Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 LATAR BELAKANG
Minyak mentah atau crude oil adalah cairan coklat kehijauan
sampai hitam yang terutama terdiri dari karbon dan hidrogen. Minyak
mentah merupakan komponen senyawa hidrokarbon yang terbentuk
didalam bumi, yang berupa cairan, gas, dan padat, karena tergantung dari
komposisi mineralnya serta pengaruh dari tekanan dan temperaturnya.
Teori yang paling umum digunakan untuk menjelaskan asal usul minyak
bumi adalah organic source materials. Teori ini menyatakan bahwa
minyak bumi merupakan produk perubahan secara alami dari zat zat
organik yang berasal dari sisa sisa tumbuhan dan hewan yang
mengendap selama ribuan sampai jutaan tahun.
Akibat dari pengaruh tekanan, temperatur, kehadiran senyawa
logam dan mineral serta letak geologis selama proses perubahan tersebut,
maka minyak bumi akan mempunyai komposisi yang berbeda di tempat
yang berbeda. Minyak bumi memiliki campuran senyawa hidrokarbon
sebanyak 50 98% berat, sisanya terdiri atas zat zat organik yang
mengandung belerang, oksigen, dan nitrogen serta senyawa senyawa
anorganik seperti vanadium, nikel, natrium, besi, alumunium, kalsium, dan
magnesium.
Senyawa hidrokarbon dapat digolongkan menjadi beberapa golongan
diantaranya :
1. Golongan Parafin
Parafin adalah kelompok senyawa hidrokarbon jenuh berantai lurus
(alkana), CnH
2n+2
. Contohnya adalah metana (CH
4
), etana (C
2
H
6
),
n-butana (C
4
H
10
), isobutana (2-metil propana, C
4
H
10
), isopentana
(2-metilbutana, C
5
H
12
), dan isooktana (2,2,4-trimetil pentana,
2



C
8
H
18
). Jumlah senyawa yang tergolong ke dalam senyawa
isoparafin jauh lebih banyak daripada senyawa yang tergolong n-
parafin. Tetapi, di dalam minyak bumi mentah, kadar senyawa
isoparafin biasanya lebih kecil daripada n-parafin.

2. Golongan Naftan
Naftan adalah senyawa hidrokarbon jenuh yang membentuk
struktur cincin dengan rumus molekul CnH
2n
. Senyawa-senyawa
kelompok naftan yang banyak ditemukan adalah senyawa yang
struktur cincinnya tersusun dari 5 atau 6 atom karbon. Contohnya
adalah siklopentana (C
5
H
10
), metilsiklopentana (C
6
H
12
) dan
sikloheksana (C
6
H
12
). Umumnya, di dalam minyak bumi mentah,
naftan merupakan kelompok senyawa hidrokarbon yang memiliki
kadar terbanyak kedua setelah n-parafin.

3. Golongan Aromatik
Aromatik adalah hidrokarbon-hidrokarbon tak jenuh yang
berintikan atom-atom karbon yang membentuk cincin benzen
(C
6
H
6
). Contohnya benzen (C
6
H
6
), metilbenzen (C
7
H
8
), dan
naftalena (C
10
H
8
). Minyak bumi dari Sumatera dan Kalimantan
umumnya memiliki kadar aromat yang relatif besar.

Minyak mentah biasanya dipisahkan menjadi fraksi fraksi yang sesuai
dengan tingkatan titik didih komponen komponen yang ada di dalam masing
masing fraksi. Minyak mentah yang sebagian besar mengandung molekul
parafinik, dari hasil proses pemisahan fraksi minyak dengan fraksi gasnya akan
dihasilkan minyak pelumas yang sangat baik, serta diperoleh lilin paraffin sebagai
residunya. Sebaliknya, apabila sebagian besar molekulnya dari jenis aromatic,
maka fraksi fraksi berat dari minyak mentah tersebut akan menghasilkan tar,
aspal, bahan penambal atap, dan kegunaan lain yang serupa.

3



Hasil analisa crude oil sangat dipengaruhi oleh metode
pengambilan sample fluida, karena fluida yang dihasilkan oleh sumur
produksi dapat berupa gas, minyak, dan air. Adapun metoda
pengambilan sample tersebut ada dua cara, yaitu:
1. Bottom hole sampling ; sample fluida diambil dari dasar lubang
sumur, hal ini bertujuan agar didapat sample yang lebih mendekati
kondisi di reservoir.
2. Surface sampling ( sampling yang dilakukan di permukaan ) ; cara
ini biasanya dilakukan di well head ( kepala sumur ) atau separator.

Pemisahan zat padat, cair, dan gas dari minyak mutlak
dilakukan sebelum minyak mencapai refinery, karena dengan
memisahkan minyak dari zat-zat tersebut di lapangan akan dapat
dihindari biaya-biaya yang seharusnya tidak perlu. Dari sini juga dapat
diketahui perbandingan-perbandingan minyak dan air ( WOR ), minyak
dan gas ( GOR ), serta persentase padatan yang terkandung dalam
minyak.
Oleh karena itu, dalam memproduksi minyak, analisa fluida
reservoir sangat penting dilakukan untuk menghindari hambatan-
hambatan dalam operasinya. Studi dari analisa fluida reservoir ini sangat
bermanfaat untuk mengevaluasi atau merancang peralatan produksi yang
sesuai dengan keadaan reservoir, meningkatkan efisiensi, serta menunjang
kelancaran proses produksi.
Praktikum yang dilakukan di laboratorium Analisa Fluida
Reservoir bertujuan untuk memahami sifat sifat fisik dan sifat-sifat
kimia dari fluida reservoir terutama minyak mentah dan air formasi.
Dalam praktikum ini ada beberapa hal yang dipelajari yaitu Penentuan
Titik Nyala ( flash point ) dan Titik Bakar ( fire point ) dengan Tag Closed
Tester.


4



1.2 RUMUSAN MASALAH
Untuk lebih memfokuskan tujuan penelitian tersebut, maka kami akan
menganalisis permasalahan tentang Penentuan Titik Nyala (flash Point)
dan Titik Bakar (Fire Point) yang nantinya akan di korelasikian dengan
hasil dari laboratorium agar di dapatkan produksi yang optimum pada
sumur yang akan di produksi. Diantaranya :
1. Menentukan Bagaimana titik nyala ( flash point ) dan titik bakar ( fire
point ) dari minyak mentah dapat terjadi ?
2. Cara mengantisipasi terjadinya kerusakan pada peralatan produksi
setelah diketahui flash point dan fire pointnya.?

1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penulisan proposal ini adalah menentukan Titik Nyala (flash
Point) dan titik bakar (fire point) dengan Tag Closed Tester .

1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data lapangan yang
dapat dianalisis dan dikembangkan untuk penulisan komprehensif.













5



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pada umumnya reservoir minyak memiliki karakteristik yang berbeda-
beda tergantung dari komposisi, temperature dan tekanan pada tempat dimana
terjadi akumulasi hidrokarbon didalamnya. Suatu reservoir minyak biasanya
mempunyai tiga unsur utama yaitu adanya batuan reservoir, lapisan penutup dan
perangkap
Beberapa syarat terakumulasinya minyak dan gas bumi adalah :
1. Adanya batuan Induk (Source Rock)
Merupakan batuan sedimen yang mengandung bahan organik seperti sisa-sisa
hewan dan tumbuhan yang telah mengalami proses pematangan dengan waktu
yang sangat lama sehingga menghasilkan minyak dan gas bumi.
2. Adanya batuan waduk (Reservoir Rock)
Merupakan batuan sedimen yang mempunyai pori, sehingga minyak dan gas
bumi yang dihasilkan batuan induk dapat masuk dan terakumulasi.
3. Adanya struktur batuan perangkap
Merupakan batuan yang berfungsi sebagai penghalang bermigrasinya minyak
dan gas bumi lebih jauh.
4. Adanya batuan penutup (Cap Rock)
Merupakan batuan sedimen yang tidak dapat dilalui oleh cairan
(impermeable), sehingga minyak dan gas bumi terjebak dalam batuan tersebut.
5. Adanya jalur migrasi
Merupakan jalan minyak dan gas bumi dari batuan induk sampai terakumulasi
pada perangkap.
Flash point ( titik nyala ) adalah temperatur terendah dimana suatu
material mudah terbakar dan menimbulkan uap tertentu sehingga akan
bercampur dengan udara, campuran tersebut mudah terbakar. Fire point (
6



titik bakar ) adalah temperatur dimana suatu produk petroleum terbakar
untuk sementara ( ignites momentarialy ) tetapi tidak selamanya,
sekurang-kurangnya 5 detik.
Suatu larutan yang dipanaskan pada suatu temperatur dan tekanan
tetap akan terjadi penguapan pada temperatur tertentu. Sedangkan
penguapan sendiri merupakan proses pemisahan molekul dari larutan
dalam bentuk gas yang ringan. Adanya pemanasan yang meningkat akan
menyebabkan gerakan gerakan partikel penyusun larutan akan lepas dan
meninggalkan larutan.
Demikian pula halnya pada minyak mentah, pada suhu tertentu ada
gas yang terbebaskan di atas permukaan, apabila disulut dengan api, maka
minyak mentah tersebut akan menyala. Titik nyala secara prinsip
ditentukan untuk minyak bumi sehingga dengan demikian dapat
mengantisipasi bahaya terbakarnya produk produk minyak bumi.
Semakin kecil SG minyak mentah maka semakin tinggi
o
API-nya, berarti
minyak tergolong minyak ringan, maka jumlah C
1
C
4
semakin banyak,
dengan semakin banyak gas, semakin rendah titik nyala dan titik bakarnya,
maka akan semakin mudah terbakar produk petroleum yang akan
diproduksi.
Minyak bumi yang memiliki flash point ( titik nyala ) terendah
akan membahayakan, karena minyak tersebut mudah terbakar apabila
minyak tersebut memiliki titik nyala tinggi juga kurang baik, karena akan
susah mengalami pembakaran. Jika ditinjau dari segi keselamatan, maka
minyak yang baik mempunyai nilai flash point ( titik nyala ) yang tinggi
karena tidak mudah terbakar. Akan tetapi, jika ditinjau dari segi profit (
keuntungan ) minyak dengan nilai flash point ( titik nyala ) yang rendah
mempunyai nilai jual yang tinggi, karena tidak mengandung residu atau
lilin.
Flash point ( titik nyala ) ditentukan dengan jalan memanaskan
sample dengan pemanasan yang tetap. Setelah tercapai suhu tertentu, nyala
penguji atau test flame diarahkan pada permukaan sample. Test flame ini
7



terus diarahkan pada permukaan sample secara bergantian sehingga
mencapai atau terjadi semacam ledakan karena adanya tekanan dan api
yang terdapat pada test flame akan mati. Inilah yang disebut flash point (
titik nyala ). Sedangkan, penentuan fire point ( titik bakar ) ini sebagai
kelanjutan dari flash point dimana apabila contoh akan terbakar / menyala
kurang lebih lima detik maka lihat suhunya sebagai fire point (titik bakar).
Penentuan titik nyala tidak dapat dilakukakan pada produk-produk
yang volatile seperti gasoline dan solvent-solvent ringan, karena
mempunyai flash point ( titik nyala ) di bawah temperature atmosfer
normal.
Flash point ( titik nyala ) dan fire point ( titik bakar ) juga
berhubungan dengan SG minyak mentah dan juga
o
API-nya. Semakin
tinggi titik nyala ( flash point ) dan titik bakar ( fire point ) dari suatu
minyak mentah, maka minyak tersebut tidak mudah terbakar ( unflameable
). Jika tidak mudah terbakar, berarti SG minyak tersebut tinggi, sedangkan
o
API kecil. Sehingga minyak tersebut dapat diklasifikasikan sebagai
minyak berat, karena banyak mengandung fraksi berat ( residu atau lilin ).
Dan begitu juga sebaliknya, jika titik nyala ( flash point ) dan titik bakar (
fire point ) rendah, maka minyak tersebut mudah terbakar ( flameable )
karena di dalam minyak tersebut terdapat fraksi ringan ( gas ).

Minyak mentah yang diproduksi secara langsung dari dalam perut
bumi pada kenyataannya bukan minyak murni ( 100 % merupakan minyak )
melainkan masih mengandung gas maupun air, hal ini nantinya akan
mempengaruhi perhitungan jumlah minyak yang akan diproduksi, karena
dalam suatu reservoir khususnya minyak, akan selalu didapatkan
kandungan air. Pemisahan antara minyak dan air yang terkandung di
dalamnya disebut dengan dehidrasi minyak bumi. Dehidrasi ini dilakukan
baik pada pengilangan maupun transportasi, karena air yang terkandung
dalam minyak dapat menyebabkan korosi pada pipa pipa minyak, tempat
penimbunan minyak, dan lain sebagainya. Dehidrasi ini merupakan
8



persoalan kimia maupun fisika yang diperlukan untuk mendapatkan
pemisahan yang se-efisien mungkin.
Air formasi yang terkandung dalam minyak ada dua macam, yaitu :
a. Air bebas, merupakan air yang terbebaskan dari minyak.
b. Air emulsi, air yang melayanglayang di dalam minyak dan
diperlukan cara khusus untuk memisahkannya.

Dalam lapangan minyak, air bebas lebih mudah untuk dibebaskan
(dipisahkan) dari minyaknya dibandingkan dengan air emulsi. Pemisahan air
bebas dari minyaknya dapat dilakukan dengan mendiamkan atau settling
dalam suatu tempat, dicampur gas olise, bisulfide, atau dipanaskan. Tetapi
untuk air emulsi, pemisahannya memerlukan cara cara khusus.
Terjadinya emulsi ini memerlukan tiga syarat, yaitu :
a. Adanya dua zat cair yang tidak saling campur.
b. Adanya zat yang menyebabkan terjadinya emulsi ( Emulsifying
Agent).
c. Adanya agitasi ( pengadukan ).

Sifat sifat Emulsi antara lain :
a. Umumnya kadar air emulsi cukup tinggi. Hal ini disebabkan
penguapan sejumlah air, gas alam sebelum terjadi emulsifikasi pada
residu airnya. Kadar garam yang besar pada fasa cair berpengaruh
besar pada gaya permukaan antara cairan minyak dan air. Di antara
zat zat tersebut dengan emulsifying agent nya yang terkonsentrasi
antara dua fasa yang bersangkutan.
b. Pengemulsian juga dipengaruhi oleh sifat sifat minyak. Semakin
besar viscositasnya, residu karbon, dan tegangan permukaan minyak
semakin terbentuk emulsi.
c. Semakin lama emulsi terbentuk semakin ketat atau semakin susah
untuk dipisahkan.
Untuk mencegah terjadinya emulsifikasi, dapat dilakukan dengan cara :
9



a. Memperkecil tingkat agitasi, misalnya dengan menggunakan anker
pada sumursumur pompa, mengurangi kecepatan pompa, spasi
plunger (mengurangi slopage), dan pompa dianjurkan untuk
tenggelam.
b. Penggunaan zat anti emulsifikasi.
c. Pemisahan air sebelum terjadinya emulsifikasi.

Pemisahan minyak terhadap air mutlak dilakukan untuk menghindari
kerugian antara lain :
a. Pipe line akan berkurang kapasitasnya karena harus mentransport
minyak dengan air.
b. Air bisa menyebabkan korosi pada peralatan pengeboran.



















10



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian
1. Untuk minyak mentah dengan titik nyala 55
o
F atau yang lebih tinggi,
isi bath dengan air hingga tumpah, untuk minyak mentah yang
mempunyai titik nyala yang rendah digunakan cairan yang berupa
campuran air dengan ethylene glycol atau cairan dengan viskositas
yang rendah dan mempunyai titik beku yang rendah.
2. Temperatur dari cairan di dalam bath harus berada pada temperatur
lebih rendah atau kurang dari 20 F dibawah perkiraan titik nyala dari
sample.
3. Mengisi mangkok ( test cup )dengan sample hingga batas ( kira-kira 50
ml ) dan membersihkan bila ada sample yang membasahi dinding
mangkok, memasang penutup ( lid ) yang telah diberi thermometer ke
dalam bath.
4. Menyalakan test flame, mengatur nyala pada test flame sehingga
mencapai ukuran sebesar bead yang terdapat pada penutup, mengatur
pula kenaikan temperatur sebesar 1 derajat setiap 30 60 detik.
5. Jika temperatur sample di dalam mangkok 10 F di bawah titik nyala
yang diperkirakan, menyulutkan test flame ke dalam mangkok sample
dengan memutar peralatan pada penutup mangkok. Mengulangi cara
ini setiap kenaikan 1, sehingga menyusutkan test flame menyebabkan
uap mangkok sample menyala, mencatat temperatur saat sample
menyala.
6. Untuk menentukan titik bakar, lanjutkan pemanasan dengan perlahan -
lahan, dengan kenaikan kurang lebih 10 F setiap menit, melanjutkan
penyulutan dengan test flame setiap kenaikan 5 F hingga sample
menyala atau menyala 5 detik, mencatat temperatur tersebut sebagai
titik bakar.
11



7. Lakukan koreksi jika terdapat tekanan barometer lebih kecil dari pada
tabel di bawah ini :





3.2 Ruang Lingkup
Sampel Minyak mentah dari suatu lapangan reservoir yang kemudian akan
di teliti di laboratorium.

3.3 Lokasi Peneliti
Nama kota : Balikpapan
Instansi : STT MIGAS BALIKPAPAN

3.4 Instrumen Penelitian
3.4.1 Peralatan
a. Tag Closed Tester.
b. .Shield ukuran 46 cm luas dan 61 cm tinggi
c. Thermometer

3.4.2 Bahan yang digunakan
a. Sample minyak mentah
b. Air

3.5 Teknik Pengumpulan Data




Tekanan Barometer ( mm Hg )
Koreksi
F C
751 835 5 2,8
634 550 10 5,5
12



a. Data Umum
Tabel 6.2. Parameter data umum
Parameter Sampel
Titik Nyala 79,2
o
C 174,56
o
F
Titik Bakar 92,8
o
C 199,04
o
F



b. Data Kelompok

Tabel 6.3.Parameter data kelompok
Parameter Sampel
Titik Nyala 76,8
o
C 170,24
o
F
Titik Bakar 93,5
o
C 200,3
o
F


Tabel 6.4. Titik nyala dan titik bakar dari data tiap kelompok
Kelompok
Titik
Nyala
Titik
Bakar
1 173.66 202.28
2 173.66 202.28
3 167.72 197.06
4 167.72 197.06
5 170.24 200.3
6 170.24 200.3


Perhitungan
a. Data Umum
- Titik Nyala ( 79,2
o
C ) =
o o
x 32 2 , 79
5
9
+ |
.
|

\
|

= 174,56
o
F

13



- Titik Bakar ( 92,8
o
C ) =
o o
x 32 8 , 92
5
9
+ |
.
|

\
|

= 199,04
o
F
b. Data Kelompok
- Titik Nyala ( 76,8
o
C ) =
o o
x 32 8 , 76
5
9
+ |
.
|

\
|

= 170,24
o
F

- Titik Bakar ( 93,5
o
C ) =
o o
x 32 5 , 93
5
9
+ |
.
|

\
|

= 200,3
o
F


3.6 Teknik Analisa Data
Penentuan titik nyala dan titik bakar tergantung dari
komposisi minyak yang bersangkutan. Semakin berat minyak maka titik
didihnya semakin tinggi demikian juga titik nyala dan titik bakar. Hal ini
juga dipengaruhi oleh temperatur.
Dalam percobaan kali ini pada data umum, temperatur flash point (
titik nyala ) sebesar 79,2
o
C = 174,56
o
F sedangkan untuk fire point ( titik
bakar ) didapat sebesar 92,8
o
C = 199,04
o
F. Dan untuk data kelompoknya
yaitu temperatur flash point ( titik nyala ) sebesar 76,8
o
C = 170,24
o
F
sedangkan untuk fire point ( titik bakar ) didapat sebesar 93,5
o
C = 200,3
o
F. Untuk percobaan penentuan flash point ( titik nyala ) dan fire point
(titik bakar), praktikan melakukan pengetesan tentang titik nyala dan titik
bakar pada sampel minyak yang telah disediakan. Dimana sampel minyak
mentah dimasukkan ke dalam test cup dan air ke dalam bath kemudian
dipanasi. Setelah beberapa menit dipanasi, kita dapat mengamati
terjadinya flash point ( titik nyala ) dan fire point ( titik bakar ).
Flash point ( titik nyala ) dapat kita amati apabila dilakukan
penyulutan, sampel akan menyala beberapa saat saja. Sedangkan fire point
14



( titik bakar ) terjadi bila nyala yang dihasilkan lebih lama dari flash point
( minimal / kira-kira berlangsung selama 5 detik ).
Penentuan titik nyala dan titik bakar tergantung dari komposisi
minyak yang bersangkutan. Semakin berat minyak maka titik didihnya
semakin tinggi demikian juga titik nyala dan titik bakar. Penentuan titik
nyala dan titik bakar dari minyak mentah ini sangat penting dalam
mengatisipasi timbulnya kebakaran pada peralatan produksi, karena
temperatur minyak terlalu tinggi yang biasanya terjadi akibat adanya
gesekan antara minyak dengan flow line, sehingga kita dapat melakukan
pencegahan lebih dini.
Dari analisa dan perhitungan di atas juga disertakan data dari tiap
kelompok, kemudian diplotkan ke dalam suatu grafik di bawah ini :



Grafik 3.1. Titik nyala dan titik bakar dari data tiap kelompok





173.66
173.66
167.72 167.72
170.24
170.24
202.28
202.28
197.06
197.06
200.3
200.3
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
220
0 1 2 3 4 5 6
T
e
m
p
e
r
a
t
u
r
e

Kelompok
Titik Nyala
Titik Bakar
15

Anda mungkin juga menyukai