“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian
dari api neraka; yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya
para malaikat yang kasar lagi keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.”
“Bekerjalah dengan taat kepada Allah. Peliharalah diri kalian dari berbuat
maksiat kepada Allah. Perintahkanlah anak-anak kalian untuk menaati
perintah-perintah [Allah] dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Sebab hal itu
akan menjaga mereka dan diri kalian dari api neraka” (Hr.Ibnu Jarir).
Dan, Nabi saw juga telah memperingatkan para orang tua dengan sabdanya,
“Seorang lelaki [suami] itu adalah pemimpin di dalam keluarganya. Dan, dia
bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya itu. Dan, seorang perempuan
[isteri] itu adalah pemimpin di dalam rumah suaminya, dan dia bertanggung
jawab terhadap ke-pemimpinannya itu…” (Hr.Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan teks al-qur`an dan hadis Nabi saw tersebut di atas. Mendidik anak
adalah wajib hukumnya bagi kedua orang tuanya. Itulah sebabnya, seorang
anak berhak untuk mendapatkan pendidikan yang utuh baginya. Ini hak asasi
seorang anak yang harus diberikan oleh kedua orang tua.
Sedangkan tolok ukur keberhasilan sebuah pendidikan bagi anak. Bukan
teraihnya gelar kesarjanaan (titel), atau status sosial. Namun terdapatnya
pendidikan yang baik yang diimplementasikan dengan akhlakul karimah.
Sebuah “kemerdekaan” untuk tetap dapat melakukan daya suspend di tengah
kehidupan dunia yang terus mengalami perubahan dan percepatan serta
pemberdayaan. Sebagaimana diperintahkan Nabi saw,
Sedangkan yang dimaksud pendidikan yang baik itu, seperti diperintahkan Nabi
saw, yaitu,
“Didiklah anak-anak kalian atas tiga hal: 1).Mencintai Nabi kalian;
2).Mencintai ahli bait-nya; dan 3).Membaca al-qur`an, sebab para ahli qur`an
itu berada pada naungan ‘Arsy Allah pada hari yang tidak ada perlindungan
selain daripada perlindungan-Nya” (Hr.Thabrani, dari Ali bin Abi Thalib kw).
“Didiklah anak-anak kalian dalam tiga hal: Mencintai Nabi kalian; Mencintai
keluarga Nabi; dan Membaca al-qur`an. Maka, sesungguhnya orang-orang yang
membaca al-qur`an berada dalam naungan ‘Arsy Allah, ketika tidak ada
naungan kecuali naungan-Nya, bersama para nabi dan para wali” (Hr.Thabrani,
dari Ali bin Abi Thalib kw).
“Maukah kalian aku ajarkan suatu amal yang dapat menghapus segala dosa,
dan sekaligus mengangkat derajat?”
Jawab mereka, “Tentu, ya Rasulullah.”
Sabda beliau, “Menyempurnakan wudlu di saat-saat segan, memperbanyak
langkah ke masjid, dan menunggu waktu shalat sesudah shalat yang lain. Itulah
cara menguasai diri yang efektif” (Hr.Muslim).
“Aku selalu berada pada prasangka hamba Ku. Dan, Aku senantiasa
bersamanya ketika dia menyebut nama Ku. Jika dia menyebut nama Ku dalam
hatinya, maka Aku menyebut pula dalam hati Ku. Dan, jika dia menyebut Ku
dalam majelis, maka Aku menyebutnya dalam majelis yang lebih baik. Jika dia
mendekati Ku sejengkal, Aku mendekatinya sehasta. Dan, jika dia mendekati
Ku sehasta, Aku mendekatinya sedepa. Jika dia datang kepada Ku berjalan
kaki, Aku mendekatinya dengan berlari” (Hr.Bukhari dan Muslim).
“Aku bersama hamba Ku, jika dia mengingat Ku dan kedua bibir-nya bergerak
menyebut Ku” (Hr.Ibnu Majah dan Ibnu Hibban, dari Abu Hurairah r.hu).
“Lā yu`minu ahadu-kum hattā yakūna hawā-hu taba’ān limā ji`tu bi-hi; tidak
beriman seseorang dari kalian sampai hasratnya kuat mengikuti apa saja
[sunnah nabawiyah] yang aku bawa” (Hadis Shahih).
• Shalat dluha.
Paling sedikit dikerjakan sebanyak dua rakaat, pertengahannya empat rakaat,
dan utama-nya delapan raka’at. Seperti dijelaskan dalam hadis Nabi saw:
“Setiap pagi hari dianjurkan bagi setiap orang di antara kalian untuk melakukan
sedekah. Dan hal itu, cukup ditunaikan hanya dengan melakukan dua raka’at
shalat dhuha” (Hr.Muslim, dari Abu Dzar r.hu).
“Bahwa Rasulullah saw shalat [dhuha] 8 rakaat” (Hr.Muslim, dari Ummu Hani`
r.ha).
• Shalat taubat.
Diriwayatkan Imam Abu Dawud r.hu, Imam Nasaa`i r.hu, Imam Baihaqi r.hu,
dan Imam Tirmidzi r.hu; dari Abu Bakar ash-Shiddiq r.hu, dia pernah
mendengar Rasulullah saw bersabda,
“Tak seorang pun berbuat dosa, lalu dia bersuci dan shalat [dua rakaat].
Kemudian memohon ampunan Allah, kecuali Allah pasti akan
mengampuninya.”
“Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, hendak-nya dia tidak duduk
dahulu, kecuali setelah shalat dua rakaat” (Hr.Muslim, dari Abu Qatadah r.hu).
• Shalat lail.
“Afdlalush shalāti ba’dal farīdlati shalātul laili; shalat yang paling utama
setelah shalat fardlu adalah shalat malam [tahajjud]” (Hr.Tirmidzi, dari Abu
Hurairah r.hu).
“Sesungguhnya di malam hari terdapat satu saat, yang jika ada salah seorang
muslim memohon kepada Allah kebaikan dunia dan akhirat, melainkan Allah
akan mengabulkannya. Dan, saat itu terdapat di setiap malam” (Hr.Muslim,
dari sahabat Jabir bin Abdullah r.hu).
• Shalat tarawih.
Didirikan setelah shalat isya’ di Bulan Rama-dlan. Dinamakan tarawih, karena
di antara shalat tersebut ada kesan rileksnya.
Boleh dilaksanakan sendirian di rumah, atau secara berjamaah di rumah, di
mushalla, atau di masjid. Bilangan rakaatnya boleh delapan atau duapuluh
rakaat, setelahnya di tutup dengan shalat witir.
• Shalat witir.
Adalah shalat yang berbilangan rakaat ganjil. Yang paling afdhal sebelas rakaat
atau se-dikitnya satu rakaat. Namun umumnya tiga rakaat, boleh dikerjakan dua
rakaat salam di tambah satu rakaat salam, atau boleh juga dikerjakan dengan ti-
ga rakaat dengan satu salam.
Waktunya setelah shalat isya’ sampai ter-bitnya fajar. Dalam satu malam tidak
boleh menger-jakan witir di dua waktu. Jadi, seadainya setelah shalat isya’
mengerjakan shalat witir, lalu tidur un-tuk tahajud malamnya tidak usah ditutup
dengan shalat witir lagi. Sebagaimana disabdakan Nabi saw,
“Tidak ada dua shalat witir dalam satu malam” (Hr.Abu Dawud dan Tirmidzi).
“Shalat witir adalah kewajiban atas setiap muslim, maka barangsiapa ingin
melaksanakannya sebanyak lima rakaat, silahkan melaksanakan. Barangsiapa
ingin melaksanakan sebanyak satu raka’at saja, silahkan melakukan” (Hr.Abu
Dawud dan Hakim).
• Shalat istikharah.
Nabi saw bersabda,
Diriwayatkan oleh sahabat Jabir bin Abdullah r.hu dalam Kitab Shahih
Bukhari, setelah shalat dua raka’at Nabi saw berdoa,
“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta agar Engkau memilihkan mana yang
baik menurut Mu. Aku memohon agar Engkau memberikan kepastian dengan
ketentuan Mu. Aku memohon kemurahan Mu yang agung, karena
sesungguhnya Engkau kuasa dan aku tidak kuasa, Engkau mengetahui dan aku
tidak mengetahui; dan Engkau Mahamengetahui hal-hal yang ghaib. Ya Allah,
jika Engkau tahu bahwa [urusan ini] baik bagiku dalam agamaku, hi-dupku,
dan baik akibatnya. Maka, berikanlah urusan ini kepadaku dan mudahkanlah
bagiku. Lalu berkahilah untukku di dalamnya. Jika Engkau tahu bahwa [urusan
ini] buruk bagiku, dalam agamaku, hidupku, dan buruk akibatnya. Maka,
jauhkanlah urusan ini dariku dan jauhkanlah diriku dari-nya. Berilah aku
kebaikan di mana saja aku berada, kemudian jadikanlah aku ini hamba yang
rela menerima segala anugerah Mu” (Hr.Bukhari, dari Jabir bin Abdullah r.hu).
• Shalat hajat.
Yakni shalat sunnah dua rakaat, atau menurut kebutuhannya. Dapat dilakukan
kapan sa-ja di saat muncul hasrat atau kehendak, tidak harus malam hari.
Sebagaimana disabdakan Nabi saw,
Adapun doanya,
• Shalat rawatib.
Didirikan sebagai penyerta dari shalat-sha-lat fardlu, antara lain shalat sunnah:
qabliyah subuh dua rakaat, qabliyah dan ba’diyah dhuhur masing-masing dua
rakaat, qabliyah ashar dua rakaat, ba’diyah maghrib dua rakaat, ba’diyah isya’
dua raka’at,
“Tidaklah seorang muslim yang shalat karena Allah dalam setiap hari dua belas
rakaat, sebagai shalat sun-nah, selain yang fardlu, kecuali Allah membuat
rumah baginya di surga” (Hr.Muslim).
“Tidaklah seseorang yang puasa satu hari karena Allah, kecuali Allah akan
menjauhkan wajahnya dari neraka sejauh perjalanan 70 puluh tahun”
(Hr.Muslim, dari sahabat Abu Said al-Khudri r.hu).
“Puasa Hari Asyura dihitung oleh Allah sebagai penghapus dosa tahun lalu, dan
tahun sesudahnya” (Hr.Muslim, dari Abu Qatadah r.hu).
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.hu, bahwa Nabi saw pernah bersabda,
“Jika aku masih hidup pada tahun yang akan datang, niscaya aku akan puasa
pada hari ke sembilan (dari bulan Muharram).”
Dalam riwayat Imam Ahmad r.hu dikatakan, bahwa Nabi saw pernah bersabda,
“Puasalah kalian pada Hari Asyura, berbedalah kalian dengan Yahudi. Dan,
puasalah sehari sebelum atau sehari sesudahnya.”
“Barangsiapa puasa Bulan Ramadlan. Lalu diikuti puasa enam hari dari bulan
Syawwal, maka puasanya itu sama dengan puasa setahun penuh” (Hr.Muslim,
dari Abu Ayub al-Anshari r.hu).
“Amal perbuatan manusia dilaporkan pada Hari Senin dan Kamis, maka aku
ingin amal perbuatanku dilaporkan pada saat aku berpuasa” (Hr.Tirmidzi).
• Puasa Bidh.
Nabi saw bersabda,
“Jika kalian ingin berpuasa dalam [setiap] bulan sebanyak tiga hari, maka
puasalah pada hari ke-13, 14, dan 15” (Hr.Tirmidzi, dari Abu Dzar r.hu).
“Berpuasalah satu hari dan berbukalah pada hari berikutnya, maka yang
demikian itu adalah puasanya Nabi Dawud as. Dan itu adalah puasa yang
utama” (Hr.Bukhari, dari Abu Said al-Khudri r.hu).
“Dunia ini terkutuk, dan terkutuklah yang ada di dalamnya, ke-cuali orang-
orang yang mengingat Allah, yang taat kepada-Nya, orang-orang yang alim,
atau terpelajar” (Hr.Tirmidzi, dari Abu Hurairah r.hu).
“Keutamaan orang alim atas para manusia, bagaikan keutamaan-ku atas orang-
orang yang paling rendah di antara kalian. Se-sungguhnya Allah, malaikat-Nya,
penduduk langit dan bumi sampai kepada semut di dalam lubangnya, dan ikan
di laut; benar-benar mendoakan kebaikan kepada orang-orang yang
mengajarkan kebaikan kepada manusia” (Hr.Tirmidzi, dari Abu Hurairah r.hu).
“Apabila bani Adam telah meninggal dunia, maka putuslah segala amal
perbuatannya. Kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan
anak shalih yang mendoakannya” (Hr.Muslim, dari Abu Hurairah r.hu).
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang
kamu kasihi. Tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-
Nya, dan Allah lebih menge-tahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”
(Qs.al-Qashash []: 56).
“Kasbul halāli farīdlatun ba’dal farīdlati; mencari nafkah yang halal adalah
kewajiban setelah kewajiban” (Hr.Thabrani dan Baihaqi).
“Inna afdlalal kasbi kasbur rajuli min yadi-hi; sesungguhnya mencari nafkah
yang paling mulia adalah mencari nafkah seseorang [berdasarkan kemampuan]
tangan sendiri” (Hr.Ahmad).
Juga diriwayatkan dari Abu Bakar ash-Shiddiq r.hu, Nabi saw bersabda,
“Kullu jasadin nabata min suhtin [min harāmin], fan-nāru aulā bi-hi; setiap
tubuh yang tumbuh dari [makanan atau minuman] yang haram, maka neraka
lebih berhak baginya” (Hr.Baihaqi).
“Sesungguhnya telah ada pada [diri] Rasulullah itu suri teladan yang baik”
(Qs.al-Ahzab []: 21).
“Wahai Bani Adam, pakailah pakaian kalian yang indah di setiap (memasuki)
masjid. Makan dan minumlah, jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang pemboros” (Qs.al-A’raf []: 31).
“Supaya kalian bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa. Maka, apa
yang kalian tuai, hendaklah kalian biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk
kalian makan --supaya sebagian hasil panen disimpan di lumbung” (Qs.Yusuf:
47).
“Kemudian, sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, di mana
menghabiskan apa yang kalian simpan untuk menghadapinya [masa paceklik].
Kacuali sedikit dari [bibit gandum] yang kalian simpan --investasi modal.
Kemudian setelah itu akan datang tahun di mana manusia diberi hujan [dengan
cukup] dan di masa itu mereka memeras anggur.”
“Wahai segolongan jin dan manusia, jika kalian sanggup menembus [melintasi]
penjuru langit dan bumi, maka lintasilah. Kalian tidak dapat menembusnya
melainkan dengan kekuatan --penguasaan sains dan teknologi” (Qs.ar-Rahman
[]: 33).
Berakhlakul Karimah
Nabi saw bersabda,
“Pemuda yang dermawan lagi berakhlak baik, lebih dicintai Allah daripada
orang tua ahli ibadah yang kikir lagi berakhlak buruk” (Hr.Dailami, dari Ibnu
Abbas r.hu).
“Al-lā malja`a mina-llāhi illā ilaihi…; …Bahwa tidak ada tempat lari dari
[siksa] Allah, melainkan kepada-Nya….” (Qs.at-Taubah [9]: 118).
Di dalam proses pendidikan anak para orang tua tidak boleh lalai atau teledor
sedikit pun. Karena laksana anak panah yang lepas dari busurnya, sekali lepas
tidaklah mungkin kita dapat mengejarnya. Sebab itu, sebagai orang tua harus
benar-benar tepat di dalam membidik sasarannya. Karena sekali melenceng
anak panah itu akan melesat berada di luar titik fokus yang hendak kita tuju.
Padahal seorang mukmin hanya mempunyai cita-cita, agar di kehidupannya,
awal hingga akhir di dunia ini, tergolong hamba Allah swt yang berkedudukan
ruhani “radliatam-mardliah”. Pun pula dengan masa depan anak-anak kita
alfaqir
mlm al-mutawakkil