Anda di halaman 1dari 7

Tetanus tersebar di seluruh dunia dengan angka kejadian tergantung pada jumlah

populasi masyarakat yang tidak kebal, tingkat populasi masyarakat yang tidak kebal,
tingkat pencemaran biologi lingkungan peternakan/pertanian, dan adanya luka pada kulit
atau mukosa. Tetanus pada anak tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah risiko
tinggi dengan cakupan imunisasi DTP yang rendah angka kejadian pada anak laki-laki
lebih tinggi, akibat perbedaaan aktivitas fisiknya. 2 eservoir utama kuman ini adalah
yang mengandung kotoran ternak, kuda dan sebagainya, sehingga risiko penyakit ini di
daerah peternakan sangat besar. !pora kuman "lostridium tetani yang tahan terhadap
kekeringan dapat bertebaran di mana-mana# misalnya dalam debu jalanan, lampu operasi,
bubuk antiseptic $dermatol%, ataupun pada alat suntik dan operasi.
Pada dasarnya tetanus adalah penyakit akibat penyakit pencemaran lingkungan oleh
bahan biologis $spora%, sehingga upaya kausal menurunkan attack rate berupa cara
mengubah lingkungan fisik atau biologic. Port d&entry tak selalu dapat diketahui dengan
pasti, namun diduga melalui'
(. )uka tusuk, patah tulang komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka bakar yang
luas.
2. )uka operasi, luka yang tak dibersihkan $debridement% dengan baik.
*. +titis media, karies gigi, luka kronik.
,. Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pembubuhan punting tali pusat dengan
kotoran binatang, bubuk kopi, bubuk ramuan dan daun-daunan merupakan penyebab
utama masuknya spora pada punting tali pusat yang menyebabkan terjadinya kasus
tetanus neonatorum.
Patogenesis
Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia biasanya melalui luka dalam
bentuk spora. Penyakit akan muncul bila spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif yang
menghasilkan tetanospasmin pada keadaan tekanan oksigen rendah, nekrosis jaringan
atau berkurangnya potensi oksigen.
-asa inkubasi dan beratnya penyakit terutama ditentukan oleh kondisi luka.
.eratnya penyakit terutama berhubungan dengan jumlah dan kecepatan produksi toksin
serta jumlah toksin yang mencapai susunan saraf pusat. /aktor-faktor tersebut selain
ditentukan oleh kondisi luka, mungkin juga ditentukan oleh strain Clostridium tetani.
Pengetahuan tentang patofisiologi penyakit tetanus telah menarik perhatian para ahli
dalam 20 tahun terakhir ini, namun kebanyakan penelitian berdasarkan atas percobaan
pada he1an.
Penyebaran toksin
Toksin yang dikeluarkan oleh Clostridium tetani menyebar dengan berbagai cara,
sebagai berikut'
(. -asuk ke dalam otot
Toksin masuk ke dalam otot yang terletak diba1ah atau sekitar luka, kemudian ke
otot-otot sekitarnya dan seterusnya secara ascenden melalui sinap ke dalam susunan saraf
pusat.
2. Penyebaran melalui sistem limfatik
Toksin yang berada dalam jaringan akan secara cepat masuk ke dalam nodus
limfatikus, selanjutnya melalui sistem limfatik masuk ke peredaran darah sistemik.
*. Penyebaran ke dalam pembuluh darah.
Toksin masuk ke dalam pembuluh darah terutama melalui sistem limfatik, namun
dapat pula melalui sistem kapiler di sekitar luka. Penyebaran melalui pembuluh darah
merupakan cara yang penting sekalipun tidak menentukan beratnya penyakit. Pada
manusia sebagian besar toksin diabsorbsi ke dalam pembuluh darah, sehingga
memungkinkan untuk dinetralisasi atau ditahan dengan pemberian antitoksin dengan
dosis optimal yang diberikan secara intravena. Toksin tidak masuk ke dalam susunan
saraf pusat melalui peredaran darah karena sulit untuk menembus sa1ar otak. !esuatu hal
yang sangat penting adalah toksin bisa menyebar ke otot-otot lain bahkan ke organ lain
melalui peredaran darah, sehingga secara tidak langsung meningkatkan transport toksin
ke dalam susunan saraf pusat.
,. Toksin masuk ke susunan saraf pusat $!!P%
Toksin masuk ke dalam !!P dengan penyebaran melalui serabut saraf, secara
retrograd toksin mencapai !!P melalui sistem saraf motorik, sensorik dan autonom.
Toksin yang mencapai kornu anterior medula spinalis atau nukleus motorik batang otak
kemudian bergabung dengan reseptor presinaptik dan saraf inhibitor.
23. 2. -ekanisme kerja toksin tetanus
$4%
.
(. 5enis toksin
"lostridium tetani menghasilkan tetanolisin dan tetanospsmin. Tetanolisin
mempunyai efek hemolisin dan protease, pada dosis tinggi berefek kardiotoksik dan
neurotoksik. !ampai saat ini peran tetanolisin pada tetanus manusia belum diketahui
pasti. Tetanospasmin mempunyai efek neurotoksik, penelitian mengenai patogenesis
penyakit tetanus terutama dihubungkan dengan toksin tersebut
2. Toksin tetanus dan reseptornya pada jaringan saraf
Toksin tetanus berkaitan dengan gangliosid ujung membran presinaptik, baik pada
neuromuskular junction, mupun pada susunan saraf pusat. 2katan ini penting untuk
transport toksin melalui serabut saraf, namun hubungan antara pengikat dan toksisitas
belum diketahui secara jelas.
)a6arovisi dkk $(78,% berhasil mengidentifikasikan 2 bentuk toksin tetanus yaitu
toksin 9 yang kurang mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan sel saraf namun
tetap mempunyai efek antigenitas dan biotoksisitas, dan toksin . yang kuat berikatan
dengan sel saraf.
Tetanus to:in
$4%
.
;ormal'
- 2nhibitory interneuron glycine
- .locks e:citation < acetylcholine release muscle rela:ation
Tetanus to:in'
- .locks glycine release
- no inhibition at acetylcholine release irreversible contraction spastic paralysis
*. =erja toksin tetanus pada neurotransmitter
Tempat kerja utama toksin adalah pada sinaps inhibisi dari susunan saraf pusat, yaitu
dengan jalan mencegah pelepasan neurotransmitter inhibisi seperti glisin, >amma 9mino
.utyric 9cid $>9.9%, dopamin dan noradrenalin. >9.9 adalah neuroinhibitor yang
paling utama pada susunan saraf pusat, yang berfungsi mencegah pelepasan impuls saraf
yang eksesif. Toksin tetanus tidak mencegah sintesis atau penyimpanan glisin maupun
>9.9, namun secara spesifik menghambat pelepasan kedua neurotransmitter tersebut di
daerah sinaps dangan cara mempengaruhi sensitifitas terhadap kalsium dan proses
eksositosis.
23. *. Perubahan akibat toksin tetanus
$4%
.
(. !usunan saraf pusat
?fek terhadap inhibisi presinap menimbulkan keadaan terjadinya letupan listrik yang
terus-menerus yang disebut sebagai >enerator of pathological enhance e:citation.
=eadaan ini menimbulkan aliran impuls dengan frekuensi tinggi dari !!P ke perifer,
sehingga terjadi kekakuan otot dan kejang. !emakin banyak saraf inhibisi yang terkena
makin berat kejang yang terjadi. !timulus seperti suara, emosi, raba dan cahaya dapat
menjadi pencetus kejang karena motorneuron di daerah medula spinalis berhubungan
dengan jaringan saraf lain seperti retikulospinalis. =adang kala ditemukan saat bebas
kejang $interval%, hal ini mungkin karena tidak semua saraf inhibisi dipengaruhi toksin,
ada beberapa yang resisten terhadap toksin.
asa sakit
asa sakit timbul dari adanya kekakuan otot dan kejang. =adang kala ditemukan
neurotic pain yang berat pada tetanus lokal sekalipun pada saat tidak ada kejang. asa
sakit ini diduga karena pengaruh toksin terhadap sel saraf ganglion posterior, sel-sel pada
kornu posterior dan interneuron.
/ungsi )uhur
=esadaran penderita pada umumnya baik. Pada mereka yang tidak sadar biasanya
berhubungan dengan seberapa besar efek toksin terhadap otak, seberapa jauh efek
hipoksia, gangguan metabolisme dan sedatif atau antikonvulsan yang diberikan.
2. 9ktifitas neuromuskular perifer
$4%
.
Toksin tetanus menyebabkan penurunan pelepasan asetilkolin sehingga mempunyai
efek neuroparalitik, namun efek ini tertutup oleh efek inhibisi di susunan saraf pusat.
;europaralitik bisa terjadi bila efek toksin terhadap !!P tidak terjadi, namun hal ini sulit
karena toksin secara cepat menyebar ke !!P. =adang-kadang efek neuroparalitik terlihat
pada tetanus sefal yaitu paralisis nervus fasialis, hal ini mungkin n. fasialis lebih sensitif
terhadap efek paralitik dari toksin atau karena a:onopathi.
?fek lain toksin tetanus terhadap aktivitas neuromuskular perifer berupa'
(. ;europati perifer
2. =ontraktur miostatik yang dapat berupa kekakuan otot, pergerakan otot yang terbatas
dan nyeri, yang dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah sembuh.
*. Denervasi parsial dari otot tertentu.
*. Perubahan pada sistem saraf autonom
$4%
.
Pada tetanus terjadi fluktuasi dari aktifitas sistem simpatis dan parasimpatis, hal ini
mungkin terjadi karena adanya ketidakseimbangan dari kedua sistem tersebut.
-ekanisme terjadinya disfungsi sistem autonom karena efek toksin yang berasal dari otot
$retrograd% maupun hasil penyebaran intraspinalis $dari kornu anterior ke kornu lateralis
medula spinalis torakal%. >angguan sistem autonom bisa terjadi secara umum mengenai
berbagai organ seperti kardiovaskular, saluran cerna, kandung kemih, fungsi kendali suhu
dan kendali otot bronkus, namun dapat pula hanya mengenai salah satu organ tertentu.
,. >angguan !istem pernafasan
>angguan sistem pernafasan dapat terjadi akibat
$4%
'
a. =ekakuan dan hipertonus dari otot-otot interkostal, badan dan abdomen# otot
diafragma terkena paling akhir. =ekakuan dinding thora: apalagi bila kejang yang
terjadi sangat sering mengakibatkan keterbatasan pergerakan rongga dada sehingga
menganggu ventilasi. Tetanus berat sering mengakibatkan gagal nafas yang ditandai
dengan hipoksia dan hiperkapnia. ;amun dapat terjadi takipnea akibat aktifitas
berlebihan dari saraf di pusat persarafan yang tidak terkena efek toksin.
b. =etidakmampuan untuk mengeluarkan sekret trakea dan bronkus karena adanya
spasme dan kekakuan otot faring dan ketidakmampuan untuk dapat batuk dan
menelan dengan baik. !ehingga terdapat resiko tinggi untuk terjadinya aspirasi yang
dapat menimbulkan pneumonia, bronkopneumonia dan atelektasis.
c. =elainan paru akibat iatrogenik.
d. >angguan mikrosirkulasi pulmonal
=elainan pada paru bahkan dapat ditentukan pada masa inkubasi. =elainan
yang terjadi bisa berupa kongesti pembuluh darah pulmonal, oedema hemorrhagic
pulmonal dan 9D!. 9D! dapat terjadi pula karena proses iatrogenik atau infeksi
sistemik seperti sepsis yang mengikuti penyakit tetanus.
e. >angguan pusat pernafasan
+bservaasi klinis dan percobaan binatang menunjukkan bah1a pusat
pernafasan dapat terkena oleh toksin tetanus. Paralisis pernafasan tanpa kekakuan otot
dan henti jantung dapat terjadi pada pemberian toksin dosis tinggi pada he1an
percobaan. !elain itu ditemukan bah1a penderita mengalami penurunan resistensi
terhadap asfiksia.
+bservasi klinis yang menunjukkan kecurigaan keterlibatan pusat pernafasan pada
penderita tetanus adalah '
9danya episode distres pernafasan akibat kesulitan bernafas yang berat tanpa
ditemukan adanya komplikasi pulmonal, bronkospasme dan peningkatan sekret
pada jalan nafas. ?pisode ini bervariasi dalam beberapa menit sampai (2-( jam.
9danya apnoeic spells, tanda ini biasanya berlanjut menjadi prolonged respiratory
arrest $henti nafas berkepanjangan% dan akhirnya meninggal.
@enti nafas akut dan mati mendadak.
!ekalipun demikian gangguan pusat pernafasan disebabkan oleh penyebab
sekunder seperti hipoksia rekuren/berkepanjangan, asfiksia kaena kejang lama atau
spasme laring, hipokapnia setelah serangan distres pernafasan, dan akibat gangguan
keseimbangan asam basa.
A. >angguan hemodinamika
$4%
.
=etidakstabilan sistem kardiovaskular ditemukan penderita tetanus dengan gangguan
sistem saraf autonom yang berat. Penelitian mengenai hemodinamika pada tetanus berat
masih sangat jarang dilakukan karena'
=endala etik
Perjalanan penyakit tetanus sering diperberat oleh komplikasi seperti sepsis, infeksi
paru, atelektasis, edema paru dan gangguan keseimbangan asam-basa, yang kesemua
ini mempengaruhi sistem kardio-respirasi
Pemakaian obat sedatif dosis tinggi dan pemakaian obat inotropik mempersulit
penilaian dari hasil penelitian.
4. >angguan metabolik
$4%
.
-etabolik rate pada tetanus secara bermakna meningkat dikarenakan adanya kejang,
peningkatan tonus otot, aktifitas berlebihan dari sistem saraf simpatik dan perubahan
hormonal. =onsumsi oksigen meningkat, hal ini pada kasus tertentu dapat dikurangi
dengan pemberian muscle rela:ans. .erbagai percobaan memperlihatkan adanya
peningkatan ekskresi urea nitogen, katekolamin plasma dan urin, serta penurunan serum
protein terutama fraksi albumin.
Peninggian katekolamin meningkatkan metabolik rate, bila asupan oksigen tidak
dapat memenuhi kebutuhan tersebut, misalnya karena disertai masalah dalam sistem
pernafasan maka akan terjadi hipoksia dengan segala akibatnya. =atabolisme protein
yang berat, ketidakcukupan protein dan hipoksia akan menimbulkan metabolisme
anaerob
dan mengurangi pembentukan 9TP, keadaan ini akan mengurangi kemampuan sistem
imunitas dalam mengenali toksin sebagai antigen sehingga mengakibatkan tidak
cukupnya antibodi yang dibentuk. /enomena ini mungkin dapat menerangkan mengapa
pada penderita tetanus yang sudah sembuh tidak/kurang ditemukan kekebalan terhadap
toksin.
B. >angguan @ormonal
$4%
.
>angguan terhadap hipotalamus atau jaras batang otak-hipotalamus dicurigai terjadi
pada penderita tetanus berat atas dasar ditemukannya episode hipertermia akut dan
adanya demam tanpa ditemukan adanya infeksi sekunder. Peningkatan alertness dan
a1areness menimbulkan dugaan adanya aktifitas retikular dari batang otak yang
berlebihan. 9ksis hipotalamus-hipofise mengandung serabut saraf khusus yang
merangsang sekresi hormon. 9ktifitas sekresi oleh serabut saraf tersebut dimodulasi
monoamin neuron lokal. 9danya penurunan kadar prolaktin, T!@, )@ dan /!@ yang
diduga karena adanya hambatan terhadap mekanisme umpan balik hipofise-kelenjar
endokrin.
8. >angguan pada sistem lain
$4%
.
.erbagai percobaan pada he1an percobaan ditemukan bah1a toksin secara langsung
dapat mengganggu hati, traktus gastro-intestinalis dan ginjal. Pengaruh tersebut dapat
berupa nefrotoksik terhadap nefron, inhibisi mitosis hepatosit dan kongesti-pendarahan-
ulserasi mukosa gaster. ;amun secara klinis hal tersebut sulit ditentukan apakah kelainan
klinis seperti gangguan fungsi ginjal, fungsi hati dan abnormalitas traktus gastrointestinal
disebakan semata-mata karena efek toksin atau oleh karena efek sekunder dari
hipovolemia, shock, gangguan elektrolit dan metabolik yang terganggu.
!ecara teoritis ileus, distonia kolon, gangguan evakuasi usus besar dan retensi urin
dapat terjadi karena gangguan keseimbangan simpatis-parasimpatis karena efek toksin
baik di tingkat batang otak, hipotalamus maupun ditingkat saraf perifer simpatis,
parasimpatis. Disfungsi organ dapat pula terjadi sebagai akibat gangguan mikrosirkulasi
dan perubahan permeabilitas kapiler pada organ tertentu.

Anda mungkin juga menyukai