Anda di halaman 1dari 34

DEFENISI KEBIJAKAN PUBLIK MENURUT PAKAR

Oleh: Afrizal Woyla Saputra Zaini


Kebijakan Publik merupakan suatu aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah dan merupakan
bagian dari keputusan politik untuk mengatasi berbagai persoalan dan isu-isu yang ada
dan berkembang di masyarakat. Kebijakan publik juga merupakan keputusan yang dibuat oleh
pemerintah untuk melakukan pilihan tindakan tertentu untuk tidak melakukan sesuatu maupun
untuk melakukan tidakan tertentu.
Dalam kehidupan masyarakat yang ada di wilayah hukum suatu negara sering terjadi berbagai
permasalahan. Negara yang memengang penuh tanggung jawab pada kehidupan rakyatnya harus
mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut. Kebijakan publik yang dibuat dan
dikeluarkan oleh negara diharapkan dapat menjadi solusi akan permasalahan-permasalahan
tersebut. Kebijakan Publik adalah suatu keputusan yang dimaksudkan untuk tujuan mengatasi
permasalahan yang muncul dalam suatu kegiatan tertentu yang dilakukan oleh instansi
pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan (Mustopadidjaja, 2002).
Untuk memahami lebih jauh bagaimana kebijakan publik sebagai solusi permasalahan yang ada
pada masyarakat, kita harus memahami dulu apa dan seperti apa kebijakan publik itu sendiri.
Berikut adalah definisi-definisi kebijakan publik menurut para ahli kebijakan publik.
Thomas R. Dye (1981)
Kebijakan publik adalah apa yang tidak dilakukan maupun yang dilakukan oleh pemerintah.
Pengertian yang diberikan Thomas R. Dye ini memiliki ruang lingkup yang sangat luas. Selain
itu, kajiannya yang hanya terfokus pada negara sebagai pokok kajian.
Easton (1969)
Mendefinisikan kebijakan publik sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh
masyarakat yang keberadaannya mengikat. Dalam pengertian ini hanya pemerintah yang dapat
melakukan sesuatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari
sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai
kepada masyarakat.
Anderson (1975)
Kebijakan publik adalah kebijakan kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-
pejabat pemerintah, di mana implikasi dari kebijakan tersebut adalah: 1) kebijakan publik selalu
mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan; 2)
kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah; 3) kebijakan publik merupakan apa yang
benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan
untuk dilakukan; 4) kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan
tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti
merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; 5) kebijakan pemerintah
setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat
mengikat dan memaksa.
Dye (1978)
Mendefinisikan kebijakan publik sebagai Whatever governments choose to do or not to do.,
yaitu segala sesuatu atau apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak
dilakukan. Dye juga memaknai kebijakan publik sebagai suatu upaya untuk mengetahui apa
sesungguhnya yang dilakukan oleh pemerintah, mengapa mereka melakukannya, dan apa yang
menyebabkan mereka melakukannya secara berbeda-beda. Dia juga mengatakan bahwa apabila
pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan, maka tindakan tersebut harus memiliki
tujuan. Kebijakan publik tersebut harus meliputi semua tindakan pemerintah, bukan hanya
merupakan keinginan atau pejabat pemerintah saja. Di samping itu, sesuatu yang tidak
dilaksanakan oleh pemerintah pun termasuk kebijakan publik. Hal ini disebabkan karena sesuatu
yang tidak dilakukan oleh pemerintah akan mempunyai pengaruh yang sama besar dengan
sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah.
David Easton
Mendefinisikan public policy sebagai : The authoritative allocation of value for the whole
society, but it turns out that only theg overnment can authoritatively act on the whole society,
and everything the government choosed do or not to do result in the allocation of values.
Maksudnya, public policy tidak hanya berupa apa yang dilakukan oleh pemerintah, akan tetapi
juga apa yang tidak dikerjakan oleh pemerintah karena keduanya sama-sama membutuhkan
alasan-alasan yang harus dipertanggungjawabkan.
Chief J.O. Udoji (1981)
Mendefinisikan kebijaksanaan publik sebagai An sanctioned course of action addressed to a
particular problem or group of related problems that affect society at large. Maksudnya ialah
suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu tujuan tertentu yang diarahkan pada suatu
masalah atau sekelompok masalah tertentu yang saling berkaitan yang mempengaruhi sebagian
besar warga masyarakat.
Jonnes (1977)
Memandang kebijakan publik sebagai suatu kelanjutan kegiatan pemerintah di masa lalu dengan
hanya mengubahnya sedikit demi sedikit.
Edward
Kebijakan publik didefinisikan sebagai What governments say and do, or do not do. It is the
goals or purposes of governments programs. Maksudnya, apa yang dinyatakan dan dilakukan
atau tidak dilakukan oleh pemerintah termasuk kebijakan publik. Merujuk pada definisi di atas,
kebijakan publik tampil sebagai sasaran atau tujuan program-program. Edward lebih lanjut
menjelaskan bahwa kebijakan publik itu dapat diterapkan secara jelas dalam peraturan
perundang-undangan dalam bentuk pidato-pidato pejabat teras pemerintah ataupun berupa
program-program dan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah.
Chandler dan Plano (1988)
Kebijakan publik ialah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada
untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Selanjutnya dikatakan bahwa
kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus-menerus oleh
pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka
dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas.
Woll (1966)
kebijakan publik ialah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat,
baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan
masyarakat. Dalam pelaksanaan kebijakan publik terdapat tiga tingkat pengaruh sebagai
implikasi dari tindakan pemerintah tersebut yaitu: 1) adanya pilihan kebijakan atau keputusan
yang dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan menggunakan
kekuatan publik untuk mempengaruhi kehidupan masyarakat; 2) adanya output kebijakan, di
mana kebijakan yang diterapkan pada level ini menuntut pemerintah untuk melakukan
pengaturan, penganggaran, pembentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program
yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat; 3) adanya dampak kebijakan yang merupakan
efek pilihan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyrakat.
Pada sudut pandang lain, Hakim (2003) mengemukakan bahwa Studi Kebijakan Publik
mempelajari keputusan-keputusan pemerintah dalam mengatasi suatu masalah yang menjadi
perhatian publik. Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah sebagian disebabkan
oleh kegagalan birokrasi dalam memberikan pelayanan dan menyelesaikan persoalan publik.
Kegagalan tersebut adalah information failures, complex side effects, motivation failures,
rentseeking, second best theory, implementation failures (Hakim, 2002).
Berdasarkan stratifikasinya, kebijakan publik dapat dilihat dari tiga tingkatan, yaitu kebijakan
umum (strategi), kebijakan manajerial, dan kebijakan teknis operasional. Selain itu, dari sudut
manajemen, proses kerja dari kebijakan publik dapat dipandang sebagai serangkaian kegiatan
yang meliputi (a) pembuatan kebijakan, (b) pelaksanaan dan pengendalian, serta (c) evaluasi
kebijakan.
Menurut Dunn (1994), proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas dalam proses
kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut diartikan sebagai proses pembuatan
kebijakan dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling tergantung, yaitu (a)
penyusunan agenda, (b) formulasi kebijakan, (c) adopsi kebijakan, (d) implementasi kebijakan,
dan (e) penilaian kebijakan.
Proses formulasi kebijakan dapat dilakukan melalui tujuh tahapan sebagai berikut:
1. Pengkajian Persoalan. Tujuannya adalah untuk menemukan dan memahami hakekat
persoalan dari suatu permasalahan dan kemudian merumuskannya dalam hubungan sebab
akibat.
2. Penentuan tujuan. Adalah tahapan untuk menentukan tujuan yang hendak dicapai melalui
kebijakan publik yang segera akan diformulasikan.
3. Perumusan Alternatif. Alternatif adalah sejumlah solusi pemecahan masalah yang
mungkin diaplikasikan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
4. Penyusunan Model. Model adalah penyederhanaan dan kenyataan persoalan yang
dihadapi yang diwujudkan dalam hubungan kausal. Model dapat dibangun dalam
berbagai bentuk, misalnya model skematik, model matematika, model fisik, model
simbolik, dan lain-lain.
5. Penentuan kriteria. Analisis kebijakan memerlukan kriteria yang jelas dan konsisten
untuk menilai alternatif kebijakan yang ditawarkan. Kriteria yang dapat dipergunakan
antara lain kriteria ekonomi, hukum, politik, teknis, administrasi, peranserta masyarakat,
dan lain-lain.
6. Penilaian Alternatif. Penilaian alternatif dilakukan dengan menggunakan kriteria dengan
tujuan untuk mendapatkan gambaran lebih jauh mengenai tingkat efektivitas dan
kelayakan setiap alternatif dalam pencapaian tujuan.
7. Perumusan Rekomendasi. Rekomendasi disusun berdasarkan hasil penilaian alternatif
kebijakan yang diperkirakan akan dapat mencapai tujuan secara optimal dan dengan
kemungkinan dampak yang sekecil-kecilnya.














Pangertian Kebijakan Publik, Cirinya dan Faktornya

Pangertian Kebijakan Publik, Cirinya dan Faktornya
a. Menurut Carl Friedrich, kebijakan publik adalah suatu arah tindakan yang diusulkan oleh
seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan
hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk
menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu
sasaran atau maksud tertentu.
b. Menurut J ames, A. Anderson, a purposive course of action followed by an actor or set of
actors in dealing with a problem or matter concern. (serangkaian tindakan yang mempunyai
tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna
memecahkan suatu masalah.
c. Kebijakan publik didefinisikan oleh Thomas R Dye sebagai apapun yang dipilih oleh
pemerintah untuk dilakukan atau sesuatu, maka harus ada tujuannya dan kebijakan publik atau
kebijakan negara itu harus meliputi semua tindakan pemerintah. Dengan demikian, kebijakan
publik bukan semata-mata merupakan pernyataan atau keinginan pemerintah ataupun pejabat
pemerintah saja.
d. Fauzi I smail, dkk dalam bukunya menyatakan bahwa kebijakan publik adalah bentuk menyatu
dari ruh negara, dan kebijakan publik adalah bentuk konkret dari proses persentuhan negara
dengan rakyatnya.
e. Menurut Nakamura dan Smalwood, kebijakan publik berarti serangkaian instruksi dari para
pembuat keputusan kepada pelaksana untuk mencapai tujuan tersebut.
Esensi & Ciri Ciri Kebijakan Publik
a. Kebijakan Publik merupakan arahan tindakan dari seseorang, kelompok ataupun pemerintah
b. Kebijakan Publik dilakukan oleh seorang aktor
c. Kebijakan Publik adalah sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan pemerintah
d. Kebijakn Publik adalah bentuk konkret negara dengan rakyatnya
e. Kebijakan Publik merupakan serangkaian instruksi/memerintah contohnya Undang Undang
Pengertian Kebijakan Publik yang paling ideal menurut saya:
Kebijakan Publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan pemerintah untuk
mengarahkan suatu tindakan dari permasalahan publik dengan mengeluarkan instruksi sebagai
bentuk nyata hubungan negara dengan rakyatnya.

Adapun faktor faktor yang mempengaruhi Kebijakan adalah sebagai berikut:
a. Faktor Faktor tekanan dari luar
Sudah jelas bahwa kebijakan lahir karena adanya suatu masalah dalam masyarakat sehingga mau
tidak mau peemerintah merasa tertekan dengan misalkan Demontrasi menuntut kebbijakan,
tekanan partai politik yang berkoalisi dll.
b. Kebiasaan lama (konservatisme)
Biasanya ini budaya politik yang sudah menjadi kebiasaan bagaimana merumuskan suatu
kebijakan seperti sebuah sistem.
c. Sifat sifat pribadi pembuat kebijakan
Setiap orang pasti berbeda beda baik itu sikap, kemampuan dll, jadi saat merumuskan kebijakan
pastilah berbeda beda pula sehingga mempengaruhi kebijakan yang akan dikeluarkan nanti.
d. Keadaan masa lalu
Keadaan masa lalu menjadi tolak ukur dalam merumuskan kebijakan misalnya dulu ada masalah
yang kemudian dikeluarkan kebijakannya lalu masa skarang ada lagi masalah yang sama
sehingga pembuat kebijakn melihat kebijakan yang dikeluarkan dulu.










CIRI-CIRI KEBIJAKAN PUBLIK YANG BAIK
Dalam kehidupan modern permasalahan menyangkut masalah publik yang dihadapi pemerintah
dimanapun sama saja. Apalagi di negara berkembang seperti Indonesia yang dilihat dari sudut
pandang geografis, demografi dan budaya yang berbeda-beda tentu saja permasalahan yang ada
lebih kompleks. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkesan kebijakan yang parsial,
padahal idealnya, suatu kebijakan dibuat untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada di
masyarakat dan untuk itu diperlukan kebijakan yang komprehensif. Kebanyakan kebijakan
publik yang dilahirkan terkesan sepertinya kebijakan tersebut sekedar doing something bukannya
problem solving. Dengan kondisi demikian memang bukanlah hal yang mudah bagi para
pembuat kebijakan publik dalam merumuskan kebijakan publik yang benar-benar dapat
menyelesaikan permasalahan publik.
Ketika masa orde baru, perilaku dalam politik kebijakan di Indonesia sepertinya lebih
menggambarkan keinginan-keinginan Presiden daripada keingingan-keinginan otonom dari para
aktor yang ada. Pada orde reformasi, para pembuat kebijakan seharusnya mampu membuat
kebijakan-kebijakan yang dapat mengeluarkan masyarakat dari masalah-masalah publik yang
selama ini dialaminya.
Tujuan utama penyelenggaraan pemerintahan adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat
bukan membangun negara korporasi maupun negara aparatur. Untuk mewujudkan negara
kesejahteraan harus didukung oleh kebijakan publik pro Rakyat, artinya kebijakan-kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah harus berdasarkan keinginan masyarakat dan bisa menyelesaikan
masalah yang ada di masyarakat. Kebijakan publik dan implementasi kebijakan publik harus
sejalan dengan arus utama kepentingan publik (public mission) bukan berdasarkan keinginan elit.
Tapi kenyataannya para pejabat publik dan birokrat hanya sekedar menjalankan kebijakan-
kebijakan yang diputuskan oleh para elit.
Dalam suatu pemerintahan yang demokratis, kondisi sosial ekonomi juga merupakan variabel
yang penting dalam proses perumusan kebijakan. Para aktor/elit yang terlibat dalam perumusan
kebijakan tidak bisa dilepaskan begitu saja dari situasi atau kondisi sosial ekonomi yang
melingkupinya. Sangat jelas bahwa kondisi sosial ekonomi sangat berpengaruh terhadap upaya
pencapaian tujuan. Untuk itu agar kebijakan dapat dilaksanakan dengan baik maka kebijakan
seharusnya :
1. Dirancang sesuai dengan kerangka acuan dan teori yang kuat
2. Disusun korelasi yang jelas antara kebijakan dan implementasinya
3. Ditetapkan adanya organisasi yang mengkoordinir pelaksanaan kebijakan sehingga proses
implementasi dapat berjalan baik
4. Dilakukan sosialisasi kebijakan yang akan diterapkan sampai organisasi pelaksana tingkat
bawah (street level bureaucracy)
5. Dilakukan pemantauan secara terus menerus (monitoring)
6. Diberi bobot yang sama penting antara kebijakan dan implementasinya. Maksudnya, pembuat
kebijakan harus menilai sama penting antara kebijakan dan implementasinya. Karena itu,
pembuatan kerangka kerjanya dan tindakan lanjutnya mendapatkan perhatian dan fokus yang
sama pula, sehingga antara kebijakan dengan implementasinya tidak terjadi kesenjangan yang
menyulitkan dalam pelaksanaannya.
Selain itu ada dua kemungkinan kegagalan suatu kebijakan :
1. Tidak terimplementasi, maksudnya suatu kebijakan tidak dilaksanakan sesuai rencana, atau
karena pelaksananya tidak menguasai permasalahan.
2. Implementasi yang tidak berhasil, biasanya terjadi manakala suatu kebijakan telah
dilaksanakan sesuai rencana namun kondisi eksternal ternyata tidak menguntungkan.
Sukses tidaknya implementasi kebijakan juga dipengaruhi oleh kondisi-kondisi sebagai berikut :
1. Dukungan dan penilakan dari lembaga eksternal. Jika lembaga eksternal mendukung, maka
pelaksanaan kebijakan-kebijakan akan berhasil. Sebaliknya, jika menolak maka pelaksanaan
kebijakan akan gagal. Oleh karena itu, agar sukses, pengambil kebijakan dan para pelaksananya
harus melakukan penyamaan visi dan persepsi dalam kebijakan yang diambil.
2. Ketersediaan waktu dan sumber daya yang cukup.
3. Dukungan dari berbagai macam sumber daya yang ada. Makin banyak yang mendukung
makin tinggi tingkat kesuksesannya.
4. Kemampuan pelaksana kebijakan menganalisis kausalitas persoalan yang timbul dari
pelaksanaan kebijakan. Makin mampu para pelaksana kebijakan menganalisis kausalitas antara
satu kegiatan dengan kegiatan lain atau antara suatu kegiatan dengan dampaknya akan semakin
tinggi tingkat keberhasilannya.
5. Kepatuhan para pelaksana kebijakan terhadap kesepakatan dan tujuan yang telah diciptakan
dalam tingkat koordinasi.
Van Meter dan Van Horn menyatakan bahwa kondisi lingkungan ekonomi, sosial dan politik dari
yuridiksi atau organisasi pelaksana akan mempengeruhi karakter badan-badan pelaksana,
kecenderungan-kecenderungan para pelaksana dan pencapaian itu sendiri. Variabel-variabel
lingkungan tersebut dipandang mempunyai pengaruh langsung pada pemberian-pemberian
pelayanan publik. Variabel-variabel sebagaimana dimaksud Van Meter dan Van Horn adalah
ukuran-ukuran dasar dan tujuan kebijakan, sumber-sumber kebijakan, ciri-ciri atau sifat
badan/instansi pelaksana, komunikasi antar organisasi terkait dengan kegiatan-kegiatan
pelaksanaan,sikap para pelaksana, lingkungan ekonomi, sosial dan politik.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut
:
1. Untuk mencapai tujuan yang baik, sebagaimana menurut William Dunn maka proses
kebijakan yang dibuat harus memperhatikan tahapan-tahapan yaitu : Tahap penyusunan Agenda;
Tahap Formulasi Kebijakan; Tahap Adopsi Kebijakan; Tahap Implementasi Kebijakan; Tahap
Penilaian Kebijakan.
2. Dalam perumusan kebijakan, seharusnya para actor pembuat kebijakan memperhatikan
variable-variabel lingkungan seperti : ekonomi, sosial, politik.
3. Kebijakan yang dilahirkan harus merupakan kebijakan pro Rakyat, yang dibuat berdasarkan
keinginan-keinginan sebagian besar masyarakat.
4. Kebijakan publik dan implementasi kebijakan publik harus sejalan dengan arus utama
kepentingan publik (public mission) bukan berdasarkan keinginan elit.
5. Menempatkan secara proporsional fungsi-fungsi apartur pemerintah sebagaimana mestinya,
bahwa aparatur merupakan pelaksana kebijakan.
6. Inti dari negara kesejahteraan (welfare staate) adalah bagaimana pemerintah bisa memberikan
pelayanan kepada publik (public service) secara baik dan terukur sehingga tercapai tujuan
nasional yaitu kesejahteraan rakyat.














Tahap-tahap pembuatan kebijakan publik menurut William Dunn

Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn adalah sebagai berikut:
1. Penyusunan Agenda
Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan
publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah
publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan
status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu
tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain.
Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat
dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai
masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi silang
pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau
pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn
(1990), isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang
rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua
isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan.
Ada beberapa Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik (Kimber, 1974; Salesbury
1976; Sandbach, 1980; Hogwood dan Gunn, 1986)
[2]
diantaranya:
1. telah mencapai titik kritis tertentu jika diabaikan, akan menjadi ancaman yang serius;
2. telah mencapai tingkat partikularitas tertentu berdampak dramatis;
3. menyangkut emosi tertentu dari sudut kepent. orang banyak (umat manusia) dan mendapat
dukungan media massa;
4. menjangkau dampak yang amat luas ;
5. mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat ;
6. menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah dirasakan
kehadirannya)
Karakteristik : Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda
publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda untuk waktu
lama.
Ilustrasi : Legislator negara dan kosponsornya menyiapkan rancangan undang-undang
mengirimkan ke Komisi Kesehatan dan Kesejahteraan untuk dipelajari dan disetujui. Rancangan
berhenti di komite dan tidak terpilih.
Penyusunan agenda kebijakan seyogianya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi
kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh mengaburkan tingkat
urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.
2.Formulasi kebijakan
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat
kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang
terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang
ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam
tahap perumusan kebijakan masing-masing slternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai
kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.
[3]

3. Adopsi/ Legitimasi Kebijakan
Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan.
[4]
Jika
tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan
mengikuti arahan pemerintah.
[5]
Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah
yang sah.Mendukung. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi - cadangan dari sikap baik dan
niat baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir pemerintahan
disonansi.Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui
proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah.
[6]

4. Penilaian/ Evaluasi Kebijakan
Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi
atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak.
[7]
Dalam hal ini ,
evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya
dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan
demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalh-masalah kebijakan,
program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi,
maupun tahap dampak kebijakan.
[8]


Pengertian Kebijakan Publik
Chandler & Plano dalam kamus wajib Ilmu Administrasi Negara, The Public
Administration Dictionary, mengatakan bahwa: Public Policy is strategic use of reseorces to
alleviate national problems or governmental concerns. Secara sederhana dapat diartikan bahwa
kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya yang ada untuk
memecahkan masalah publik atau pemerintah. Chandler & Plano lalu membedakannya atas
empat bentu, yakni: regulatory, redistributive, distributive, dan constituent.
Dalam bukunya Harbani Paolong (Teori Administrasi Publik: 2007) terdapat beberapa
pengertian Kebijakan Publik dari beberapa ahli. Thomas R Dye (1981), mengatakan bahwa
kebijakan publik adalah apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan.
William N Dunn (1994), mengatakan bahwa kebijakan publik adalah rangkaian pilihan-pilihan
yang saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintah pada bidang-bidang
yang menyangkut tugas pemerintahan, seperti pertahanan keamanan, energi, kesehatan,
pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas, perkotaan dan lain-lain.
Sementara itu, Shiftz & Russel (1997) mendefinisikan kebijakan publik dengan
sederhana dan menyebut is whatever government dicides to do or not to do. Sedangkan Chaizi
Nasucha (2004), mengatakan bahwa kebijakan publik adalah kwenangan pemerintah dalam
pembuatan suatu kebijakan yang digunakan ke dalam perangkat peraturan hukum. Kebijakan
tersebut bertujuan untuk menyerap dinamika sosial dalam masyarakat, yang akan dijadikan
acuan perumusan kebijakan agar tercipta hubungan sosial yang harmonis.
Menurut Carl Friedrich, kebijakan publik adalah suatu arah tindakan yang diusulkan oleh
seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan
hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk
menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu
sasaran atau maksud tertentu.
Menurut James, A. Anderson, .a purposive course of action followed by an actor or
set of actors in dealing with a problem or matter concern. (serangkaian tindakan yang
mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok
pelaku guna memecahkan suatu masalah.
Menurut Harold Laswell dan Abraham Kaplan, kebijakan publik hendaknya berisi tujuan, nilai-
nilai dan praktika-praktika sosial yang ada dalam masyarakat.
Randall B. Ripley menganjurkan agar kebijakan publik dilihat sebagai suatu proses dan melihat
proses tersebut dalam suatu model sederhana untuk dapat memahami konstelasi antar aktor dan
interaksi yang terjadi di dalamnya.
John Erik Lane (1995) dalam Lele (1999) membagi wacana kebijakan publik ke dalam beberapa
model pendekatan, yaitu (1) pendekatan demografik yang melihat adanya pengaruh lingkungan
terhadap proses kebijakan. (2) model inkremental yang melihat formulasi kebijakan sebagai
kombinasi variabel internal dan eksternal dengan tekanan pada perubahan gradual dari kondisi
status quo. (3) model rasional. (4) model garbage can dan (5) model collective choice
aksentuasinya lebih diberikan pada proses atau mekanisme perumusan kebijakan. (mencakup 2
dan 3)
Berbagai implikasi dari pengertian diatas ini adalah bahwa kebijakan publik memiliki
karakteristik sebagai berikut :
1. Selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan suatu tindakan yang berorientasi tujuan.
2. Berisi tindakan-tindakan atau pola tindakan pejabat pemerintah.
3. Merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah.
4. Bersifat posistif dalam arti suatu tindakan hanya dilakukan dan negatif dalam arti keputusan
itu bermaksud untuk tidak melakukan sesuatu.
5. Kebijakan itu didasarkan pada peraturan atau perundang-undangan yang bersifat memaksa.

DINAMIKA PELAYANAN PUBLIK

Banyak sekali definisi tentang kebijakan publik. Sebagian besar ahli memeberi
pengertian kebijakan publik dalam kaitannya dengan keputusan atau ketetapan pemerintah untuk
melakukan suatu tindakan yang dianggap akan membawa pengaruh positif bagi kehidupan warga
negaranya. Bahkan dalam pengertian yang lebih luas kebijakan publik acapkali diartikan sebagai
apapun yang dipilih oleh pemerintah apakah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Apa yang
dikemukakan diatas merujuk ke semua keputusan pemerintah untuk memutuskan atau tidak
memutuskan sesuatu atas masalah yang dihadapinya. Menurutnya, kebijakan pemerintan tidak
hanya merujuk kepada apa yang dilakukan dan diputuskan oleh pemerintah untuk dilakukan,
tatapi ketika pemerintah tidak melakukan tindakan apapun atas isu yang berkembang juga
merupakan kebijakan publik dari pemerintah.
Dari beberapa definisi kebijakan publik di atas, dapat dikatakan bahwa kebijakan publik
merupakan: (1) keputusan atau aksi bersama yang dibuat oleh pemilik wewenang (pemerintah);
(2) berorientasi pada kepentingan publik dengan dipertimbangkan secara matang terlebih dahulu
baik buruknya dampak yang ditimbulkan; (3) untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu; (4) dari hasil diskusi kelas saya menghasilkan kebijakan publik adalah aksi pemerintah
dalam mengatasi masalah dengan memperhatikan untuk siapa, untuk apa, kapan, dan bagaimana?
Kebijakan publik tidak didefinisikan sebagai sesuatu yang ditetapkan secara tiba-tiba dan tanpa
sesuatu sebab atau sebagai sesuatu yang aksidental, tetapi kebijakan publik adalah tindakan atau
keputusan pemerintah untuk merespon tekanan-tekanan untuk kemudian diambil tindakan
tersebut.
Kebijakan publik bisa dilihat sebagai sebuah fenomena gerakan sosial.
Kebijakan publik adalah membangun masyarakat secara terarah melalui pemakaian kekuasaan
(doelbewuste vormgeving aan de samenleving door middle van machtsuitoefening).
Amir Santoso mengemukakan pandangannya mengenai Kebijakan Publik yakni :
Pertama adalah pendapat para ahli yang menyamakan kebijaksanaan publik dengan tindakan-
tindakan pemerintah. Mereka cenderung untuk menganggap bahwa semua tindakan pemerintah
dapat disebut sebagai kebijaksanaan publik.
Kedua adalah pendapat dari para ahli yang memberikan perhatian khusus pada pelaksanaan
kebijaksanaan.
Dalam kaitan ini termasuk definisi yang dikemukakan oleh Thomas R. Dye sebagai berikut :
Public Policy is whatever govertments choose to do (semua pilihan atau tindakan apa pun yang
diakukan oleh pemerintah baik untuk melakukan sesuatu ataupun pilihan untuk tidak melakukan
sesuatu).
Selanjutnya Nakamura dan Smallwood mengemukakan pendapat bahwa : Kebijakanaan negara
adalah serentetan instruksi/pemerintah dari para pembuat kebijaksanaan yang ditujukan kepada
para pelaksana kebijaksanaan yang menjelaskan tujuan-tujuan serta cara-cara untuk mencapai
tujuan tersebut
Berkaitan dengan pendapat di atas, Edwards dan Sharkansky mengatakan bahwa :
Kebijaksanaan negara adalah apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan oleh pemerintah atau
apa yang tidak dilakukannyaia adalah tujuan-tujuan sasaran-sasaran dari program-
programpelaksanaan niat dan peraturan-peraturan.
Parker, salah seorang ahli analisis kebijaksanaan publik menyebutkan bahwa : Kebijaksanaan
negara itu adlah suatu tujuan tetentu atau serangkaian asas tertentu atau tindakan yang
dilaksanakan oleh pemerintah pada suatu waktu tertentu dalam kaitannya dengan sesuatu subyek
atau sebagai respon terhadap suatu keadan yang krisis.
William N. Dunn merumuskan kebijaksanaan publik sebagai berikut : Kebijaksanaan Publik
(Public Policy) adalah pedoman yang berisi nilai-nilai dan norma-norma yang mempunyai
kewenangan untuk mendukung tindakan-tindakan pemerintah dalam wilayah yurisdiksinya
Konsep kebijaksanaan publik menurut David Easton sebagai berikut : Alokasi nilai yang
otoritatif untuk seluruh masyarakat akan tetapi hanya pemerintahlah yang dapat bebuat secara
otoritatif untuk seluruh masyarakat, dan semuanya yang dipilih oleh pemeintah untuk dikerjakan
atau untuk tidak dikerjakan adalah hasil-hasil dari alokasi nilai-nilai tersebut
3.2 Proses Analis Kebijakan Publik
Proses kebijakan baru dimulai ketika para pelaku kebijakan mulai sadar bahwa adanya situasi
permasalahan, yaitu situasi yang dirasakan adanya kesulitan atau kekecewaan dalam perumusan
kebutuhan, nilai dan kesempatan( Ackoff dalam Dunn,2000:121). Dunn (2000-21) berpendapat
bahwa metodologi analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur umum yang lazim dipakai
dalam pemecahan masalah manusia: definisi, prediksi, preskripsi, deskripsi, dan evaluasi. Dalam
analisis kebijakan prosedur-prosedur tersebut memperoleh nama-nama khusus, yakni:
1. Penyusunan Agenda
Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan
publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah
publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan
status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu
tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain.
Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan
diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering disebut juga
sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi
silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau
pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn
(1990), isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang
rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua
isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan.
2.Formulasi kebijakan
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para
pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan
masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan
kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda
kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing slternatif bersaing untuk dapat
dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.
3. Adopsi/ Legitimasi Kebijakan
Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika
tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan
mengikuti arahan pemerintah. Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah
yang sah.Mendukung. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi - cadangan dari sikap baik dan
niat baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir pemerintahan
disonansi.Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui
proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah.
5. Penilaian/ Evaluasi Kebijakan
Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi
atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini ,
evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya
dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan
demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalh-masalah kebijakan,
program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi,
maupun tahap dampak kebijakan.
Dalam analisis kebijakan publik paling tidak meliputi tujuh langkah dasar. Ke tujuh langkah
tersebut adalah:
Formulasi Masalah Kebijakan
Untuk dapat mengkaji sesuatu masalah publik diperlukan teori, informasi dan metodologi
yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi. Sehingga identifikasi masalah akan tepat dan
akurat, selanjutnya dikembangkan menjadi policy question yang diangkat dari policy issues
tertentu. Teori dan metode yang diperlukan dalam tahapan ini adalah metode penelitian termasuk
evaluation research, metode kuantitatif, dan teori-teori yang relevan dengan substansi persoalan
yang dihadapi, serta informasi mengenai permasalahan yang sedang dilakukan studi.
Formulasi Tujuan
Suatu kebijakan selalu mempunyai tujuan untuk memecahkan masalah publik. Analis
kebijakan harus dapat merumuskan tujuan-tujuan tersebut secara jelas, realistis dan terukur.
Jelas, maksudnya mudah dipahami, realistis maksudnya sesuai dengan nilai-nilai filsafat dan
terukur maksudnya sejauh mungkin bisa diperhitungkan secara nyata, atau dapat diuraikan
menurut ukuran atau satuan-satuan tertentu.
Penentuan Kriteria
Analisis memerlukan kriteria yang jelas dan konsisten untuk menilai alternatif-alternatif.
Hal-hal yang sifatnya pragmatis memang diperlukan seperti ekonomi (efisiensi, dsb) politik
(konsensus antar stakeholders, dsb), administratif ( kemungkinan efektivitas, dsb) namun tidak
kalah penting juga hal-hal yang menyangkut nilai-nilai abstrak yang fundamental seperti etika
dan falsafah (equity, equality, dsb)
Penyusunan Model
Model adalah abstraksi dari dunia nyata, dapat pula didefinisikan sebagai gambaran
sederhana dari realitas permasalahan yang kompleks sifatnya. Model dapat dituangkan dalam
berbagai bentuk yang dapat digolongkan sebagai berikut: Skematik model ( contoh: flow chart),
fisikal model (contoh: miniatur), game model (contoh: latihan pemadam kebakaran), simbolik
model (contoh: rumus matematik). Manfaat model dalam analisis kebijakan publik adalah
mempermudah deskripsi persoalan secara struktural, membantu dalam melakukan prediksi
akibat-akibat yang timbul dari ada atau tidaknya perubahan-perubahan dalam faktor penyebab.
Pengembangan Alternatif
Alternatif adalah sejumlah alat atau cara-cara yang dapat dipergunakan untuk mencapai,
langsung ataupun tak langsung sejumlah tujuan yang telah ditentukan. Alternatif-alternatif
kebijakan dapat muncul dalam pikiran seseorang karena beberapa hal: (1) Berdasarkan
pengamatan terhadap kebijakan yang telah ada. (2) Dengan melakukan semacam analogi dari
suatu kebijakan dalam sesuatu bidang dan dicoba menerapkannya dalam bidang yang tengah
dikaji, (3) merupakan hasil pengkajian dari persoalan tertentu.
Penilaian Alternatif
Alternatif-alternatif yang ada perlu dinilai berdasarkan kriteria sebagaimana yang
dimaksud pada langkah ketiga. Tujuan penilaian adalah mendapatkan gambaran lebih jauh
mengenai tingkat efektivitas dan fisibilitas tiap alternatif dalam pencapaian tujuan, sehingga
diperoleh kesimpulan mengenai alternatif mana yang paling layak , efektif dan efisien. Perlu juga
menjadi perhatian bahwa, mungkin suatu alternatif secara ekonomis menguntungkan, secara
administrasi bisa dilaksanakan tetapi bertentangan dengan nilai-nilai sosial atau bahkan
mempunyai dampak negatif kepada lingkungan. Maka untuk gejala seperti ini perlu penilaian
etika dan falsafah atau pertimbangan lainnya yang mungkin diperlukan untuk bisa menilai secara
lebih obyektif.
Rekomendasi kebijakan
Penilaian atas alternatif-alternatif akan memberikan gambaran tentang sebuah pilihan
alternatif yang tepat untuk mencapai tujuan-kebijakan publik. Tugas analis kebijakan publik pada
langkah terakhir ini adalah merumuskan rekomendasi mengenai alternatif yang diperhitungkan
dapat mencapai tujuan secara optimum. Rekomendasi dapat satu atau beberapa alternatif, dengan
argumentasi yang lengkap dari berbagai faktor penilaian tersebut. Dalam rekomendasi ini
sebaiknya dikemukakan strategi pelaksanaan dari alternatif kebijakan yang yang disodorkan
kepada pembuat kebijakan publik.
3.3 Pelaksanaan Kebijakan Publik
Dalam pelaksanaannya, kebijakan publik ini harus diturunkan dalam serangkaian petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknis yang berlaku internal dalam birokrasi. Sedangkan dari sisi
masyarakat, yang penting adalah adanya suatu standar pelayanan publik, yang menjabarkan pada
masyarakat apa pelayanan yang menjadi haknya, siapa yang bisa mendapatkannya, apa
persyaratannnya, juga bagaimana bentuk layanan itu. Hal ini akan mengikat pemerintah (negara)
sebagai pemberi layanan dan masyarakat sebagai penerima layanan. Fokus politik pada
kebijakan publik mendekatkan kajian politik pada administrasi negara, karena satuan analisisnya
adalah proses pengambilan keputusan sampai dengan evaluasi dan pengawasan termasuk
pelaksanaannya. Dengan mengambil fokus ini tidak menutup kemungkinan untuk menjadikan
kekuatan politik atau budaya politik sebagai variabel bebas dalam upaya menjelaskan kebijakan
publik tertentu sebagai variabel terikat.
3.4 Isu Kebijakan Publik
Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan
diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering disebut juga
sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi
silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau
pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn, isu
kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian,
penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk
menjadi suatu agenda kebijakan. Ada beberapa

Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik menurut Kimber, Salesbury,
Sandbach, Hogwood dan Gunn, diantaranya:
1. telah mencapai titik kritis tertentu jika diabaikan, akan menjadi ancaman yang serius
2. telah mencapai tingkat partikularitas tertentu berdampak dramatis;
3. menyangkut emosi tertentu dari sudut kepent. orang banyak (umat manusia) dan mendapat
dukungan media massa
4. menjangkau dampak yang amat luas
5. mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat ;
6. menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah dirasakan
kehadirannya)
Karakteristik : Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda
publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda untuk waktu
lama. Ilustrasi : Legislator negara dan kosponsornya menyiapkan rancangan undang-undang
mengirimkan ke Komisi Kesehatan dan Kesejahteraan untuk dipelajari dan disetujui. Rancangan
berhenti di komite dan tidak terpilih. Penyusunan agenda kebijakan seyogianya dilakukan
berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah
kebijakan tidak boleh mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.
Formulasi kebijakan Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudia dibahas oleh
para pembuat kebijakan.
Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang
terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang
ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam
tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai
kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Adopsi/ Legitimasi Kebijakan Tujuan
legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan
legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti
arahan pemerintah. Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang
sah.Mendukung. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi - cadangan dari sikap baik dan niat
baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir pemerintahan
disonansi.Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui
proses ini orang belaja untuk mendukung pemerintah. Penilaian/ Evaluasi Kebijakan

Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut
estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam
hal ini , evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak
hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan.
Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah- masalah
kebijakan, rogram- program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan,
implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.
Pada situasi lain, awal dimulainya proses pembuatan kebijakan publik juga bisa berlangsung
karena adanya masalah tertentu yang sudah sekian lama dipersepsikan sebagai "belum pernah
tersentuh" oleh pemerintah atau ditanggulangi lewat kebijakan pemerintah. Pada titik ini
kemudian mulai membangkitkan tingkat perhatian tertentu. (Wahab : 2001:35) Jadi, pada intinya
isu kebijakan (policy issues) lazimnya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para
aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan
mengenai karakter permasalahan itu sendiri.
Isu kebijakan dengan begitu lazimnya merupakan produk atau fungsi dari adanya
perdebatan baik tentang rumusan rincian, penjelasan, maupun penilaian atas suatu masalah
tertentu (Dunn, 1990). Pada sisi lain, isu bukan hanya mengandung makna adanya masalah atau
ancaman, tetapi juga peluang-peluang bagi tindakan positif tertentu dan kecenderungan-
kecenderungan yang dipersepsikan sebagai memiliki nilai potensial yang signifikan (Hogwood
dan Gunn, 1996).
Dipahami seperti itu, maka isu bisa jadi merupakan kebijakan-kebijakan alternatif
(alternative policies) atau suatu proses yang dimaksudkan untuk menciptakan kebijakan baru,
atau kesadaran suatu kelompok mengenai kebijakan tertentu yang dianggap bermanfaat bagi
mereka (Alford dan Friedland, 1990: 104). Singkatnya, timbulnya isu kebijakan publik terutama
karena telah terjadi konflik atau "perbedaan persepsional" di antara para aktor atas suatu situasi
problematik yang dihadapi oleh masyarakat pada suatu waktu tertentu.
Sebagai sebuah konsep, makna persepsi (perception) tidak lain adalah proses dengan mana
seseorang atau sekelompok orang memberikan muatan makna tertentu atas pentingnya sesuatu
peristiwa atau stimulus tertentu yang berasal dari luar dirinya. Singkatnya, persepsi adalah "lensa
konseptual" (conceptual lense) yang pada diri individu berfungsi sebagai kerangka analisis untuk
memahami suatu masalah (Allison, 1971).
Karena dipengaruhi oleh daya persepsi inilah, maka pemahaman, dan tentu saja
perumusan atas suatu isu sesungguhnya amat bersifat subjektif. Dilihat dari sudut pandang ini,
maka besar kemungkinan masing-masing orang, kelompok atau pihak-pihak tertentu dalam
sistem politik yang berkepentingan atas sesuatu isu akan berbeda-beda dalam cara memahami
dan bagaimana merumuskannya. Persepsi ini, pada gilirannya juga akan mempengaruhi terhadap
penilaian mengenai status peringkat yang terkait pada sesuatu isu.
Dilihat dari peringkatnya, maka isu kebijakan publik itu, secara berurutan dapat dibagi menjadi
empat kategori besar, yaitu isu utama, isu sekunder, isu fungsional, dan isu minor (Dunn, 1990).
Kategorisasi ini menjelaskan bahwa makna penting yang melekat pada suatu isu akan ditentukan
oleh peringkat yang dimilikinya. Artinya, makin tinggi status peringkat yang diberikan atas
sesuatu isu, maka biasanya makin strategis pula posisinya secara politis

TAHAP-TAHAP PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK
Posted by ndandpcrew1970 on June 24, 2013
Sebelum anda baca artikel ini,
ada baiknya membaca artikel
pengertian kebijakan publik
terlebih dahulu

Pada postingan terdahulu, telah dibahas tentang pengertian dan perumusan kebijakan publik.
Pada kesempatan kali ini saya akan membahas tentang tahap-tahap perumusan kebijakan publik.
Sebagaimana yang telah didinggung bahwa proses kebijakan publik cukup panjang yang diawali
dari perumusan sampai dengan evaluasi. Dalam rangka perumusan, terdapat tahap-tahap yang
dilalui sehingga pada akhirnya lahirlah kebijakan publik.
Adapun tahap-tahap perumusan kebijakan publik adalah sebagai berikut :
1. Perumusan masalah (defining problem)
Sebagaimana yang telah dipaparkan di postingan terdahulu, bahwa suatu kebijakan yang
diimplementasikan berawal dari perumusan atau pengidentifikasian masalah-masalah (isue-isue)
publik. Ini merupakan proses yang cukup fundamental, dimana kesalahan dalam perumusan
masalah akan mengakibatkan kebijakan yang dikeluarkan pun akan salah.
1. Agenda kebijakan
Setelah dilakukan perumusan atau pengidentifikasian masalah-masalah yang ada di masyarakat,
langkah selanjutnya adalah menyusun agenda kebijakan. Dalam proses ini akan dilakukan
analisis apakah masalah yang ada merupakan masalah publik dan pantas dimasukan ke dalam
agenda kebijakan atau tidak. Tidak semua masalah yang ada masuk dalam agenda kebijakan.
Masalah-masalah apa saja yang masuk dalam agenda kebijakan, tentunya adalah masalah-
masalah yang memiliki syarat-syarat tertentu sehingga dikatakan masalah publik, yang perlu
dibuat kebijakan. Salah satunya adalah apakah masalah tersebut menyangkut hajat hidup orang
banyak (rakyat) dan memiliki dampak yang luas atau tidak.
Masalah yang memenuhi syarat sebagai masalah publik yang masuk dalam agenda kebijakan
akan dibawah ke lembaga ekskutif,legislatif, bahkan mungkin saja yudikatif untuk dilakukan
pembahasan.
1. Pemilihan alternatif kebijakan untuk memecahkan masalah
Alternatif merupakan pilihan-pilihan pendamping pilihan utama. Alternatif yang tersedia
merupakan pilihan-pilihan yang dapat dinilai dan dianalisis untuk dicari kebaikan dan
keburukannya. Dalam proses perumusan kebijakan publik, maka proses pemilihan alternatif
merupakan proses analisis terhadap beberapa alternatif yang terseda untuk mencari pemecahan
masalah yang terbaik. Pada tahap ini akan terjadi pertarungan kepentingan antar kelompok yang
relatif berbeda dasar pemikiran dan tujuannya.
1. Penetapan kebijakan
Pada tahap pemilihan alternatif kebijakan untuk pemecahan masalah berakhir, maka outputnya
adalah diambilnya salah satu alternatif sebagai upaya terbaik untuk memecahkan masalah.
Langkah selanjutnya (sebagai proses terakhir) adalah menetapkan kebijakan. Pada tahap ini
dilakukan pengesahan kebijakan sebagai produk hukum yang memiliki kekuatan hukum dan
mengikat. Penetapan yang dilakukan dapat berupa : Undang-Undang, Yurisprudensi, keputusan-
keputusan organisasi, dan lain-lain.
Perumusan kebijakan publik merupakan langkah penting, untuk itu perlu dilakukan sesuai
dengan tahapan proses-proses tersebut di atas.















A. DEFINISI TEKNIK-TEKNIK PEMERINTAHAN
Teknik-teknik Pemerintahan adalah berbagai pengetahuan, Kepandaian dan
keahlian tertentu dalam cara yang dapat ditempuh atau digunakan untuk
melaksanakan dan menyelenggarakan berbagai peristiwa-peristiwa pemerintahan.
Untuk teknik pemerintahan di indonesia ada beberapa teknik yaitu :
Diferensiasi, Integrasi, Sentralisasi, Desentralisasi, Konsentrasi, Dekonsentrasi,
Delegasi, Perwakilan, Pembantuan, Kooperasi, Koordinasi dan Partisipasi.
B. PEMERINTAHAN KOORDINASI
Koordinasi Pemerintahan merupakan kegiatan-kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan harus ditujukan ke arah tujuan yang hendak di capai yaitu yang telah
ditetapkan menjadi garis-garis besar haluan Negara dan garis-garis besr haluan
pembangunan baik untuk tigkat pusat ataupun untuk tingkat daerah, Guna menuju
kepada sasaran dan tujuan itu gerak kegiatan harus ada pengendalian sebagai alat
untuk menjamin langsungnya kegiatan.
1. Pelaksanaak Koordinasi Pemrintahan
a. Pelaksanaan untuk memantapkan pelaksanaan koordinasi, diperlukan adanya
penentuan langkah-langkah sebagai berikut :
Identifikasi kebijakan
Identifikasi fungsional
Identifikasi struktural
Penentuan Koordinasi material/operasional
Penyusunan pola koordinasi.
b. Mekanisme
Penyelenggaraan koordinasi pemerintahan
Kebijakan pelaksanaan yang berkaitan dengan penciptaan dan pemeliharaan
ketentraman dan ketertiban umum.
Fasilitas penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan dan peraturan yang
berlaku
Penyelenggaraan fasilitasi kerjasama daerah dan penyelesaian pertselisihan daerah
Pembinaan wilayah yang meliputi pengelola batas daerah kependudukan, catatan sipil,
kehidupan bermasyarakat, peningkatan peran serta dan prakarsa masyarakat,
karukunan daerah, dan pelaksanaan pola hubungan kerja, antar lembaga
pemerintahan disemua tingkatan, dan aktualisasi nilai-nilai pancasila sebagai Dasar
Negara dan UUD 1945 serta sosialisasi kebijakan-kebijakan nasional di daerah.
Pemberian fasilitas penyelenggaraan tugas dan fungsi unit-unit kerja pemerintahan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Kebijakan dan pelaksanaan pemberian pelayanan kepada masyarakat baik kualitasnya
maupun kuantitasnya
Penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam
tugas suatu instansi.
2. Jenis-jenis / Macam Koordinasi
Koordinasi di daerah menuntut penjelasan resmi dari pihak eksekutif yang
menyatakan bahwa koordinasi pemerintahan sipil merupakan usaha mengadakan
kerjasama yang erat dan efektif antara dinas-dinas sipil di daerah. Disusun dengan
pembentukan-pembentukan forum-forum koordinasi dalam segala bidang. Semuanya
menunjukan bahwa memnag koordinasi dalam pelaksanaan jalannya pemerintahan
adalah vital namun dulit dilaksanakan. Secara teoritis dapat disebutkan beberapa
jeniskoordinasi sesuai dengan lingkup dan arah jalurnya sebagai berikut :
a. Menurut Lingkupnya, terdapat :
1. Koordinasi Intern yaitu koordinasi antar pejabat atau antar unit dalam suatu
organisasi
2. Koordinasi Ekstern yaitu koordinasi antar pejabat dari bagian organisasi atau antar
organisasi.
b. Menurut Arahnya, terdapat :
1. Koordinasi Horizontal yaitun koordinasi antar pejabat atau antar unit yang
mempunyai tingkat hierarki yang sama dalam suatu organisasi, dan agar pejabat dari
organisasi-organisasi yang sederajat atau organisasi yang setingkat.
2. Koordinasi Vertikal yaitu koordinasi antara apejabat- pejabat dan unit- unit tingkat
bawah oleh pejbat atasannya atau unit tingkat atasnya langsug, juga cabang-cabang
suatu organisasi oleh organisasi induknya.
3. Koordinasi Diagonal yaitu koordinasi antar pejabat atau unit yang berbeda fungsi
dan berbeda tingkat hierarkinya
4. Koordinasi Fungsional adalah koordinasi antar pejabat, antar unit atau antar
organisasi yang didasarkan atas kesamaan fungsi, atau karena koordinatonya
mempunya fungsi tertentu.
c. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 6 th 1998
1. Koordinasi Fungsional, antara dua atau lebih instansi yang mempunyai program yang
berkaitan erat
2. Koordinasi Instansional, terhadap beberapa instansi yang menangani suatu urusan
tertentu yang bersangkutan
3. Koordinasi Teritorial, terhadap dua atau lebih wilayah dengan program tertentu

Dengan pengendalian dan Koordinasi yang baik maka dalam penyelenggaraan
pemerintahan mendapatkan manfaat, antara lain :
1. Dapat mencegah dan menghilangkan titk pertentangan
2. Para pejabat/petugas terpaksa berfikir dan berbuat dalam hubungan sasaran dan
tujuan berasama
3. Dapat dicgah terjadinya kesimpangsiuran dan duplikasi kegiatan
4. Dapat mengembangakan prakarsa dan daya inprovisasi para pejabat/petugas kareba
dalam rangka koordinasi mereka mau tidak mau harus mndapatkan cara dan jalan
yangf cocok bagi pelaksanaan tugas secara menyeluruh dan mencapai keseimbangan
dan keserasian.
Maka bagi penyelenggaraan pemerintahan terutama di daerah, koordinasi bukan
hanya bekerjasama, melaikan juga integrasi dan sinkronisasi yang mengandung
keharusan penyelarasan unsur-unsur jumlah dan penentuan waktu kegiatan di
samping penyesuaian perencanaa, dan keharusan adanya komunikasi yang teratur
diantara sesama pejabat/petugas yang bersangkutan dengan memahami dan
mengindahkan ketentuan hukum yang berlaku sebagai suatu peraturan pelaksanaan.

C. PEMERINTAHAN PARTISIPASI
Partisipasi berasala dari bahasa Inggris yaitu participation adalah
penagmbilan bagian atau pengikutsertaan. Menurut Keith Davis, partisipasi adalah
suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut
bertanggung jawab didalamnya. Dalam defenisi tersebut, kunci pemikirannya adalah
keterlibatan mental dan emosi. Sebenarnya partisipasi adalah suatu gejala
demokrasi dimana orang diikutsertakan dalam suatu perencanaan serta dalam
pelaksanaan dan juga ikut memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat
kematangan dan tingkat kewajibannya. Partisipasi itu menjadi baik dalam bidang-
bidang fisik maupun bidang mental serta penentuan kebijakan.
Jadi dari beberapa pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi secara fisik peserta dalam
memberikan respon terhadap kegiatan yang melaksanakan dalam proses belajar
mengajar serta mendukung pencapaian tujuan dan bertanggung jawab atas
keterlibatannya.

1. Bentuk-bentuk Partisipasi
Menurut Effendi, partisipasi ada dua bentuk, yaitu partisipasi vertikal dan
partisipasi horizontal
Partisipasi vertikal adalah suatu bentuk kondisi tertentu dalam masyarakat yang
terlibat di dalamnya atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain, dalam
hubungan mana masyarakat berada sebagai posisi bawahan.
Partisipasi horizontal adalah dimana masyarakatnya tidak mustahil untuk mempunyai
prakarsa dimana setiap anggota / kelompok masyarakat berpartisipasi secara
horizontal antara satu dengan yang lainnya, baik dalam melakukan usaha bersama,
maupun dalam rangka melakukan kegiatan dengan pihak lain. menurut Effendi
sendiri, tentu saja partisipasi seperti ini merupakan tanda permulaan tumbuhnya
masyarakat yang mampu berkembang secara mandiri
2. Prinsip-prinsip Partisipasi
Cakupan : Semua orang atau wakil-wakil dari semua kelompok yang terkena dampak
dari hasil-hasil suatu keputusan atau proses proyek pembangunan
Kesetaraan dan kemitraan (Equal Partnership): Pada dasarnya setiap orang
mempunyai keterampilan, kemampuan dan prakarsa serta mempunyai hak untuk
menggunakan prakarsa tersebut terlibat dalam setiap proses guna membangun
dialog tanpa memperhitungkan jenjang dan struktur masing-masing pihak
Transparansi :Semua pihak harus dapat menumbuhkembangkan komunikasi dan iklim
berkomunikasi terbuka dan kondusif sehingga menimbulkan dialog
Kesetaraan kewenangan (Sharing Power/Equal Powership) : Berbagai pihak yang
terlibat harus dapat menyeimbangkan distribusi kewenangan dan kekuasaan untuk
menghindari terjadinya dominasi
Kesetaraan Tanggung Jawab (Sharing Responsibility : Berbagai pihak mempunyai
tanggung jawab yang jelas dalam setiap proses karena adanya kesetaraan
kewenangan (sharing power) dan keterlibatannya dalam proses pengambilan
keputusan dan langkah-langkah selanjutnya
Pemberdayaan (Empowerment : Keterlibatan berbagai pihak tidak lepas dari segala
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki setiap pihak, sehingga melalui keterlibatan
aktif dalam setiap proses kegiatan, terjadi suatu proses saling belajar dan saling
memberdayakan satu sama lain
Kerjasama : Diperlukan adanya kerja sama berbagai pihak yang terlibat untuk saling
berbagi kelebihan guna mengurangi berbagai kelemahan yang ada, khususnya yang
berkaitan dengan kemampuan sumber daya manusia

D. PEMERINTAHAN DESENTRALISASI
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan
prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik
Indonesia. dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu
pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian
yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam
kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini
seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya
desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di
Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa desentralisasi berhubungan
dengan otonomi daerah. Sebab, otonomi daerah merupakan kewenangan suatu
daerah untuk menyusun, mengatur, dan mengurus daerahnya sendiri tanpa ada
campur tangan serta bantuan dari pemerintah pusat. Jadi dengan adanya
desentralisasi, maka akan berdampak positif pada pembangunan daerah-daerah yang
tertinggal dalam suatu negara. Agar daerah tersebut dapat mandiri dan secara
otomatis dapat memajukan pembangunan nasional.

1. Tujuan Desentralisasi
a. mencegah pemusatan keuangan
b. sebagai usaha pendemokrasian Pemerintah Daerah untuk mengikutsertakan rakyat
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan
c. Penyusunan program-program untuk perbaikan sosial ekonomi pada tingkat local
sehingga dapat lebih realistis
2. Bentuk kegiatan yang dilakukan desentralisasi
a. Dekonsentrasi wewenang administratif
Dekonsentrasi berupa pergeseran volume pekerjaan dari departemen pusat
kepada perwakilannya yang ada di daerah tanpa adanya penyerahan atau pelimpahan
kewenangan untuk mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat keputusan
b. Delegasi kepada penguasa otorita
Delegasi adalah pelimpahan pengambilan keputusan dan kewewenangan manajerial
untuk melakukan tugas tugas khusus kepada suatu organisasi yang secara langsung
berada di bawah pengawasan pusat
c. Devolusi kepada pemerintah daerah
Devolusi adalah kondisi dimana pemerintah pusat membentuk unit-unit
pemerintahan di luar pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi
tertentu kepada unit-unit itu untuk dilaksanakan secara mandiri
Devolusi adalah bentuk desentralisasi yang lebih ekstensif untuk merujuk pada
situasi di mana pemerintah pusat mentransfer kewenangan kepada pemerintah
daerah dalam hal pengambilan keputusan , keuangan dan manajemen
d. Pemindahan fungsi dari pemerintah kepada swasta
Yang di sebut sebagai pemindahan fungsi dari pemerintahan kepada swasta atau
privatisasi adalah menyerahkan beberapa otoritas dalam perencanaan dan tanggung
jawab admistrasi tertentu kepada organisasi swasta.
3. Dampak Positif dan Negatif Desentralisasi di berbagai Bidang
a. Dari segi ekonomi banyak sekali keuntungan dari penerapan sistem desentralisasi
ini dimana pemerintahan daerah akan mudah untuk mengelola sumber daya alam yang
dimilikinya, dengan demikian apabila sumber daya alam yang dimiliki telah dikelola
secara maksimal maka pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat akan
meningkat.
Tetapi, penerapan sistem ini membukan peluang yang sebesar-besarnya bagi pejabat
daerah (pejabat yang tidak benar) untuk melalukan praktek KKN Seperti yang
dimuat pada majalah Tempo Kamis 4 November 2004 (www.tempointeraktif.com)
Desentralisasi Korupsi Melalui OtonomiDaerah.
Setelah Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, resmi menjadi tersangka korupsi
pembelian genset senilai Rp 30 miliar, lalu giliran Gubernur Sumatera Barat Zainal
Bakar resmi sebagai tersangka kasus korupsi anggaran dewan dalam APBD 2002
sebesar Rp 6,4 miliar, oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. Dua kasus korupsi
menyangkut gubernur ini, masih ditambah hujan kasus korupsi yang menyangkut
puluhan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di berbagai wilayah di Indonesia,
dengan modus mirip: menyelewengkan APBD.
b. Segi Sosial Budaya
Dengan diadakannya desentralisasi, akan memperkuat ikatan sosial budaya pada
suatu daerah. Karena dengan diterapkannya sistem desentralisasi ini pemerintahan
daerah akan dengan mudah untuk mengembangkan kebudayaan yang dimiliki oleh
daerah tersebut. Bahkan kebudayaan tersebut dapat dikembangkan dan di
perkenalkan kepada daerah lain. Yang nantinya merupakan salah satu potensi daerah
tersebut.
Sedangkan dampak negatif dari desentralisasi pada segi sosial budaya adalah
masing- masing daerah berlomba-lomba untuk menonjolkan kebudayaannya masing-
masing. Sehingga, secara tidak langsung ikut melunturkan kesatuan yang dimiliki
oleh bangsa Indonesia itu sendiri.
c. Segi Keamanan dan Politik
Dengan diadakannya desentralisasi merupakan suatu upaya untuk
mempertahankan kesatuan Negara Indonesia, karena dengan diterapkannya
kebijaksanaan ini akan bisa meredam daerah-daerah yang ingin memisahkan diri
dengan NKRI, (daerah-daerah yang merasa kurang puas dengan sistem atau apa saja
yang menyangkut NKRI).
Dibidang politik, dampak positif yang didapat melalui desentralisasi adalah
sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di
daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat. Hal ini
menyebabkan pemerintah daerah lebih aktif dalam mengelola daerahnya.
Tetapi, dampak negatif yang terlihat dari sistem ini adalah euforia yang
berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkat kepentingan golongan
dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal
tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat.

E. PEMERINTAHAN DELEGASI
Delegasi adalah suatu pelimpahan wewenang dan tanggung jawab formal kepada
orang lain untuk melaksanakan kegiatan tertentu. Ada alasan mengapa diperlukan
pendelegasian, yaitu :
1. Memungkinkan atasan dapat mencapai lebih dari pada mereka menangani setiap
tugas sendiri
2. Agar organisasi dapat berfungsi lebih efisien
3. Atasan dapat memusatkan tenaga kepada suatu tugas yang lebih diprioritaskan.
4. Dapat mengembangkan keahlian bawahan sebagai suatu alat pembelajaran dari
kesalahan.
5. Karena atasan tidak mempunyai kemampuan yang dibutuhkan dalam pembuatan
keputusan
Prinsip-prinsip yang dapat dijadikan dasar untuk delegasi yang efektif :
1. Prinsip scalar
2. Prinsip kesatuan perintah
3. Tanggung jawab, wewenang, dan akuntabilitas
Yang memungkinkan gagalnya delegasi, yaitu:
1. Atasan merasa lebih jika mereka tetap mempertahankan hak pembuatan keputusan
2. Atasan tidak ingin ambil resiko kalau saja bawahannya salah ataupun gagal dalam
menjalankan wewenangnya.
3. Atasannya kurang atau tidak percaya kepada bawahannya.
4. Atasan takut apabila seorang bawahannya melakukan tugas dengan sangat baik dan
efektif, sehingga dapat mengancam posisinya sebagai atasan
5. Bawahan tidak menerima dengan alasan dapat menambah tanggung jawab yang sudah
diterima
6. Bawahan takut tidak dapat menjalankan tugas tugas dengan benar dan dikatakan
gagal
7. Bawahan merasa tertekan apabila dilimpahkan tanggung jawab yang lebih besar.





C.Teknik-teknik pemerintahan
adalah berbagai pengetahuan, kepandaian dan keahlian tertentu dalam cara yang dapat ditempuh
atau digunakan untuk melaksanakan dan menyelenggarakan berbagai peristiwa-peristiwa
pemerintahan. Untuk teknik pemerintahan di Indonesia ada beberapa teknik yaitu : Diferensiasi,
Integrasi, Sentralisasi, Desentralisasi, Konsentrasi,Dekonsentrasi, Delegasi, Perwakilan,
Pembantuan, Kooperasi, Koordinasi dan Partisipasi.
-PEMERINTAHAN KOORDINASI
Koordinasi Pemerintahan merupakan kegiatan-kegiatan penyelenggaraan pemerintahan harus
ditujukan ke arah tujuan yang hendak di capai yaitu yang telah ditetapkan menjadi garis-garis
besar haluan Negara dan garis-garis besr haluan pembangunan baik untuk tigkat pusat ataupun
untuk tingkat daerah, Guna menuju kepada sasaran dan tujuan itu gerak kegiatan harus ada
pengendalian sebagai alat untuk menjamin langsungnya kegiatan.
- PEMERINTAHAN PARTISIPASI
partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi secara fisik peserta dalam memberikan
respon terhadap kegiatan yang melaksanakan dalam proses belajar mengajar serta mendukung
pencapaian tujuan dan bertanggung jawab atas keterlibatannya.
-PEMERINTAHAN DESENTRALISASI
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari
rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan adanya desentralisasi
maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah
istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan
kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir
ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi
sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia.
-PEMERINTAHAN DELEGASI
Delegasi adalah suatu pelimpahan wewenang dan tanggung jawab formal kepada orang lain
untuk melaksanakan kegiatan tertentu. Ada alasan mengapa diperlukan pendelegasian, yaitu :
1. Memungkinkan atasan dapat mencapai lebih dari pada mereka menangani setiap tugas sendiri
2. Agar organisasi dapat berfungsi lebih efisien
3. Atasan dapat memusatkan tenaga kepada suatu tugas yang lebih diprioritaskan.
4. Dapat mengembangkan keahlian bawahan sebagai suatu alat pembelajaran dari kesalahan.
5. Karena atasan tidak mempunyai kemampuan yang dibutuhkan dalam pembuatan keputusan
























KONSEP SENTRALISASI, DESENTRALISASI, DEKONSENTRASI, DAN
TUGAS PEMBANTUAN
KONSEP SENTRALISASI, DESENTRALISASI, DEKONSENTRASI, DAN TUGAS
PEMBANTUAN

Pemerintah menerapkan konsep Otonomi Daerah dalam penyelenggaraan
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan harapan agar
pemerintah daerah dapat mengelola daerahnya sendiri dengan lebih baik, efisien, adil,
dan merata untuk mencapai tujuan negara. Selain itu, otonomi daerah juga diterapkan
dalam rangka tercapainya suatu bangsa yang lebih demokratis dan sistem
pemerintahan yang lebih responsif. Dimana dalam pelaksanaannya, otonomi daerah
tidak akan terlepas dari konsep sentralisasi, desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas
pembantuan yang keseluruhannya merupakan satu rangkaian kesatuan (kontinum).
A. Sentralisasi
Sentralisasi adalah pemusatan semua kewenangan pemerintahan (politik dan
administrasi) pada pemerintah pusat. Dimana kewenangan administrasi adalah
kewenangan melaksanakan kebijakan, sedangkan kewenangan politik, yaitu
kewenangan membuat kebijakan.
B. Desentralisasi
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Bab I Pasal
1 ayat 7, Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
JHA Logemann membagi desentralisasi menjadi dua macam, yaitu:
1. Dekonsentrasi atau desentralisasi jabatan, yaitu pelimpahan kekuasaan dari alat
perlengkapan negara tingkatan lebih atas kepada bawahannya guna melancarkan
tugas pemerintah. Misalnya, pelimpahan menteri kepada gubernur, dari gubernur
kepada bupati/walikota, dan seterusnya secara berjenjang.
2. Desentralisasi ketatanegaraan atau desentralisasi politik, yaitu pelimpahan kekuasaan
perundangan dan pemerintahan kepada daerah-daerah otonom dalam lingkungannya.
Dalam desentralisasi politik rakyat dengan menggunakan dan memanfaatkan saluran-
saluran tertentu (perwakilan) ikut serta di dalam pemerintahan, dengan batas wilayah
masing-masing. Desentralisasi ini dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Desentralisasi Teritorial (Kewilayahan), yaitu penyerahan kekuasaan untuk mengatur
dan mengurus rumah tangganya sendiri (autonomie), batas pengaturannya adalah
daerah. Desentralisasi teritorial mengakibatkan adanya otonomi pada daerah yang
menerima penyerahan. Dimana daerah otonom tersebut dapat menentukan sendiri
kebijakan daerahnya, kecuali kebijakan dalam bidang:
1. Politik Luar Negeri
2. Pertahanan
3. Keamanan
4. Peradilan
5. Moneter
6. Fiskal
7. Agama
yang merupakan kajian wewenang pemerintah pusat.
b. Desentralisasi Fungsional, yaitu pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurusi
fungsi tertentu. Batas pengaturan ini adalah jenis fungsi.
Konsep desentralisasi secara umum dapat dikategorikan ke dalam dua
perspektif utama, yakni perspektif desentralisasi politik dan perspektif desentralisasi
administratif (desentralisasi birokrasi). Perspektif desentralisasi politik mendefinisikan
desentralisasi sebagai devolusi kekuasaan (devolution of power), dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah. Sementara perspektif desentralisasi administrasi
mendefinisikan desentralisasi sebagai delegasi wewenang administratif (administrative
authority), dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah atau disebut juga dengan
dekonsentrasi. Adanya perbedaan antara kedua perspektif dalam mendefinisikan
desentralisasi tersebut, telah memiliki implikasi pada perbedaan dalam merumuskan
tujuan utama yang hendak dicapai. Perspektif desentralisasi politik menekankan bahwa
tujuan utama dari desentralisasi adalah untuk mewujudkan demokratisasi di tingkat
lokal sebagai persamaan politik, akuntabilitas lokal, dan kepekaan lokal. Di sisi lain,
Perspektif desentralisasi administrasi lebih menekankan pada aspek efisiensi
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan ekonomi di daerah, sebagai
tujuan utama dari desentralisasi. Selain memiliki beberapa perbedaan mendasar,
Perspektif desentralisasi politik dan desentralisasi administrasi juga memiliki
persamaan, yakni kedua perspektif desentralisasi tersebut mendudukkan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) sebagai bagian dari faktor penentu bagi pencapaian tujuan
desentralisasi.
Menurut Smith (1985) desentralisasi memiliki ciri-ciri:
1. Penyerahan wewenang untuk melaksanakan fungsi pemerintahan tertentu dari
pemerintah pusat kepada daerah otonom.
2. Fungsi yang diserahkan dapat dirinci atau merupakan fungsi yang tersisa (residual
function).
3. Penerima wewenang adalah daerah otonom.


Sumber:
Arenawati. 2011. Bahan Ajar Administrasi Pemerintahan Daerah: Sejarah, Konsep, dan Praktik
Otonomi Daerah. Serang.
Romli, Lili. 2007. Potret Otonomi Daerah dan Wakil Rakyat di Tingkat Lokal. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Widjaja, HAW. 2007. Penyelenggaraan otonomi di Indonesia dalam rangka Sosialisasi UU No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai