Anda di halaman 1dari 3

Home |English Section |CSR |Komoditi |Bursa |Job Info |Mining Services |Klinik Minerba |Klinik Lingkungan |Sosok

|Kolom|Our Report |Contact Us


*Khusus rubrikasi berlangganan
REGULASI | KLINIK
MINERBA E-MAGAZINE |
FOKUS TAMBANG Sign in
username
password
KOMODITI index
TAMBANG, 24 J anuari 2012 | 01.31
Menyel amatkan Mi neral Pi nggi ran
Ekspornya mencapai ribuan ton per tahun. Menjadi dewa
penolong saat bencana Fukushima. Hasil galian non
logam masuk Rancangan Permen nilai tambah mineral.
Kepanikan tak terperikan saat gempa berikut tsunami
meluluhlantakkan Negeri Sakura, 11 Maret 2011 lalu.
Mereka yang selamat dari reruntuhan dan amukan
gelombang pasang, tak bisa langsung bernafas lega.
Pasalnya pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) tertua di
J epang, ikut bocor akibat bencana dahsyat itu. Selain
memperbaiki kerusakan, Pemerintah J epang harus
memutar otak, guna menyelamatkan rakyatnya dari
ancaman radiasi nuklir.
Beruntunglah paparan radiasi akibat kebocoran PLTN itu, bisa cepat dikendalikan. Warga sekitar PLTN
Fukushima mengikuti imbauan pemerintahnya, meletakkan mineral zeolit di kendaraan dan rumah-rumah
mereka. Selang tiga hari setelah kebocoran, paparan radiasi pada radius 10 kilometer dari PLTN menurun
hingga 20 mikro sievert, dari sebelumnya 1.500 mikro sievert. Diketahui hanya sembilan orang yang positif
terkena paparan radiasi.
Zeolit mampu menyerap paparan radiasi nuklir lebih cepat dari tubuh manusia, ujar R Sugianto, Ketua
UmumIkatan Zeolit Indonesia. Saat bencana Fukushima, J epang mengimpor berton-ton zeolit dari berbagai
negara, termasuk Indonesia. Diluar bencana Fukushima, zeoilit biasa digunakan sebagai anti smoke agent,
guna menyerap zat-zat beracun di udara. Potensi zeoilit alamIndonesia sendiri lebih dari 400 juta ton,
tersebar di berbagai daerah.
Hal ini dibenarkan Husaini, peneliti zeoilit dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan
Batubara (Tekmira) Bandung. Bahkan menurutnya, zeoilit alamdapat dimanfaatkan untuk hajat hidup yang
lebih luas. Diantaranya pada sektor pertanian, untuk perbaikan kualitas tanah, campuran pupuk, media
tumbuh tanaman, tambahan pakan ternak, perbaikan air kolamperikanan, akuarium, dan sebagainya.
Di sektor industri, kata Husaini, zeolit banyak digunakan untuk bahan bangunan (konstruksi ringan), pengisi
kertas dan ban, deterjen, pemurnian dan pemisahan gas, katalisator, pemurnian oksigen, water softener,
dan sebagainya. Untuk perbaikan lingkungan, selain menyerap limbah radioaktif, zeoilit dapat berfungsi
sebagai penyerap polutan (NH3, SO2, CO2, H2S), penyerap bau (kotoran kucing), penangkap logamberat
dan amonia (air limbah), maupun sebagai media penyaring air kolamrenang.
Sayangnya, kata Sugianto, nasib zeolit di Tanah Air masih seperti hasil galian non logamlainnya.
Potensinya besar, namun dipandang sebagai mineral pinggiran. Selain pemanfaatannya yang masih
individual, hasil ekspornya pun tak pernah tercatat dalampenerimaan negara, khususnya dari sektor energi
dan sumber daya mineral (ESDM). Orang lebih perhatian pada emas, tembaga, nikel, timah, bijih besi, dan
mineral logamlainnya.
Sugianto sendiri mengekspor zeolit hasil tambangnya rata-rata Rp 1.200 per kilogram. Namun di
penghujung 2011 harganya jatuh, gara-gara banyak orang yang tidak mengerti manfaatnya, lantas
menjualnya murah-murah. Pembeli bilang ke saya, di Bandung bisa dapat zeoilit Rp 350 per kilogram,
tuturnya sedih. Celakanya, setelah diolah di luar negeri, berbagai produk dari zeolit dijual lagi ke Indonesia
dengan harga sangat mahal.
Baru Jadi Sumber Konflik
Besarnya potensi mineral non logamIndonesia dibenarkan peneliti dari Pusat Sumber Daya Geologi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kusdarto. Selain zeolit yang multifungsi, ia juga
mencontohkan pasir kuarsa, yang merupakan bahan baku utama industri keramik. Menurutnya, total
sumber daya pasir kuarsa Indonesia mencapai 18 miliar ton, yang tersebar di 22 provinsi.
Sayangnya, meski sudah banyak dieksploitasi, namun hasil penambangan pasir kuarsa belumdicatat
dengan baik, sebagai penerimaan negara maupun daerah. Maklum, pasir kuarsa selama ini (berdasarkan
Undang-Undang Pertambangan yang lama, Nomor 11 Tahun 1967) pasir kuarsa digolongkan bahan galian
Golongan C, yang tidak dikelola secara serius oleh pemerintah. Barang tambang lain yang masuk
Golongan C (menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967) adalah zeolit, zirkon, bentonit, kaolin, dan
batu gamping.
Karena masuk Golongan C yang terkesan tidak terlalu penting, pemerintah tidak banyak memberikan
perhatian pada pengelolaan mineral-mineral non logamini. Sepanjang rezimUU 11/1967, pengelolaan
mineral non logamdiserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah (pemda) nyaris tanpa pembinaan
serta pengawasan sama sekali. Eksploitasinya pun lebih banyak dikerjakan penambang tradisional bahkan
ilegal, sehingga tidak banyak berkontribusi pada kemajuan ekonomi daerah.
Berita Lain
26 November 2012 | 08.20
Ada Tetangga Main di Bangka
24 Juli 2012 | 23.08
Ancaman Dari Eksportir Menjadi
Negara Importir
22 November 2011 | 22.10
Siap Menyambut Nilai Tambah
22 November 2011 | 22.02
Tembaga Perlahan Menanjak
22 November 2011 | 21.53
Utang Amerika Menggerek Emas
Tweet 0
Share
Share
MAJALAH TAMBANG ONLINE - KOMODITI : Menyelamatkan Minera... http://www.tambang.co.id/detail_berita.php?category=4&newsnr=5380
1 dari 3 6/30/2014 1:18 PM
Setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU
Minerba), barulah pengelolaan barang-barang tambang ini diatur dengan lebih baik. Menurut pasal 34 ayat
(2) UU Minerba, juncto Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Pertambangan Minerba, pasir kuarsa, zeolit, zirkon, bentonit, kaolin, dan batu gamping, digolongkan
dalammineral non logam.
Kita tidak sadar kalau tiap hari hidup bersama pasir kuarsa. Mulai lantai rumah, closed dan bak kamar
mandi, cermin rias dan kaca-kaca rumah, guci-guci hiasan rumah, dan sebagainya, semuanya berbahan
baku utama pasir kuarsa, jelas Kusdarto. Terbesar pasir kuarsa terdapat di Kalimantan Timur sebesar 1
miliar ton, Riau sebanyak 3,3 miliar ton, Sumatera Barat mencapai 8 miliar ton, dan di Sumatera Utara
sebesar 1,4 miliar ton.
Seharusnya Indonesia bisa menjadi produsen barang-barang keramik yang besar di dunia, ungkapnya
dalamworkshop Optimalisasi Pengelolaan Mineral Industri yang digelar Direktorat J enderal Minerba
Kementerian ESDM di J akarta, 24 26 November 2011. Maka dari itu, ia berharap ke depan pemda dapat
menata kembali potensi mineral non logamnya, sehingga memberikan manfaat optimal bagi pembangunan.
Ironi pada mineral non logamini, juga diakui oleh para pemangku kebijakan sektor pertambangan di
daerah. Sejumlah Kepala Dinas bidang ESDM yang hadir dalamworkshop Optimalisasi Pengelolaan
Mineral Industri bahkan menyebutkan, pertambangan mineral non logamsaat ini masih lebih banyak
menjadi sumber konflik, ketimbang sumber penerimaan bagi pemda. Pemanfaatannya baru sebatas raw
material (bahan mentah), kurang memperhatikan good mining practice, dan belumterintegrasi dalamtata
ruang nasional.
Kepala Bidang Geologi Mineral dan Air Tanah Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) J awa Barat,
Tatang Effendi mengungkapkan, terdapat sedikitnya 20 jenis mineral industri unggulan di wilayahnya.
Diantaranya bentonit, zeolit, gamping, feldspar, batu permata (gemston), fosfat, batu andesit, pasir kuarsa,
lempung atau tanah liat, dan pozoland atau trass. Dari situ, terbitlah sekitar 159 IUP (Izin Usaha
Pertambangan) mineral bukan logamdan batuan, yang tersebar di 17 kabupaten/kota.
Sayangnya kegiatan mereka seringkali menimbulkan konflik lingkungan dan masyarakat, paparnya. Ini
terjadi, kata Tatang, karena sebagian besar IUP itu adalah tambang skala kecil, atau tambang rakyat
dengan areal pengusahaan kurang dari 5 hektar. Teknologi yang digunakan pun sangat sederhana, tanpa
good mining practice, dan tidak ada peningkatan nilai tambah. Benar-benar diperlakukan sebagai mineral
pinggiran.
Ditambah lagi, di J awa Barat sebagian IUP mineral non logamberada di zona tidak layak tambang, dan
pengusahanya tidak melakukan reklamasi, rehabilitasi lahan, apalagi pasca tambang. Akibatnya mineral
bukan logamini belumbisa diharapkan menjadi penyangga penerimaan daerah, tuturnya.
Banyak Dijarah PETI
Hal senada diungkapkan Kepala Bidang Geologi Mineral dan Batubara Dinas ESDM J awa Tengah,
Soeseno, yang wilayahnya paling banyak mengandung batu kapur. Konflik pertambangan di J awa Tengah,
menurutnya banyak dipicu oleh aktivitas penambangan tanpa izin (PETI) utamanya fosfat dan batu gamping
(kapur).
Sepanjang tahun ini, Soeseno mengaku telah menjaring ribuan penambang ilegal mineral non logam,
dengan total 57 kasus. Empat kasus sudah dalampersidangan di pengadilan, 26 pengusahanya
menyatakan berhenti tidak menambang lagi, dan 22 perusahaan diusir dari lokasi tambangnya.
Celakanya, banyak juga (oknumaparat) baju coklat dan baju hijau yang terlibat PETI. Sehingga dalam
pengawasan, kami harus melibatkan Kepolisian Daerah dan Kodamsetempat. Selain itu kami juga
melakukan bimbingan teknis untuk menegakkan good mining practice, ujarnya.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Nusa Tenggara Timur (NTT) Danny Suhadi menuturkan, konflik
seputar pertambangan mineral non logam, banyak diakibatkan oleh aktivitas PETI. Salah satu faktor
munculnya PETI, adalah kekeliruan menafsirkan reformasi sebagai kebebasan tanpa batas.
Menariknya, banyak pelaku PETI di NTT adalah pendatang, bukan warga asli setempat. Gejolak sosial
adalah peristiwa yang umumterjadi di sekitar lokasi PETI. Baik antara pelaku PETI dengan warga, maupun
dengan perusahaan pemilik IUP yang sah, ujar Danny yang wilayahnya cukup kaya akan mineral zeolit,
belerang, gypsum, pasir kuarsa, dan kaolin.
Akibat PETI pula, lanjutnya, rakyat menganggap semua pertambangan merusak lingkungan, dan harus
dimusuhi. Akibatnya, penambangan legal pun sering harus menghadapi aksi protes warga, meski sudah
berusaha menerapkan good mining practice. Wilayah NTT juga mempunyai potensi bahan-bahan galian
batuan seperti marmer, batu gamping, batu apung, batu warna, lempung, andesit, basalt, dasit, batusabak,
diorit, dasit, granit, dan ultrabasalt.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Minerba Kementerian ESDM,
Syawaluddin Lubis mengatakan, pertambangan mineral non logambanyak dikerjakan PETI, karena selama
ini kurang mendapat perhatian. Maka dari itu, ke depan pemerintah daerah harus lebih itensif melakukan
pengelolaan dan pengawasan, serta mendata potensi mineral non logamdi daerahnya.
Langkah Penyelamatan
Terkait persoalan ini, Direktur Pembinaan ProgramMinerba Kementerian ESDM, Tatang Sabaruddin tak
menampik, telah terjadi kesalahan dalammemperlakukan mineral non logam. Karena kurangnya perhatian,
pengelolaan bahan-bahan galian yang juga disebut mineral industri itu, lebih banyak dikerjakan tambang
skala kecil atau tambang rakyat. Sebenarnya tidak menjadi soal mineral industri ditambang oleh rakyat.
Asalkan ada pembinaan serta pengawasan yang baik, berikut hasil-hasilnya menjadi penopang kemajuan
ekonomi.
Berangkat dari itu, kata Tatang, Kementerian ESDM telah menyusun sejumlah langkah penyelamatan bagi
mineral non logamatau mineral industri ini. Pertama, mendorong pemda-pemda untuk melakukan sosialiasi
serta pembinaan di wilayahnya masing-masing. Tujuannya untuk menciptakan paradigma baru bagi para
penambang tradisional, skala kecil maupun besar, terkait pemanfaatan mineral industri (mineral non logam
dan batuan).
Para penambang harus diberi pemahaman bahwa bahan tambang tersebut bukan hanya sekedar
komoditas, tetapi merupakan modal pembangunan nasional, ujarnya. Dengan begitu, pemanfaatan dan
pengelolaan mineral non logamdan batuan juga harus dengan memperhatikan manfaat hulu maupun
hilirnya. Pembinaan dan pengawasan mineral non logamini akan dilakukan pemerintah secara terpadu,
antara pusat dan daerah. Termasuk untuk memastikan penambangannya sudah memenuhi kaidah good
mining practice.
Kedua, mendorong optimalisasi manfaat mineral non logamdan batuan, lewat pengolahan agar
memberikan multiplier effect di dalamnegeri. Memang, kata Tatang, saat ini sudah banyak penambang
mineral non logamyang mengolah atau memberikan nilai tambah pada produknya. Misalnya pada batu
gamping (industri semen), feldspar, bentonit, gemestone dan lainnya. Namun tak sedikit pula yang belum
MAJALAH TAMBANG ONLINE - KOMODITI : Menyelamatkan Minera... http://www.tambang.co.id/detail_berita.php?category=4&newsnr=5380
2 dari 3 6/30/2014 1:18 PM
melakukan apa-apa terhadap hasil tambangnya, kecuali mengekspor mentah-mentah.
Beberapa lainnya ada pula yang perlu ditingkatkan pengolahannya, seperti pasir kuarsa, zircon, kaolin, dan
lainnya, sehingga akan dapat meningkatkan nilai tambah domestik dan ekonomi pembangunan nasional.
Bagi yang belummelakukan pengolahan, akan dilakukan pembinaan agar segera menyiapkan proses
tersebut. Dari situ diharapkan mineral non logamdan batuan mempunyai nilai tambah baik secara kualitas
maupun kuantitas.
Masuk Permen Nilai Tambah
Guna mengkongkritkan langkah penyelamatan itu, tak ragu Tatang Sabaruddin mengungkapkan dalam
workshop Optimalisasi Pengelolaan Mineral Industri bahwa mineral industri atau mineral non logam, akan
masuk dalamRancangan Peraturan Menteri (Permen) tentang nilai tambah, yang saat ini sedang dalam
tahap finalisasi. Itu artinya, selain untuk mineral logamseperti emas, nikel, tembaga, dan sebagainya, ke
depan pemerintah juga akan mewajibkan pengolahan mineral non logamatau mineral industri di dalam
negeri.
Dasar hukumkebijakan ini juga cukup kuat. Yakni pasal 33 UUD 1945 ayat (2) yang berbunyi: cabang-
cabang produksi yang penting dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, serta
ayat (3) bahwa bumi dan air dan kekayaan alamyang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 juga tidak lagi mengenal penggolongan bahan galian, dan mengatur
tentang kegiatan pertambangan mineral bukan logamserta batuan. DalamUU Minerba, diantaranya pada
pasal 95 , 102, 103 juga menyebutkan, pemegang IUP dan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) wajib
meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara.
PP No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba pada Bab VIII (pasal
93 96) juga mengatur tentang hal ini secara lebih teknis. Diikuti pula Permen ESDM No. 34/2009, tentang
pengutamaan pemasokan kebutuhan minerba untuk kepentingan dalamnegeri. Sebentar lagi, Permen
ESDM tentang nilai tambah juga terbit. Dengan begitu, berakhir sudah era mengekspor mineral non logam
dalambentuk mentah ke luar negeri.
(0) komentar
CSR
KOLOM
TRAVELING
PERSONAL
SUARA MINER
KLINIK LINGKUNGAN
KLINIK MINERBA
EVENT TAMBANG
AGENDA
MEDIA KIT
SUARA MINER
OUR REPORTS
BERLANGGANAN
Home | About | Advertise | Susunan Redaksi | Contact
2010 tambang.co.id, all rights reserved
MAJALAH TAMBANG ONLINE - KOMODITI : Menyelamatkan Minera... http://www.tambang.co.id/detail_berita.php?category=4&newsnr=5380
3 dari 3 6/30/2014 1:18 PM

Anda mungkin juga menyukai