Anda di halaman 1dari 3

SUMMARY

1. Mahasiswa mengetahui dan memahami terkait infeksi bakteri dan jamur meliputi definisi, gejala, penyebab
dan terapi.
Infeksi jamur pada kulit merupakan infeksi pada kulit yang disebabkan oleh jamur. Infeksi ini dapat juga
disebut dermatomikosis. Jamur melepaskan toksin yang bisa menimbulkan peradangan dan iritasi berwarna
merah dan gatal. Infeksinya bisa berupa bercak-bercak warna putih, merah, atau hitam di kulit dengan bentuk
simetris. Ada pula infeksi yang berbentuk lapisan-lapisan sisik pada kulit. Beberapa faktor pencetus infeksi
jamur antara lain kondisi lembab dan panas dari lingkungan, dari pakaian ketat, dan pakaian tak menyerap
keringat, keringat berlebihan karena berolahraga atau karena kegemukan, friksi atau trauma minor,
keseimbangan flora tubuh normal terganggu (antara lain karena pemakaian antibiotik, atau hormonal dalam
jangka panjang), penyakit tertentu, misalnya HIV/AIDS, dan diabetes, kehamilan dan menstruasi (kedua kondisi
ini terjadi karena ketidakseimbangan hormon dalam tubuh sehingga rentan terhadap jamur). Faktor suhu dan
kelembaban yang sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, keadaan sosial ekonomi serta kurangnya
kebersihan memegang peranan yang penting pada infeksi jamur. Pengobatan infeksi jamur yaitu menggunakan
obat anti jamur
(1)
. Beberapa obat anti jamur topikal yaitu golongan poliene seperti nystatin. Golongan azol-
imidazol seperti klotrimazol, mikonazol, ketokonazol, terkonazol, sertakonazol. Golongan alilamin/benzilamin
seperti naftifin, terbinafin dan butenafin. Beberapa obat anti jamur topikal lainnya yaitu amorolfin, siklopiroks,
dan haloprogin
(2)
.
Infeksi bakteri menyebabkan penyakit kulit yang disebabkan karena bakteri. Kelainan kulit pada keadaan
ini dapat langsung akibat mikroorganisme patogen itu pada epidermis, dermis,atau endotel kapiler dermis, atau
dapat disebabkan respons imun antara organisme dan antibodi atau faktor selular pada kulit
(3)
. Bakteri yang
biasanya menyebabkan infeksi adalah Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Penyakit yang
ditimbulkan antaralain impetigo dan ektima. Obat yang dapat digunakan adalah antibakteri seperti eritromisin,
klindamisin, dan dikloxacilin
(4)
.
2. Mahasiswa mengetahui dan memahami terkait definisi eksim, gejala, penyebab serta terapi yang diberikan.
Dermatitis ialah kelainan kulit yang subyektif ditandai olehrasa gatal dan secara klinis terdiri atas ruam
polimorfi yang umumnya berbatas tidak tegas. Gambaran klinisnya sesuai dengan stadium penyakitnya.Kadang-
kadang terjadi tumpang tindih penggunaan istilah eksim dengan dermatitis
(5)
.
Dermatitis atopik (DA), atau eczema atopik adalah penyakit inflamasi kulit kronis dan residif yang gatal
yang ditandai dengan eritema dengan batas tidak tegas, edema,vesikel, dan madidans pada stadium akut dan
penebalan kulit (likenifikasi) pada stadium kronik. Faktor penyebab DA merupakan kombinasi faktorgenetik
(turunan) dan lingkungan seperti kerusakan fungsi kulit, infeksi, stres, dan lain-lain. Gejala klinis dan
perjalananpenyakit DA sangat bervariasi, membentuk sindrom manifestasi diatesis atopik
(6)
. Dimanapun lokasi
timbulnya eksim, gejala utama yang dirasakan pasien adalah gatal. Terkadang rasa gatal sudah muncul sebelum
ada tanda kemerahan pada kulit. Gejala kemerahan biasanya akan muncul pada wajah, lutut, tangan dan kaki,
namun tidak menutup kemungkinan kemerahan muncul di daerah lain. Daerah yang terkena akan terasa sangat
kering, menebal atau keropeng. Pada orang kulit putih, daerah ini pada mulanya akan berwarna merah muda
lalu berubah menjadi cokelat. Sementara itu pada orang dengan kulit lebih gelap, eksim akan mempengaruhi
pigmen kulit sehingga daerah eksim akan tampak lebih terang atau lebih gelap. Penyebab dari eksim
sebenarnya belum diketahui dengan pasti, namun beberapa ahli mencurigai eksim berhubungan dengan
aktifitas daya pertahanan tubuh (imun) yang berlebihan. Hal ini menyebabkan tubuh mengalami reaksi
berlebihan terhadap bakteri atau iritan yang sebenarnya tidak berbahaya pada kulit. Oleh karena itu, eksim
banyak ditemukan pada keluarga dengan riwayat penyakit alergi atau asma. Tiap tiap orang mempunyai
pencetus eksim yang berbeda beda. Ada orang yang setelah memegang sabun atau deterjen akan merasakan
gatal yang luar biasa, ada pula yang disebabkan oleh bahan atau alat rumah tangga yang lain. Gejala yang
timbul pun bervariasi, ada yang gatalnya ringan tetapi rasa panas yang dominan, ada pula yang sebaliknya.
Infeksi saluran nafas bagian atas atau flu juga bisa menjadi pencetus timbulnya eksim. Stress yang dialami
penderita akan membuat gejala menjadi lebih buruk
(7)
.
Penatalaksanaan DA terutama adalah edukasi, mengurangi gatal (pelembab, obat antiinflamasi), serta
menghindari kekambuhan (menghindari faktor pencetus). Terapi DA membutuhkan pendekatan sistematis dan
multifaktorial yang merupakan kombinasi hidrasi kulit, terapifarmakologis, identifikasi dan eliminasi faktor
penyebab seperti iritan, alergen, agen infeksi, dan stres emosional yangbersifat individual. Edukasi merupakan
dasar dari suksesnya penatalaksanaan DA, yaitu perawatan kulit yang benar dan menghindari penyebab. Agen
topikal digunakan untuk terapi penyakit yang terlokalisasi dan ringan, sedangkan fototerapi dan agen sistemik
digunakan untuk yang lebih luas dan berat. Kortikosteroid topikal merupakan terapi yang paling sering
digunakan. Terapi kortikosteroid untuk DA bersifat efektif,relatif cepat, ditoleransi dengan baik, mudah
digunakan, danharganya tidak semahal terapi alternatif lainnya. Contoh dari kortikosteroid adalah
hidrokortison
(6)
.
3. Mahasiswa mengetahui dan memahami hal-hal terkait resep meliputi skrinning, tahapan, dan solusi dari
permasalahan resep.
Skrining Resep meliputi 3 tahapan. Persyaratan Administratif : Nama, SIP dan alamat dokter, Tanggal
penulisan resep, Tanda tangan/paraf dokter penulis resep, Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan
pasien, Cara pemakaian yang jelas, Informasi lainnya. Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi,
stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping,
interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya
dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila
perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. Setelah melakukan skrinning resep, tahap selanjutnya
adalah penyiapan obat, penyerahan obat, pemberian informasi obat dan monitoring
(8)
.
Pada sekenario ini resep tidak memenuhi kelengkapan administratif. Pada resep tidak tercantum tanggal
pembuatan resep, nama dan usia pasien, tidak mencantumkan cara pembuatan, dan tidak ada paraf dokter.
Pada skenario ini, kemungkinan pasien terinfeksi jamur dengan diagnosa tinea pedis. Tinea pedis merupakan
infeksi jamur yang tejadi pada kaki. Pada umumnya, jamur tumbuh pada kulit kaki karena faktor kelembaban.
Hal itu dapat disebabkan kaki yang sering berkeringat, kaos kaki kurang dijaga kebersihannya, atau sepatu
terlalu tertutup
(6)
. Untuk itu pada resep digunakan miconazole sebagai anti jamur dan kalmicetine sebagai
antibiotik tidak diberikan. Penggunaan kortikosteroid pada resep ada dua, dan digunakan satu saja yaitu
hidrokortison.









DAFTAR PUSTAKA
1. Kurniawati R., D., 2006, Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Tinea Pedis Pada Pemulung di TPA
Jatibarang Semarang, Thesis, UNDIP Semarang
2. Lubis, R., D., 2008, Pengobatan Dermatomikosis, Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara
3. Malcolm, B., 2011, Skin Infection and Infestation, Core Tutorials in Dermatology for primary care, United
Kingdom.
4. Anonim, 2012, Informasi Spesialite Obat Indonesia 2, Volume 47 , Penerbit ISFI, Jakarta.
5. Garna, Herry, 2001, Patofisiologi Infeksi Bakteri pada Kulit, Sari Pediatri Vol:2(4)
6. ISFI, 2009, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI Penerbitan, Jakarta.
7. Stevens, D., L., 2005, Practice Guidelines for the Diagnosis and Management of Skin and Soft-Tissue
Infections, Clinical Infectious Diseases Vol:41
8. Ardhie, A., M., 2004, Dermatitis Dan Peran Steroid Dalam Penanganannya, Dexa Media Vol:17(4)
9. Natalia, 2011, Perkembangan Terkini pada Terapi Dermatitis Atopik, J Indon Med Assoc Vol:61(7)
10. Anonim, available at http://itd.unair.ac.id/files/pdf/health/Eksim%20Gejala,%20Penyebab,%20Pengobatan
%20dan%20Pencegahan.pdf diakses 9 April 2014
11. Malcolm, B., 2010, The Eczema, Core Tutorials in Dermatology for primary care, United Kingdom.
12. Menkes, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek

Anda mungkin juga menyukai