Anda di halaman 1dari 9

BAGIAN PERIODONTOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN

Terjemahan Jurnal
6 Mei 2013

Efek menghisap rokok terhadap status kesehatan
periodontal: Sebuah penelitian komparatif, cross-sectional
(Effect of cigarette smoking on the periodontal health status: A
comparative, cross sectional study)



Nama : Febrianty Alexes Siampa
NIM : J 111 09 267
Pembimbing : drg. Supiati M.Kes
Sumber : Journal Of Indian Society of
Periodontology - Vol.15, issue 4, Oct-Des
2011: 383-387

MAKASSAR
2013
Efek menghisap rokok terhadap status kesehatan
periodontal: Sebuah penelitian komparatif, cross-sectional
D. K. Gautam, Vikas Jindal, S. C. Gupta, Amrinder Tuli, Bhanu
Kotwal, Rambhika Thakur

Abstrak
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi status
kesehatan periodontal pada perokok dan bukan perokok, dan pengukuran
oral hygiene. Pengaturan dan disain: Penelitian cross sectional. Bahan
dan metode: Penelitian melibatkan 400 orang laki-laki (200 orang perokok
dan 200 orang bukan perokok) berusia 18-65 tahun. Secara random, subjek
diseleksi dari pasien yang mendatangi bagian rawat jalan dental di rumah
sakit sipil dan Himachal Dental College, Sundernagar. Skor CPI
(Community Periodontal Index) dicatat untuk setiap pasien dan kuisioner
dilengkapi oleh setiap pasien. Analisis statistik yang digunakan: uji chi
square dan uji t. Hasil: Kondisi periodontal yang dinilai melalui skor CPI
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik
antara kelompok perokok dan bukan perokok. Kesimpulan: Dalam
keterbatasan penelitian ini, ditemukan korelasi positif antara penyakit
periodontal dan menghisap rokok. Ditemukan bahwa menghisap rokok
berhubungan dengan perdarahan gingiva yang lebih rendah dan poket yang
lebih dalam dibandingkan dengan bukan perokok.

Kata kunci: Community Periodontal Index, penyakit periodontal, merokok


PENDAHULUAN
Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit kronis yang
paling umum terjadi pada individu dewasa. Penyakit ini menempati urutan
kedua setelah karies gigi sebagai penyebab kehilangan gigi pada orang
dewasa di negara-negara berkembang.
Sekitar 80% infark miokard terjadi sebelum usia 50 tahun, dan
70% penyakit paru-paru kronis disebabkan oleh menghisap tembakau.
Menghisap tembakau, sebagian besar dalam bentuk menghisap
rokok, dikenal sebagai faktor risiko lingkungan yang paling penting dalam
periodontitis.
Penyakit periodontal merupakan fenomena dinamis dengan pola
siklus dari perkembangan dan penyembuhan pada daerah yang terkena.
Merokok dipandang dapat mengganggu respon imun dan menurunkan
kemampuan jaringan periodontal untuk sembuh, setelah periode aktifitas
penyakit.
Telah ditunjukkan dengan jelas bahwa terdapat hubungan respon
yang erat dari penggunaan tembakau dan risiko berkembangnya kanker
rongga mulut.
Dampak terhadap populasi dari merokok terhadap periodontitis
juga bervariasi menurut frekuensi paparan menghisap tembakau. Perdarahan
gingiva terus-menerus dilaporkan terjadi lebih rendah pada perokok karena
nikotin menginduksi vasokonstriksi pada gingiva perokok serta keratinisasi
gingiva yang tinggi. Pengukuran kedalaman poket juga lebih besar pada
perokok karena meningkatnya kehilangan tulang alveolar.
Menghisap tembakau kemungkinan memegang peranan signifikan
dalam perkembangan periodontitis yang sulit disembuhkan. Kerusakan
periodontal terlihat lebih parah pada orang yang baru merokok
dibandingkan mantan perokok. Orang yang tidak merokok yang diteliti,
memiliki risiko paling rendah. Merokok memiliki dampak yang sangat
negatif terhadap terapi regeneratif, meliputi osseous grafting, guided tissue
regeneration, atau kombinasi dari perawatan-perawatan tersebut.
Josef memeriksa kebutuhan periodontal menurut CPITN
(community periodontal index of treatment needs) dan kebiasaan merokok.
Hasil menunjukkan bahwa efek dari merokok dan jumlah rokok yang
dihisap setiap hari, memiliki efek merugikan terhadap status periodontal.
Gerad dkk menyimpulkan bahwa menghisap rokok merupakan faktor
lingkungan utama yang berhubungan dengan cepatnya destruksi periodontal
pada orang dewasa muda. Palmer dkk meninjau mekanisme biologis
potensial yang mendasari efek menghisap tembakau terhadap periodontitis
dan menyimpulkan bahwa merokok tembakau memiliki efek sistemik yang
menyebar luas, banyak diantaranya memberikan mekanisme untuk
meningkatnya kerentanan terhadap periodontitis dan respon yang lebih
buruk terhadap perawatan. Torrungruang menentukan efek dari menghisap
rokok terhadap keparahan periodontitis dalam sebuah penelitian cross-
sectional pada orang dewasa Thailand dan menyimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang kuat antara menghisap rokok dengan risiko periodontitis.
Ankola dkk melakukan sebuah penelitian komparatif mengenai
status periodontal dan kehilangan gigi pada perokok dan bukan perokok di
kota Belgaum dan menyimpulkan bahwa merokok dihubungkan dengan
deposit plak dan kalkulus yang lebih tinggi. Vered dkk mengevaluasi status
periodontal dan menunjukkan kebiasaan merokok pada sampel yang
mewakili orang dewasa muda Israel, dan menyelidiki hubungan yang
mungkin, dan menyimpulkan bahwa hanya 7% dari partisipan yang
menunjukkan tanda periodontitis dan sebagian besar individu dewasa muda
tidak merokok.
Selama periodontitis, menghisap rokok dapat mempengaruhi
fungsi neutrofil secara berbeda, secara umum mencegah eliminasi dari
patogen periodontal, tetapi pada perokok berat juga menstimulasi pelepasan
reactive oxygen species dan tekanan oksidatif yang memicu kerusakan
jaringan. Tymkiw dkk membandingkan pelepasan 22 chemokines dan
sitokin dalam cairan crevicular gingiva dari perokok dan bukan perokok,
dengan subjek periodontitis dan subjek kontrol yang periodontalnya sehat,
dan menyimpulkan bahwa subjek periodontitis mengalami peningkatan
profil sitokin dan chemokine yang signifikan. Perokok menunjukkan
penurunan dalam beberapa sitokin pro-inflamatori dan chemokines serta
beberapa regulator sel-sel T dan sel-sel pembunuh alami. Hal ini
mencerminkan adanya efek imunosupresan dari merokok dimana dapat
turut berperan dalam meningkatkan kerentanan terhadap periodontitis.

BAHAN DAN METODE
Sampel penelitian
Digunakan disain penelitian cross sectional. Penelitian ini
melibatkan 400 orang laki-laki berusia 18 hingga 65 tahun yang mendatangi
bagian rawat jalan di rumah sakit sipil dan Himacha Dental College,
Sundernagar. CPI (Community periodontal index) digunakan sebagai alat
ukur epidemiologi. Pasien diseleksi secara acak menurut kriteria berikut.

Kriteria inklusi
- Berusia lebih dari 18 tahun dan tidak lebih dari 65 tahun.
- Memiliki lebih dari 10 gigi asli.
Kriteria eksklusi
- Penyakit sistemik kronis, seperti diabetes, penyakit-penyakit endokrin,
penyakit hematologikal
- Periodontal yang sehat, dengan tidak ada tanda klinis inflamasi
periodontal (CPI=0).

Subjek dibagi menjadi dua kelompok:
- Perokok
- Bukan perokok

Kuisioner
Sebuah kuisioner dibuat. Kuisioner meliputi pertanyaan-
pertanyaan mengenai kebiasaan oral hygiene dan kebiasaan merokok.

Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan periodontal dilakukan menggunakan kaca mulut dan
probe CPITN, dan skor CPI dicatat.

Kuisioner
Nama pasien: ................................... Jenis kelamin: Lk2/Pr
Usia:...............Alamat................
Pekerjaan ..............
Silakan berikan satu jawaban untuk setiap pertanyaan.
1. Seberapa sering anda menyikat gigi setiap hari?
- 1
- 2
- 3
- 4
- Setiap selesai makan
- Kadang-kadang
2. Berapa menit anda menyikat gigi?
- 1
- 2
- 3
- 4
- Lebih dari 4 menit
3. Apa jenis gerakan menyikat gigi yang anda lakukan?
- Vertikal
- Horizontal
- Kombinasi
4. Apakah anda menggunakan obat kumur
Ya /tidak
Jika ya, seberapa sering?
- 1/hari
- 2/hari
- 3/hari
- Lebih dari 3 kali/hari
5. Apa metode sekunder untuk kontrol plak yang anda gunakan?
- Dental floss
- Tusuk gigi
- Sikat interdental
- Tidak ada
6. Apakah anda menggunakan sikat gigi elektrik atau tidak?
Ya/tidak
7. Apa diet utama harian anda?
- Keripik kentang
- Produk susu
- Sayuran
- Daging

8. Apakah anda mengalami perdarahan gusi?
ya/tidak
jika ya, apakah perdarahan tersebut:
- Spontan
- Jika ada pemicu
- Tidak konstan
9. Apakah anda memiliki masalah kesehatan
Ya/tidak
Jika ya, silakan berikan detailnya

10. Apakah anda merokok?
- Ya
- Tidak
- Saya telah berhenti merokok
11. Jika anda merokok, berapa batang rokok yang anda hisap setiap hari?
- 1-10 batang
- 11-20 batang
- 21-40 batang
- Lebih dari 40 batang

Kode dan kriteria indeks CPI:
Kode 0 = tidak ada penyakit periodontal (periodontium sehat)
Kode 1 = terjadi perdarahan selama atau setelah probing
Kode 2 = kalkulus atau faktor retentif plak lainnya terlihat atau terasa
selama probing
Kode 3 = poket patologis dengan kedalaman 4-5 mm. Margin gingiva
barada pada band hitam dari probe
Kode 4 = poket patologis dengan kedalaman 6 mm atau lebih. Band hitam
dari probe tidak terlihat

Etik
Komite etik dari Himachal Dental College menyetujui penelitian.
Pasien yang setuju untuk berpartisipasi menandatangani informed consent.
Pada kesimpulan penelitian, partisipan diberikan instruksi kesehatan oral
dan rencana perawatan periodontal spesifik.

HASIL
Dewasa muda berusia di bawah 35 tahun mewakili sebagian besar
populasi penelitian, yaitu 47% dari sampel total, dan 51% adalah orang
yang baru merokok. Pada kelompok usia yang lebih tua (di atas 55 tahun)
hanya sedikit (11%) yang merupakan perokok baru (Tabel 1).
Tabel 1. Kelompok penelitian berdasarkan usia dan menghisap rokok.
Umur (tahun) 18-65 n(%) <35 n(%) 35-44
n(%)
45-55
n(%)
>55 n(%)
Sample
Total
Bukan Perokok
Perokok
Chi square
P value

400 (100)
200 (50)
200 (50)

188 (47)
92 (49)
96 (51)
0,08
0,77

92 (23)
48 (52)
44 (48)
1,174
0,67

76 (19)
48 (63)
28 (37)
5,26
0,02

44 (11)
12 (27)
32 (73)
9,09
0,00

Rerata usia pada kelompok bukan perokok adalah 37.34 tahun (SD
12.06), dan rerata usia pada kelompok perokok adalah 38.07 tahun (SD
13.21). (Tabel 2)
Tabel 2. Rerata dan standard deviasi menurut usia pada kelompok perokok
dan bukan perokok.
Kelompok n Mean umur Std. deviasi
Bukan perokok
Perokok
200
200
37,34
38,07
12,06
13,21

Perbedaan usia pada perokok dan bukan perokok adalah signifikan
secara statistik (Tabel 3).
Tabel 3. Perbandingan uji t menurut usia antara kelompok perokok dan
bukan perokok.
Kelompok N Mean
Umur
Std.
deviasi
Std. Error
mean
T Df P
value
Bukan
perokok
Perokok
200

200
37,34

38,07
12,06

13,21
0,85

0,93
-0,573 398 0,567

Kondisi periodontal yang diukur dengan skor CPI maksimum per
individu yang berada pada kelompok yang diteliti, terdapat perbedaan yang
signifikan secara statistik antara penghisap rokok dan bukan perokok untuk
skor CPI 1 (P=0.007; bukan perokok lebih mungkin mengalami perdarahan
gingiva), 2 (P=0.004; penghisap rokok memiliki kemungkinan lebih besar
memiliki kalkulus), skor CPI 3 (P=0.001; bukan perokok memiliki
kemungkinan lebih besar memiliki poket yang dangkal), dan skor CPI 4
(P=0.045; menghisap rokok lebih mungkin memiliki poket yang dalam)
(Tabel 4).
Tabel 4. Skor CPI berdasarkan laporan menghisap rokok
Nilai CPI Kode 1
bleeding
(%)
Kode 2
kalkulus
Kode 3
shallow
poket 4-5
mm (%)
Kode 4
deep poket
6 mm
Total n
(%)
Bukan
perokok
Perokok
Chi square
P value
31 (15,5)

14 (7)
7,24
0,007**
87 (43,5)

116 (58)
8,41
0,004**
56 (28)

29 (14,5)
10,89
0,001**
26 (13)

41 (20,5)
4,03
0,045*
200 (100)

200 (100)

Berdasarkan praktik oral hygiene yang dilaporkan sendiri, rerata
frekuensi menyikat gigi pada perokok adalah sedikit lebih tinggi
dibandingkan kelompok bukan perokok, tetapi tidak signifikan secara
statistik (Tabel 5).





Tabel 5. Frekuensi menyikat gigi/berapa kali sehari pada kelompok perokok
dan bukan perokok.
Frekuensi Perokok n (%) Bukan perokok n (%)
1 kali
2 kali
Kadang kadang
Setiap selesai makan
Total
167 (83,5)
18 (9,0)
10 (5,0)
5 (2,5)
200 (100,0)
170 (85,0)
14 (7,0)
12 (6,0)
4 (2,0)
200 (100,0)

Perokok juga melaporkan bahwa mereka menyikat gigi lebih lama
dibandingkan bukan perokok. Waktu menyikat gigi setiap menit tidak
signifikan secara statistik pada bukan perokok, dan kelompok perokok pada
level signifikansi 0.05 (Tabel 6).
Tabel 6. Waktu menyikat gigi/menit per hari.
Kelompok N Mean
Umur
Std.
deviasi
Std. Error
mean
T Df P
value
Bukan
perokok
Perokok
200

200
37,34

38,07
12,06

13,21
0,85

0,93
-0,573 398 0,567

DISKUSI
Telah diperkirakan bahwa sekitar sepertiga dari populasi laki-laki
dewasa di dunia, merokok. Pada orang muda, satu dari lima orang merokok.
Antara 80.000 dan 100.000 anak-anak di seluruh dunia, mulai untuk
merokok setiap harinya. Dalam penelitian kami, 51% dari semua perokok
adalah dewasa muda berusia di bawah 35 tahun.
Merokok meningkat pada negara-negara berkembang, tetapi
menurun di negara-negara maju. Sekitar 15 milyar rokok terjual setiap hari
atau 10 juta setiap menitnya. Merokok terlihat jelas berdampak terhadap
kerusakan periodontal dan menghambat penyembuhan jaringan periodontal.
Asap tembakau mengandung senyawa sitotoksik seperti nikotin,
dimana dapat berpenetrasi ke jaringan lunak dari kavitas rongga mulut,
melekat pada permukaan gigi atau masuk ke aliran darah. Molekular
potensial dan mekanisme selular dalam patogenesis merokok yang
berhubungan dengan penyakit periodontal telah dilaporkan dan meliputi
imunosupresi, respon sel inflamatori yang berlebihan, dan rusaknya fungsi
sel stromal dari jaringan rongga mulut. Hubungan antara menghisap rokok
dan penyakit periodontal mewakili masalah kesehatan rongga mulut yang
signifikan.
Hasil dalam penelitian kami sejalan dengan penelitian oleh
Feldman dkk, menunjukkan bahwa perokok dengan penyakit periodontal
memiliki inflamasi klinis dan perdarahan gingiva yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan non perokok. Hal ini dapat dijelaskan dengan fakta
bahwa salah satu dari sejumlah produk asap rokok, nikotin, menyebabkan
vasokonstriktor lokal yang tinggi, menurunnya aliran darah, edema, dan
menghambat apa yang normalnya merupakan tanda awal dari masalah
periodontal dengan menurunkan inflamasi gingiva, kemerahan, dan
perdarahan.
Beberapa penelitian in vitro memberikan mekanisme erat lainnya
dimana merokok dapat mempengaruhi metabolisme tulang. Rosa dkk
melaporkan bahwa nikotin meningkatkan sekresi interleukin 6 dan tumor
necrosis factor alpha dalam osteoblast dan produksi tissue-type
plasminogen activator, prostaglandin E2, dan matrix metalloproteinase,
sehingga mengganggu keseimbangan antara pembentukan matriks tulang
dan akhirnya dapat menyebabkan resorpsi, seperti yang dilaporkan oleh
Katano dkk. RANKL (receptor activator of nuclear factor-kappa ligand)
dan OPG (osteoprotegerin) termasuk dalam tumor necrosis factor. RANKL
merangsang diferensiasi osteoclastic dan mengaktivasi resorpsi tulang.
Sebaliknya, OPG menghambat osteoclasto-genesis dan menekan resorpsi
tulang dengan menghambat RANKL. Mekanisme potensial lainnya dari
kehilangan tulang pada perokok dapat berupa menurunnya produksi OPG
dan perubahan rasio RANKL/OPG. Meskipun bakteri merupakan faktor
etiologi utama dalam penyakit periodontal, respon host pasien merupakan
determinan dari kerentanan penyakit.
Perokok memiliki jumlah helper lymphocytes yang menurun,
dimana penting untuk fungsi sel B dan produksi antibodi.
Dalam penelitian kami, efek kombinasi dari kolonisasi bakteri
serta efek lokal dan sistemik dari merokok bertanggung jawab untuk
keparahan destruksi periodontal yang lebih besar pada perokok. Hasil
tersebut sejalan dengan yang dilaporkan oleh Linden dan Mullaly, Harber
dkk, Schenkein dkk, dan Haffajee. Semua penelitian tersebut menunjukkan
bahwa dibandingkan dengan bukan perokok, perokok dewasa muda
memiliki prevalensi dan keparahan periodontitis yang lebih tinggi. Pada
waktu yang sama, hasil dari penelitian kami menunjukkan bahwa
perdarahan gingiva dan gejala inflamasi gingiva terlihat menurun pada
perokok. Hasil tersebut sejalan dengan yang dilaporkan oleh Schuller,
Bergstrom dan Bostrom dan Chen dkk.
Dalam penelitian ini, kami menggunakan CPI yang
direkomendasikan oleh World Health Organization. CPI bukan merupakan
alat ukur sempurna untuk penyakit periodontal dan pengukuran tidak
melibatkan kehilangan perlekatan, resesi gingiva, level tulang alveolar, dan
parameter periodontal klinis lainnya. Namun, dapat diajukan sebagai
estimasi yang tepat untuk penyakit dalam survei epidemiologi yang luas dan
berguna dalam memahami epidemiologi penyakit periodontal pada tingkat
global.
Oleh karena itu, data dari penelitian kami hanya memberikan
estimasi dari prevalensi poket periodontal sedang atau dalam, dan tidak
mencakup semua parameter klinis penyakit. Hasil dari penelitian ini
memastikan hubungan antara merokok dan status periodontal. Namun,
durasi merokok tidak dicatat dan determinan ini tidak dilibatkan dalam
analisis. Harus dicatat bahwa perbedaan kecil antara perokok dan bukan
perokok serta faktor-faktor lain harus dipertimbangkan seperti status sosio-
ekonomi dan stres.
Sebagai kesimpulan, penelitian ini menunjukkan bahwa merokok
merupakan faktor lingkungan utama yang berhubungan dengan
meningkatnya destruksi periodontal. Perkembangan dan kehilangan yang
berlebihan dari dukungan periodontal pada di usia dewasa bergantung pada
tingkat merokok yang berlebihan ketika muda. Hasil penelitian menekankan
pentingnya strategi preventif untuk individu muda, karena banyak diantara
mereka menjadikan merokok sebagai kebiasaan, di usia yang dini. Oleh
karena itu, upaya kesehatan gigi publik tidak hanya dalam oral hygiene,
tetapi juga harus melibatkan dan menekankan dampak merokok sebagai
upaya preventif primer.

Analisis statistik/ data
Hubungan menghisap rokok dan faktor risiko lainnya untuk status
periodontal diperiksa dalam penelitian komparatif cross-sectional ini. Uji
chi-square digunakan untuk menguji apakah variabel-variabel memiliki
distribusi normal atau tidak normal. Uji t digunakan untuk membandingkan
rerata kelompok.

Anda mungkin juga menyukai