Efek menghisap rokok terhadap status kesehatan periodontal: Sebuah penelitian komparatif, cross-sectional (Effect of cigarette smoking on the periodontal health status: A comparative, cross sectional study)
Nama : Febrianty Alexes Siampa NIM : J 111 09 267 Pembimbing : drg. Supiati M.Kes Sumber : Journal Of Indian Society of Periodontology - Vol.15, issue 4, Oct-Des 2011: 383-387
MAKASSAR 2013 Efek menghisap rokok terhadap status kesehatan periodontal: Sebuah penelitian komparatif, cross-sectional D. K. Gautam, Vikas Jindal, S. C. Gupta, Amrinder Tuli, Bhanu Kotwal, Rambhika Thakur
Abstrak Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi status kesehatan periodontal pada perokok dan bukan perokok, dan pengukuran oral hygiene. Pengaturan dan disain: Penelitian cross sectional. Bahan dan metode: Penelitian melibatkan 400 orang laki-laki (200 orang perokok dan 200 orang bukan perokok) berusia 18-65 tahun. Secara random, subjek diseleksi dari pasien yang mendatangi bagian rawat jalan dental di rumah sakit sipil dan Himachal Dental College, Sundernagar. Skor CPI (Community Periodontal Index) dicatat untuk setiap pasien dan kuisioner dilengkapi oleh setiap pasien. Analisis statistik yang digunakan: uji chi square dan uji t. Hasil: Kondisi periodontal yang dinilai melalui skor CPI menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara kelompok perokok dan bukan perokok. Kesimpulan: Dalam keterbatasan penelitian ini, ditemukan korelasi positif antara penyakit periodontal dan menghisap rokok. Ditemukan bahwa menghisap rokok berhubungan dengan perdarahan gingiva yang lebih rendah dan poket yang lebih dalam dibandingkan dengan bukan perokok.
Kata kunci: Community Periodontal Index, penyakit periodontal, merokok
PENDAHULUAN Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi pada individu dewasa. Penyakit ini menempati urutan kedua setelah karies gigi sebagai penyebab kehilangan gigi pada orang dewasa di negara-negara berkembang. Sekitar 80% infark miokard terjadi sebelum usia 50 tahun, dan 70% penyakit paru-paru kronis disebabkan oleh menghisap tembakau. Menghisap tembakau, sebagian besar dalam bentuk menghisap rokok, dikenal sebagai faktor risiko lingkungan yang paling penting dalam periodontitis. Penyakit periodontal merupakan fenomena dinamis dengan pola siklus dari perkembangan dan penyembuhan pada daerah yang terkena. Merokok dipandang dapat mengganggu respon imun dan menurunkan kemampuan jaringan periodontal untuk sembuh, setelah periode aktifitas penyakit. Telah ditunjukkan dengan jelas bahwa terdapat hubungan respon yang erat dari penggunaan tembakau dan risiko berkembangnya kanker rongga mulut. Dampak terhadap populasi dari merokok terhadap periodontitis juga bervariasi menurut frekuensi paparan menghisap tembakau. Perdarahan gingiva terus-menerus dilaporkan terjadi lebih rendah pada perokok karena nikotin menginduksi vasokonstriksi pada gingiva perokok serta keratinisasi gingiva yang tinggi. Pengukuran kedalaman poket juga lebih besar pada perokok karena meningkatnya kehilangan tulang alveolar. Menghisap tembakau kemungkinan memegang peranan signifikan dalam perkembangan periodontitis yang sulit disembuhkan. Kerusakan periodontal terlihat lebih parah pada orang yang baru merokok dibandingkan mantan perokok. Orang yang tidak merokok yang diteliti, memiliki risiko paling rendah. Merokok memiliki dampak yang sangat negatif terhadap terapi regeneratif, meliputi osseous grafting, guided tissue regeneration, atau kombinasi dari perawatan-perawatan tersebut. Josef memeriksa kebutuhan periodontal menurut CPITN (community periodontal index of treatment needs) dan kebiasaan merokok. Hasil menunjukkan bahwa efek dari merokok dan jumlah rokok yang dihisap setiap hari, memiliki efek merugikan terhadap status periodontal. Gerad dkk menyimpulkan bahwa menghisap rokok merupakan faktor lingkungan utama yang berhubungan dengan cepatnya destruksi periodontal pada orang dewasa muda. Palmer dkk meninjau mekanisme biologis potensial yang mendasari efek menghisap tembakau terhadap periodontitis dan menyimpulkan bahwa merokok tembakau memiliki efek sistemik yang menyebar luas, banyak diantaranya memberikan mekanisme untuk meningkatnya kerentanan terhadap periodontitis dan respon yang lebih buruk terhadap perawatan. Torrungruang menentukan efek dari menghisap rokok terhadap keparahan periodontitis dalam sebuah penelitian cross- sectional pada orang dewasa Thailand dan menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara menghisap rokok dengan risiko periodontitis. Ankola dkk melakukan sebuah penelitian komparatif mengenai status periodontal dan kehilangan gigi pada perokok dan bukan perokok di kota Belgaum dan menyimpulkan bahwa merokok dihubungkan dengan deposit plak dan kalkulus yang lebih tinggi. Vered dkk mengevaluasi status periodontal dan menunjukkan kebiasaan merokok pada sampel yang mewakili orang dewasa muda Israel, dan menyelidiki hubungan yang mungkin, dan menyimpulkan bahwa hanya 7% dari partisipan yang menunjukkan tanda periodontitis dan sebagian besar individu dewasa muda tidak merokok. Selama periodontitis, menghisap rokok dapat mempengaruhi fungsi neutrofil secara berbeda, secara umum mencegah eliminasi dari patogen periodontal, tetapi pada perokok berat juga menstimulasi pelepasan reactive oxygen species dan tekanan oksidatif yang memicu kerusakan jaringan. Tymkiw dkk membandingkan pelepasan 22 chemokines dan sitokin dalam cairan crevicular gingiva dari perokok dan bukan perokok, dengan subjek periodontitis dan subjek kontrol yang periodontalnya sehat, dan menyimpulkan bahwa subjek periodontitis mengalami peningkatan profil sitokin dan chemokine yang signifikan. Perokok menunjukkan penurunan dalam beberapa sitokin pro-inflamatori dan chemokines serta beberapa regulator sel-sel T dan sel-sel pembunuh alami. Hal ini mencerminkan adanya efek imunosupresan dari merokok dimana dapat turut berperan dalam meningkatkan kerentanan terhadap periodontitis.
BAHAN DAN METODE Sampel penelitian Digunakan disain penelitian cross sectional. Penelitian ini melibatkan 400 orang laki-laki berusia 18 hingga 65 tahun yang mendatangi bagian rawat jalan di rumah sakit sipil dan Himacha Dental College, Sundernagar. CPI (Community periodontal index) digunakan sebagai alat ukur epidemiologi. Pasien diseleksi secara acak menurut kriteria berikut.
Kriteria inklusi - Berusia lebih dari 18 tahun dan tidak lebih dari 65 tahun. - Memiliki lebih dari 10 gigi asli. Kriteria eksklusi - Penyakit sistemik kronis, seperti diabetes, penyakit-penyakit endokrin, penyakit hematologikal - Periodontal yang sehat, dengan tidak ada tanda klinis inflamasi periodontal (CPI=0).
Subjek dibagi menjadi dua kelompok: - Perokok - Bukan perokok
Kuisioner Sebuah kuisioner dibuat. Kuisioner meliputi pertanyaan- pertanyaan mengenai kebiasaan oral hygiene dan kebiasaan merokok.
Pemeriksaan klinis Pemeriksaan periodontal dilakukan menggunakan kaca mulut dan probe CPITN, dan skor CPI dicatat.
Kuisioner Nama pasien: ................................... Jenis kelamin: Lk2/Pr Usia:...............Alamat................ Pekerjaan .............. Silakan berikan satu jawaban untuk setiap pertanyaan. 1. Seberapa sering anda menyikat gigi setiap hari? - 1 - 2 - 3 - 4 - Setiap selesai makan - Kadang-kadang 2. Berapa menit anda menyikat gigi? - 1 - 2 - 3 - 4 - Lebih dari 4 menit 3. Apa jenis gerakan menyikat gigi yang anda lakukan? - Vertikal - Horizontal - Kombinasi 4. Apakah anda menggunakan obat kumur Ya /tidak Jika ya, seberapa sering? - 1/hari - 2/hari - 3/hari - Lebih dari 3 kali/hari 5. Apa metode sekunder untuk kontrol plak yang anda gunakan? - Dental floss - Tusuk gigi - Sikat interdental - Tidak ada 6. Apakah anda menggunakan sikat gigi elektrik atau tidak? Ya/tidak 7. Apa diet utama harian anda? - Keripik kentang - Produk susu - Sayuran - Daging
8. Apakah anda mengalami perdarahan gusi? ya/tidak jika ya, apakah perdarahan tersebut: - Spontan - Jika ada pemicu - Tidak konstan 9. Apakah anda memiliki masalah kesehatan Ya/tidak Jika ya, silakan berikan detailnya
10. Apakah anda merokok? - Ya - Tidak - Saya telah berhenti merokok 11. Jika anda merokok, berapa batang rokok yang anda hisap setiap hari? - 1-10 batang - 11-20 batang - 21-40 batang - Lebih dari 40 batang
Kode dan kriteria indeks CPI: Kode 0 = tidak ada penyakit periodontal (periodontium sehat) Kode 1 = terjadi perdarahan selama atau setelah probing Kode 2 = kalkulus atau faktor retentif plak lainnya terlihat atau terasa selama probing Kode 3 = poket patologis dengan kedalaman 4-5 mm. Margin gingiva barada pada band hitam dari probe Kode 4 = poket patologis dengan kedalaman 6 mm atau lebih. Band hitam dari probe tidak terlihat
Etik Komite etik dari Himachal Dental College menyetujui penelitian. Pasien yang setuju untuk berpartisipasi menandatangani informed consent. Pada kesimpulan penelitian, partisipan diberikan instruksi kesehatan oral dan rencana perawatan periodontal spesifik.
HASIL Dewasa muda berusia di bawah 35 tahun mewakili sebagian besar populasi penelitian, yaitu 47% dari sampel total, dan 51% adalah orang yang baru merokok. Pada kelompok usia yang lebih tua (di atas 55 tahun) hanya sedikit (11%) yang merupakan perokok baru (Tabel 1). Tabel 1. Kelompok penelitian berdasarkan usia dan menghisap rokok. Umur (tahun) 18-65 n(%) <35 n(%) 35-44 n(%) 45-55 n(%) >55 n(%) Sample Total Bukan Perokok Perokok Chi square P value
400 (100) 200 (50) 200 (50)
188 (47) 92 (49) 96 (51) 0,08 0,77
92 (23) 48 (52) 44 (48) 1,174 0,67
76 (19) 48 (63) 28 (37) 5,26 0,02
44 (11) 12 (27) 32 (73) 9,09 0,00
Rerata usia pada kelompok bukan perokok adalah 37.34 tahun (SD 12.06), dan rerata usia pada kelompok perokok adalah 38.07 tahun (SD 13.21). (Tabel 2) Tabel 2. Rerata dan standard deviasi menurut usia pada kelompok perokok dan bukan perokok. Kelompok n Mean umur Std. deviasi Bukan perokok Perokok 200 200 37,34 38,07 12,06 13,21
Perbedaan usia pada perokok dan bukan perokok adalah signifikan secara statistik (Tabel 3). Tabel 3. Perbandingan uji t menurut usia antara kelompok perokok dan bukan perokok. Kelompok N Mean Umur Std. deviasi Std. Error mean T Df P value Bukan perokok Perokok 200
200 37,34
38,07 12,06
13,21 0,85
0,93 -0,573 398 0,567
Kondisi periodontal yang diukur dengan skor CPI maksimum per individu yang berada pada kelompok yang diteliti, terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara penghisap rokok dan bukan perokok untuk skor CPI 1 (P=0.007; bukan perokok lebih mungkin mengalami perdarahan gingiva), 2 (P=0.004; penghisap rokok memiliki kemungkinan lebih besar memiliki kalkulus), skor CPI 3 (P=0.001; bukan perokok memiliki kemungkinan lebih besar memiliki poket yang dangkal), dan skor CPI 4 (P=0.045; menghisap rokok lebih mungkin memiliki poket yang dalam) (Tabel 4). Tabel 4. Skor CPI berdasarkan laporan menghisap rokok Nilai CPI Kode 1 bleeding (%) Kode 2 kalkulus Kode 3 shallow poket 4-5 mm (%) Kode 4 deep poket 6 mm Total n (%) Bukan perokok Perokok Chi square P value 31 (15,5)
14 (7) 7,24 0,007** 87 (43,5)
116 (58) 8,41 0,004** 56 (28)
29 (14,5) 10,89 0,001** 26 (13)
41 (20,5) 4,03 0,045* 200 (100)
200 (100)
Berdasarkan praktik oral hygiene yang dilaporkan sendiri, rerata frekuensi menyikat gigi pada perokok adalah sedikit lebih tinggi dibandingkan kelompok bukan perokok, tetapi tidak signifikan secara statistik (Tabel 5).
Tabel 5. Frekuensi menyikat gigi/berapa kali sehari pada kelompok perokok dan bukan perokok. Frekuensi Perokok n (%) Bukan perokok n (%) 1 kali 2 kali Kadang kadang Setiap selesai makan Total 167 (83,5) 18 (9,0) 10 (5,0) 5 (2,5) 200 (100,0) 170 (85,0) 14 (7,0) 12 (6,0) 4 (2,0) 200 (100,0)
Perokok juga melaporkan bahwa mereka menyikat gigi lebih lama dibandingkan bukan perokok. Waktu menyikat gigi setiap menit tidak signifikan secara statistik pada bukan perokok, dan kelompok perokok pada level signifikansi 0.05 (Tabel 6). Tabel 6. Waktu menyikat gigi/menit per hari. Kelompok N Mean Umur Std. deviasi Std. Error mean T Df P value Bukan perokok Perokok 200
200 37,34
38,07 12,06
13,21 0,85
0,93 -0,573 398 0,567
DISKUSI Telah diperkirakan bahwa sekitar sepertiga dari populasi laki-laki dewasa di dunia, merokok. Pada orang muda, satu dari lima orang merokok. Antara 80.000 dan 100.000 anak-anak di seluruh dunia, mulai untuk merokok setiap harinya. Dalam penelitian kami, 51% dari semua perokok adalah dewasa muda berusia di bawah 35 tahun. Merokok meningkat pada negara-negara berkembang, tetapi menurun di negara-negara maju. Sekitar 15 milyar rokok terjual setiap hari atau 10 juta setiap menitnya. Merokok terlihat jelas berdampak terhadap kerusakan periodontal dan menghambat penyembuhan jaringan periodontal. Asap tembakau mengandung senyawa sitotoksik seperti nikotin, dimana dapat berpenetrasi ke jaringan lunak dari kavitas rongga mulut, melekat pada permukaan gigi atau masuk ke aliran darah. Molekular potensial dan mekanisme selular dalam patogenesis merokok yang berhubungan dengan penyakit periodontal telah dilaporkan dan meliputi imunosupresi, respon sel inflamatori yang berlebihan, dan rusaknya fungsi sel stromal dari jaringan rongga mulut. Hubungan antara menghisap rokok dan penyakit periodontal mewakili masalah kesehatan rongga mulut yang signifikan. Hasil dalam penelitian kami sejalan dengan penelitian oleh Feldman dkk, menunjukkan bahwa perokok dengan penyakit periodontal memiliki inflamasi klinis dan perdarahan gingiva yang lebih rendah jika dibandingkan dengan non perokok. Hal ini dapat dijelaskan dengan fakta bahwa salah satu dari sejumlah produk asap rokok, nikotin, menyebabkan vasokonstriktor lokal yang tinggi, menurunnya aliran darah, edema, dan menghambat apa yang normalnya merupakan tanda awal dari masalah periodontal dengan menurunkan inflamasi gingiva, kemerahan, dan perdarahan. Beberapa penelitian in vitro memberikan mekanisme erat lainnya dimana merokok dapat mempengaruhi metabolisme tulang. Rosa dkk melaporkan bahwa nikotin meningkatkan sekresi interleukin 6 dan tumor necrosis factor alpha dalam osteoblast dan produksi tissue-type plasminogen activator, prostaglandin E2, dan matrix metalloproteinase, sehingga mengganggu keseimbangan antara pembentukan matriks tulang dan akhirnya dapat menyebabkan resorpsi, seperti yang dilaporkan oleh Katano dkk. RANKL (receptor activator of nuclear factor-kappa ligand) dan OPG (osteoprotegerin) termasuk dalam tumor necrosis factor. RANKL merangsang diferensiasi osteoclastic dan mengaktivasi resorpsi tulang. Sebaliknya, OPG menghambat osteoclasto-genesis dan menekan resorpsi tulang dengan menghambat RANKL. Mekanisme potensial lainnya dari kehilangan tulang pada perokok dapat berupa menurunnya produksi OPG dan perubahan rasio RANKL/OPG. Meskipun bakteri merupakan faktor etiologi utama dalam penyakit periodontal, respon host pasien merupakan determinan dari kerentanan penyakit. Perokok memiliki jumlah helper lymphocytes yang menurun, dimana penting untuk fungsi sel B dan produksi antibodi. Dalam penelitian kami, efek kombinasi dari kolonisasi bakteri serta efek lokal dan sistemik dari merokok bertanggung jawab untuk keparahan destruksi periodontal yang lebih besar pada perokok. Hasil tersebut sejalan dengan yang dilaporkan oleh Linden dan Mullaly, Harber dkk, Schenkein dkk, dan Haffajee. Semua penelitian tersebut menunjukkan bahwa dibandingkan dengan bukan perokok, perokok dewasa muda memiliki prevalensi dan keparahan periodontitis yang lebih tinggi. Pada waktu yang sama, hasil dari penelitian kami menunjukkan bahwa perdarahan gingiva dan gejala inflamasi gingiva terlihat menurun pada perokok. Hasil tersebut sejalan dengan yang dilaporkan oleh Schuller, Bergstrom dan Bostrom dan Chen dkk. Dalam penelitian ini, kami menggunakan CPI yang direkomendasikan oleh World Health Organization. CPI bukan merupakan alat ukur sempurna untuk penyakit periodontal dan pengukuran tidak melibatkan kehilangan perlekatan, resesi gingiva, level tulang alveolar, dan parameter periodontal klinis lainnya. Namun, dapat diajukan sebagai estimasi yang tepat untuk penyakit dalam survei epidemiologi yang luas dan berguna dalam memahami epidemiologi penyakit periodontal pada tingkat global. Oleh karena itu, data dari penelitian kami hanya memberikan estimasi dari prevalensi poket periodontal sedang atau dalam, dan tidak mencakup semua parameter klinis penyakit. Hasil dari penelitian ini memastikan hubungan antara merokok dan status periodontal. Namun, durasi merokok tidak dicatat dan determinan ini tidak dilibatkan dalam analisis. Harus dicatat bahwa perbedaan kecil antara perokok dan bukan perokok serta faktor-faktor lain harus dipertimbangkan seperti status sosio- ekonomi dan stres. Sebagai kesimpulan, penelitian ini menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor lingkungan utama yang berhubungan dengan meningkatnya destruksi periodontal. Perkembangan dan kehilangan yang berlebihan dari dukungan periodontal pada di usia dewasa bergantung pada tingkat merokok yang berlebihan ketika muda. Hasil penelitian menekankan pentingnya strategi preventif untuk individu muda, karena banyak diantara mereka menjadikan merokok sebagai kebiasaan, di usia yang dini. Oleh karena itu, upaya kesehatan gigi publik tidak hanya dalam oral hygiene, tetapi juga harus melibatkan dan menekankan dampak merokok sebagai upaya preventif primer.
Analisis statistik/ data Hubungan menghisap rokok dan faktor risiko lainnya untuk status periodontal diperiksa dalam penelitian komparatif cross-sectional ini. Uji chi-square digunakan untuk menguji apakah variabel-variabel memiliki distribusi normal atau tidak normal. Uji t digunakan untuk membandingkan rerata kelompok.