak eritema makula papula diskret di hampir
seluruh tubuh.

2.5. Analisis Masalah
1. Raisya, anak perempuan, usia 9,5 bulan, dibawah ibunya ke RSMP karena
demam dan timbul ruam kemerahan di kulit. Demam timbul sejak 1 hari yang
lalu dan 12 jam kemudian timbul ruam kemerahan hampir diseluruh tubuh.
Kejang tidak ada dan batuk pilek tidak ada.

a. Apa jenis-jenis demam?
Jawab :
Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-
tiba), variasi derajat suhu selama periode 24 jam dan selama episode
kesakitan, siklus demam, dan respons terapi. Jenis-jenis demam meliputi:
1. Demam kontinyu atau sustained fever ditandai oleh peningkatan
suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4
o
C
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 5

selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya
tidak terjadi atau tidak signifikan.
2. Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi
tidak mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,5
o
C per 24
jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling sering
ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk
penyakit tertentu. Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila
demam disebabkan oleh proses infeksi.
3. Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari,
umumnya pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari. Pola ini
merupakan jenis demam terbanyak kedua yang ditemukan di
praktek klinis.
4. Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau
intermiten menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik
terendah suhu yang sangat besar
5. Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan
paroksisme demam yang terjadi setiap hari.
6. Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam
12 jam (siklus 12 jam)
7. Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan
dan menetap tinggi selama beberapa hari, kemudian secara
perlahan turun menjadi normal
8. Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit
dengan lama demam melebihi yang diharapkan untuk
penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran nafas atas.
9. Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan
interval irregular pada satu penyakit yang melibatkan organ yang
sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ multipel.

SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 6

10. Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode
demam yang berbeda (camelback fever pattern, atau saddleback
fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik dari pola demam
ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam
dengue, demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite
fever (Spirillum minus), dan African hemorrhagic fever
(Marburg, Ebola, dan demam Lassa).
11. Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan
interval regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai
beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan suhu
normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana
digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila
demam terjadi setiap hari ke-4) dan brucellosis
12. Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam
rekuren yang disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia dan
ditularkan oleh kutu (louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).
(Dwijaya, A., 2012)

b. Apa kemungkinan penyakit dengan gejala demam dan timbul ruam?
Jawab :
1) Campak (measles/rubeola/morbili)
Etiologi : Morbillivirus (fam. Paramixoviridae)
Masa inkubasi : 14 21 hari.
Masa penularan : 2 hari sebelum gejala prodromal sampai 4 hari
timbulnya erupsi. Cara penularan melalui droplet.
Manifestasi klinis :
a) Masa prodromal antara 2-4 hari ditandai dengan demam 38,4
40,6C, koriza, batuk, konjungtivitis, bercak koplik.
b) Bercak Koplik timbul 2 hari sebelum dan sesudah erupsi kulit,
terletak pada mukosa bukal posterior berhadapan dengan geraham
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 7

bawah, berupa papul warna putih atau abu-abu kebiruan di atas dasar
bergranulasi atau eritematosa.
c) Demam sangat tinggi di saat ruam merata dan menurun dengan
cepat setelah 2-3 hari timbulnya eksantema.
d) Dapat disertai adanya adenopati generali ata dansplenomegali.
e) Eksantema timbul pada hari ke 3-4 masa prodromal, memudar
setelah 3 hari dan menghilang setelah 6-7 hari.
f) Erupsi dimulai dari belakang telinga dan perbatasan rambut kepala
kemudian menyebar secara sentrifugal sampai ke seluruh badan pada
hari ke- 3 eksantema.
g) Eksantema berupa papul eritematosa berbatas jelas dan kemudian
berkonfluensi menjadi bercak yang lebih besar, tidak gatal dan
kadang disertai purpura.
h) Bercak menghilang disertai dengan hiperpigmentasi kecoklatan
dan deskuamasi ringan yang menghilang setelah 7-10 hari.
i) Black measles merupakan keadaan yang berat dari campak,
terdapat demam dan delirium diikuti penekanan fungsi pernafasan
dan erupsi hemoragik yang luas.
2) Campak Atipik
Etiologi : imunisasi oleh vaksin virus campak yang telah
dimatikan.
Patogenesis : delayed hypersensitivity terhadap antigen
virus.
Manifestasi klinis : Demam tinggi, nyeri kepala, nyeri otot dan
nyeri perut yang disertai pneu monitis. Erupsi kulit tidak seperti
campak yaitu berupa urtikaria, makulopapular, ptekie, purpurik dan
kadang vesikular dengan predileksi pada ekstremitas. Dapat terjadi
edema pada lengan dan kaki serta hiperestesi pada kulit. Bentuk dan
distribusi dari eksantema menyerupai rocky mountain spotted
fever.
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 8

Terapi : Simtomatik.
Pencegahan : Imunisasi oleh vaksin virus campak hidup
yang dilemahkan.
(Rahayu, Tuty dan Alan R. Tumbelaka, 2002.)
3) Exantema Subitum
Kelainan yang disebabkan karena infeksi virus inilah yang paling
sering terjadi yang sering dianggap campak. Pada kelainan ini
biasanya demam 1-3 hari setelah demam hilang baru timbul bercak
kemerahan diseluruh tubuh yang mirip campak. Setelah timbul dalam
2-3 hari akan hilang tidak membekas. Bedanya pada campak bercak
merah timbul demam masih terjadi, seminggu setelah itu timbul
bekas kehitaman pada bercak merah yang ada. Kelainan ini sering
dialami pada penderita alergi dengan riwayat kulit yang sangat
sensitif.
4) Demam Berdarah Dengue
Pada awal perjalanan penyakit DBD pada hari ke 1-4 kadang juga
disertai bercak kemerahan yang mirip campak. Bercak merah ini
biasanya akan hilang setelah hari ke 5-7. Manifestasi ini sering
dialami pada penderita alergi dengan riwayat kulit yang sangat
sensitif.
5) Rubela
Rubela atau dikenal juga dengan nama Campak Jerman adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh virus Rubella. Virus
biasanya menginfeksi tubuh melalui pernapasan seperti hidung dan
tenggorokan. Anak-anak biasanya sembuh lebih cepat dibandingkan
orang dewasa. Penyakit ini bisa berlangsung satu sampai tiga hari.
Infeksi dari ibu oleh virus Rubella saat hamil bisa serius, jika ibu
terinfeksi dalam 20 minggu pertama kehamilan, anak bisa lahir
dengan sindrom rubella bawaan (CRS), yang memerlukan berbagai
penyakit tak tersembuhkan yang serius.
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 9

6) Erupsi obat
Erupsi obat alergi atau allergic drug eruption ialah reaksi alergi pada
kulit atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian
obat dengan cara sistemik. Pada pemeriksaan fisik, hampir di seluruh
tubuh tampak papul eritematous diskret.
7) Virus roseola
Virus roseola adalah infeksi virus ringan yang disebabkan 2 jenis
virus herpes, yang umumnya menyerang bayi berusia 6 bulan hingga
1 tahun. Infeksi ini dapat menyebabkan ruam atau bercak merah
muda di tubuh yang disertai peningkatan suhu badan. Setelah
mengalami demam, biasanya sekitar 3-5 hari kemudian pada kulit
tubuh Si Kecil akan timbul ruam. Umumnya, ruam tersebut muncul
pertama kali di bagian dada atau perut bayi, lalu menyebar ke lengan
hingga wajahnya. Ruam ini pun biasa disertai dengan jerawat tanpa
rasa gatal, lalu akan hilang dalam beberapa jam atau beberapa hari.
Gejala lain infeksi ini sama seperti kondisi tenggorokan yang kering,
hidung meler, ataupun pembengkakan kelenjar yang mungkin
dialami bersamaan saat demam.Roseola biasanya ditularkan melalui
sekresi pernapasan.
(Rahayu, Tuty dan Alan R. Tumbelaka, 2002.)

c. Apa yang memyebabkan timbulnya ruam kemerahan dikulit?
Jawab :
Berikut ini adalah beberapa penyebab umum memiliki ruam kulit.
1. Iritasi kulit dianggap sebagai salah satu dari banyak alasan utama untuk
memiliki ruam kulit.
2. Tanaman beracun serta partikel kotoran lainnya bisa masuk ke dalam
sistem manusia yang mungkin tidak cocok untuk orang tersebut dan
dengan demikian menyebabkan ruam alergi yang kadang-kadang
mendapat menjadi masalah medis
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 10

3. Kadang-kadang infeksi virus menyebabkan ruam pada kulit manusia.
Infeksi bisa sangat berbahaya bagi sistem manusia dan seluruh ruam yang
terbentuk sebenarnya mungkin memerlukan perawatan medis pada tahap
berikutnya.
4. Paparan parasit dan serangga tertentu dapat menyebabkan alergi dan
mungkin timbul dalam mendapatkan ruam pada setiap orang juga.
(Widoyono, 2005)
5.Obat, bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara
imunologik maupun non-imunologik. Obat sistemik (penisilin,
sepalosporin, dan diuretik) menimbulkan urtikaria secara imunologik tipe
I atau II. Sedangkan obat yang secara non-imunologik langsung
merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya opium dan zat
kontras.
6.Makanan, peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut,
umumnya akibat reaksi imunologik. Makanan yang sering menimbulkan
urtikaria adalah telur, ikan, kacang, udang, coklat, tomat, arbei, babi, keju,
bawang, dan semangka.
7.Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtika setempat, hal
ini lebih banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV).
8.Bahan fotosenzitiser, Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin,
fenotiazin, sulfonamid, bahan kosmetik, dan sabun germisid sering
menimbulkan urtikaria.
9.Inhalan, berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, asap, bulu
binatang, dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria
alergik (tipe I).
10. Kontaktan, Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu
binatang, serbuk tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-
buahan, bahan kimia, misalnya insect repellent (penangkis serangga), dan
bahan kosmetik.
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 11

11.Trauma fisik, Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, faktor
panas, faktor tekanan, dan emosi menyebabkan urtikaria fisik, baik secara
imunologik maupun non imunologik. Dapat timbul urtika setelah goresan
dengan benda tumpul beberapa menit sampai beberapa jam kemudian.
12. Infeksi dan infestasi. Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan
urtikaria, misalnya infeksi bakteri, virus, jamur, maupun infestasi parasit.
13. Psikis. Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung
menyebabkan peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapiler .
14. Genetik. Faktor genetik juga berperan penting pada urtikaria,
walaupun jarang menunjukkan penurunan autosomal dominant.
15. Penyakit sistemik. Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat
menimbulkan urtikaria, reaksi lebih sering disebabkan reaksi kompleks
antigen-antibodi
(Baratawidjaja, 2012)

d. Bagaimana patofisiologi dari demam?
Jawab :
Suhu tubuh secara normal dipertahankan pada rentang yang sempit,
walaupun terpapar suhu lingkungan yang bervariasi. Suhu tubuh secara
normal berfluktuasi sepanjang hari, 0,5C dibawah normal pada pagi hari
dan 0,5C diatas normal pada malam hari.
Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus yang mengatur keseimbangan antara
produksi panas dan kehilangan panas. Produksi panas tergantung pada
aktivitas metabolik dan aktivitas fisik. Kehilangan panas terjadi melalui
radiasi, evaporasi, konduksi dan konveksi. Dalam keadaan normal
termostat di hipotalamus selalu diatur pada set point sekitar 37C, setelah
informasi tentang suhu diolah di hipotalamus selanjutnya ditentukan
pembentukan dan pengeluaran panas sesuai dengan perubahan
set point.
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 12

Hipotalamus posterior bertugas meningkatkan produksi panas dan
mengurangi pengeluaran panas. Bila hipotalamus posterior menerima
informasi suhu luar lebih rendah dari suhu tubuh maka pembentukan
panas ditambah dengan meningkatkan metabolisme dan aktivitas otot
rangka dalam bentuk menggigil dan pengeluaran panas dikurangi dengan
vasokontriksi kulit dan pengurangan produksi keringat sehingga suhu
tubuh tetap dipertahankan tetap. Hipotalamus anterior mengatur suhu
tubuh dengan cara mengeluarkan panas. Bila hipotalamus anterior
menerima informasi suhu luar lebih tinggi dari suhu tubuh maka
pengeluaran panas ditingkatkan dengan vasodilatasi kulit dan menambah
produksi keringat.
Umumnya peninggian suhu tubuh terjadi akibat peningkatan set point.
Infeksi bakteri menimbulkan demam karena endotoksin bakteri
merangsang sel PMN untuk membuat pirogen endogen yaitu interleukin
1, interleukin 6 atau tumor nekrosis faktor. Pirogen endogen bekerja di
hipotalamus dengan bantuan enzim siklooksigenase membentuk
protaglandin selanjutnya prostaglandin meningkatkan set point
hipotalamus. Selain itu pelepasan pirogen endogen diikuti oleh pelepasan
cryogens (antipiretik endogen) yang ikut memodulasi peningkatan suhu
tubuh dan mencegah peningkatan suhu tubuh pada tingkat yang
mengancam jiwa.
(Victor Nizet, Vinci RJ, Lovejoy FH, 1994)

e. Apa makna demam sejak 1 hari yang lalu dan 12 jam kemudian timbul
ruam kemerahan?
Jawab :
Dalam waktu sekitar 34 jam atau 1 hari 10 jam pada suhu kamar maka
akan timbul ruam kulit karena virus aktif dapat ditemukan pada sekret
nasofaring, darah, dan air kecing.
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 13

Dikarenakan telah melewati 2 jam dari keaktifan virus menginfeksi
maka sesuai akan timbul ruam kemerahan akibat dari komplikasi darah
yang membawa sel limfosit untuk memberikan perlindungan pada lapisan
epidermis di kulit.
(Widoyono, 2011)

f. Apa penyebab demam?
Jawab :
Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non
infeksi. Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus,
jamur, ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan
demam pada anak-anak antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis,
appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakterial gastroenteritis,
meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dan
lain-lain. (Graneto, 2010)
Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain
viral pneumonia, influenza, demam berdarah dengue, demam
chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1 (Davis, 2011). Infeksi
jamur yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain coccidioides
imitis, criptococcosis, dan lain-lain (Davis, 2011). Infeksi parasit yang
pada umumnya menimbulkan demam antara lain malaria, toksoplasmosis,
dan helmintiasis. (Jenson & Baltimore, 2007)
Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa
hal antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang
terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis,
systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit
Hodgkin, Limfoma non- hodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-
obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin) (Kaneshiro &
Zieve, 2010). Selain itu anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 14

akibat efek samping dari pemberian imunisasi selama 1-10 hari.
(Graneto, 2010)
Hal lain yang juga berperan sebagai faktor non infeksi penyebab
demam adalah gangguan sistem saraf pusat seperti perdarahan otak, status
epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan lainnya.
(Nelwan,2009)

g. Bagaimana patofisiologi dari ruam kemerahan dikulit?
Jawab :
Penyakit infeksi akut yang disebabkan virus campak, dengan gejala
berupa ruam pada kulit dan aktifasi jaringan retikuloendotelial.

Gambar ruam pada kulit

Skema perjalanan klinik virus campak
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 15

Perjalanan klinik di awali dengan infeksi epithel saluran napas bagian atas
oleh virus, menyebar ke kelenjar lympha regional bersama makrofag.
Setelah mengalami replikasi dikelenjar limfa regional, virus dilepas
kedalam aliran darah, terjadilah viremia pertama. Sampailah virus ke
sistem reticuloendothelial, dan disusul dengan proses replikasi. Viremia
yg kedua akan mengantar virus sampai ke multiple tissue site, terjadilah
proses infeksi di endothelium pembuluh darah, epithelium saluran napas
dan saluran cerna. Virus menempel pada receptor virus campak pada
tempat tertentu, misalnya pada lapisan lendir saliran nafas , sel otak dan
usus. Setelah inkubasi selama 10-11 hari, dalam 24 jam kemudian
munculah gejala coryza / pilek, conjunctivitis / radang mata dan cough /
batuk sebagai gejala periode prodromal. Semua gejala diatas makin hari
makin memberat, mencapai puncaknya pada periode erupsi, saat mulai
muncul ruam pada hari ke 4 sakit. kopliks spot, bercak putih di depam
M1 yang terletak di mukosa pipi, akan muncul dan menjadi tanda klinik
yang pathognomonik. Gejala panas, cough, coryza dan conjunctivitis
pada hari ke 4 akan disusul dengan keluarnya ruam erythro
makulopapuler dengan perjalanan dan penyebaran yang khas, sehingga
diagnosis klinik mudah dikenali. Periode konvalescence ditandai dengan
tersebarnya ruam pada seluruh tubuh, yang disertai turunnya temperatur
tubuh secara lisis. Respon di dalam tubuh yang menghasilkan ruam pada
kulit merupakan hasil dari proses respon imun innate dan adaptasi.
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 16


Skema respon innate terhadap virus campak


Skema respon adaptasi terhadap virus campak
Ruam penyakit campak adalah erythromaculopapular, muncul 3 -4 hari
panas, mulai dari perbatasan rambut kepala, dahi, belakang telinga,
kemudian menyebar ke muka, leher, tubuh, extremitas atas, terus
kebawah, dan mencapai ujung kaki pada pada hari ke 3 ruam muncul.
Setelah ruam sudah menyebar keseruh tubuh, maka ruam awal akan
mengabur, disusul dengan munculnya hiperpigmentasi dan desquamasi.
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 17

Urutan lokasi terjadinya fade hiperpigmentasi desquamasi, sama
dengan urutan lokasi terjadinya ruam erythro maculopapular.
(Ismoedijanto, 2011)

h. Apa makna kejang tidak ada dan batuk pilek tidak ada?
Jawab :
Makna tidak ada kejang adalah demam tidak melebihi 38
O
C karena
umumnya pada orang apalagi bayi yang menderita demam melebihi 40
o
C
akan mengalami kejang kejang. Tidak ada batuk dan pilek bermakna
tidak ada gangguan saluran pernapasan atas, dan yang dialami Raisya
bukanlah campak karena salah satu ciri ciri penyaki campak adalah
cough atau batuk melainkan hanya gejala menyerupai campak.


2. Ibu Raisya mengatakan 2 hari sebelumnya Raisya baru mendapatkan
imunisasi campak di Puskesmas.
a. Pada usia berapa imunisasi campak diberikan?
Jawab :
Imunisasi campak diberikan pada umur 9 bulan 1 kali, 2 tahun diberikan
2 kali, dan pada umur 6 tahun diberikan 3 kali.
(Baratawidjaja, 2012)

b. Bagaiman respon tubuh setelah dilakukan imunisasi?
Jawab :
Imunisasi atau vaksinasi adalah prosedur untuk meningkatkan derajat
imunitas, memberikan imunitas protektif dengan menginduksi respons
memori terhadap patogen tertentu atau toksin dengan menggunakan
preparat antigen nonvirulen/ non toksin.Pembagian Sistem Imun spesifik
dan non spesifik hanyak dimaksudkan untuk memudahkan pengertian
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 18

saja. Sebenarnya antara kedua sistem tersebut terjadi kerjasama yang erat,
yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain.
(Baratawidjaja, 2009)

Gambar 1 Respon Imun terhadap Infeksi Virus (Sumber: Histologi
Dasar Junqueira Edisi 12)
Respon imun setelah dilakukan imunisasi
Pemberian vaksin sama dengan pemberian antigen pada tubuh. Jika
terpajan oleh antigen, baik secara alamiah maupun melalui pemberian
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 19

vaksin, tubuh akan bereaksi untuk menghilangkan antigen tersebut
melalui sistem imun.
Secara umum, sistem imun dibagi menjadi dua, yaitu sistem imun spesifik
dan sistem imun non spesifik. Sistem imun non spesifik merupakan
mekanisme pertahanan alamiah yang dibawa sejak lahir (innate) dan
dapat ditujukan untuk berbagai macam agen infeksi atau antigen. Sistem
imun non spesifik meliputi kulit, membrane mukosa, sel-sel fagosit,
komplemen, lisozim, interferon, dll. Sistem imun ini merupakan garis
pertahanan pertama yang harus dihadapi oleh agen infeksi yang masuk ke
dalam tubuh. Jika sistem imun non spesifik tidak berhasil menghilangkan
antigen, barulah sistem imun spesifik berperan.
Sistem imun spesisik merupakan mekanisme pertahanan adaptif yang
didapatkan selama kehidupan dan ditujukan khusus untuk satu jenis
antigen. Sistem imun spesifik diperankan oleh sel T dan sel B. Pertahanan
oleh sel T dikenal sebagai imunitas seluler sedangkan pertahanan oleh sel
B dikenal sebagai imunitas humoral. Imunitas seluler berperan melawan
antigen di dalam sel (intra sel), sedangkan imunitas humoral berperan
melawan antigen di luar sel (ekstra sel). Sistem imun spesifik inilah yang
berperan dalam pemberian vaksin untuk memberikan kekebalan terhadap
satu jenis agen infeksi. Hal ini dikarenakan adanya mekanisme memori
dalam sistem imun spesifik.
Di dalam kelenjar getah bening, terdapat sel T naf yaitu sel T yang belum
pernah terpajan oleh antigen. Jika terpajan antigen, sel T naf akan
berdiferensiasi menjadi sel efektor dan sel memori. Sel efektor akan
bermigrasi ke tempat-tempat infeksi dan mengeliminasi antigen,
sedangkan sel memori akan berada di organ limfoid untuk kemudian
berperan jika terjadi pajanan antigen yang sama.
Sel B, jika terpajan oleh antigen, akan mengalami transformasi,
proliferasi dan diferensiasi menjadi sel plasma yang akan memproduksi
antibodi. Antibodi akan menetralkan antigen sehingga kemampuan
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 20

menginfeksinya hilang. Proliferasi dan diferensiasi sel B tidak hanya
menjadi sel plasma tetapi juga sebagian akan menjadi sel B memori. Sel
B memori akan berada dalam sirkulasi . Bila sel B memori terpajan pada
antigen serupa, akan terjadi proses proliferasi dan diferensiasi seperti
semula dan akan menghasilkan antibodi yang lebih banyak.
Adanya sel memori akan memudahkan pengenalan antigen pada pajanan
yang kedua. Artinya, jika seseorang yang sudah divaksin (artinya sudah
pernah terpajan oleh antigen) terinfeksi atau terpajan oleh antigen yang
sama, akan lebih mudah bagi sistem imun untuk mengenali antigen
tersebut. Selain itu, respon imun pada pajanan yang kedua (respon imun
sekunder) lebih baik daripada respon imun pada pajanan antigen yang
pertama (respon imun primer). Sel T dan sel B yang terlibat lebih banyak,
pembentukan natibodi lebih cepat dan bertahan lebih lama, titer antibodi
lebih banyak (terutama IgG) dan afinitasnya lebih tinggi. Dengan
demikian, diharapkan seseorang yang sudah pernah divaksin tidak akan
mengalami penyakit akibat pajanan antigen yang sama karena sistem
imunnya memiliki kemampuan yang lebih dibanding merekan yang tidak
divaksin.
(Febriana, S, 2009)

c. Bagaimana prosedur pemberian imunisasi campak?
Jawab :
Di Indonesia, digunakan vaksin campak yang dilemahkan yaitu
TCID50 sebanyak 0,5 ml, untuk vaksin hidup pemberian dengan 20
TCID50 mungkin sudah dapat memberikan hasil yang baik. Vaksin
campak diberikan pada bayi umur sembilan bulan secara subkutan
walaupun demikian dapat diberikan secara intramuskular. Daya proteksi
vaksin campak diukur dengan berbagai berbagai macam cara, salah satu
indikator pengaruh vaksin terhadap proteksi adalah penurunan angka
kejadian kasus campak sesudah pelaksanaan program imunisasi.
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 21

Imunisasi campak diberikan lagi pada saat masuk sekolah SD atau yang
disebut dengan program BIAS.
(Ariga, R, 2010)
Dosis dan cara pemberian imunisasi campak adalah:
a. Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan
adalah 1000 TCID50 atau sebanyak 0,5 ml.
b. Untuk vaksin hidup, pemberian dengan 20 TCID50 mungkin sudah
dapat memberikan hasil yang baik.
c. Pemberian diberikan pada umur 9 bulan, secara subkutan walaupun
demikian dapat diberikan secara intramuskular.
d. Daya proteksi vaksin campak diukur dengan berbagai macam cara.
Salah satu indikator pengaruh vaksin terhadap proteksi adalah
penurunan angka kejadian kasus campak sesudah pelaksanaan
program imunisasi. Imunisasi campak diberikan lagi pada saat masuk
sekolah SD.
e. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Imunisasi Campak Pada Bayi
f. Keberhasilan pemberian imunisasi kepada bayi memerlukan kerjasama
dan dukungan dari semua pihak terutama kesadaran ibu-ibu yang
mempunyai bayi untuk membawa bayinya ke fasilitas pelayanan
imunisasi, seperti Posyandu, Puskesmas, Rumah Sakit, Klinik
Bersalin, Praktek Dokter atau Bidan.
(Febri, R, 2012)

d. Kapan waktu pemberian imunisasi campak (jadwal)?
Jawab :
Berdasarkan rekomendasi oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
pada tahun 2014, Imunisasi campak pertama kali diberikan pada usia 9
bulan, pemberian kedua pada usia 2 tahun dan yang ketiga diberikan pada
usia 6 tahun.
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 22


Keterangan:
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januari 2014.
1. Vaksin Hepatitis B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam
setelah lahir dan didahului pemberian injeksi vitamin K1. Bayi lahir
dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin hepatitis B dan
imunoglobulin hepatitis B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda.
Vaksinasi hepatitis B selanjutnya dapat menggunakan vaksin
hepatitis B monovalen atau vaksin kombinasi.
2. Vaksin Polio. Pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin
polio oral (OPV-0). Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan
polio booster dapat diberikan vaksin OPV atau IPV, namun
sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV.
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan,
optimal umur 2 bulan. Apabila diberikan sesudah umur 3 bulan,
perlu dilakukan uji tuberkulin.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertamadiberikan paling cepat pada umur
6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi
dengan vaksin lain. Untuk anak umur lebih dari 7 tahun DTP yang
diberikan harus vaksin Td, di-booster setiap 10 tahun.
5. Vaksin Campak. Campak diberikan pada umur 9 bulan, 2 tahun dan
pada SD kelas 1 (program BIAS).
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 23

6. Vaksin Pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12
bulan, PCV diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; pada umur
lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu dosis ulangan 1
kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah
dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup
satu kali.
7. Vaksin Rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali,
vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus
monovalen dosis I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2 diberikan
dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus
monovalen selesai diberikan sebelum umur 16 minggu dan tidak
melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen: dosis ke-1
diberikan umur 6-14 minggu, interval dosis ke-2, dan ke-3 4-10
minggu, dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32 minggu
(interval minimal 4 minggu).
8. Vaksin Varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12
bulan, namun terbaik pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila
diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis dengan
interval minimal 4 minggu.
9. Vaksin Influenza. Vaksin influenza diberikan pada umur minimal 6
bulan, diulang setiap tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary
immunization) pada anak umur kurang dari 9 tahun diberi dua kali
dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 <36 bulan, dosis
0,25 mL.
10. Vaksin Human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat
diberikan mulai umur 10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga
kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan
interval 0, 2, 6 bulan.
(IDAI, 2014)

SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 24

e. Apa penyebab campak?
Jawab :
Penyakit Campak (Rubeola, 9 hari, Measles) adalah suatu infeksi virus
yang sangat menular. Ditandai dengan demam, batuk, Konjungtiva
(Peradangan selaput ikan mata) dan ruam pada kulit. Penyakit ini
disebabkan oleh infeksi virus campak golongan Paramyxovirus.
(Baratawidjaja, 2012)

f. Apa syarat-syarat pemberian imunisasi campak?
Jawab :
Menurut depkes RI 2005 , syarat pemberian imunisasi :
1. Diberikan pada bayi atau anak yang sehat
2. Vaksin yang diberikan harus baik
3. Pemberian imunisasi dengan teknik yang benar
4. Mengetahui jadwal imunisasi dengan melihat umur dan jenis
imunisasi yang telah diterima
5. Memberikan dosis yang akan diberikan
6. Memberikan informed concent kepada orang tua atau keluarga
sebelum melakukan tindakan imunisasi yang sebelumnya telah
dijelaskan kepada orang tuanya tentang manfaat dan efek samping
atau KIPI yang dapat timbul setelah pemberian imunisasi.
(Depkes RI, 2005)
Vaksin tidak boleh diberikan pada penderita :
sakit parah
penderita TBC tanpa pengobatan,
kurang gizi dalam derajat berat,
gangguan kekebalan,
penyakit keganasan.
Dihindari pula pemberian pada ibu hamil
(Depkes R.I. 2005)
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 25

g. Bagaimana hubungan antara imunisasi campak yang diberikan dengan
gejala yang timbul?
Jawab :
Kemungkinan karena Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) campak.
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang dapat terjadi setelah
pemberian imunisasi campak antara lain demam > 39,5
o
C, ruam,
emsefalitis, dan ensefalopati pasca imunisasi.
(Febriana, S., 2009)

h. Apa yang dimaksud dengan KIPI?
Jawab :
KIPI atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi adalah semua kejadian
sakit dan kematian yang terjadi dalam masa satu bulan setelah imuniasi
dan diduga karena imunisasi.
Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI/adverse event following
immunization) adalah kejadian medik yang berhubungan dengan
imunisasi, baik berupa reaksi vaksin ataupun efek simpang, toksisitas,
reaksi sensitivitas, efek farmakologis; atau kesalahan program,
koinsidensi, reaksi suntikan, atau hubungan kausal yang tidak dapat
ditentukan (Ditjen P2PL dan Pusdiklat SDM kesehatan Depkes RI, 2006).
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi adalah semua kejadian sakit dan
kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi (KN PP
KIPI, 2005).
(Depkes RI, 2009)

3. Riwayat imunisasi sebelumnya, Raisya sudah mendapatkan imunisasi BCG,
Hepatitis B, DPT, dan polio 2 kali.
a. Apa macam-macam imunisasi?
Jawab :
Terdapat 2 jenis Imunisasi yaitu Imunisasi Pasif dan Imunisasi Aktif.
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 26

1) Imunisasi Pasif adalah transfer proteksi melalui antibodi yang sudah
terjadi yang diproduksi oleh individu lain. Imunisasi pasif dapat terjadi
bila seseorang menerima antibodi atau produk sel dari orang lain yang
telah mendapat imunisasi aktif.
a. Imunisasi Pasif Alamiah
1) Imunisasi maternal melalui plasenta
2) Imunisasi maternal melalui kolostrum
b. Imunisasi Pasif Buatan
1) Immune Serum Globulin Nonspesifik
2) Immune Serum Globulin Spesifik
3) Serum Asal Hewan
4) Antibodi Heterolog Versus Antibodi Homolog
2) Imunisasi aktif adalah timbulnya antibodi sebagai respon terhadap
rangsangan antigen.
(Baratawidjaja, 2009)

b. Apa tujuan dari pemberian imunisasi?
Jawab :
Tujuan dalam pemberian imunisasi, antara lain :
1. Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan
menghilangkan penyakit tertentu di dunia.
2. Melindungi dan mencegah penyakit-penyakit menular yang sangat
berbahaya bagi bayi dan anak.
3. Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat
mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu.
4. Menurunkan morbiditas, mortalitas dan cacat serta bila mungkin
didapat eradikasi sesuatu penyakit dari suatu daerah atau negeri.
5. Mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat
membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada
penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 27

imunisasi yaitu seperti campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan,
hepatitis B, gondongan, cacar air, TBC, dan lain sebagainya.
6. Mencegah terjadinya penyakit tetentu pada seseorang, dan
menghilangkan penyakit pada sekelompok masyarakat (populasi) atau
bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada
imunisasi cacar.
Tujuan memberikan imunisasi adalah untuk meningkatkan
kekebalan anak terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
(Febri, R., 2012)
1. Tujuan umum
Tujuan umumnya yakni untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian bayi akibat Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan
Imunisasi (PD3I). Penyakit dimaksud antara lain, Difteri, Tetanus,
Pertusis (batuk rejam), Measles (campak), Polio dan Tuberculosis.
2. Tujuan Khusus, antara lain :
a. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), yaitu
cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada
bayi di 100% desa kelurahan pada tahun 2010.
b. Tercapainya ERAPO (Eradiksi Polio), yaitu tidak adanya virus
polio liar di Indonesia yang dibuktikan dengan tidak
ditemukannya virus polio liar pada tahun 2008.
c. Tercapainya ETN (Eliminasi Tetanus Neonatorum), artinya
menurunkan kasus TN sampai tingkat 1 per 1000 kelahiran
hidup dalam 1 tahun pada tahun 2008.
d. Tercapainya RECAM (Reduksi Campak), artinya angka
kesakitan campak turun pada tahun 2006.
(Banin, U., 2011)

SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 28

c. Bagaimana cara penyimpanan vaksin?
Jawab :
Penyimpanan vaksin :
a. Semua vaksin disimpan pada suhu +2C s/d +8C
b. Bagian bawah lemari es diletakkan cool pack sebagai penahan
dingin dan kestabilan suhu
c. Peletakan dus vaksin bejarak minimal 1-2 cm
d. Vaksin yang sensitif terhadap panas (BCG, Campak, Polio)
diletakan dekat evaporator
e. Vaksin yang sensitif terhadap dingin (DT,TT,DPT,HB) diletakan
jauh dari evaporator.
(Depkes R.I. 2005)

d. Bagaimana jadwal imunisasi BCG, Hepatitis B, DPT dan Polio?
Jawab :
a. BCG
BCG optimal diberikan pada umur 2 3 bulan. Bila vaksin BCG akan
diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin. Nila
uji tuberkulin pra-BCG tidak dimungkinkan, BCG dapat diberikan
namun harus diobservasi dalam 7 hari. Bila ada reaksi lokal cepat di
tempat suntikan perlu dievaluasi lebih lanjut (diagnosis TB)
b. Hepatitis B
Pertama diberikan dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir
c. DTP
Diberikan pada umur > 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DtwP atau
DTaP atau kombinasi dengan Hepatitis B atau Hib. Ulangan DTP
umur 5 bulan dan 18 bulan.
d. Polio
OPV diberikan pada kunjungan pertama. Bayi yang lahir di RB/RS
diberikan vaksin OPV saat bayi dipulangkan untuk menghindari
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 29

transmisi virus vaksin kepada bayi lain. Selanjutnya dapat diberikan
vaksin OPV atau IPV
(Baratawidjaja, 2012)

e. Apa dampak jika anak tidak di imunisasi?
Jawab :
Jika anak tidak diberikan imunisasi dasar lengkap, maka tubuhnya
tidak mempunyai kekebalan yang spesifik terhadap penyakit tersebut.
Bila kuman berbahaya yang masuk cukup banyak maka tubuhnya tidak
mampu melawan kuman tersebut sehingga bisa menyebabkan sakit berat,
cacat atau meninggal. Anak yang tidak diimunisasi akan menyebarkan
kuman-kuman tersebut ke adik, kakak dan teman lain disekitarnya
sehingga dapat menimbulkan wabah yang menyebar kemana-mana
menyebabkan cacat atau kematian lebih banyak. Oleh karena itu, bila
orangtua tidak mau anaknya diimunisasi berarti bisa membahayakan
keselamatan anaknya dan anak-anak lain disekitarnya, karena mudah
tertular penyakit berbahaya yang dapat menimbulkan sakit berat, cacat
atau kematian.
(IDAI, 2014)

f. Bagaimana Prosedur imunisasi BCG, Hepatits B, DPT, Polio?
Jawab :
1. Pemberian Vaksin Polio (OPV/ Oral Polio Vaccine)
a. Pemberian OPV dilakukan dengan cara oral, diteteskan ke dalam
mulut
b. Dosis yang diberikan sebanyak 2 tetes
2. Pemberian Vaksinasi BCG
a) Menyiapkan semprit
Ambil semprit BCG
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 30

Pasang jarum BCG dan pastikan jarum terpasang dengan baik
dan cukup kuat
b) Mengisi semprit
Isaplah vaksin BCG, dilebihkan sedikit dari dosis agar pada
waktu membuang gelembung udara, jumlah vaksin menjadi 1
dosis/ tepat dosis.
c) Mengeluarkan gelembung udara
Pegang semprit seperti posisi merokok, ketuklah semprit ke
jari dengan menghadap ke atas
Bila udara telah terkumpul di bagian atas, doronglah piston
sampai gelembung udara dan sedikit vaksin keluar. Hal ini
untuk meyakinkan bahwa jarum penuh dengan vaksin.
Apabila ada udara dalam jarum kemungkinan akan
menyuntikkan udara dan dosis vaksin akan kurang dari
seharusnya.
Yakinkan semprit tidak bocor, apabila bocor ganti dengan
yang lain
d) Cara pemberian vaksinasi
Pemberian vaksinasi BCG adalah secara intrakutan
Tempat yang disuntik adalah sepertiga bagian lengan kanan
atas (pada lekukan atas insertio musculus deltoideus)
Bersihkan lengan dengan kapas yang dibasahi air bersih
(jangan mengunakan alkohol atau desinfektan karena akan
merusak vaksin BCG).
Peganglah lengan kanan anak dengan tangan kiri, sehingga
tangan penyuntik ada di bawah lengan anak, lingkarkan ibu
jari dan jarijari anda ke lengan bayi dan kulit direnggangkan.
Pegang semprit dengan tangan kanan, lobang jarum
menghadap ke atas
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 31

Letakkan semprit dan jarum hampir sejajar dengan lengan
anak
Masukkan ujung jarum ke dalam kulit, usahakan sedikit
mungkin melukai kulit. Pertahankan jarum sejajar kulit,
sehingga hanya masuk ke kulit bagian luar, lubang jarum
tetap menghadap ke atas. Jangan menekan terlalu jauh da
jangan mengarahkan ujung jarum terlalu menukik karena
jarum akan masuk ke bawah kulit, sehingg mengakibatkan
suntikan menjadi sub cutan.
Letakkan ibu jari kiri anda di atas ujung barrel, pegang
pangkal barrel antara jari telunjuk dan jari tengah dan
doronglah piston dengan ibu jari tangan kanan anda.
Suntikkan 0.05 cc vaksin, pada suntikan intrakutan terasa ada
tahanan sehingga perlu menekan piston lebih keras daripada
subkutan, kemudian cabut jarumnya.
Bila cara menyuntik tepat, maka akan terlihat benjolan di kulit
yang bening dan pucat, pori-pori kulit terlihat jelas.

3. Pemberian vaksin DPT, TT, dan Hepatitis B
a. Pemberian vaksin adalah secara intra muskulair
b. Tempat yang paling baik adalah di bagian pertengahan paha
anterolateral/ bagian luar
c. Usaplah sekitar kulit yang akan disuntik dengan kapas yang
dibasahi air
d. Letakkan ibu jari dan jari telunjuk pada sisi yang akan disuntik,
kemudian renggangkan kulit
e. Tusukkan jarum tegak lurus ke bawah (posisi 90) sampai masuk
ke dalam otot
f. Tarik piston sedikit untuk meyakinkan bahwa jarum tidak
mengenai pembuluh darah
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 32

g. Dorong pangkal piston dengan ibujari untuk memasukkan
vaksin, suntikkan vaksin pelan-pelan untuk mengurangi rasa
sakit. Kemudian cabut jarumnya.
(P.N. Ari, 2013)

g. Berapa lama imunisasi BCG, Hepatitis B, DPT, Polio berpengaruh dalam
tubuh?
Jawab :
Lama waktu proteksi bervariasi bergantung dari patogen dan jenis
vaksin. Imunitas terhadap tetanus oleh vaksin DPT bergantung dari igG
dan sel B yang memproduksinya, dapat berlangsung 10 tahun atau lebih.
Keuntungan vaksin hidup (cth: campak, parotitis, polio(sabin), virus
rota, rubela, varisella, yellow fever dan tuberkulosis) adalah respon imun
yang kuat dan sering seumur hidup dengan beberapa dosis. (hal. 570)
(Baratawidjaja, 2009)

h. Bagaimana program imunisasi menurut DEPKES dan IDAI?
Jawab :
PPI atau EPI merpakan program pemeintah Indonesia dalam bidang
imunisasi untuk mencapai komitmen internasional yaitu universal child
immunization. Ikatan Dokter Anak Indonesia (2004) telah menetapkan
jadwal imunisasi berupa yang diwajibkan dan yang danjurkan, yang dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.

(Baratawidjaja, K., & Rengganis, I., 2010)
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 33

4. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : Compos mentis
Tanda vital : Nadi : 110 x/menit, RR : 28 x/menit, Temp : 38 C
Kepala : Konjungtiva pucat (-/-), rinorea (-), faring tenang

Thoraks :
Paru-paru : Tidak ada kelainan
Jantung : Bunyi jantung I dan II normal, bising tidak ada
Abdomen : Hepar dan lien tidak teraba
Extremitas : Dalam batas normal
Status dermatologikus : Tampak eritema makula papula diskret di hampir
seluruh tubuh
a. Bagaimana prosedur pemeriksaan fisik?
Jawab :
Pemeriksaan fisik pada orang dewasa dan bayi tidak terdapat perbedaan
yang terlalu signifikan. Ketika memriksa bayi dan anak, rangkaian
pemeriksaannya harus divariasikan menurut usia anak serta tingkat
kenyamanannya. Lakukan terlebih dahulu tahap pemeriksaan yang tidak
mengganggu anak, dan baru kemudian pada saat menjelang akhir
pemeriksaan, melakukan tahap pemeriksaan yang berpotensi menimbulkan
distres (membuat anak menangis). Sebagai contoh, mula-mula lakukan
palapasi kepala sertaleher dan auskultasi jantung serta paru, dan setelah itu
lakukan pemeriksaan telingan serta mulut dan palpasi abdomen saat
pemeriksaan hampir selesai. Jika anak mengeluhkan rasa nyeri pada suatu
bagian, periksa bagian tersebut paking akhir. Tetapi untuk teknik
pemeriksaan antara dewasa dan anak atau bayi tidak ada perbedaan.
(Bickley, L., 2009)



SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 34

Adapun teknik-teknik pemeriksaan fisik yang digunakan adalah:
1. Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera
penglihatan, pendengaran dan penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat
pertama kali bertemu pasien. Suatu gambaran atau kesan umum mengenai
keadaan kesehatan yang di bentuk. Pemeriksaan kemudian maju ke suatu
inspeksi local yang berfokus pada suatu system tunggal atau bagian dan
biasanya mengguankan alat khusus seperto optalomoskop, otoskop,
speculum dan lain-lain. Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan
dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan
(mata atau kaca pembesar).
Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh,
arna, bentuk, posisi, kesimetrisan, lesi dan penonjolan/pembengkakan.
Setelah inspeksi perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian
tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya.
2. Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba
dengan meletakkan tangan pada bagian tubuh yang dapat di jangkau
tangan. Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan indera
peraba ; tangan dan jari-jari, untuk mendeterminasi ciri2 jaringan atau
organ seperti: temperatur, keelastisan, bentuk, ukuran, kelembaban dan
penonjolan.
Hal yang di deteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur, gerakan,
vibrasi, pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan sensasi.
3. Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan
tubuh unutk menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam membantu
penentuan densitas, lokasi, dan posisi struktur di bawahnya. Perkusi adalah
pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 35

untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan) dengan
menghasilkan suara, yang bertujuan untuk mengidentifikasi batas/ lokasi
dan konsistensi jaringan.
4. Auskultasi
Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan
oleh bermacam-macam organ dan jaringan tubuh. Auskultasi adalah
pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang
dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan
stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas,
dan bising usus.
Tahap-tahap pemeriksaan fisik umum pasien meliputi :
a. Kepala
- Wajah : bentuk wajah
- Rambut : warna rambut, mudah rontok
- Mata : Conjungtiva palpebra, sclera ikterik, refleks cahaya, pupil
- Hidung
- Telinga
- Mulut dan tenggorokan: bibir, mukosa mulut, lidah, faring
b. Leher
- Pembesaran kelejar getah bening
- Tekanan vena jugularis
c. Thoraks
Paru :
- Inspeksi : bentuk dada, simetris statis dan dinamis
- Palpasi : stem fremitus
- Perkusi : sonor, redup,pekak
- Auskultasi: vesikuler, bunyi nafas tambahan (ronkhi, wheezing)
Jantung:
- Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 36

d. Abdomen
- Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
- Batas hepar dan lien
e. Organ genital
f. Ekstremitas
- Akral dingin
- Edema
(Bickley, Lynn S. 2008)

b. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik?
Jawab :
Pemeriksaan fisik :
Hasil Pemeriksaan Interpretasi
Keadaan umum Compos mentis Normal
Vital sign

Nadi : 110x/menit Normal
Batas normal : 100-120x/menit
RR : 28x/menit Normal
Batas normal : 14-44x/menit
Temp : 38
o
C Demam
Batas normal : 36,5
o
C 37,5
o
C
Kepala Konjungtiva pucat (-/-),
rinorea (-), faring tenang

Normal
Thoraks Paru-paru tidak ada
kelainan
Jantung : bunyi jantung
I dan II normal, bising
tidak ada

Normal
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 37

Abdomen Hepar dan lien tidak
teraba
Normal
Ekstremitas Dalam batas normal Normal
Status
dermatologikus
Tampak eritema makula
papula diskret di hampir
seluruh tubuh

Gejala campak

(FK UNSOED, 2011)

c. Bagaimana pandangan Islam pada skenario ini?
Jagalah lima perkara sebelum datang lima perkara; muda sebelum tua,
sehat sebelum sakit, kaya sebelum miskin, lapang sebelum sempit, dan
hidup sebelum mati (HR. Muslim)

Dalam beberapa hadis, Nabi menjelaskan teknik pengobatan nabawi dalam
menurunkan tingginya suhu tubuh saat demam. Beliau menyarankan untuk
menggunakan air dingin dalam menurunkan panas demam.
Dari Aisyah ra. : Bahwa Rasulullah bersabda : Demam adalah bagian
dari keluasan Jahanam, karena itu dinginkan ia dengan air. (HR.
Bukhari dan Muslim)


2.6. Kesimpulan
Raisya, anak perempuan usia 9,5 bulan menalami demam dan timbul ruam
kemerahan dikulit akibat KIPI campak.





SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 38

2.7. Kerangka Konsep





























Imunisasi
Campak
Sistem Imun
Rendah
KIPI
Demam dan
Ruam
Virogenitas
Vaksin Tinggi
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 39

DAFTAR PUSTAKA


Ariga, R., 2010. Campak. USU : FK USU. Website :
repository.usu.ac.id/bitsream/123456789/4/Chapter%2011.pdf ( Diakses pada
tanggal 17 Juni 2014)
Banin, U., 2011. Imunisasi. USU : FK USU. Website :
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22315/4/Chapter%2011.pdf. (Diakses
pada tanggal 17 Juni 2014)
Baratawidjaja, K., & Rengganis, I., 2010. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Baratawidjaja, K., & Rengganis, I., 2009. Imunologi Dasar Edisi ke-8. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Baratawidjaja, K., & Rengganis, I., 2012. Imunologi Dasar Edisi ke-10. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Bickley, L., 2009. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik Edisi 8. Jakarta : EGC.
Bickley, L., 2008. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates.
Jakarta. EGC.
Davis, C.P., 2011. Fever in Adults. University of Texas Health Science Center at San
Antonio.
Depkes R.I. 2005. Modul 1 Pelatihan Safe Injection, Pengenalan Penyakit dan
Vaksin Program Imunisasi. Diperbanyak oleh Dinkes Jateng.
Depkes R.I. 2005. Modul 4 Pelatihan Safe Injection, Penyuntikan yang Aman (Safe
Injection). Depkes RI.
Depkes RI, 2005. Pedoman Tata Laksana Medik KIPI bagi Petugas Kesehatan.
Jakarta: KNPP KIPI Depkes
Depkes RI, 2006. Modul Pelatihan Tenaga Pelaksana Imunisasi Puskesmas. Jakarta:
Ditjen P2PL & Pusdiklat SDM Kesehatan
Depkes RI, 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 40

Dwijaya, A., 2012. Demam. USU: FK USU. Website:
repository.usu.ac.id/bitsream/123456789/31365/4/Chapter%2011.pdf(Diakses
pada tanggal 17 Juni 2014)
Febri, R., 2012. Campak. USU : FK USU. Website :
repository.usu.ac.id/bitsream/123456789/33691/4/Chapter%2011.pdf (Diakses
pada tanggal 17 Juni 2014)
Febriana, S., 2009. Kelengkapan Imunisasi. Universitas Indonesia : FK UI
FK UNSOED. 2011. Pemeriksaan Vital Sign. UNSOED : FK UNSOED. Web :
kedokteran.unsoed.ac.id/Files/20%pemeriksaan%20tanda%20vital.pdf (Diakses
pada tanggal 17 Juni 2014)
Graneto, J.W., 2010. Pediatric Fever. Chicago College of Osteopathic Medicine of
Midwestern University.
IDAI. 2010. Imunisasi Penting untuk mencegah Penyakit Berbahaya. Website :
http://idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/imunisasi-penting-untuk-
mencegah-penyakit-berbahaya.html (Diakses pada tanggal 17 Juni 2014)
IDAI. 2014. Jadwal Imunisasi Anak Umur 0-18 tahun. Dapat diakses di
http://idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-idai-
2014.html. [Diakses pada 17 juni 2014].
Ismoedijanto., 2011. Demam dan Ruam di Daerah Tropik. Surabaya : Departemen
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Univeristas
Airlangga.Web:http://rsudsoetomo.jatimprov.go.id/id/index.php%3Foption
(Diakses pada tanggal 17 Juni 2014)
Jenson, H.B., and Baltimore, R.S., 2007. Infectious Disease: Fever without a focus.
In: Kliegman, R.M., Marcdante, K.J., Jenson, H.B., and Behrman, R.E., ed.
Nelson Essentials of Pediatrics. 5th ed. New York: Elsevier, 459- 461.
Kaneshiro, N.K., and Zieve, D. 2010. Fever. University of Washington.
Mescher, Anthony. 2010. Histologi Dasar Junqueira Edisi 12. Jakarta: EGC.
SKENARIO A BLOK VII

TUTOR VII Page 41

Nelwan, R.H., 2009. Demam: Tipe dan Pendekatan. Dalam: Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing, 2767-2768
P.N. Ari. 2013. Imunisasi. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Surakarta Fakultas
Kedokteran.
Rahayu, Tuty dan Alan R. Tumbelaka. 2002. Gambaran Klinis Penyakit Eksantema
Akut Pada Anak. Sari Pediatri, 4 (3), pp. 104-113.
Victor Nizet, Vinci RJ, Lovejoy FH. Fever in children. Pediatr Rev. 1994 (15); 127-
34.
Widoyono, 2011. Penyakit Tropis epidemiologi, penulatran, pencegahan dan
pemberantasannya. Jakarta: Erlangga
Widoyono. 2005. Penyakit Tropik Edisi 1. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai