Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-
kanak dan masa dewasa. Dimana pada masa ini remaja memiliki kematangan
emosi, sosial, fisik dan psikis. Remaja juga merupakan tahapan perkembangan
yang harus dilewati dengan berbagai kesulitan. Dalam tugas perkembangannya,
remaja akan melewati beberapa fase dengan berbagai tingkat kesulitan
permasalahannya sehingga dengan mengetahui tugas-tugas perkembangan remaja
dapat mencegah konflik yang ditimbulkan oleh remaja dalam keseharian yang
sangat menyulitkan masyarakat, agar tidak salah persepsi dalam menangani
permasalahan tersebut. Pada masa ini juga kondisi psikis remaja sangat labil.
Karena masa ini merupakan fase pencarian jati diri. Biasanya mereka selalu ingin
tahu dan mencoba sesuatu yang baru dilihat atau diketahuinya dari lingkungan
sekitarnya, mulai lingkungan keluarga, sekolah, teman sepermainan dan
masyarakat. Semua pengetahuan yang baru diketahuinya baik yang bersifat positif
maupun negatif akan diterima dan ditanggapi oleh remaja sesuai dengan
kepribadian masing-masing. Remaja dituntut untuk menentukan dan membedakan
yang terbaik dan yang buruk dalam kehidupannya. Disinilah peran lingkungan
sekitar sangat diperlukan untuk membentuk kepribadian seorang remaja.
Kasus yang terungkap lainnya pada tahun 2009, Ade Fauzan Mahfuza,
siswa SMAN 82 Jakarta dikeroyok seniornya. Pengeroyokan terjadi karena dia
melewati Jalur Gaza, yakni jalur khusus yang diperuntukkan bagi siswa senior.
Ada pula Okke Budiman, siswa kelas 1 SMA 46 Jakarta, yang mengaku dianiaya
oleh seniornya. Blastius Adisaputro (17) mengalami tindak kekerasan hingga
babak belur oleh seniornya di SMU Pangudi Luhur (PL) pada April 2007.
Muhammad Fadhil (16) siswa SMA 34 Pondok Labu Jakarta Selatan jadi korban
kekerasan geng Gazper pada pertengahan Agustus 2007. Seorang siswa SMAN 26
Jakarta mengalami tindak kekerasan dan pelecehan seksual oleh kakak kelasnya
2

pada ospek ekstra kurikuler futsal setiap peringatan 17 Agustus. Setelah
ditelanjangi, kelamin korban dimain-mainkan. Peristiwa itu terjadi di rumah
pembina futsal Joe (30) dan korban melapor ke Polres Jakarta Selatan pada 4
Nobember 2008. Seperti dikutip dari Kompas edisi 19 Agustus 2013 perselisihan
antara Safira Mukti (16), siswa SMA Negeri 5 Makassar dengan Rezki Fitria (16),
siswa SMAN 4 Makassar pada tanggal 20 Agustus 2013. Gara-gara tak melapor
saat absen, seorang taruna Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pelayaran
Semarang Muhlisin dipukul oleh seniornya. Taruna semester III ini pun dilarikan
ke rumah sakit.
Pemahaman moral menekankan pada alasan mengapa suatu tindakan dilakukan,
daripada sekedar arti suatu tindakan sehingga dapat dinilai apakah tindakan
tersebut baik atau buruk. Budiningsih (2004, h. 25 dalam Widiharto, h.4)
menjelaskan bahwa pemahaman moral merupakan bukanlah tentang apa yang
baik atau buruk, tetapi tentang bagaimana seseorang berpikir sampai pada
keputusan bahwa sesutau adalah baik atau buruk. Pemahaman moral itu yang
menjad indikator dari tahapan kematangan moral seseorang. Berdasarkan uraian
tersebut, penulis tertarik untuk menganalisis perilaku bullying ditinjau dari
pemahaman moral.
B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini penulis ingin mengetahui :
1. Apa yang dimaksud dengan Bullying?
2. Bagaimanakah bentuk perilaku bullying?
3. Bagaimanakah analisis kasus perilaku bullying ditinjau dari pemahaman
moral remaja?



3

C. Tujuan Penulisan
Dengan memperhatikan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan
masalah adalah :
1. Untuk mengetahui tentang bullying.
2. Untuk mengetahui bentuk perilaku bullyin.
3. Untuk mengetahui analisis kasus perilaku bullying ditinjau dari
pemahaman moral remaja.















4

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perilaku Bullying

Bullying adalah istilah dalam bahasa Inggris, yang baru marak
belakangan ini, karena dampaknya luar biasa banyak anak remaja bunuh
diri karenanya. Dampak terkecil adalah malas sekolah, prestasi akademik
menurun dan menjadikan anak rendah diri dan uring-uringan.
Menurut pakar bullying yang tergabung dalam asosiasi perkumpulan stop
bullying di Australia, bullying is someone hurts and deliberately to
another person more than once. Maksudnya bullying adalah: suatu
tindakan menyakiti dari seseorang kepada orang lain dengan sengaja, yang
dilakukan lebih dari sekali.
Berbeda dengan tindakan agresif lain yang melibatkan serangan yang
dilakukan hanya dalam satu kali kesempatan dan dalam waktu pendek.
Bullying biasanya terjadi secara berkelanjutan dalam jangka waktu yang
cukup lama, sehingga korbannya terus menerus berada dalam keadaan
cemas dan terintimidasi.
Hal yang penting disini bukan sekedar tindakan yang dilakukan,
tetapi apa dampak tindakan tersebut terhadap korbannya. Menurut Sullivan
(2000, h.14 dalam Widiharto, h.6) bullying juga harus dibedakan dari
tindakan atau perilaku agresif lainnya. Perbedaannya adalah tidak bisa
dikatakan bullying jika seseorang menggoda orang lain secara bercanda,
perkelahian yang terjadi hanya sekali dan perbuatan kasar atau perkelahian
yang tidak bertujuan untuk menyebabkan kehancuran atau kerusakan baik
secara material maupun mental. Selain itu tidak bisa dikatakan bullying
jika termasuk perbuatan kriminal seperti penyerangan dengan senjata
tajam, kekerasan fisik, perbuatan serius umtuk menyakiti atau membunuh,
pencurian serius dan pelecehan seksual yang dilakukan hanya sekali.
Berdasarkan beberapa pengertian bullying di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa perilaku bullying adalah suatu tindakan negatif yang
5

dilakukan secara berulang-ulang dimana tindakan tersebut sengaja
dilakukan dengan tujuan untuk melukai dan membuat seseorang merasa
tidak nyaman.
Bullying ini sendiri banyak terjadi di sekolah-sekolah, sekolah
umum maupun swasta, bahkan di pesantren sekalipun. Dan bila pada
tatanan nilai masyarakat yang agresif seperti di negara barat, maka akan
timbul kasus bullying yang cukup parah dari pembunuhan sampai pada
kasus cedera. Biasanya di sekolah pertama-tama dilakukan oleh kakak
senior kepada adik kelasnya yang dinamakan ospek. Setelah kegiatan
ospek usai, maka praktek bullying terjadi juga pada keseharian anak di
kelas, dimana anak-anak yang merasa badannya lebih besar, lebih punya
power mem-bully anak yang tampaknya lebih lemah.
Praktek bullying sendiri dibagi dalam 3 bagian, yaitu :
1. Bullying secara fisik: tindakan menikam, memalak, mencubit,
memukul, meludah, menarik leher kerah baju, mendorong, yang
semuanya dilakukan dengan sengaja (deliberately).
2. Bullying secara verbal: mengolok olok, menertawakan, memanggil
nama orangtua, mencemooh, menghina bahkan memfitnah, dan lagi-
lagi dilakukan dengan sengaja.
3. Bullying secara psikologis: mendiamkan, mengucilkan, tidak diajak
dalam kegiatan apapun, dibiarkan sendirian.
Semua praktek bullying, tentu saja sangat menyakitkan bagi
seorang anak maupun remaja, karena masa mereka adalah masa berkawan,
dan di-bully merupakan hal yang paling dibenci oleh seluruh anak dan
remaja diseluruh dunia, dan hal ini harus dicegah, oleh berbagai pihak.
B. Pengertian Pemahaman Moral
Lilie dalam Budiningsih (2004, h. 24) menjelaskan moral berasal
dari kata mores yang berarti tata cara dalam hehidupan atau adat istiadat.
Sedangkan Wahyuning dkk (2003, h.3 dalam Widiharto, h.8)
mendefinisikan moral sebagai hal yang berkenaan dengan norma-norma
umum mengenai apa yang baik atau benar dalam cara hidup seseorang.
6

Norma-norma moral adalah tolak ukur yang dipakai masyarakat untuk
mengukur kebaikan seseorang.
Kohlberg menjelaskan pengertian moral dengan menggunakan
istilah-istilah seperti moral-reasoning, moral-thingking dan moral-
judgement sebagai istilah-istilah yang mempunyai pengertian sama dan
digunakan secara bergantian. Terjemahan istilah tersebut menjadi
pemahaman moral (Budiningsih, 2004, h.25 dalam Widiharto, h.8)
menekankan pada alasan mengapa suatu tindakan dilakukan, daripada
sekedar arti suatu tindakan, sehingga dapat dinilai apakah tindakan
tersebut baik atau buruk. Pemahaman moral bukan tentang apa yang baik
atau buruk, tetapi tentang bagaimana seseorang berpikir sampai pada
keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk. Berdasarkan pengertian
di atas, maka pemahaman moral adalah pemahaman individu yang
menekankan pada alasan mengapa suatu tindakan dilakukan dan
bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu
adalah baik atau buruk.
C. Faktor yang Bisa Mempengaruhi Moral Remaja
Berikut ini beberapa faktor yang dapat menurunkan moral
dikalangan para remaja:
1. Kurangnya perhatian dan pendidikan agama oleh keluarga
Orang tua adalah tokoh percontohan oleh anak-anak
termasuk didalam aspek kehidupan sehari-hari tetapi didalam soal
keagamaan hal itu seakan-akan terabaikan. Sehingga akan lahir
generasi baru yang bertindak tidak sesuai ajaran agama dan
bersikap materialistik.
2. Pengaruh lingkungan yang tidak baik
Kebanyakan remaja yang tinggal di kota besar menjalankan
kehidupan yang individualistik dan materialistik. Sehingga kadang
kala didalam mengejar kemewahan tersebut mereka sanggup
berbuat apa saja tanpa menghiraukan hal itu bertentangan dengan
agama atau tidak, baik atau buruk.

7

3. Tekanan psikologi yang dialami remaja
Beberapa remaja mengalami tekanan psikologi ketika di
rumah diakibarkan adanya perceraian atau pertengkaran orang tua
yang menyebabkan si anak tidak betah di rumah dan menyebabkan
dia mencari pelampiasan.
4. Gagal dalam studi/pendidikan
Remaja yang gagal dalam pendidikan atau tidak mendapat
pendidikan, mempunyai waktu senggang yang banyak, jika waktu
itu tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya, bisa menjadi hal yang
buruk ketika dia berkenalan dengan hal-hal yang tidak baik untuk
mengisi kekosongan waktunya.
5. Peranan Media Massa
Remaja adalah kelompok atau golongan yang mudah
dipengaruhi, karena remaja sedang mencari identitas diri sehingga
mereka dengan mudah untuk meniru atau mencontoh apa yang dia
lihat, seperti pada film atau berita yang sifatnya kekerasan, dan
sebagainya.
6. Perkembangan teknologi modern
Dengan perkembangan teknologi modern saat ini seperti
mengakses informasi dengan cepat, mudah dan tanpa batas juga
memudahkan remaja untuk mendapatkan hiburan yang tidak sesuai
dengan mereka.

D. Hubungan antara pemahaman moral remaja dengan perilaku
bullying
Pemahaman moral menekankan pada suatu perbuatan yang dapat
dinilai baik atau buruk. Hal ini sesuai dengan pendapat Budiningsih (2004,
h.25 dalam Widiharto, h.10) yang menyatakan bahwa pemahaman moral
menekankan pada alasan mengapa suatu tindakan dilakukan daripada
sekedar arti suatu tindakan sehingga dapat dinilai apakah tindakan tersebut
baik atau buruk. Pemahaman moral bukan tentang apa yang baik atau
8

buruk, tetapi tentang bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan
bahwa sesuatu adalah baik atau buruk.
Berlandaskan pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa anak
dengan pemahaman moral yang tinggi akan memikirkan dahulu perbuatan
yang akan dilakukan. Pemikiran tersebut menyatakan apakah
perbuatanannya nanti merupakan perbuatan yang dikatakan bernilai baik
atau buruk, adanya pemahaman moral anak tersebut dapat mengakibatkan
anak memiliki kemampuan untuk menilai tindakan bullying yang
menyakiti orang lain sehingga perbuatan yang buruk yang sebenarnya
tidak boleh dilakukan sehingga anak dengan pemahaman moral yang
tinggi tidak melakukan perilaku bullying.
Anak yang kurang memiliki pemahaman moral, tidak memikirkan
setiap tindakannya apakah mengandung nilai-nilai yang baik atau buruk.
Anak tersebut tidak mau tahu apakah perbuatannya akan melukai
temannya atau tidak, akibatnya anak tersebut memiliki kecenderungan
untuk melakukan perilaku bullying.
E. Contoh KasusBullying
Hanya gara-gara tidak memakai singlet (kaos dalam), siswi kelas 1 SMA
70 Bulungan, N (V***) diintimidasi oleh 3 seniornya yang duduk di
bangku kelas 3 SMA. Bahkan, V*** sempat mendapat kekerasan dari
seniornya itu.
Kejadiannya Rabu kemarin sekitar pukul 12.30 WIB, pas saya ke kantin,
kata V***, Jumat (2/4/2010).
Saat itu, V*** dan dua temannya menuju ke kantin untuk makan siang.
Tiba-tiba, 3 seniornya berinisial E, D, A yang merupakan anggota cheers
dance sekolah menghampiri V*** yang berada di pojokan kantin sekolah
tersebut. Salah seorang senior berinisial E kemudian menghardiknya
dengan ketus.
Eh, kenapa kamu nggak pake singlet? Bra kamu kelihatan tuh, kata
V*** menirukan ucapan salah satu seniornya. V*** kemudian mencoba
menjelaskan alasannya kenapa tidak memakai singlet ke seniornya. Aku
9

nggak pakai singlet karena masih basah, baru dicuci. Dan Bra aku pun
warnanya tidak mencolok, katanya.
Aturan memakai singlet sendiri, kata V***, tidak dikeluarkan oleh pihak
sekolah. Aturan itu ditetapkan oleh senior saat juniornya menjalani Masa
Orientasi Sekolah (MOS) hingga berlanjut ke kelas dua. Semasa MOS,
para senior SMA 70 memang menerapkan aturan bagi junior-juniornya.
Diantaranya rambut tidak boleh di gerai, baju dan rok harus longgar, tas
harus ransel dan sepatu harus berjenis kets.
Pokoknya kita-kita yang masih kelas 1 terlihat jelek-jeleklah, imbuhnya.
Tidak puas dengan jawaban V***, E kemudian menyuruh Vhia untuk
menunduk. Tidak sampai di situ, kepala bagian belakang Vhia dipukul
dengan telapak tangan E sambil terus memarahi Vhia. E kemudian
mencubit bahu V***.
Terus saya disuruh nggak boleh pakai Bra atau pun singlet selama satu
tahun, urainya. Bahkan, lengan kanan atas Vhia dicengkeram dengan kuat
hingga lebam. E kemudian menyuruh V*** jongkok.
Terus pas jongkok, perut saya ditendang sama D. Saya lalu nangis,
katanya. Malah, E sempat mau melempar V*** dengan gelas. Tapi
dicegah sama Kak Mirza, ucapnya. Karena takut, V*** dan teman-
temannya tidak bisa berbuat apa-apa. Beruntung, selang beberapa menit
kemudian seorang guru, Irma lewat di depan mereka.
Bu Irma melihat saya menangis. Dia juga sempat tanya kenapa saya
menangis. Lalu dijawab sama mereka, nggak kok bu, nggak ada apa-apa,
cuma lagi ngobrol, bebernya. Setelah Bu Irma pergi, V*** bergegas pergi
meninggalkan senior-seniornya itu. Lalu saya melapor ke Pak Amril,
bagian Tata Usaha (TU), ucapnya.
Hingga jam pelajaran usai, V*** tidak berani kembali ke kelasnya. V***
memilih berdiam di ruang TU saking takut bertemu lagi dengan seniornya
yang jahat itu.Tas saya pun diambilin ke atas (kelas) sama Pak Amril,
ucap atlet nasional Polo Air ini.
10

Sementara itu, Ibunda V***, Rima tidak terima anaknya
diperlakukan seperti itu. Saya saja yang menghidupinya tidak pernah saya
pukulin, kata Rima.
Dalam laporan resmi bernomor TBL/1093/IV/2010/PMJ/Dit
Reskrimum, V*** melaporkan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh D,
E, A. Ketiga terlapor dituntut dengan Pasal 80 Undang-Undang No 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Saya menuntut agar pihak sekolah mengeluarkan mereka biar
tidak terjadi lagi hal-hal seperti ini, katanya.
Bahkan, V*** kini hampir trauma dan tidak mau pergi ke
sekolahnya karena takut. Anak saya takut diculik sama mereka kalau pas
pulang sekolah, tandasnya.(Dhaniels, 2010)

F. Analisis kasus perilaku bullying ditinjau dari pemahaman moral
Banyak kasus terjadi mengenai perilaku bullying, akan tetapi
penulis akan membahas satu kasus yang terjadi di SMA 70 Jakarta belum
lama ini.
Niat baik tapi tidak diiringi dengan cara yang baik akan berdampak
pada hasil yang tidak baik. Tindakan yang dilakukan untuk mengingatkan
adik tingkatnya agar tidak memakai baju yang ketat sehingga terlihat
dalaman, seharusnya tidak sampai melukai fisik. Aturan-aturan yang
sebenarnya tidak menjadi peraturan sekolahpun harus ditaati oleh para
juniornya. Sangat disayangkan memang atas kejadian tersebut, terlebih
hukuman yang diberikan senior kepada juniornya tersebut sangat tidak
masuk akal dan dianggap keterlaluan karena hal itu berhubungan dengan
kohormatan wanita yang sepatutnya ditutupi dan di jaga.
Penyebab terjadinya bullying bisa bermacam-macam, bisa karena
inisiatif dari pelaku maupun situasi lingkungan yang kebetulan
mendukung terjadinya bullying. Secara umum semua anak mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda dimana orangtua dan
lingkungan menjadi faktor utama dalam pembentukan kepribadian dan
11

pemahaman moral anak. Banyak hal yang diajarkan terutama dalam
interaksi dengan teman sebaya, seperti apakah ia mampu mendominasi
atau mempengaruhi teman-temannya
Jika hal tersebut dikombinasi dengan faktor-faktor seperti masalah
keluarga, pola asuh, penanaman nilai dari keluarga, prestasi akademik
yang tidak memuaskan, serta peraturan sekolah yang masih longgar, maka
bullying di sekolah kemudian bisa semakin menjadi-jadi karena ditunjang
juga oleh emosi yang belum matang.
Anak bisa menjadi pelaku bullying diantaranya karena:
kemampuan adaptasi yang buruk, pemenuhan eksistensi diri yang kurang
(biasanya pelaku bullying nilainya kurang baik), harga diri yang rendah,
adanya pemenuhan kebutuhan yang tidak terpuaskan di aspek lain dalam
kehidupannya, hubungan keluarga yang kurang harmonis, bahkan bisa jadi
si pelaku ini juga merupakan korban bullying sebelumnya atau di tempat
lain.
Secara umum, tingkah laku bullying ini berawal dari masalah yang
dialami oleh pelaku. Kemampuan pemecahan masalah yang kurang bisa
membuat anak mencari jalan keluar yang salah, termasuk dalam bentuk
bullying ini. Contoh, anak yang sering ditindas kakaknya di rumah,
kemudian mencari pelampiasan dengan menindas anak lain di sekolahnya.
Dalam penerapan sanksi, baiknya ada tahapan-tahapannya
walaupun memang diperlukan ketegasan dalam sanksi. Akan tetapi,
tahapan pertama yang seharusnya dilakukan adalah bahwa pelaku harus
diajak untuk menyelami apa yang kira-kira dirasakan oleh korbannya.
Tentunya pembicaraan ini baru bisa dilakukan kalau pelaku juga sudah
tenang dan tidak dalam keadaan emosi. Selain diisi dengan pembicaraan
mengenai apa yang ia lakukan terhadap korbannya, penting untuk
menggali juga penyebab dari perilaku tersebut dan dapat diketahui faktor
apakah yang berpengaruh terhadap kurangnya pemahaman moral.
Jika pelaku bullying lebih dari satu orang atau berkelompok, maka
mereka harus diajak bicara secara perorangan pada awalnya. Tahap
12

selanjutnya mengenai sanksi, memang harus diberikan pada pelaku.
Sanksinya harus berasal dari refleksi diri mereka sendiri mengenai
perasaan korbannya dan bagaimana menebus kesalahan yang telah
dilakukannya. Pada akhirnya jika pelaku sudah bisa memahami perasaan
korbannya, ia harus berjanji untuk tidak mengulangnya. Berbagai pihak
juga memiliki tanggungjawab untuk memantau para pelaku, terutama
keluarga dan pihak sekolah, agar ketika melakukan kesalahan lagi tidak
dibiarkan, tapi langsung diingatkan. Misalnya jika korban diejek-ejek
gendut, maka pelaku harus bisa menyampaikan maaf dan
menyampaikan sisi positif yang dia lihat dari korban. Jadi kata-kata ejekan
pada korban sudah tidak boleh diucapkan lagi, diganti dengan ucapan yang
baik.
Dampak dari perilaku bullying ini memang berbeda-beda, akan
tetapi yang pasti sangat merugikan korban bahkan dalam kasus ini
berdampak ketakutan sehingga tidak mau sekolah. Dalam beberapa kasus
bahkan ada yang sampai bunuh diri.
Tindakan yang dilakukan berupa baik atau buruk itu merupakan
bentuk dari moral. Dalam perkembangan moral, peranan orangtua sangat
penting, oleh karena itu orang tua harus konsisten dalam mendidik
anaknya, bersikap terbuka serta dialogis, tidak otoriter atau memaksakan
kehendak. Perkembangan moral pada remaja menurut teori Kohlberg
menempati tingkat III: pasca konvensional stadium 5, merupakan tahap
orientasi terhadap perjanjian antara remaja dengan lingkungan sosial. Ada
hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial dan
masyarakat. Pada tahap ini remaja lebih mengenal tentang nilai-nilai
moral, kejujuran, keadilan kesopanan dan kedisiplinan. Oleh karena itu
moral remaja harus sesuai dengan tuntutan norma-norma sosial. Karena
dengan moral, remaja bisa memikirkan sesuatu yang akan dilakukan,
apakah termasuk pada hal yang baik atau buruh. Jika baik mereka faham
bahwa menyakiti oranglain itu adalah tindakan yang buruk, maka dia tidak
akan pernah melakukan tindakan bullying.
13

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bullying adalah suatu tindakan negatif yang dilakukan secara
berulang-ulang dimana tindakan tersebut sengaja dilakukan dengan
tujuan untuk melukai dan memnuat seseorang merasa tidak nyaman.
Pemahaman moral adalah pemahaman individu yang menekankan
pada alasan mengapa suatu tindakan dilakukan dan bagaimana
seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik
atau buruk. Pemahaman moral bukan tentang apa yang baik atau buruk,
tetapi tentang bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan
bahwa sesuatu adalah baik atau buruk.
Peserta didik dengan pemahaman moral yang tinggi akan
memikirkan dahulu perbuatan yang akan dilakukan sehingga tidak akan
melakukan menyakiti atau melakukan bullying kepada temannya.
Selain itu, keberhasilan remaja dalam proses pembentukan
kepribadian yang wajar dan pembentukan kematangan diri membuat
mereka mampu menghadapi berbagai tantangan dan dalam
kehidupannya saat ini dan juga di masa mendatang. Untuk itu mereka
seyogyanya mendapatkan asuhan dan pendidikan yang menunjang
untuk perkembangannya.

B. SARAN
Sebagai calon guru, hendaknya mengetahui tentang perilaku
bullying termasuk jenis-jenis bullying sebagai antisipasi dan agar bisa
menindaklanjuti kasus dengan tepat dan cepat.



14

Daftar Pustaka
Monks, F.J., Knoers, A.M.P., Haditono, S.R. 2004. Psikologi Perkembangan:
pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Gunarsa. ( 2006 ).Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Jakarta: PT. BPK
Gunung Mulia.
Gunawan, Arif.(2011) remaja dan permasalahannya. Yogyakarta: hangar creator
Hartono, Agung.(2006) Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta
Jakarta.
Sopiah. 2008. Perilaku organisasional. Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET

Anda mungkin juga menyukai