2 Pak Sukiman So Edit Mektek Jan 10
2 Pak Sukiman So Edit Mektek Jan 10
1
2
p
p
Log
e
... ...............................(3)
C
s
=
5
1
.C
c
............................................(4)
dengan :
C
c
= Indeks pemampatan
C
s
= Indeks pengembangan
e = Perubahan angka pori
P
1
= Tekanan yang diberikan sebesar 0,25 kg/cm
2
P
2
= Tekanan yang diberikan sebesar 0,50 kg/cm
2
4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil pengujian sifat fisik
Pengujian sifat fisik tanah dilakukan untuk
mengetahui karakteristik dan mengklasifikasi jenis
tanah yang digunakan dalam penelitian. Pengujian
laboratorium yang dilaksanakan meliputi uji
analisis saringan, berat jenis, analisis hidrometer,
atterberg, swelling, kadar air tanah asli, berat isi dan
uji kuat geser langsung. Adapun hasil pengujiannya
adalah sebagai berikut :
Uji analisis saringan dan hidrometer dilakukan
terhadap contoh tanah terganggu (disturb) yang
beratnya 50 gram. Dari grafik analisis saringan
diperoleh persentase butiran yang tertahan
saringan no. 200 (diameter butir tanah lebih kecil
dari 0,075 mm) adalah sebesar 73,40%,
sehingga dapat dikelompokkan ke dalam jenis
tanah berbutir halus (> 50%) yaitu termasuk
lempung dan lanau. Sedangkan dari hasil analisis
hidrometer diperoleh persentase gradasi dari
masing-masing jenis tanah yaitu lempung
sebesar 30,61%, lanau 42,79% dan pasir
25.40%, Uji kadar air (w) diperoleh nilai kadar
air tanah asli (w) rata-rata sebesar 24,81%.
Sedangkan nilai berat isi basah (
b
) sebesar 1,90
gr/cm
3
dan berat isi kering (
d
) tanah sebesar
1,48 gr/cm
3
. Untuk nilai berat jenis tanah (G
s
)
adalah sebesar 2,58.
Berdasarkan hasil analisa saringan di atas
dengan persentase butiran lempung sebesar
30,61%, dan menurut Bowles (1993) apabila
Skala
Ukur
Beban
Batu
Berpori
Batu
Berpori
Cincin
konsoli
dasi
Pengaruh Siklus Pengeringan dan Pembasahan terhadap Kuat Geser dan Volume Tanah
MEKTEK TAHUN XII NO. 1, JANUARI 2010
15
deposit lanau yang dominan dengan kandungan
lempung lebih dari 10% sampai 25%, maka
material tersebut dapat digolongkan sebagai
tanah lempung.
Dari hasil pengujian batas-batas atterberg
diperoleh nilai batas cair (LL) = 51% dan indeks
plastisitas (PI) = 23,43%, dimana (LL > 50%)
yang kemudian diplotkan ke dalam diagram
plastisitas berikut ini.
Berdasarkan gambar diagram plastisitas, dimana
persamaan garis A yaitu PI = 0,73 (LL 20)
maka tanah lempung tersebut dominan berada di
atas garis A sehingga dapat ditentukan jenis
tanah yang digunakan yaitu termasuk dalam
kelompok CH adalah lempung nonorganik
dengan plastisitas tinggi lempung gemuk
(fat clays).
4.2 Pengaruh siklus pengeringan dan pembahasan
pada tanah lempung
a. Pengaruh hasil uji batas susut terhadap
perubahan volume tanah
Pengujian batas susut pada tanah penting untuk
mengetahui potensi perubahan volume yang
terjadi khususnya akibat pengaruh perubahan
iklim dan cuaca terhadap siklus pengeringan
dan pembasahan. Berikut ini tabel hasil
pengujian batas susut terhadap perubahan
volume tanah.
Dari hasil uji batas susut diperoleh volume
tanah sebelum dan sesudah dikeringkan,
menunjukkan perbedaan volume untuk kondisi
tanah kering udara maupun tanah dalam
kondisi basah sedangkan untuk sampel 0 hari
diasumsikan bahwa belum terjadi perubahan
volume tanah.
Berdasarkan tabel 2.6, Holtz dan Gibs (1956)
dalam Bowles (1993), dari hasil penelitian ini
diperoleh nilai batas susut rata-rata SL > 12%,
sehingga termasuk tanah lempung yang
memiliki potensi perubahan volume yang kecil.
Perubahan volume tanah pada proses kering
dan basah dapat dilihat pada Gambar 6.
Dari gambar 6 ,dapat dilihat bahwa dengan
variasi waktu terhadap kondisi kering diperoleh
nilai batas susutnya (SL) semakin bertambah
yang menyebabkan persen perubahan volume
tanahnya (v) semakin kecil yaitu pada sampel
2 hari dari 18,06% turun menjadi 6,16% pada
sampel 10 hari. Sebaliknya terhadap kondisi
basah nilai batas susutnya (SL) semakin
berkurang sehingga perubahan volume
tanahnya (v) semakin besar yaitu pada sampel
2 hari dari 0,18% meningkat menjadi 11,72%
pada sampel 8 hari, tetapi karena pengaruh
kondisi tanah yang semakin jenuh maka terjadi
penurunan perubahan volume pada sampel 10
hari menjadi 10,17%.
Semakin kering kondisi tanah menyebabkan
persentase perubahan volumenya semakin
kecil, dan semakin basah kondisi tanah persen
perubahan volumenya semakin besar. Hal ini
disebabkan perbedaan kadar air yang
dikandung tanah khususnya lempung, dimana
terjadinya pengurangan kadar air menyebabkan
berat volume kering meningkat sehingga
lempung menyusut, dan bertambahnya kadar
air pada kondisi basah menyebabkan berat
volume kering berkurang sehingga terjadi
pengembangan tanah..
0
5
10
15
20
2 4 6 8 10 S iklus Kering dan Basah (Hari)
P
e
r
u
b
a
h
a
n
V
o
l
u
m
e
(
%
)
Basah
Kering
Gambar 6. Perubahan Volume Akibat Proses Pengeringan dan Pembasahan
16
0,0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
0 2 4 6 8 10 12
Waktu P embasahan (Hari)
P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n
(
%
)
Gambar 7. Hubungan Waktu Pembasahan Terhadap Persen Pengembangan
Gambar 8. Hubungan Angka Pori dengan Tekanan untuk Sampel 2 Hari
b. Pengaruh hasil uji Swelling terhadap persen
pengembangan tanah
Pengujian swelling ini diperlukan untuk
mengetahui potensi pengembangan tanah yang
digunakan dalam penelitian ini.
Berdasarkan gambar 2.8, Vijayavergiya dan
Ghazzaly (1973) dalam Hardiyatmo (2002)
berdasarkan nilai kadar air awal (w) = 24,81%
dan batas cair (LL) = 51% sehingga dapat
ditarik garis nilai potensi pengembangannya
sebesar 1,7%. Sedangkan dari berat volume
kering (
d
) = 1,48 gr/cm
3
= 14,52 KN/m
3
dan
batas cair (LL) = 51%, diperoleh nilai potensi
pengembangannya sebesar 0,6% yang termasuk
tanah lempung dengan potensi pengembangan
sedang sampai tinggi.
Dari tabel 2.7, Snethen (1984) dalam
Hardiyatmo (2002), dari hasil penelitian ini
diperoleh persen pengembangan dari hasil
penelitian ini sebesar 0,39% sampai 0,78% yaitu
termasuk tanah lempung dengan potensi
pengembangan rendah (< 0,5%) sampai sedang
(0,5% - 1,5%). Berikut ini grafik hubungan
antara waktu pembasahan terhadap persen
pengembangan tanah seperti ditunjukkan pada
Gambar 7.
Dari Gambar 7 menunjukkan adanya kenaikan
persen pengembangan tanah dari kondisi sampel
Sampel 2 Hari
Cs = 0,004
0 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60
P1 P2
0,530
0,528
0,526
0,524
0,522
Tekanan (kg/cm
2
)
A
n
g
k
a
P
o
r
i
Pengaruh Siklus Pengeringan dan Pembasahan terhadap Kuat Geser dan Volume Tanah
MEKTEK TAHUN XII NO. 1, JANUARI 2010
17
awal 2 hari sampai kondisi sampel 10 hari,
dengan asumsi pada sampel 0 hari belum terjadi
pengembangan tanah.
Variasi waktu pembasahan 2 hari diperoleh
persen pengembangan tanah sebesar 0,49% dan
pada sampel 4 hari turun menjadi 0,39%. Hal ini
dapat disebabkan kondisi tanah pada saat
dibasahkan mengalami perubahan volume
dimana ikatan antara butir-butir tanah
mengalami deformasi sehingga memudahkan
masuknya air dan udara ke dalam tanah, serta
kurangnya ketelitian saat pengujian di
laboratorium.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil
persen pengembangan lempung yang terjadi,
maka kecil kemungkinan naiknya permukaan
tanah. Persen pengembangan tergantung pada
besarnya jumlah mineral lempung dalam tanah.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik
hubungan angka pori dengan tekanan pada
variasi waktu 2 hari seperti pada Gambar 8.
Dari Gambar 8, menunjukkan hubungan angka
pori terhadap tekanan awal (P
1
) sebesar 0,25
kg/cm
2
dan penambahan tekanan (P
2
) menjadi
0,50 kg/cm
2
sehingga diperoleh nilai indeks
pemuaian/pengembangan tanah (C
s
).
Untuk kondisi 2 hari diperoleh angka pori awal
pada beban 0,25 kg/cm2 sebesar 0,529, pada
penambahan beban menjadi 0,50 kg/cm
2
nilai
angka pori turun menjadi 0,523, dan saat beban
dikurangi menjadi beban semula yaitu 0,25
kg/cm, nilai angka pori mulai bertambah
sebesar 0,526 dan diperoleh nilai indeks
pengembangan Cs = 0,004.
Lamanya waktu pembasahan dapat
mempengaruhi bertambahnya nilai angka pori
tanah. Pada kondisi sampel 2 hari hingga sampel
6 hari terjadi proses penyerapan air sehingga
pori-pori tanah terisi penuh oleh air dan tanah
menjadi jenuh, sementara pada sampel 8 dan 10
hari terjadi pengurangan angka pori disebabkan
karena kondisi tanah yang semakin jenuh
sehingga semakin besar
Pembebanan yang diberikan maka semakin besar
pula pengaruh kecepatan air pori untuk mengalir
keluar dari dalam tanah.
Tanah yang mengalami tekanan disebabkan oleh
beban seperti beban fondasi menyebabkan
berkurangnya angka pori tanah, dalam hal ini
pengaruh waktu pembasahan dan tingkat
pembebanan yang diberikan mempengaruhi
kecepatan air pori untuk mengalir masuk atau
keluar dari dalam tanah.
c. Pengaruh proses pengeringan dan pembasahan
terhadap nilai kuat geser tanah
Berdasarkan parameter kuat geser yaitu kohesi
(c) dan sudut gesek dalam () terhadap masing-
masing tegangan yang diberikan, maka diperoleh
nilai kuat geser tanah (S) dengan variasi waktu 2
hari, 4 hari, 6 hari, 8 hari dan 10 hari, yang
ditentukan dengan persamaan berikut :
S = c + tan
= 0,132 + 0,2 tan 27,067
= 0,23 kg/cm
2
Gambar 9. Nilai sudut gesek dalam () akibat proses kering dan basah
18
Gambar 10. Nilai kohesi tanah (c) akibat proses kering dan basah
0
0,06
0,12
0,18
0,24
0,3
0,1 0,2 0,3
Tegangan Normal
K
u
a
t
G
e
s
e
r
(
S
)
Basah 2 hari
Basah 8 hari
Kering 10 hari
Kering 6 hari
Kering 2 hari
Kering 8 hari
Kering 4 hari
Basah 4 hari
Basah 6 hari
Basah 10 hari
Gambar 11. Nilai Kuat Geser Terhadap Masing-masing Tegangan Normal
pada Siklus Kering dan Basah
Pada kondisi tanah asli (0 hari) sebelum diberi
perlakuan pengeringan dan pembasahan
diperoleh parameter kuat geser tanah yaitu
kohesi (c) = 0,13 kg/cm
2
dan sudut gesek dalam
() = 27,07 dengan nilai kuat gesernya (S) =
0,23 kg/cm
2
.
Dari Gambar 9, dapat dilihat bahwa nilai sudut
geser dalam untuk kondisi sampel kering lebih
besar dari kondisi sampel basah. Untuk sampel
kering dan basah diperoleh nilai sudut geser ()
yang semakin meningkat dari 2 hari sampai 10
hari, dengan nilai sudut geser tertinggi pada
sampel 10 hari sebesar 24,57 untuk kondisi
sampel kering dan 20,22 untuk kondisi sampel
basah. Hal ini disebabkan karena pada
lempung basah nilai plastisitasnya naik atau
jika kandungan air tanah semakin tinggi, maka
sudut gesek dalamnya menurun.
Sedangkan nilai kohesi dari proses kering dan
basah dapat dilihat pada Gambar 10.
Dari Gambar 10 menunjukkan adanya
perbedaan nilai kohesi (c) untuk sampel kering
dan sampel basah, dimana pada sampel kering
terjadi peningkatan nilai c, sementara untuk
sampel basah terjadi penurunan nilai c dari
sampel 2 hari ke 10 hari. Untuk sampel kering
diperoleh nilai kohesi tertinggi yaitu pada
sampel 10 hari dengan c = 0,13 kg/cm
2
,
sedangkan untuk sampel basah yaitu pada
sampel 2 hari dengan c = 0,09 kg/cm
2
.
Penurunan nilai kohesi dapat disebabkan
terjadinya absorbsi air oleh mineral lempung,
Pengaruh Siklus Pengeringan dan Pembasahan terhadap Kuat Geser dan Volume Tanah
MEKTEK TAHUN XII NO. 1, JANUARI 2010
19
sehingga kadar air meningkat dan gaya tarik
menarik antara butiran tanah berkurang,
dimana nilai kohesi tanah ditentukan oleh gaya
tarik menarik antar butiran tanah. Perubahan
nilai kohesi juga disebabkan pengaruh
perubahan iklim dan cuaca pada saat
pengeringan dan pembasahan, serta kondisi di
lapangan sewaktu pengambilan sampel
sehingga mempengaruhi hasil pengujian di
laboratorium. Kepadatan dan kadar air awal
digunakan kepadatan serta kadar air tanah asli,
dengan melihat bahwa kondisi tanah yang
diambil dapat mewakili kondisi aslinya di
lapangan.
Berdasarkan nilai parameter kuat geser (c dan
) dari hasil penelitian ini, maka diperoleh nilai
kuat geser tanah (S) terhadap masing-masing
tegangan normal (
n
) untuk kondisi kering dan
kondisi basah dengan variasi waktu selama 2
hari, 4 hari, 6 hari, 8 hari dan 10 hari, seperti
ditunjukkan pada Gambar 11.
Dari Gambar 11 diperoleh kohesi (c) pada
kondisi kering bervariasi antara 0,11 kg/cm
2
sampai 0,13 kg/cm
2
dengan sudut geser () dari
20,63 sampai 24,57, maka diperoleh nilai
kuat gesernya (S) antara 0,19 kg/cm
2
meningkat menjadi 0,22 kg/cm. Sedangkan
untuk kondisi basah kohesi (c) bervariasi
antara 0,09 kg/cm
2
turun menjadi 0,08 kg/cm
2
dengan sudut geser () dari 20,22 menjadi
13,60, maka diperoleh nilai kuat gesernya (S)
antara 0,17 kg/cm
2
turun menjadi 0,13 kg/cm
2
.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pada
kondisi tanah kering memiliki parameter kuat
geser (c dan ) lebih besar daripada kondisi
tanah basah, dimana pada kondisi basah berat
isi bertambah, daya apung pada kondisi jenuh
menurunkan tegangan efektif antar butiran
sehingga lempung lebih cepat menjadi lemah
dan kekuatan geser tanah menurun. Semakin
besar nilai c dan , maka nilai kuat geser tanah
semakin meningkat dan kecil kemungkinan
terjadinya penurunan tanah.
Pada penelitian Fatah (2006) terhadap
paramater tanah lempung menghasilkan nilai
kohesi dan sudut geser yang cenderung sama
dengan hasil penelitian ini, yaitu pada sampel
kering dan basah diperoleh nilai c dan yang
semakin meningkat dengan variasi waktu 2
hari, 5 hari, dan 10 hari. Sebaliknya pada
sampel basah nilai c dan semakin menurun,
sehingga mempengaruhi perubahan nilai kuat
geser tanahnya.
5. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan sebelumnya dapat ditarik
simpulan:
a. Dari hasil pengujian yang dilakukan di
laboratorium, diperoleh bahwa sampel tanah
berdasarkan sistem Unified diklasifikasikan
sebagai tanah lempung (CH) yaitu lempung non
organik dengan plastisitas tinggi.
b. Berdasarkan hasil uji batas susut diperoleh
persen batas susut (SL) rata-rata >12% sehingga
tanah lempung Kalukubula dapat digolongkan
ke dalam jenis tanah lempung yang memiliki
potensi perubahan volume kecil.
c. Pada kondisi sampel 2 hari sampai 10 hari
diperoleh persen batas susut (SL) pada kondisi
kering sebesar 21,37% sampai dengan 47,87%
dengan persen perubahan volume (V) dari
18,06% turun menjadi 6,16%, sementara pada
kondisi basah diperoleh persen batas susut (SL)
sebesar 46,70% sampai dengan 26,06% dengan
persen perubahan volume (V) dari 0,18%
meningkat menjadi 10,17%. Hal ini disebabkan
pengaruh perubahan kadar air serta cuaca saat
pengeringan dan pembasahan, mempengaruhi
berat volume tanahnya. Dimana berkurangnya
kadar air tanah menyebabkan berat volume
kering meningkat sehingga lempung menyusut.
Sebaliknya bertambahnya kadar air tanah
menyebabkan berat volume kering menurun
sehingga terjadi pengembangan tanah.
d. Berdasarkan hasil uji swelling, menunjukkan
bahwa tanah yang diuji termasuk tanah lempung
yang memiliki potensi pengembangan tergolong
rendah (< 0,5%) sampai sedang (0,5% 1,5%).
e. Dari hasil uji geser langsung pada kondisi kering
memiliki nilai kohesi (c) dan sudut gesek ()
yang lebih besar daripada kondisi basah
sehingga semakin besar c dan maka semakin
besar nilai kuat geser tanahnya (S). Untuk
sampel kering 2 hari sampai 10 hari diperoleh
nilai kuat gesernya semakin meningkat dari 0,19
kg/cm
2
menjadi 0,22 kg/cm
2
, dan untuk sampel
basah nilai kuat gesernya semakin menurun dari
0,17 kg/cm
2
menjadi 0,13 kg/cm
2
. Hal ini
mengindikasikan bahwa jika tanah lempung
terkena air maka tanah cepat menjadi lemah
sehingga kuat geser tanahnya semakin menurun.
20
6. Daftar Pustaka
Bowles. J.E., 1993, Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis
Tanah (Mekanika Tanah) Alih Bahasa
Johan K. Hainim, Edisi Kedua Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Das. B.M., 1988, Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip
Rekayasa Geoteknik) Jilid 1, Terjemahan
Dalam Bahasa Indonesia, Erlangga,
Jakarta.
Das. B.M., 1993, Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip
Rekayasa Geoteknik) Jilid 2, Terjemahan
Dalam Bahasa Indonesia, Erlangga,
Jakarta.
Fatah, A., Suratman, I., Nasution, S., 2006, Studi
Karakteristik Parameter Kuat Geser
Tanah Lempung Pasir Honje-Tol
Cipularang Jawa Barat, Thesis, Jurusan
Teknik Sipil dan Lingkungan ITB,
Bandung.
Hardiyatmo. C.H., 2002, Mekanika Tanah I, Edisi
Ketiga, Universitas Gadjah Mada Press,
Yogyakarta.
Madinawati, 2004, Studi Kembang-Susut Tanah
Longsoran pada Ruas Jalan Tawaeli-
Toboli. Tugas Akhir, Fakultas Teknik,
Universitas Tadulako, Palu.
Rahardjo. B., 2005, Pengaruh Pembasahan
Berulang Terhadap Parameter Kuat Geser
Tanah Longsoran Ruas Jalan Tawaeli
Toboli. Tugas Akhir, Fakultas Teknik
Universitas Tadulako, Palu.
Sosrodarsono. S., 1987. Petunjuk Perencanaan
Penanggulangan Longsoran, Departemen
Pekerjaan Umum, Jakarta.
Sosrodarsono. S., Kazuto Nakazawa, 1980,
Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi, Alih
Bahasa L. Taulu dkk, Penerbit PT.
Pradyna Paramitra, Edisi Ketujuh, Jakarta.
Sunggono. K.H, 1984, Mekanika Tanah, Penerbit
Nova, Bandung.
Verhoef, P.N.W., 1994, Geologi untuk Teknik Sipil.
Erlangga, Jakarta.